• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH ZEN BUDDHISME BAGI KAUM SAMURAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH ZEN BUDDHISME BAGI KAUM SAMURAI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH ZEN BUDDHISME BAGI KAUM SAMURAI

MAKALAH NON-SEMINAR

TITIEK NUR HIDAYATI 0806394822

FAKULTAS LMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI JEPANG

DEPOK JANUARI 2014

(2)
(3)
(4)
(5)

PENGARUH ZEN BUDDHISME BAGI KAUM SAMURAI

Titiek Nur Hidayati dan Endah H. Wulandari

Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Indonesia

[email protected]

Abstrak

Samurai adalah sebuah strata sosial penting dalam tatanan masyarakat feodalisme Jepang. Sejarah menerangkan bahwasanya seorang samurai harus memiliki mental tertentu yang selalu siap merespon dengan secepat kilat terhadap apapun yang datang dari luar. Hal ini tidak terlepas dengan adanya Bushido yang merupakan filosofi dan sistem etika yang dianut oleh kaum samurai. Bushido yang selama ini dipatuhi oleh samurai sedikit banyak dipengaruhi oleh Zen Buddhisme yang selaras dengan kehidupan samurai. Zen Buddhisme bagi kelas samurai dijadikan pedoman moral dan pelatihan mental dalam menghadapi kehidupan mereka yang keras dan penuh tekanan, karena ajaran Zen Buddhisme merupakan doktrin pembersihan jiwa yang yang keras, menekankan disiplin mental dan hidup yang keras. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian mengenai bagaimana pengaruh Zen Buddhisme bagi kaum samurai. Dengan diketahuinya bagaimana pengaruh Zen Buddhisme yang menginspirasikan jalan hidup samurai diharapkan dapat memberikan pelajaran bagi masyarakat yang lebih luas dalam mencapai kehidupan yang lebih baik.

Kata kunci: Samurai; Bushido; Zen Buddhisme

Influences of Zen Buddhism for Samurai Abstract

Samurai is an important social strata in order of feudal Japanese society. History explains that a samurai should have a certain mental which always ready to respond with rapid speed to anything that comes from outside. It is not released in the absence of which is the Bushido philosophy and system of ethics adopted by the samurai. Bushido had been obeyed by the samurai bit much influenced by Zen Buddhism in harmony with the life of the samurai. Zen Buddhism samurai class used as guidelines for moral and mental training in the face of their life is hard and stressful, because the teachings of Zen Buddhism is the doctrine that the soul cleansing loud, emphasizing the mental discipline and hard living. Therefore, the authors conducted a study on how the influence of Zen Buddhism for the samurai. By knowing how the influence of Zen Buddhism which is inspired by the samurai way of life is expected to provide lessons for the global community to achieve a better life. Keywords : Samurai; Bushido; Zen Buddhism

Pendahuluan

Seperti yang kita ketahui, negara Jepang merupakan salah satu negara maju di dunia. Selain maju dalam sektor ekonomi, negara Jepang juga dikenal sangat menjunjung tinggi budaya yang mereka miliki. Tradisi dan kebiasaan dari zaman nenek moyang selalu berusaha dipertahankan oleh masyarakat di Jepang agar tidak hilang atau luntur. Hal ini tidak terlepas

(6)

dari usaha dan kerja keras masyarakat Jepang dari dahulu hingga sekarang. Salah satu tradisi yang menjadi ciri bangsa Jepang adalah dengan adanya keberadaan samurai.

Istilah samurai berasal dari bahasa Jepang Saburau yang berarti „melayani‟. Pada awalnya istilah ini mengacu kepada “seseorang yang di keluarga terhormat dan ditugaskan mengabdi kepada bangsawan”. Yang dinamakan samurai hanya mereka yang lahir di keluarga terhormat dan ditugaskan untuk menjaga anggota keluarga kekaisaran1.

Seiring perkembangan zaman, etika samurai telah tertanam begitu kuat dalam pikiran masyarakat Jepang, sehingga akan sulit bagi mereka jika berpikir di luar rangka pemikiran

samurai tersebut. Begitu kuatnya cengkraman pengaruh samurai terhadap sikap dan perilaku

warga Jepang. Pada kenyataannya, dengan keberadaan samurai yang memungkinkan Jepang bisa mencapai kesuksesan yang luar biasa dalam bidang ekonomi dan militer mulai dari tahun 18702. Sam Jameson, koresponden asing dan mantan pimpinan biro Jepang surat kabar The

Los Angeles Times mengatakan bahwa etika sosial yang telah diterima secara luas yakni

bersikap rendah hati, tidak membuat masalah, tidak memamerkan bakatnya, dan tidak membesar-besarkan pencapaiannya dapat dilacak akarnya dari kode-kode samurai3.

Pada masa pemerintahan keshogunan Tokugawa diberlakukan kebijakan pengasingan nasional. Ketika itu, semua orang Jepang dilarang meninggalkan negara secara permanen dan semua orang Jepang yang berada di luar negeri dilarang untuk kembali. Tokugawa juga menolak semua orang asing mengunjungi negaranya. Jepang benar-benar terisolasi dari dunia internasional 4. Kebijakan ini dikenal dengan istilah Politik Isolasi (Politik Sakoku). Politik isolasi adalah politik ketika Jepang menarik diri dari dunia luar atau tidak menerima kerja sama dengan negara lain. Pada masa inilah nilai-nilai Bushido yang dibawa oleh samurai pada zaman Edo ikut ditularkan juga pada masyarakat umum yang bukan golongan samurai, sehingga budaya tradisional menjadi satu-satunya pengetahuan sekaligus hiburan bagi masyarakat Jepang.

Bushido merupakan sistem etika yang dianut oleh kelompok samurai yang terkenal di

Jepang, yang menguasai negara itu dari tahun 1192 sampai 1868, telah begitu menyatu dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat Jepang. Mulai dari filsafat dan kepercayaan spiritual,

1 http://bansai-dojo.com/history-of-samurai/sejarah-samurai, diakses pada 18 Januari 2013. 2

ibid

3 Mente, de Boye. 2009. Misteri Kode Samurai Jepang. Jogjakarta. Gerai Ilmu. 4 http://www.id.emb-japan.go.jp/expljp_08.html, diakses pada 18 Januari 2013.

(7)

tata cara hidup, kehidupan keluarga, pakaian, pekerjaan, selera estetika, hingga cara mereka berekreasi 5.

Tidak dapat dipungkiri, pandangan Bushido yang merupakan filosofi samurai, sedikit banyak dipengaruhi oleh Zen Buddhisme. Ajaran Zen Buddhisme banyak dianggap selaras dengan jiwa samurai. Sebagai orang yang banyak menghabiskan waktunya dalam medan perang, seorang samurai dituntut untuk selalu bertindak cepat, tepat dan praktis karena mereka mau tidak mau harus selalu berhadapan dengan dua pilihan. Bukan perkara menang atau kalah melainkan hidup atau mati. Untuk bisa bertindak cepat, tepat dan praktis mereka tidak hanya memerlukan strategi, tetapi juga intuisi atau suatu daya bathin untuk mengetahui sesuatu tanpa berpikir atau belajar, karena sesungguhnya rahasia kesempurnaan samurai terletak dalam membentuk suatu kerangka mental tertentu yang selalu siap untuk merespon dengan cepat kilat terhadap apapun yang datang dari luar 6.

Samurai Jepang yang merebut kekuasaan pada abad 12, menjadi pengikut setia Zen

Buddhisme pada abad ke-13 karena filosofi ajaran ini mengajarkan gaya hidup ala petapa yang dipadukan dengan dedikasi yang hampir obsesif untuk berlatih keterampilan hidup dan juga pengembangan seni.

Karena kehidupan samurai amat bergantung pada keterampilan yang luar biasa dalam seni bela diri, dan juga pada ketaatan yang luar biasa terhadap keterampilan-keterampilan etika sosial, Zen Buddhisme kemudian menjadi panduan spiritual sekaligus panduan latihan utama bagi mereka. Salah satu unsur utama Zen Buddhisme dalam kode Bushido adalah bahwa seseorang tidak akan pernah menguasai sesuatu secara sempurna dan oleh karena itu, dia harus terus berusaha untuk bisa selalu menjadi lebih baik.

Salah satu aspek kunci penyerapan dan penggunaan ajaran yang tepat dalam Zen Buddhisme adalah dengan mengosongkan pikiran dari hal-hal lain, mengusahakan suatu pelepasan diri sepenuhnya, dan membuka pikiran lebar-lebar untuk memahami apapun situasi yang dihadapi secara utuh dan akurat.

Perintah pertama dalam kode etik Bushido umumnya tertulis sebagai ketepatan dalam penilaian dan sikap intelektual, dan keadilan. Apa yang menjadi tujuan dari perintah ini adalah untuk memastikan bahwa samurai selalu melakukan hal yang tepat, dengan cara yang

5 Mente, de Boye. 2009. Misteri Kode Samurai Jepang. Jogjakarta. Gerai Ilmu. 6

(8)

tepat, dan pada waktu yang tepat pula. Tentu saja aturan perilaku ini didukung oleh ajaran Zen Buddhisme, diwujudkan dengan melakukan hal yang tepat dengan cara yang tepat pula, persis seperti yang dajarkan oleh kaum samurai.

Tulisan ini bermaksud melihat adanya pengaruh antara Zen Buddhisme di Jepang dengan kehidupan kaum samurai. Pengaruh Zen Buddhisme inilah yang membuat penulis tertarik dan ingin tahu lebih banyak dalam hal ini sehingga memilih tema ini.

Muncul dan Berakhirnya Kaum Samurai

Disebuah areal pemakaman Jepang, para peneliti menemukan sebuah temuan yang terdiri dari perlengkapan prajurit tempur dalam jumlah banyak beserta arca (patung) kecil dari tanah liat yang diperkirakan berasal dari abad ke-4. Arca kecil dari tanah liat ini dikenal dengan nama haniwa. Haniwa merepresentasikan ksatria berpakaian baju zirah seperti korset di sekujur badan, kepalanya dilindungi dengan helm berbentuk mangkuk yang pas dileher, pelindung pipi dan ganjalan pelana kuda. Sementara tangan ksatria haniwa menggambarkan akan menghunus sebilah pedang dari sarung yang disematkan dipinggangnya. Arca yang bertipikal semacam ini mengimajinasikan kesiapsiagaan militer dan semangat juang tinggi. Berdasarakan argumentasi ini, maka mereka berpendapat kalau ini adalah jejak-jejak awal dari seorang samurai7.

Terlepas dari temuan itu, kata samurai berasal dari kata kerja Jepang saburau yang berarti melayani. Kata ini digunakan pada zaman dahulu untuk menyebut pelayan pribadi yang setara dengan pembantu rumah tangga. Dalam perkembangannya kata ini kemudian digunakan untuk menyebut anggota kelas ksatria provinsi.

Sejarah samurai sebagai ksatria sendiri dimulai pada zaman Heian (794-1185). Ketika ibu kota dipindahkan dari Nara ke Heian (Kyoto), istana semakin kehilangan pendapatan pajaknya karena banyak tanah yang jatuh ke tangan pribadi. Kondisi ini membuat kaisar mengeluarkan kebijakan memindahkan tanggung jawab untuk menjaga ketertiban provinsi-provinsi kepada militer lokal. Kebijakan inilah yang memicu kemunculan kelas ksatria provinsi8. Pada akhir abad 11, kaum samurai semakin mengukuhkan dirinya sebagai aktor utama dalam sejarah Jepang lewat serangkaian perang berkepanjangan yang terjadi di

7 H. Paul Varley, Ivan, Nobuko Morris, Samurai: Sejarah dan Perkembang, Komunitas Bambu, Depok, 2008, hlm. 9.

8

(9)

provinsi-provinsi utara Jepang. Perang ini dijadikan semacam lahan pengujian untuk keterampilan dan semangat kaum samurai9.

Dalam perkembangan selanjutnya, kepemimpinan Jepang pun berada di tangan kaum ini. Sebenarnya pemimpin kaum samurai itu sebagian besar adalah keturunan kaisar sendiri. Hal ini mungkin terdengar sedikit bertolak belakang, namun biasanya para kaisar memiliki banyak istri, selir dan gundik. Oleh karena itu mereka menghasilkan banyak keturunan. Keturunan-keturunan inilah yang kemudian menjadi pemimpin para samurai kedepannya. Banyaknya keturunan-keturunan ini ternyata tidak hanya memunculkan para pemimpin

samurai, tetapi juga menyebabakan istana harus menanggung beban mahal untuk membiayai

mereka. Akhirnya, istana mengambil keputusan untuk melenyapkan kerabat-kerabat yang mempunyai hubungan darah terlalu jauh. Saat orang yang dipercaya berhasil melenyapkan kerabat-kerabat jauh kaisar, maka istana biasanya menganugerahi mereka satu dari dua nama belakang istimewa, apakah Minamoto ataupun Taira10. Selain itu, istana juga mengangkat mereka sebagai gubernur atau menduduki jabatan tinggi lainnya di tingkat provinsi. Sejak abad 10 sampai seterusnya, aktivitas Minamoto dan Taira semakin berkembang. Minamoto dan Taira berada pada posisi yang luar biasa menguntungkan untuk berada diatas kepala klan lokal dan menjadi tuan besar hebat dari kaum samurai. Kemudian pada abad ke-11 mulai munculah tanda-tandapersaingan bahkan permusuhan diantara kedua klan ini.

Sedikit demi sedikit persaingan dan permusuhan ini makin meruncing dan mencapai puncaknya saat pangeran Michihito dibunuh klan Taira di Uji. Setelah peristiwa ini pertempuran antara klan Taira dan Minamoto tidak dapat dihindarkan. Seiring berjalannya waktu, tepatnya pada Maret 1184 pasukan Minamoto berhasil mengalahkan pasukan Taira dalam pertempuran Ichi no Tani11 di provinsi Settsu. Kemudian, pada pertempuran Dan no Ura12 menandai hancurnya klan Taira13.

Karena kesuksesannya menghancurkan klan Taira, maka pada tahun 1190 salah-satu orang yang paling berpengaruh dari klan Minamoto, yakni Minamoto no Yoritomo ditunjuk sebagai panglima tertinggi kekuatan militer dan berbagai jabatan tinggi lainnya dalam pemerintahan, namun segera mengundurkan diri. Ambisi utama dari Minamoto no Yoritomo

9

Ibid, hlm 15. 10

Ibid, hlm 16.

11Merupakan salah satu pertempuran yang paling terkenal dari Perang Genpei. Terjadi 18 maret 1184. 12

Merupakan salah satu pertempuran laut yang paling terkenal dari perang Genpei. Terjadi di Dan-no-ura (Selat Shimonoseki lepas pantai selatan Honshu) pada tanggal 24 Maret 1185.

13 Hephaestus Books. 20011. Articles on Genpei War, Including: Battle of Dan-No-Ura, Battle of Mizushima, Battle of Yashima, Battle of Uji (1180), Siege of Nara, Battle of Ishiba. Hephaestus Books.

(10)

yang sebarnya adalah jadi Seii-Taishōgun14 dan baru terlaksana setelah penentangnya, mantan kaisar Go-Shirakawa wafat pada tahun 1192. Setalah itu dirinya pun diangkat sebagai shōgun. Secara de jure ini merupakan awal dari pemerintahan militer Minomoto no Yoritomo, namun secara de facto Minamoto no Yoritomo sudah berkuasa dan memiliki lembaga pemerintahan sebelum 1192. Keshogunan ini berpusat di Kamakura (sehingga akhirnya disebut dengan keshogunan Kamakura)15.

Setelah memangku jabatan Shogun selama lebih kurang tujuh tahun, Minamoto no Yoritomo meninggal secara mendadak di bulan Februari 1199, kedua anaknya yang kemudian menjadi shogun yakni Minamoto ke-2 dan ke-3 tidak berdaya mengendalikan para

baron16. Menjelang akhir dekade kedua abad ke-13, keduanya dibunuh oleh klan Hojo dan kekuasaan keshogunan Kamakura pun jatuh ke tangan klan Hojo yang dipimpin oleh Tokimasa. Klan Hojo tidak mengangkat diri mereka sebagai shogun begitu mereka unggul dalam perebutan kekuasaan setelah kematian shogun Minamoto ke-2 dan Shogun Minamoto ke-3, tetapi malah mereka mengangkat angggota pertama keluarga Fujiwara dan kemudian pangeran-pangeran kekaisaran lainnya sebagai shogun boneka. Sedangkan mereka sendiri malah menduduki jabatan shogun bupati dari wilayah yang mereka buka.

Hojo memberikan salah satu pemerintahan terbaiknya pada Jepang pramodern selama masa jabatan mereka sebagai bupati pada tahun 1219 hingga tahun 1333. Ancaman besar terhadap pemerintahan Hojo muncul pada tahun 1270-an, yaitu dari Dinasti Mongol di Cina. Dinasti ini meminta upeti kesetiap wilayah yang ada di Asia Timur termasuk keshogunan Kamakura. Tetapi, keshogunan Kamakura yang diwakili oleh Hojo menolak mengabulkan tuntutan ini sehingga bangsa Mongol melakukan invasi pertama ke Jepang pada tahun 1274 dan kemudian diikuti invasi kedua pada tahun 1281. Kedua invasi besar-besaran ini gagal menghancurkan keshogunan Kamakura. Untuk mempertahankan diri dari invasi bangsa Mongol, maka keshogunan Kamakura mengeluarkan biaya yang sangat besar. Kerugian ini merupakan salah satu dari banyak faktor yang menjelaskan terpuruk dan jatuhnya keshogunan Kamakura pada akhir abad ke-13 selain dari intrik-intrik dan pemberontakan dalam dalam negeri sendiri yang dilakukan oleh Ashikaga Takauji (pemimpin klan wilayah timur) yang bergabung dengan kesatuan tempur loyalis Godaigo17.

14

Adalah bentuk lengkap dari gelar Shogun. Ini berarti “panglima tertinggi pasukan ekspedisi melawan orang biadab”.

15

Nussbaum, Louis-Frédéric. (2005). "Kamakura-jidai" in Japan Encyclopedia, p. 459.

16Tuan tanah daerah yang kemudian pada zaman keshogunan Ashikaga dikenal dengan istilah daimyo.

17adalah Kaisar Jepang ke-96. Nama aslinya (imina) adalah Takaharu. Berdasarkan dekrit kaisar tahun 1926, Kaisar Go-Daigo tidak lagi disebut sebagai Kaisar Jepang ke-95, melainkan Kaisar Jepang ke-96.

(11)

Setelah keshogunan Kamakura runtuh, kaisar Godaigo yang sebelumnya dibuang akhirnya kembali ke ibukota. Tetapi tidak lama setelah itu, istana menolak untuk menjadikan Ashikaga Takauji sebagai shogun, sehingga Ashikaga Takauji berbalik melawan kaisar Godaigo dan lalu Ashikaga Takauji mengasingkan kaisar Godaigo beserta para menterinya ke pegunungan Yoshino sebelah selatan. Sejak saat itu sampai tahun 1392, ada dua istana tandingan di Jepang yaitu istana selatan Godaigo dan penggantinya di Yoshino serta istana utara di Kyoto yang dikontrol oleh keshogunan Ashikaga yang dibuka oleh Takauji di distrik Muromachi (di Timur Laut Kyoto).

Pada tahun 1338 akhirnya Ashikaga Takauji dilantik sebagai shogun oleh Kaisar Kōmyō dari Istana Utara pada tahun 1338. Masa pemerintahan keshogunan Ashikaga pun dimulai dengan Ashikaga Takauji sebagai shogun pertama. Namun, mereka terpaksa kehilangan hegemoni pusat mereka pada perang Onin18 yang berkepanjangan di tahun 1467-1477 dan perang ini pun jadi akhir dari keshogunan Ashikaga. Setelah itu Jepang memasuki

zaman Sengoku19 dimana pada zaman ini, Oda Nobunaga dan penerusnya Toyotomi Hideyoshi berhasil mempersatukan provinsi-provinsi yang ada di Jepang. Kemudian, mereka pun menjadi pemimpin Jepang di zaman Azuchi Momoyama (1573-1603).

Setelah Pertempuran Sekigahara pada tahun 1600, kekuasaan pemerintah pusat direbut oleh Tokugawa Ieyasu yang menyelesaikan proses pengambilalihan kekuasaan dan mendapat gelar shōgun pada tahun 1603. Tokugawa Ieyasu sebetulnya tidak memenuhi syarat sebagai shogun karena bukan keturunan klan Minamoto. Agar syarat utama menjadi shogun terpenuhi, Ieyasu memalsukan garis keturunannya menjadi keturunan klan Minamoto agar bisa diangkat menjadi shogun. Keturunan Ieyasu secara turun-temurun menjadi shogun dan kepala pemerintahan sampai terjadinya Restorasi Meiji. Dengan berakhirnya keshogunan Tokugawa, maka berakhir juga dominasi kaum samurai di Jepang.

Zen Buddhisme

Agama Buddha, sebagaimana telah menjadi pengetahuan umum, berawal dari ajaran Shidarta Gautama atau Shakyamuni (483-386 SM). Nama Shakyamuni adalah sebutan lain dari Shidarta Gautama setelah ia mencapai tingkat ke-Budhha-an. Dalam bahasa Jepang,

18Adalah perang saudara di Jepang dari tahun 1467-1477 pada masa pemerintahan Shogun ke-8 Ashikaga Yoshimasa.

19

(12)

nama Shidarta Gautama lazim disebut dengan istilah Shaka Nyorai atau Shakuson, yang identik dengan pengertian Shakyamuni20.

Sebutan Shakyamuni, secara harfiah berarti “orang arif yang pendiam dari suku bangsa Shakya” yang bermukim di India Utara. Shakyamuni juga dianggap sebagai

Tathagata, yang dalam bahasa Jepang disebut Nyorai, artinya Ia yang telah datang,

pemegang kebenaran, atau Ia yang telah diterangi secara sempurna, karena Ia sendirilah yang dapat mengetahui dan memahami keberadaan manusia dan alam semesta ini secara langsung dan mendalam21.

Dalam abad ketujuh, Jepang mengadopsi dari Cina agama Buddha secara keseluruhan untuk dijadikan agamanya, karena dianggap “baik sekali untuk melindungi negara”22. Fujita Kotatsu, ahli filsafat Buddha Jepang, mengemukakan bahwa ajaran agama Buddha Awal atau Buddha Dasar yang tertulis dalam Sutra Hokukyo (Danmapada) mempunyai karakter atau sifat moral yang kuat dan di dalamnya banyak tertulis ungkapan-ungkapan yang berhubungan dengan Zen yang berarti kebajikan atau kebaikan23.

Zen adalah salah satu produk pemikiran Cina setelah mengalami kontak dengan pemikiran India yang diperkenalkan di Cina melalui ajaran Buddha. Zen berakar pada tradisi meditasi dalam Buddhisme India. Kata Zen sendiri berasal dari kata dhyana, yang dalam bahasa Sansekerta berarti meditasi dan kemudian ditafsirkan menjadi Ch’an dalam bahasa Cina dan dalam bahasa Jepang dilafalkan menjadi Zen.24.

Sebelum Zen masuk ke Jepang, di Jepang telah berkembang beberapa aliran agama Buddha sejak masuknya agama tersebut di Jepang pada zaman Nara (710-794). Aliran Zen sendiri masuk ke Jepang pada zaman Kamakura (1185-1333) dibawa dan didirikan oleh pendeta Buddha yang baru saja pulang dari Cina yaitu Eisai dan Dogen25.

Eisai (1141-1215) pada tahun 1191 mendirikan Rinzai Zenshu atau aliran Rinzai. Eisai mengunjungi Cina pada tahun 1168 dan menjadi tertarik pada Ch‟an. Sekali lagi ia

20 Anwar, Etty N., 2009. Akkuninshouki-Zettai Tariki dalam Agama Buddha Jepang. Jakarta: penaku. Hal. 37. 21

Ibid 22

Dikutip dari catatan sejarah kontemporer dari zaman Nara oleh Sir George Sansom, berjudul Japan : A Short Cultural History, hlm. 131.

23 Anwar, Etty N., 2009. Akkuninshouki-Zettai Tariki dalam Agama Buddha Jepang. Jakarta: penaku. Hal. 53. 24

E. Dale Saunders, Buddhism in Japan (Philadelphia: University of Pennsylvania, 1964), hal. 206; Keane, Japanese Garden Design (Rutland, Vermont, Tokyo: Charles E. Tuttle, 1997), hal. 51.

25 Riyanti, Mita. 2002. Pemikiran Zen yang tertuang dalam ungkapan “Ichi Soku Ta, Ta Soku Ichi” dan Pengaruhnya Pada Taman Karesansui (Skripsi). FIB UI.

(13)

belajar di Cina pada tahun 1187-1191, mempelajari ajaran-ajaran lanjutan dari Ch‟an. Melalui aliran ini Eisai menyebarkan ajaran yang diterimanya selama ia belajar di kuil Lin Chi26, yaitu mengenai satori atau pencerahan yang datangnya seketika, yang biasanya didapat melalui metode koan. Koan adalah semacam pertanyaan dari seorang guru Zen untuk dijawab murid-muridnya. Pertanyaan tersebut terkadang tidak rasional, namun bermanfaat untuk mendapatkan pemahaman yang melebihi pemahaman yang diperoleh dari kata-kata 27. Salah satu koan misalnya adalah „bagaimanakah bunyi bertepuk dengan sebelah tangan?‟28.

Dogen (1200-1253) baru kembali dari mempelajari Zen di kuil Ts‟au Tung29. Pada 1223, Dogen pergi ke Cina, masih dengan misi yang sama, mencari seseorang yang benar-benar telah mencapai pencerahan, dan pada kesempatan itu ia bertemu dengan Ju-ching, seorang Master Ch‟an. Dibawah bimbingan Ju-Ching, Dogen mencapai pencerahan atau

satori. Pada tahun 1227, Dogen mendirikan Soto Zenshu atau aliran Soto. Untuk mencapai satori atau pencerahan aliran ini mengutamakan zazen. Zazen adalah duduk bermeditasi

dengan kedua kaki dilipat di depan dan punggung tegak30.

Perbedaan antara kedua aliran tersebut ialah, bahwa aliran Rinzai mempergunakan teknik-teknik tanya jawab, kriteria-kriteria sekitar tokoh-tokoh aliran Zen masa lampau, masalah-masalah teka-teki dan lain sebagainya sebagai alat bantu untuk mendapatkan pencerahan atau satori, sementara aliran Soto semata-mata memusatkan fikiran dalam kegiatan meditasi sambil duduk dalam posisi kaki bersilang31.

Seperti halnya agama Buddha, aliran Zen sebenarnya adalah produk India yang dilahirkan di tengah-tengah kesunyian hutan-hutan di India. Bagi orang India, meditasi di tengah-tengah kesunyian hutan itu adalah merupakan cara yang mudah dan menyenangkan agar dapat memperoleh pengertian yang benar. Kata Zen itu sendiri sebenarnya sama dengan arti Dhyana dalam bahasa sansekerta, yang berarti “perenungan yang tenang” atau “kegiatan merenung”32

.

26

Lin Chi merupakan aliran yang namanya dimbil dari pemimpin aliran ini. Ia dikenal dengan bentakan dan pukulannya. Aliran Lin Chi meyakini bahwa pencerahan sifatnya harus selalu seketika dan tidak bisa didapat melalui tahapan-tahapan.

27

Suzuki D. T., Studies in Zen (London, Boston, Sydney: Unwin Paperbacks, 1986), hal. 43-44. 28

Ernest Wood, Zen Dictionary (Rutland, Vermont & Tokyo: Charles E. Turtle, 1978), hal. 68. 29

Aliran Ts’au Tung merupakan aliran yang namanya diambil dari dua pendirinya, yaitu Ts’au Shan dan Tung Shan.

30

Riyanti, Mita. 2002. Pemikiran Zen yang tertuang dalam ungkapan “Ichi Soku Ta, Ta Soku Ichi” dan Pengaruhnya Pada Taman Karesansui (Skripsi). FIB UI.

31 Djam’annuri. Agama Jepang, (Yogyakarta: PT. Bagus arafah, 1981), hal. 33. 32

(14)

Aliran Zen seringkali disebut dengan “aliran fikiran Buddha” dan sangat berbeda dengan aliran-aliran lain yang ada di Jepang, aliran ini mempunyai tujuan untuk memindahkan pikiran Buddha secara langsung ke dalam pikiran para pemeluknya dan mengajarkan bahwa pencerahan hanya dapat diperoleh melalui pemikiran yang intuitif. Oleh karena itu aliran ini lebih menekankan pada disiplin dalam melakukan samadi untuk mencapai pencerahan, dan menolak doa-doa atau kepercayaan terhadap adanya juru selamat

33

.

Tujuan utama dari aliran Zen atau Ch‟an bukanlah hanya duduk bermeditasi, melainkan membina kesadaran pada diri kita sendiri atau membuka kesadaran diri kita sendiri untuk mencapai satori. Setelah tercapainya satori maka secara psikologi, pikiran dan bathin kita telah maju dan telah bebas dari segala macam ikatan. Zen mengutamakan pengalaman mendapatkan penerangan, penerangan inilah yang dinamakan satori tadi, orang mampu melihat atau menemukan inti diri dan menyadari kebuddhaannya. Namun pengalaman itu tidak bisa diucapkan atau diungkapkan dengan kata-kata yang hanya terbatas (Sutrisno,1994:129).

Bushido : Kode Etik Samurai

Samurai merupakan salah satu icon penting dalam negara Jepang. Hal ini dapat dilihat

dari pengabdian yang dilakukan oleh para samurai kepada kaisarnya. Pada zaman sekarang ini dikenal dengan sebutan samuraisasi yaitu gaya hidup samurai yang menyebar dan menjadi ciri khas gaya hidup orang Jepang.

Samurai pada periode Tokugawa menggunakan waktu luang mereka untuk

mendapatkan derajat pendidikan yang tidak dikenal di antara para petarung pada masa terdahulu. Secara kolektif mereka berusaha menyusun kode etik ideal untuk mereka sendiri. Kode ini umumnya dikenal sebagai bushido atau jalan bushi. Bushido atau tata cara ksatria, adalah sebuah kode etik kepahlawanan golongan samurai dalam sistem feodal Jepang. Secara resmi, bushido dikumandangkan dalam bentuk etika sejak zaman Shogun Tokugawa34. Kode ini tidak bisa dijelaskan dalam beberapa kata seperti kode etik sosial lainnya, meskipun kode

33 Ibid 34

Varley, H. Paul, Ivan, Nobuko Morris, Samurai Sejarah dan Perkembangan. Diterjemahkan oleh: Dwi Istiani. (Depok: komunitas Bambu, 2008), hlm. 163.

(15)

ini telah banyak ditafsirkan. Khusus pada era Tokugawa, inti dari bushido adalah keyakinan bahwa samurai harus mempunyai kesetiaan mutlak kepada tuan besar mereka.

Pada masa pemerintahan Shogun Tokugawa diberlakukan politik isolasi (politik

sakoku) yaitu kebijakan pengasingan nasional. Politik isolasi (politik sakoku) merupakan

politik dimana Jepang menarik diri dari dunia luar atau tidak menerima kerja sama dengan negara lain. Ketika itu, semua orang Jepang dilarang meninggalkan negara secara permanen dan semua orang Jepang yang berada di luar negeri dilarang untuk kembali. Tokugawa juga menolak semua orang asing mengunjungi negaranya. Jepang benar-benar terisolasi dari dunia internasional. Politik isolasi bertujuan untuk menjamin tetap tegaknya pemerintahan Shogun dan mencegah masuknya budaya asing yang dinilai hanya membawa pengaruh buruk bagi Jepang.

Pada masa kekuasaannya juga, Tokugawa memberlakukan sistem kelas di dalam masyarakat Jepang. Sistem pelapisan masyarakat menurut jenis pekerjaannya ini disebut

Shinokosho. Shinokosho terdiri dari empat kelas. Pertama adalah Bushi (militer). Kelompok

ini merupakan golongan kelas yang paling tinggi yang harus dihormati oleh kelas lainnya. Berturut-turut kelas selanjutnya adalah Nomin (petani), Kosakunin (pengrajin), dan Shomin (pedagang).

Selain melakukan politik isolasi dan memberlakukan sistem kelas, Tokugawa Ieyasu juga menjadikan Bushido sebagai falsafah negara. Nilai, prinsip, dan aturan hidup samurai diterapkan bagi semua golongan (bukan hanya kelompok samurai) dan disahkan secara resmi ke dalam Undang-Undang. Bushido sendiri secara harfiah terdiri dari kata bushi (ksatria atau prajurit) dan do (jalan). Bushido atau ‟jalan ksatria‟ merupakan sebuah sistem etika atau aturan moral keksatriaan yang berlaku di kalangan samurai. Makna bushido secara umum adalah sikap rela mati demi negara, kerajaan dan kaisar35.

Bushido mengharuskan para samurai mengembangkan keahlian olah pedang dan

berbagai senjata lain, serta berpakaian dan berperilaku secara khusus. Kode samurai ini juga mengatakan bahwa semua permasalahan bersumber dari kelalaian saat kita tidak lagi mengingat kematian sepanjang waktu. Berbagai nafsu dan keinginan akan bermunculam sehingga kita menjadi tamak dan rakus. Kaum samurai bukan saja selalu mengingat kematian namun juga mereka menjadi tidak takut mati. Demi menjalankan tugas dan perjuangan, mereka rela melakukan apapun meski nyawa menjadi taruhannya. Mereka menjadi orang-orang yang mencintai tugas atau kewajibannya melebihi kecintaaan mereka pada diri mereka

35

(16)

sendiri. Jika mereka tak berhasil menunaikan tugas, mereka rela melakukan bunuh diri dengan seppuku36 demi menghilangkan rasa malu tersebut.

Bushido kemudian membentuk karakter dan perilaku masyarakat Jepang secara umum,

karena penerapannya tidak lagi terbatas pada golongan samurai. Aturan-aturan seperti di atas juga dijadikan aturan dalam kehidupan masyarakat umum. Seluruh masyarakat dari semua golongan wajib mencintai negara, kaisar, dan berani mempertaruhkan apapun dalam membelanya. Mereka diajarkan bahwa siapapun yang mati dalam upayanya membela negara akan mati secara terhormat dan ditempatkan di surga. Oleh karena itu, pada masa ini, siapapun akan rela jika diharuskan untuk berperang demi membela kepentingan negaranya, meskipun nyawa yang menjadi taruhannya.

Jika kita kaitkan antara kode etik bushido ini dan Zen Buddhisme, maka pengaruh Zen Budhisme sangat kental dalam diri para samurai. Hal ini terlihat dari unsur-unsur utama Zen Budhisme yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari para samurai. Salah satu unsur utama tersebut adalah bahwa seseorang tidak akan pernah menguasai sesuatu secara sempurna dan oleh karena itu, dia harus terus berusaha untuk bisa selalu menjadi lebih baik. Ini adalah dasar dari filosofi yang terkandung dalam ungkapan kaizen atau perbaikan secara terus-menerus, yang merupakan salah satu rahasia utama dari pencapaian luar biasa para

samurai dalam kontribusinya membangun Jepang.

Pengaruh Zen Buddhisme Bagi Kaum Samurai

Berkembangnya beberapa sekte atau aliran baru agama Buddha Jepang pada zaman Kamakura, berkaitan erat dengan latar belakang sosial mayoritas pemeluk dari masing-masing sekte atau aliran yang bersangkutan. Misalnya dalam Zen terdapat aliran Rinzai dan aliran Soto yang mendapat mayoritas penganut dari kaum Bushi. Kedua aliran ini banyak dipeluk kaum Bushi karena dipandang pas dengan kepribadian seorang samurai yang salah-satunya selalu menekankan kemadirian37.

Salah satu unsur Zen yang memainkan peranan penting ini adalah kebijaksanaan kosmis, yakni sesuatu yang cenderung dianggap sebagai mitos yang tidak masuk akal oleh dunia Barat. Barulah di penghujung abad 20, ilmuan-ilmuan Barat mulai menerima gagasan bahwa konsep mereka mengenai dunia fisik hanyalah salah satu bagian dari kehidupan

36

Merupakan bunuh diri dengan cara menusuk perut. Di zaman feodal, seppuku ini merupakan hak istimewa dari para bagsawan dan samurai.

37Scott Wilson, William.2006. The Lone Samurai. Diterjemahkan oleh : Bernard Hidayat. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

(17)

manusia, sama halnya dengan dunia kosmis38. Melalui ajaran Zen (yang dianggap banyak orang disusun) oleh para samurai, membuat kebijaksanaan kosmis ini telah masuk sejak beberapa ribu tahun yang lalu dalam jati diri samurai39.

Implementasi nyata dari kebijaksanaan ini adalah cara menggunakan pedang dan senjata-senjata lainnya dalam latihan maupun pertempuran. Mereka harus menganggap kalau senjata-senjata tersebut bukan hanya sebagai alat, tetapi lebih dari itu yakni sebagai bagian dari mereka sendiri. Selain itu, implementasi kebijaksanaan juga terlihat pada ritual seppuku. Ritual ini bukan hanya bunuh diri, terus mati, melainkan lebih kepada memadukan tubuh dan pikiran sedemikian rupa sehingga mereka dapat mentransformasikan pikiran ke dalam realitas yang pada akhirnya akan membawa seorang samurai memiliki tekad yang kuat untuk menghadapi kematian demi menutupi rasa malu.

Unsur Zen kedua yang memerankan peranan penting ini adalah komunikasi non-verbal atau disebut haragei atau “seni perut”. Hara berarti “perut”, gei berarti “seni”40.

Samurai dengan cepat mengadopsi Haragei sebagai bentuk komunikasi yang paling murni

dan utama. Dengan menguasai unsur ini, seorang samurai bisa mengontrol orang lain. Secara kasar ini bermakna ketika seorang samurai mempunyai harta melimpah, maka dia akan dengan mudah menguasai dan memerintah orang itu. Unsur ketiga adalah ki ga susumanai. Unsur ini meyakini konsep bahwa mereka tidak boleh menyerah apapun rintangan yang menghadang, dan bahwa mereka tidak boleh puas dengan apa yang telah mereka raih41. Unsur selanjunya adalah dosatsu ryoku. Unsur ini berfokus pada pengembangan indra mereka hingga dapat berkembang jauh di atas normal, terutama kemampuan mereka untuk medengar dan memahami sesuatu yang tidak dapat dilihat42. Hal ini dapat dilihat ketika seorang

samurai berada di medan perang, dimana samurai dituntut untuk selalu bertindak cepat, tepat

dan praktis karena mereka mau tidak mau harus selalu berhadapan dengan dua pilihan, yakni hidup atau mati. Untuk bisa bertindak cepat, tepat dan praktis mereka tidak hanya memerlukan strategi, tetapi juga intuisi untuk mengetahui apa yang kira-kira akan terjadi kedepannya43.

Unsur yang kelima adalah muga. Muga dalam istilah sederhana berarti tubuh dan pikiran berfungsi sebagai satu kesatuan, tidak ada celah atau halangan antara pikiran dan

38

Mente, de Boye. 2009. Misteri Kode Samurai Jepang. Jogjakarta: Gerailmu. 39 Ibid, hlm 154. 40 Ibid, hlm 243. 41 Ibid, hlm 242 42 Ibid, hlm 215 43 Ibid,

(18)

tindakan44. Hal ini tercermin dalam tindakan samurai yang selalu berkonsentrasi dan berpikir positif terhadap segala sesuatunya, ditambah dengan penggunaan kekuatan pikiran dan imajinasi untuk „menciptakan‟ hasil yang diinginkan. Unsur yang terakhir adalah jiriki yang berarti mengandalkan “membantu diri sendri”45. Mereka mengajarkan bahwa kekuatan potensial terdapat di dalam diri sendiri, dan hanya dengan usaha sendiri (mandiri) orang dapat meningkatkannya. Para samurai sangat cocok dengan unsur ini karena sangat menekankan pada kemandirian diri yang kukuh46.

Keenam unsur ini merupakan beberapa unsur dari sekian banyak unsur Zen yang terdapat dalam jati diri kaum samurai. Pada dasarnya, hampir keenam unsur ini dimiliki oleh kaum samurai. Antara satu unsur dengan unsur yang lain biasanya terdapat keterkaitan yang erat dalam membentuk jati diri samurai yang sering disebut Bushido.

Kesimpulan

Tidak bisa kita tampikan kalau jalan samurai atau yang lebih dikenal dengan bushido mendapat pengaruh yang luar biasa besarnya dari ajaran Zen Budhisme. Bahkan pada zaman keshogunan Tokugawa ajaran Zen Budhisme sampai menyebar ke kalangan lainya di luar kaum samurai. Unsur-unsur Zen Budhisme tersebut melekat kuat sampai era sekarang. Meskipun akhir-akhir ini mulai terkikis akibat dari arus globalisasi, tetapi hal tersebut masih terlihat jelas pada orang Jepang sendiri.

Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa unsur utama Zen Budhisme yang teridentifikasi yang mempengaruhi khusus di kaum samurai, yakni :

1. Kebijaksanaan kosmis. Dengan unsur ini seorang samurai memiliki tekad yang kuat untuk menghadapi kematian dalam pertempuran maupun ketika melakukan

seppuku.

2. Haragei. Unsur ini membuat seorang samurai dapat mengontrol orang lain.

Dengan kata lain, ini bermakna ketika mempunyai banyak material maka dengan mudah menguasai dan memerintah orang lain.

3. Ki ga susumanai. Unsur ini berpengaruh bahwa seorang samurai tidak boleh

menyerah apapun rintangan yang menghadang, dan bahwa mereka tidak boleh puas dengan apa yang telah mereka raih.

44

Suzuki, Profesor Daisetz Teitaro, Essays in Zen Buddhism, vol. 3 hlm. 318 (Kyoto, 1927, 1933, 1934). 45

Benedict, Ruth. 1982. Pedang Samurai dan Bunga Seruni. Diterjemahkan oleh: Pamudji. Jakarta: Sinar Harapan.Hlm. 334.

46

(19)

4. Dosatsu Ryoku. Dapat mempengaruhi seorang samurai ketika seorang samurai

berada di medan perang, dimana samurai dituntut untuk selalu bertindak cepat, tepat dan praktis karena mereka mau tidak mau harus selalu berhadapan dengan dua pilihan, yakni hidup atau mati.

5. Muga. Mempengaruhi seorang samurai untuk selalu berkonsentrasi dan berpikir

positif terhadap segala sesuatunya.

6. Jiriki. Mempengaruhi samurai dengan cara mengajarkan bahwa kekuatan

potensial terdapat di dalam diri sendiri, dan hanya dengan usaha sendiri orang dapat meningkatkannya.

Keenam unsur utama Zen Budhisme ini membentuk kepribadian kaum samurai yang kita kenal dengan bushido. Bushido menuntun kaum samurai terkenal sebagai ksatria paling ditakuti dan dihormati pada masanya, juga termasyhur pandai mengendalikan hawa nafsu dan sama sekali tak terpengaruh keadaan sekitar. Para samurai ini hidup berlandaskan nilai-nilai

bushido yang mengutamakan keberanian, kehormatan, dan kesetiaan pribadi. Hal itulah yang

membuat mereka selalu menjaga diri dan pikirannya dari hal yang tidak pantas dan senantiasa melakukan yang terbaik di sepanjang hidupnya.

Daftar Referensi:

Anwar, Etty N., 2009. Akkuninshouki-Zettai Tariki dalam Agama Buddha Jepang. Jakarta: penaku.

Benedict, Ruth. 1982. Pedang Samurai dan Bunga Seruni. Diterjemahkan oleh: Pamudji. Jakarta: Sinar Harapan.

Djam‟annuri. 1981. Agama Jepang. Yogyakarta: PT. Bagus arafah.

Ernest Wood, Zen Dictionary (Rutland, Vermont & Tokyo: Charles E. Turtle, 1978).

Hephaestus Books. 20011. Articles on Genpei War, Including: Battle of Dan-No-Ura, Battle of Mizushima, Battle of Yashima, Battle of Uji (1180), Siege of Nara, Battle of Ishiba. Hephaestus Books.

Mente, de Boye. 2009. Misteri Kode Samurai Jepang. Diterjmahkan oleh: Fifah. Jogjakarta: Gerailmu.

Riyanti, Mita. 2002. Pemikiran Zen yang tertuang dalam ungkapan “Ichi Soku Ta, Ta Soku

Ichi” dan Pengaruhnya Pada Taman Karesansui (Skripsi). FIB UI.

Suzuki D.T., 1960. Zen and Japanese Culture. New York: Bollingen Foundation.

Varley, H. Pau, Ivan, Nobuko Morris. 2008. Samurai Sejarah dan Perkembangannya. Diterjemahkan oleh: Dwi Istiani. Depok: Komunitas Bambu.

(20)

Scott Wilson, William.2006. The Lone Samurai. Diterjemahkan oleh : Bernard Hidayat. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Internet :

http://bansai-dojo.com/history-of-samurai/sejarah-samurai diakses pada 18 Januari 2013 http://budhisme10.blogspot.com/2012/05/budhisme-zen.html. Diakses pada tanggal 9 Desember 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Rasio ini membandingkan antara total Pendapatan Asli Daerah berbanding dengan total Pendapatan dari laporan APBD, sehingga dapat diketahui seberapa efektif dan efisiennya

Al-Quran dalam QS Maryam ayat 45 dijelaskan yang artinya ―Wahai bapakku, Sesungguhnya Aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha pemurah, Maka kamu menjadi

dengan benar. Kegiatan pembelajaran memerlukan situasi belajar yang mencakup 5 unsur, yaitu sebagai berikut. 1) Penyuluh atau fasilitas, yang mempunyai syarat-syarat

Dan ini tidak menjadi masalah karena anda akan lebih mudah utuk belajar dengan dua atau lebih  gaya belajar (banyak media yang bisa

 Jika Opsi Use default gateway on remote network kita aktifkan maka apabila Client ini sudah terkoneksi ke VPN Server maka selanjutnya Gateway yang di gunakan bukan lagi gateway dari

PERENCANAAN FASILITAS PRODUKSI FABRIKASI PENUNJANG Penulis merencanakan fasilitas bengkel fabrikasi penunjang dapat memenuhi semua kegiatan produksi di sektor fabrikasi

Nisbah kelamin ikan tabingal jantan:ikan betina dari Sungai Siak setiap untuk bulannya berkisar dari 1:0,5 sampai 1:0,92 dengan pola nisbah kelamin yang