• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi 2007: 588). Konsep memudahkan peneliti dalam mengembangkan pemahaman dan gagasan peneliti terhadap penelitian ini.

2.1.1 Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya.

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003). Hal ini perlu ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran.

2.1.2 Kalimat Kompleks Bahasa Indonesia

Kalimat kompleks yang dikutip oleh Indriastuti dalam Buku Pintar Tenses (2009: 108) adalah kalimat yang mengandung lebih dari satu proses pokok dan merupakan

(2)

gabungan beberapa kalimat simpleks. Kalimat kompleks merupakan sebuah kalimat yang memiliki dua kata kerja utama dan biasanya kedua kalimat dalam sebuah kalimat kompleks dihubungkan oleh konjungsi atau kata penghubung. Maka dari itu kalimat kompleks ini sering juga atau bisa disebut dengan kalimat majemuk. Contoh: “Mama

naik kereta dan papa naik becak”.

Dalam kalimat di atas kita bisa melihat adanya dua predikat dalam sebuah kalimat. Kalimat pertama, S = Mama, P = naik, O = kereta, kalimat ini dihubungkan oleh sebuah konjungsi “dan” untuk menghubungkan dengan kalimat kedua, S = papa, P =

naik, O = becak. Dalam sebuah kalimat kompleks terdapat dua kalimat yang

masing-masing kalimat memiliki predikatnya sendiri, kemudian kalimat tersebut digabungkan dengan menggunakan kata penghubung, dalam contoh di atas kata penghubung yang digunakan adalah dan. Tidak selalu kalimat kompleks menggunakan kata penghubung di dalamnya, terkadang sebuah kalimat kompleks hanya dipisahkan oleh tanda koma, bahkan dalam beberapa kasus kalimat ini tidak dipisahkan oleh kata penghubung atau bahkan sebuah tanda baca. Contoh: “Ibu pergi, adik menangis”.

Berikut percakapan lisan antara orang dewasa dengan kanak-kanak.

Peneliti : Mama Febri ada di mana ? Febri : Pergi.

Peneliti : Sama siapa mama pergi ? Febri : Papa.

Peneliti : Ke mana mama dan papa pergi ? Febri : Mama naik kereta dan papa naik becak.

(3)

2.1.3 Jenis Kalimat Kompleks

Menurut Indriastuti dalam Buku Pintar Tenses (2009: 108) jenis kalimat kompleks dibedakan seperti berikut.

(a) Kalimat kompleks parataktik

Kalimat kompleks parataktik dibentuk dari penggabungan dua klausa atau lebih dengan menggunakan konjungsi dan, tetapi, atau, dan maupun, atau tanda koma (,) dan

titik koma (;). Konjungsi tersebut merupakan konjungsi struktural yang secara eksternal

digunakan untuk menyampaikan gagasan yang mengandung logika sejajar. Artinya, klausa-klausa yang dihubungkan dengan konjungsi tersebut secara struktural memiliki kedudukan yang sejajar. Klausa-klausa tersebut tidak tergantung antara yang satu dengan yang lain, yaitu klausa yang satu tidak memberikan tambahan informasi kepada klausa yang lain.

Contoh:

1. Saya yang datang ke rumahmu atau kamu yang datang ke rumahku? 2. Susi anak orang kaya tetapi ia tidak sombong.

3. Guru itu membujuk dan anak itu tetap menangis.

4. Gia anak yang kurang pintar tetapi tidak malu untuk bertanya.

(b) Kalimat kompleks hipotaktik

Kalimat kompleks hipotaktik merupakan gabungan dari dua klausa atau lebih dengan menggunakan konjungsi struktural, yaitu: jadi, sebelum, sesudah, karena, apabila,

walaupun, ketika, dan sebagainya. Klausa-klausa yang dirangkai tersebut tidak memiliki

(4)

menciptakan ketergantungan logika pada kalimat secara keseluruhan. Meskipun klausa yang satu tidak memberikan tambahan informasi kepada klausa yang lain, sebagian klausa yang lain memunyai ketergantungan.

Contoh:

1. Nandia makan karena ia lapar.

2. Semua murid pulang ketika bel sudah berbunyi. 3. Adik memakai sepatu sebelum pergi ke sekolah. 4. Ia tidak sombong meskipun dia sangat pintar.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Psikolinguistik

Secara etimologi, istilah psikolinguistik berasal dari dua kata, yakni psikologi dan

linguistik. Seperti kita ketahui kedua kata tersebut masing-masing merujuk pada nama

sebuah disiplin ilmu.

Simanjuntak, (1987:1) psikolinguistik merupakan ilmu yang menguraikan proses-proses psikologis yang terjadi apabila seseorang menghasilkan kalimat dan memahami kalimat yang didengarnya waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia.

Aitchison (1984) membatasi psikolinguistik sebagai studi tentang bahasa dan pikiran. Psikolinguistik merupakan bidang studi yang menghubungkan psikologi dengan linguistik. Tujuan utama seorang psikolinguis ialah menemukan struktur dan proses yang melandasi kemampuan manusia untuk berbicara dan memahami bahasa.

(5)

Dardjowidojo, (2003:7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang bahasa dan minda. Clark dan Clark (1977:4) yang menyatakan psikolinguistik berkaitan dengan tiga hal utama yaitu komprehensi, produksi dan pemerolehan bahasa. Kemudian, psikolinguistik juga dapat dikatakan sebagai proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan bahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller, 1964; Slama Cazahu, 1973).

Maka secara teoritis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah-masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan kemultibahasaan.

2.2.2 Psikolinguistik Behaviorisme

Psikolinguistik behavioristik melahirkan aliran yang disebut psikolinguistik perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku itu. Teori behaviorisme ini diperkenalkan oleh John B. Watson (1878-1958) seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika (Chaer 2009: 3).

(6)

Menurut kaum behavioris kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya. Anak dianggap sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki peranan yang aktif di dalam proses perkembangan perilaku verbalnya. Proses perkembangan bahasa terutama ditentukan oleh lamanya latihan yang diberikan oleh lingkungannya. Kaum behavioris berpendapat rangsangan (stimulus) dari lingkungan tertentu memperkuat kemampuan berbahasa anak. Perkembangan bahasa mereka pandang sebagai suatu kemajuan dari pengungkapan verbal yang berlaku secara acak sampai kepada kemampuan yang sebenarnya untuk berkomunikasi melalui prinsip pertalian S-R (stimulus-respons) dan proses peniruan-peniruan (Chaer 2009: 222-223).

2.2.3 Teori Kognitif Jean Piaget

Menurut Piaget, yang dikutip Taylor (1990: 231) perkembangan kognitif memengaruhi tahapan-tahapan dalam pemerolehan bahasa dan pada saat yang bersamaan membatasi level pemerolehan bahasa itu sendiri. Piaget, berpendapat justru pikiranlah yang membentuk bahasa. Tanpa pikiran bahasa tidak akan ada. Pikiranlah yang menentukan aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa, bukan sebaliknya.

Pada periode sensori motor yang dicetuskan Piaget (dari lahir sampai umur dua tahun), anak-anak belajar tentang dunianya melalui rasa, melihat dan manipulasi objek (Taylor, 1990: 231; Clark&Clark, 1977: 300). Piaget (1962) mengemukakan dua hal mengenai hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan pikiran.

a. Sumber kegiatan intelek tidak terdapat dalam bahasa, tetapi dalam periode

(7)

dahulu gambaran-gambaran dari aspek-aspek struktur golongan-golongan dan hubungan-hubungan benda-benda dan bentuk-bentuk dasar penyimpanan dan operasi pemakaian kembali.

b. Pembentuk pikiran yang tepat dikemukakan dan berbentuk terjadi pada waktu yang bersamaan dengan pemerolehan bahasa. Keduanya milik suatu proses yang lebih umum, yaitu konstitusi fungsi lambang pada umumnya. Fungsi lambang ini mempunyai beberapa aspek. Awal terjadinya fungsi lambang ini ditandai oleh bermacam-macam perilaku yang terjadi serentak dalam perkembangannya. Ucapan-ucapan bahasa pertama yang keluar sangat erat hubungannya dan terjadi serentak dengan permainan lambang, peniruan dan bayangan-bayangan mental.

Piaget (1962) menegaskan bahwa kegiatan pemikiran sebenarnya adalah aksi atau perilaku yang telah dinuranikan dan dalam kegiatan-kegiatan sensomotor termasuk juga perilaku bahasa. Yang perlu dingat adalah bahwa dalam jangka waktu sensomotor ini kekekalan benda merupakan perolehan umum.

2.2.4 Sintaksis

Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti “dengan” dan

tattein yang berarti “menempatkan”. Secara etimologis, sintaksis berarti menempatkan

bersama-sama kata-kata atau kelompok kata menjadi kalimat (Ahmad dalam Putrayasa, 2008: 1).

Ramlan, (2005:18) Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase, berbeda dengan morfologi yang membicarakan seluk beluk kata dan morfem.

(8)

Verhaar (1999:161) menyatakan bahwa, sintaksis adalah tatabahasa yang membahas hubungan antar-kata dalam tuturan. Sintaksis berurusan dengan tatabahasa diantara kata-kata dalam tuturan.

Sintaksis merupakan cabang linguistik yang mempelajari hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa.

Sintaksis adalah telaah mengenai pola-pola yang dipergunakan sebagai sarana untuk menggabungkan kata menjadi kalimat, Stryker dalam (Tarigan, 2009: 4).

Menurut Blonch dan Trager (dalam Tarigan, 2009:4), analisis mengenai konstruksi-konstruksi yang hanya mengikutsertakan bentuk-bentuk bebas disebut sintaksis. Sedangkan, menurut Ramlan dalam Keraf, sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan struktur frase dan kalimat (2009: 4).

Berdasarkan pernyataan-pernyataaan di atas, dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah ilmu tata kalimat yang membahas susunan kalimat dan bagiannya; lingkungan gramatikal dari suatu unsur bahasa yang menentukan fungsi, kategori, dan peran unsur tersebut.

2.2.5 Kalimat

Satuan bahasa yang menjadi inti pembicaraan dalam sintaksis adalah kalimat. Kalimat merupakan satuan di atas klausa dan di bawah satuan wacana. Kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasifinal (Chaer, 2009: 44).

(9)

Menurut (Hasan Alwi, dkk., 2003: 311) kalimat merupakan satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan maupun tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun proses fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik (.); tanda tanya (?); atau tanda seru (!); sementara itu, di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (;), tanda pisah (-), dan spasi. Tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan tanda baca sepadan dengan jeda. Pengertian kalimat pada penelitian ini adalah kalimat sebagai satu pikiran yang lengkap, meskipun hanya terdapat satu kata pun dapat dikatakan sebagai kalimat.

2.2.6 Pola Kalimat Dasar

Menurut Hasan Alwi, dkk. (2003: 321), terdapat lima fungsi sintaksis yang digunakan untuk pemerian kalimat, antara lain: subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Dalam satu kalimat tidak selalu terdapat kelima fungsi sintaksis terisi, tetapi paling tidak harus ada konstituen pengisi subjek dan prdikat. Kehadiran konstituen lainnya banyak dipengaruhi oleh konstituen pengisi predikat.

Contoh kalimat:

1) Dia [S] tidur [P] di kamar depan [Ket].

2) Ayah [S] membeli [P] baju [O] untuk saya [Pel] tadi siang [Ket]. 3) Mahasiswa [S] mengadakan [P] seminar [O] di kampus [Ket.].

(10)

4) Buku itu [S] terletak [P] di meja [Ket.] kemarin [Ket.]

Pada contoh di atas, konstituen yang dicetak miring dapat dihilangkan tanpa mengakibatkan kejanggalan kalimat dalam arti bahwa kalimat dapat tetap dipahami tanpa harus diketahui konteks situasi pemakainya. Kalimat dimulai dari subjek, kemudian predikat, lalu objek, pelengkap, dan akhirnya keterangan jika tiga unsur yang terakhir itu hadir (objek, pelengkap, dan keterangan). Setelah memperhatikan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa unsur utama sebuah kalimat yang wajib ada adalah subjek dan predikat selanjutnya unsur yang lain bisa ada ataupun tidak. Jika diamati lebih mendalam dalam pemakaian bahasa Indonesia, misalnya kalimat dalam suatu teks, akan banyak ditemukan kalimat yang memiliki susunan unsur yang berbeda dari contoh di atas, terutama yang menyangkut letak keterangan dan letak predikat terhadap subjek kalimat. Keterangan dalam bahasa Indonesia banyak jenisnya dan letaknya dapat berpindah-pindah, di akhir, di awal, dan bahkan di tengah kalimat. misalnya seperti contoh berikut:

1) Dia membeli mangga kemarin. 2) Kemarin dia membeli mangga. 3) Dia kemarin membeli mangga.

Tabel. Pola-pola kalimat dasar (Alwi, dkk., 2003: 322) Fungsi

Tipe

Subjek Predikat Objek Pelengkap Keterangan

1. S-P Orang itu Saya sedang tidur mahasiswa - - - - - -

(11)

2. S-P-O Ayahnya Rani membeli mendapat mobil baru hadiah - - - - 3. S-P-Pel. Beliau Pancasila menjadi merupakan - - ketua koperasi dasar negara kita - - 4. S-P-Ket. Kami Kecelakaan itu tinggal terjadi - - - - di Jakarta minggu lalu 5.S-P-O-Pel. Dia Dian mengirimi mengambilkan ibunya adiknya uang air minum - - 6.S-P-O-Ket. Pak Raden Beliau memasukkan memperlakukan uang kami - - ke bank dengan baik

2.2.7 Kalimat Berdasarkan Jumlah Klausa

Kalimat berdasarkan jumlah klausa dapat dibagi atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk.

a. Kalimat tunggal adalah kalimat yang proposisinya satu dan karena itu predikatnya pun satu, atau dianggap satu karena merupakan predikat majemuk.

Misalnya: Dia bekerja di bank. Merupakan kalimat tunggal, karena predikatnya hanya bekerja.

b. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas lebih dari satu klausa yang dapat berdiri sendiri tanpa terikat, apabila dihilangkan salah satu unsur frasanya tidak mempengaruhi frasa yang lain. Kalimat majemuk dapat diartikan sebagai kalimat yang

(12)

tediri atas lebih dari satu proposisi sehingga mempunyai paling tidak dua predikat yang tidak dapat dijadikan satu kesatuan, maka kalimat majemuk terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat majemuk terdiri atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk

bertingkat.

Kalimat majemuk setara adalah jika hubungan antar klausa yang satu dengan

klausa yang lain dalam satu kalimat itu menyatakan hubungan koordinatif. Misalnya: Dia pergi dan istrinya mulai menangis.

Kalimat majemuk bertingkat adalah jika hubungan subordinatif, yakni yang satu

berupa induk, sedangkan yang lain merupakan keterangan tambahan. Misalnya: Dia pergi sebelum istrinya menangis.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai psikolinguistik bukanlah baru pertama kali ini dilakukan, sudah ada penelitian tentang masalah tersebut. Namun, yang meneliti khusus “Pemerolehan Kalimat Kompleks Bahasa Indonesia dalam Bahasa Lisan Anak Usia 4─5 Tahun” belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Fauzi (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa Anak-Anak

Usia 0─5 Tahun: Analisis Psikolinguistik”, membahas tentang tahap-tahap pemerolehan

bahasa yang terdiri dari tahap perkembangan prasekolah dan tahap perkembangan kombinatori. Tahap perkembangan prasekolah meliputi tahap merabam, tahap holofrastik, tahap kalimat dua kata, tahap pengembangan tata bahasa, dan tahap

(13)

kombinasi penuh. Tahap perkembangan kombinatori meliputi perkembangan negatif, perkembangan interogatif, dan perkembangan sistem bunyi.

Gustianingsih (2002) dalam tesis yang berjudul “Pemerolehan Kalimat Majemuk

Bahasa Indonesia Pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak” membahas tentang bagaimana

kalimat majemuk koordinatif bahasa Indonesia diperoleh anak taman kanak-kanak, yaitu jenis konjungsi kalimat koordinatif apa yang diperoleh anak dan berapa jumlah frekuensinya. Anak TK memiliki pola struktur kalimat majemuk koordinatif bahasa Indonesia yang berbeda dengan orang dewasa. Jenis kalimat majemuk koordinatif yang sedang, akan dan telah dipahami anak TK ternyata berbeda-beda bagi setiap anak. Anak TK memiliki karakteristik kalimat majemuk koordinatif bahasa Indonesia yang berbeda dengan karakteristik bahasa orang dewasa.

Marpaung (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa Batak

Toba Anak Usia 1─5 Tahun”, menyimpulkan bahwa tahap-tahap perkembangan

pemerolehan bahasa anak, adalah tahap holofrastik (tahap linguistik pertama), tahap ucapan-ucapan dua kata, tahap perkembangan tata bahasa, tahap tata bahasa menjelang dewasa dalam bahasa Batak Toba.

Rusyani (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa

Indonesia Anak Usia 2,5 Tahun (Studi Kasus Terhadap Pemerolehan Bahasa Anak Usia Dini” menyimpulkan bahwa anak yang berusia dua setengah tahun sudah mampu

mengucapkan kata-kata yang sesuai dengan lingkungan dan benda-benda yang ada di sekitarnya. Perbendaharaan kata anak juga sudah mulai berkembang karena anak mengambil contoh dari kata-kata yang diucapkan orang tua, teman-teman, saudara-saudaranya dan orang-orang lain yang ada di sekitarnya. Dalam penelitian ini juga

(14)

ditemukan fakta bahwa anak yang berusia dua setengah tahun sudah mampu menghasilkan kalimat pada tingkat satu kata, dua kata, dan tiga kata yang sudah memiliki makna yang lengkap. Selain itu, anak juga sudah mampu menghasilkan kalimat dalam modus deklaratif, interogatif dan imperatif.

Lumbanraja (2011) “Pemerolehan Leksikal Nomina Bahasa Angkola Anak Usia

3─4 Tahun”, Dari data yang diperoleh, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa

pemerolehan leksikal nomina bahasa Angkola pada anak usia 3─4 tahun itu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Masukan yang diterima anak dari lingkungan sekitarnya mempengaruhi jumlah kosa kata yang dapat dikuasai anak-anak usia 3─4 tahun tersebut. Urutan pemerolehan leksikal nomina bahasa Angkola pada anak usia 3─4 tahun adalah nomina orang, nomina makanan, nomina hewan, nomina buah-buahan, nomina alat dapur, nomina sayur-sayuran, nomina elektronik, dan nomina minuman.

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan perintah Malaikat, Yusuf berangkat ke Mesir. Pengungsian ke Mesir adalah jalan panjang dan penuh perjuangan. Situasinya tidak pasti dan tidak mudah

Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning Melalui Metode Eksperimen Pada Materi Daur Air Terhadap Hasil Belajar Aspek Afektif Adanya pengaruh yang

Salah satu sudut pandang yang relatif baru digunakan dalam kajian ber-arsitektur adalah kajian Antropologi. Manusia sebagai makhluk kreatif baik secara individu maupun

(Maslihah, 2011) Peran siswa sebagai konselor sebaya dalam menangani masalah teman sebaya. Tugasnya sebagai konselor sebaya meliputi bagaimana mereka mendapatkan kasus dan

Pola Alley Cropping yaitu pola pemanfaatan lahan dimana tanaman kehutanan ditanam/diatur menyerupai jalur-jalur dan tanaman pertanian ditanam diantara jalur

Dengan menghubungkan peralatan listrik (alat pemanas, lampu dll) ke sistem ini dan memprogramnya untuk waktu ON dan OFF maka semua dapat teratasi dari bentuk kelalaian pada

Klien Remote Desktop dapat langsung menjalankan program secara otomatis setelah logon jika Anda isi pada tab Programs seperti terlihat pada contoh Gambar 12.13.. Gambar 12.13:

Alasannya, karena penyelesaian operasi masukan/keluaran bagi proses blocked mungkin tak pernah terjadi atau dalam waktu tak terdefinisikan sehingga lebih baik di-suspend