• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI DESAIN ACUAN SAMBUNGAN DOUBLE SHEAR BALOK KAYU PELAT BAJA EMPAT JENIS KAYU PADA TIGA DIAMETER PAKU MENURUT BERBAGAI ANALISIS PENDEKATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NILAI DESAIN ACUAN SAMBUNGAN DOUBLE SHEAR BALOK KAYU PELAT BAJA EMPAT JENIS KAYU PADA TIGA DIAMETER PAKU MENURUT BERBAGAI ANALISIS PENDEKATAN"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI DESAIN ACUAN SAMBUNGAN

DOUBLE SHEAR

BALOK KAYU – PELAT BAJA EMPAT JENIS KAYU PADA

TIGA DIAMETER PAKU MENURUT BERBAGAI ANALISIS

PENDEKATAN

Oleh

VIVIN ZIANNITA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

NILAI DESAIN ACUAN SAMBUNGAN

DOUBLE SHEAR

BALOK KAYU – PELAT BAJA EMPAT JENIS KAYU PADA

TIGA DIAMETER PAKU MENURUT BERBAGAI ANALISIS

PENDEKATAN

VIVIN ZIANNITA

E24051027

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

Vivin Ziannita. Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear Balok Kayu-Pelat Baja Empat Jenis Kayu pada Tiga Diameter Paku menurut Berbagai Analisis Pendekatan. Dibimbing oleh Ir. Sucahyo Sadiyo, MS

Sambungan kayu adalah sambungan yang mengikat dua atau lebih papan kayu secara bersamaan dengan menggunakan alat sambung mekanik seperti paku, baut, konektor atau menggunakan alat sambung berupa perekat struktural. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh diameter paku dan berat jenis kayu terhadap kekuatan sambungan double shear pelat baja - empat jenis kayu perdagangan Indonesia. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui nilai desain acuan sambungan double shear balok kayu – pelat baja empat jenis kayu pada tiga diameter paku menurut berbagai analisis pendekatan.

Analisa dilakukan terhadap empat nilai yang akan dibandingkan, yaitu pada hasil pengujian yang dilakukan yang selanjutnya disebut sebagai pendekatan A, hasil penelitian Sriyanto, Manshur dan Sadiyo (2009) yang selanjutnya disebut sebagai pendekatan B, nilai-nilai yang merujuk pada literatur yang selanjutnya disebut sebagai pendekatan C, serta hasil beban total sambungan tarik yang dibagi perjumlah paku dan factor keamanan yang selanjutnya disebut sebagai pendekatan D. Sambungan dilakukan dengan menggunakan empat jenis kayu perdagangan Indonesia yaitu kayu meranti merah (Shorea leprosula), kayu mabang (Shorea pachyphylla), kayu kempas ( Koompasia malaccensis ) dan kayu bangkirai ( Shorea laevifolia ). Paku yang digunakan adalah paku dengan diameter 4.1 mm dengan panjang 10 cm, paku dengan diameter 5.2 mm dengan panjang 12.5 cm dan paku dengan diameter 5.5 mm dengan panjang 15 cm. Perhitungan nilai desain acuan sambungan double shear balok kayu – pelat baja berdasarkan pada National Design Specification for Wood Contrsuction.

Hasil analisa menunjukkan bahwa berat jenis kayu mempengaruhi kekuatan sambungan, semakin tinggi berat jenis kayu akan menghasilkan kekuatan sambungan yang tinggi pula. Hal ini bisa dipengaruhi oleh sifat mekanis dari kayu itu sendiri seperti keteguhan tekan maksimum sejajar seratnya. Kayu bangkirai mempunyai berat jenis yang tinggi dibandingkan tiga jenis kayu lainnya namun hasil analisa pendekatan D melihatkan bahwa nilai desain acuan sambungannya lebih rendah dibandingkan ketiga kayu lainnya. Kemudian, penggunaan paku berdiameter lebih besar menghasilkan kekuatan sambungan yang besar pula, namun hal ini tergantung pula dengan keadaan dari paku dan bahan pembuat paku tersebut.

(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear Balok Kayu – Pelat Baja Empat Jenis Kayu pada Tiga Diameter Paku menurut Berbagai Analisis Pendekatan” adalah hasil karya saya sendiri di bawah bimbingan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2009

Vivin Ziannita

(5)

Judul :Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear Balok Kayu – Pelat Baja Empat Jenis Kayu pada Tiga Diameter Paku menurut Berbagai Analisis Pendekatan.

Nama Mahasiswa : Vivin Ziannita

Nomor Pokok : E24051027

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Ir. Sucahyo Sadiyo, MS NIP. 19580501-198403-1-002

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP : 19611126-198601-1-001

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Vivin Ziannita, dilahirkan di Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 14 Januari 1988 dari pasangan Erizal dan Yefniazita. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara, memiliki kakak yang bernama Edo Yefirian dan adik-adik bernama Vikry Ahmad, Nailatul Fadhillah dan Yola Sofenti.

Penulis mengawali pendidikan formal di Tk Jammiyatul Hujjaj Bukittinggi, SD Negeri 15 Belakang Balok Bukittinggi pada tahun 1993 dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di MTsN (Model) I Gulai Bancah Bukittinggi dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2002.

Penulis melanjutkan pendidikan ke SMUN 2 Bukittinggi dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Program USMI dan pada tahun 2006 penulis diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis aktif menjadi pengurus dan anggota Organisasi Taekwondo Institut Pertanian Bogor mulai tahun 2005 hingga 2007. Pada bulan Maret 2009 penulis melaksanakan praktek lapang di PT Toba Pulp Lestari Tbk, Porsea, Sumatera Utara.

Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dengan judul “Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear Balok Kayu – Pelat Baja Empat Jenis Kayu pada Tiga Diameter Paku menurut Berbagai Analisis Pendekatan”, di bawah bimbingan Ir. Sucahyo Sadiyo, MS.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul ” Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear Balok Kayu – Pelat Baja Empat Jenis Kayu pada Tiga Diameter Paku menurut Berbagai Analisis Pendekatan”. Shalawat beriring salam semoga tetap tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman. Tujuan penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Ir. Sucahyo Sadiyo, MS selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

2. Ayah dan Ibu tercinta atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis.

3. Kakak-kakakku tercinta Edo Yefirian dan adik-adikku Vikry Ahmad, Nailatul Fadhillah dan Yola Sofenti atas kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis. 4. Prof. Dr. Ir. IGK Tapa Darma M.Sc selaku dosen penguji perwakilan dari

Departemen Silvikultur, Dr. Ir. Agus Hikmat M.Sc selaku dosen penguji perwakilan dari Departemen Konservasi dan Ekowisata dan Dr. Ir. Ahmad Budiaman M.Sc selaku dosen penguji perwakilan dari Departemen Manajemen Hutan yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini.

5. Dony Habsoro atas do’a, kasih sayang, dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis.

6. Seluruh Laboran dan Staf Departemen Hasil Hutan yang banyak memberikan dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis.

(8)

7. Teman-teman program studi hasil hutan angkatan 42, dan semua mahasiswa THH yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas dukungan semangat dan kerjasamanya selama menempuh kuliah di Fakultas Kehutanan IPB.

8. Teman-teman satu bimbingan: Riva Fachrurrazi. Terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya kepada penulis selama melaksanakan penelitian. 9. Teman-teman Regina Home: Citra Sari, Dhieka Avrillia Lantana, Vani

Pravita, Ratih Esanawati dan Hamigia Zulkhair.

10.Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis, baik yang tersebutkan maupun yang tidak tersebutkan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor , Agustus 2009

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir yang berjudul ”Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear Balok Kayu – Pelat Baja Empat Jenis Kayu pada Tiga Diameter Paku menurut Berbagai Analisis Pendekatan”.Karya ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada beberapa laboratorium, yaitu Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu serta Laboratorium Peningkatan Mutu Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dari awal Mei hingga akhir Juli 2009.

Yield Limit Equation merupakan suatu bentuk perhitungan yang

menyatakan persamaan batas kekuatan yang masih dapat diterima oleh sebuah paku dengan diameter dan panjang paku tertentu. Dengan usa ha ini diharapkan diperoleh nilai desain acuan sambungan double shear balok kayu – pelat baja empat jenis kayu pada tiga diameter paku menurut berbagai analisis pendekatan untuk praktek konstruksi kayu di Indonesia.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian, semoga hasil- hasil yang dituangkan dalam skripsi ini bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya.

Bogor , Agustus 2009

(10)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan Penelitian ... 2 1.3 Hipotesis ... 2 1.4 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sambungan Kayu ... 3

2.2 Paku sebagai Alat Sambung ... 3

2.3 Embedding Strength (Fe) ... 6

2.4 Bentuk Kerusakan Double Shear Connections ... 6

2.4.1 Mode Im... 6

2.4.2 Mode Is ... 7

2.4.3 Mode IIIs ... 7

2.4.4 Mode IV ... 8

2.5 Gambaran Umum Jenis-Jenis Kayu yang Diuji ... 8

2.5.1 Meranti Merah ...` 8

2.5.2 Mabang ... 9

2.5.3 Kempas ... 10

2.5.4 Bangkirai... 10

BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat ... 12

3.2 Alat dan Bahan ... 12

3.2.1 Alat ... 12

3.2.2 Bahan ... 12

(11)

3.3.1 Pembuatan Contoh Uji... 13

3.3.2 Pengujian Sifat Fisis ... 15

3.3.2.1 Kadar Air... 15

3.3.2.2 Kerapatan dan Berat Jenis Kayu ... 16

3.3.3 Pengujian Sifat Mekanis... 16

3.3.3.1 Pengujian Kekuatan Lentur Paku... 16

3.3.3.2 Pengujian Pembenaman Paku Kedalam Balok Kayu ... 17

3.4 Analisis Data ... 18

3.5 Model Matematis... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu ... 24

4.1.1 Kerapatan ... 24

4.1.2 Kadar Air ... 25

4.1.3 Berat Jenis... 27

4.2 Sifat Mekanis Kayu ... 28

4.2.1 Kekuatan Lentur Paku ... 28

4.2.2 Embedding Strength ... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kuat lentur paku untuk berbagai diameter paku bulat ... 5

2. Model Yield Limit Equation untuk Double Shear ... 21

3. Nilai Fyb berdasarkan Ukuran Diameter Paku ... 21

4. Faktor Reduksi , Rd ... 22

5. Kekuatan Alat Sambung berdasarkan Berat Jenis Kayu yang Dimasuki oleh Alat Sambung ... 23

6. Kerapatan rata – rata empat jenis kayu yang diteliti ... 24

7. Rata-rata kadar air empat jenis kayu yang diteliti ... 26

8. Rata-rata berat jenis kayu ... 27

9. Rata-rata nilai MOE dan MOR tiga jenis paku menurut ukuran diameternya 28 10. Rata-rata kekuatan alat sambung yang masuk kedalam main member (Fem) 29 11. Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear (Z) kayu Meranti Merah – Pelat Baja... 30

12. Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear (Z) kayu Mabang – Pelat Baja... 31

13. Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear (Z) kayu Kempas – Pelat Baja... 32

14. Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear (Z) kayu Bngkirai – Pelat Baja... 33

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Mode Kerusakan Im ... 6

2. Mode Kerusakan Is ... 7

3. Mode Kerusakan IIIs ... 7

4. Mode Kerusakan IV... 8

5. Paku uji kekuatan lentur ... 13

6. Contoh uji sifat fisis kayu (ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm)... 14

7. Plat steel untuk uji pembenaman paku kedalam balok ... 14

8. Contoh uji pembenaman paku kedalam balok (ukuran 5.5cm x 5cm x 20cm)15 9. Pengujian Kekuatan Lentur Paku ... 17

10.Pengujian Pembenaman Paku Kedalam Balok ... 18

11.Diagram Batang Kerapatan Rata – Rata Empat Jenis Kayu ... 25

12.Diagram Batang Kadar Air (Kering Udara) Rata-Rata Empat Jenis Kayu ... 26

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Hasil Pengukuran Sifat Fisis (KA, BJ dan Kerapatan) Empat Jenis Kayu ... 41

2. Hasil Perhitungan Yield Mode (Z) untuk Data Pendekatan A... 42

3. Hasil Pengukuran Sifat Fisis (KA, BJ dan Kerapatan) Kayu Kempas ... 43

4. Hasil Pengukuran Sifat Fisis (KA, BJ dan Kerapatan) Kayu Mabang... 46

5. Hasil Pengukuran Sifat Fisis (KA, BJ dan Kerapatan) Kayu Meranti Merah. 49 6. Hasil Pengukuran Sifat Fisis (KA, BJ dan Kerapatan) Kayu Bangkirai ... 52

7. Hasil Perhitungan Yield Mode (Z) untuk Pendekatan B... 55

8. Hasil Perhitungan Yield Mode (Z) untuk Data Pendekatan C ... 67

9. Rata-rata Beban per Paku Berdasarkan Empat Macam Sesaran ... 68

10. Hasil Perhitungan Yield Mode (Z) untuk Data Pendekatan D... 70

11. Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear (Z) kayu Meranti Merah – Pelat Baja pada Beberapa Diameter Paku menurut Model Kerusakan ... 71

12. Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear (Z) kayu Mabang – Pelat Baja pada Beberapa Diameter Paku menurut Model Kerusakan ... 72

13. Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear (Z) kayu Kempas – Pelat Baja pada Beberapa Diameter Paku menurut Model Kerusakan ... 73

14. Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear (Z) kayu Bngkirai – Pelat Baja pada Beberapa Diameter Paku menurut Model Kerusakan ... 74

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kayu sebagai bahan konstruksi memiliki keuntungan dibandingkan dengan bahan lain, yaitu kayu mudah untuk dikerjakan, lebih murah, cukup awet, mudah disambung dan memiliki nilai keindahan. Hal ini yang menyebabkan kayu dapat digunakan untuk pembuatan rumah, jembatan, pelabuhan, bantalan kereta api dan lain sebagainya. Kayu yang digunakan sebagai bahan konstruksi harus memiliki bentangan yang cukup panjang sedangkan kayu yang dijual di pasar sangat terbatas ukuran bentang panjangnya sehingga diperlukan suatu sambungan pada batang – batang kayu untuk bisa mencapai bentang struktur yang dikehendaki.

Sambungan pada suatu konstruksi merupakan titik kritis atau terlemah pada konstruksi tersebut. Titik kritis sebuah sambungan konstruksi harus mampu menerima dan menahan beban yang terjadi. Kekuatan sambungan kayu sangat dipengaruhi oleh komponen pembentuk sambungan, yaitu balok kayu yang akan disambung, alat sambung (paku atau pelat sambung) dan bentuk sambungan yang akan dibuat. Balok kayu yang digunakan dalam pembuatan sambungan akan mempengaruhi kekuatan karena adanya perbedaan sifat fisik maupun sifat mekanik dari setiap jenis kayu. Begitu pula dengan alat sambung yang digunakan, jumlah maupun ukuran alat sambung akan turut mempengaruhi kekuatan sambungan.

Alat sambung yang dapat digunakan dalam penyambungan adalah berupa pelat sambung dan paku. Pelat sambung akan membentuk sambungan dengan mudah dan diharapkan dapat meningkatkan kekuatan sambungan. Paku merupakan salah satu alat sambung mekanik (mechanical joint) yang digunakan dalam membuat sambungan kayu. Keuntungan dalam menggunakan paku sebagai alat sambung adalah relatif murah dan mudah dikerjakan.

Menurut Surjokusumo (1980),variabel yang digunakan untuk melihat dan menduga besarnya beban yang bekerja pada suatu sambungan adalah diameter paku, jumlah paku, dan berat jenis kayu. Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh variabel – variabel diatas

(16)

terhadap kekuatan lentur paku dan kekuatan paku yang dibenamkan kedalam empat jenis kayu yang memiliki berat jenis yang berbeda dengan ukuran paku yang berbeda pula.

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh diameter paku dan berat jenis kayu terhadap kekuatan sambungan double shear pelat baja - empat jenis kayu perdagangan Indonesia. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui nilai desain acuan sambungan double shear balok kayu – pelat baja empat jenis kayu pada beberapa diameter paku menurut berbagai analisis pendekatan.

1.3Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah diameter alat sambung paku dan berat jenis kayu akan mempengaruhi kekuatan sambungan double shear pelat baja - empat jenis kayu perdagangan Indonesia. Semakin besar diameter paku yang digunakan dalam penyambungan, maka kekuatan sambungan akan semakin tinggi. Serta berat jenis yang tinggi memberikan peluang kekuatan sambungan juga semakin tinggi.

1.4Manfaat Penelitian

Dengan diketahuinya beban yang mampu diterima oleh sambungan kayu dari suatu bangunan kayu, sehingga dapat memberikan keamanan bagi pekerja maupun penghuni bangunan tersebut.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Sambungan Kayu

Penggunaan kayu sebagai bahan bangunan masih menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini mengingat lebih banyak keuntungan menggunakan kayu sebagai bahan bangunan dibandingkan dengan bahan lain, diantaranya kayu mudah dipotong, mudah disambung, mudah dikerjakan dengan alat sederhana, cukup kuat dengan berat relatif ringan, cukup awet dan memiliki estetika yang tinggi. Kekuatan suatu bangunan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya jenis kayu yang digunakan, jenis atau macam rancang bangun dan faktor alam yang mempengaruhi (Sadiyo dan Agustina, 2004).

Sambungan kayu adalah sambungan yang mengikat dua atau lebih papan kayu secara bersamaan dengan menggunakan alat sambung mekanik seperti paku, baut, konektor atau menggunakan alat sambung berupa perekat struk tural. Tipe sambungan dengan alat sambung mekanik tersebut dikenal sebagai mechanical joint dan tipe sambungan dengan alat sambung perekat disebut glued joint. Sambungan paku berperan penting dalam konstruksi kayu, seperti bangunan gedung, rumah, menara ataupun jembatan. Hal ini dikarenakan struktur kayu terbuat dari komponen yang harus disambungkan secara bersama – sama untuk memindahkan beban yang diterima oleh komponen kayu tersebut ( Pun, 1987 ).

Tular dan Idris ( 1981 ) menyatakan bahwa pada konstruksi bangunan kayu akan timbul gaya – gaya yang bekerja padanya. Sambungan merupakan titik terlemah dari suatu batang tarik, maka dalam membuat sambungan harus diperhitungkan cara menyambung dan menghubungkan kayu sehingga sambungan dapat diterima dan menyalurkan gaya yang bekerja padanya.

2.2Paku sebagai Alat Sambung

Penggunaan paku sebagai alat sambung memungkinkan untuk didapatkannya efisiensi sambungan yang tinggi yang selanjutnya dapat mengurangi penggunaan bahan konstruksi yang berlebihan serta memudahkan

(18)

pekerjaan pelaksanaannya. Menurut Soehendrodjati ( 1990 ) pemakaian paku sebagai alat sambung banyak digunakan, baik untuk alat sambung perabot rumah tangga, kusen, pintu, jendela maupun sambungan struktur bangunan. Beberapa keuntungan penggunaan paku adalah sebagai berikut :

a. Paku merupakan alat sambung yang murah, sehingga harga struktur menjadi murah.

b. Sambungan paku bersifat kaku, sesaran kecil, sehingga struktur menjadi lebih kokoh.

c. Pelaksanaan pekerjaan cepat, mudah, tidak memerlukan tenaga ahli, peralatanya cukup dengan palu dan catut saja.

d. Perlemahan kayu akibat sambungan paku kecil

Berdasarkan PKKI-NI 61 ( 1979 ) syarat – syarat dan cara perhitungan sambungan paku adalah sebagai berikut :

a. Paku yang digunakan dapat mempunyai tampang melintang yang berbentuk bulat, persegi atau beralur lurus.

b. Kekuatan paku tidak tergantung dari besar sudut antara gaya dan arah serat kayu. c. Ujung paku yang keluar dari sambungan sebaiknya dibengkokkan tegak lurus arah

serat, asal pembengkokkan tersebut tidak akan merusak kayu.

d. Apabila dalam satu baris lebih dari 10 batang paku maka kekuatan paku harus dikurangi dengan 10% dan jika lebih dari 20 batang harus dikurangi 20%.

e. Pada sebuah sambungan paku, paling sedikit harus digunaka n 4 batang paku. Hasil penelitian Surjokusumo et al. (1980) mengemukakan bahwa kekuatan sambungan kayu dipengaruhi oleh jenis kayu. Dengan demikian peranan jenis kayu dalam hal ini kerapatan kayu atau tebal dinding sel kayu sangat besar dalam mempengaruhi kekuatan sambungan kayu. Penelitian Surjokusumo et al. (1980) menyimpulkan bahwa semakin tinggi kerapatan kayu dan semakin banyak jumlah paku maka kekuatan sambungan akan meningkat, tetapi peningkatan ini tidak bersifat linier. Pemakaian jumlah paku yang besar pada kayu dengan kerapatan tinggi cenderung akan memperbesar perlemahan sambungan. Selanjutnya dikatakan bahwa rata – rata kekuatan per paku akan meningkat dengan meningkatnya kerapatan kayu tetapi cenderung konstan dengan bertambahnya jumlah paku.

(19)

Menurut Pun ( 1987 ), double shear mampu menahan beban lebih besar dibandingkan bentuk single shear. Pembebanan lateral yang dihasilkan dari sambungan kayu yang menggunakan paku jauh lebih besar dibandingkan pembebanan withdrawal, sehingga dijadikan dasar dalam pembuatan sambungan yang baik.

Perkembangan terakhir studi sambungan kayu dikemukakan ole h Thelandersson dan Hans (2003) dalam Sadiyo (2008). Dikatakan bahwa terdapat tiga parameter utama yang cenderung mempengaruhi kekuatan sambungan menggunakan alat sambung tipe dowel ( paku atau baut ), yaitu :

a. Kemampuan lentur alat sambung. Kemampuan melentur ini sangat tergantung dari diameter dan kekuatan bahan atau alat sambungnya.

b. Kemampuan melekat atau mengikat alat sambung ke dalam kayu solid atau kayu komposit. Kekuatan mengikat tersebut terutama tergantung pada kerapatan kayu dalam mencengkeram paku dan baut. Dengan demikian terdapat kaitan langsung dengan luas permukaan (diameter dan panjang) alat sambung yang masuk ke dalam kayu.

c. Kekuatan withdrawal terutama pada alat sambung yang memiliki permukaan tidak halus.

Kuat lentur paku menurun dengan semakin meningkatnya diameter paku. Paku baja (hardened steel nail) memiliki kuat lentur yang lebih tinggi. Kekuatan paku tergantung pada bahan baku penyusunnya (besi, baja, seng, atau alumunium).

Tabel 1 Kuat lentur paku untuk berbagai diameter paku bulat

Diameter Paku Kuat Lentur Paku ( Fyb )

≤ 3.6 mm 3.6 mm < D ≤ 4.7 mm 4.7 mm < D ≤ 5.9 mm 5.9 mm < D ≤ 7.1 mm 7.1 mm < D ≤ 8.3 mm D > 8.3 mm 689 N/mm2 620 N/mm2 552 N/mm2 483 N/mm2 414 N/mm2 310 N/mm2 Sumber : Awaludin (2005)

(20)

2.3 Embedding strength (Fe)

Embedding strength merupakan suatu istilah yang di pakai untuk pengujian pembenaman paku kedalam balok, disimbolkan dengan (Fe). Nilainya didapatkan dari berat jenis jika contoh ujinya berupa kayu terdapat dalam National Design Spesification of Wood Construction (2005). Jika menggunakan alat sambung yang diberi perlakuan panas pada saat pembuatan alat sambung tersebut (hot-rolled steel side member) dengan rumus (Fes = 1.5 Fu) biasanya digunakan untuk membuat baut dan penggunaan alat sambung yang diberi perlakuan dingin pada saat pembuatan alat sambung tersebut (cold-formed steel side member) dengan rumus (Fes = 1.375 Fu) biasanya digunakan untuk membuat paku. Pada penelitian menggunakan paku, oleh karena itu nilai Fes adalah sebesar 61850 psi. Fu merupakan suatu simbol untuk menggambarkan kuatnya alat sambung paku – pelat baja yang digunakan untuk menentukan perhitungan nilai desain sambungan kayu (Design of Wood Structures, 2007).

2.4Bentuk Kerusakan Double Shear Connections

Sambungan double shear merupakan sambungan yang terdiri atas dua buah side member yang terletak disamping main member. Side member bisa terbuat dari kayu atau sampel kayu yang akan diuji, plat besi atau baja, dan sebagainya. Sedangkan main member pada umumnya digunakan kayu dengan berat jenis tertentu. Ada empat macam tipe kerusakan yang akan dilihat dalam penelitian ini, yaitu :

2.4.1 Mode Im

(21)

Beban pada mode I merupakan beban yang merata karena dalam mekanisme ini alat sambung tidak memutar atu melentur. Kekuatan sambungan pada kayu sangat sederhana dibawah beban yang merata. Kemungkinan dari mode I dapat dibandingkan pada setiap kayu anggota member dari sambungan. Sehingga, mekanisme I diklasifikasikan menjadi Mode Im dan Is.

Mode Im terjadi jika kekuatan sambungan berlebihan di main member sedangkan Is terjadi jika beban terlalu besar di side member.

Mode Im ini merupakan model yang memperlihatkan kerusakan pada bagian main member jika terjadi tarik berlawanan arah pada side member dengan main member, sedangkan alat sambungnya tetap (tidak rusak).

2.4.2 Mode Is

Gambar 2 Mode kerusakkan Is.

Mode Is ini memperlihatkan bahwa terjadi kerusakan pada bagian side member jika terjadi tarik berlawanan arah antara side member dengan main membernya, sedangkan alat sambungnya tidak rusak. Mode Is dalam penelitian ini diduga tidak akan terjadi karena side member yang digunakan terbuat dari plat baja.

2.4.3 Mode IIIs

(22)

Mode IIIs memperlihatkan kerusakan yang terjadi pada bagian paku dan

side membernya, sedangkan main membernya tetap mempertahankan sambungan.

Mode IIIs dalam penelitian ini diduga juga tidak akan terjadi karena side member yang digunakan dari baja. Jadi tidak mungkin terjadi kerusakan pada side membernya.

2.4.4 Mode IV

Gambar 4 Mode kerusakkan IV.

Mode IV merupakan model yang menggambarkan kerusakan yang terjadi pada alat sambungnya, sedangkan pada side member dan main membernya tetap (tidak rusak).

2.5Gambaran Umum Jenis – Jenis Kayu yang Diuji

2.5.1 Meranti Merah

Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula) memiliki ciri-ciri warna kayu terasnya bervariasi dari hampir putih, coklat pucat, merah jambu, merah muda, merah kelabu, merah-coklat muda dan merah sampai merah tua atau coklat tua. Kayu gubal berwarna lebih muda dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras, berwarna putih, putih kotor, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan sangat muda, biasanya kelabu, tebal 2 – 8 cm.

Tekstur kayu agak kasar sampai kasar dan merata, lebih kasar dari meranti putih dan kuning. Arah serat kayunya agak berpadu, kadang-kadang hampir lurus, bergelombang atau sangat berpadu. Permukaan kayu licin atau agak licin dan kebanyakan agak mengkilap.

(23)

Kayu yang mempunyai arah serat berpadu menunjukkan gambar berupa pita pada bidang radial. Pada bidang tersebut terdapat juga gambar jari-jari, tetapi biasanya tidak jelas, karena perbedaan warna yang tidak menyolok.

Pori sebagian besar soliter, sebagian kecil bergabung 2 – 3 dalam arah radial, kadang-kadang berkelompok dalam arah diagonal atau tangensial, diameter umumnya 200 – 300 mikron kadang lebih dari 400 mikron, kadang-kadang berisi tilosis, gom atau dammar coklat.

Kayu meranti merah memiliki rata-rata berat jenis 0,52 (0,30–0,86), dengan kelas kuat III – IV. Daya tahan kayu Shorea leprosula terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light termasuk kelas III (Anonim, 2009).

2.5.2 Mabang

Kayu mabang termasuk dalam kelompok meranti merah dengan nama latin Shorea pachyphylla dari suku Dipterocarpaceae. Nama lain dari kayu mabang ini adalah meranti kerucup. Penyebaran kayu ini hanya dapat dijumpai di daerah Kalimantan pada daerah tanah bergambut. Ciri umum kayu mabang antara lain, pohon besar, batang merekah dan bersisik, banir besar, dan pada umunya berdamar. Kulit luar dan dalam tebal, berurat-urat, kayu warna merah atau kemerah- merahan, gubalnya kuning pucat, isi kayu bewarna merah.

Ciri anatomi kelompok kayu meranti merah ini antara lain memiliki pori yang sebagian besar soliter, sebagian kecil bergabung 2-3 dalam arah radial, kadang-kadang berkelompok dalam arah diagonal atau tangensial, diameter umumnya 200-300 mikron kadang-kadang lebih dari 400 mikron, frekuensi 2-8 per mm2, kadang-kadang berisi tilosis, gom atau damar coklat. Jari- jari hampir seluruhnya multiserat, berukuran sedang dengan lebar maksimum 75 mikron, tinggi bervariasi antara 125-3375 mikron, frekuensi 4-5 per mm, kadang-kadang berisi kristal Ca-oksala secara sporadic.

Kayu mabang ini memiliki rata-rata berat jenis 0,77 (0,52–0,92), kelas kuat II-III dan kelas awet III. Kayu mabang dapat dipakai untuk venir dan kayu lapis, bahan konstruki (rangka, balok, galar, kaso, pintu, jendela, dinding, lantai), kayu perkapalan, peti pengepak, mebel murah, peti mati dan alat musik. Jenis kayu ini pada umumnya dapat dipaku dan disekrup dengan baik, tetapi cenderung pecah apabila menggunakan alat sambung yang cukup besar (Anonim, 2009).

(24)

2.5.3 Kempas

Kayu kempas memiliki nama latin Koompassia malaccensis. Kayu kempas termasuk dalam family Fabaceae (Leguminosae) dengan daerah penyebaran Aceh, Bangka, Belitung, Kalimantan dan Sumatera. Nama lain dari kayu kempas adalah manggeris (Aceh, Bangka, Belitung, Kalimantan), hampas (Sumatera, Kalimantan). Ciri umum kayu kempas ini antara lain kayu teras bewarna merah seperti merah bata, bergaris – garis kekuningan, mudah dibedakan dari gubal yang berwarna coklat sangat muda sampai kuning coklat muda. Memiliki tekstur kasar sampai sangat kasar. Arah serat lurus berombak sampai berpadu, permukaannya agak mengkilap, sering mempunyai kulit tersisip dan tingkat kekerasan sangat keras.

Ciri anatomi kayu kempas yaitu berpori baur, beberapa soliter, sebagian besar berganda radial yang terdiri atas 2-3 pori, jumlahnya sekitar 2-6 per mm2, diameter tangensialnya sekitar 220-300 mikron, bidang perforasi sederhana. Jari-jari kayu kempas tergolong sempit 1–2 seri, yang lebar 4–5 seri, jumlahnya sekitar 7–11 per mm arah tangensial dan pada bidang tangensial jari–jari itu cenderung bertingkat.

Sedangkan dari sifatnya, kayu kempas memiliki rata-rata berat jenis 0,95 (0,68–1,29), kelas awet III-IV dan kelas kuat I-II. Kayu kempas dapat digunakan sebagai bahan konstruksi berat, bantalan rel kereta api, tiang telepon/listrik, bangunan pelabuhan, rangka pintu dan jendela serta lantai rumah (Mandang dan Pandit, 1997).

2.5.4 Bangkirai

Kayu bangkirai memiliki nama daerah Anggelam, benuas (Kalimantan). Di negara lain seperti UK, USA, France, Spain, Italy, Serawak, Netherland, dan Jerman kayu ini disebut Bangkirai. Nama latinnya Shorea laevifolia Endert yang merupakan famili Dipterocarpaceae Daerah penyebarannya di Kalimantan. Bentuk pohonnya memiliki ketinggian hingga mencapai 40 m, panjang bebas cabang 10 – 30 m, diameter dapat mencapai 120 cm. Kulit warna kelabu, merah atau coklat sampai merah tua, beralur dan mengelupas kecil-kecil. Warna kayu teras berwarna kuning coklat, kayu gubal coklat muda atau kekuning-kuningan. Tekstur halus sampai agak kasar. Berat jenis kayu 0.91 (0.60-1.16) termasuk

(25)

dalam Kelas awet I Kelas kuat I – II. Kembang susut kayu sangat besar. Daya retak sedang – tinggi. Tempat tumbuh pada tanah liat, berpasir dan tanah podzolik. Kegunaan kayu biasanya untuk bangunan, jembatan, tiang listrik, bantalan rel kereta api, kayu perkapalan dan konstruksi berat la innya (Anonim, 2009).

(26)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1Waktu dan Tempat

Penelitian kekuatan sambungan menurut kekuatan lentur paku serta pembenaman paku ke dalam balok terhadap empat jenis kayu dilakukan selama kurang lebih tiga bulan yaitu dari bulan Mei hingga Juli 2009. Pembagian waktu didasarkan pada dua kelompok kegiatan yaitu penyiapan bahan baku dan pembuatan contoh uji untuk pembenaman paku kedalam balok yang dikerjakan kurang lebih dua bulan sedangkan pengujian dilakukan selama kurang lebih satu bulan.

Penyiapan bahan baku dan contoh uji dilakukan di workshop penggergajian kayu laboratorium Peningkatan Mutu Hasil Hutan. Sedangkan pengujian contoh uji dilakukan di laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehuta nan, Institut Pertanian Bogor.

3.2Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat penelitian yang digunakan dalam penyiapan dan pembuatan contoh uji adalah table circular saw untuk memotong kayu menjadi balok-balok, penggaris untuk mengukur panjang bahan dan contoh uji.

Alat yang digunakan untuk mengukur kadar air, kerapatan dan berat jenis kayu adalah kaliper untuk mengukur dimensi contoh uji, timbangan elektrik untuk mengukur berat contoh uji dan oven yang digunakan untuk mengeringka n contoh uji hingga kering oven. Pengujian kekuatan lentur paku dan pembenaman paku kedalam balok dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Machine merk Instron series IX version 8.27.00.

3.2.2 Bahan

Kayu yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas empat jenis kayu perdagangan Indonesia yang memiliki perbedaan kerapatan dan berat jenis. Jenis kayu yang digunakan adalah Meranti Merah, Mabang, Kempas dan Bangkirai.

(27)

Bagian kayu yang digunakan adalah semua bagian kayu, tidak membedakan antara kayu gubal dan kayu teras. Sebelum kayu di gunakan untuk dibuat contoh uji, terlebih dahulu kayu dikeringkan untuk mendapatkan kadar air kering udara.

Alat sambung yang digunakan berupa paku yang terdiri atas tiga ukuran yaitu diameter 4,1 mm dengan panjang 10 cm; diameter 5,2 mm dengan panjang 12 cm; dan diameter 5,5 mm dengan panjang 15 cm.

Gambar 5 Paku uji kekuatan lentur.

3.3Metode Penelitian

Pengujian sifat fisis kayu yang diteliti meliputi kerapatan, berat jenis, kadar air, sedangkan untuk pengujian sifat mekanik meliputi kekuatan lentur paku dan pembenaman paku kedalam balok (embedding strength). Pengujian ini menggunakan Universal Testing Machine merk Instron series IX version 8.27.00. Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari pembuatan dan pengujian contoh uji.

3.3.1 Pembuatan Contoh Uji

Pembuatan contoh uji yang dilakukan antara lain, penyiapan bahan dan pembuatan plat modifikasi (alat bantu untuk pengujian pembenaman paku kedalam balok). Pembuatan contoh uji adalah langkah awal yang dilakukan untuk memulai pengujian. Sebelumnya, bahan berupa balok kayu gergajian terlebih dahulu dikeringkan selama satu tahun untuk mendapatkan kadar air kering udara. Contoh uji kadar air, kerapatan dan berat jenis dibuat dari kayu yang sama dengan ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm. Pengujian kadar air, kerapatan dan berat jenis merupakan pengujian sifat fisis yang bertujuan untuk mengetahui kadar air, kerapatan dan berat jenis dari kayu yang digunakan karena sifat fisis tersebut

(28)

sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis kayu dan tidak dapat dipisahkan antara keduanya.

Gambar 6 Contoh uji sifat fisis kayu (ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm).

Pembuatan plat sebagai alat bantu dalam pengujian pembenaman paku kedalam balok sangatlah bermanfaat. Plat terbuat dari steel yang berukuran 1 cm x 14 cm x 5 cm berjumlah 2 buah yang berfungsi untuk memegang paku pada kiri kanan sample yang akan diuji. Plat ini diberi lobang seukuran diameter paku yaitu 4.1 mm, 5.2 mm dan 5.5 mm pada jarak 7.5 cm dari bagian bawah plat, kemudian antar titik tengah lobang yang satu dengan lobang yang lain berjarak 2 cm. Plat yang berfungsi untuk membenamkan paku kedalam balok uji terbuat dari steel yang berukuran 1.5 cm x 8.5 cm x 6 cm berjumlah 1 buah.

Gambar 7 Plat steel untuk uji pembenaman paku kedalam balok.

.Contoh uji pembenaman paku kedalam balok, balok dib uat dari kayu yang sama dengan ukuran 5.5 cm x 5 cm x 20 cm. Pengujian pembenaman paku kedalam balok ini merupakan pengujian sifat mekanis yang bertujuan untuk

(29)

mengetahui nilai Fem (kekuatan alat sambung yang masuk kedalam main member), dimana alat sambung yang dimaksud adalah paku dan main member yang dimaksud adalah balok kayu. Nilai Fem ini yang nantinya menjadi salah satu faktor penentu nilai Z yang akan dihitung.

Gambar 8 Contoh uji pembenaman paku kedalam balok (ukuran 5.5 cm x 5 cm x 20 cm).

3.3.2 Pengujian Sifat Fisis

3.3.2.1Kadar Air

Pengujian kadar air pada contoh uji dimaksudkan untuk mengetahui berapa besar persentase kadar air yang masih terkandung di dalam kayu atau mengetahui contoh uji sudah kering atau belum. Contoh uji ditimbang beratnya untuk mengetahui berat awal (kering udara) sebelum dimasukan kedalam oven. Selanjutnya contoh uji dimasukan kedalam oven dengan suhu (103±2)°C hingga mendapatkan berat konstan (kering oven). Setelah contoh uji dikeringkan dalam oven, kemudian contoh uji ditimbang kembali untuk mengetahui berat akhir (berat kering oven). Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

KAKU = kadar air kering udara (%) BKU = berat kering udara (g) BKO = berat kering oven (g)

(30)

3.3.2.2Kerapatan dan Berat Jenis kayu

Kerapatan adalah perbandingan antara berat contoh uji saat kering udara terhadap besarnya volume contoh uji tersebut. Pengujian kerapatan kayu dilakukan dengan cara menimbang contoh uji untuk mengetahui berat awal (kondisi kering udara), kemudian volume contoh uji diukur dengan mengalikan panjang, lebar dan tebalnya dengan menggunakan caliper. Nilai kerapatan contoh uji dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

Perhitungan berat jenis banyak disederhanakan karena 1 cm3 air beratnya tepat 1 gram. Jadi berat jenis dapat dihitung secara langsung dengan membagi berat dalam gram dengan volume dalam centimeter kubik. Dengan angka, maka kerapatan dan berat jenis adalah sama. Namun berat jenis tidak mempunyai satuan karena berat jenis adalah nilai relative. Nilai berat jenis dapat diperoleh dengan rumus berikut:

3.3.3 Pengujian Sifat Mekanis

3.3.3.1Pengujian kekuatan lentur paku

Pengujian kekuatan lentur paku adalah pengujian sifat mekanis. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine merk Instron series IX version 8.27.00. Pengujian sifat mekanis kekuatan lentur paku tersebut dilakukan dengan memberikan beban pada arah tegak lurus melintang paku, dengan pemberian beban perlahan sampai contoh uji mengalami kerusakan. Beban tersebut merupakan beban maksimum yang dapat diterima oleh contoh uji.

(31)

Gambar 9 Pengujian Kekuatan Lentur Paku.

Pengujian kekuatan lentur paku menghasilkan nilai Modulus of Elasticity (MOE) dan Modulus of Rupture (MOR) dengan rincian sebagai berikut :

a. Modulus of Elasticity (MOE)

Rumus defleksi (lendutan) pada beban terpusat (center loading):

Rumus momen inersia titik berat untuk penampang lingkaran (I)

maka defleksi bahan dengan penampang lingkaran dan diberi beban terpusat :

sehingga Modulus of Elasticity (MOE) dapat dirumuskan :

b. Modulus of Rupture (MOR)

3.3.3.2Pengujian pe mbenaman paku kedalam balok kayu

Pengujian pembenaman paku kedalam balok adalah pengujian sifat mekanis. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine merk Instron series IX version 8.27.00. Pengujian sifat mekanis pembenaman paku kedalam balok tersebut dilakukan dengan memberikan beban

(32)

pada arah melintang paku, dengan pemberian beban perlahan sampai paku terbenam dalam kayu. Beban tersebut merupakan beban maksimum yang dapat diterima oleh kayu.

Gambar 10 Pengujian pembenaman paku kedalam balok.

3.4Analisis Data

Pengolahan data menggunakan program Microsoft Office Excel. Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan nilai desain acuan sambungan double shear balok kayu – pelat baja empat jenis kayu pada beberapa diameter paku menurut berbagai analisis pendekatan. Hasil pengujian ini nantinya akan dibandingkan dengan penelitian Sriyanto dan Sadiyo (2009), Manshur dan Sadiyo (2009) dan Literatur. Hasil pengujian dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan sambungan double shear paku tunggal selanjutnya dinamakan sebagai pendekatan A, untuk penelitian Sriyanto dan Sadiyo (2009) dan Manshur dan Sadiyo (2009) yang dilakukan melalui sambungan double shear paku majemuk selanjutnya dinamakan sebagai pendekatan B, untuk literatur selanjutnya dinamakan sebagai pendekatan C dan untuk hasil beban total paku pada penelitian Sriyanto dan Sadiyo (2009) dan Manshur dan Sadiyo (2009) selanjutnya dinamakan sebagai pendekatan D.

Nilai pendekatan A dalam penelitian ini diolah untuk mendapatkan nilai Z (Yield Mode, kg). Nilai D (diameter paku) adalah 0.16, 0.20 dan 0.22 inchi. Kemudian nilai Fyb (kekuatan lentur alat sambung, psi.) diperoleh dari hasil pengujian kekuatan lentur paku. Nilai Fyb ini didapat dari nilai MOR (Modulus of Rupture) uji kekuatan lentur paku. Sela njutnya lm (panjang paku yang masuk kedalam balok kayu) adalah 2.17 inchi diperoleh dari ukuran lebar kayu yang digunakan. Nilai ls (panjang paku yang masuk kedalam pelat baja) adalah 0.59

(33)

inchi didapatkan dari ukuran lebar plat yang digunakan pada pengujian pembenaman paku kedalam balok. Nilai Fem (kekuatan paku yang masuk kedalam balok kayu, psi.) diperoleh dari beban maksimum paku (kg) dibagi dengan luasan daerah kayu yang terbenam oleh paku (cm2) pada pengujian pembenaman paku kedalam balok yang selanjutnya dikonversi kedalam psi. Nilai Fes (kekuatan paku yang masuk kedalam pelat baja) adalah 61850 psi. Nilai Rd merupakan factor reduksi, nilainya dapat dilihat dalam table 4. Kemudian nilai Re diperoleh dari hasil pembagian Fem denga Fes. Semua aspek ini dimasukkan kedalam rumus masing- masing Yield Mode, untuk mendapatkan nilai Z (lb.) yang kemudian dikonversi kedalam (kg).

Nilai pendekatan B dalam penelitian ini diolah juga untuk mendapatkan nilai Z (Yield Mode, kg). Nilai D (diameter paku) adalah 0.16, 0.20 dan 0.22 inchi. Kemudian nilai Fyb (kekuatan lentur alat sambung, psi.) diperoleh dari Fyb from formula pada tabel 3 yang telah dikonversi ke psi. Sela njutnya lm (panjang paku yang masuk kedalam balok kayu) adalah 2.17 inchi diperoleh dari ukuran lebar kayu yang digunakan. Nilai ls (panjang paku yang masuk kedalam pelat baja) adalah 0.59 inchi diperoleh dari ukuran lebar plat yang digunakan pada pengujian. Nilai Fem (kekuatan paku yang masuk kedalam balok kayu, psi.) nilainya bisa dilihat pada table 5, nilai ini didasarkan pada berat jenis kayu yang digunakan pada penelitian Sriyanto dan Sadiyo (2009) dan Manshur dan Sadiyo (2009). Nilai Fes (kekuatan paku yang masuk kedalam pelat baja) adalah 61850 psi. Nilai Rd merupakan factor reduksi, nilainya dapat dilihat dalam table 4. Kemudian nilai Re diperoleh dari hasil pembagian Fem denga Fes. Semua aspek ini dimasukkan kedalam rumus masing- masing Yield Mode, untuk mendapatkan nilai Z (lb.) yang kemudian dikonversi kedalam (kg).

Nilai pendekatan C dalam penelitian ini diolah juga untuk mendapatkan nilai Z (Yield Mode, kg). Nilai D (diameter paku) adalah 0.16, 0.20 dan 0.22 inchi. Kemudian nilai Fyb (kekuatan lentur alat sambung, psi.) didapatkan dari Fyb from formula pada tabel 3 yang telah dikonversi ke psi. Sela njutnya lm (panjang paku yang masuk kedalam balok kayu) adalah 2.17 inchi diperoleh dari ukuran lebar kayu yang digunakan. Nilai ls (panjang paku yang masuk kedalam pelat baja) adalah 0.59 inchi diperoleh dari ukuran lebar plat yang digunakan pada pengujian. Nilai Fem (kekuatan paku yang masuk kedalam balok kayu, psi.)

(34)

nilainya bisa dilihat pada table 5, nilai ini didasarkan pada berat jenis kayu yang dirujuk dari referensi. Nilai Fes (kekuatan paku yang masuk kedalam pelat baja) adalah 61850 psi. Nilai Rd merupakan factor reduksi, nilainya dapat dilihat dalam table 4. Kemudian nilai Re diperoleh dari hasil pembagian Fem denga Fes. Semua aspek ini dimasukkan kedalam rumus masing- masing Yield Mode, untuk mendapatkan nilai Z (lb.) yang kemudian dikonversi kedalam (kg).

Nilai pendekatan D berbeda dengan yang lainnya. Nilai ini diperoleh dari beban total sambungan tarik pada beberapa sesaran, yaitu sesaran 0.35 mm, 0.8 mm, 1.5 mm dan 5 mm. Nilai beban total sambungan tarik ini diperoleh dari penelitian Sriyanto dan Sadiyo (2009) dan Manshur dan Sadiyo (2009). Nilai beban total sambungan tarik pada sesaran 0.35 mm, 0.8 mm dan 1.5 mm tidak dibagi dengan factor keamanan, hanya dibagi jumlah paku saja agar mendapatkan beban untuk satu paku. Tetapi untuk beban total sambungan tarik pada sesaran 5 mm setelah dibagi jumlah paku juga dibagi dengan factor keamanan, karena diduga pada sesaran 5 mm ini paku sudah mengalami kerusakan. Nilai yang dihasilkan masih tersusun dalam masing- masing diameter dan masing- masing sesaran. Dari masing- masing diameter dan masing- masing sesaran, dipilih nilai yang paling kecil. Nilai ini dikumpulkan dalam satu diameter dan masing- masing sesaran. Nilai yang terakhir ini yang merupakan nilai Z (kg) sebagai nilai pendekatan D yang nantinya akan dibandingkan dengan nilai pendekatan A, pendekatan B dan pendekatan C.

3.5Model Matematis

Data diolah dengan menggunakan rumus “Yield Limit Equation” untuk double shear menurut NDS ( National Design Spesification for Wood Contruction, 2005 ). Dalam NDS, dinyatakan bahwa tipe kerusakan untuk double shear dibagi menjadi 4 model.

(35)

Tabel 2 Model Yield Limit Equation untuk Double Shear

Yield Mode Double Shear

Im

Is

IIIs

IV

Keterangan :

Z = Yield limit equation (lb.)

D = Diameter alat sambung (in.)

Fyb = Kekuatan lentur alat sambung (psi) (lihat table 3.)

lm = Panjang alat sambung yang masuk kedalam main member (in.) ls = Panjang alat sambung yang masuk kedalam side member (in.) Fem = Kekuatan alat sambung yang masuk kedalam main member (psi) Fes = Kekuatan alat sambung yang masuk kedalam side member (psi) Rd = Faktor reduksi (lihat table 4.)

k3 =

Re =

Tabel 3 Nilai Fyb berdasarkan Ukuran Diameter Paku

Nail diameter (in.) Fyb from formula (ksi) Truncated Fyb used in NDS tables (ksi) 0.099 0.113 0.120 0.128 0.131 0.135 0.148 0.162 0.177 0.192 0.207 0.225 0.244 0.263 109 106 105 103 102 102 99 96 93 89 86 82 78 74 100 100 100 100 100 100 90 90 90 80 80 80 70 70

Sumber : Design of Wood Structures ASD/LRFD Chapter 12. Nailed and Stapled Connections.

(36)

Bisa juga dengan menggunakan rumus :

Tabel 4 Faktor Reduksi , Rd

Ukuran Alat Sambung Model Kerusakan Faktor Reduksi, Rd 0.25”≤ D ≤1”

D < 0.25”

Im, Is II IIIm, IIIs, IV Im, Is, II, IIIm, IIIs, IV

4 Kѳ Kѳ Kѳ KD1 Sumber : National Design Spesification for Wood Construction

Keterangan :

Kѳ = 1 + 0.25 (ѳ/90)

Ѳ = sudut maksimum dari beban terhadap serat (0o ≤ ѳ ≤ 90o) untuk berbagai macam alat sambung.

D = diameter alat sambung (in.)

KD = 2.2 untuk D ≤ 0.17”

KD = 10 D + 0.5 untuk 0.17” ≤ D ≤ 0.25”

Untuk Fem dan Fes sendiri memiliki nilai yang berbeda karena main member yang digunakan adalah balok kayu, sedangkan side membernya adalah gusset plate baja. Nilai Fem sendiri dapat dilihat dalam NDS tahun 2005 berdasarkan berat jenis masing – masing kayu dan untuk nilai Fes dibagi menjadi dua yaitu, penggunaan alat sambung yang diberi perlakuan panas pada saat pembuatan alat sambung tersebut (hot-rolled steel side member) dengan rumus (Fes = 1.5 Fu) biasanya digunakan untuk membuat baut dan penggunaan alat sambung yang diberi perlakuan dingin pada saat pembuatan alat sambung tersebut (cold-formed steel side member) dengan rumus (Fes = 1.375 Fu) biasanya digunakan untuk membuat paku. Pada penelitian menggunakan paku, oleh karena itu nilai Fes adalah sebesar 61850 psi.

Jika nilai berat jenisnya tidak terdapat dalam table 5 maka dapat menggunakan rumus :

(37)

Tabel 5 Kekuatan Alat Sambung berdasarkan Berat Jenis Kayu yang Dimasuki oleh Alat Sambung

Berat Jenis, G Fe ( D < ¼” ) 0.73 0.72 0.71 0.70 0.69 0.68 0.67 0.66 0.65 0.64 0.63 0.62 0.61 0.60 0.59 0.58 0.57 0.56 0.55 0.54 0.53 0.52 0.51 0.50 0.49 0.48 0.47 0.46 0.45 0.44 0.43 9300 9050 8850 8600 8400 8150 7950 7750 7500 7300 7100 6900 6700 6500 6300 6100 5900 5700 5550 5350 5150 5000 4800 4650 4450 4300 4150 4000 3800 3650 3500 Sumber : National Design Spesification for Wood Construction

Hasil perhitungan dibulatkan mendekati 50 psi. Dari semua data yang didapat diperolehlah nilai Z.

(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Fisis Kayu

Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar air semakin rendah dibawah kadar air titik jenuh serat (TJS) yang secara teoritis ditetapkan 30%, maka kekuatan kayu akan semakin tinggi. Kerapatan atau berat jenis yang semakin rendah maka kekuatan kayu akan semakin rendah pula.

4.1.1 Kerapatan

Kerapatan menunjukkan massa zat kayu per satuan volume. Nilai rata – rata kerapatan dari empat jenis kayu yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 6

Tabel 6 Kerapatan rata-rata empat jenis kayu yang diteliti

Jenis Kayu Kerapatan Rata- Rata (g/cm3) Pendekatan A Pendekatan B Meranti Merah Mabang Kempas Bangkirai 0.51 0.66 0.76 0.89 0.61 0.76 0.76 0.90

Secara keseluruhan nilai rata-rata kerapatan empat jenis kayu tidak seragam. Kerapatan kayu tertinggi pada data pendekatan A pada kayu jenis bangkirai sebesar 0.89 g/cm3. Hal ini juga terjadi pada data pendekatan B dimana kerapatan tertinggi terdapat pada kayu bangkirai sebesar 0.9 g/cm3. Nilai kerapatan terendah dari kedua jenis data terdapat pada jenis kayu yang sama yaitu kayu meranti merah dimana nilainya masing- masing sebesar 0.51 g/cm3 pada data pendekatan A dan 0.61 g/cm3 pada data Pendekatan B. Nilai kerapatan kayu dapat menggambarkan kekuatan kayu dimana nilai tersebut berbanding lurus semakin besar nilai kerapatan suatu kayu maka semakin kuat kayu tersebut.

Secara grafis nilai rata – rata kerapatan kayu yang dihasilkan disajikan pada Gambar 11 dibawah dan data rata – rata kerapatan kayu secara lengkap disajikan pada tabel Lampiran 1.

(39)

Gambar 11 Diagram batang kerapatan rata – rata empat jenis kayu.

Dua ciri fisis kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa suatu bahan persatuan volume. Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya dengan semua tipe bahan. Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat persatuan volume. Berat jenis adalah perbandingan antara kerapatan kayu (atas dasar berat kering oven dan volume pada kandungan yag telah ditentukan) dengan kerapatan air pada keadaan standar (pada suhu 4ºC, air memiliki kerapatan 1 g/cm3).

4.1.2 Kadar Air

Pada umumnya kekuatan kayu akan bertambah seiring dengan berkurangnya kadar air dibawah titik jenuh serat. Titik Jenuh Serat (TJS) adalah suatu titik di mana semua air cair di dalam rongga sel telah dikeluarkan tetapi dinding sel masih jenuh. Jumlah air yang ada di dalam kayu dan fluktuasi waktu akan mempengaruhi sifat-sifat fisis dan mekanis kayu tersebut.

Kadar air kayu adalah berat air yang dinyatakan sebagai persen berat kayu bebas air atau kandungan air pada kayu dalam keadaan kering oven. Nilai rata – rata kadar air dari empat jenis kayu tersebut dapat dilihat pada Tabel 7

Tabel 7 Rata-rata kadar air empat jenis kayu yang diteliti

Jenis Kayu Kadar air Rata – Rata (%)

Pendekatan A Pendekatan B Meranti Merah Mabang Kempas Bangkirai 16.86 15.44 15.46 16.75 17.51 21.11 19.85 17.31

(40)

Secara grafis nilai rata – rata kadar air kayu kering udara yang dihasilkan disajikan pada Gambar 12 dibawah dan data kadar air rata – rata kayu secara lengkap disajikan pada tabel Lampiran 1.

Gambar 12 Diagram batang kadar air (kering udara) rata – rata empat jenis kayu.

Kadar air kayu yang dihasilkan dari data pendekatan A pada empat jenis kayu memiliki nilai yang hampir sama dimana nilai kadar airnya berkisar antara 15.44% sampai 16.86%. sedangkan pada data pendekatan B nilai kadar airnya berkisar antara 17.31% sampai 21.11%. Nilai kadar air paling tinggi terdapat pada data pendekatan B pada kayu Mabang sebesar 21.1% dan terendah pada kayu Mabang sebesar 15.44% pada data pendekatan A. Perbedaan kadar air ini berbeda pada setiap jenis kayu karena dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain, waktu penyimpanan, suhu, kelembaban, jenis kayu dan lingkungan. Pada pendekatan A kadar air empat jenis kayu relative seragam karena kayu segar sudah disimpan selama 1 tahun, sebaliknya pada pendekatan B lebih bervariasi karena kayu segar baru disimpan selama 10 minggu.

4.1.3 Berat Jenis

Berat jenis adalah perbandingan antara kerapatan kayu (atas dasar berat kering oven dan volume pada kandungan yag telah ditentukan) dengan kerapatan air pada keadaan standar (pada suhu 4ºC, air memiliki kerapatan 1 g/cm3). Rata-rata berat jenis kayu yang diuji seperti tersaji pada Tabel 8.

(41)

Tabel 8 Rata-rata berat jenis kayu

Jenis Kayu Berat Jenis Rata – Rata

Pendekatan A Pendekatan B Meranti Merah Mabang Kempas Bangkirai 0.44 0.57 0.66 0.76 0.52 0.63 0.64 0.76

Gambar 13 Diagram batang berat jenis rata – rata empat jenis kayu.

Berat jenis kayu merupakan salah satu sifat fisis kayu yang cukup penting untuk mengetahui seberapa jauh kekuatan dan ketahanan kayu dalam menerima beban dari luar. Pada umumnya dapatlah dikatakan bahwa kayu-kayu yang terberat juga merupakan kayu-kayu yang terkuat dan bahwa keteguhan, kekerasan dan hampir semua sifat-sifat mekanis lainnya berbanding lurus dengan berat jenis.

4.2 Sifat Mekanis Kayu

Kemampuan kayu untuk menahan gaya dari luar selain dipengaruhi oleh sifat-sifat fisis kayu itu sendiri juga dipengaruhi oleh sifat-sifat mekanis yang ada pada kayu tersebut. Semakin tinggi sifat mekanis suatu jenis kayu maka kemampuan kayu tersebut dalam menahan beban atau gaya dari luar akan semakin tinggi pula.

Kemampuan dan ketahanan terhadap perubahan bentuk suatu bahan disebut sifat kekakuan bahan yang juga merupakan salah satu dari sifat-sifat mekanis bahan tersebut. Kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk memikul

(42)

beban atau gaya yang mengenainya. Ketahanan merupakan kemampuan terhadap perubahan bentuk menentukan banyaknya bahan yang dimampatkan, terpuntir, atau terlengkungkan oleh suatu beban yang mengena inya. Pada penelitian ini, sifat mekanis yang diuji adalah kekuatan lentur paku dan pembenaman paku kedalam balok (embedding strength).

4.2.1 Kekuatan Lentur Paku

Pengujian lentur statis paku bertujuan untuk mengetahui kekuatan lentur maksimum dari sebuah paku. Paku ditekan dengan beban tertentu pada arah tegak lurus sumbu paku ditengah bentang dan menghasilkan nilai Modulus of Elasticity (MOE) dan Modulus of Rupture (MOR) dengan rincian seperti tercantum pada Tabel 9.

Tabel 9 Rata-rata nilai MOE dan MOR tiga jenis paku menurut ukuran diameternya Diameter Paku (mm) MOE (kgf/cm²) MOR (kgf/cm²) MOR (psi) 4.1 241885 14845 211149 5.2 295199 15798 224700 5.5 445569 11280 160441

Nilai MOR ini yang nantinya akan digunakan sebagai nilai Fyb untuk mengolah data pendekatan A. Nilai MOE merupakan nilai kekuatan suatu bahan sedangkan MOR adalah nilai keteguhan patah suatu bahan. Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa semakin besar diameter paku yang digunakan maka nilai MOE juga semakin tinggi. Sedangkan untuk nilai Fyb, semakin besar diameter paku yang digunakan semakin rendah nilai Fyb. Tetapi untuk paku diameter 5.2 mm nilai Fyb lebih besar dibandingkan Fyb paku diameter 4.1 mm, hal ini terjadi karena nilai beban maksimum paku diameter 5.2 mm jauh lebih besar dibandingkan paku diameter 4.1 mm.

4.2.2 Embedding Strength

Pengujian pembenaman paku kedalam balok menghasilkan nilai beban maksimum yang nantinya dibagi dengan luasan terbesar daerah kayu yang terbenam oleh paku, nilainya selanjutnya digunakan sebagai nilai Fem (kekuatan

(43)

alat sambung yang masuk kedalam balok utama, psi.), dengan rincian seperti pada Tabel 10.

Tabel 10 Rata-rata kekuatan alat sambung yang masuk kedalam balok utama (Fem)

Jenis Kayu Diameter (mm) Fem (kg/cm²) Fem (psi)

Meranti Merah 4.1 232 3302 5.2 240 3410 5.5 236 3360 Mabang 4.1 308 4375 5.2 344 4896 5.5 348 4955 Kempas 4.1 347 4930 5.2 505 7181 5.5 485 6898 Bangkirai 4.1 452 6428 5.2 498 7076 5.5 516 7344

Nilai Yield Mode (Z) yang diperbandingkan hanya tipe kerusakan yang ke IV karena nilai yang diperoleh terkecil, artinya model ini paling kritis. Tipe kerusakan ke IV inilah yang nantinya akan dibandingkan dengan sesaran 0.35 mm, 0.8 mm, 1.5 mm dan 5 mm pada data pendekatan D. Nilai desain acuan yang minimum inilah yang nantinya digunakan untuk menghitung penggunaan sebuah paku pada suatu konstruksi bangunan.

Setelah semua data didapatkan (data lengkap nilai desain acuan sambungan double shear empat jenis kayu – pelat baja disajikan dalam tabel lampiran 11, 12, 13 dan 14), dilanjutkan dengan menghitung nilai Yield Mode (Z) atau nilai desain acuan sambungan double shear untuk masing- masing jenis kayu dan didapatkan hasil sebagaimana disajikan pada Tabel 11.

(44)

Tabel 11 Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear (Z) kayu Meranti Merah – Pelat Baja

Mode Kerusakan Diameter Paku (mm) Pendekatan (Kg) Sesaran (mm)

A B C D IV 4.1 226 158 185 43 0.35 88 0.8 146 1.5 163 5 5.2 329 191 244 89 0.35 151 0.8 239 1.5 166 5 5.5 295 208 257 80 0.35 142 0.8 278 1.5 209 5

Berdasarkan data tabel diatas dapat diketahui nilai desain acuan sambungan double shear kayu meranti merah-pelat baja pada diameter paku 4.1mm berkisar antara 43-226 kg. Nilai tertinggi didapatkan pada pendekatan A sebesar 226 kg sedangkan nilai terendah dihasilkan dari pendekatan D pada sesaran 0.35 mm sebesar 43 kg. Pada paku diameter 5.2 mm nilainya berkisar antara 89-329 kg. Nilai terendah terdapat pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 89 kg dan tertinggi pada pendekatan A yaitu sebesar 329 kg. Begitu halnya pada paku diameter 5.5 mm nilainya berkisar antara 80-295 kg. Nilai terendah terdapat pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 80 kg dan tertinggi pada pendekatan A yaitu sebesar 295 kg.

Nilai desain acuan sambungan double shear kayu meranti merah-pelat baja pada diameter 5.2 mm lebih tinggi daripada diameter 5.5 mm pada pendekatan A dan pendekatan D (Tabel 12). Menurut analisis pendekatan A hal ini diduga karena kondisi paku diameter 5.5 mm merupakan paku yang mutu bajanya berbeda dengan paku diameter 4.1 mm dan paku diameter 5.2 mm. Hal ini disebabkan karena paku 5.5 mm tersebut sudah tidak beredar lagi dipasaran. Menurut analisis pendekatan D hal ini disebabkan karena penggunaan paku

(45)

berukuran kecil tidak mampu menahan beban yang terjadi dengan kuat, sedangkan paku berdiameter besar (5,5 mm) dapat menyebabkan kerusakan serat-serat kayu sehingga terjadi perlemahan pada kekuatan sambungan double shear (Sriyanto, 2009).

Tabel 12 Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear (Z) kayu Mabang – Pelat Baja

Mode Kerusakan Diameter Paku (mm) Pendekatan Sesaran (mm)

A B C D IV 4.1 258 218 256 189 0.35 280 0.8 341 1.5 218 5 5.2 390 276 337 184 0.35 356 0.8 502 1.5 276 5 5.5 354 291 355 84 0.35 159 0.8 300 1.5 272 5

Berdasarkan data Tabel 12 diatas dapat diketahui nilai desain acuan sambungan double shear kayu mabang - pelat baja pada diameter paku 4.1mm didapatkan nilai berkisar antara 189-341 kg. Nilai tertinggi didapatkan pada pendekatan D sesaran 1.5 mm sebesar 341 kg sedangkan nilai terendah dihasilkan pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 189 kg. Pada paku diameter 5.2 mm nilainya berkisar antara 184-502 kg. Nilai terendah terdapat pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 184 k g dan tertinggi pada pendekatan D dengan sesaran 1.5 mm yaitu sebesar 502 kg. Begitu halnya pada paku diameter 5.5 mm nilainya berkisar antara 84-355 kg. Nilai terendah terdapat pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 84 kg dan tertinggi pada pendekatan C yaitu sebesar 355 kg.

Semakin besar diameter paku maka akan semakin besar pula kekuatan sambungannya. Namun pada pendekatan D pada sambungan dengan

(46)

menggunakan kayu mabang terjadi perbedaan, semakin besar diameter paku maka kekuatan sambungannya semakin kecil, hal ini dikatakan dalam Sriyanto (2009) bahwa perlakuan sambungan pada kayu mabang tidak dapat menggunakan paku yang besar, karena akan merusak serat – serat kayu dan menyebabkan terjadinya perlemahan kekuatan sambungan double shear balok kayu mabang - pelat baja.

Tabel 13 Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear (Z) kayu Kempas – Pelat Baja

Berdasarkan data Tabel 13 diatas dapat diketahui nilai desain acuan sambungan double shear kayu kempas - pelat baja pada diameter paku 4.1 mm didapatkan nilai berkisar antara 178-376 kg. Nilai tertinggi didapatkan pada pendekatan D sesaran 1.5 mm sebesar 376 kg sedangkan nilai terendah dihasilkan pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 178 kg. Pada paku diameter 5.2 mm nilainya berkisar antara 229-586 kg. Nilai terendah terdapat pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 229 kg dan tertinggi pada pendekatan D dengan sesaran 1.5 mm yaitu sebesar 586 kg. Begitu halnya pada paku diameter 5.5 mm nilainya berkisar antara 126-417 kg. Nilai terendah terdapat pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 84 kg dan tertinggi pada pendekatan C yaitu sebesar 417 kg.

Mode Kerusakan Diameter Paku (mm)

Pendekatan (Kg) Sesaran (mm) A B C D IV 4.1 273 221 300 178 0.35 277 0.8 376 1.5 225 5 5.2 464 276 396 229 0.35 414 0.8 586 1.5 327 5 5.5 412 291 417 126 0.35 204 0.8 330 1.5 327 5

(47)

Tabel 14 Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear (Z) kayu Bangkirai – Pelat

Baja

Mode Kerusakan Diameter Paku (mm) Pendekatan (Kg) Sesaran (mm)

A B C D IV 4.1 308 228 291 41 0.35 103 0.8 193 1.5 243 5 5.2 461 290 384 116 0.35 221 0.8 399 1.5 331 5 5.5 423 322 404 109 0.35 225 0.8 363 1.5 352 5

Berdasarkan data Tabel 14 diatas dapat diketahui nilai desain acuan sambungan double shear kayu bangkirai - pelat baja pada diameter paku 4.1 mm didapatkan nilai berkisar antara 41-308 kg. Nilai tertinggi didapatkan pada pendekatan A sebesar 308 kg sedangkan nilai terendah dihasilkan pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 41 kg. Pada paku diameter 5.2 mm nilainya berkisar antara 116-461 kg. Nilai terendah terdapat pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 116 kg dan tertinggi pada pendekatan A yaitu sebesar 461 kg. Begitu halnya pada paku diameter 5.5 mm nilainya berkisar antara 109-423 kg. Nilai terendah terdapat pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 109 kg dan tertinggi pada pendekatan A yaitu sebesar 423 kg.

Kayu bangkirai memiliki kerapatan dan berat jenis yang lebih tinggi dibandingkan ketiga kayu lainnya, tetapi kekuatan sambungannya untuk pendekatan D lebih rendah dibandingkan dengan dua kayu lainnya kecuali kayu meranti merah. Dalam Atlas Kayu Indonesia disebutkan bahwa nilai keteguhan tekan sejajar serat untuk kayu bangkirai memiliki tegangan maksimum sebesar 6.27 kg/cm2, sedangkan ketiga kayu lainnya memiliki tegangan maksimum berkisar 180-592 kg/cm2.Hal inilah yang menyebabkan kekuatan sambungan

Gambar

Gambar 1 Mode kerusakkan Im.
Gambar 2 Mode kerusakkan Is.
Gambar 4 Mode kerusakkan IV.
Gambar 6 Contoh uji sifat fisis kayu (ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan program kerja KKN Reguler 61 yang dilakukan di Pedukuhan XIII Sidorejo, Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo yang dilaksanakan mulai

Di setiap perusahaan di berbagai bidang usaha, salah satunya di bidang retailer menggunakan program-program yang berhubungan dengan CSR dalam rangka

Pemerintah terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR). 4) Untuk mengetahui pengaruh positif dari Ukuran Perusahaan terhadap pengungkapan Corporate

Pendekatan yang digunakan untuk meneliti motif pemirsa dalam menonton acara X-Factor adalah pendekatan dengan Teori Uses and Gratification yang menunjukkan bahwa

REGULASI / KELEMBAGAAN Perijinan investasi untuk pengembangan integrasi sawit- sapi Perijinan HGU investasi tanaman pangan yang belum diatur petunjuk pelaksanaannya

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,

kesejahteraan masyarakat, sehingga perlu meningkatkan metoda penyaluran dana denga cara peningkatan nilai pinjaman dengan mengukur nilai kebutuhan/ volume usaha dalam

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi