• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri mobil di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri mobil di Indonesia"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KINERJA INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA

OLEH SUTRIYONO

H14102120

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

SUTRIYONO (H14102120). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Mobil di Indonesia (dibimbing oleh SRI MULATSIH).

Perkembangan sektor industri umumnya menjadi prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional negara-negara berkembang. Demikian juga dengan Indonesia. Hal ini disebabkan sektor industri memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan nilai tambah yang tinggi kepada pemakainya. Bagi investor, sektor industri memberikan marjin keuntungan yang lebih menarik. Di sisi lain, hasil pembangunan paling nyata yang dianggap sebagai sumber kekayaan, kekuatan dan stabilisasi di negara-negara maju adalah kadar industrialisasinya yang tinggi. Keberhasilan negara maju tersebut kemudian banyak dijadikan cermin pola pembangunan oleh negara-negara berkembang. Strategi yang berorientasi industri ini memungkinkan munculnya perusahaan-perusahaan besar yang memiliki kekuatan modal untuk beroperasi di dalam negeri. Salah satu sektor industri yang berkembang pesat di Indonesia adalah Industri Kendaraan Bermotor Roda Empat (mobil). Secara umum, Indonesia merupakan salah satu pasar otomotif paling potensial di Asia termasuk Indonesia. Permintaan akan kendaraaan bermotor dalam hal ini mobil dari tahun ke tahun relatif meningkat walaupun dari data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) pada tahun 1998 sebagai puncak krisis drastis menurun.

Krisis moneter tahun 1998 memberikan tekanan yang sangat berat pada produksi mobil di dalam negeri. Total penjualan tahun 1997 yang mencapai 386.691 anjlok hingga 85 persen pada tahun 1998. Namun hingga tahun 2004, industri mobil di Indonesia menunjukkan trend yang terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sejak tahun 2000 mencapai 12 persen, dari data di Gabungan Industri Kendaran Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Toyota mendominasi total penjualan mobil baru yaitu, mencapai 137.324 unit di tahun 2004 atau 28,96 persen dari total penjualan mobil, diikuti dengan Mitsubishi 18,79 persen dan Suzuki 16,80 persen. Berdasarkan asal negaranya, pasar industri mobil di Indonesia dikuasai Jepang dengan market share mencapai 93,37 persen. Sisanya diperebutkan mobil- mobil asal Korea, Jerman, Perancis, Swedia, Inggris, Amerika Serikat dan mobil lokal Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini memiliki dua tujuan utama. Pertama, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri mobil di Indonesia. Kedua, Menganalisis pengaruh krisis ekonomi terhadap industri mobil di Indonesia.

(3)
(4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KINERJA INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA

OLEH SUTRIYONO

H14102120

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama : SUTRIYONO

NRP : H14102120

Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri

Mobil di Indonesia.

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. A gr.

NIP. 131 849 397

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi.

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Februari 2007

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sutriyono lahir di Bogor pada tanggal 15 Februari 1984

dari pasangan Bapak Suparlan dan Ibu Supriati Ningsih. Penulis adalah anak

kedua dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan jenjang sekolah dasar pada tahun 1996 di SDN

Bangka IV Bogor. Penulis melanjutkan pend idikan menengah pertama di SLTPN

3 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Tahun 2002 penulis menyelesaikan

pendidikan menengah umum di SMUN 8 Bogor. Kemudian pada yang sama

penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB) pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis ucapkan atas segala rahmat yang telah

dilimpahkan Allah SWT sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini. Skripsi ini diberi judul “Pengaruh Struktur Pasar Terhadap Kinerja Industri Mobil Di Indonesia”. Judul ini dipilih penulis karena rasa ketertarikan terhadap perkembangan industri kendaraan

bermotor roda empat (mobil). Disamping hal tersebut, skripsi ini juga

merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut

Pertanian Bogor.

Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam skripsi ini, namun penulis

berharap semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Serta segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan

tanggung jawab penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu penulis terutama kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr sebagai dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan baik secara teknis maupun

teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan baik.

2. Bapak M. P. Hutagaol, Ph.D sebagai dosen penguji utama dalam sidang karya

ilmiah ini. Semua saran maupun kritik beliau merupakan hal yang sangat

berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Widyastutik, M.Si sebagai komisi pendidikan yang telah banyak

memberikan saran dalam tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian,

segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya tanggung

(9)

4. Kedua orang tua penulis, yaitu ayah Suparlan dan ibu Supriati Ningsih, kakak,

adik-adik tercinta penulis, serta keluarga besar Marimin dan keluarga besar

Sanrusdi atas semua dukungan, doa dan motivasi selama ini.

5. Keluarga besar PONGE, Andhika, Andi Ardiansyah, M Royan, Lambok, dan

Ujang Jaya atas persahabatanya dan atas bantuannya dalam mengerjakan

skripsi ini.

6. Keluarga Besar The HOMMER’S atas kesetiaannya selama tujuh tahun

berteman.

7. Seluruh penghuni Dua Mawar atas kerjasamanya terutama saudara Granson,

Batara, Herry, Erick.

8. Teman-teman seperjuangan di IESP angkatan 39,38, dan 40.

Bogor, Februari 2007

(10)

DAFTAR ISI

2.2. Pendekatan Struktur Perilaku Dan Kinerja ... 7

2.3. Struktur Pasar ... 10

2.6. Penelitian Terdahulu ... 21

2.7. Kerangka Pemikiran ... 22

2.8. Hipotesis Penelitian ... 23

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 25

3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 25

3.2. Jenis Dan Sumber Data ... 25

3.3. Metode Analisis Dan Model Penelitian... 23

3.4. Uji Ekonometrika Dan Statistika ... 27

(11)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KINERJA INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA

OLEH SUTRIYONO

H14102120

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

RINGKASAN

SUTRIYONO (H14102120). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Mobil di Indonesia (dibimbing oleh SRI MULATSIH).

Perkembangan sektor industri umumnya menjadi prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional negara-negara berkembang. Demikian juga dengan Indonesia. Hal ini disebabkan sektor industri memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan nilai tambah yang tinggi kepada pemakainya. Bagi investor, sektor industri memberikan marjin keuntungan yang lebih menarik. Di sisi lain, hasil pembangunan paling nyata yang dianggap sebagai sumber kekayaan, kekuatan dan stabilisasi di negara-negara maju adalah kadar industrialisasinya yang tinggi. Keberhasilan negara maju tersebut kemudian banyak dijadikan cermin pola pembangunan oleh negara-negara berkembang. Strategi yang berorientasi industri ini memungkinkan munculnya perusahaan-perusahaan besar yang memiliki kekuatan modal untuk beroperasi di dalam negeri. Salah satu sektor industri yang berkembang pesat di Indonesia adalah Industri Kendaraan Bermotor Roda Empat (mobil). Secara umum, Indonesia merupakan salah satu pasar otomotif paling potensial di Asia termasuk Indonesia. Permintaan akan kendaraaan bermotor dalam hal ini mobil dari tahun ke tahun relatif meningkat walaupun dari data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) pada tahun 1998 sebagai puncak krisis drastis menurun.

Krisis moneter tahun 1998 memberikan tekanan yang sangat berat pada produksi mobil di dalam negeri. Total penjualan tahun 1997 yang mencapai 386.691 anjlok hingga 85 persen pada tahun 1998. Namun hingga tahun 2004, industri mobil di Indonesia menunjukkan trend yang terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sejak tahun 2000 mencapai 12 persen, dari data di Gabungan Industri Kendaran Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Toyota mendominasi total penjualan mobil baru yaitu, mencapai 137.324 unit di tahun 2004 atau 28,96 persen dari total penjualan mobil, diikuti dengan Mitsubishi 18,79 persen dan Suzuki 16,80 persen. Berdasarkan asal negaranya, pasar industri mobil di Indonesia dikuasai Jepang dengan market share mencapai 93,37 persen. Sisanya diperebutkan mobil- mobil asal Korea, Jerman, Perancis, Swedia, Inggris, Amerika Serikat dan mobil lokal Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini memiliki dua tujuan utama. Pertama, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri mobil di Indonesia. Kedua, Menganalisis pengaruh krisis ekonomi terhadap industri mobil di Indonesia.

(13)
(14)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KINERJA INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA

OLEH SUTRIYONO

H14102120

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(15)

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama : SUTRIYONO

NRP : H14102120

Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri

Mobil di Indonesia.

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. A gr.

NIP. 131 849 397

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi.

