• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dan Eksperimental Efektivitas Sambungan Kayu Pada Momen Maksimum Dengan Diameter Paku Bervariasi Pada Balok Sederhana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Dan Eksperimental Efektivitas Sambungan Kayu Pada Momen Maksimum Dengan Diameter Paku Bervariasi Pada Balok Sederhana"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL EFEKTIVITAS SAMBUNGAN

KAYU PADA MOMEN MAKSIMUM DENGAN DIAMETER PAKU

BERVARIASI PADA BALOK SEDERHANA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat

dalam menempuh Colloqium Doctum / Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

IRWAN SAKTI LUBIS

090404080

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

ABSTRAK

Kayu merupakan salah satu bahan konstruksi yang paling tua di dunia. Kayu dipilih sebagai bahan struktur karena strukturnya yang ringan dan hanya memerlukan peralatan yang sederhana dalam proses pengerjaannya. Selain ekonomis dan efisien , tingkat kekuatan kayu juga tidak bisa diremehkan. Kayu cukup kuat untuk menahan beban seperti bahan struktur yang lain seperti beton. Kayu memiliki kuat tekan dan kuat tarik yang relatif tinggi, serta memiliki elastisitas yang tinggi hampir setara dengan elastisitas baja , sehingga cukup lentur jika menerima beban yang berat.

Mengingat pentingnya kayu sebagai salah satu bahan konstruksi, maka perlu dilakukan penelitian tentang efektivitas sambungan kayu pada momen maksimum dengan diameter bervariasi pada balok sendi rol yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas sambungan kayu dengan diameter paku yang berbeda, berupa perbandingan hubungan antara beban (P) dan penurunan (deformasi) yang terjadi sampai beban ultimit baik secara teoritis maupun eksperimental. Sehingga dari hubungan itu akan diperoleh berapa besar beban patah untuk setiap sampel.

Pada penelitian yang dilakukan ini, bahan sambungan yang akan digunakan adalah kayu dengan alat penyambung paku dengan diameter yang bervariasi yaitu Ø5 mm, Ø4,2 mm, dan Ø3,8 mm. Ketiganya akan dibandingkan dengan menggunakan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002). Sehingga nantinya akan didapat hubungan antar beban (P) dan penurunan (deformasi) sampai pada beban ultimit pada tiap-tiap variasi diameter paku serta mendapatkan faktor keamanan sambungan. Penelitian menggunakan metode ekperimen di laboratorium dan membandingkannya dengan analisa teori.

Dari hasil penelitian didapat bahwa kayu durian terletak pada kode mutu E10 dengan Elastisitas Lentur 11000 Mpa, kuat tekan sejajar serat 160,845 kg/cm2, berat jenis 0,4197 gr/cm3 dan kadar air 22,38%. Serta diperoleh efektivitas sebesar 47,06% pada sambungan kayu dengan alat sambung paku berdiameter 4,2 mm dan 3,8 mm, sedangkan pada sambungan kayu dengan alat sambung paku berdiameter 5 mm diperoleh efektivitas sebesar 41,17%.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat karunia-Nya, serta dukungan dari berbagai pihak, sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Sholawat dan Salam tidak lupa pula saya curahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membawa kita menuju alam yang terang benderang akan ilmu pengetahuan seperti saat ini.

Tugas Akhir ini berjudul “ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL EFEKTIVITAS SAMBUNGAN KAYU PADA MOMEN MAKSIMUM DENGAN DIAMETER PAKU BERVARIASI PADA BALOK SEDERHANA Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat menempuh jenjang pendidikan Strata Satu (S-1) pada Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, tentunya tidak dapat terlepas dari segala hambatan dan rintangan, namun berkat bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak serta dukungan dan saran dari berbagai pihak, akhirnya Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk tidak berlebihan kiranya dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Besman Surbakti, MT., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan begitu banyak ilmu yang tak ternilai harganya serta masukan-masukan, tenaga, pikiran yang dapat membimbing saya sehingga terselesaikannya Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

(4)

4. Bapak/Ibu Dosen Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan banyak sekali ilmu yang bermanfaat selama saya menempuh pendidikan di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak/Ibu Staf TU Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bantuan dalam proses administrasi selama saya menempuh pendidikan di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

6. Kedua orang tua saya yang tidak pernah lelah berdoa, memberikan semua yang terbaik, kasih sayang yang tak terhingga dan untuk kakak dan adik yang selalu mendukung terima kasih banyak.

7. Teman mahasiswa seperjuangan 2009, terutama buat Fatahur rahman dan Aulia rahman, Ableh, Muhammad Multazam, Mia, Firdha, Dewi, Waida, Aya, Evi, Putri, Ryan, Ridho, Agus, Ajo, Kevin, Deko, Toni, Khairun, Benny, Lanacing, Asa, Ersha , Buyung makasih ya dan buat stambuk 2009 yang tidak bisa di ketik satu-satu.

8. Abang dan Kakak mahasiswa stambuk 2006, 2007, 2008 yang telah banyak membantu memberikan informasi maupun memberikan dukungan untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

(5)

Saya menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, sehingga saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menambah pengetahuan dan wawasan saya di masa depan.

Akhirnya saya berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi saya dan rekan-rekan serta adik-adik di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Medan, 2014

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR SIMBOL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.LatarBelakang ... 1

1.2.PerumusanMasalah ... 3

1.3.TujuanPenelitian ... 4

1.4.PembatasanMasalah ... 4

1.5.Metodologi Penelitian ... 5

BAB II STUDI PUSTAKA ... 7

2.1.Umum ... 7

2.1.1 Kulit Kayu ... 9

2.1.2 Kambium ... 9

2.1.3 Kayu ... 10

2.1.4 Hati Kayu ... 10

2.1.5 Lingkaran Tahun (Annual Ring) ... 11

(7)

2.2.Sifat-sifat Kayu ... 12

2.2.1 Sifat Umum ... 12

2.2.2 Sifat Fisis ... 13

2.2.3 Sifat Mekanis Kayu ... 20

2.3.Tegangan Bahan Kayu ... 24

2.3.1 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis ... 29

2.3.2 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Visual ... 30

2.4.Alat Sambung Kayu ... 33

2.4.1 Umum ... 33

2.4.2 Jenis-jenis Sambungan ... 36

2.4.3 Alat Sambung Mekanik ... 36

2.4.4 Spasi Alat Pengencang ... 38

2.4.5 Tahanan Terhadap Gaya Lateral ... 40

2.4.5.1 Tahanan Lateral Acuan Satu Irisan ... 40

2.4.5.2 Tahanan Lateral Acuan Dua Irisan ... 43

2.4.5.3 Tahanan Lateral Terkoreksi ... 43

2.4.6 Tahanan Terhadap Gaya Aksial ... 46

2.4.6.1 Umum ... 46

2.4.6.2 Tahanan Tarik Alat Pengencang ... 47

2.4.6.3 Tahanan Cabut Acuan Batang ... 47

2.4.6.4 Tahanan Cabut Terkoreksi Batang ... 48

(8)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 49

3.1.Persiapan Penelitian ... 49

3.2.Pelaksanaan Pengujian ... 49

3.2.1 Pemeriksaan Kadar Air Kayu ... 50

3.2.2 Pemeriksaan Berat Jenis ... 51

3.2.3 Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat ... 52

3.2.4 Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat ... 53

3.2.5 Pengujian Kuat Lentur Pada Penurunan Izin ... 55

3.2.6 Pengujian Kuat Geser ... 56

3.2.7 Pengujian Elastis ... 58

3.2.8 Pengujian Sambungan Kayu Memikul Momen ... 59

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 62

4.1.Hasil Penelitian ... 62

4.1.1 Hasil Pemeriksaan Physical dan Mechanical Properties ... 62

4.1.1.1 Penelitian Kadar Air ... 62

4.1.1.2 Penelitian Berat Jenis ... 63

4.1.1.3 Penelitian Kuat Tekan Sejajar Serat ... 64

4.1.1.4 Penelitian Kuat Tarik Sejajar Serat ... 65

4.1.1.5 Penelitian Elastisitas Kayu ... 66

4.1.1.6 Pengujian Kuat Lentur Kayu ... 72

4.1.1.7 Pengujian Kuat Geser Kayu ... 73

4.1.2 Kesimpulan Hasil Pengujian Physical dan Mechanical Properties ... 73

(9)

4.2.2 Menentukan Besar Beban Pada Sambungan Kayu ... 75

4.2.3 Perhitungan Kuat Lentur yang Diizinkan Pada Kayu Dengan Menggunakan Alat Sambung paku Berdiameter 5 mm ... 77

4.2.4 Perhitungan Kuat Lentur yang Diizinkan Pada Kayu Dengan Menggunakan Alat Sambung Paku Berdiameter 4,2 mm ... 81

4.2.5 Perhitungan Kuat Lentur yang Diizinkan Pada Kayu Dengan Menggunakan Alat Sambung Paku Berdiameter 3,8 mm ... 85

4.2.6 Perhitungan Lendutan ... 89

4.3.Hasil Eksperimen Sambungan Paku Memikul Momen di Laboratorium 91 4.4.Diskusi ... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

5.1.Kesimpulan ... 102

5.2.Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 104

(10)

DAFTAR TABEL

BAB I

Tidak terdapat tabel BAB II

Tabel 2.1 Nilai kuat acuan ( MPa ) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis pada kadar

air 15% ( berdasarkan PKKI NI - 5 2002 ) ... 29

Tabel 2.2 Nilai Rasio Tahanan ... 31

Tabel 2.3 Cacat Maksimum Untuk Setiap Kelas Mutu Kayu ... 31

Tabel 2.4 Jenis Keawetan Kayu di Indonesia ... 32

Tabel 2.5 Kekuatan Kayu ... 33

Tabel 2.6 Tebal Kayu yang Diperkenankan untuk Paku ... 37

Tabel 2.7 Tahanan Lateral Acuan Untuk Satu Baut Dengan Satu Irisan yang Menyambung Dua Komponen ... 40

Tabel 2.8 Kuat Tumpu Paku Untuk Berbagai Berat Jenis Kayu ... 42

Tabel 2.9 Kuat Lentur paku ... 42

Tabel 2.10 ukuran Diameter Paku ... 43

Tabel 2.11 Faktor Koreksi Layanan Basah ... 45

Tabel 2.12 Faktor Koreksi Temperatur ... 46

BAB III Tidak terdapat table BAB IV Tabel 4.1 Hasil Penelitian Kadar Air ... 62

(11)

Tabel 4.4 Hasil Penelitian Kuat Tarik Sejajar Serat ... 65

Tabel 4.5 Hasil Penelitian Elastisitas ... 66

Tabel 4.6 Tabulasi Perhitungan Tegangan Regangan Sampel I ... 67

Tabel 4.7 Tabulasi Perhitungan Tegangan Regangan Sampel II ... 68

Tabel 4.8 Tabulasi Perhitungan Tegangan Regangan Sampel III ... 70

Tabel 4.9 Hasil Pemeriksaan Kuat Geser Kayu ... 73

Tabel 4.10 Rangkuman Penelitian Mechanical Properties (PKKI 2002) ... 74

Tabel 4.11 Tahanan Lateral Acuan Satu paku pada Sambungan Dua Irisan yang Menyambung Tiga Komponen Untuk Paku Ø 5mm ... 79

Tabel 4.11 Tahanan Lateral Acuan Satu paku pada Sambungan Dua Irisan yang Menyambung Tiga Komponen Untuk Paku Ø 4,2mm ... 83

Tabel 4.11 Tahanan Lateral Acuan Satu paku pada Sambungan Dua Irisan yang Menyambung Tiga Komponen Untuk Paku Ø 3,8mm ... 83

Tabel 4.12 Sampel Kayu Utuh Secara Teoritis ... 90

Tabel 4.13 Sampel Kayu Utuh ... 92

Tabel 4.14 Sampel Kayu Dengan Pelat Kayu Sebagai Penyambung dengan Alat Sambung Paku Diameter 5 mm ... 93

Tabel 4.15 Sampel Kayu Dengan Pelat Kayu Sebagai Penyambung dengan Alat Sambung Paku Diameter 4.2 mm ... 95

Tabel 4.16 Sampel Kayu Dengan Pelat Kayu Sebagai Penyambung dengan Alat Sambung Paku Diameter 3.8 mm ... 96 BAB V

(12)

DAFTAR GAMBAR

BAB I

GambarI.1 Sampel Penelitian ... 6

BAB II Gambar 2.1 Penampang Melintang Kayu. ... 8

Gambar 2.2 Bentuk Gambar Arah Tangensial, Radial, dan Longitudinal ... 13

Gambar 2.3 Batang Kayu Menerima Gaya Tarik Sejajar Serat ... 20

Gambar 2.4 Batang Kayu Menerima Gaya Tekan Sejajar Serat ... 21

Gambar 2.5 Batang Kayu Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat ... 21

Gambar 2.6 Batang Kayu Menerima Gaya Geser Tegak Lurus Serat ... 22

Gambar 2.7 Batang Kayu Menerima Beban Lengkung ... 23

Gambar 2.8 Hubungan Antara Beban Tekan Dengan Deformasi Untuk Tarikan dan Tekanan ... 25

Gambar 2.9 Tegangan Tekan dan Tegangan Tarik ... 28

Gambar 2.10 Geometri Sambungan ... 39

Gambar 2.11 Sambungan paku 1 irisan dan 2 irisan ... 43

BAB III Gambar 3.1 Sampel Pemeriksaan Kadar Air ... 50

Gambar 3.2 Sampel Pemeriksaan Berat Jenis ... 51

Gambar 3.3 Sampel Kuat Tekan ... 53

Gambar 3.4 Sampel Kuat Tarik ... 54

Gambar 3.5 Sampel Pengujian Kuat Lentur ... 55

Gambar 3.6 Sampel Pengujian Kuat Geser ... 56

Gambar 3.7 Alat Bantu Penjepit Pengujian Geser ... 57

Gambar 3.8 Penempatan Dial dan Beban Pada Sampel ... 58

BAB IV Gambar 4.1 Grafik Tegangan Regangan Hasil Pengujian Elastisitas Sampel Kayu I ... 67

Gambar 4.2 Grafik Regresi Linear Tegangan-Regangan Sampel Kayu I ... 68

(13)

Gambar 4.5 Grafik Tegangan Regangan Hasil Pengujian Elastisitas Sampel Kayu

III ... 70

Gambar 4.6 Grafik Regresi Linear Tegangan-Regangan Sampel Kayu III ... 71

Gambar 4.7 Sambungan Kayu Dengan Menggunakan Alat Sambung Paku ... 74

Gambar 4.8 Momen Maksimum Bentang ... 75

Gambar 4.9 Sambungan Kayu Dengan Pelat Kayu Sebagai Penyambun Dengan Paku Ø5mm ... 77

Gambar 4.10 Penempatan Alat Sambung Paku Diameter 5 mm ... 77

Gambar 4.11 Sambungan Kayu Dengan Pelat Kayu Sebagai Penyambung Dengan Paku Ø4,2mm ... 81

Gambar 4.12 Penempatan Alat Sambung Paku Diameter 4,2 mm ... 82

Gambar 4.13 Sambungan Kayu Dengan Pelat Kayu Sebagai Penyambung Dengan Paku Ø3,8mm ... 85

Gambar 4.14 Penempatan Alat Sambung Paku Diameter 3,8 mm ... 86

Gambar 4.15 Grafik Hubungan Beban Dan Deformasi Kayu Utuh Secara Teoritis91 Gambar 4.16 Grafik Hubungan Beban Dan Deformasi Kayu Utuh ... 93

Gambar 4.17 Grafik Hubungan Beban Dan Deformasi Paku Diameter 5 mm ... 94

Gambar 4.18 Grafik Hubungan Beban Dan Deformasi Paku Diameter 4.2 mm ... 96

Gambar 4.19 Grafik Hubungan Beban Dan Deformasi Paku Diameter 3.8 mm ... 97

Gambar 4.20 Grafik Hubungan Beban Dan Deformasi Antara Paku Diameter 5 mm, 4.2 mm, 3.8 mm ... 98

Gambar 4.21 Grafik Hubungan Beban Dan Deformasi Antara Kayu Pejal Teoritis Dengan Kayu Pejal ,Paku Diameter 5 mm, 4.2 mm, 3.8 mm ... 98

BAB V

(14)

DAFTAR SIMBOL

1. Latar Belakang

n adalah safety factor = 2.75 Ppatah adalah beban patah

Pizin adalah beban yang diizinkan

2. Umum dan Latar Belakang

α adalah muai termal

ρ adalah berat jenis (BJ), gr/cm3 E adalah modulus elastic, kg/cm2

3. Sifat Fisis dan Mekanis

x adalah kadar lengas kayu, %

Gx adalah berat benda uji mula-mula, gr

Gku adalah berat benda uji setelah kering udara, gr

T adalah pengerutan kayu arah tangensial = ± 7 % - 10 % R adalah pengerutan kayu arah radial = ± 5%

A adalah pengerutan kayu arah aksial (longitudinal) = ± 0.1 % (sangat kecil, dapat diabaikan)

P adalah gaya luar

Ft adalah tegangan tark yang diizinkan dalam arah sejajar serat, MPa Fc adalah tegangan tekanan yang diizinkan, MPa

(15)

4. Kekuatan Kayu

σ(tk/tr) adalah tegangan tekan/tarik yang terjadi, kg/cm2 P(tk/tr) adalah beban tekan/tarik yang terjadi, kg

A adalah luas penampang yang menerima beban, cm2 Ew adalah modulus elastic lentur, MPa

Fb adalah kuat lentur, MPa

Ft// adalah kuat tarik sejajar serat, MPa Fc// adalah kuat tekan sejajar serat, MPa Fv adalah kuat geser, MPa

Fc┴ adalah kuat tekan tegak lurus serat, MPa

ρ adalah kerapatan kayu dalam kondisi basah, kg/m3 m adalah kadar air, %

G adalah berat jenis kayu

5. Alat Sambung Kayu

D adalah diameter batang paku, mm G adalah berat jenis kayu

Z adalah tahanan lateral acuan satu paku, N ts adalah tebal kayu sekunder, mm

Fe adalah kuat tumpu kayu, N/mm2

p adalah kedalaman penetrasi efektif batang alat pengencang pada komponen pemegang, mm

Fyb adalah kuat lentur paku, N/mm2

(16)

Cd adalah faktor kedalaman penetrasi Ceg adalah faktor serat ujung = 0.67

Cm adalah faktor koreksi untk sambungan paku miring = 0.83 Cdi adalah faktor koreksi untuk sambungan diafragma

CM adalah faktor koreksi layanan basah

Cf adalah faktor koreksi ukuran = 1.0 (bila mutu kayu ditetapkan secara masinal)

Ct adalah faktor koreksi temperature Cpt adalah faktor koreksi pengawetan kayu Crt adalah faktor koreksi tahan api

λ adalah faktor waktu = 1.0

Zw adalah tahanan cabut, Newtons (N) nf adalah jumlah alat pengencang Zw, adalah tahanan cabut terkoreksi

Ctn adalah faktor koreksi pada sambungan paku miring = 0.67

α adalah sudut yang dibentuk oleh beban dan permukaan kayu, dalam derajat (0ο< α < 90o)

Zu adalah gaya perlu pada sambungan

ϕz adalah faktor produksi tahanan untuk sambungan = 0.65

6. Penelitian Kayu

BJ adalah berat jenis kayu, gr/cm3

Wx adalah berat sampel kayu kering udara, gr Vx adalah volume sampel, cm3

(17)

P adalah beban tekan maksimum, kg A adalah luas bagian yang tertekan, cm2

σb adalah tegangan lentur yang terjadi, kg/cm2 L adalah panjang bentang, cm

b adalah lebar sampel, cm h adalah tinggi sampel, cm f adalah penurunan, cm

ε adalah regangan yang terjadi

7. Hasil Penelitian

Gx adalah berat sampel mula-mula, gr Gku adalah berat sampel kering, gr x adalah rata-rata sampel

xi adalah hasil penelitian sampel ke-i n adalah banyak sampel

M adalah momen yang terjadi, kgmm

Wx sama dengan Wpenyambung adalah section modulus kayu pengembang, cm3

Zmin adalah tahanan lateral acuan minimum, kg

Z,min adalah tahanan lateral acuan minimum terkoreksi, kg D adalah gaya lintang

npk adalah banyak paku F adalah luasan

(18)

DAFTAR ISTILAH

Anisotropis adalah sifat sifatnya elastis tergantung dari arah gaya terhadap serat-serat dan lingkaran tahunan. Atau tidak mempunyai sifat yang sama pada semua bidangnya sehingga tidak bisa dipakai dalam struktur kayu.

ASCE adalah singkatan dari American Society of Civil Engineers. ASTM adalah singkatan dari American Standard of Testing Materials. BS adalah singkatan dari British Standards.

BWG adalah singkatan dari Brand Welded Gauge.

Cortex adalah kulit luar kayu yang merupakan lapisan yang cukup padat dan cukup kasar, pelindung bagi pohon yang sedang tumbuh, yang berfungsi mencegah penguapan dari lapisan kambium dan kayu gubal.

Displacement adalah deformasi (penurunan/perubahan ukuran atau bentuk) yang terjadi akibat penambahan beban.

Elastisitas adalah kemampuan suatu material untuk kembali ke bentuk semula setelah gaya yang diberikan kepadanya dihilangkan.

Getas adalah suatu istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan deformasi yang terjadi sebelum patah.

Hati kayu (Medulla) merupakan pohon muda yang kemudian menjadi pusat dari pohon yang tumbuh selanjutnya, yang merupakan kompoisi lunak dari sel-sel yang sudah mati. Hati kayu terletak di pusat lingkaran tahunan.

Higrokopis adalah sifat kayu, dimana jumlah cairan yang terserap tergantung pada kelembaban dan suhu udara disekitarnya.

Isotaksis adalah kondisi dimana nilai taksis = 0 atau tidak ada perubahan taksis.

(19)

telah rusak dan ke arah dalam membentuk kayu baru. Kambium terletak di antara kulit dalam dan kayu gubal.

Kayu Gubal (Alburmum) adalah bagian dari pohon yang melingkari kayu inti, terletak di setelah dalam lapisan kambium berwarna keputih-putihan.

Kayu Teras (Hearthwood) adalah bagian dari pohon yang sudah tua yang berangsur-angsur mati sehingga tidak dapat berfungsisebagai saluran air atau zat hara dan tidak dapat berfungsi pula sebagai tempat penyimpanan hasil fotosintesis. Lapisan kayu ini berfunsi sebagai penguat pohon.

Kekakuan adalah kemampuan untuk menahan terjadinya lenturan.

Kristalinitas adalah daya menggumpal, daya beku atau kemampuan untuk mengkristal. Limit Proporsional adalah suatu titik atas batas dimana besarnya deformasi sebanding dengan besarnya bebanyang bekerja.

Lingkaran Tahun merupakan batas antara kayu terbentuk pada permulaan dan pada akhir suatu musim. Lingkaran tahun ini damat menunjukkan umur suatu pohon pada tempat tertentu.

Longitudinal adalah sejajar serat-serat.

Modulus Elastisitas adalah ukuran hubungan antara tegangan dan regangan dalam limit proporsional yang memberikan angka umum untuk menyatakan kekakuan atau elastis suatu bahan.

Ortotropis artinya mempunyai tiga bidang simetri elastis yang saling tegak lurus, yaitu longitudinal (aksial), tangensial dan radial.

Overlapping Connection adalah sambungan yang berfungsi untuk memperpanjang batang kayu.

(20)

Pembuluh adalah sel kayu yang memilika bentuk seperti pipa yang berfungsi untuk saluran air dan zat hara.

Phloem adalah kulit dalam kayu yang berada tepat di balik kulit luar sebatang pohon, di luar lapisan kambium, yang berfungsi menyampaikan makanan yang dibuat oleh daun kepada seluruh bagian kayu.

PPKI adalah singkatan dari Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia. Radial adalah tegak lurus pada cincin-cincin pertumbuhan.

Serat adalah sel kayu yang memiliki bentuk panjang langsing dan berdinding tebal serta berfungsi sebagai penguat pohon.

SNI adalah singkatan dari Standar Nasional Indonesia.

Tangensial adalah garis singgung cincin-cincin pertumbuhan.

Tegangan adalah gaya yang dalam pada material yang menahan terjadinya perubahan ukuran dan bentuk.

Trachied adalah terbanyak.

(21)

ABSTRAK

Kayu merupakan salah satu bahan konstruksi yang paling tua di dunia. Kayu dipilih sebagai bahan struktur karena strukturnya yang ringan dan hanya memerlukan peralatan yang sederhana dalam proses pengerjaannya. Selain ekonomis dan efisien , tingkat kekuatan kayu juga tidak bisa diremehkan. Kayu cukup kuat untuk menahan beban seperti bahan struktur yang lain seperti beton. Kayu memiliki kuat tekan dan kuat tarik yang relatif tinggi, serta memiliki elastisitas yang tinggi hampir setara dengan elastisitas baja , sehingga cukup lentur jika menerima beban yang berat.

Mengingat pentingnya kayu sebagai salah satu bahan konstruksi, maka perlu dilakukan penelitian tentang efektivitas sambungan kayu pada momen maksimum dengan diameter bervariasi pada balok sendi rol yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas sambungan kayu dengan diameter paku yang berbeda, berupa perbandingan hubungan antara beban (P) dan penurunan (deformasi) yang terjadi sampai beban ultimit baik secara teoritis maupun eksperimental. Sehingga dari hubungan itu akan diperoleh berapa besar beban patah untuk setiap sampel.

Pada penelitian yang dilakukan ini, bahan sambungan yang akan digunakan adalah kayu dengan alat penyambung paku dengan diameter yang bervariasi yaitu Ø5 mm, Ø4,2 mm, dan Ø3,8 mm. Ketiganya akan dibandingkan dengan menggunakan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002). Sehingga nantinya akan didapat hubungan antar beban (P) dan penurunan (deformasi) sampai pada beban ultimit pada tiap-tiap variasi diameter paku serta mendapatkan faktor keamanan sambungan. Penelitian menggunakan metode ekperimen di laboratorium dan membandingkannya dengan analisa teori.

Dari hasil penelitian didapat bahwa kayu durian terletak pada kode mutu E10 dengan Elastisitas Lentur 11000 Mpa, kuat tekan sejajar serat 160,845 kg/cm2, berat jenis 0,4197 gr/cm3 dan kadar air 22,38%. Serta diperoleh efektivitas sebesar 47,06% pada sambungan kayu dengan alat sambung paku berdiameter 4,2 mm dan 3,8 mm, sedangkan pada sambungan kayu dengan alat sambung paku berdiameter 5 mm diperoleh efektivitas sebesar 41,17%.

(22)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Kayu merupakan salah satu bahan konstruksi yang paling tua di dunia. Kayu dipilih sebagai bahan struktur karena strukturnya yang ringan dan hanya memerlukan peralatan yang sederhana dalam proses pengerjaannya. Selain ekonomis dan efisien , tingkat kekuatan kayu juga tidak bisa diremehkan. Kayu cukup kuat untuk menahan beban seperti bahan struktur yang lain seperti beton. Kayu memiliki kuat tekan dan kuat tarik yang relatif tinggi, serta memiliki elastisitas yang tinggi hampir setara dengan elastisitas baja , sehingga cukup lentur jika menerima beban yang berat ( Awaludin, Ali.2005).

Sama halnya seperti di negara lain , kayu juga masih menjadi pilihan utama di Indonesia. Kayu biasa dimanfaatkan untuk keperluan bangunan gedung, rumah tinggal, jembatan, bantalan kereta api dan lain-lainnya. Selain ditinjau dari tingkat kekuatannya yang tinggi dari segi arsitektur, bangunan dari kayu dinilai mempunyai nilai estetika yang tinggi. Dalam perkembangannya, penggunaan kayu sebagai bahan struktur harus dapat dimanfaatkan secara maksimal dan ekonomis, maka aturan perencanaan telah ditetapkan agar keamanan tetap terjamin.

(23)

sedikit, persedian bahan kayu tetap akan selalu ada di alam selama pelestarian sumber dayanya tetap terjaga dan dapat dilestarikan dengan baik.

