• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rahma Fitri, dan Yeni Salma Barlinti. Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rahma Fitri, dan Yeni Salma Barlinti. Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Kewarisan Dalam Hal Pewaris Meninggal Kalalah Berdasarkan Ketentuan

Kompilasi Hukum Islam: Studi Kasus Penetapan Waris

No.24/Pdt.P/2009/PA.JP dan Putusan No.750/Pdt.G/2009/PA.JP Pengadilan

Agama Jakarta Pusat

Rahma Fitri, dan Yeni Salma Barlinti

Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

rahma_fitri91@yahoo.com

Abstrak

Kematian merupakan hal yang pasti dialami oleh setiap manusia, dan akibat hukumnya tidak dapat dihindari. Salah satu akibat hukum dari kematian yaitu terdapatnya peralihan harta peninggalan dari pihak yang mati kepada pihak yang masih hidup, yang termasuk ke dalam hukum kewarisan. Persoalan yang muncul dalam hukum kewarisan salah satunya terjadi pada kasus perkara waris dalam Penetapan Waris No.24/Pdt.P/2009/PA.JP yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama Jakarta Pusat pada 18 Juni 2009. Dalam kasus ini terjadi kewarisan di mana pewaris meninggal dunia tanpa adanya keturunan atau meninggal dalam keadaan

kalalah. Kasus tersebut kemudian berkembang karena terdapat gugatan dan berakhir dalam akta perdamaian Putusan No.750/Pdt.G/2009/PA.JP. Permasalahan yang dikaji dalam tulisan ini adalah bagaimana pengaturan mengenai pembagian waris dalam hal pewaris meninggal kalalah menurut ketentuan Kompilasi Hukum Islam, bagaimana pengaturan waris yang terdapat dalam Penetapan Waris No.24/Pdt.P/2009/PA.JP dan Putusan No.750/Pdt.G/2009/PA.JP dan bagaimana analisisnya berdasarkan Kompilasi Hukum Islam. Penelusuran data dilakukan dengan menggunakan data kepustakaan melalui studi dokumen pada instansi terkait, yaitu Pengadilan Agama. Temuan data dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Saudara pewaris dapat ikut mewaris apabila pewaris meninggal dalam keadaan kalalah, kesepakatan para pihak dalam suatu akta perdamaian berkaitan dengan pembagian kewarisan dibolehkan dalam Kompilasi Hukum Islam.

Kata kunci: Harta Bersama; Hibah; Hukum Kewarisan Islam; Kalalah; Wasiat.

Inheritance of Kalalah Based on Compilation of Islamic Law: Case Study of Determination of Hereditary No.24/Pdt.P/2009/PA.JP and Verdict

No.750/Pdt.G/2009/PA.JP Jakarta Pusat Religious Court Abstract

Death is inevitable by every human being, and the legal consequences can not be avoided. One of the legal consequences of the death include the inheritance law. Issues that arise in the inheritance law cases occur in cases determination of Inheritance No.24/Pdt.P/2009/PA.JP set by the Jakarta Pusat Religious Court on June 18, 2009. In cases where this occurs, inheritance heir died without offspring or die in a state of kalalah. The case is then developed with a lawsuit and ends in Verdict No.750/Pdt.G/2009/PA.JP. Problems studied in this thesis include how is inheritance in accordance with the provisions testator died kalalah based on Compilation of Islamic Law, how the arrangements contained in the Stipulation determination of Inheritance No.24/Pdt.P/2009/PA.JP and Verdict No.750/Pdt.G/2009/PA.JP and how the analysis is based on Islamic Law Compilation. Data retrieval is done by using the data in the literature through the study of documents related institutions, the religious court. Findings Data were analyzed using qualitative methods. Siblings can participate

(2)

in case where heir died of kalalah, the agreement of the parties to a deed of peace deals with the division of inheritance is allowed in the Compilation of Islamic Law.

Keywords: Grants; Islamic Inheritance Law; Joint Treasure; Kalalah; Wills.

Pendahuluan

Kelahiran dan kematian merupakan hal yang pasti dialami oleh setiap manusia, sehingga akibat hukum terhadap hal tersebut tidak dapat dipungkiri adanya. Dalam hal terjadi suatu kematian, akan terdapat hal-hal yang ditinggalkan oleh pihak mati pada pihak yang hidup lebih lama. Oleh karena hal tersebut maka diperlukan adanya pengaturan mengenai tata cara peralihan harta peninggalan dari pihak yang mati (pewaris) kepada pihak yang masih hidup (ahli waris). Pengaturan mengenai peralihan harta peninggalan ini dikenal dengan hukum kewarisan. Dengan kata lain hukum kewarisan adalah pengaturan mengenai tata cara pembagian harta peninggalan dari seorang yang telah meninggal pada para ahli warisnya.1

Hukum kewarisan di Indonesia diatur masing-masing dalam sistem hukum yang berlaku sebagai hukum positif yaitu hukum adat, hukum Islam dan hukum perdata barat. Hukum kewarisan Islam bersumber langsung dari Al-Qur’an, Hadits, dan Ijtihad2, meskipun dalam penerapannya terdapat pandangan yang berbeda-beda tergantung pada masing-masing metode pada tiap ajaran kewarisan. Di Indonesia terdapat pengaturan mengenai hukum kewarisan Islam berdasarkan pandangan Patrilineal Syafi’i, Bilateral Hazairin, dan Kompilasi Hukum Islam.

Persoalan yang muncul dalam hukum kewarisan antara lain berkaitan dengan pembagian harta peninggalan pewaris terhadap para ahli warisnya. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada kasus perkara waris dalam Penetapan Waris No.24/Pdt.P/2009/PA.JP, terjadi kewarisan di mana pewaris meninggal dunia tanpa adanya keturunan atau meninggal dalam keadaan kalalah. Pewaris meninggalkan seorang istri dan 3 (tiga) orang saudara seibu sebapak, yang terdiri dari 2 (dua) orang saudara perempuan dan seorang saudara laki-laki. Saudara perempuan tertua pewaris telah meninggal lebih dulu dari pewaris, sedangkan

1 H. Saifuddin Arief, Praktik Pembagian Harta Peninggalan Berdasarkan Hukum Waris Islam,

(Jakarta: Darunnajah Publishing, 2008), hal. 30.

(3)

saudara perempuan pewaris lainnya meninggal tidak lama setelah pewaris meninggal dunia. Penetapan waris ini mulai menghadapi permasalahan ketika diketahui bahwa terdapat wasiat yang dibuat sebelum pewaris meninggal, di mana di dalamnya ditunjuk dua orang anak angkat pewaris sebagai pelaksana wasiat tersebut. Adanya wasiat tersebut tidak dicantumkan sebelumnya dalam permohonan penetapan waris, sehingga pihak saudara laki-laki pewaris dan ahli waris pengganti saudara perempuan pewaris menganggap perlu dilakukannya gugatan pembatalan terhadap penetapan waris yang telah ada. Gugatan tersebut terdaftar

dalam Gugatan No.750/Pdt.G/2009/PA.JP (Pembatalan Penetapan Waris

No.24/Pdt.P/2009/PA.JP) Pengadilan Agama Jakarta Pusat tanggal 28 Oktober 2009. Pada perkembangannya, Gugatan No.750/Pdt.G/2009/PA.JP ini berakhir dengan perjanjian perdamaian antara para ahli waris dan pihak lain yang terlibat dalam kasus kewarisan tersebut. Perjanjian perdamaian ini terdapat dalam Akta Perdamaian tanggal 8 Juni 2010 yang menjadi dasar Putusan No.750/Pdt.G/2009/PA.JP.

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dari penelitian ini adalah:

a. Bagaimana pengaturan mengenai pembagian waris dalam hal pewaris meninggal kalalah menurut ketentuan Kompilasi Hukum Islam?

b. Bagaimana pengaturan mengenai pembagian waris dalam hal pewaris meninggal kalalah yang telah ditetapkan dalam Penetapan Waris No.24/Pdt.P/2009/PA.JP dan Putusan No.750/Pdt.G/2009/PA.JP?

c. Bagaimana analisis terhadap pembagian waris dalam hal pewaris meninggal kalalah

antara Penetapan Waris No.24/Pdt.P/2009/PA.JP dan Putusan

No.750/Pdt.G/2009/PA.JP berdasarkan ketentuan Kompilasi Hukum Islam?

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. Mengetahui pengaturan mengenai pembagian waris dalam hal pewaris meninggal kalalah menurut ketentuan Kompilasi Hukum Islam.

b. Mengetahui pengaturan mengenai pembagian waris dalam hal pewaris meninggal kalalah yang telah ditetapkan dalam Penetapan Waris No.24/Pdt.P/2009/PA.JP dan Putusan No.750/Pdt.G/2009/PA.JP.

c. Mengetahui pembagian waris dalam hal pewaris meninggal kalalah antara Penetapan Waris No.24/Pdt.P/2009/PA.JP dan Putusan No.750/Pdt.G/2009/PA.JP berdasarkan ketentuan Kompilasi Hukum Islam.

(4)

Tinjauan Teoritis

Sumber-sumber ajaran Islam yang juga menjadi sumber hukum kewarisan Islam antara lain yaitu Al-Qur’an, Hadits, dan Ijtihad.3

1. Al-Qur’an a. QS. An-Nisa’: 7 b. QS. An-Nisa’: 11 c. QS. An-Nisa’: 12 d. QS. An-Nisa’: 33 e. QS. An-Nisa’: 176 2. Hadits

a. Jaabir bin Abdullah dalam hubungan turunnya QS. An-Nisa’: 176 yang mengatur mengenai kalalah.

b. Zaid bin Tsabit yang mengatur perolehan anak dari anak laki-laki (cucu melalui anak laki-laki).

c. Abu Bakar yang mengatur bagian datuk.

d. Ali bin Abi Thalib yang membahas mengenai utang dan wasiat. e. Saad bin Abi Waqqas mengenai batas wasiat.

f. Ali bin Abi Thalib yang membahas mengenai ‘Awl.

g. Ibnu Abbas yang membahas mengenai keutamaan sesama ahli waris dan soal hijab menghijab yang didasarkan pada hadits Ibnu Abbas dan Zaid bin Tsabit h. Abu Hurairah dan Jabir mengenai perkataan Rasulullah bahwa bayi yang

dilahirkan menangis berhak mewaris.

i. Abu Hurairah mengenai ketentuan Rasuullah bahwa ahli waris hanya bertanggung jawab setinggi-tingginya sejumlah harta peninggalan pewaris.

3. Ijtihad

Ijtihad sebagai usaha untuk merumuskan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al-Qur’an atau hadits Rasul, contohnya dalam hukum kewarisan Islam yaitu mengenai bagian ibu apabila hanya mewaris dengan bapak dan suami atau istri.4

3 Daud Ali, op.cit, hal. 78.

(5)

Suatu peristiwa dapat dikategorikan ke dalam bagian masalah kewarisan apabila telah memenuhi unsur-unsur atau rukun-rukun mewaris. Unsur-unsur atau rukun-rukun kewarisan yang harus dipenuhi, yaitu:

a. Terdapatnya Pewaris b. Terdapatnya Ahli Waris

c. Terdapatnya Harta Peninggalan

Sebab-sebab seseorang mewarisi harta peninggalan orang yang meninggal dunia diantaranya yaitu:

a. Perkawinan

b. Kekerabatan atau Nasab

c. Wala’

Dalam hukum kewarisan Islam terdapat penghalang dalam hal seseorang menerima warisan atau untuk menjadi ahli waris, karena keadaan-keadaan tertentu, diantaranya yaitu:5

a. Berbeda Agama b. Karena Pembunuhan c. Karena Perbudakan

Terdapat 5 (lima) asas yang berkaitan dengan sifat peralihan harta kepada ahli waris, cara pemilikan harta oleh yang menerima, kadar jumlah harta yang diterima dan waktu terjadinya peralihan harta tersebut. Asas-asas tersebut antara lain, yaitu:

a. Asas Ijbari b. Asas Bilateral c. Asas Individual

d. Asas Keadilan Berimbang e. Asas Kematian

Hukum kewarisan Islam di Indonesia mengenal pembagian kewarisan dengan metode berdasarkan ajaran kewarisan patrilineal Syafi’i, ajaran kewarisan bilateral Hazairin, dan berdasarkan ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam.

(6)

Pengertian kalalah dalam Kompilasi Hukum Islam tidak dijelaskan secara langsung, sehingga harus dilihat berdasarkan ketentuan pasal-pasalnya. Pasal 176 menyebutkan baik anak perempuan maupun anak laki-laki dapat mewaris dengan bagian-bagian tertentu.6 Kemudian dalam Pasal 185 disebutkan bahwa ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya.7 Dalam Pasal 181 dan 182 ditentukan bahwa saudara dapat tampil sebagai ahli waris apabila pewaris meninggal tanpa meninggalkan anak dan bapak.8 Dari ketentuan-ketentuan Pasal di atas dapat disimpulkan bahwa kalalah dalam Kompilasi Hukum Islam adalah keadaan di mana pewaris tidak memiliki anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, beserta keturunannya dan bapak dari pewaris telah meninggal lebih dulu dari pewaris.

Harta perkawinan dalam kewarisan Islam merupakan harta yang harus lebih dulu dikeluarkan dari harta pewaris sebelum harta tersebut dibagikan pada para ahli waris sebagai harta peninggalan. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 96 Kompilasi Hukum Islam, yaitu apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama, dan pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang istri atau suaminya hutang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama.9 Kemudian dalam ketentuan Pasal 171 butir e Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.10

Pengertian hibah dalam Kompilasi Hukum Islam adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.11 Hibah dapat diberikan sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta benda yang benar-benar

6Ibid., Pasal 176. 7Ibid., Pasal 185.

8Ibid., Pasal 181 dan Pasal 182. 9Ibid., Pasal 96.

10Ibid., Pasal 171 butir e. 11Ibid., Pasal 171 butir g.

(7)

hak dari penghibah12. Dalam hal pemberi hibah telah meninggal dunia, maka pemberian hibah harus dengan persetujuan dari para ahli warisnya.13

Dalam Pasal 171 butir f Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.14 Jumlah wasiat yang diperbolehkan diatur dalam Pasal 195 ayat (2) yaitu sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga) dari harta warisan, kecuali apabila semua ahli waris menyetujui jumlah wasiat yang melebihi dari 1/3 (sepertiga) harta warisan tersebut.15 Apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta warisan sedangkan ahli waris ada yang tidak menyetujui, maka wasiat hanya dilaksanakan sampai sepertiga harta waris saja.16

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis–normatif di mana pada penelitian ini mengacu pada asas-asas hukum tertulis.17 Penelitian ini melihat pada asas-asas hukum yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yaitu dengan melakukan penelusuran data studi dokumen pada instansi terkait, yaitu Pengadilan Agama.

Sifat dari penelitian ini adalah eksplanatoris karena ditujukan untuk menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam suatu gejala guna mempertegas hipotesa yang ada, singkatnya suatu penelitian yang menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam suatu gejala.18 Penelitian ini akan mengkaji juga menjelaskan kesesuaian Penetapan Waris No.24/Pdt.P/2009/PA.JP dan Putusan No.750/Pdt.G/2009/PA.JP terhadap ketentuan kewarisan Islam yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam.

12Ibid., Pasal 210. 13Ibid., Pasal 213.

14Kompilasi Hukum Islam, Pasal 171 butir f. 15Ibid., Pasal 195 ayat (2).

16Ibid., Pasal 201.

17 Sri Mamudji et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas

Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 22.

(8)

Bentuk penelitian ini termasuk dalam penelitian evaluatif di mana dalam penelitian ini diberikan penilaian atas kegiatan atau program yang telah dilaksanakan.19 Penelitian ini akan menilai kesesuaian Penetapan Waris No.24/Pdt.P/2009/PA.JP dan Putusan No.750/Pdt.G/2009/PA.JP terhadap ketentuan hukum kewarisan Islam menurut Kompilasi Hukum Islam.

Dari sudut tujuannya penelitian ini bersifat menemukan masalah atau problem-finding

yang bertujuan menemukan permasalahan sebagai akibat dari suatu kegiatan atau program yang telah dilaksanakan.20 Penelitian ini melihat masalah yang timbul dalam penerapan pembagian kewarisan menurut ketentuan Kompilasi Hukum Islam yang dilaksanakan oleh Pengadilan Agama. Sehingga penelitian ini juga memberikan problem solution terhadap masalah yang timbul.21

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat umum, yaitu data yang berupa tulisan-tulisan, data arsip, data resmi dan berbagai data lain yang dipublikasikan seperti:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer, yang meliputi peraturan perundang–undangan, merupakan bahan utama sebagai dasar landasan hukum yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Bahan primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan sekunder yaitu bahan pustaka yang berisikan informasi tentang bahan hukum primer.22 Bahan sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku, skripsi, dan dokumen yang berasal dari internet.

Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif, yaitu mendalami makna dibalik realitas atau tindakan atau data yang diperoleh dan yang diteliti atau dipelajari adalah objek penelitian yang utuh.23 Pendekatan kualitatif merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian

19Ibid. 20Ibid. 21Ibid., hal.5.

22 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers,

2007), hal. 29.

(9)

yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata.24 Penelitian ini berfokus pada kasus tertentu yaitu kasus kewarisan berdasarkan Penetapan Waris No.24/Pdt.P/2009/PA.JP dan Putusan No.750/Pdt.G/2009/PA.JP yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

Pembahasan

Analisis Kasus Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam Gambar 1.1:

Para Ahli Waris Saat Warisan Terbuka (Pewaris Meninggal)

Keterangan Gambar:

P. Haji AS bin Haji GZ (Pewaris)

A. Hj. RA binti Haji GZ (Saudara Perempuan Pewaris) B. Hj. AG binti Haji GZ (Saudara Perempuan Pewaris) C. Hj. NA binti Haji RB (Istri Pewaris)

D. Haji SN bin Haji GZ (Adik Laki-laki Pewaris)

Pewaris yaitu Haji AS bin Haji GZ (P) meninggal dunia pada 27 Januari 2008. Pewaris telah menikah namun tidak memiliki anak, meninggalkan seorang istri yaitu Hj. NA binti Haji RB (C) dan dua orang saudara yang masih hidup (pada saat warisan terbuka) yaitu Hj. AG binti Haji GZ (B) dan Haji SN bin Haji GZ (D). Saudara perempuan tertua pewaris (Hj. RA binti Haji GZ) telah meninggal lebih dulu dari pewaris, tetapi memiliki 12 orang

(10)

anak yang masih hidup. Sebelum meninggal dunia, pewaris memiliki wasiat untuk menyumbangkan 1/3 (sepertiga) bagian dari seluruh harta waris dengan dua orang anak angkat pewaris sebagai pelaksana wasiat tersebut.

Tahap-tahap penyelesaian kewarisan dalam kasus ini berdasarkan ketentuan Kompilasi Hukum Islam, adalah sebagai berikut:

a. Terhadap harta peninggalan pewaris (Haji AS bin Haji GZ) terlebih dahulu dikeluarkan harta bersama. Karena pada saat meninggal dunia, pewaris masih terikat dalam perkawinan dengan Hj. NA binti Haji RB (istri pewaris). Besar bagian harta bersama sesuai ketentuan dalam Pasal 96 Kompilasi Hukum Islam yaitu 1/2 (setengah) bagian untuk masing-masing pihak (perbandingan 1:1).25 1/2 (Setengah) bagian harta

bersama menjadi milik dari istri yang hidup terlama (Hj. NA binti Haji RB), sedangkan 1/2 (setengah) bagian harta lainnya merupakan bagian dari harta waris yang dapat dibagi-bagi pada para ahli waris.

b. Harta waris baru dapat dibagikan pada para ahli waris setelah sebelumnya diselesaikan biaya-biaya pengobatan dan perawatan pewaris, biaya pemakaman jenazah, hutang-hutang, juga wasiat-wasiat dari pewaris.26

c. Dilaksanakan wasiat pewaris, yaitu 1/3 (sepertiga) dari harta dengan dua orang anak angkat pewaris yaitu Hj. HS binti Haji MS dan Hj. DR binti SS sebagai pelaksananya. d. Dilakukan pembagian waris pada para ahli waris. Bagian istri tanpa adanya anak yaitu

1/4 (seperempat) sebagai dzul faraid (Pasal 180 a Kompilasi Hukum Islam), C = 1/4

Sisa harta waris = 1 – 1/4 = 4/4 – 1/4 = 3/4

e. Bagian saudara, karena merupakan saudara seibu sebapak dan terdiri dari saudara laki-laki dan saudara perempuan maka bagiannya 2:1 sebagai asabah (Pasal 182 butir c Kompilasi Hukum Islam),

A, B, D = 1 + 1 + 2 = 4

Hj. RA binti Haji GZ (A) = 1/4 x 3/4 = 3/16 Hj. AG binti Haji GZ (B) = 1/4 x 3/4 = 3/16 Haji SN bin Haji GZ (D) = 1/2 x 3/4 = 3/8 Pengecekan

1/4 (C) + 3/16 (A) + 3/16 (B) + 3/8 (D) = 4/16 + 3/16 + 3/16 + 6/16 = 16/16 = 1

25Ibid., Pasal 96.

(11)

g. Hj. RA binti Haji GZ (A) meninggal lebih dulu dari pewaris, tetapi memiliki anak yang dapat mengganti kedudukannya sebagai ahli waris pengganti, selama bagiannya tidak lebih besar dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti (Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam). Para ahli waris pengganti terdiri dari 12 orang, di mana perbandingan pembagian warisan antara para ahli waris yaitu:

i. YM binti SP 1 ii. NR binti SP 1 iii. IS bin SP 2 iv. AR binti SP 1 v. EB bin SP 2 vi. DM bin SP 2 vii. YL binti SP 1 viii. MH bin SP 2 ix. AN binti SP 1 x. HK bin SP 2 xi. LT bin SP 2 xii. WD bin SP 2 Jumlah = 19

Bagian masing-masing ahli waris pengganti Hj. RA binti Haji GZ adalah sebagai berikut:

Hj. RA binti Haji GZ (A) = 3/16 YM binti SP = 1/19 x 3/16 = 3/304 NR binti SP = 1/19 x 3/16 = 3/304 IS bin SP = 2/19 x 3/16 = 6/304 AR binti SP = 1/19 x 3/16 = 3/304 EB bin SP = 2/19 x 3/16 = 6/304 DM bin SP = 2/19 x 3/16 = 6/304 YL binti SP = 1/19 x 3/16 = 3/304 MH bin SP = 2/19 x 3/16 = 6/304 AN binti SP = 1/19 x 3/16 = 3/304 HK bin SP = 2/19 x 3/16 = 6/304 LT bin SP = 2/19 x 3/16 = 6/304 WD bin SP = 2/19 x 3/16 = 6/304

(12)

Pengecekan

3/304 + 3/304 + 6/304 + 3/304 + 6/304 + 6/304 + 3/304 + 6/304 + 3/304 + 6/304 + 6/304 + 6/304 = 57/304 = 3/16

h. Hj. AG binti Haji GZ (B) meninggal tidak lama setelah pewaris meninggal dunia, sehingga pada saat harta waris dibagikan digantikan dengan ahli waris pengganti (Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam). Para ahli waris pengganti terdiri dari 8 orang, di mana perbandingan pembagian warisan di antara para ahli waris tersebut yaitu:

i. Hj. AT binti SS 1 ii. AY binti SS 1 iii. YS bin SS 2 iv. ED bin SS 2 v. Hj. DR binti SS 1 vi. TY bin SS 2 vii. DS binti SS 1 viii. OB binti SS 1 Jumlah = 11

Bagian masing-masing ahli waris pengganti Hj. AG binti Haji GZ adalah sebagai berikut: Hj. AG binti Haji GZ (B) = 3/16 Hj. AT binti SS = 1/11 x 3/16 = 3/176 AY binti SS = 1/11 x 3/16 = 3/176 YS bin SS = 2/11 x 3/16 = 6/176 ED bin SS = 2/11 x 3/16 = 6/176 Hj. DR binti SS = 1/11 x 3/16 = 3/176 TY bin SS = 2/11 x 3/16 = 6/176 DS binti SS = 1/11 x 3/16 = 3/176 OB binti SS = 1/11 x 3/16 = 3/176 Pengecekan 3/176 + 3/176 + 6/176 + 6/176 + 3/176 + 6/176 + 3/176 + 3/176 = 33/176 = 3/16

(13)

Analisis Penetapan Waris No.24/Pdt.P/2009/PA.JP Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam a. Para Ahli Waris

Dasar penetapan untuk menentukan para ahli waris dalam penetapan ini sudah tepat dengan menggunakan Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam, di mana para pihak yang ditetapkan sebagai ahli waris memiliki hubungan nasab dan perkawinan dengan pewaris, dan tidak memiliki halangan untuk mewaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 Kompilasi Hukum Islam.

Namun dalam penetapan ini terdapat satu pihak yaitu Hj. RA binti Haji GZ (kakak perempuan tertua pewaris) yang seharusnya ikut menjadi ahli waris tetapi tidak dicantumkan dalam penetapan, karena para pihak pemohon tidak mencantumkan penjelasan dalam permohonan penetapan waris bahwa pihak yang tidak dicantumkan tersebut, yang telah meninggal lebih dulu dari pewaris, memiliki anak/keturunan yang dapat menggantikan kedudukannya untuk mewaris, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam mengenai ahli waris pengganti.

b. Harta Bersama

Terdapatnya pemisahan harta peninggalan pewaris dengan harta bersama. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 96 Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan bahwa dalam hal terjadi cerai mati, 1/2 (setengah) dari harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup terlama. Pemisahan harta bersama dari harta peninggalan pewaris merupakan tahapan yang harus dilakukan untuk mendapatkan harta waris. Harta waris inilah yang kemudian dapat dibagikan pada para ahli waris, setelah diselesaikan biaya-biaya pengobatan dan perawatan pewaris, biaya pemakaman jenazah, hutang-hutang, juga wasiat-wasiat dari pewaris.27

c. Besar Pembagian Kewarisan Para Ahli Waris

Mengenai besar pembagian harta waris pada para ahli waris dalam penetapan ini yaitu, 1 (satu) orang istri yakni Hj. NA binti Haji RB sebesar 3/12 bagian harta waris; 1 (satu) orang adik laki-laki yakni Haji SN bin Haji GZ sebesar 6/12 bagian harta waris; dan 1 (satu) orang kakak perempuan, yakni Almarhumah Hj. AG binti Haji GZ sebesar 3/12 bagian harta waris.

i. Bagian istri dalam penetapan ini sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 180 Kompilasi Hukum Islam yaitu sebesar 1/4 (seperempat) bagian dari harta waris sebagai dzul faraidh bila pewaris tidak meninggalkan anak.

(14)

ii. Bagian untuk saudara-saudara pewaris dalam penetapan ini menggunakan dasar ketentuan Pasal 181 Kompilasi Hukum Islam di mana untuk dua orang atau lebih saudara seibu bersama-sama mendapat 1/3 (sepertiga) bagian dari harta waris sebagai dzul faraidh. Tetapi besar bagian saudara yang dicantumkan dalam penetapan ini tidak sesuai sebagaimana Pasal 181 Kompilasi Hukum Islam tersebut. Bagian untuk saudara yang dicantumkan dalam penetapan yaitu sebesar 6/12 untuk saudara laki-laki dan 3/12 untuk saudara perempuan, yaitu pembagian dengan perbandingan 2:1 masing-masing sebagai asabah, bukan 1/3 (sepertiga) untuk bersama-sama sebagai dzul faraidh.

Para saudara pewaris merupakan saudara seibu dan seayah dari pewaris sehingga lebih tepat jika dasar penetapannya menggunakan Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam, di mana terhadap saudara kandung atau seayah apabila terdiri dari saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian saudara laki-laki 2:1 (dua berbanding satu) dengan saudara perempuan, masing-masing mewaris sebagai asabah. Dengan demikian mengenai bagian saudara dalam penetapan ini kurang tepat

penggunaan dasar penetapannya yang menggunakan Pasal 181 Kompilasi Hukum Islam, meskipun untuk perhitungannya telah sesuai dengan ketentuan Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam.

iii. Terdapatnya satu pihak ahli waris yang tidak dicantumkan dalam penetapan ini yaitu Hj. RA binti Haji GZ (ahli waris pengganti) menyebabkan besar pembagian waris yang telah ditentukan dalam penetapan ini menjadi tidak sesuai.

Analisis Putusan No.750/Pdt.G/2009/PA.JP Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam a. Para Ahli Waris

Para ahli waris dalam akta perdamaian ini terdiri dari 1 orang istri pewaris yang hidup terlama (Hj. NA binti Haji RB), dan tiga orang saudara pewaris yang terdiri dari dua orang kakak perempuan (Hj. RA binti Haji GZ dan Hj. AG binti Haji GZ) dan satu orang adik laki-laki (Haji SN bin Haji GZ). Saudara perempuan tertua pewaris Hj. RA binti Haji GZ yang meninggal lebih dulu dari pewaris tetapi memiliki ahli waris pengganti dalam akta perdamaian ini mendapatkan bagian kewarisan, berbeda dengan pengaturan dalam Penetapan Waris No.24/Pdt.P/2009/PA.JP di mana pihak tersebut tidak dicantumkan sebagai pihak yang berhak mewaris.

(15)

Para pihak yang ditentukan sebagai ahli waris dalam akta perdamaian ini sudah sesuai dengan ketentuan ahli waris dalam Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam, di mana para pihak yang disepakati sebagai ahli waris memiliki hubungan nasab dan perkawinan dengan pewaris, dan tidak memiliki halangan untuk mewaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 Kompilasi Hukum Islam. Juga terdapat ahli waris pengganti sebagaimana yang diatur dalam pasal 185 Kompilasi Hukum Islam.

b. Harta Bersama

Dalam akta perdamaian ini tidak terdapat pemisahan harta peninggalan pewaris dari harta bersama yang 1/2 (setengah) bagiannya merupakan hak dari istri pewaris yang hidup terlama, sebagaimana yang disebutkan Pasal 96 Kompilasi Hukum Islam. Yang diatur dalam akta perdamaian ini adalah pemberian 1/2 (setengah) bagian harta peninggalan dari 2/3 bagian harta peninggalan Almarhum Haji AS bin Haji GZ (setelah sebelumnya dikurangi 1/3 (sepertiga) bagian dari seluruh harta peninggalan untuk kepentingan hibah wasiat (termasuk wakaf dan shadaqah) dan wasiat dari pewaris) untuk pasangan yang hidup lebih lama/istri yaitu Hj. NA binti Haji RB. 1/2 (setengah) bagian harta peninggalan yang diberikan pada istri pewaris dalam hal ini

bukan merupakan bagian harta bersama sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 96 Kompilasi Hukum Islam di atas, karena harta peninggalan dari pewaris yang dipisahkan 1/2 (setengah) bagian tersebut bukan merupakan harta peninggalan yang utuh, sudah lebih dulu dikurangi dengan hal-hal yang sifatnya menunaikan wasiat atau amanat yang seharusnya dilakukan dengan harta yang merupakan hak-hak dari pewaris.

c. Harta Peninggalan

Harta yang menjadi obyek pembagian dalam akta perdamaian ini merupakan harta peninggalan dari pewaris, baik dalam pembagian hibah (wakaf dan shadaqah), pelaksanaan wasiat, maupun pembagian kewarisan pada para ahli waris (bukan berupa harta waris). Harta peninggalan disebutkan secara terus-menerus pada pasal-pasal dalam akta perdamaian, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pemisahan harta peninggalan untuk menjadi harta waris sebagaimana yang diatur dalam Pasal 171 butir e jo. Pasal 175 Kompilasi Hukum Islam. Di mana tahapan-tahapan yang seharusnya dilakukan yaitu dengan memisahkan harta bersama dari harta peninggalan

(16)

pewaris kemudian diselesaikan biaya-biaya pengobatan dan perawatan pewaris, biaya pemakaman jenazah, hutang-hutang, juga wasiat-wasiat dari pewaris.28

d. Hibah Wasiat

Terdapatnya pembagian harta peninggalan pewaris dengan cara hibah wasiat. Hal ini didasari oleh amanat pewaris sebelum meninggal dunia agar sebagian harta-harta peninggalannya dihibahkan, meskipun pada pelaksanaan pembagiannya dalam akta perdamaian ini terdapat hibah yang tidak berasal dari amanat pewaris melainkan dari kesepakatan para ahli waris. Mengenai hibah yang didasari dengan kesepakatan ahli waris, dapat dilakukan dengan melihat dasar yang terdapat dalam ketentuan Pasal 213 Kompilasi Hukum Islam, yaitu hibah yang diberikan dari pewaris harus mendapat persetujuan dari ahli warisnya.

Harta-harta yang dihibahkan dalam akta perdamaian ini antara lain diberikan kepada Hj. HS binti Haji MS dan Hj. DR binti SS (dua orang anak angkat pewaris), Merbot/Penjaga Mesjid AI-Munawaroh, Haji SN bin Haji GZ (adik laki-laki pewaris), Yayasan Masjid Al-Munawaroh (wakaf), ahli waris pengganti Hj. AG binti Haji GZ, Drs. NR bin RB (adik dari istri pewaris), dan ahli waris pengganti Hj. RA binti Haji GZ.

e. Pelaksanaan Wasiat dan Besar Pembagian Kewarisan Para Ahli Waris

Dalam akta perdamaian ini para pihak melaksanakan wasiat Almarhum Haji AS bin Haji GZ sebesar 1/3 (sepertiga) dari keseluruhan harta peninggalan (setelah dikurangi bagian harta untuk hibah, wakaf dan shadaqah). Sisa 2/3 harta peninggalan Almarhum Haji AS bin Haji GZ diberikan 1/2 (setengah) bagian untuk pasangan yang hidup lebih lama/istri yaitu Hj. NA binti Haji RB. Sisa dari harta tersebut yakni sebesar 1/3 (sepertiga) bagian maka menjadi hak para ahli waris dengan kesepakatan pembagian sebagai berikut:

i. Hj. NA binti Haji RB (sebagai istri) mendapat 22% (dua puluh dua persen); ii. Haji SN bin Haji GZ (sebagai adik kandung) mendapat bagian sebesar 34% (tiga

puluh empat persen);

iii. Ahli waris Hj. AG binti Haji GZ yaitu Hj. AT binti SS Cs sebagaimana disebut Pasal 1 angka 3 mendapat bagian sebesar 25% (dua puluh lima persen);

(17)

iv. Ahli waris pengganti dari Hj. RA binti Haji GZ yaitu YM binti SP dan NR binti SP Cs sebagaimana disebut Pasal 1 angka 4 mendapat bagian sebesar 19% (sembilan belas persen);

i. Bahwa Para ahli waris Hj. AG binti Haji GZ yaitu Hj. AT binti SS Cs setelah menyadari bagian masing-masing menurut pembagian sesuai faraidh, mereka bersepakat untuk membagikan haknya diantara saudara-saudara mereka dengan pembagian yang sama besar antara laki-laki dan perempuan;

ii. Bahwa Para ahli waris pengganti Hj. RA binti Haji GZ yaitu YM binti SP dan NR binti SP Cs, setelah menyadari bagian masing-masing menurut pembagian sesuai faraidh, mereka bersepakat untuk membagikan haknya diantara saudara-saudara mereka dengan pembagian yang sama besar antara laki-laki dan perempuan.

Penutup Kesimpulan

Berdasarkan teori-teori dan analisa yang telah diberikan dalam bab-bab sebelumnya, penulis dapat mengambil kesimpulan-kesimpulan, antara lain:

a. Kalalah dalam Kompilasi Hukum Islam adalah keadaan di mana pewaris tidak memiliki anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, beserta keturunannya dan bapak dari pewaris telah meninggal lebih dulu dari pewaris. Pengertian ini merupakan kesimpulan dari ketentuan Pasal 176 yang menyebutkan baik anak perempuan maupun anak laki-laki dapat mewaris dengan bagian-bagian tertentu, juga Pasal 181 dan 182 yang menentukan bahwa saudara dapat tampil sebagai ahli waris apabila pewaris meninggal tanpa meninggalkan anak dan bapak. Dalam hal pewaris meninggal kalalah, maka saudara dapat tampil sebagai ahli waris yang dapat mewaris bersama ibu, dan duda/janda.

b. Berdasarkan Penetapan Waris No.24/Pdt.P/2009/PA.JP, para ahli waris dari pewaris (Haji AS bin Haji GZ) adalah Hj. NA binti Haji RB (istri), Haji SN bin Haji GZ (adik laki-laki), Almarhumah Hj. AG binti Haji GZ (kakak perempuan) yang mewaris melalui ahli waris pengganti. Terdapat pemisahan harta bersama dari harta peninggalan dengan perbandingan 1:1 dengan istri pewaris yang hidup terlama. Pembagian harta waris untuk istri sebesar ¼ (seperempat) bagian dari harta waris,

(18)

sementara bagian saudara dalam penetapan ini didasarkan pada Pasal 181 Kompilasi Hukum Islam yaitu sebesar 1/3 (sepertiga) untuk bersama-sama, tetapi dalam rincian pembagiannya lebih sesuai dengan ketentuan Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam yaitu perbandingan 2:1 antara saudara laki-laki dengan saudara perempuan.

Berdasarkan Putusan No.750/Pdt.G/2009/PA.JP (Akta Perdamaian), para ahli warisnya yaitu istri pewaris yang hidup terlama (Hj. NA binti Haji RB), dan tiga orang saudara pewaris yang terdiri dari dua orang kakak perempuan (Hj. RA binti Haji GZ (meninggal lebih dulu dari pewaris sehingga digantikan kedudukannya oleh ahli waris pengganti) dan Hj. AG binti Haji GZ) dan satu orang adik laki-laki (Haji SN bin Haji GZ). Tidak terdapat pemisahan harta bersama, dan obyek harta yang dibagikan dalam akta perdamaian ini merupakan harta peninggalan dari pewaris. Terdapatnya pelaksanaan wasiat pewaris sebesar 1/3 (sepertiga) bagian dari seluruh harta peninggalan. Mengenai hibah wasiat dan besar pembagian harta bagi masing-masing ahli waris ditentukan berdasarkan kesepakatan para ahli waris.

c. Mengenai Penetapan Waris No.24/Pdt.P/2009/PA.JP, dasar penetapan untuk menentukan para ahli waris dalam penetapan ini sudah tepat dengan menggunakan Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam. Namun dalam penetapan ini terdapat satu pihak yaitu Hj. RA binti Haji GZ (kakak perempuan tertua pewaris) yang seharusnya ikut menjadi ahli waris yang digantikan kedudukannya dengan ahli waris pengganti tetapi tidak ikut dicantumkan dalam penetapan, karena para pihak pemohon tidak mencantumkan penjelasan mengenai adanya ahli waris pengganti tersebut. Terdapatnya pemisahan harta bersama yang telah sesuai dengan ketentuan Pasal 96 Kompilasi Hukum Islam. Besar bagian waris untuk istri telah sesuai, namun dasar hukum bagian waris saudara tidak tepat penggunaannya (Pasal 181 Kompilasi Hukum Islam).

Mengenai Putusan No.750/Pdt.G/2009/PA.JP (Akta Perdamaian), para pihaknya sudah sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam, termasuk para pihak yang digantikan kedudukannya oleh ahli waris pengganti. Namun mengenai obyek harta yang dibagikan tidak sesuai dengan ketentuan kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam, karena dalam akta perdamaian tersebut terhadap harta peninggalan pewaris tidak dikeluarkan harta bersama terlebih dulu. Terdapatnya hibah wasiat yang disepakati para ahli waris dapat dilakukan, hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 213 Kompilasi Hukum Islam. Besar pembagian kewarisan dalam akta perdamaian ini merupakan kesepakatan dari para pihak, dan tidak lagi

(19)

mengacu pada ketentuan bagian kewarisan yang diatur dalam pasal-pasal Kompilasi Hukum Islam. Pengaturan kewarisan yang seolah-olah menyimpang dari ketentuan yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dengan berdasarkan kesepakatan para ahli waris ini dimungkinkan dengan terdapatnya dasar ketentuan Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam yaitu para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya.

Saran

a. Penulisan pasal yang menjadi dasar pembagian kewarisan yang dicantumkan baik oleh Hakim maupun Panitera di pengadilan, dalam suatu Penetapan atau Putusan, haruslah tepat. Hal ini berkaitan dengan kesalahan yang terdapat pada Penetapan Waris No.24/Pdt.P/2009/PA.JP yaitu tidak sesuainya pencantuman ketentuan Kompilasi Hukum Islam yang menjadi dasar mewaris bagi saudara seayah seibu. Di mana yang dicantumkan dalam penetapan ini adalah Pasal 181 Kompilasi Hukum Islam, tetapi perhitungan pembagian harta warisnya merupakan ketentuan Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam yang jelas berbeda. Hal ini dapat menyebabkab kerancuan terhadap dasar pembagian yang digunakan, sehingga untuk ke depannya pihak hakim diharapkan untuk dapat lebih teliti dalam hal tersebut.

b. Dalam menyelesaikan suatu perkara pembagian waris, khususnya dalam kewarisan Islam, pembagian waris yang berdasarkan pada kesepakatan para pihak sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam lebih dianjurkan penggunaannya. Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing pihak menyadari besar bagiannya masing-masing. Hal ini dikarenakan pembagian dengan kesepakatan dari para pihak yang terlibat lebih menguntungkan, pembagian hartanya dapat disesuaikan dengan kondisi dari masing-masing pihak ahli waris, dan memperkecil kemungkinan terjadinya konflik antara para pihak dalam kewarisan.

Daftar Referensi Buku

Abta, Asyhari dan Djunaidi Abd. Syakur. Ilmu Waris Al-Faraidl: Deskripsi Berdasar Hukum Islam Praktis dan Terapan. Surabaya: Pustaka Hikmah Perdana, 2005.

(20)

Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Ed. 6. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.

Arief, H. Saifuddin. Praktik Pembagian Harta Peninggalan Berdasarkan Hukum Waris Islam. Jakarta: Darunnajah Publishing, 2008.

Djubaedah, Neng dan Yati N. Soelistijono. Hukum kewarisan Islam di Indonesia. Cet.2. Depok: badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008.

Hazairin. Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur’an dan Hadith. Cet.6. Jakarta: Tintamas Indonesia, 1982.

Lubis, Suhrawardi K. dan Komis Simanjuntak. Hukum Waris Islam (Lengkap dan Praktis).

Cet. 2. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Mamudji, Sri. et.al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Satrio, J. Hukum Waris. Bandung: Penerbit Alumni, 1992.

Soekanto, Soerjono. Hukum Adat Indonesia. Ed. 1. Cet. 10. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003.

Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers, 2007.

Thalib, Sajuti. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Cet.9. Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Peraturan Perundang-undangan

Indonesia. Undang-undang Tentang Perkawinan. UU No. 1 Tahun 1974. LN No. 1 Tahun 1974.

Indonesia. Kompilasi Hukum Islam. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991.

Internet

http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?searchtabel=Penduduk+Menurut+Wilayah+dan+ Agama+yang+Dianut&tid=321&searchwilayah=Indonesia&wid=0000000000&lang=id. Diakses 11 Maret 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Kesehatan Kerja Menurut WHO/ILO (1995), Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi

Hendro Prasetyo di

Endang Christine Purba Program Biologi Konservasi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok 16424, Jawa

Tujuan dari dilakukannya pengamatan lingkungan sekitar adalah untuk mencari peluang usaha yang sekiranya nanti bisa berkermbang dengan baik kedepannya.Dan dapat meengurangi

Perusahan dalam mencapai kinerja superiornya sangat terkait dengan kekeunggulan kompetitif yang dimilikinya (Porter dan Krimer 2006), dan intangible aset merupakan

Peneliti melihat hal yang menarik bahwa (1) kemungkinan memang frekuensi dan durasi remaja menggunakan internet tidaklah tinggi namun langsung terekspose dan

Mungkin Anda belum mendapatkan visi yang jelas Anda ingin ke mana atau apa yang ingin Anda lakukan, namun sesuatu dalam diri Anda mengatakan kehidupan ini bisa – dan harus jadi

Dari berbagai kegiatan tersebut peran Koperasi dan UKM telah dan akan memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi daerah yakni mendorong perubahan perilaku masyarakat