• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA Mikroflora pada Saluran Pencernaan Unggas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA Mikroflora pada Saluran Pencernaan Unggas"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

2. TINJAUAN PUSTAKA

Mikroflora pada Saluran Pencernaan Unggas

Saluran pencernaan pada unggas yang baru ditetaskan umumnya steril. Sesaat setelah menetas unggas yang masih muda secara alami mikroflora saluran pencernaannya berkembang melalui kontaminasi dari material feses yang berasal dari ayam dewasa. Faktor lain yang berpengaruh yaitu transfer mikroba dari induk pada anak, dan kontak dengan bakteri dari lingkungan. Saluran pencernaan unggas apabila dilihat dari aspek mikrobiologis dapat dikelompokkan menjadi lima bagian yaitu : tembolok (crop); rempela; usus halus; sekum; kolon dan kloaka (Gambar 2).

(2)

Gambar 2 menunjukkan bahwa faktor utama yang menentukan populasi mikroba adalah pH. Escherichia coli dan Enterococci merupakan organisme yang dominan yang ditemukan pada unggas yang baru menetas. Pada bagian tembolok,

Lactobacillus menjadi dominan pada lima hari pertama, sedangkan pada usus

halus memerlukan waktu dua minggu. Kolonisasi bakteri pada usus halus lebih lambat dibandingkan pada bagian lain dari saluran pencernaan dan pada hari pertama konsentrasinya dibawah 105 CFU/g (Coloni Forming Unit). Pada bagian sekum, pada umur unggas sekitar dua sampai empat minggu bakteri obligat aerob meningkat. Pada saat ini bakteri Bifidobacteria, Bacteroides, Eubacteria,

Peptostreptococci, dan Clostridia menjadi predominan. Selain itu pada sekum

ditemukan juga kelompok bakteri selulolitik pada tingkat diatas 103 CFU/g (Spring 1997).

Sekarang ini telah diketahui bahwa mikroflora yang secara alami sudah ada dalam saluran pencernaan (indegenous) pada hewan dan manusia dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi mikroorganisme yang bersifat patogen. Istilah yang menjelaskan perlindungan tersebut dikenal dengan nama ‘colonization resistance’. Penelitian yang menunjukkan hal tersebut diantaranya dilakukan pada mencit dan diamati pada tiga fase yaitu sebelum, selama, dan sesudah pemberian antibiotik (streptomycin dan neomycin). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum pemberian antibiotik ‘colonization resistance’ tinggi terhadap tiga mikroba (E coli; Klebsiela pneumoniae; Pseudomonas aeroginosa). Selama pemberian antibiotik akan menurunkan resistensi dan mencit lebih mudah terinfeksi tiga mikroba patogen tersebut karena hilangnya flora pada usus. Selanjutnya pada fase setelah pemberian antibiotik resistensi ini kembali menuju normal karena terjadinya repopulasi flora saluran pencernaan yang tahan terhadap antibiotik (Hentges 1992).

Hentges (1992) menjelaskan beberapa hipotesis muncul untuk menjelaskan mekanisme yang dapat menekan bakteri patogen. Beberapa faktor tersebut diantaranya muncul teori kompetisi terhadap nutrien; merubah kondisi lingkungan yang tidak ideal bagi patogen seperti dihasilkannya asam lemak terbang oleh flora usus ; dan kompetisi untuk menempati ruang yang ada pada

(3)

saluran pencernaan. Selanjutnya Mulder et al. (1997) menjelaskan teori “competitive exclusion (CE)” yaitu perlakuan terhadap anak ayam (DOC) yang diberi mikroflora yang menghasilkan resistensi terhadap mikroorganisme yang berpotensi patogen. Beberapa percobaan telah dilakukan menggunakan kultur mikroba murni maupun kultur campuran (undefined microflora). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kultur murni ternyata pemberian dengan “undefined microflora” yang berasal dari sekum ayam memberikan hasil yang lebih baik. Kultur tersebut mengandung sejumlah besar mikroba aerobik yang telah diketahui dan banyak bakteri anaerobik yang belum diketahui.

Teori “competitive exclusion (CE)” pertama kali dikemukakan oleh Rantala dan Nurmi (1973) dan banyak mengilhami peneliti selanjutnya untuk mengamati pencegahan bakteri merugikan seperti Salmonella pada ternak unggas. Beberapa hasil positif ditemukan yaitu dengan menurunnya kolonisasi bakteri

Salmonella pada ayam broiler dengan digunakannya kultur yang mengandung 29

strain bakteri dari sekum (Corrier et al. 1995). Selanjutnya Ziprin dan Deloach (1993) meneliti pada ayam broiler dan petelur dengan menggunakan bakteri normal dari sekum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri Salmonella menurun meskipun kultur mikroba dari sekum tersebut diberikan tiga hari setelah dilakukan uji tantang terhadap Salmonella typhimurium.

Selanjutnya Spring (1997) merangkum beberapa mekanisme pengaturan bakteri yang mempengaruhi mikroflora pada saluran pencernaan. Tabel 1 menjelaskan bahwa mekanisme yang tercakup dalam CE sangat kompleks dan dapat dilihat bahwa populasi bakteri mempunyai pendekatan berbeda dalam melakukan kompetisi terhadap bakteri pendatang. Secara garis besar mekanisme yang terjadi dapat dibedakan secara tidak langsung dan secara langsung. Secara tidak langsung merupakan akibat dari mikroflora normal meningkatkan respon fisiologis inang dan akan mempengaruhi interaksi antara inang dengan mikroba. Mekanisme secara langsung adalah terjadinya saling penekanan antara suatu populasi bakteri terhadap populasi bakteri lainnya.

(4)

Tabel 1. Mekanisme pengaturan bakteri terhadap mikroflora saluran pencernaan pada unggas

Mekanisme Pengaturan Faktor Pengontrol

Perangsangan proses kekebalan Ig pada usus halus

Modifikasi garam empedu Asam empedu tak berkonjugasi Stimulasi peristalsis Laju lintas

Penggunaan nutrient Kompetisi nutrien atau faktor pertumbuhan

Pemanfaatan nutrient sinergis

Penempelan Kompetisi tempat reseptor

Stimulasi pergantian epitel sel Pembentukan lingkungan terbatas pH

Asam laktat VFA

Hidrogen sulfida

Modifikasi garam empedu Perangsangan proses kekebalan Produksi substansi antimikroba Ammonia

Hidrogen peroksida hemolisin Enzim bakteri Bakteriofage Bakteriosin Antibiotik Sumber : Spring (1997).

(5)

Penggunaan Antibiotik

Kemajuan peternakan ayam broiler sekarang ini menuntut optimalisasi baik dari segi pertumbuhan, perbaikan konversi ransum, dan kepadatan ternak per satuan luas. Meningkatnya kepadatan akan membawa akibat semakin mudahnya ayam akan terkena serangan penyakit. Upaya pencegahan dan pengobatan yang dilakukan sekarang ini masih bergantung pada penggunaan antimikroba, bahkan dapat dikatakan secara ekonomis tidak mungkin mengembangkan ternak ayam broiler komersial tanpa antimikroba. Pada negara-negara maju seperti Masyarakat Uni Eropa penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan pengaturannya sangat ketat, dan sampai sekarang penggunaan beberapa antibiotik seperti virginiamycin, tylosin, spiramycin, dan zinc bacitracyn telah dilarang. Pelarangan penggunaan antibiotik yang bersifat pencegahan ini akan membawa akibat meningkatnya penggunaan antibiotik yang bersifat terapetik (menggunakan dosis tinggi), lebih banyak ayam yang akan terkena bakteri patogen dan pada akhirnya kerugian ekonomis akan lebih besar (Bouliane 2003).

Penggunaan antibiotik secara tidak terkontrol akan membawa dampak negatif diantaranya terjadinya resistensi dan ternak yang mengkonsumsi pakan yang mengandung antibiotik, juga akan mengekskresikannya. Levy (2000a). mengemukakan bahwa pada beberapa kasus ditemukan bahwa 80 persen antibiotik yang diberikan secara oral akan lewat dan tidak mengalami perubahan oleh hewan dan masuk ke kolam limbah yang kaya akan bakteri. Selanjutnya akan menyebar ke lahan pertanian karena digunakan sebagai pupuk, dan mengakibatkan pencemaran air permukaan dengan membawa baik obat tersebut maupun bakteri yang resisten ke dalam tanah dan air. Todar (2000) menjelaskan bahwa resistensi mikroba dapat diakibatkan beberapa hal. Pertama, resistensi alamiah, sebagai contoh streptomycete mempunyai gen yang bertanggung jawab untuk resistensi terhadap antibiotiknya sendiri; atau bakteri gram negatif mempunyai membran luar yang menghambat permeabilitas terhadap antibiotik; atau organisme tersebut mempunyai keterbatasan dalam sistem transport terhadap antibiotik; atau terbatasnya target atau reaksi yang akan dicapai oleh antibiotik. Kedua, resistensi buatan, bakteri akan mengembangkan resistensi terhadap

(6)

antibiotik, yaitu bakteri yang dahulunya sensitif menjadi resisten. Resistensi seperti ini dihasilkan dari perubahan gen dan dicapai dengan dua cara yaitu ; (1)mutasi dan seleksi; dan (2) pertukaran gen antara strain dan spesies.

Selanjutnya Levy (2000b) menjelaskan bahwa di Amerika Serikat (AS) lebih dari 40 persen antibiotik yang diproduksi diberikan pada hewan baik untuk pencegahan dan pengobatan infeksi, dan pemacu pertumbuhan. Penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan kadarnya sangat kecil untuk melawan infeksi dan diberikan dalam jangka waktu yang lama (beberapa minggu sampai bulan). Pemberian dalam jangka waktu yang lama dan dosis rendah ini menjadikan bakteri terseleksi dan menjadi resisten. Environmental Media services (EMS) (2000) menjelaskan bahwa bakteri Salmonella umum ditemukan pada produk ternak (daging dan telur) dan di AS dilaporkan infeksi Salmonella pada manusia lebih dari 40.000 kasus setiap tahun. Selain itu ditemukan pula strain Salmonella DT-104 yang resisten terhadap lima antimikroba: ampicillin, chloramphenic, streptomycin, sulfonamide, dan tetrasiklin.

Sistem Kekebalan Tubuh (Imunitas)

Istilah imun secara klasik didefinisikan sebagai daya tahan relatif inang terhadap reinfeksi mikroba tertentu. Definisi imunitas sekarang ini mencakup semua mekanisme fisiologis yang membantu hewan untuk mengenal benda-benda asing pada dirinya untuk menetralkan menyisihkan, atau memetabolisasi benda asing tersebut dengan atau tanpa kerusakan pada jaringan itu sendiri. Respon imun dapat dikategorikan menjadi dua yiatu : (1) Respon imun non spesifik dan (2) Respon imun spesifik. Respon imun spesifik tergantung pada adanya benda asing, pengenalan selanjutnya, dan kemudian reaksi terhadapnya. Sebaliknya respon imun non spesifik terjadi setelah pemaparan inisial dan pemaparan selanjutnya terhadap benda asing dan sementara terjadi diferensiasi selektif self dan nonself. Respon imun nonspesifik tidak tergantung pada pengenalan spesifik, contoh respon imun non spesifik yaitu inflamasi dan fagositosis. Respon imun spesifik merupakan reaksi inang terhadap benda asing yaitu mencakup rangkaian interaksi seluler yang diekspresikan dengan penyebaran produk–produk sel

(7)

spesifik. Ada dua jenis mekanisme efektor yang menengahi respon imun spesifik: (1) imunitas humoral, yaitu yang diperantarai oleh produk sel jaringan limfosit yang disebut antibodi, dan (2) imunitas seluler, yaitu yang diperantarai oleh limfosit sendiri yang tersensititasi secara spesifik (Belanti 1993).

Secara garis besar kekebalan yang diperoleh hewan dapat terjadi secara alami dan buatan. Kekebalan secara alami mencakup penghalang secara fisik dan fisiologis yang mencegah masuknya agen infeksi seperti kulit, saliva, asam lambung, dan anti bakteri seperti lysozime. Kekebalan alami yang terjadi pada jaringan dan sirkulasi diperantarai sel efektor yang disebut fagosit dan sel “natural killer (NK)”. Selain itu ada juga protein komplemen darah yang mendukung fagositosis dan melisiskan patogen. Kekebalan secara buatan biasanya diperoleh secara aktif melalui infeksi alami atau dengan vaksinasi. Kekebalannya akan berkembang setelah beberapa hari atau minggu setelah pemaparan dan diperantarai oleh limfosit (Decker 2000).

Mannan Binding Lectin (MBL)

Sistem komplemen merupakan salah satu kekebalan yang bersifat alami dan mencakup rangkaian protein yang bersirkulasi dalam darah. Protein tersebut bersirkulasi dalam bentuk inaktif, tetapi sebagai respons terhadap pengenalan komponen molekul mikroba akan menjadi aktif , dan bekerja dalam rangkaian aliran dalam bentuk ikatan satu protein yang menyokong ikatan protein selanjutnya. Ada tiga jalur sistem komplemen yang terjadi yaitu melalui jalur komplenen klasik; jalur komplemen alternatif, dan jalur lektin (Kaiser 2002).

Gambaran bagaimana proses ketiga jalur ini bekerja dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini :

(8)

Jalur Klasik Jalur Lektin Jalur Alternatif Kompleks Antigen- Permukaan Permukaan Antibodi mikroba mikroba

C1q MBL C3b MASP-1 C1r MASP-2 C1s C4 C4 C2 C2 C3 C3b

Gambar 3 Tiga jalur aktivasi komplemen (Laursen dan Nielsen 2000).

Jalur komplemen klasik diaktifkan melalui kompleks imun, sementara jalur lektin diaktifkan oleh karbohidrat dari permukaan sel mikroba. Jalur alternatif diaktifkan oleh beragam campuran dan permukaan sel yang terkait dengan pengaturan dan pembentukan alternatif C3 convertase. Keseluruhan jalur akan mengaktifkan komponen pusat yaitu C3 menjadi C3b yang akan berikatan secara kovalen dengan permukaan mikroba dan memediasi fungsi efektor komplemen (Laursen dan Nielsen 2000).

Selanjutnya Medzhitov dan Janeway (2000) memberikan gambaran mengenai aktivasi sistem komplemen melalui MBL dan tersaji pada Gambar 4 berikut :

(9)

Gambar 4 Aktivasi komplemen melalui jalur lektin (Medzhitov dan Janeway 2000).

Aktivasi komplemen melalui jalur lektin dimediasi oleh mannosa binding lectin (MBL) yang merupakan reseptor spesifik dari karbohidrat mikroba. MBL berasosiasi dengan serin protease MBL-associated protease I dan 2 (MASP1 dan MASP2). Ikatan MBL dengan ikatan mikroba mengaktifkan protease, dan terjadi peregangan komponen komplemen C2 dan C4, produknya berupa C2a dan C4b dan membentuk C3 konvertase yang memprakarsai komplemen dengan pemecahan protein C3. Kompleks MBL dan lektin dan fungsi protease sama dengan kompleks C1 dari komplemen klasik (Medzhitov dan Janeway 2000).

Selanjutnya Ross et al. (2001) menjelaskan bahwa sistem komplemen yang diinitiasi jalur lektin melalui MBL. Individu yang defisien MBL menunjukkan peningkatan terhadap mudahnya kena infeksi, khususnya pada sistem mukosanya. Kekebalan mukosa dimediasi oleh IgA dan mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur lektin. Dalam sistem kekebalan mukosa, faktor

(10)

utama pertahanan adalah IgA, dan disekresikan ke seluruh permukaan mukosa tubuh dan memainkan peranan penting dalam mekanisme pertahanan terhadap mikroorganisme yang masuk.

Mannan Oligosasakarida (MOS) Sumber Mannanoligosakarida (MOS)

MOS dapat diperoleh dari beberapa sumber yaitu dari fungi (dinding sel fungi) dan dari sumber lain seperti dinding sel tanaman atau berupa limbah pertanian. Uraian berikut ini menjelaskan mengenai beberapa sumber yang dapat digunakan untuk memproduksi MOS. Faktor yang perlu diperhatikan dalam memproduksi MOS yaitu kandungan komponen gula mannosa yang dikandung sumber bahan yang akan diekstraksi.

Hasil penelitian Tafsin (2000) menunjukkan bahwa Dinding sel fungi

Penicillium sp didominasi oleh mannosa. Urutan selengkapnya komponen gula

dari dinding sel Penicillium sp adalah tersusun atas glukosa; mannosa; galaktosa; asam glukoronat; arabinosa : dan glukosamin dengan perbandingan konsentrasi berturut-turut 119 ; 169; 11; 15; 1; 1 . Penelitian lanjutan mengenai derajat antigenisitas dengan mengukur produksi antibodi poliklonal dengan menggunakan metode ELISA (Enzymes Link Immunosorbant Assay) menunjukkan bahwa baik glikoprotein maupun polisakarida yang diekstraksi dari miselium fungi tersebut bersifat imunogenik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai absorbansi yang lebih tinggi (300-400 persen) dibandingkan dengan hewan kontrol. Percobaan tersebut menggunakan hewan kelinci sebagai model percobaannya.

Bungkil inti sawit tinggi akan serat kasar yakni berkisar antara 13.0– 15.7% dan ADF (Acid Detergent Fiber) 31.7% (Daud et al. 1993). Total dinding sel terbanyak adalah mannosa sebesar 56.4%. Formasi linier mannan berbentuk kristal yang cukup tinggi dan ikatan β-(1-4) sulit untuk dipecah. Adapun secara lengkap komponen dinding sel dari bungkil inti sawit tertera pada Tabel 2.

(11)

Tabel 2 Persentase komponen gula netral pada bungkil inti sawit (BIS)

Komponen gula netral Persentase dari dinding sel (%)

Mannosa 56.4 ± 7.0

Selulosa 11.6 ± 0.7

Xylosa 3.7 ± 0.1

Galaktosa 1.4 ± 0.2

Total 73.1 ± 7.2

Sumber : Daud et al. (1993).

Turner et al. (2000) menyebutkan bahwa sumber yang paling umum yang dapat digunakan untuk menghasilkan MOS adalah dari Saccharomyces cerevisae. Hal tersebut dipakai karena kandungan gula mannosanya yang tinggi yang mencapai 45% dari keseluruhan dinding selnya. Sumber lain yaitu CFNP TAP Review (2002) menyebutkan kandungannnya dapat mencapai 50 persen.

Ishihara et al. (2000) menjelaskan sumber MOS dari tumbuhan yaitu dari guar gum (Cyamoposis tetragonolobus). Guar gum diperoleh dari biji guar yang selanjutnya diproses dengan menggunakan enzim β-D-mannanase untuk memecah ikatan tulang punggung (backbone) , dan mengandung galaktomannan dengan bobot molekul 20.000 Da.

Peranan MOS sebagai Pengendali Salmonella.

Polisakarida dari nilai nutrisinya secara umum dikenal sebagai penyumbang sumber energi untuk ternak disamping sebagai bagian integral struktur seperti asam nukleat, glikolipid dan glikoprotein . Devegowda et al. (1997) melaporkan bahwa ada tiga oligosakarida utama yang dapat memperbaiki produksi ternak, yaitu Mannanoligosakarida, fruktooligosakarida, dan galaktooligosakarida. Mannanoligosakarida (MOS) dilaporkan memberikan hasil yang paling baik. Selanjutnya pada ayam broiler yang dilakukan uji tantang menggunakan strain liar Salmonella menunjukkan hasil yang lebih baik pada

(12)

ayam yang diberi MOS. Selain itu MOS juga mempunyai fungsi untuk mengikat mikotoksin seperti zearalenone dan aflatoksin (Lyons 1997; Power 1997).

Pendekatan baru untuk mencegah infeksi mikroba ditemukan dengan diketahuinya pentingnya proses penempelan pada saluran pencernaan. Diketahui bahwa fimbriae tipe 1 yang sensitif terhadap mannosa berperan dalam menempelnya patogen, dengan demikian mannosa dapat menghambat proses penempelan mikroba merugikan pada saluran pencernaan. Kemampuan lain dari MOS adalah dapat merangsang sistem kekebalan dan efek ini juga berperan dalam melawan bakteri Salmonella (Spring 1997).

Mekanisme kerja yang terjadi dari pencegahan kolonisasi bakteri merugikan oleh MOS dapat dilihat pada Gambar 5 berikut :

a b

Gambar 5 Mekanisme kerja MOS mencegah kolonisasi bakteri merugikan (CFNP Technical Advisory Panel (TAP) Review 2002).

Gambar 5a menjelaskan mekanisme terjadinya kolonisasi bakteri pada saluran pencernaan, sedangkan Gambar 5b menunjukkan efek penggunaan karbohidrat seperti MOS dalam mencegah kolonisasi bakteri yang merugikan. Karbohidrat pada permukaan sel merupakan faktor utama yang bertanggung jawab dalam pengenalan oleh sel. Bakteri mempunyai lektin pada permukaan selnya yang dapat mengenal gula spesifik dan membiarkan sel untuk menempel pada gula tersebut. Gula tersebut dapat ditemukan pada permukaaan sel epitel. Pengikatan Salmonella, E. coli, dan Vibrio cholera dimediasi oleh substansi seperti lektin yang spesifik terhadap mannosa dari permukaan sel bakteri. MOS akhirnya dapat mencegah penempelan bakteri patogen pada usus halus sehingga

Karbohidrat

Lektin Bakteri

Permukaan Karbohidrat

(13)

tidak terjadi kolonisasi yang dapat menimbulkan penyakit, dan dapat menjadi sumber makanan terhadap bakteri lain yang menguntungkan (CFNP TAP review 2002).

Turner et al. (2000) menunjukkan adanya efek yang menguntungkan dari MOS terhadap kesehatan pada saluran pencernaan dan sistem kekebalan. Sebagai contoh terhadap Salmonella thypimurium invitro akan dihambat dengan adanya mannosa, dan selanjutnya setelah dilakukan pemberian melalui air minum pada ayam ternyata menurunkan kolonisasi S. thypimurium pada sekumnya. Selanjutnya pada ternak kalkun, ternyata penggunaan MOS akan meningkatkan level plasma IgG dan konsentrasi IgA pada cairan empedu.

Ishihara et al. (2000) melakukan penelitian MOS yang diperoleh dari Guar gum dan mengamati efeknya terhadap Salmonella enteridis (SE) pada ayam broiler dan ayam petelur. Hasil penelitian menunjukkan penambahan MOS secara oral menurunkan adanya SE pada organ, Peningkatan ekskresi SE pada feses, menurunkan titer antibodi terhadap SE pada serum. Efek lain yang ditimbulkan yaitu meningkatkan jumlah bakteri Bifidobacterium spp dan

Lactobacillus spp. Keadaan yang sama ditemui pada ayam petelur dengan

menurunnya SE baik pada permukaan kerabang, putih dan kuning telur. Kadar optimum MOS pada penelitian ini yaitu 0.025% dari ransum.

Spring et al. (2000) meneliti efek MOS pada ayam broiler menemukan bahwa MOS dapat mengaglutinasikan lima dari tujuh strain E.coli dan 7 dari 10 strain Salmonella thypimurium dan Salmonella enteridis. Sedangkan terhadap strain Salmonella pullorum, Salmonella choleraesuis, dan Campylobacter tidak terjadi agglutinasi. Selanjutnya dilakukan uji tantang terhadap bakteri Salmonella

thypimurium 29E sebanyak 104 cfu pada umur anak ayam tiga hari. Kadar MOS yang diberikan sebanyak 4000 ppm, dan hasil penelitian menunjukkan terjadinya penurunan konsentrasi Salmonella thypimurium dari 5.40 menjadi 4.01 log cfu pada hari ke sepuluh. Hasil penelitian lainnya yang diperoleh menunjukkan bahwa MOS tidak menurunkan konsentrasi coliform pada sekum, dan tidak mempunyai efek terhadap konsentrasi laktobacillus, enterococcus, bakteri anaerob, laktat, VFA, dan pH sekum.

(14)

Secara umum, Ferket et al. (2002) membandingkan antara penggunaan antibiotik dengan MOS dan terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 menjelaskan bahwa penggunaan antibiotik jelas akan memperbaiki efisiensi pertumbuhan dan kesehatan ternak, tetapi potensi bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan yang tidak tepat sangat besar, diantaranya semakin meningkatnya ancaman dari bakteri patogen yang resisten terhadap antibiotik. Alasan tersebut mendorong industri peternakan untuk menggunakan bahan alternatif yang lebih aman. MOS dapat dikatakan menjadi alternatif terbaik terhadap antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan, dan MOS dapat lebih menguntungkan daripada antibiotik jika digunakan secara strategis bersama-sama dengan bahan non obat-obatan seperti probiotik, fruktoosoligosakarida, bio-aktif peptide, dan daun-daunan (‘herb’).

(15)

Tabel 3 Perbandingan penggunaan antibiotik dengan MOS

Antibiotik Mannanoligosakarida (MOS)

• Menghambat viabilitas dan

proliferasi beberapa mikroflora patogen dan mikroba pencernaan yang menguntungkan

• Mencegah penempelan dan kolonisasi beberapa bakteri pada saluran pencernaan, tapi tidak membunuhnya

• Mempunyai aktivitas spektrum luas terhadap bakteri gram positif

• Mempunyai aktivitas spesifik terhadap bakteri gram negatif yang mempunyai Fimbriae tipe I yang spesifik terhadap mannose

• Menurunkan efek merugikan dari metabolit mikroba dengan menekan mikrofloranya

• Menurunkan efek merugikan dari metabolit mikroba dengan meningkatkan profil mikroflora

• Menurunkan stress imunologis

dengan cara menurunkan masuknya mikroba pada saluran pencernaan

• Merangsang sistem kekebalan dengan jalan berlaku seperti antigen mikroba yang bersifat non patogen

• Penggunaan secara jangka panjang dan tidak tepat dapat menghasilkan patogen yang resisten

• Tidak menghasilkan bakteri yang resiten baik terhadap antibiotik atau MOS

• Memberikan keuntungan pada inang untuk menyerap zat makanan penting dengan jalan menekan kompetisi dari mikroba saluran cerna.

• Memberikan keuntungan pada inang untuk menyerap zat makanan penting dengan jalan memperbaiki kesehatan ‘brush borders’.

• Memperbaiki ketersedian Energi Netto (EN) untuk produksi dengan jalan memperbaiki Energi Metabolis (EM) pakan dan menurunkan kebutuhan energi tubuh untuk hidup pokok.

• Memperbaiki ketersedian Energi Netto (EN) untuk produksi dengan jalan memperbaiki Energi Metabolis (EM) pakan.

• Secara konsisten memperbaiki

penampilan pertumbuhan pada kondisi lingkungan yang berbeda.

• Memperbaiki penampilan pertumbuhan terutama ketika dilakukan uji tantang dengan patogen dari saluran pencernaan.

• Menurunkan perlindungan mukosa yang non spesifik dengan jalan menurunkan kolonisasi bakteri yang menguntungkan (sebagai contoh ; laktobasilus)

• Meningkatkan perlindungan mukosa yang non spesifik dengan jalan peningkatan relatif jumlah sel goblet dan sekresi mucus dan meningkatnya koloni bakteri yang menguntungkan. Sumber : Ferket et al. (2002)

(16)

Peranan MOS untuk Meningkatkan Sistem Kekebalan Tubuh.

Komponen gula mannosa dari MOS mempengaruhi sistem kekebalan dengan jalan merangsang sekresi protein pengikat mannosa, dan dikenal pula dengan istilah Mannosa binding lectin (MBL). MBL disintesa di hati dan disekresikan kedalam serum sebagi komponen dengan fase respon yang bersifat akut. MBL dapat berikatan dengan karbohidrat dari dinding sel bakteri, ragi atau virus. (Medzhitov dan Janeway 2000).

Selanjutnya Devegowda et al. (1994) menyebutkan bahwa MOS diturunkan dari dinding sel ragi Saccharomyces cerevisiae dan mempunyai derajat antigenisitas yang tinggi yang disebabkan adanya komponen mannan dan glukan. Komponen gula mannosa dari MOS mempengaruhi sistem kekebalan dengan jalan merangsang sekresi protein pengikat mannosa dari hati yang mengikat kapsul bakteri yang masuk dan merangsang sistem komplemen. Studi lainnya menunjukkan bahwa MOS merangsang sistem kekebalan dengan jalan meningkatkan aktivitas fagosit dari makrofage yang dilakukan pada tikus.

Lyons (1996) dan Power (1997) melaporkan penggunaan MOS pada tingkat 1-2 kg/ton pakan akan memperbaiki kekebalan yang ditunjukkan dengan meningkatnya level Ig (Imunoglobulin) dan meningkatkan aktivitas fagosit. Selain itu juga mempunyai fungsi untuk mengikat bahan patogen pada saluran pencernaan (seperti E coli dan Salmonella).

Penelitian Swanson et al. (2002) yang dilakukan terhadap anjing menunjukkan hasil yang serupa. Pemberian MOS menunjukkan kandungan limfosit yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Selanjutnya ketika perlakuan ini dikombinasikan dengan Fruktoosoligosakarida (FOS) ternyata secara signifikan kandungan Ig A lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Kesimpulan umum penelitian ini yaitu suplementasi FOS dan MOS mempunyai efek yang menguntungkan terhadap kesehatan kolon dan status kekebalan dari anjing.

Gambar

Gambar 2   Mikroflora pada saluran pencernaan unggas (Spring 1997).
Tabel 1.    Mekanisme pengaturan bakteri terhadap mikroflora saluran pencernaan  pada unggas
Gambar 4  Aktivasi komplemen melalui jalur lektin (Medzhitov dan Janeway  2000).
Gambar  5      Mekanisme  kerja  MOS  mencegah  kolonisasi  bakteri  merugikan  (CFNP Technical Advisory Panel (TAP) Review  2002)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sistem pendaftaran yang berjalan selama ini, yaitu pasien datang ke klinik untuk mendaftar, jika pasien tersebut belum pernah berobat di klinik, maka sebelum mendapatkan

Figur yang dari sudut pandang Agamben dirasa niscaya memegang peranan penting dalam praktik politik modern di Barat adalah homo sacer (manusia sakral), sebagai figur cerminan/

Karena motif intrinsik adalah sebuah motif yang tidak mudah berubah dikarenakan berada di dalam diri manusia tersebut selain itu motif intrinsik dapat lebih tahan dalam

Jika dikaitkan dengan teori Bott P.A (1996) dalam kemampuan psikomotor maka kriteria kinerja menjabarkan kegunaan peralatan pembersih telah mampu dan dinyatakan

Pada Gambar 2(b) tampilan halaman home merupakan tampilan yang akan ditampilkan oleh program ketika pengguna pertama kali mengakses website garagegraff , dan terdapat

(1) Tahap identifikasi, kegiatan yang dilakukan peneliti adalah mengidentifikasi siswa- siswa yang memiliki motivasi belajar rendah sehingga perlu untuk diberikan

Sa pag-aaral na ito a mag-kakaroon ng ideya ang mga guro kung anong pamamaraan ng kanilang pagtuturo ang pinaka epektibo para sa mga mag-aaral.. makapaghahatid ito na kaalaman para

e) Herbert A. Simon adalah ilmuan politik dan sosial berkebangsaan Amerika. Simon mencatat bahwa kebanyakan dari prinsip klasik tidak lebih dari pada pepatah saja