• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH DIAMETER DAN JUMLAH PAKU TERHADAP KEKUATAN SAMBUNGAN GESER GANDA TIGA JENIS KAYU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH DIAMETER DAN JUMLAH PAKU TERHADAP KEKUATAN SAMBUNGAN GESER GANDA TIGA JENIS KAYU"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DIAMETER DAN JUMLAH PAKU TERHADAP KEKUATAN

SAMBUNGAN GESER GANDA TIGA JENIS KAYU

The Effects of Diameter and Number of Nails on Double Shear Connections

Strength from Three Wood Species

Sucahyo SADIYO

1

, Imam WAHYUDI

1

dan Yeyet

2

Corresponding Author: sucahyoss@gmail.com

ABSTRACT

The use of wood as a construction material is still the primary choice for most Indonesian people. For the purposes of structural construction, it would require a long span of wood, whereas stock in the market is limited, so usually it is overcomed with joint technique which can be done with type of joint and connector. Kind of joint that is needed to be considered seriously is tensile, shear and moment joint. Nail joint is relatively cheap and easy to be done. Variables which are used to see and predict the level of allowable load for a nail joint are diameter and number of nails. Therefore, the objective of this research was to know the influence from the variables to the strength of joints under uni-axial compression loading from 3 wood species. The results showed that double shear connections strength of nangka wood (allowable load per nail and also total load) has the highest value compared with rasamala and sengon. Nangka wood also reached the highest value for maximum crushing strength. Maximum crushing strength had positive relationship with double shear connections strength. Based on the result of this research, maximum crushing strength is applicable to predict the strength of nails.

Keywords : allowable load, maximum crushing strength, nails, double shear connections, tensile joint

PENDAHULUAN

Penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi masih menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar kayu digunakan pada bangunan rumah atau gedung, sedangkan sebagian lagi untuk jembatan, darmaga, dan lainnya. Untuk keperluan konstruksi tersebut maka diperlukan bahan kayu yang memiliki bentang yang panjang, sedangkan kayu-kayu yang dijual di pasaran sangat terbatas ukuran panjangnya. Maka untuk keperluan tersebut biasanya dilakukan teknik penyambungan.

Jenis sambungan yang perlu diperhitungkan dengan serius adalah sambungan tarik, geser dan momen. Hal ini disebabkan kekuatan sambungan kayu khususnya yang menerima gaya tarik biasanya rendah sehingga sulit untuk menyamai besar kekuatan batang atau balok utamanya. Surjokusumo et al. (1980) mengatakan bahwa kekuatan sambungan kayu sangat dipengaruhi oleh komponen pembentuk sambungan, yaitu balok kayu yang akan disambung, alat atau pelat sambung dan macam atau bentuk sambungan.

Paku merupakan alat sambung yang relatif murah dan mudah dikerjakan. Hal ini mengingat dalam konstruksi kayu sebagian besar masih menggunakan alat sambung berupa paku, sehingga diperlukan suatu metode yang mudah dalam mengetahui besar beban yang mampu diterima oleh sambungan. Parameter yang digunakan untuk melihat dan menduga besarnya beban yang bekerja pada suatu sambungan yaitu diameter dan jumlah paku. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dari parameter-parameter tersebut terhadap kekuatan sambungan dalam menahan beban tarik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh diameter dan jumlah paku terhadap kekuatan sambungan geser ganda tiga jenis kayu tropis Indonesia.

BAHAN DAN METODE

Bahan penelitian yang digunakan adalah tiga jenis kayu yang memiliki sebaran kerapatan berbeda yaitu kayu sengon (Paraserianthes falcataria), kayu nangka (Arthocarpus sp), dan kayu rasamala (Altingia excelsa). Ketiga jenis kayu diperoleh dari usaha penggergajian di sekitar Bogor. Bagian kayu yang digunakan untuk pembuatan contoh uji tidak dibedakan antara kayu gubal dan kayu teras. Ketiga jenis kayu tersebut diperoleh dalam bentuk balok dengan kadar air di atas 30 %, yang kemudian dilakukan pengeringan secara alami selama 14 hari untuk mendapatkan kadar air kering udara.

Bahan lainnya adalah paku tampang bulat dan permukaan halus dengan tiga ukuran diameter, yaitu 4,1 mm (panjang 10 cm); 5,2 mm (12 cm); dan 5,5 mm (15 cm). Jumlah paku yang digunakan untuk seluruh jenis kayu adalah 336 batang paku. Paku-paku tersebut digunakan sebagai alat sambung

1 Staf Pengajar Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

IPB

(2)

sedangkan pelat sambungnya adalah pelat baja berukuran 1,5 cm x 12 cm dengan panjang 60 cm sebanyak 6 pasang (12 lempeng). Pada setiap lempeng baja dibuat lubang bor yang besarnya disesuaikan dengan ukuran diameter paku, dimana geometrik atau posisi dan jarak antar lubang paku didasarkan standar Amerika Serikat (AWC, 2005).