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872

(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Februari 2007

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sutriyono lahir di Bogor pada tanggal 15 Februari 1984

dari pasangan Bapak Suparlan dan Ibu Supriati Ningsih. Penulis adalah anak

kedua dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan jenjang sekolah dasar pada tahun 1996 di SDN

Bangka IV Bogor. Penulis melanjutkan pend idikan menengah pertama di SLTPN

3 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Tahun 2002 penulis menyelesaikan

pendidikan menengah umum di SMUN 8 Bogor. Kemudian pada yang sama

penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB) pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen

(18)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis ucapkan atas segala rahmat yang telah

dilimpahkan Allah SWT sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini. Skripsi ini diberi judul “Pengaruh Struktur Pasar Terhadap Kinerja Industri Mobil Di Indonesia”. Judul ini dipilih penulis karena rasa ketertarikan terhadap perkembangan industri kendaraan

bermotor roda empat (mobil). Disamping hal tersebut, skripsi ini juga

merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut

Pertanian Bogor.

Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam skripsi ini, namun penulis

berharap semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Serta segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan

tanggung jawab penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu penulis terutama kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr sebagai dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan baik secara teknis maupun

teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan baik.

2. Bapak M. P. Hutagaol, Ph.D sebagai dosen penguji utama dalam sidang karya

ilmiah ini. Semua saran maupun kritik beliau merupakan hal yang sangat

berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Widyastutik, M.Si sebagai komisi pendidikan yang telah banyak

memberikan saran dalam tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian,

segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya tanggung

(19)

4. Kedua orang tua penulis, yaitu ayah Suparlan dan ibu Supriati Ningsih, kakak,

adik-adik tercinta penulis, serta keluarga besar Marimin dan keluarga besar

Sanrusdi atas semua dukungan, doa dan motivasi selama ini.

5. Keluarga besar PONGE, Andhika, Andi Ardiansyah, M Royan, Lambok, dan

Ujang Jaya atas persahabatanya dan atas bantuannya dalam mengerjakan

skripsi ini.

6. Keluarga Besar The HOMMER’S atas kesetiaannya selama tujuh tahun

berteman.

7. Seluruh penghuni Dua Mawar atas kerjasamanya terutama saudara Granson,

Batara, Herry, Erick.

8. Teman-teman seperjuangan di IESP angkatan 39,38, dan 40.

Bogor, Februari 2007

(20)

DAFTAR ISI

2.2. Pendekatan Struktur Perilaku Dan Kinerja ... 7

2.3. Struktur Pasar ... 10

2.6. Penelitian Terdahulu ... 21

2.7. Kerangka Pemikiran ... 22

2.8. Hipotesis Penelitian ... 23

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 25

3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 25

3.2. Jenis Dan Sumber Data ... 25

3.3. Metode Analisis Dan Model Penelitian... 23

3.4. Uji Ekonometrika Dan Statistika ... 27

(21)

ii

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

5.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Mobil di Indonesia ... 38

5.2. Pengujian Model ... 39

5.3. Kriteria Ekonometrika Dan Statistik ... 39

5.4. Interpretasi Dan Uji Ekonomi ... 43

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

6.1. Kesimpulan ... 47

6.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(22)

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Berbagai Produsen Mobil ... 3

2. Ciri-Ciri Tipe Pasar ... 12

3. Hasil Estimasi Parameter Model Analisis Pengaruh Struktur Pasar

Terhadap Kinerja Industri Mobil di Indonesia ... 39

4. Uji Autokorelasi ... 40

5. Uji Heteroskedastisitas... 41

6. Uji Multikolinearitas... 42

(23)

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pendekatan Struktur Perilaku dan Kinerja ... 9

2. Contoh Pasar yang Berdekatan... 10

3. Kurva Pasar Persaingan Sempurna ... 17

4. Kurva Keseimbangan Pasar Monopoli ... 18

(24)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Variabel Dependen dan Independen yang Digunakan Dalam Model ... 51

2. Variabel Riil Dependen dan Independen yang Digunakan Dalam Model .... 52

3. Data Hasil Penghitungan PCM (1983-2003) ... 53

4. Data Hasil Penghitungan CR4 (1983-2003) ... 54

5. Data Hasil Penghitungan X-Effisiensi (1983-2003) ... 55

6. Data Hasil Penghitungan Growth (1983-2003) ... 56

7. Data Hasil Penghitungan Produktivitas (1983-2003) ... 57

8. Hasil Estimasi Output ... 58

9. Uji Autokorelasi ... 58

10. Uji Heteroskedastisitas ... 58

11. Uji Multikolinearitas ... 58

12. Uji Normalitas ... 59

(25)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan sektor industri umumnya menjadi prioritas utama dalam

rencana pembangunan nasional negara-negara berkembang. Demikian juga

dengan Indonesia. Hal ini disebabkan sektor industri memiliki variasi produk

yang sangat beragam dan mampu memberikan nilai tambah yang tinggi kepada

pemakainya. Bagi investor, sektor industri memberikan marjin keuntungan yang

lebih menarik. Di sisi lain, hasil pembangunan paling nyata yang dianggap

sebagai sumber kekayaan, kekuatan dan stabilisasi di negara-negara maju adalah

kadar industrialisasinya yang tinggi. Keberhasilan negara maju tersebut kemudian

banyak dijadikan cermin pola pembangunan oleh negara-negara berkembang.

Strategi yang berorientasi industri ini memungkinkan munculnya

perusahaan-perusahaan besar yang memiliki kekuatan modal untuk beroperasi di dalam

negeri.

Salah satu sektor industri yang berkembang pesat di Indonesia adalah

Industri Kendaraan Bermotor Roda Empat (mobil). Secara umum, Indonesia

merupakan salah satu pasar otomotif paling potensial di Asia, ketakutan akan

lesunya industri mobil karena tingginya harga BBM mungkin tidak perlu

dirisaukan. Karena prospek industri mobil lebih ditentukan oleh membaiknya

pertumbuhan ekonomi dan kemudahan mendapatkan pembiayaan.

Kenaikan harga BBM ternyata tidak membuat surut minat masyarakat

untuk membeli mobil. Ini antara lain tercermin dari besarnya nilai penjualan pada

(26)

2

(GAIKINDO) di Jakarta Convention Center pada bulan Juli 2005. Hingga akhir

penyelenggaraan pameran ini mampu menyedot 161.089 pengunjung dengan total

penjualan mencapai Rp 1,16 triliun, naik sekitar 28,3 persen dibandingkan

pameran yang sama pada Juli 2004. Setelah sempat terpuruk di tahun 1998 akibat

krisis, hingga Juli 2005 jumlah total penjualan mobil baru mencapai 345.166 unit,

naik 30,4 persen dibandingkan Juli tahun sebelumnya (Rochma, 2005).

Masih buruknya jasa angkutan umum dalam kota diyakini menjadi ukuran

akan tetap tingginya permintaan mobil dalam negeri. Di Jakarta misalnya, selama

puluhan tahun terakhir ini sebagian besar kendaraan umum di ibu kota tidak layak

jalan. Emisi gas buang kendaraan umum sudah melebihi ambang batas toleransi.

Kondisi ini ditandai dengan kondisi armada yang jauh di bawah standar. Hasil

survei tahun 2000, jumlah armada PPD (Pengangkutan Penumpang Djakarta)

yang mencapai 12.000 unit pada 1990-an hanya tersisa 2.500 unit. Sementara itu

penduduk Jakarta membutuhkan sekurang-kurangnya 9.000 unit bus. Tidak

mengherankan jika perbandingan jumlah mobil pribadi dan angkutan umum di

Jakarta sangat mencolok yaitu 98 persen berbanding 2 persen. Sedangkan

perbandingan pengguna mobil pribadi dengan angkutan umum masing- masing

49,7 persen dan 50,3 persen (Rochma, 2005).

Krisis moneter tahun 1998 memberikan tekanan yang sangat berat pada

produksi mobil di dalam negeri. Total penjualan tahun 1997 yang mencapai

386.691 anjlok hingga 85 persen pada tahun 1998. Namun hingga tahun 2004,

(27)

3

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Toyota

mendominasi total penjualan mobil baru yaitu, mencapai 137.324 unit di tahun

2004 atau 28,96 persen dari total penjualan mobil, diikuti dengan Mitsubishi

18,79 persen dan Suzuki 16,80 persen. Berdasarkan asal negaranya, pasar industri

mobil di Indonesia dikuasai Jepang dengan market share mencapai 93,37 persen. Sisanya diperebutkan mobil- mobil asal Korea, Jerman, Perancis, Swedia, Inggris,

Amerika Serikat dan mobil lokal Indonesia. Tabel 1.1 menunjukkan berbagai

industri produsen mobil yang menguasai pasar industri di Indonesia.