Kendala pemanfaatan kayu secara optimal saat ini adalah sifat durabilitas kayu yang berpengaruh pada tingkat kualitas kayu tersebut. Sifat kayu yang dapat mengalami kerusakan akibat diserang hama dan penyakit, seperti serangan jamur dan serangga. Selain itu kerusakan yang ditimbukan oleh penebang liar (illegal logging) telah menyebabkan kelangkaan kayu yang berkualitas baik.

Di dalam perencanaan konstruksi kayu, kita harus mengetahui teknik penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi yang terdiri atas (Yap, Felix. 1992):

a. Pengetahuan terhadap sifat-sifat kayu serta faktor- faktor yang mempengaruhinya.

b. Sambungan dan alat penyambung. c. Pengawetan.

Alat – alat penyambung pada konstruksi kayu ada 5 macam yaitu : 1. Dengan sambungan paku

2. Dengan sambungan baut

3. Dengan sambungan baut cacing 4. Dengan sambungan pasak 5. Dengan sambungan perekat

(24)

Efektifitas suatu alat sambung dapat diukur berdasarkan kuat dukung yang disumbangkan oleh sambungan dibandingkan dengan kuat ultimit kayu yang disambungnya.

Karakteristik dalam konstruksi kayu adalah juga adanya deformasi atau pergeseran pada sambungan. Maka untuk sambungan kayu tidaklah cukup hanya dengan memandang beban patah tapi juga perlu mengetahui pergeseran-pergeseran yang harus dibatasi.

Dalam hal ini yang akan ditinjau adalah sambungan yang memikul gaya momen pada sambungan antar kayu dengan kayu dengan alat sambung paku yang bervariasi yaitu Ø3.8 mm, Ø4.2 mm, dan Ø5 mm. Sehingga nantinya akan diketahui hubungan antara beban (P) dan penurunannya (deformasi) baik secara eksperimental maupun secara teoritis dengan menggunakan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002).

1. 2. Perumusan Masalah

(25)

1. 3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dari tugas akhir ini adalah :

1. untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik kayu durian meliputi kadar air, berat jenis, elastisitas kayu, kuat tekan sejajar serat kayu, kuat tarik dan kuat geser kayu

2. merencanakan sambungan kayu dengan alat penyambung paku

3. Mengetahui efektivitas sambungan kayu dengan diameter paku yang berbeda berupa perbandingan hubungan antara beban (P) dan penurunan (deformasi) yang terjadi sampai beban ultimit baik secara teoritis eksperimental. Sehingga dari hubungan itu akan diperoleh berapa besar beban patah untuk setiap sampel.

1. 4. Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah yang diambil untuk mempermudah penyelesaian adalah :

1. Bahan bersifat linear elastis.

2. Kayu bersifat homogen dan ortotropis.

3. Kayu yang digunakan adalah kayu durian dengan tidak memperhitungkan apakah kayu tersebut diawetkan atau tidak (disesuaikan dengan kondisi dilapangan)

4. Alat sambung yang digunakan adalah paku beton

5. Variasi paku yang digunakan adalah Ø3.8 mm, Ø4.2 mm, dan Ø5 mm. 6. Dimensi lebar yang disambung dibatasi sebesar dua kali dimensi

(26)

7. Sambungan yang digunakan adalah sambungan antar kayu dengan kayu. 8. Perhitungan teoritis berdasarkan Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia

(PKKI NI-5 2002).

1. 5. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah metode penelitian laboratorium yaitu :

1. Penyediaan bahan uji.

2. Pengujian physical dan mechanical properties kayu meliputi : a. Berat jenis kayu yang dipakai.

b. Kadar air dari kayu yang dipakai.

c. Tegangan tekan izin sejajar serat kayu (Ft). d. Tegangan lentur izin (Fb).

e. Elastisitas lentur kayu (Fw).

3. Pengujian kayu tanpa sambungan memikul momen dengan menggunakan dial deformasi.

(27)

GambarI.1 Sampel Penelitian

1/2 P 1/2 P

1/2 P 1/2 P

1/2 P 1/2 P

Plat Kayu Kayu

Plat Kayu

Kayu

Plat Kayu Kayu Kayu

(28)

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Umum

Kayu merupakan salah satu bahan material struktur yang telah lama dikenal masyarakat. Kayu sebagai hasil utama hutan akan etap terjaga keberadaanya selama hutan dikelolah secara lestari dan berkesinambungan. Bila dibandingkan dengan material struktur lain, material kayu memiliki berat jenis yang ringan dan proses pengerjaannya dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana dan ringan. Sebagai bahan dari alam, kayu dapat terurai secara sempurna sehingga tidak ada limbah pada konstruksi kayu ( enivronmental friendly ) ( Awaludin, Ali dan Inggar Septhia Irawati.2005).

Sifat dan kekuatan kayu berbeda satu sama lain tergantung dari jenis kayu yang akan ditinjau. Sifat yang dimaksud antara lain yang berkaitan dengan sifat anatomi kayu, sifat fisis, sifat mekanis dan sifat kimia. Kekuatan kayu tergantung dari berat jenis kayu itu sendiri, sedangkan kekuatan baja tidak tergantung dari berat jenis nya.

Kayu adalah bahan yang didapat dari tumbuh – tumbuhan dialam termasuk vegetasi hutan. Tumbuhan yang dimaksud disini adalah pohon (tree). Pohon berbeda dengan tanaman (plant). Dari tanaman tidak menghasilkan kayu. Kayu sebenarnya adalah daging pohon. Kayu memiliki empat unsur yang esensiil yaitu :

1. Sellulosa. Unsur terbesar dari kayu meliputi ± 70 % dari berat kayu. Bagian yang disebut Alpha selulosa adalah dasar pembuat kayu.

(29)

3. Bahan – bahan ekstraksi. Komponen ini yang memberikan kayu sifat – sifat seperti warna, bau, rasa dan keawetan.

4. Mineral Pembentuk Abu. Komponen ini tertinggal setelah selulosa dan lignin terbakar habis.

Materi mengenai kayu dimulai dari sebatang pohon hidup dan dengan meneliti tahap – tahap penebangan, pengubahan, dan pengeringan. Kesemua ini mempersiapkan kayu sehingga dapat digunakan seorang tukang. Berikut akan di uraikan bagian – bagian kayu yang terlihat pada potongan melintang kayu yaitu :

C D C

A.Kulit luar B.Kulit Dalam C.Kayu Gubal D.Kayu Teras E.Kambium F.Hati Kayu

G.Lingkaran Tahun H.Jari - Jari

I.Kayu Awal J.Kayu Akhir

(30)

2. 1. 1 Kulit Kayu

a. Kulit Dalam ( Phloem )

Kulit dalam berada tepat dibalik kulit luar sebatang pohon, diluar lapisan kambium, yang berfungsi menyampaikan makanan dari daun keseluruh bagian kayu.

b. Kulit Luar ( Cortex )

Kulit luar merupakan pelindung bagi pohon yang sedang tumbuh, yang berfungsi mencegah penguapan dari lapisan cambium dan kayu gubal (Frick, Heinz. 1982). Kulit kayu terdiri dari sel – sel berbentuk pembuluh – pembuluh dan mendapatkan makanan dari kulit dalam. Apabila pohon tumbuh keluar, kulit luar akan pecah dan digantikan oleh lebih banyak kulit luar yang disalurkan oleh kulit dalam. Adakalanya, dengan terbentuknya kulit luar yang baru, kulit luar lama yang telah mati terlepas dari pohon.

2. 1. 2 Kambium

(31)

2. 1. 3 Kayu

1. Kayu Gubal ( Alburmum )

Kayu Gubal merupakan bagian dari pohon yang melingkari kayu inti. Terdiri dari sel – sel yang masih hidup. Sel – sel kayu gubal membawakan air dan garam – garam mineral ke dahan yang selanjutnya menuju daun, untuk diubah sebagai sumber makanannya dan sekaligus berfungsi sebagi tempat menyimpan makanan. Kayu gubal tidak begitu berharga sebagai kayu pertukangan. Hal ini disebabkan karena adanya zat – zat tepung didalam sel – selnya yang dapat menyebabkan kayu tersebut mudah diserang serangga dan mudah lapuk. Tebal lapisan kayu gubal bervariasi menurut jenis pohon antara 2 cm sampai 10 cm dan relatif tetap sepanjang hidup pohon ( Frick, Heinz. 1982).

2. Kayu Teras

Terdiri dari sel – sel yang sudah tua atau mati. Kayu teras ini awalnya adalah kayu gubal yang menua sehingga tidak bisa berfungsi sebagai penyalur cairan atau zat hara dan sebagai penyimpanan hasil fotosintesis. Pada kayu teras dapat mengandung berbagai zat – zat ekstraksi yang memberikan warna gelap. Hal ini berlaku untuk jenis – jenis kayu yang terasnya berisi tiloses. Pada beberapa jenis tertentu kayu teras banyak mengandung bahan – bahan ekstraktif, yang memberikan keawetan pada kayu tersebut. Untuk keperluan konstruksi yang dimanfaatkan adalah kayu teras (Frick, Heinz. 1982).

2.1.4 Hati Kayu ( Medulla )

(32)

pusat dari pohon yang tumbuh selanjutnya, yang merupakan komposisi lunak dari sel – sel yang sudah mati. Hati kayu bersifat rapuh atau lunak, sehingga tidak berguna sebagai kayu pertukangan (Frick, Heinz. 1982).

2.1.5 Lingkaran Tahun ( Annual Ring )

Kondisi pertumbuhan suatu pohon ditentukan oleh lingkungan tumbuh yaitu iklim. Pada daerah yang mempunyai perbedaan musim yang jelas pengaruh iklim terhadap pertumbuhan dapat terlihat adanya perbedaan antara kayu yang terbentuk pada permulaan dan pada akhir musim. Perbedaan ini menunjukkan zona – zona berupa lingkaran yang mengelilingi sumbu batang, bagian yang renggang berwarna terang dan yang lebih rapat berwarna gelap secara bergiliran yang kedua – duanya terjadi pada periode satu tahun. Zona – zona yang berbentuk lingkaran ini yang disebut dengan lingkaran tahun. Pada musim kering, pertumbuhan diameter (membesar) terganggu disebabkan adanya pengguguran daun. Sehingga lingkaran tahun dapat terdiri lebih dari satu lingkaran tahun dalam satu musim yang sama. Hal ini disebut lingkaran semu. Lingkaran tahun ini dapat menunjukkan umur suatu pohon pada tempat tertentu (Frick, Heinz. 1982).

2.1.6 Jari – Jari Kayu

(33)

2.2 Sifat – sifat Kayu

Kayu berasal dari beberapa jenis pohon memiliki sifat yang berbeda – beda. Bahkan, kayu dari satu jenis pohon yang sama memiliki sifat agak berbeda jika dibandingkan ujung dengan pangkalnya. Maka dari itu, kita sebagai pengguna kayu sedikit banyak harus mengetahui ciri – ciri dan sifat – sifat kayu. Beberapa sifat kayu yang dimaksud meliputi sifat kayu secara umum, sifat fisis, sifat mekanis dan sifat kimia kayu.

2. 2. 1 Sifat Umum

Meskipun sifat kayu antara satu pohon dengan pohon lain bahkan untuk satu jenis pohon berbeda namun ada beberapa sifat umum yang sama dimiliki hampir setiap jenis kayu. Sifat umum tersebut antara lain adalah :

a. Semua batang pohon mempunyai pengaturan vertikal dan sifat simetri radial.

(34)

Gambar 2.2 Bentuk Gambar Arah Tangensial, Radial dan Longitudinal ( Sumber : Awaluddin, ali. 2005. Konstruksi Kayu. KTSM UGM : Yogyakarta )

c. Kayu bersifat higroskopis dimana jumlah cairan yang terserap tergantung pada kelembaban dan suhu udara di sekitar.

d. Kayu dapat terserang makhluk perusak kayu dan dapat terbakar apalagi dalam keadaan kering.

2.2.2 Sifat fisis

Sifat fisis dari kayu meliputi : a. Berat jenis kayu

Berat jenis kayu biasanya berbanding lurus dengan kekuatan dari pada kayu atau sifat – sifat mekanisnya. Makin tinggi berat jenis suatu kayu maka makin tinggi pula kekuatannya. Mengingat kayu terbentuk dari sel – sel yang memiliki bermacam – macam tipe, memungkinkan terjadinya suatu penyimpangan tertentu. Pada perhitungan berat jenis kayu semestinya berpangkal pada keadaan kering udara, yaitu sekering – keringny tanpa pengeringan buatan.

(35)

tersebut. Berat jenis diperoleh dengan cara menimbang suatu benda pada suatu timbangan dengan tingkat keakuratan yang diperlukan. Untuk praktisnya, digunakan timbangan dengan ketelitian 20%, yaitu sebesar 20 gr/kg. Sedangkan untuk menentukan volume, ada beberapa cara untuk memperoleh besarnya volume suatu benda. Cara yang umum dan mudah dilakukan adalah dengan mengukur panjang, lebar dan tebal suatu benda dan mengalikan ketiganya.

Untuk kayu, sebaiknya ukuran sampel tidak kurang dari ukuran dari 7.5 cm x 5 cm x 2.5 cm, tetapi bila ukuran sampel kurang dari tersebut, maka cara yang digunakan untuk mendapatkan volume adalah dengan metode pencelupan. Pada metode ini penggunaan pan berisi air yang diletakkan pada timbangan ayun. Kemudian timbangan diseimbangkan dengan meletakkan pemberat pada sisi lainnya. Sampel lalu dimasukkan kedalam pan dan dibenamkan kedalam air. Diatur agar air tidak keluar dari dalam pan, dan diatur juga agar sampel tidak menyentuh sisi – sisi samping dan bawah pan dengan memasang jarum sebagai kaki – kaki sampel. Seimbangkan timbangan dengan menambah pemberat pada sisi lain. Berat pemberat yang ditambahkan untuk mencapai keseimbangan ( dalam Gr ) adalah sama dengan nilai volume sampel ( dalam cm3 ).

(36)

parafin. Kelebihan parafin pada permukaan yang dihaluskan dan diratakan sehingga permukaan parafin tidak terlalu tebal.

Berat jenis juga didefenisikan berat jenis relative benda tersebut terhadap berat jenis standard, dalam hal ini berat jenis air dalam gr / cm3. Air dipakai sebagai bahan standard karena berat 1 cm3 adalah 1 gr. Dapatlah dikatakan bahwa berat jenis suatu benda adalah berat benda tersebut relatif terhadap berat jenis standard yaitu air.

b. Kadar air ( kadar lengas ) kayu

Kayu sebagai bahan bangunan dapat mengikat air dan juga dapat melepaskan air yang dikandungnya. Keadaan seperti ini tergantung pada kelembaban suhu udara disekelilingnya dimana kayu itu berada.

Kayu mempunyai sifat peka terhadap kelembaban. Karena pengaruh kadar airnya menyebabkan mengembang dan menyusutnya kayu serta mempengaruhi pula sifat – sifat fisik dan mekanis kayu. Kadar air sangat besar pengaruhnya terhadap kekuatan kayu, terutama daya pikulnya terhadap tegangan desak sejajar arah serat dan juga tegak lurus arah serat kayu.

(37)

Pada umumnya kayu – kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai kadar air (kadar lengas) antara 12 % - 18 %, atau rata – rata adalah 15 %. Jika berat dari benda uji tersebut menunjukkan angka yang terus menerus menurun, maka kayu belum dikategorikan kering udara ( masih dalam keadaan basah). Untuk menentukan secara kasar apakah kadar lengas kayu sudah di bawah 30 % atau belum, bisa digunakan rumus pendekatan seperti di bawah ini :

�=1,15 �� − ���

��� × 100%

Dimana : x = Kadar lengas kayu

= Berat benda uji mula-mula

�� = Berat benda uji setelah kering udara

Jika berat benda uji sudah menunjukkan angka yang konstan, berarti kayu tersebut bisa dianggap kering udara, sehingga kadar lengas kayu dapat diperoleh dengan cara :

�=��− ���

��� × 100%

c. Cacat kayu

Cacat kayu dapat mempengaruhi kekuatan kayu, bahkan kayu yang cacat tersebut tidak dapat dipegunakan untuk bahan konstruksi. Cacat kayu yang sering kali terjadi adalah retak ( Cracks ), mata kayu ( Knots ), dan kemiringan serat (

slope of grain ). Retak disebabkan karena terjadi proses penyusutan pada kayu. Pada kayu yang tipis retak terjadi lebih besar yang dinamakan dengan belah ( Split

(38)

pembelokan arah serat sehingga menurunkan kekuatan kayu. Sedangkan kemiringan serat terjadi karena tidak sesuainya sumbu batang kayu dengan sumbu pohon pada saat pemotongan atau penggergajian.

d. Warna kayu

Warna kayu bermacam – macam seperti kuning, coklat muda, coklat tua, kehitam - hitaman, kemerahan dan lain – lain. Kadang kala warna kayu dapat dengan mudah mengidentifikasi jenis kayu tersebut. Pada pengenalan kayu, warna kayu yang dipakai adalah warna kayu terasnya. Warna kayu dapat berbeda karena dipengaruhi zat ekstraktif yang dikandung kayu dan dipengaruhi oleh faktor – faktor seperti tempat di dalam pohon, umur pohon dan kelembaban. e. Serat, tekstur dan kesan raba

(39)

Tekstur ialah ukuran relatif serat – serat kayu. Berdasarkan teksturnya, jenis kayu digolongkan ke dalam : kayu bertekstur halus, kayu bertekstur sedang dan bertekstur kasar.

Kesan raba adalah kesan yang diperoleh pada saat kita meraba permukaan kayu. Ada yang terasa kasar, licin atau halus. Kesan raba yang berbeda – beda untuk tiap – tiap kayu bergantung pada tekstur kayunya, besar kecilnya kadar air yang dikandung dan kadar zat ekstraktif di dalam kayu.

f. Kekerasan

Terdapat hubungan langsung antara kekerasan kayu dengan berat kayu. Kayu – kayu yang keras termasuk kayu – kayu yang berat dan kayu yang lunak termasuk kayu yang ringan. Cara menetapkan kekerasan kayu dengan memotong kayu arah melintang. Kayu yang keras akan sulit dipotong dengan pisau dan hasilnya akan memberikan kilauan pada kayu sedangkan kayu yang lunak akan mudah rusak jika dipotong melintang.

g. Bau dan rasa

Bau dan rasa ini sifatnya mudah hilang. Untuk mengetahui bau dan rasa harus dilakukan sayatan kayu yang baru. Sifat bau dari kayu dapat digambarkan sesuai dengan bau yang umum dikenal. Seperti kayu Ulim bau bawang putih. h. Nilai dekoratif

(40)

i. Pengerutan dan pengembangan kayu

Pengerutan dan pengembangan kayu dimaksudkan adalah suatu keadaan perubahan bentuk pada kayu yang disebabkan oleh tegangan – tegangan dalam, sebagai akibat dari berkurangnya atau bertambahnya kadar air kayu. Pengerutan terjadi karena dinding – dinding maupun isi sel kehilangan sebagian besar kadar airnya, ini juga terjadi pada serat – seratnya. Begitu pula sebaliknya, besarnya pengerutan maupun pengembangan pada berbagai jenis kayu dan arah kayu adalah tidak sama.

T = Pengerutan kayu arah tangensial ± 7 % - 10 % R = Pengerutan kayu arah radial ± 5 %

A = Pengerutan kayu arah aksial ( longitudinal ) ± 0.1 % ( sangat kecil, dapat diabaikan)

Pengerutan kayu dalam arah lingkaran – lingkaran pertumbuhan ( tangensial ) lebih besar daripada arah radial, karena dapat ditemui bahwa di sebelah luar batang, sel – selnya masih muda dan banyak mengandung kadar air.

Pada pengeringan batang kayu glondong, keliling mengerut hampir dua kali jari – jari yaitu sebanyak garis tengah, sehingga terjadi rengat – rengat pengeringan. Jika pada batang yang belum dikeringkan ( basah ) digergaji menjadi papan atau balok akan melipat atau melentur.

Secara teoritis, besarnya pengerutan berbanding lurus dengan banyaknya air yang keluar setelah dikeringkan. Contohnya, bila suatu batang kayu

(41)

tangensial dalam persen (%) adalah:

2.2.3 Sifat Mekanis Kayu

Sifat mekanis kayu merupakan kemampuan kayu untuk menahan muatan luar, yaitu perlawanan yang diberikan suatu jenis kayu terhadap perubahan bentuk yang disebabkan oleh gaya luar. Sifat – sifat mekanis kayu meliputi :

a. KeteguhanTarik

Keteguhan tarik merupakan kekuatan kayu atau daya tahan untuk menahan gaya – gaya yang berusaha menarik kayu tersebut. Kekuatan tarik pada kayu adalah pada sejajar serat. Gaya tarik ini berusaha melepas ikatan antara serat – serat kayu tersebut. Sebagai akibat dari gaya tarik (P), maka timbullah di dalam kayu tegangan – tegangan tarik, yang harus berjumlah sama dengan gaya – gaya luar P. Bila gaya tarik ini membesar sedemikian rupa, serat – serat kayu terlepas dan terjadilah patahan. Dalam suatu konstruksi bangunan, hal ini tidak boleh terjadi untuk menjaga keamanan.

Tegangan tarik yang masih diizinkan dimana tidak tmenimbulkan suatu perubahan atau bahaya pada kayu, disebut tegangan tarik yang diizinkan dengan notasi � ( Mpa). Misalnya, untuk kayu dengan mutu E26 tegangan tarik yang diizinkan dalam arah sejajar serat adalah 60 Mpa.

(42)

b. KeteguhanTekan

Keteguhan tekan / kompresi adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap gaya – gaya tekan yang bekerja sejajar atau tegak lurus serat kayu (Jopie F.Dumanauw, 2001).Gaya tekan yang bekerja sejajar serat kayu akan menimbulkan bahaya tekuk pada kayu tersebut. Sedangkan gaya tekan yang bekerja tegak lurus arah serat akan menimbulkan retak pada kayu.

Gambar 2.4 Batang kayu menerima gaya tekan sejajar serat

Batang – batang yang panjang dan tipis seperti papan, bahaya kerusakan karena menerima gaya tekan sejajar serat adalah lebih besar, jika dibandingkan dengan gaya tekan tegak lurus serat kayu. Sebagai akibat adanya gaya tekan ini akan menimbulkan tegangan tekan pada kayu. Tegangan tekan yang terbesar dimana tidak menimbulkan adanya bahaya disebut tegangan tekan yang diizinkan, dengan notasi � (Mpa).

Gambar 2.5 Batang kayu menerima gaya tekan tegak lurus serat

P

Serat Kayu P

P P

(43)

c. Keteguhan Geser

Keteguhan geser adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua gaya – gaya tekan yang bekerja padanya, kemampuan kayu untuk menahan gaya – gaya yang menyebabkan bagian kayu tersebut bergeser atau tergelincir dari bagian lain di dekatnya (Jopie F.Dumanauw, 2001). Akibat gaya geser ini, maka akan timbul tegangan geser pada kayu. Dalam hal ini dibedakan 3 macam keteguhan geser, yaitu keteguhan geser sejajar serat, keteguhan geser tegak lurus serat dan keteguhan geser miring. Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan bahaya pada pergeseran serat kayu disebut tegangan geser yang diizinkan, dengan notasi � ( Mpa).

Gambar 2.6 Batang kayu yang menerima gaya geser tegak lurus arah serat � (Mpa)

d. Keteguhan Lengkung ( Lentur )

Keteguhan lengkung ( lentur ) adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap gaya – gaya yang berusaha melengkungkan kayu tersebut. Dalam hal ini dibedakan atas keteguhan lengkung statik dan keteguhan lengkung pukul. Keteguhan lengkung statik menunjukkan kekuatan kayu dalam menahan gaya yang mengenainya perlahan–lahan, sedangkan keteguhan lengkung pukul adalah kekuatan kayu dalam menahan gaya yang mengenainya secara mendadak. Balok

Gaya Geser

P

(44)

kayu yang terletak pada dua tumpuan atau lebih, bila menerima beban berlebihan akan melengkung / melentur.

Gambar 2.7 Batang kayu yang menerima beban lengkung

Pada bagian sisi atas balok akan terjadi tegangan tekan dan pada sisi bawah akan terjadi tegangan tarik yang besar . Akibat tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan kayu maka akan terjadi regangan yang cukup berbahaya.

e. Keteguhan Belah

Keteguhan belah adalah kemampuan kekuatan kayu dalam menahan gaya – gaya yang berusaha membelah kayu. Kayu lebih mudah membelah menurut arah sejajar serat kayu (Jopie F.Dumanauw, 2001). Keadaan kayu juga mempengaruhi sifat pembelahan, misalnya kayu yang basah lebih mudah dibelah daripada kayu yang telah kering.

f. Kekuatan, keuletan dan kekakuan

Kekuatan adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya luar atau beban yang bekerja pada kayu agar tidak mengalami perubahan bentuk. Keuletan artinya kemampuan kayu menyerap sejumlah tenaga yang relatif besar atau tahan

P

Tertekan Tertekan

Tertarik

(45)

terhadap kejutan – kejutan atau tegangan – tegangan yang berulang – ulang yang melampaui batas proporsional serta mengakibatkan perubahan bentuk yang permanen. Sedangkan kekakuan adalah ukuran kekuatan kayu dalam menahan gaya yang membuat takik atau lekukan.

2.3 Tegangan Bahan Kayu

Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu adalah kemampuan bahan untuk mendukung beban luar atau beban yang berusaha merubah bentuk dan ukuran bahan tersebut. Akibat beban luar yang bekerja ini menyebabkan timbulnya gaya – gaya dalam pada bahan yang berusaha menahan perubahan ukuran dan bentuk bahan. Gaya dalam ini disebut dengan tegangan yang dinyatakan dalam Pound / ft2 . Dibeberapa negara satuan tegangan ini mengacu ke sistem Internasional ( SI ) yaitu N / mm2.

Perubahan ukuran atau bentuk ini dikenal sebagai deformasi atau regangan. Jika tegangan yang bekerja kecil maka regangan atau deformasi yang terjadi juga kecil dan jika tegangan yang bekerja besar maka deformasi yang terjadi juga besar. Jika kemudian tegangan dihilangkan maka bahan akan kembali kebentuk semula. Kemampuan bahan untuk kembali kebentuk semula tergantung pada besar sifat elastisitasnya. Jika tegangan yang diberikan melebihi daya dukung serat maka serat – serat akan putus dan terjadi kegagalan atau keruntuhan.

(46)

Gambar 2.8 Hubungan antara beban tekan dengan deformasi untuk tarikan dan tekanan

Kayu memiliki beberapa tegangan, pada satu jenis tegangan nilainya besar dan untuk jenis tegangan yang lain nilainya kecil. Sebagai contoh tegangan tekan cenderung memperpendek kayu sedangkan tegangan tarik akan memperpanjang kayu. Biasanya kayu akan menderita kombinasi dari beberapa tegangan yang terjadi secara bersamaan meski salah satu jenis tegangan lebih mendominasi. Kemampuan untuk melentur bebas dan kembali kebentuk semula tergantung kepada elastisitas, dan kemampuan untuk menahan terjadinya perubahan bentuk disebut dengan kekakuan.

Modulus elastisitas adalah ukuran hubungan antara tegangan dan regangan dalam limit proporsional yang memberikan angka umum untuk menyatakan kekakuan atau elastis suatu bahan. Semakin besar modulus elastisitas kayu, maka kayu tersebut semakin kaku.

(47)

Dalam mencari karakteristik kekuatan kayu ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, dengan pengujian langsung di lapangan. Kedua, dengan penelitian. Karena pelaksanaan pengujian di lapangan memerlukan biaya yang besar maka pengujian dengan penelitian merupakan alternatif pemilihan.

Pada penelitian ada 2 (dua) jenis pengujian yang dapat dilakukan. Pengujian dengan menggunakan sampel kecil dan pengujian kayu sebagai struktural. Pengujian dengan menggunakan sampel penting untuk tujuan komparatif, yang memberikan indikasi bahwa sifat-sifat kekuatan setiap jenis-jenis kayu berbeda. Karena pengujian dirancang untuk menghindari pengaruh kerusakan lain, sehingga hasilnya tidak menunjukkan beban aktual yang mampu diterima dan faktor yang harus digunakan untuk mendapatkan tegangan kerja yang aman. Pengujian kayu dengan bentuk struktural lebih mendekati kondisi penggunaan yang sebenarnya. Secara khusus dianggap penting karena dapat mengamati kerusakan seperti pecah-pecah. Kelemahan pada pengujian ini adalah memerlukan biaya yang besar dan pekerjaannya sulit karena membutuhkan kayu dalam jumlah yang besar dan butuh waktu yang lebih lama. Selain itu, faktor pemilihan bahan dalam ukuran yang besar dengan kualitas yang seragam menjadi sangat penting dibandingkan dengan pemilihan sampel dalam ukuran kecil.

(48)

dibutuhkan untuk mengeliminasi faktor-faktor yang dapat membuat variasi sifat kekuatan.

Pengujian dengan sampel kecil dari jenis-jenis kayu yang berbeda-beda kini telah dilakukan, dan banyak batasan data yang diperoleh. Angka-angka yang diterbitkan untuk kayu yang berbeda-beda dapat dibandingkan dengan metode pengujian yang telah distandarkan. Angka-angka ini sendiri dapat dipakai dalam memperhitungkan tegangan kerja karena faktor koreksi telah diperhitungkan.

Umumnya secara empiris hanya sedikit karakteristik kekuatan kayu yang diketahui. Sebagai contoh adalah kualitas kayu oak, kayu jati, dan kayu damar sebagai bahan struktur. Hasil pengujian berdasarkan nilai tegangan dan regangan dari kayu tersebut. Nilai tegangan diperoleh dari besarnya beban per luas penampang yang dibebani, dinyatakan dalam N/mm², atau :

Dan regangan didefinisikan sebagai deformasi per ukuran semula yaitu :

(49)

akibat adanya gaya dalam pada material yang berusaha menahan beban tarikan yang terjadi. Kemampuan maksimum material menahan tarikan adalah sebagai sebagai tegangan tarik (lihat Gambar II.9).

Gambar 2.9 Tegangan tekan dan tegangan tarik

Tegangan yang bekerja :

. . . ( 2. 1 )

Dimana : σ(tk/tr) = Tegangan tekan/tarik yang terjadi (kg/cm²) P(tk/tr) = Beban tekan / tarik yang terjadi (kg)

A = Luas penampang yang menerima beban (cm²)

Secara teoritis, semakin ringan kayu maka semakin kurang kekuatannya, demikian juga sebaliknya. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang berat sekali juga kuat sekali. Kekuatan, kekerasan dan sifat teknik lainnya adalah berbanding lurus dengan berat jenisnya. Tentunya hal ini tidak terlalu sesuai, karena susunan dari kayu tidak selalu sama.

Tarikan

Teg. Tarik

Tekanan

(50)

2.3.1 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis

Pemilahan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku. Berdasarkan modulus elastis lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti tabel II.1. Kuat acuan yang berbeda dengan Tabel II.1 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar-standar eksperimen yang baku

Tabel 2.1 Nilai Kuat Acuan (MPa) Berdasarkan Atas Pemilahan Secara Mekanis pada Kadar Air 15 % (Anonim, 2002 )

KODE

Dimana : Ew = Modulus Elastisitas Lentur Fc// = Kuat tekan sejajar serat Fb = Kuat Lentur Fv = Kuat geser

(51)

2.3.2 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Visual

Pemilahan secara visual harus mengikuti standar pemilahan secara visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan atas pengukuran berat jenis, maka kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat dapat dihitung dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Kerapatan ρ pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya lebih kecil dari 30 %) dihitung dengan mengikuti prosedur baku. Gunakan satuan kg/m³ untuk ρ.

b. Kadar air, m % ( m < 30 ), diukur dengan prosedur baku. c. Hitung berat jenis pada m % ( Gm ) dengan rumus :

G m = ρ / [1000 (1 + m /100)] ... ( 2. 2 )

d. Hitung berat jenis dasar ( Gb ) dengan rumus :

G b = Gm/ [1 + 0,265 a G m ] dengan a = ( 30 – m ) / 30... ( 2.3 )

e. Hitung berat jenis pada kadar air 15 % ( G15 ) dengan rumus :

G15 = G b/ (1 – 0,133 G b)...( 2.4 )

f. Hitung estimasi kuat acuan, dengan modulus elastisitas lentur (Ew) = 16500 G0.7, dimana G : Berat jenis kayu pada kadar air 15 % = G15.

(52)

Tabel 2. 2 Nilai Rasio Tahanan

KELAS MUTU NILAI RASIO TAHANAN

Tabel 2. 3 : Cacat Maksimum Untuk Setiap Kelas Mutu Kayu

Macam Cacat Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C Mata kayu :

Terletak di muka lebar Terletak di muka sempit Retak

Cacat lain ( lapuk, hati rapuh, retak melintang )

(53)

Secara umum ada 2 kelas kayu (Anonim. 1973. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia NI-5 PKKI 1961 ) antara lain:

a. Kelas awet (Durability) dan Kelas kuat

Jenis keawetan kayu di Indonesia telah dibagi dalam 5 kelas awet.(lihat tabel 2.4)

Kelas awet I II III IV V

a. Selalu berhubungan dengan tanah lembab b. hanya terbuka terhadap

angin dan iklim tetapi dilindungi terhadap

d. Seperti diatas (c) tetapi dipelihara yang baik, selalu dicat dan sebagainya

e. Serangan oleh rayap

(54)

Kekuatan kayu telah dibagi dalam lima kelas kuat didasarkan kepada jenis kayu tersebut (lihat tabel 2.5).

Kelas kuat Berat jenis Kekuatan lentur Mutlak (Kg / cm²)

Angka – angka tersebut diatas hanya mengenai daerah – daerah tropika. Dalam daerah pegunungan dengan iklimnya yang lebih sejuk, keawetan kayu lebih tinggi dari pada yang telah disebutkan.

2.4 AlAT SAMBUNG KAYU 2.4.1 Umum

(55)

Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya kekuatan sambungan kayu menurut ( Awaludin, Ali. 2005 ) adalah :

1. Pengurangan luas tampang.

Pemasangan alat sambung sepertu baut, pasak dan gigi menyebabkan luas efektif tampang berkurang sehingga kekuatannya juga menjadi rendah jika dibanding dengan kayu yang penampang utuh.

2. Penyimpangan arah serat.

Pada buhul sering terdapat gaya yang sejajar serat pada satu batang tetapi tidak dengan batang kayu yang lain. Karena kekuatan kayu yang tidak sejajar serat lebih kecil maka kekuatan sambungan harus didasarkan pada kekuatan kayu yang terkecil atau tidak sejajar serat.

3. Terbatasnya luas sambungan.

Jika alat sambung ditempatkan saling berdekatan pada kayu memikul geser sejajar serat maka kemungkinan pecah kayu sangat besar karena kayu memiliki kuat geser sejajar serat yang kecil. Oleh karena itu penempatan alat sambung harus mengikuti aturan jarak minimal antar alat sambung agar terhindar dari pecahnya kayu. Dengan adanya ketentuan jarak tersebut maka luas efektif sambungan ( luas yang dapat digunakan untuk penempatan alat sambung ) akan berkurang pula.

Sehingga kekuatan sambungan yang baik adalah kekuatan sambungan dengan ciri–ciri sebagai berikut menurut ( Awaludin,Ali.2005) :

(56)

2. Memiliki nilai banding antara kuat dukung sambungan dengan kuat ultimit batang yang disambung tinggi.

3. Menunujukkan perilaku pelelehan sebelum mencapai keruntuhan (daktail). 4. Memiliki angka penyebaran panas yang rendah.

5. Murah dan mudah di dalam pemasangannya.

Selain itu beberapa hal yang perlu diperhatikan pada perencanaan sambungan berkaitan dengan rendahnya kekuatan sambungan menurut( Awaludin,Ali. 2005) yaitu :

a. Eksentrisitas

Eksentrisitas sambungan yang menggunakan beberapa alat sambung, maka titk berat kelompok alat sambung harus ditempatkan pada garis kerja gaya agar tidak timbul momen yang dapat menurunkan kekuatan sambungan.

b. Sesaran / Slip

(57)

c. Mata kayu

Adanya mata kayu akan menurunkan kuat tarik dan kuat tekan sejajar serat dan juga dapat dianggap sebagai pengurangan luas tampang batang kayu.

2.4.2 Jenis – Jenis Sambungan

Sambungan dibedakan menjadi beberapa jenis sambungan yaitu sambungan satu irisan (menyambungkan dua batang kayu), dua irisan ( menyambungkan tiga batang kayu) dan seterusnya. Selain itu juga menurut sifat gaya yang bekerja pada sambungan, sambungan dapat dibedakan menjadi sambungan desak, sambungan tarik, dan sambungan momen. Apabila pada sambungan desak atau tarik pusat kelompok alat sambung tidak terletak pada garis kerja maka akan terbentuk gaya momen selain gaya aksial ( Awaludin,Ali. 2005)

2.4.3 Alat Sambung Mekanik (MECHANICAL CONNECTOR)

(58)

Pada tugas akhir ini alat sambung yang digunakan adalah alat sambung jenis pertama yaitu paku, dimana tahanan sambungan yang menggunakan alat sambung paku harus ditentukan berdasarakan diameter batang paku (alat pengencang), D, dan juga kuat leleh atau kuat leleh lentur. Tebal kayu yang biasanya disambung menggunakan alat sambung paku tidak terlalu tebal berkisar antara 20 mm sampai dengan 40 mm, karena sering ditemukan pada struktur dinding, lantai, dan rangka.

Tabel 2.6 Tebal kayu yang diperkenankan untuk masing – masing paku No. Tebal kayu (mm) Nama paku Diameter

paku(mm)

Panjang paku (mm)

1 20 2”BWG12 2.8 51

2 20 – 25 2.5”BWG11 3.1 63

3 20 – 30 3”BWG10 3.4 76

4 25 – 35 3.5”BWG9 3.8 89

5 30 - 40 4”BWG8 4.2 102

6 40 4.5”BWG6 5.2 114

(59)

cara dipukul dan bisa juga menggunakan mesin penekan (nail fastening equipment).

Pemasangan paku dilakukan dengan cara dipukul, untuk terhindar dari pecahnya kayu pada saat paku dipukul, maka pemasangan paku tersebut dapat didahului oleh lubang penuntun. Diameter lubang penuntun tidak boleh melebihi:

0.9D untuk G > 0.6 0.75D untuk G ≤ 0.6 Dimana : G = Berat jenis

D = Diamete batang paku 2.4.4 Spasi Alat Pengencang

Berdasarkan PKKI spasi minimum untuk paku pada suatu sambungan tunggal diatur sebagai berikut :

Spasi dalam satu baris (a). Pada semua arah garis kerja beban lateral terhadap arah serat kayu,spasi minimum antar alat pengencang dalam suatu baris diambil minimal 10D bila digunakan pelat sisi kayu dan minimal 7D untuk pelat sisi dari baja.

Spasi antar baris (b). Pada semua arah garis kerja beban lateral terhadap arah serat kayu , spasi minimum antar baris adalah 5D.

Jarak ujung (c). Jarak minimum dari ujung komponen struktur ke pusat alat pengencang terdekat diambil sebesar :

(60)

b. Untuk beban tekan lateral 10D untuk pelat sisi dari kayu 5D untuk pelat sisi dari baja.

Jarak tepi. Bila suatu komponen struktur dibebani tegak lurus arah serat, tepi yang memikul beban didefinisikan sebagai tepi dengan beban (d). Tepi yang tidak memikul beban didefinisikan sebagai tepi tanpa beban. (e). Jarak minimum dari tepi komponen struktur ke pusat alat pengencang terdekat diambil sebesar :

5D pada tepi yang tidak dibebani,

10D pada tepi yang dibebani

Gambar 2.10 Geometri Sambungan Keterangan:

a: spasi dalam satu baris b: spasi antar baris c: jarak ujung

(61)

2.4.5 Tahanan Terhadap Gaya Lateral 2.4.5.1 Tahanan Lateral Acuan Satu Irisan

Tahanan lateral acuan dari suatu sambungan yang menggunakan paku baja satu irisan yang dibebani secara tegak lurus terhadap sumbu alat pengencang dan dipasang tegak lurus sumbu komponen struktur, diambil sebagai nilai terkecil dari nilai-nilai yang dihitung menggunakan semua persamaan pada tabel 2.7.

Untuk sambungan dengan pelat sisi dari baja,persamaan untuk moda kelelehan Is pada tabel 2.7 tidak berlaku, dan tahanan untuk moda tersebut dihitung sebagai tahanan tumpu alat pengencang pada pelat-pelat baja sisi-sisi.

Tabel 2.7 Tahanan Lateral Acuan Satu paku (Z) untuk Satu Alat Pengencang dengan Satu Irisan yang Menyambung Dua Komponen

MODA KELELEHAN PERSAMAAN YANG BERLAKU

Is Z =

3.3�����

��

IIIm

�1 = (−1) +�2(1 +��) +

2 ��� (1 + 2 �)�² 3 ����² Z = 3.3�₁�����

�� (1+2�) ,������ ∶

IIIs

�= 3.3 �2������

(62)

Keterangan : �� = ������� �� = Kuat Tumpu Kayu

= 114.45 �1.84 (N/mm²) dimana G adalah berat jenis kayu kering oven P = Kedalaman penetrasi efektif batang alat pengencang pada

komponen pemegang

= 2.2 Untuk D ≤ 4.3 mm

= 0.38 D + 0.56 Untuk 4.3 mm < D < 6.4 mm = 3.0 Untuk D ≥ 6.4 mm

�� = Kuat lentur paku (lihat tael 2.9)

untuk nilai kuat tumpu kayu dalam beberapa nilai berat jenis dapat dilihat pada tabel 2.8. Dimana semakin besar nilai berat jenis pada suatu kayu , maka semakin besar pula nilai kuat tumpunya.Umumnya alat sambung paku digunakan pada kayu dengan berat jenis tidak tinggi mengingat mudahnya paku untuk tekuk (buckling). Tekuk pada paku juga disebabkan oleh tingginya nilai banding antara panjang dan diameter paku ( angka kelangsingan ) sebagai cirri khas alat sambung paku.

�2 = (−1) +�

2(1 +�)

�� +

2 ��� (1 + 2 �)�² 3 ���²

IV Z = 3

.3�²

�� �

2������

(63)

Tabel 2.8 Kuat Tumpu Paku () untuk Berbagai Nilai Berat Jenis Kayu Berat Jenis Kayu (G)

0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 Nilai �

(N/mm²)

21.21 26.35 31.98 38.11 44.73 51.83 59.40

Nilai kuat lentur paku dapat diperoleh dari supplier atau distributor paku . Pengujian kuat lentur paku dilakukan dengan metode three-point bending test

seperti pada ASTM ( American Standard of Testing Materials) F1575-03. Untuk jenis paku bulat pada umumnya ,kuat lentur paku dapat dilihat pada tabel 2.9 (ASCE ( American Society of Civil Engineers),1997). Kuat lentur paku menurun dengan semakin meningkatnya diameter paku. Jenis paku lainnya seperti paku baja (hardened steel nails) memiliki kuat lentur yang lebih tinggi daripada nilai di tabel 2.9. Dimensi paku yang meliputi diameter,panjang, dan angka kelangsingan dapat dilihat pada tabel 2.10.

Tabel 2.9 Kuat Lentur Paku Untuk Berbagai Diameter Paku Bulat Diameter Paku Kuat Lentur Paku

≤3.6 mm 689 N/mm²

(64)

Tabel 2.10 Berbagai Ukuran Diameter dan Panjang Paku Nama Paku Diameter Paku

(mm)

Panjang Paku (mm)

�∗

2’’BWG12 2.8 51 18

2.5’’BWG11 3.1 63 20

3’’BWG10 3.4 76 22

3.5BWG9 3.8 89 23

4’’BWG8 4.2 102 24

4.5BWG6 5.2 114 22

2.4.5.2 Tahanan Lateral Acuan Dua Irisan

Untuk sambungan yang terdiri atas tiga komponen sambungan dengan dua irisan,tahanan lateral acuan diambil sebesar dua kali tahanan lateral acuan satu irisan yang terkecil.

2.4.5.3 Tahanan Lateral Terkoreksi

Tahanan lateral terkoreksi , Z ’, dihitung dengan mengalikan tahanan lateral acuan dengan factor koreksi sesuai alat penyambung .Untuk alat penyambung paku faktor koreksi terdiri dari :

(65)

1. Faktor kedalaman penetrasi , �

Tahanan lateral acuan dikalikan dengan factor kedalaman penetrasi , �, sebagaimana dinyatakan berikut ini :

Untuk paku,penetrasi efektif batang ke dalam komponen pemegang, p,harus lebih besar daripada atau sama dengan 6D.

Untuk 6D ≤p < 12�, maka � = ��12 Untuk p ≥12� � = 1.00

Apabila penetrasi alat penyambung paku tembus maka factor kedalaman penetrasi diabaikan.

2 Faktor Serat Ujung, ���

Tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan faktor serat ujung ��� = 0.67, untuk alat pengencang yang ditanamkan ke dalam serat ujung kayu.

3 Sambungan Paku Miring ���

Untuk kondisi tertentu , penempatan paku pada kayu harus dilakukan secara miring (tidak tegak lurus). Pada sambungan seperti ini,tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan faktor paku miring ���= 0.83

4. Sambungan Diafragma ���

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian yang dilakukan ini,alat penyambung yang akan digunakan adalah baut namun dengan bahan sambungan yang berbeda ,yaitu kayu dan pelat baja.Keduanya akan dibandingkan

Pada konstruksi portal, dimana balok disambung pada kolom dengan cara sambungan paku keling atau baut, maka dengan pembebanan terbagi rata q, momen maksimum ditengah-tengah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh diameter baut terhadap kekuatan sambungan kayu geser ganda berpelat baja pada empat jenis kayu tropis

Integritas dari elemen balok dengan sistim sambungan Mechanic and wet connection dan grouting sebagai bahan pengisinya tergantung dari bonding antara beton dengan tulangan

Mengingat penelitian tentang pengaruh jumlah dan diameter baut pada sambungan yang menggunakan pelat baja pada kayu sengon ( Paraserianthes falcataria ), bintangur

Sedangkan Gambar 21.a memperlihatkan hasil pengujian untuk benda uji sambungan kayu Keruing tipe standar terjadi kegaga- lan pada baut, dan Gambar 21.b memperlihatkan

Dengan demikian kayu bangkirai, kapur, punak, bintangur dan meranti dapat digunakan sebagai batang utama pada sambungan geser ganda dengan baut diameter 6,4; 7,9 dan

Semakin besar diameter paku yang digunakan memberikan peluang pemakaian paku yang semakin banyak untuk menghasilkan kekuatan sambungan yang tinggi, akan tetapi