Metoda pengujian sifat fisik yang meliputi kerapatan (ρ), berat jenis (BJ) dan kadar air (KA) didasarkan pada standar Amerika, yaitu American Society for Testing and Materials (ASTM) D 143-94 (2002). Pengujian kekuatan tekan maksimum sejajar serat kayu atau maximum crushing strength (MCS) didasarkan standar Inggris, yaitu BS 373 (1957). Kekuatan sambungan kayu geser ganda balok kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja (arah gaya tegak lurus terhadap sumbu alat sambung) didasarkan standar ASTM D5652-95. Dimensi contoh uji ρ, BJ dan KA dibuat dari contoh yang sama yaitu 5x5x5cm. Contoh uji MCS berukuran 2 x 2 x 6 cm. Adapun contoh uji sambungan geser ganda seharusnya dibuat dari 2 buah batang kayu dari jenis yang sama dan berukuran sama, yaitu masing-masing batang berukuran penampang 6 x 12 cm dengan panjang 50 cm. Namun dalam pengujian hanya digunakan sebuah batang karena pengujian dilakukan dengan pembebanan uni-aksial tekan (Gambar 1). Penyambungan mekanis balok tersebut dilakukan dengan menggunakan pelat sambung baja. Pada setiap pelat sambung baja dibuat lubang sebesar ukuran diameter paku. Selanjutnya pada setiap ukuran diameter per pelat sambung dibuat 4, 6, 8 dan 10 buah lubang sambungan. Contoh uji sambungan geser ganda dan MCS diuji kekuatan mekaniknya masing-masing menggunakan UTM merk Baldwin kapasitas 30 ton dan UTM Instron kapasitas 5 ton.

Gambar 1. (a) Contoh uji sambungan geser ganda batang

kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja (b) Pengujian dengan uji uniaksial tekan

Nilai Z yang dimaksud dalam penelitian ini adalah notasi yang menggambarkan beban ijin per paku (kg) yang diperoleh dari pengujian empirik sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja (Sadiyo, 2010). Pada pengujian sambungan tarik dengan paku yang diberi beban tekan sulit menentukan beban maksimumnya. Oleh karena itu pada pengujian tersebut biasanya ditentukan besarnya beban yang terjadi pada displacement (sesaran) tertentu, yaitu Amerika Serikat, Australia dan Indonesia menetapkan sesaran

masing-masing sebesar 0,35 mm (FPL, 1999); 0,80 mm (AS, 1988) dan 1,50 mm (Wirjomartono, 1977) serta sesaran 5,0 mm (beban rusak) (Bleron dan Duchanois, 2006). Menurut Wiryomartono (1977) beban ijin sambungan dengan paku dapat ditetapkan 1/3 x beban maksimum (beban rusak) atau

ditetapkan dari beban pada sesaran 1,50 mm.

Kadar air contoh uji diukur dengan mengoven contoh uji pada suhu (103±2)°C selama 24 jam. Nilai persentase KA diperoleh melalui perhitungan pembagian selisih berat sebelum dan setelah dioven terhadap berat setelah dioven dan dikalikan dengan 100%. Pengujian ρ kayu dilakukan dengan cara menimbang contoh uji untuk mengetahui berat awal (kondisi kering udara), kemudian volume contoh uji dihitung dengan cara mengalikan panjang, lebar dan tebalnya. Dimensi contoh uji tersebut diukur dengan menggunakan caliper. Nilai ρ contoh uji diperoleh dari perhitungan berat persatuan volume contoh uji (g/cm3). Sedangkan BJ kayu dapat dihitung secara

langsung dengan membagi berat kering tanur (g) dengan volume (cm3) dibagi kerapatan air (1 g/cm3). Berat kering tanur

contoh uji diperoleh dengan cara meng-oven contoh uji pada suhu (103±2)°C selama 24 jam, kemudian dikeluarkan dari oven, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang beratnya. Contoh uji dimasukkan kembali ke dalam oven dengan suhu yang sama selama 30 menit, dikeluarkan, didinginkan dan ditimbang beratnya. Apabila berat penimbangan terakhir sama dengan berat pertama, maka contoh uji telah mencapai berat konstan atau berat kering tanur. Apabila belum dicapai berat konstan atau tetap, maka prosedur ini dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh berat konstan dari contoh uji.

Pengujian sifat mekanis contoh uji meliputi pengujian MCS dan kekuatan sambungan geser ganda dengan pembebanan lateral (ketahanan lateral atau lateral resistance). Pengujian MCS dilakukan dengan memberikan beban pada arah sejajar serat kayu dengan kedudukan contoh uji vertikal, dengan cara pemberian beban secara perlahan-lahan sampai contoh uji mengalami kerusakan. Beban tersebut merupakan beban maksimum (Pmaks) yang dapat diterima oleh contoh uji. Nilai

MCS dihitung dengan membagi Pmaks terhadap luas

penampang (A) contoh uji. Pengujian sambungan geser ganda dengan pembebanan lateral (lateral resistance), yaitu arah gaya tegak lurus terhadap alat sambung dilakukan sampai contoh uji mengalami kerusakan.

Perhitungan beban ijin tiap paku dilakukan pada beberapa tingkat sesaran tertentu. Besarnya beban per paku (P) dan beban ijin per paku (Z) ditentukan dengan rumus:

𝑃 = 𝐵 𝑛 dan 𝑍 = 𝑃 𝑛 𝑠

Keterangan:

P = beban per paku (kg) Z = beban ijin per paku (kg)

B = beban total pada tingkat sesaran tertentu (kg) n = jumlah paku (batang)

ns = faktor keamanan sambungan (2,75).

Hasil dari keseluruhan data pengujian kekuatan sambungan geser ganda, dalam hal ini nilai beban ijin per

(3)

paku dan beban total sambungan geser ganda disajikan dalam bentuk model regresi. Selain itu dari awal pengujian sampai akhir pengujian dilakukan pengamatan kerusakan pada contoh uji sambungan dan contoh uji MCS.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 2 faktor. Faktor pertama (A) adalah diameter paku yang terdiri dari tiga taraf yaitu 4,1 mm (A1); 5,2

mm (A2); dan 5,5 mm (A3) dan faktor kedua (B) adalah jumlah

paku (batang) yang terdiri dari empat taraf yaitu 4 batang (B1);

6 batang (B2); 8 batang (B3); dan 10 batang (B4). Dari 12

kombinasi perlakuan dengan ulangan sebanyak tiga kali untuk tiap kombinasinya, maka diperoleh 36 satuan percobaan. Rancangan percobaan tersebut dilakukan untuk setiap jenis kayu. Model matematika untuk rancangan ini adalah:

Yijk = µ + Ai + Bj + ABij +ijk

Keterangan:

Yijk = Beban ijin per paku pada diameter paku ke-i, jumlah paku ke-j pada ulangan ke-k

µ = Rataan umum

Ai = Pengaruh diameter paku ke-i

Bj = Pengaruh jumlah paku ke-j

ABij = Interaksi diameter paku ke-i dan jumlah paku ke-j ijk = sisaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisis Kayu

Berdasarkan hasil pengukuran diketahui pula bahwa kayu rasamala memiliki KA tertinggi (22,52%), sedangkan kayu sengon memiliki KA paling rendah (13,01%). Tingginya kadar air kayu rasamala menandakan bahwa waktu 2 minggu yang diberikan belum mampu menurunkan kandungan air dari kayu tersebut.

Kayu rasamala memiliki kerapatan rata-rata yang paling besar yaitu 0,70 g/cm3, sementara kayu sengon paling kecil

yaitu 0,28 g/cm3. Begitu pula dengan berat jenisnya, kayu rasamala memiliki berat jenis yang paling tinggi yaitu 0,58, dan kayu sengon memiliki berat jenis yang paling rendah yaitu 0,24. Perbedaan kerapatan atau berat jenis tersebut lebih disebabkan oleh perbedaan struktur anatomi kayu, khususnya tebal dinding sel dimana kayu rasamala memiliki dinding sel lebih tebal dibanding sengon. Disamping itu kadar air rasamala yang tinggi juga berkontribusi terhadap peningkatan kerapatan kayu tersebut dibandingkan kayu sengon yang relatif rendah kadar airnya. Sebaliknya walaupun struktur anatomi kayu rasamala berbeda dengan kayu nangka namun kedua kayu ini diprediksi memiliki tebal dinding sel atau massa zat kayu yang sama per satuan volume, sehingga berat jenis yang diperoleh pada penelitian ini juga relatif sama besarnya. Hasil pengukuran sifat fisis ketiga jenis kayu tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat fisis tiga jenis kayu yang diteliti

Jenis Kayu Sifat Fisis Rataan SD

Kadar Air (%) 13,01 0,35 Sengon Kerapatan (g/cm³) 0,28 0,05 Berat Jenis 0,24 0,05 Kadar Air (%) 15,57 1,63 Nangka Kerapatan (g/cm³) 0,63 0,06 Berat Jenis 0,57 0,05 Kadar Air (%) 22,52 3,37 Rasamala Kerapatan (g/cm³) 0,70 0,04 Berat Jenis 0,58 0,03

Sifat Mekanis Kayu

Sifat mekanis yang diuji yaitu kekuatan sambungan geser ganda dan kekuatan tekan maksimum sejajar serat. Pada pengujian kekuatan sambungan geser ganda ini dicari beban yang diijinkan per paku pada beberapa sesaran tertentu, sebagaimana diatur dan ditetapkan oleh beberapa negara.

Sambungan tarik kayu sengon

Rata-rata beban ijin per paku maksimum diperoleh pada pemakaian 4 batang paku-diameter 4,1 mm, 6 batang-diameter 5,2 mm, dan diperoleh nilai beban ijin per paku optimum pada pemakaian 8 batang paku-diameter 5,5 mm (Gambar 2). Terdapat kecenderungan semakin besar diameter paku semakin banyak jumlah paku yang digunakan. Berikut ini merupakan gambar hubungan antara diameter paku dengan beban ijin per paku pada kekuatan sambungan kayu Sengon saat sesaran 5 mm.

Gambar 2.. Hubungan diameter dengan jumlah paku terhadap

nilai Z sambungan kayu Sengon pada sesaran 0,35; 0,8; dan 1,5 mm.

Secara umum dapat dikatakan bahwa nilai beban ijin per paku pada sambungan geser ganda kayu sengon cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya diameter paku (dari 4,1 ke 5,2 mm), dan sedikit menurun dari 5,2 ke 5,5 mm (Gambar 3). Hal ini dikarenakan terjadi perlemahan akibat banyaknya serat kayu yang terangkat atau terjadi pemadatan kayu akibat pemakaian paku yang terlalu besar sementara kayu yang digunakan memiliki kerapatan yang rendah.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 4.1 mm 5.2 mm 5.5 mm Diameter Paku B e b a n I jin p e r P a k u ( k g ) Beban Ijin per Paku (kg)

(4)

Gambar 3. Hubungan diameter paku dengan nilai Z

sambungan kayu sengon pada sesaran 5 mm Pada beban total terdapat hubungan antara diameter dengan jumlah paku terhadap kekuatan sambungan geser ganda kayu sengon. Gambar 4 memperlihatkan bahwa semakin besar sesaran maka beban yang diterima sambungan semakin tinggi. Beban total sambungan geser ganda yang maksimum diperoleh pada pemakaian 8 batang paku untuk diameter 4,1 mm dan 10 batang paku untuk diameter 5,2 mm. Semakin besar diameter paku yang digunakan memberikan peluang pemakaian paku yang semakin banyak untuk menghasilkan kekuatan sambungan yang tinggi, akan tetapi pada diameter yang paling besar yaitu 5,5 mm, beban total sambungan geser ganda yang optimum diperoleh pada pemakaian 8 batang paku. Hal ini menunjukan bahwa pemakaian 8 batang paku secara umum menghasilkan kekuatan sambungan yang optimum.

Gambar 4. Hubungan diameter dengan jumlah paku terhadap

beban total sambungan kayu sengon pada sesaran 0,35; 0,8; dan 1,5 mm.

Pada sesaran 5,00 mm pemakaian paku diameter kecil menghasilkan kekuatan sambungan geser ganda yang rendah, akan tetapi untuk diameter paku yang paling besar tidak menghasilkan kekuatan sambungan yang paling tinggi, terbukti paku dengan diameter 5,2 mm meskipun bukan diameter paku yang terbesar tetapi menghasilkan kekuatan sambungan yang paling tinggi. Hal ini disebabkan dengan pemakaian paku yang besar pada kayu dengan kerapatan rendah menyebabkan banyak serat kayu yang rusak atau terbelah sehingga

kekuatan sambungan yang dihasilkan rendah. Hubungan antara diameter paku dengan beban yang diterima sambungan pada sesaran 5,00 mm dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin banyak pemakaian jumlah paku maka semakin tinggi pula kekuatan sambungan dalam menahan beban tekan. Akan tetapi pernyataan tersebut tidak selalu berbanding lurus, karena terbukti pada penggunaan 10 batang paku, kekuatan sambungan geser ganda atau beban yang diterima sambungan menurun atau lebih rendah (terjadi perlemahan pada sambungan).

Sambungan tarik kayu nangka

Secara umum dapat dilihat bahwa rata-rata nilai beban ijin per paku yang maksimum diperoleh pada pemakaian 6 batang paku untuk diameter 4,1 mm, 10 batang paku untuk 5,2 mm dan untuk diameter 5,5 mm diperoleh nilai beban ijin per paku yang optimum pada pemakaian 8 batang paku (Gambar 7).

Gambar 5. Hubungan diameter paku dengan beban total

sambungan kayu sengon pada sesaran 5 mm.

Gambar 6. Hubungan jumlah paku dengan beban total

sambungan pada kayu sengon saat sesaran 5 mm Pada sesaran 5,00 mm hubungan diameter paku dengan beban ijin per paku menunjukan bahwa semakin besar diameter paku maka beban ijin per paku yang dihasilkan semakin tinggi (Gambar 8). Seperti terlihat pada gambar dimana pada diameter 5,5 mm beban ijin per paku yang dihasilkan memiliki nilai paling tinggi.

0 20 40 60 80 100 120 4 6 8 10 4 6 8 10 4 6 8 10 4.1 mm 5.2 mm 5.5 mm

Jumlah Paku Pada Tingkat Diameter Tertentu

B e b a n I ji n p e r Pa k u (k g ) Sesaran 0.35 mm Sesaran 0.8 mm Sesaran 1.5 mm 0 500 1000 1500 2000 2500 4 6 8 10 4 6 8 10 4 6 8 10 4.1 mm 5.2 mm 5.5 mm

Jumlah Paku (Batang) Pada Tingkat Diameter Tertentu (mm) B e b a n To ta l S a m b u n g a n Ta ri k ( k g ) Sesaran 0.35 mm Sesaran 0.8 mm Sesaran 1.5 mm 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4.1 mm 5.2 mm 5.5 mm Diameter Paku (mm) B e b a n To ta l S a m b u n g a n Ta ri k ( k g ) 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4 6 8 10

Jumlah Paku (Batang)

B e b a n To ta l S a m b u n g a n Ta ri k (k g )

(5)

Gambar 7. Hubungan diameter dengan jumlah paku terhadap

nilai Z sambungan kayu nangka pada sesaran 0,35; 0,8; dan 1,5 mm.

Gambar 8. Hubungan diameter paku dengan nilai Z

sambungan kayu nangka pada sesaran 5 mm Pada kayu nangka hubungan antara diameter dengan jumlah paku terhadap beban total sambungan tarik pada sesaran 0,35 mm, 0,80 mm, 1,50 mm, dan 5,00 mm (Gambar 9), dapat dilihat bahwa semakin besar sesaran maka beban total sambungan tarik yang dihasilkan semakin tinggi. Beban total sambungan tarik yang maksimum diperoleh pada pemakaian 10 batang paku untuk diameter paku 4,1 mm dan 5,2 mm, akan tetapi untuk diameter paku 5,5 mm diperoleh beban total sambungan tarik yang optimum pada pemakaian 8 batang paku. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan diameter tidak selalu diikuti dengan peningkatan jumlah paku untuk menghasilkan beban total sambungan yang tinggi.

Sambungan tarik kayu rasamala

Berdasarkan Gambar 10, secara umum dapat dikatakan bahwa nilai beban ijin per paku yang maksimum diperoleh pada pemakaian 10 batang paku untuk diameter 4,1 mm, pemakaian 4 batang paku untuk diameter 5,2 mm dan untuk diameter 5,5 mm diperoleh nilai beban ijin per paku yang optimum pada pemakaian 8 batang paku. Begitu pula untuk beban total sambungan tarik saat sesaran 0,35 mm, 0,8 mm, 1,50 mm dan 5,00 mm dapat diketahui bahwa semakin besar

sesaran maka nilai beban total sambungan tarik yang dihasilkan semakin tinggi. Beban total sambungan tarik yang maksimum diperoleh pada pemakaian 10 batang paku untuk diameter paku 4,1 mm dan 5,2 mm, akan tetapi terjadi penurunan untuk diameter paku 5,5 mm diamana beban total sambungan tarik yang optimum diperoleh pada pemakaian 8 batang paku. Peningkatan diameter tidak selalu diikuti dengan peningkatan jumlah paku untuk menghasilkan beban total sambungan geser ganda yang tinggi (Gambar 11).

Gambar 9. Hubungan diameter paku dengan jumlah paku

terhadap beban total sambungan tarik kayu nangka saat sesaran 0,35; 0,8; 1,5; dan 5 mm.

Gambar 10. Hubungan antara diameter dengan jumlah paku

terhadap nilai Z sambungan kayu rasamala pada sesaran 0,35; 0,8; 1,5; dan 5 mm.

Gambar 11. Hubungan diameter dengan jumlah paku

terhadap beban total sambungan kayu rasamala pada sesaran 0,35; 0,8; 1,5; dan 5 mm

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 4 6 8 10 4 6 8 10 4 6 8 10 4.1 mm 5.2 mm 5.5 mm

Jumlah Paku (Batang) Pada Tingkat Diameter Tertentu (mm) B e b a n I ji n p e r P a k u ( k g ) Sesaran 0.35 mm Sesaran 0.8 mm Sesaran 1.5 mm 0 50 100 150 200 250 300 4.1mm 5.2 mm 5.5 mm Diameter Paku B e b a n I ji n p e r P a k u ( k g )

Beban Ijin per Paku (kg) 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 4 6 8 10 4 6 8 10 4 6 8 10 4.1 mm 5.2 mm 5.5 mm

Jumlah Paku (Batang) Pada Tingkat Diameter Tertentu (mm) B e b a n To ta l S a m b u n g a n Ta ri k ( k g ) Sesaran 0.35 mm Sesaran 0.8 mm Sesaran 1.5 mm Sesaran 5.0 mm 0 50 100 150 200 250 300 4 6 8 10 4 6 8 10 4 6 8 10 4.1 mm 5.2 mm 5.5 mm

Jumlah Paku (Batang) Pada Tingkat Diameter Tertentu (mm) B e b a n I ji n p e r P a k u ( k g ) Sesaran 0.35 mm Sesaran 0.8 mm Sesaran 1.5 mm Sesaran 5.0 mm 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 4 6 8 10 4 6 8 10 4 6 8 10 4.1 mm 5.2 mm 5.5 mm

Jumlah Paku (Batang) Pada Tingkat Diameter Tertentu (mm) B e b a n To ta l S a m b u n g a n Ta ri k ( k g ) Sesaran 0.35 mm Sesaran 0.8 mm Sesaran 1.5 mm Sesaran 5.0 mm

(6)

Nilai Z tiga jenis kayu

Tabel 2 memperlihatkan bahwa semakin besar sesaran maka nilai Z atau beban ijin per paku yang dihasilkan semakin tinggi. Begitu pula dengan semakin tinggi kerapatan kayu maka nilai beban ijin per paku yang dihasilkan semakin tinggi, kecuali pada kayu rasamala meskipun memiliki kerapatan paling tinggi (0,70 g/cm3), nilai beban ijin per paku yang

dihasilkan lebih rendah akibat sifat getas yang dimiliki dan tingginya kadar air pada waktu pengujian. Sama halnya dengan nilai rata-rata beban ijin per paku, pada nilai rata-rata beban total sambungan tarik pun memiliki fenomena yang sama dimana semakin besar sesaran maka nilai beban total sambungan tarik yang dihasilkan semakin tinggi. Gambar 12 menunjukkan hubungan antara beban ijin per paku (kg) dengan sesaran (mm) pada tiga jenis kayu.

Tabel 2. Rata-rata beban ijin per paku (kg) pada tingkat

sesaran tertentu untuk tiga jenis kayu

Jenis Rataan nilai Z (kg) pada sesaran:

Kayu 0,35 mm 0,80 mm 1,50 mm

Sengon 23,47 41,54 71,28

Nangka 49,65 91,51 142,90

Rasamala 42,66 73,37 115,79

Nilai rata-rata beban total sambungan tarik meningkat seiring dengan semakin besarnya sesaran baik pada kayu sengon, nangka maupun rasamala (Tabel 3). Hal tersebut sama seperti nilai rata-rata beban ijin per paku pada sambungan geser ganda. Begitu juga dengan semakin tinggi kerapatan kayu maka nilai rata-rata beban total sambungan tarik menjadi semakin tinggi, akan tetapi tidak demikian yang terjadi pada kayu rasamala, meskipun kerapatannya lebih tinggi dari kayu nangka, tetapi nilai beban total sambungan tariknya lebih rendah dari kayu nangka. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi seperti kadar airnya yang lebih tinggi dan sifat getas yang dimiliki kayu rasamala seperti telah dijelaskan diawal. Gambar 13 memuat hubungan beban total sambungan tarik (kg) dengan sesaran tertentu pada tiga jenis kayu.

Tabel 3. Rataan beban total sambungan tarik (kg) pada

tingkat sesaran tertentu untuk tiga jenis kayu

Jenis Rataan Beban Total Sambungan (kg) pada Sesaran:

Kayu 0,35 mm 0,80 mm 1,50 mm

Sengon 381,86 692,53 1350,00

Nangka 954,33 1742,58 2736,33

Rasamala 812,83 1406,45 2220,94

Gambar 12. Hubungan nilai Z (kg) dengan sesaran (mm) tiga

jenis kayu

Gambar 13. Hubungan beban total sambungan tarik (kg)

dengan sesaran (mm) tiga jenis kayu

Kekuatan tekan maksimum sejajar serat kayu

Pada penelitian ini selain dilakukan pengujian tarik pada sambungan, juga dilakukan pengujian tekan maksimum sejajar serat pada kayu utuh dari ketiga jenis kayu yang diteliti (sengon, nangka dan rasamala). Tabel 4 memuat data hasil pengujian MCS.

Terdapat suatu kecenderungan umum dimana dengan semakin meningkatnya kerapatan kayu atau berat jenis kayu maka semakin meningkat pula MCS. Akan tetapi pernyataan tersebut tidak selalu berbanding lurus (Tabel 4), terbukti pada penelitian ini dimana kayu rasamala dengan kerapatan paling tinggi (0,70 g/cm3) menghasilkan nilai MCS lebih rendah dari

kayu nangka yang kerapatannya lebih rendah (0,63 g/cm3). Hal

ini dapat disebabkan karena pada saat pengujian kadar air kayu rasamala lebih tinggi dari kayu lainnya. Selain itu, kayu rasamala juga memiliki sifat getas atau regas (brittle). Sifat ini merupakan suatu sifat yang dimiliki kayu dimana disamping ikatan antar selnya kurang kuat integritas kekuatan pada dinding sel telah mengalami kemunduran, meskipun dinding selnya tebal sehingga kekuatan tekannya rendah. Dengan demikian faktor kerapatan atau berat jenis bukan merupakan satu-satunya indikator utama dalam menentukan kekuatan suatu jenis kayu.

y = 42.516x + 312.11 R2 = 0.9938 y = 76.914x + 913.75 R2 = 0.9966 y = 60.958x + 768.9 R2 = 0.9988 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 0 .3 5 0 .4 0 .4 5 0 .5 0 .5 5 0 .6 0 .6 5 0 .7 0 .7 5 0 .8 0 .8 5 0 .9 0 .9 5 1 1 .0 5 1 .1 1 .1 5 1 .2 1 .2 5 1 .3 1 .3 5 1 .4 1 .4 5 1 .5 Sesaran (mm) B e ba n Ij in pe r P a k u (k g ) Sengon Nangka Rasamala y = 2.0827x + 21.132 R2 = 0.9998 y = 4.021x + 47.775 R2 = 0.9957 y = 3.1666x + 40.33 R2 = 0.9989 0 20 40 60 80 100 120 140 160 0 .3 5 0 .4 0 .4 5 0 .5 0 .5 5 0 .6 0 .6 5 0 .7 0 .7 5 0 .8 0 .8 5 0 .9 0 .9 5 1 1 .0 5 1 .1 1 .1 5 1 .2 1 .2 5 1 .3 1 .3 5 1 .4 1 .4 5 1 .5 Sesaran (mm) B e ba n Tot al S am bung an Ta ri k (k g) Sengon Nangka Rasamala

(7)

Tabel 4. Rataan MCS (kg/cm2) tiga jenis kayu

Jenis Kayu Rataan SD

Sengon 213,77 42,99

Nangka 419,13 87,74

Rasamala 321,98 48,07

KESIMPULAN

Faktor diameter dan jumlah paku berpengaruh nyata terhadap nilai beban ijin per paku dan beban total pada sambungan geser ganda kayu sengon, nangka dan rasamala.

Pada sambungan kayu sengon, beban ijin per paku (Z) maksimum diperoleh pada pemakaian 4 batang paku untuk diameter 4,1 mm, 6 batang paku untuk diameter 5,2 mm. Hal ini berbeda dengan nilai beban total sambungan geser ganda, dimana pada diameter 4,1 mm hasil yang maksimum diperoleh pada pemakaian 8 batang paku dan 10 batang paku untuk diameter 5,2 mm, sedangkan untuk diameter 5,5 mm baik nilai Z maupun beban total sambungan, hasil yang optimum diperoleh pada pemakaian 8 batang paku.

Pada sambungan kayu nangka, nilai Z maksimum diperoleh pada pemakaian 6 batang paku untuk diameter 4,1 mm, 10 batang paku untuk diameter 5,2 mm. Hal ini berbeda dengan nilai beban total sambungan tarik, dimana pada diameter 4,1 mm dan 5,2 mm hasil yang maksimum diperoleh pada pemakaian 10 batang paku, sedangkan untuk diameter 5,5 mm baik nilai Z maupun beban total sambungan tarik diperoleh hasil yang optimum pada pemakaian 8 batang paku. Pada sambungan kayu rasamala, nilai Z maksimum diperoleh pada pemakaian 10 batang paku untuk diameter 4,1 mm, 4 batang paku untuk diameter 5,2 mm. Hal ini berbeda dengan nilai beban total sambungan geser ganda, dimana pada diameter 4,1 mm dan 5,2 mm hasil yang maksimum diperoleh pada pemakaian 10 batang paku, sedangkan untuk diameter 5,5 mm baik nilai Z maupun beban total sambungan diperoleh hasil yang optimum pada pemakaian 8 batang paku. Secara umum dapat dilihat bahwa pemakaian 8 batang paku cenderung menghasilkan kekuatan sambungan geser ganda yang optimum pada ketiga jenis kayu.

Kekuatan sambungan geser ganda paling tinggi diperoleh pada sambungan kayu nangka untuk setiap perlakuan. Semakin tinggi nilai Z dan beban total sambungan geser ganda maka sesaran yang terjadi semakin besar untuk setiap jenis kayu.

DAFTAR PUSTAKA

[AS] Australian Standard. 1988. Standard Association of Australia Timber Structures Code. Part. 1-Design Methods. AS 1720.1-1988. Australia.

[ASTM] American Society for Testing and Materials. 2002. Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber. ASTM Standard D 143-94. Philadelphia, PA. [ASTM] American Society for Testing and Materials. 2002b.

Standard Test Methods for Mechanical Fastener in Wood. ASTM D 5652- 95., Philadelphia, PA.

[AWC] American Wood Council. 2005. National Design Specification: For Wood Construction, ASD/LRFD. American Forest & Paper Association, 2005 Edition. Washington, DC 20036.

Bleron L and G Duchanois. 2006. Anngle to the Grain Embedding Strength Concerning Dowel Type Fasteners. Forest Product Journal; 56,3; ABI/INFORM Global pg.44. [BSI] British Standard Institution. 1957. Methods of Testing

Small Clear Specimens of Timber. BS 373. Decorporated by Royal Charter. British Standard House, London. Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. 1979. Peraturan

Konstruksi kayu Indonesia. NI-5. 1961. Yayasan Normalisasi Penyelidikan Masalah Bangunan.

[FPL] Forest Products Laboratory. 1999. Wood Handbook : Wood as an Engineering Material. USDA Forest Service. Forest Product Laboratory. USA.

Haygreen JG and JL Bowyer. 1993. Forest Product and Wood Science, An Introduction. Iowa State University Press. Ames, Iowa.

Mandang Y dan IKN Pandit. 1997. Pedoman Identifikasi Kayu di Lapangan. Yayasan Prosea Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan Sumber Daya Manusia Kehutanan. Bogor. Pun CY. 1987. Structural Timber Joints. Malayan Forest

Record No. 32. Forest Research Institute Malaysia. Kuala Lumpur.

Sadiyo S. 2010. Perilaku Kekuatan Sambungan Geser Ganda Batang Kayu dengan Paku Majemuk Berpelat Sisi Baja Akibat Beban Uni-Aksial Tekan. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Surjokusumo S, Sadiyo S, Marzufli AA, Bismo dan Setyo AC. 1980. Sistim Keteknikan Kayu. Studi Sambungan Gang Nail dan Sambungan Paku. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tsoumis G. 1991. Science and Technology Of Wood: Structure, Properties, Utilization. Van Nostrand Reinhold. New York.

Tular dan Idris. 1981. Sekilas Mengenai Struktur Bangunan Kayu di Indonesia. Proceeding Lokakarya Standarisasi Kayu Bangunan. Departemen Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wirjomartono S. 1977. Konstruksi Kayu, Jilid I, Cetakan VI, Bahan-Bahan Kuliah. Penerbit Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Gambar

Gambar 1. (a)  Contoh  uji  sambungan  geser  ganda    batang  kayu dengan paku majemuk berpelat  sisi baja   (b) Pengujian dengan uji uniaksial tekan
Gambar 2.. Hubungan diameter dengan jumlah paku terhadap  nilai  Z  sambungan  kayu  Sengon  pada  sesaran  0,35; 0,8; dan 1,5 mm
Gambar 5. Hubungan  diameter  paku    dengan  beban  total   sambungan kayu sengon pada sesaran 5 mm
Gambar 7. Hubungan diameter dengan jumlah paku terhadap  nilai  Z  sambungan  kayu  nangka  pada  sesaran  0,35; 0,8; dan 1,5 mm
+3

Referensi

Dokumen terkait

(Malang: UIN-Malang Press.. 20 اًضيأ سوماقلا ىمسي .ملأا ةغللا يثدحتلم هعيمتج ت سوماق وه )ةيلصلأا( تنلما ةغللا سوماق وماق بيرعلا سوماقلا لاثلما ، دحاولا ةغل س -

Skripsi yang berjudul "PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG LALU LINTAS (STUDI KASUS DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI DEMAK)" ini secara

Pendekatan yang digunakan untuk meneliti motif pemirsa dalam menonton acara X-Factor adalah pendekatan dengan Teori Uses and Gratification yang menunjukkan bahwa

Mutu pendidikan dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai siswa. Prestasi belajar dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu latar belakang keluarga, kondisi sekolah dan

(4) SHUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh satuan pendidikan penyelenggara Ujian Nasional berdasarkan penetapan Pusat Penilaian Pendidikan, Badan

Comunicare internă şi satisfacţie

Pada awal kegiatan penambangan kapur dilaksanakan, akan terjadi perusakan lahan yang diakibatkan oleh penggalian bahan tambang tersebut.. Perusakan yang terjadi

Pemerintah terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR). 4) Untuk mengetahui pengaruh positif dari Ukuran Perusahaan terhadap pengungkapan Corporate