Tabel 1.1. Berbagai Produsen Mobil di Indonesia Perusahaan Nilai

Investasi

Kegunaan

Investasi Keterangan

PT. Honda Prospect

Motor USD 70 juta Merakit Honda Jazz

Sebelumnya merakit

Milyar Merakit Xenia

Total investasi Rp. 2 trilyun

Toyota Motor Manufacturing Indonesia

USD. 380

juta IMV (International Multipurpose Vehicle)

USD. 90 juta Merakit Avanza

Melibatkan 2200

Milyar Merakit BMW Seri 5

(28)

4

1.2. Perumusan Masalah

Perkembangan industri mobil di Indonesia memberikan kontribusi yang

besar dalam pertumbuhan ekonomi dan ma mpu menciptakan lapangan kerja.

Dalam penelitian mengenai industi mobil digunakan kerangka analisis Structure, Conduct, Performance (SCP framework) yang menganalisa faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja industri mobil secara sistematis. Perumusan masalah pada

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Bagaimana faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja industri mobil di

Indonesia?

2) Bagaimana pengaruh krisis ekonomi terhadap industri mobil di Indonesia?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan penulisan skripsi ini

adalah sebagai berikut :

1) Menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja industri mobil di

Indonesia.

2) Menganalisis pengaruh krisis ekonomi terhadap industri mobil di

Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan

masukan bagi penelitian industri mobil selanjutnya serta dapat dijadikan salah

(29)

5

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Ekonomi Industri

Ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi,

Ilmu ini menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif menekankan

pada studi empiris dari faktor- faktor yang mempenga ruhi struktur pasar, perilaku

dan kinerja pasar. Struktur, perilaku dan kinerja merupakan tiga kategori utama

yang digunakan untuk melihat kondisi struktur pasar dan persaingan yang terjadi

di pasar. Struktur pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam pasar

tersebut yang secara bersama-sama menentukan kinerja sistem pasar secara

keseluruhan (Jaya, 2001).

Ekonomi industri adalah suatu studi teoritis dan empiris tentang

bagaimana struktur pasar dan perilaku penjual dan pembeli mempengaruhi kinerja

dan kesejahteraan ekonomi (Koch, 1980). Menurut Hasibuan (1993), pengertian

industri terbagi menjadi dua lingkup, yaitu : mikro dan makro. Secara mikro,

industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan

barang-barang yang homogen atau barang-barang-barang-barang yang mempunyai sifat saling

menggantikan (substitusi). Dari segi pembentukan pendapatan yang cenderung

bersifat makro, industri adalah ekonomi yang menciptakan nilai tambah.

Ada beberapa alasan mengapa ekonomi industri menjadi semakin penting

untuk dipelajari, baik di negara- negara maju maupun di negara- negara yang

sedang berkembang. Pertama, praktek-praktek struktur pasar yang semakin

terkonsentrasi dalam kegiatan bisnis telah dikenal sejak lama. Kedua, semakin

(31)

7

kemudian membawa perilaku yang kurang efisien. Ketiga, konsentrasi industri

yang tinggi membawa konsentrasi kekayaan yang melemahkan usaha-usaha

pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, maupun kesempatan berusaha.

Keempat, kaitan struktur industri dengan penyelesaian masalah-masalah ekonomi

membawa lebih jauh intervensi pemerintah. Kelima, kajian-kajian tentang

struktur, perilaku dan kinerja industri tidak lepas dari masalah-masalah apa yang

diproduksi, bagaimana, dan untuk siapa suatu barang dan jasa diproduksi

(Hasibuan, 1993).

Dalam melakukan analisis ekonomi industri, terdapat beberapa cara yang

digunakan untuk mengamati kaitan antara struktur, perilaku dan kinerja. Pertama,

hanya memperhatikan secara mendalam dua aspek, yakni kaitan antara struktur

dan kinerja industri, sedangkan aspek perilaku kurang ditekankan. Kedua,

pengamatan kinerja dan perilaku, dan kemudian dikaitkan lagi dengan struktur.

Ketiga, menelaah kaitan struktur terhadap perilaku dan kemudian diamati

kinerjanya. Keempat, kinerja tidak perlu diamati lagi, karena telah dijawab dari

hubungan struktur dan perilakunya (Hasibuan, 1993).

2.2. Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja

Pendekatan structure-conduct-performance dalam ekonomi industri

menjelaskan pola hubungan antara struktur pasar (market share), tingkah laku perusahaan-perusahaan (conduct) dan performance suatu industri. Struktur pasar yang berbeda akan membentuk perilaku yang berbeda pula bagi

perusahaan-perusahaan yang terlibat didalamnya, yang tentunya akan menghasilkan

(32)

8

Sebagai contoh, dalam industri relatif dikuasai oleh sebagian kecil

perusahaan (struktur pasar oligopoli), maka perusahaan-perusahaan tersebut akan

melancarkan berbagai strategi yang bersifat persaingan non-harga (tingkah laku)

untuk meningkatkan keuntungan (performance perusahaan). Hubungan antara struktur pasar, tingkah laku dan performance ini merupakan pola hubungan yang satu arah.

Teori harga (price theory) dan fakta- fakta empiris mendukung pendapat bahwa beberapa bentuk hubungan sebab akibat menunjukan hubungan dengan

arah sebaliknya. Bila perusahaan-perusahaan dalam struktur pasar oligopoli

melakukan kolusi (tingkah laku), maka perusahaan-perusahaan ini akan bertindak

seolah-seolah mereka adalah satu (collective monopoly), dengan kondisi seperti ini perusahaan tersebut dapat melancarkan berbagai strategi untuk menguasai

pasar, dengan dukungan keuangan dan sumber daya yang cukup besar.

Perusahaan dominan ini dalam jangka pendek dapat melakukan penuruna n harga

dibawah biaya rata-rata, hal ini akan menyebabkan perusahaan kecil tidak mampu

bersaing bahkan untuk perusahaan yang efisien sekalipun. Akibatnya

perusahaan-perusahaan kecil ini terpaksa keluar dari pasar yang bersangkutan, dan pangsa

pasar akan diambil oleh perusahaan yang dominan tersebut.

Struktur pasar merupakan kunci penting dari pola konsep konvensional

(33)

9

Sumber : Jaya (2001)

Gambar 2.1. Pendekatan Struktur Perilaku dan Kinerja Pasar

Setiap perusahaan memiliki suatu struktur tertentu pada masing- masing

keadaan. Struktur ini mempengaruhi perilaku dari perusahaan. Sebagai contoh

dalam suatu oligopoli ketat, perusahaan-perusahaan yang menjadi pemimpin dapat bertindak seenaknya, menetapkan harga bersama-sama. Struktur dan perilaku

kemudian mempengaruhi kinerja pasar. Kinerja yang baik terutama mencangkup

UKURAN-UKURAN

Kondisi permintaan Kondisi penawaran

Elastisitas permintaan Skala ekonomi

Pengalokasian yang efisien Pengaruh-pengaruh

(34)

10

harga yang rendah, efisiensi, inovasi dan keadilan, meskipun penyebabnya

terutama berasal dari struktur perilaku dan kinerja, namun hal ini dapat

berpengaruh terbalik (contohnya pasar perusahaan yang agresif dan kinerja yang

baik dapat meningkatkan pangsa pasarnya). Komponen yang utama dari tiga

kondisi ini (struktur, perilaku dan kinerja) adalah determinan-determinan yang

membentuk struktur itu sendiri, yaitu skala ekonomi dan disekonomi. Contoh,

teknologi pasar akan meningkatkan skala ekonomi, sehingga hanya ada tempat

untuk satu perusahaan, yang kemudian akan menjadi monopoli. Sebaliknya, bila

teknologi menghasilkan perusahaan-perusahaan dalam ukuran kecil dan terdapat

banyak perusahaan, maka terjadilah persaingan (Jaya, 2001).

2.3. Struktur Pasar

Pasar didefinisikan sebagai satu kelompok penjual dan pembeli yang

mempertukarkan barang yang dapat disubstitusi (Jaya, 2001). Dalam kasus nyata,

produk yang berbeda dijual di daerah yang terpisah secara geografis. Pasar pada

kasus ini membatasi konsumen dalam zone pembelian, seperti yang diilustrasikan

dalam gambar berikut :

Sumber : Jaya (2001)

Gambar 2.2. Contoh Pasar-Pasar yang Berbatasan

MOBIL

Mitsubishi

Honda Daihatsu

Suzuki

(35)

11

Pada Gambar 2.2. pasar dibatasi oleh jenis mobil dan daerah geografis.

Pasar ini jelas akan berbeda bila setiap mobil dibeli oleh kelompok pembeli yang

terpisah, serta tidak pernah memilih diantara mobil- mobil tersebut. Tetapi bila

mobil tersebut dianggap oleh sebagian besar pembeli dapat saling menggantikan,

maka kemungkinan besar akan terdapat suatu pasar yang lebih luas yang

mencangkup seluruh mobil. Kemampuan substitusi barang merupakan kondisi

kunci, bila barang itu terdapat didalam pasar, maka barang la in berada diluar pasar

tersebut, sehingga ekonomi muncul sebagai daya tarik bagi pasar-pasar individu.

Tiap pasar dibatasi oleh dua dimensi yaitu jenis produk dan daerah geografis

(Jaya, 2001)

Struktur pasar dan tingkah laku juga dipengaruhi oleh berbagai kondisi

pasar. Misalnya, lokasi dan pemilikan bahan baku yang diperlukan, teknologi

yang dipakai, kuatnya serikat kerja yang ada, elastisitas harga permintaan,

tersedianya barang substitusi, la ju pertumbuhan permintaan, cara pembelian yang

dilakukan oleh pembeli dan kondisi dasar lainnya. Pangsa pasar menunjukan

besarnya tingkat penjualan relatif perusahaan, yakni rasio antara besarnya

penjualan perusahaan dengan total penjualan industri. Untuk keperluan tersebut,

setiap pasar perlu mengetahui secara pasti batas pasar operasinya. Maka, batas

pasar setiap jenis produk dan jalur produk dari perusahaan yang termasuk dalam

(36)

12

Tabel 2.3. Ciri-Ciri Tipe Pasar

Ciri-Ciri Monopoli Perusahaan

Dominan Oligopoli

HHI = 10.00 2.500<HHI <10.00 1.000<HHI <2.500 100<HHI<1000 HHI<100

Jumlah

Produsen Satu Banyak Sedikit Banyak

Sangat Banyak

Entry/Exit Barrier

Sangat

Tinggi Tinggi Tinggi Rendah

Sangat Rendah

Tipe Produk Heterogen Heterogen Homogen/

Heterogen Heterogen Homogen

Kekuasaan Menentukan

Sangat

Besar Relatif Relatif Sedikit Tidak Ada

Persaingan

Terbuka Terbatas

Cukup

Terbuka Terbuka

Profit Berlebih Berlebih Berlebih Agak Normal Normal

Efesiensi Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Cukup Baik Baik Sumber : Jaya

Pasar monopoli terdiri dari satu produsen yang mempunyai pangsa pasar

keseluruhan atau sebesar 100 persen dan memiliki hambatan masuk pasar yang

sangat tinggi karena produsen yang menguasai pasar akan berusaha keras agar

tidak ada pesaing. Pada struktur pasar yang dipimpin oleh perusahaan dominan,

pelaku pasar terdiri dari beberapa perusahaan namun hanya satu pelaku usaha

yang terlibat mendominasi pasar. Hambatan untuk masuk pasar ini cukup tinggi

(37)

13

Pada pasar oligopoli terdapat beberapa pelaku usaha yang memimpin pasar

dengan pangsa pasar gabungan sebesar 60 persen. Hambatan masuk cukup tinggi

dan informasi yang diterima terbatas. Para oligopolis juga bertindak sebagai

monopolis terutama jika mereka melakukan kerjasama sehingga efisiens inya

menjadi kurang baik.

Pasar monopolistik terdiri dari banyak produsen dimana banyak pesaing

yang efektif dan tidak ada satu pun yang memiliki pangsa pasar diatas 10 persen.

Para produsen menjual produknya dengan karakteristik yang berbeda-beda dan

dapat menjualnya dengan harga yang diinginkan. Hambatan masuk dan

informasinya cukup terbuka sehingga tingkat persaingannya tinggi dan

efisiensinya cukup baik. Sementara pasar persaingan murni setiap produsen tidak

memiliki pangsa pasar yang berarti. Dengan hambatan masuk yang rendah dan

informasi yang terbuka maka para pesaing potensial dapat mudah memasuki

pasar. Struktur pasar merupakan pokok bahasan yang kompleks, dengan sejumlah

konsep yang terpadu serta membutuhkan banyak data untuk mengevaluasinya

(Jaya, 2001).

Menurut Shepheard (1979), struktur pasar suatu industri menunjukan

kontribusi pasar yang mempengaruhi proses persaingan ilmiah. Secara umum

struktur pasar memiliki beberapa elemen yang menggambarkan ukuran

perusahaan-perusahaan yang bersaing didalam pasar. Elemen-elemen tersebut

(38)

14

2.3.1. Pangsa Pasar

Menurut literature Neo-Klasik landasan posisi perusahaan adalah pangsa

pasar yang diraihnya. Pangsa pasar dalam praktik bisnis merupakan tujuan atau

motivasi perusahaan. Perusahaan dengan pangsa pasar yang lebih baik akan

menikmati keuntungan dari penjualan produk dan kenaikan harga sahamnya.

Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri, dan besarnya berkisar antara

0 hingga 100% dari total penjualan seluruh pasar (Jaya, 2001). Peranan pangsa

pasar adalah sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan. Pangsa pasar sering

digunakan sebagai indikator proksi untuk melihat adanya kekuatan pasar dan

menjadi indikator tentang seberapa pentingnya suatu perusahaan di pasar. Derajat

kekuatan pasar pada umumnya akan muncul ketika pangsa pasar mencapai 15

persen, pada tingkatan 25-30 persen derajat monopoli menjadi signifikan dan pada

tingkat 40-50 persen perusahaan mempunyai kekuasaan pasar yang kuat.

2.3.2. Konsentrasi

Menurut Shepheard (1979), suatu konsentrasi merupakan kumpulan dari

market share para pemimpin pasar, yang jumlahnya tidak boleh kurang dari dua atau lebih dari delapan. Konsentrasi menunjukan tingkatan oligopoli, dimana

market share merupakan indikator tunggal yang menunjukan tingkatan kekuatan monopoli dalam skala ordinal, yaitu membandingkan market share yang lebih besar atau lebih kecil pada industri yang sama. Market share yang lebih tinggi besarnya selalu mengarah pada kekuatan monopoli yang lebih besar, sedangkan

(39)

15

dan kinerja akan berubah bersamaan berubahnya struktur pasar. Pemusatan

merupakan tingkat oligopoli.

Para oligopolis dapat melakukan koordinasi secara ketat seakan-akan

mereka monopolis sejati. Persaingan hebat bisa terjadi diantara mereka atau

mungkin mengikuti suatu pola lebih lanjut. Kombinasi kekuatan pasar mereka

perlahan mengurangi pengaruh perusahaan yang mempunyai pangsa pasar utama

(Jaya, 2001).

Konsentrasi menunjukan derajat oligopoli. Faktor-faktor penyebab

konsentrasi adalah kemajuan teknologi, perlindungan yang berlebihan, penciptaan

rintangan masuk, keringanan pajak dan subsidi, serta perilaku merger. Konsentrasi

dapat dihitung menggunakan metode concentration ratio (CR) dan Herfindahel-hiercshman indeks (HHI).

2.3.3. Hambatan Masuk (Barrier to Entry)

Istilah entry adalah adanya tambahan satu atau lebih penjual baru ke dalam suatu pasar sehingga menciptakan kapasitas yang baru. Entry didefinisikan sebagai keberadaan dari penjual baru, akan tetapi perusahaan yang telah ada dapat

saja keluar dari pasar saat perusahaan baru masuk kedalam pasar, sehingga yang

sesuai adalah net entry. Keluar masuknya perusahaan kecil secara luas tidak akan mempengaruhi posisi dari perusahaan dominan (Shepheard, 1979). Penghambat

untuk masuk kedalam industri dapat bersifat alami seperti biaya investasi yang

tinggi, penguasaan teknologi baru, tingkat produksi minimal yang tinggi dan

(40)

16

faktor hambatan masuk adalah Minimum Efficiency Scale (MES). Perusahaan yang memasuki pasar dengan kondisi dibawah MES tidak sanggup bersaing

dengan perusahaan yang telah ada di pasar.

Menurut Jaya (2001), ada beberapa hal umum berkaitan dengan hambatan

memasuki suatu pasar,

1. Hambatan-hambatan timbul dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak

hanya dalam bentuk perangkat yang legal ataupun dalam bentuk

kondisi-kondisi yang berubah dengan cepat.

2. Hambatan dibagi dalam tingkatan mulai dari tanpa hambatan sama sekali

(bebas masuk), hambatan rendah, hambatan sedang, sampai tingkatan

tinggi dimana tidak ada lagi jalan masuk.

3. Hambatan merupakan sesuatu yang kompleks. Peranan hambatan untuk

masuk suatu pasar masih diperdebatkan. Beberapa ahli ekonomi

memandangnya sebagai sesuatu yang penting. Tetapi pandangan saat ini

menyatakan rintangan-rintangan dan pesaing baru merupakan kedua hal

yang mungkin memodifikasi pengaruh dan pangsa pasar dan pemusatan.

Shepherad (1979) mengemukakan dua jenis hambatan, yaitu hambatan

eksogen dan hambatan endogen. Hambatan eksogen merupakan hambatan untuk

masuk ke dalam pasar yang bersifat dari luar perusahaan. Hambatan eksogen ini

terdiri dari modal (capital requirements), skala ekonomi, diferensiasi produk, intensitas penelitian dan pengembangan, intervensi yang besar dan integritas

(41)

17

Q1 P

D

Jumlah yang diminta

strategi penguasaan produk, strategi penguasaan bahan baku, strategi pemasaran

produk dan image dari loyalitas merek suatu produk itu sendiri.

Beberapa elemen pasar yang telah disebutkan yakni pangsa pasar,

konsentrasi, dan hambatan masuk merupakan struktur pasar yang dapat dilihat

secara sudut pandang ekonomi industri. Sedangkan struktur pasar yang dapat

dilihat dari sudut pandang mikroekonomi sebagian besar meliputi pasar

persaingan sempurna dan monopoli (Nicholson, 1999).

Asumsi pada pasar persaingan sempurna adalah: terdapat sejumlah

perusahaan ya ng masing- masing memproduksi barang yang homogen; setiap

perusahaan mengambil harga (price taker) dimana setiap perusahaan tidak berpengaruh terhadap harga pasar; informasi sempurna dan tidak ada biaya untuk

informasi. Pasar persaingan sempurna dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Sumber : Nicholson (1999)

Gambar 2.4. Kurva Pasar Persaingan Sempurna

Harga keseimbangan (equilibrium price) pada pasar persaingan sempurna terjadi ketika jumlah yang diminta dengan jumlah yang ditawarkan sama

(AD=AS). Pada Gambar 2.4 harga keseimbangan terletak di P dengan jumlah

yang diminta adalah sebesar Q1. Pada harga ini tidak ada insentif untuk mengubah

perilaku satu sama lain (Nicholson, 1999). Untuk memaksimumkan keuntungan Harga

(42)

18

P

C

Q MR D Q

MC

AC

A E P

pada pasar persaingan sempurna maka perusahaan akan memproduksi sampai

harga sama dengan biaya marginanya (P=MC).

Berbeda dengan pasar persaingan sempurna, perusahaan pada pasar

monopoli akan memaksimumkan keuntungan dengan berproduksi pada output

menghasilkan pendapatan marginalnya sama dengan biaya marginalnya

(MC=MR), namun tingkat harga lebih besar biaya marginalnya (P>MC) karena

perusahaan monopoli menghadapi kurva permintaan dengan kemiringan yang

negatif. Untuk menjual satu unit tambahan, monopoli tersebut harus menurunkan

harga semua unit yang dijual jika ingin menghasilkan peningkatan permintaan

yang diperlukan untuk menyerap unit marginal ini.

Sumber : Nicholson (1999)

Gambar 2.5. Kurva Keseimbangan Pasar Monopoli

Pada Gambar 2.4. Tingkat output yang memaksimumkan keuntungan pada

perusahaan monopoli adalah pada tingkat produksi Q dan harga pasar adalah di P.

Keunt ungan yang didapat oleh perusahaan monopoli adalah sebesar PEAC. Jika

perusahaan berproduksi di sebelah kanan atau sebelah kiri Q, maka keuntungan

(43)

19

2.4. Perilaku Pasar

Perilaku dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu : perilaku dalam strategi

harga, perilaku dalam strategi produk dan perilaku dalam strategi promosi.

Perilaku pasar terdiri dari kebijakan-kebijakan yang diadopsi oleh para pelaku

pasar dan juga pesaingnya, terutama dalam hal harga dan karakteristik produk.

Perilaku pasar menggambarkan tindakan-tindakan perusahaan sebagai akibat dari

strruktur pasar yang dihadapinya.

Dalam pasar persaingan sempurna, perusahaan tidak memiliki kebebasan

dalam menetapkan harga. Perusahaan lebih bersifat price takers, harga

sepenuhnya ditetapkan oleh mekanisme supply dan demand, sedangkan pada pasar oligopoli, perilaku perusahaan di pasar sulit ditebak. Banyak altenatif yang

menyangkut unsur strategi harga maupun produk, serta tersedianya kesempatan

bagi mereka untuk saling menjadi pesaing yang tangguh, namun pada saat yang

sama juga tersedia kesempatan bekerja sama untuk melakukan kolusi. Kolusi ini

dimaksudkan agar mereka dapat mempertahankan keuntungan yang sudah didapat

selama ini, bahkan kolusi antar perusahan juga dapat digunakan unt uk

memperkuat posisi tawar menawar (bargaining power) dengan pihak lain. Kolusi akan berdampak negatif bagi para konsumen, karena kolusi menyebabkan tingkat

harga menjadi semakin tinggi, lain halnya dengan para oligopolis yang menguasai

pasar, dengan adanya kolusi keuntungan yang lebih tinggi diharapkan akan dapat

(44)

20

2.5. Kinerja Pasar

Kinerja pasar adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh strruktur dan

perilaku industri (Hasibuan, 1993). Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi

memiliki banyak aspek. Kinerja, menurut Jaya (2001), dipusatkan pada tiga aspek

pokok, yaitu : kemajuan teknologi dan keseimbangan dalam distribusi.

a. Efisiensi

Efisiensi adalah menghasilan suatu nilai output yang maksimumkan

dengan menggunakan sejumlah input tertentu, baik secara kuantitas

maupun nilai ekonomis dan tidak ada sumberdaya yang terbuang. Efisiensi

terdiri dari efisiensi internal dan efisiensi alokasi

b. Kemajuan teknologi

Melalui penemuan dan pembaharuan teknologi, orang dapat membuat

suatu karya yang baru serta meningkatkan produktivitas suatu produksi

barang yang telah ada. Untuk mengembangkan cara baru yang lebih baik

dalam suatu proses produksi dibutuhkan usaha dan sumber daya yang

mahal. Bila masyarakat hanya memiliki sedikit sumberdaya dalam suatu

proses produksi maka pembaharuan mengarahkan penggunaan sumber

daya secara hemat. Proses pembaharuan tidak dapat menghidari masalah

ketidakpastian, karena itu ide-ide baru membutuhkan penelitian dan

(45)

21

c. Keadilan

Keadilan dalam hal ini adalah keadilan dalam pendistribusian. Keadilan

mempunyai tiga dimensi pokok, yaitu kesejahteraan, pendapatan dan

kesempatan.

Kinerja pasar dapat dilihat melalui pola profit (keuntungan), pola ini digambarkan melalui Price-Cost-Margin (PCM). PCM dapat diartikan sebagai suatu indikator kemampuan perusahaan untuk menaikan harga diatas biaya

produksi dan dapat menggambarkan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan

keuntungan dengan memperbesar nilai tambah. Nilai tambah ini dapat dilihat

melalui selisih antara nilai output industri dengan nilai inputnya.

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang ekonomi industri dengan menggunakan analisis SCP

sudah umum digunakan. Penelitian yang sudah dilakukan antara lain analisis SCP

pada industri motor di Indonesia (Ardiansyah, 2006), industri ban (Delima, 2005)

dan lainnya.

Penelitian-penelitian di atas memiliki tujuan yang sama yaitu melihat

hubungan antara struktur pasar dan perilaku usaha terhadap kinerja suatu industri.

Struktur pasar diukur dengan metode CR2 dan kinerja pasar diukur dengan PCM.

Indikator yang digunakan untuk mengetahui kekuatan pasar dalam suatu industri

adalah tingkat konsentrasi, nilai tambah, rasio modal dan tenaga kerja, luas pasar,

skala perusahaan, serta hambatan untuk masuk pasar. Sedangkan indikator untuk

kinerja perusahaan yang digunakan adalah tingkat upah pekerja. Adanya perilaku

(46)

22

pemerintah. Bentuk perilaku tersebut biasanya diwujudkan dalam bentuk

asosiasi-asosiasi dan perusahaan-perusahaan yang melakukan kerja sama dan persetujuan

dalam pasar untuk menetapkan tingkat harga.

Dari penelitian-penelitian sebelumnya juga mengungkap bahwa ada faktor

lain yang juga dapat mempengaruhi struktur, perilaku, dan kinerja industri seperti

faktor eksogen contohnya kebijakan pemerintah. Kebijakan dapat mempengaruhi

secara langsung kepada perilaku perusahaan dan kemudian membentuk struktur

tertentu yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja industri.

2.7. Kerangka Pemikiran

Penelitian mengenai hubungan struktur pasar dengan kinerja industri

biasanya menggunakan indikator tingkat konsentrasi dan keuntungan. Dalam

penelitian hubungan struktur pasar dengan kinerja industri mobil ini tingkat

konsentrasi yang diukur adalah CR4. Ketersediaan data menjadi ha mbatan untuk menentukan variabel yang dapat digunakan. Sehingga variabel yang digunakan

dalam menganalisis pengaruh struktur pasar terhadap kinerja pada industri mobil

di Indonesia adalah PCM (Price Cost Margin). Faktor yang mempengaruhi kinerja (PCM) adalah efisiensi internal (X-eff), konsentrasi empat pasar terbesar (CR4), pertumbuhan nilai barang yang dihasilkan dimana faktor ini menunjukkan

(47)

23

Gambar 2.6. Bagan Kerangka Pemikiran

3.8. Hipotesis Penelitian

Penelitian sebelumnya mengenai hubungan struktur pasar dan kinerja

menunjukkan sebagian besar terdapat hubungan yang positif antara tingkat

konsentrasi dengan tingkat keuntungan. Beberapa mendapatkan hubungan yang

negatif, hal ini dikarenakan adanya perbedaan proksi yang digunakan dalam setiap

penelitian. Konsentrasi yang tinggi akan berpengaruh terhadap efisiensi industri.

Pengaruh negatif terjadi apabila konsentrasi tinggi akan menciptakan monopoli,

yang selanjutnya akan menimbulkan kerugian sosial berupa inefisiensi.

Sedangkan pengaruh positif terjadi bila perusahaan yang memiliki kekuatan pasar, Industri Mobil di Indonesia

STRUKTUR Konsentrasi (CR4)

(X-eff)

Barrier to entry

PERILAKU Strategi Harga Strategi Produk Strategi Promosi

KINERJA Price-Cost Margin

Pengaruh Struktur Terhadap Kinerja

Kesimpulan dan Saran

(48)

24

demi mempertahankan posisinya akan cenderung memperhatikan efisiensi internal

dalam berproduksi.

Hipotesis yang dapat dirumuskan mengenai Pengaruh Struktur Pasar

Terhadap Kinerja Industri Mobil di Indonesia yang akan dikaji adalah sebagai

berikut:

1. Efisinsi- X (X-eff) berpengaruh positif terhadap kinerja industri mobil di

Indonesia;

2. Konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) berpengaruh positif

terhadap kinerja industri mobil di Indonesia;

3. Growth berpengaruh positif terhadap kinerja industri mobil di Indonesia;

4. Produktivitas berpengaruh positif terhadap kinerja industri mobil di

Indonesia,

5. Dummy Krisis berpengaruh negatif terhadap kinerja industri mobil di

(49)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder yang

berasal dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) dan

Badan Pusat Statistik (BPS), yang semuanya berlokasi di Jakarta. Pelaksanaan

penelitian ini berjalan kurang lebih selama lima bulan, yaitu dari bulan September

2006 sampai bulan Januari 2007.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

dalam penelitian ini diambil dari data instansi- instansi terkait yaitu GAIKINDO,

BPS, beberapa perpustakaan, media elektronik (internet) dan hasil penelitian

terdahulu. Data yang digunakan merupakan data time series (data deret waktu) pada tahun 1983-2003. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) yang digunakan

dalam penelitian ini adalah IHPB Indonesia dengan tahun dasar 1993 (1993 =

100) yang diperoleh dari BPS. IHPB adalah angka yang menggambarkan besarnya

perubahan harga perdagangan besar atau grosir dari komoditas-komoditas yang

diperdagangkan disuatu negara atau daerah. Komoditas tersebut merupakan

produksi dalam negeri yang dipasarkan didalam negeri, diekspor, atau diimpor.

3.3. Metode Analisis dan Model Penelitian

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

ekonometrika melalui model regresi linier berganda dengan menggunakan metode

(50)

26

dibuat dalam bentuk kwadratik dengan tujuan untuk memperkecil varian sehingga

diperoleh kesalahan yang kecil. Analisis regresi linier berganda dengan

menggunakan metode OLS merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk

menguraikan pengaruh variabel- variabel independen terhadap variabel

dependennya. Untuk mempermudah dalam pengolahan data, alat analisis yang

digunakan dalam penelitian ini dioperasikan melalui perangkat lunak microsoft excell dan eviews 4.1.

Model untuk menjelaskan pengaruh struktur pasar terhadap kinerja

industri mobil di Indonesia dibangun sebagai berikut;

PCM = ß0 + ß1X-eff + ß2CR4t + ß3Growth + ß4Produktivitast + ß5PCM(-1) endogen / parameter dugaan

(51)

27

PCM = Price Cost Margin (persen),

X-eff = Efisiensi internal perusahaan dalam industri (persen),

CR4 = Konsentrasi empat perusahaan terbesar dalam industri mobil di Indonesia (persen),

Growth = Pertumbuhan nilai produksi yang menunjukan permintaan pasar (persen),

Produktivitas = Tingkat produktivitas perusahaan dalam menghasilkan output pada periode waktu tertentu (persen),

Dummy = Variabel dummy krisis ekonomi (0. Sebelum krisis ekonomi, dan 1. Sesudah krisis ekonomi),

ut = Unsur gangguan.

msi = Pangsa pasar perusahaan i (persen),

si = Penjualan perusahaan i (Unit),

stot = Penjualan total seluruh perusahaan (Unit).

3.4. Uji Ekonometrika dan Statistika

Agar dapat digunakan sebagai dasar analisis lebih lanjut, maka perlu juga

diuji apakah memenuhi kriteria ekonometrika, dalam arti tidak terjadi

penyimpangan yang cukup serius dari asumsi-asumsi yang diperlukan dalam

metode estimasi OLS supaya hasil estimasi tidak menyimpang. Analisis

ekonometrika dilakukan dengan melakukan uji autokorelasi, uji

(52)

28

a. Uji Autokorelasi

Salah satu Asumsi OLS ialah nilai u antara satu pengamatan bersifat bebas

(tidak tergantung) pada nilai u pengamatan lainnya. Hal ini berimplikasi kovarians

u dua pengamatan sama dengan no l. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka

dikatakan terjadi autokorelasi atau korelasi serial

Autokorelasi adalah hubungan antara nilai suatu variabel dengan nilai

sebelumnya, dapat dengan tenggang (lag) satu atau lebih. Koefisien autokorelasi

berkisar antara –1 dan +1, dimana 0 menunjukkan tidak ada korelasi. Suatu model

dikatakan baik apabila telah memenuhi asumsi tidak terdapat gejala autokorelasi.

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah hasil estimasi model tidak

mengandung korelasi serial diantara disturbance term. Pada program E-Views, uji autokorelasi dilakukan dengan melihat probability Obs*R-squared pada uji

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM (Thomas, 1997). Hipotesis dalam uji ini adalah:

H0 : ? = 0, tidak terdapat autokorelasi

H1 : ? ? 0, terdapat autokorelasi

Wilayah kritik penolakan H0 adalah Probability Obs*R-squared < a sedangkanwilayah penerimaan H0adalah Probability Obs*R-squared > a. Jika H0 ditolak maka terjadi autokorelasi (positif atau negatif) dalam model. Sebaliknya

jika H0 diterima maka tidak ada autokorelasi dalam model.

b. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah varian dari gangguan atau variabel dependen

(53)

29

dengan menggunakan OLS adalah terbebas dari masalah heteroskedastisitas atau

homoskedastis yakni varians dari error-term untuk setiap pengamatan sama untuk seluruh nilai variabel bebas (Xi). Jika asumsi ini tidak terpenuhi dalam suatu

regresi tertentu, maka dapat dikatakan error-term mengalami masalah

heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi heteroskedastisitas pada software E-views

dapat dilakukan dengan uji White Heteroscedasticity atau Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH) test. Hipotesis yang diuji adalah :

H0 : ? = 0, tidak terdapat heteroskedastisitas

H1 : ? ? 0, terdapat heteroskedastisitas

Wilayah kritik penolakan H0 adalah Probability Obs*R-squared < a, sedangkan wilayah penerimaan H0 adalah Probability Obs*R-squared > a. Jika H0 ditolak maka varians dari error term untuk setiap pengamatan berbeda untuk seluruh variabel bebas, sebaliknya jika H0 diterima maka varians dari error term untuk setiap pengamatan sama untuk seluruh variabel bebas

c. Uji Multikolinieritas

Asumsi lainnya yang harus dipenuhi dalam metode estimasi OLS adalah

tidak terdapat gejala multikolinieritas didalam suatu model regresi, yaitu adanya

korelasi yang kuat pada sesama variabel bebas (independen). Pengujian

multikolinieritas dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar variabel

independen yang terdapat pada matriks korelasi. Jika terdapat koefisien korelasi

yang lebih besar dari 0.8 maka terdapat gejala multikolinieritas (Gujarati, 1995).

Namun, dalam metode regresi linier sederhana (OLS) hal ini bukanlah

(54)

30

multikolinieritas dapat juga dilakukan dengan uji Klein. Uji Klein ini

menunjukkan bahwa jika koefisien korelasinya (r2) lebih kecil dari nilai R-squared (R2) atau R2 lebih besar dari r2, maka dapat juga disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas.

d. Uji Normalitas

Uji ini dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal. Uji ini perlu dilakukan jika jumlah sampel yang digunakan kurang dari 30

(n < 30). Hipotesis pengujiannya adalah :

H0 : a = 0, error term terdistribusi normal H1 : a ? 0, error term tidakterdistribusi normal.

Wilayah kritis penolakan H0 adalah Jarque Bera (J-B) > ?2df-2 atau

probabilitas (p_value) < a, sedangkan daerah penerimaan adalah Jarque Bera

(J-B) < ?2df-2 atau probabilitas (p_value) > a. Jika H0 ditolak maka disimpulkan error

term tidak terdisribusi normal, sedangkan jika H0 diterima maka disimpulkan bahwa error term terdistribusi normal.

Suatu model dikatakan baik dan sesuai dengan kriteria statistik dapat

dilihat dari uji-F, uji- t dan ukuran kebaikan model (R2).

e. Uji-F

Uji-F digunakan untuk menguji bagaimanakah pengaruh seluruh variabel

independen terhadap variabel dependennya.

Hipotesis:

H0 : ß1 = ß2 = ... = ßk = 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh

(55)

31

H1 : ßk ? 0 (paling tidak ada satu variabel independen yang berpengaruh

signifikan terhadap varibel dependen).

Jika probability F-statistic < taraf nyata (a), maka tolak H0 dan simpulkan minimal ada satu variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya.

Jika probability F-statistic > taraf nyata (a), maka terima H0, dan tidak ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen.

f. Uji- t

Dipergunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari

masing- masing variabel bebas yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata

atau tidak terhadap variabel tidak bebas.

Hipotesis:

H0 : ß k = 0 (variabel independen-k tidak mempengaruhi variabel dependen),

H1 : ß k ? 0 atau ß k < 0 atau ß k > 0 (variabel independen-k mempengaruhi variabel

dependen).

Wilayah kritik penolakan H0 adalah bila probability t-statistic < taraf nyata, artinya variabel independen-k berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

dependennya. Jika probability t-statistic > taraf nyata (a), maka terima H0 yang berarti bahwa variabel independen-k tidak mempengaruhi variabel dependennya

secara signifikan.

g. Koefisien Determinasi (R2)

Uji statistik lainnya yang perlu untuk melihat kebaikan suatu model adalah

koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi berfungsi untuk melihat

(56)

32

variasi dari variabel dependennya (terikatnya). Koefisien determinasi dapat

dibedakan menjadi dua, yakni R2 dan R2-adjusted. Salah satu yang membedakan

keduanya adalah pada R2-adjusted memberikan pinalti pada model dengan

penambahan variabel independent pada model sedangkan pada R2 tidak

memberikan pinalti. Oleh karena itu dengan penambahan variabel independent

pada suatu model seringkali dapat meningkatkan nilai R2 tetapi menurunkan nilai

R2-adjustednya. Perlu diketahui bahwa nilai dari R2 selalu positif sedangkan nilai

(57)

IV. SEJARAH INDUSTRI DAN KEBIJAKAN OTOMOTIF DI INDONESIA

Industri kendaraan bermotor di Indonesia mulai dikembangkan pada tahun

1974 yaitu mulai didorongnya para agen tunggal kendaraan bermotor untuk

melakukan perakitan di dalam negeri. Kebijakan yang dimaksud dilanjutkan

dengan berbagai kebijakan pemerintah lainnya yang bertujuan agar negara kita

memiliki industri kendaraan bermotor sendiri. Dalam hal ini perkembangan

otomotif di Indonesia didorong oleh kebijakan pemerintah yang mengatur sektor

tersebut, kemajuan teknologi dan situasi ekonomi yang terjadi.

Secara garis besar sejarah perkembangan industri kendaraan bermotor di

Indonesia dapat dibagi dalam empat era, seperti diuraikan berikut ini :

1. Era 1969-1979

Tahun 1969, menteri perindustrian dan menteri perdagangan

mengeluarkan surat keputusan bersama untuk mengatur impor kendaraan

bermotor, baik dalam kondisi Complitely-Built-Up (CBU) dan Complitely– Knocked-Down (CKD), serta pendirian pabrik perakitan dan agen tunggal di dalam negeri. Pabrik perakitan dan pendukungnya, seperti industri yang

memproduksi ban, cat, dan aki mulai bertumbuh. Perusahaan lokal mampu

mendesain jigs, dan fixtures dan melaksanakan beberapa proses seperti

mencat, melas, trimming, dan metal finishing.

Pada tahun 1971 PT. Kharma Yuda Motor, yang memasarkan mobil

Mitshubishi, adalah perusahaan yang pertama mendapatkan izin untuk

(58)

34

50.000 unit per tahun. Pada tahun 1974, untuk membangun Industri otomotif

dalam negeri pemerintah melarang impor kendaraan CBU. Hanya agen

tunggal yang berfungsi sebagai pabrik perakitan yang diizinkan untuk

mengimpor kendaraan bentuk CKD.

Tahun 1976, pemerintah mengeluarkan serangkaian peraturan yang

terkenal dengan sebutan Program Pena nggalan. Bagian pertama dari kebijakan

ini menetapkan bea masuk yang tinggi untuk kendaraan yang masuk tidak

menggunakan stamping parts yang diproduksi dalam negeri. Ada 35 merek yang saling bersaing untuk menarik konsumen. Daya beli masyarakat masih

lemah karena kondisi perekonomian Indonesia yang baru mulai membaik.

Pemerintah memprioritaskan pengembangan minibus dengan

menerapkan pajak yang lebih tinggi untuk sedan dan pajak yang lebih rendah

untuk minibus, seperti kijang dan Colt T 120. Produsen umum mulai

berkembang dan mulai menghasilkan radiator, knalpot, shock absorber, pelek,

interior dan kursi, kabel, gasket, komponen plastik, chassis, stamping parts, dan komponen dari karet. Penjualan tahunan perlahan- lahan bergerak ke

72.000 unit pada tahun 1976 dan 103.000 unit pada tahun 1979.

2. Era 1980-1989

Tahun 1983, pemerintah mengeluarkan program penanggalan bagian

ke dua untuk mendorong produsen komponen lokal. Bea masuk ditetapkan

pada komponen-komponen utama. Industri pendukung mulai memproduksi

(59)

35

tahun 1983 ada dua puluh merek bersaing di pasar domestik. Penjualan mobil

melonjak ke 208.000 unit pada tahun 1981 tetapi merosot ke 150.000 dan

170.000 unit pada tahun berikut nya.

3. Era 1990-1998

Pada tahun 1993, pemerintah mengganti program penanggalan dengan

program insentif, yang dikenal dengan paket kebijakan otomotif 1993.

Produsen mobil diperbolehkan untuk memilih sendiri komponen yang akan

menggunakan produk lokal dan akan mendapatkan potongan bea masuk, atau

bahkan dibebaskan dari bea masuk, jika berhasil mencapai tingkat kandungan

lokal tertentu.

Pabrik produsen mesin, transmisi, dan propeller shafts bertumbuh menghasilkan produk tidak hanya saja untuk pasar domestik namun juga pasar

internasional. Sekitar 24 merek bersaing untuk menarik pelanggan. Tingkat

ekonomi yang membaik mendorong angka penjualan mobil dari 159.000 unit

di tahun 1989 menjadi 214.000 unit pada tahun 1993 dan 397.000 unti pada

tahun 1995.

Pada tahun 1996, pemerintah memutuskan untuk mempercepat

Program Insentif dan memperkenalkan Program Mobil Nasional. Program ini

menetapkan bahwa untuk mendapatkan pembebasan bea masuk, perusahaan

harus mencapai tingkat kandungan lokal sebesar 20 persen, 40 persen, dan 60

persen di tahun pertama, ke dua dan ke tiga.

PT Timor Putra Nasional yang bermitra dengan KIA motors dari

(60)

36

masuk melalui program ini. Tetapi perusahaan-perusahaan lain tidak

mendapatkan insentif yang sama, sehingga me nimbulkan protes dari anggota

World Trade Center (WTC). Pembebasan pajak barang mewah, selain bea

masuk untuk kendaraan yang memiliki kandungan lokal 60 persen mendorong

produsen untuk menanamkan modal dalam pabrik-pabrik baru, seperti pabrik

mesin dan casting yang menghasilkan produk setengah jadi. Tercatat dua

puluh merek asing maupun nasional bersaing dalam pasar lokal. Tetapi pada

tahun ini penjualan mobil turun ke 376.000 pada tahun 1996.

Krisis ekonomi yang melanda Asia termasuk Indonesia pada tahun

1997, mengalami tekanan yang sangat keras pada perindustrian mobil di

Indonesia. Inflasi yang membubung tinggi, dan Rupiah yang terdepresiasi

mencapai Rp 17.000 per Dollar Amerika yang sebelumnya hanya Rp 2.500

per USD dan situasi politik yang genting mengakibatkan banyak perusahaan

bangkrut karena hutang luar negeri yang menumpuk hingga berlipat empat

bahkan lebih. Setelah mencapai angka penjualan tertinggi pada tahun 1997

sebesar 392.000 unit jatuh menjadi 58.000 pada tahun 1998.

4. Era 1999- sekarang

Liberalisasi pasar masuk ke Indonesia setelah pemerintah

mengeluarkan Kebijakan Paket Otomotif 1999, yang bertujuan untuk

mendorong ekspor produk otomotif, menggerakkan pasar domestik

pasca-krisis, dan memperkuat struktur sektor otomotif dengan mengembangkan

industri pembuatan komponen. Program insentif ditinggalkan dan bea masuk,

(61)

37

Kendaraan CBU masuk kembali ke pasar dalam negeri dan

kendaraan-kendaraan mewah seperti Jaguar dan Lexus terlihat mulai meluncur di jalan.

Importir mobil CBU mulai berkembang. Kompetisi semakin ketat karena

produk lokal harus bersaing dengan produk impor yang berarti produsen lokal

harus meningkatkan kualitas.

Penjualan melonjak tinggi dari 94.000 unit pada tahun 1999 menjadi

301.000 unit pada tahun 2000, setahun setelah pemerintah membuka pasar

domestik. Angka tersebut terus menanjak menjadi 483.000 unit pada tahun

2004 dan mencapai 520.000 mobil pada tahun 2005.

Saat ini industri kendaraan bermotor Indonesia berada pada kondisi

persaingan terbuka sejak diterbitkannya Kebijakan Otomotif Nasional tahun 1999

yang memberikan kesempatan pada importir umum untuk mengimpor produk

dalam keadaan jadi, serta mengurangi tarif bea masuk menjadi maksimum 80

persen dari sebelumnya yang mencapai 200 persen.

Perubahan kebijakan tersebut mendorong industri kendaraan untuk

meningkatkan kemampuannya dalam persaingan di pasar dalam negeri, regional

bahkan dunia. Kenyataannya industri otomotif Indonesia dapat bertaha n bahkan

semakin maju. Setelah melalui beberapa pasang surut pertumbuhan terutama

dalam masa-masa sulit pada masa krisis, industri dalam negeri saat ini mampu

pensuplai kendaraan roda empat ke pasar dunia. Hal tersebut memacu industri

komponen untuk meningkatkan kemampuannya dalam memenuhi permintaan

(62)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Mobil di Indonesia

Hasil estimasi analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri

mobil di Indonesia dengan menggunakan analisis regresi dengan menggunakan

metode Ordinary Least Square (OLS) adalah seperti ditampilkan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Hasil Estimasi Parameter Model Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Industri Mobil di Indonesia

Variable Coefficient Std, Error t-Statistic Prob,

C -22,35853 31,31394 -0,714012 0,4878

XEFF 2,871322 1,226250 2,341548 0,0358

CR4 15,72369 36,52639 0,430475 0,6739

GROWTH 1,336391 0,688372 1,941379 0,0742

PROD 0,186714 0,087001 2,146109 0,0513

PCM(-1) 7,756546 4,133289 1,876604 0,0832

DK -1518,123 478,5199 -3,172539 0,0073

R-squared 0,833779 Mean dependent var -118,0020

Adjusted R-squared 0,831860 S,D, dependent var 7,410890

S,E, of regression 6,117466 Akaike info criterion 1,593973

Sum squared resid 4,865040 Schwarz criterion 1,628824

Log likelihood -152,3973 F-statistic 2,480626

Durbin-Watson stat 1,862130 Prob(F-statistic) 0,008004

Sumber : Lampiran 8 Keterangan :

Menggunakan taraf nyata 10 persen

Dari hasil estimasi pada tabel model pengaruh struktur pasar terhadap

kinerja industri mobil di Indonesia sebagai berikut:

(63)

39

5.2. Pengujian Model

5.3. Kriteria Ekonometrika dan Statistika

a. Autokorelasi

Autokorelasi merupakan pelanggaran asumsi klasik yang menyatakan

bahwa dalam pengamatan-pengamatan yang berbeda tidak terdapat korelasi antar

error term, Dari estimasi model analisis pengaruh struktur pasar terhadap kinerja Industri mobil di Indonesia didapatkan bahwa nilai dari probability obs* R-Squared adalah sebesar 0,759271, lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar sepuluh persen (a = 10 persen), Hal ini berarti bahwa H0 terletak

pada daerah penerimaan yang berarti model yang digunakan tidak mengalami

gejala autokorelasi.

Tabel 5.2. Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0,056608 Probability 0,815953

Obs*R-squared 0,093904 Probability 0,759271

Sumber : Lampiran 9

b. Heteroskedastisitas

Pengujian heteroskedastisitas ditujukan untuk menguji apakah dalam

sebuah model regresi berganda terjadi ketidaksamaan varians residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain atau dapat juga dikatakan untuk menguji

melihat apakah model regresi memenuhi asumsi bahwa model memiliki gangguan

Gambar

Tabel 1.1. Berbagai Produsen Mobil di Indonesia
Gambar 2.1. Pendekatan Struktur Perilaku dan Kinerja Pasar
Gambar 2.2. Contoh Pasar-Pasar yang Berbatasan
Gambar 2.5. Kurva Keseimbangan Pasar Monopoli
+6

Referensi

Dokumen terkait

3 penelitian.Penelitian dengan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan berbagai kondisi, berbagai situasi dan variabel yang timbul (Burhan, 2004). Lokasi penelitian ini

Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa faktor pengetahuan, standar kerja, keterampilan, pelatihan, kewaspadaan universal, dan ketersediaan sarana prasarana

Dalam soal ini Muhammad Asad mengatakan : “ With few exceptions, even the most eminent of European orientalists are guilty of an unscientific partiality in their writings on Islam.

Pencantuman klausula untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan rekening terpisah pada bank penyimpan dalam surat kuasa dimaksud sejalan dengan ketentuan Pasal

Penelitian sekarang dikembangkan dari penelitian sebelumnya dengan perbedaan, Perusahaan Manufaktur yang terdaftar BEI selama periode 2009-2011 merupakan sampel yang

2 Sumbergempol Ditinjau dari Kemampuan Akademik” ini adalah suatu penelitian yang akan memaparkan bagaimanakah kemampuan penalaran matematis siswa di SMPN 2

Pengobatan mastitis tuberkulosis merupakan pengobatan tuberkulosis ekstra paru dengan terapi obat anti tuberkulosis (OAT) 4FDC kategori I. International Standards for

Model pengembangan kurikulum PAI sistem Fullday School di Lembaga Pendidikan Islam.. Model pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam di