• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN UMUM. surveilans aktif longitudinal dengan interval setiap dua minggu. Terdapat penurunan tingkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBAHASAN UMUM. surveilans aktif longitudinal dengan interval setiap dua minggu. Terdapat penurunan tingkat"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBAHASAN UMUM

Kelambu berinsektisida tahan lama (long-lasting insecticidal nets/LLINs) yang berinsektisida permetrin dan terbuat dari bahan polietilen yang diteliti ini merupakan LLIN pertama yang disetujui pemakaiannya oleh World Health

Organization Pesticide Evaluation Scheme (WHOPES) (Guillet 2004, Kulkarni

2006). Telah banyak penelitian yang membuktikan efektivitas kelambu berinsektisida tahan lama ini dalam memproteksi penularan malaria, baik proteksinya terhadap masyarakat secara umum, maupun pada golongan masyarakat yang rentan yaitu ibu hamil dan balita.

Sharma dan kawan kawan telah melakukan penelitian di Sundargarh, Orissa, India pada tahun 2006. Penelitian dilakukan di tiga area yang dipilih secara acak, yaitu area yang menggunakan kelambu Olyset®, kelambu biasa dan tidak menggunakan kelambu. Tingkat insidensi malaria dalam populasi diukur melalui surveilans aktif longitudinal dengan interval setiap dua minggu. Terdapat penurunan tingkat insidensi malaria sebesar 65–70% di area yang menggunakan kelambu Olyset® dibandingkan dengan daerah kontrol. Tingkat serangan Plasmodium falciparum atau jumlah episode per orang per tahun di berbagai kelompok usia yang berbeda juga menunjukkan penurunan yang signifikan di area yang menggunakan kelambu Olyset® dibandingkan dengan area yang menggunakan kelambu biasa dan tidak menggunakan kelambu. Prevalensi malaria di area yang menggunakan kelambu Olyset® menunjukkan penurunan 45,7%, sedangkan di wilayah yang menggunakan kelambu biasa prevalensinya meningkat 33,3% dan di wilayah yang tidak menggunakan kelambu meningkat 51% (Sharma et al. 2009a).

Sreehari dan tim juga melalukan penelitian selama 3 tahun di Gautam Budh Nagar, India. Wilayah penelitian terdiri dari satu desa yang menggunakan kelambu Olyset®, satu desa menggunakan kelambu biasa dan satu desa tidak menggunakan kelambu. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa penggunaan kelambu Olyset® dapat mengurangi indoor resting density nyamuk An.

culicifacies dan juga mereduksi masuknya nyamuk ke dalam rumah yang

menggunakan kelambu Olyset®. Tidak ada nyamuk yang tertangkap di dalam kelambu Olyset®. Terdapat penurunan tingkat paritas nyamuk An. culicifacies

(2)

pada desa yang menggunakan kelambu Olyset® dibandingkan dengan dua desa lainnya. Pada desa yang menggunakan kelambu Olyset®, tingkat insidensi malaria yang diakibatkan oleh Plasmodium falciparum adalah 1/5026, sedangkan tingkat insidensi di desa tersebut sebelum perlakuan adalah 43/3235. Adapun tingkat insidensinya di desa yang menggunakan kelambu biasa adalah 4/6214 pada saat setelah perlakuan dan 38/3650 pada saat sebelum perlakuan. Tingkat insidensi di desa yang tidak menggunakan kelambu adalah 34/6750 pada saat setelah perlakuan dan 36/3970 pada saat sebelum perlakuan (Sreehari et al. 2007).

Ketahanan terhadap pencucian merupakan hal penting untuk kelambu berinsektisida tahan lama. Menurut WHOPES, kelambu berinsektisida sekurang-kurangnya harus tahan terhadap 20 kali pencucian (Guillet 2004, Kulkarni 2006). Beberapa penelitian membuktikan bahwa kelambu berinsektisida tahan lama yang berinsektisida permetrin dan terbuat dari bahan polietilen yang diteliti ini tahan terhadap beberapa kali pencucian. Vythilingam et al. 1996 telah melakukan pengujian di laboratorium dengan membandingkan kelambu Olyset® terhadap polietilen monofilamen dan nilon multifilamen yang telah dicampur dengan permetrin. Ketiga jenis kelambu tersebut dicuci dengan air saja serta dengan air dan sabun. Hasil percobaan menunjukkan bahwa setelah pencucian sebanyak 15 kali dengan air, mortalitas nyamuk Anopheles maculatus adalah 95% untuk kelambu Olyset®, 83% untuk nilon dan 26% untuk polietilen. Mortalitas nyamuk

Aedes aegypti adalah 100% untuk kelambu Olyset®, 91,7% untuk nilon dan 81,7% untuk polietilen. Setelah pencucian sebanyak 4 kali dengan air dan sabun, mortalitas nyamuk Anopheles maculatus adalah 86,7% untuk kelambu Olyset®, 80,3% untuk nilon dan 3,3% untuk polietilen. Mortalitas nyamuk Aedes aegypti adalah 90,3% untuk kelambu Olyset®, 50% untuk nilon dan 5% untuk polietilen.

Penelitian lain yang memberikan kesimpulan yang hampir sama dengan hasil penelitian Vythilingam et al. (1996) adalah penelitian Jeyalakshmi et al. (2006) yang menyatakan bahwa kelambu Olyset memberikan hasil yang lebih baik dari pada kelambu berinsektisida celup konvensional sampai 5 kali pencucian (batas maksimum pemakaian untuk kelambu berinsektisida konvensional). Tami

et al. (2004) menunjukkan bahwa setelah pemakaian secara terus menerus selama

(3)

selama 60 menit di atas 95 %), meskipun rataan mortalitasnya rendah yaitu sebesar 34%. Sharma et al. (2009b) menyatakan bahwa hasil resistensi akibat pencucian dan bioefikasi kelambu Olyset menunjukkan mortalitas 100% pada

An. culicifacies sampai dengan 11 kali pencucian, bahkan mortalitas 100% pada An. fluviatilis sampai 20 kali pencucican. Nilai median knock-down time untuk

kedua species ini berturut-turut adalah berkisar antara 4,55 – 6,00 dan 4,45 - 5,45 menit, selama satu tahun intervensi.

Pada awalnya perusahan yang memproduksi kelambu berinsektisida tahan lama yang berinsektisida permethrin dan terbuat dari bahan polietilen ini merekomendasikan untuk memanaskan LLIN ini setiap setelah dicuci dengan cara memasukkannya ke dalam kantung plastik dan menjemurnya di bawah terik matahari. Namun kemudian dilaporkan bahwa LLIN ini akan dipanaskan secara otomatis dalam jangka waktu 15 hari pada kondisi iklim tropis (WHOPES 2001).

Namun demikian beberapa penelitian membuktikan bahwa pemanasan secara spontan pada suhu kamar tidak mampu meningkatkan aktivitas biologik dari insektisida yang terkandung di dalam benang kelambu, meskipun konsentrasinya masih cukup tinggi (N’Guessan et al. 2001; Lindblade et al. 2005; Gimnig et al. 2005). Gimnig et al. (2005) memperoleh hasil bahwa peningkatan aktivitas biologik baru terjadi apabila dipanaskan pada suhu 60 0C. Penelitian dilakukan pada kondisi laboratorium.

Penelitian untuk mengkaji pengaruh pemanasan pada kelambu berinsektisida tahan lama yang berinsektisida permetrin pada kondisi lapangan dikaji pada penelitian ini. Penelitian terbagi atas tiga bagian, yaitu 1) survei pemakaian, pencucian dan pemanasan kelambu, yang terdiri dari survei dasar dan tiga sekuensial survei yang dilakukan setiap tiga bulan sekali. 2) pengukuran tingkat insidensi malaria yang dilakukan dengan cara mengumpulkan kasus dari

log book di laboratorium di seluruh puskesmas di Kabupaten Bangka. dan 3)

kajian kasus kontrol berpadanan untuk membandingkan tingkat penggunaan, pencucian dan pemanasan kelambu berinsektisida tahan lama di antara kasus dan bukan kasus (kontrol).

(4)

Dari data tingkat prevalensi malaria pada awal penelitian yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka, wilayah kerja puskesmas di Kabupaten Bangka dapat dikelompokan kedalam 3 kelompok berdasarkan tingkat prevalensinya, yaitu 1) wilayah dengan prevalensi rendah yang meliputi Puskesmas Petaling dan Batu Rusa, 2) sedang, meliputi Puskesmas Pemali, Bakam, Puding Besar dan Riau Silip, 3) tinggi, meliputi Puskesmas Belinyu, Gunung Muda, Sungai Liat, Sinar Baru dan Kenanga. Kemudian pada masing-masing stratifikasi dipilih puskesmas secara acak untuk dimasukkan ke dalam wilayah perlakuan atau kontrol. Wilayah perlakuan terdiri dari 6 puskesmas, yaitu Petaling, Bakam, Puding Besar, Sungai Liat, Sinar Baru, dan Gunung Muda. Wilayah kontrol terdiri dari 5 puskesmas, yaitu Batu Rusa, Pemali, Riau Silip, Belinyu, dan Kenanga. Perlakuan dalam penelitian ini adalah pemanasan (heat

assisted regeneration) terhadap LLIN setelah pencucian, yaitu dengan cara membungkus kelambu yang telah dicuci dengan plastik hitam dan menjemurnya di bawah sinar mata hari selama kurang lebih 4 sampai 6 jam, baru kemudiannya memasangnya. Adapun kontrol adalah cara pencucian biasa, yaitu LLIN dicuci dan dikeringkan dengan diangin-angin, kemudian dipasang. Pencucian kelambu dilakukan setiap tiga bulan sekali.

Hasil uji Generalized Estimating Equations untuk sebaran binomial pada data dari empat kali survei menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan di antara wilayah perlakuan maupun kontrol di dalam tingkat penggunaan dan pencucian LLIN. Terjadi peningkatan dalam tingkat penggunaan dan pencucian LLIN baik di wilayah perlakuan maupun kontrol. Tingkat pemanasan LLIN di wilayah perlakuan juga meningkat. Hasil survei ini membuktikan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, yaitu tingkat penggunaan dan pencucian adalah sama baik di wilayah perlakuan maupun kontrol. Hasil ini menjamin bahwa perbedaan di dua wilayah hanya pada faktor tingkat pemanasan, yang merupakan perlakuan pada penelitian ini.

Dari hasil pengukuran insidensi malaria pada balita diperoleh hasil bahwa tingkat insidensi malaria pada balita di Kabupaten Bangka adalah 1,62%, dengan perincian tingkat insidensi di wilayah perlakuan adalah 1,84% dan di wilayah kontrol adalah 1,42%. Tingkat insidensi tertinggi adalah di wilayah Puskesmas

(5)

Sinar Baru yaitu 9,52%. Adapun di wilayah puskesmas lainnya baik wilayah perlakuan maupun kontrol kisaran tingkat insidensinya hampir sama yaitu 0,46% sampai 3,72% di wilayah perlakuan, dan 0,38% sampai 3,51% di wilayah kontrol.

Hasil uji dengan menggunakan generalized estimating equations (GEE) untuk sebaran Poisson diperoleh bahwa tidak ada perbedaan tingkat insidensi malaria pada balita di antara wilayah perlakuan dan kontrol. Terdapat dua penyebab yang dipertimbangkan mempengaruhi hasil penelitian ini. Pertama adalah tidak semua pemilik LLIN di daerah perlakuan melakukan pemanasan terhadap LLIN yang mereka miliki. Dari survei yang dilakukan secara berkala setiap tiga bulan sekali menunjukkan bahwa sampai survei yang terakhir (9 bulan setelah intervensi), persentase penduduk yang memanaskan LLIN adalah 75,2%, dan hanya 59,4% yang memanaskan LLIN secara rutin setiap mencuci LLIN. Pada survei ke-3 (6 bulan setelah intervensi), hanya 55% yang memanaskan LLIN, dan hanya 36,9% yang memanaskan secara rutin (Tabel 9 dan Tabel 10).

Penyebab kedua adalah tingkat penggunaan LLIN pada balita yang relatif masih rendah, baik di wilayah perlakuan maupun kontrol (Gambar 8), yaitu berkisar antara 63,1% - 75,8%. Rendahnya cakupan pemakaian LLIN menyebabkan rendahnya dampak LLIN terhadap tingkat insidensi malaria.

Hasil kajian kasus kontrol berpadanan membuktikan bahwa pemanasan LLIN secara rutin berasosiasi terhadap kasus malaria pada balita dengan nilai

odds ratio sebesar 1,97 (SK 95%: 1,13 - 3,45). Hasil ini menunjukkan bahwa odds

terjadinya kasus malaria pada kelompok yang tidak menggunakan, tidak mencuci dan tidak memanaskan LLIN secara rutin adalah 1.97 kali daripada kelompok yang memanaskannya secara rutin.

Pemanasan LLIN secara rutin merupakan hal penting untuk meningkatkan aktivitas biologik insektisida yang terkandung di dalam benang kelambu. Suhu udara di Kabupaten Bangka yang berkisar antara 26,2 0C hingga 28,3 0C diduga tidak dapat meningkatkan aktivitas biologik sebagaimana yang ditemukan oleh Gimnig et al. (2005).

Diperlukan waktu penelitian dan masa intervensi yang lebih panjang sebagai pembanding hasil penelitian ini. Dengan masa intervensi dan waktu penelitian

(6)

yang lebih panjang diharapkan cakupan pemakaian kelambu pada balita semakin meningkat, demikian juga denga tingkat pencucian dan pemanasannya. Waktu penelitian yang lebih panjang juga akan meningkatkan jumlah kasus sehingga akan meningkatkan tingkat akurasi dan presisi hasil penelitian.

Hal penting yang menjamin hasil penelitian ini adalah tingkat akurasi pemeriksaan Plasmodium dengan menggunakan mikroskop di laboratorium. Selain ditunjang dengan ketersediaan mikroskop yang baik, kemampuan pemeriksa Plasmodium dengan menggunakan mikroskop juga harus ditingkatkan. Pelatihan-pelatihan penyegaran perlu rutin dilaksanakan, serta cross check berkala terus menerus dilakukan untuk menjamin hasil pemeriksaan.

Hal penting lainnya adalah sistem pelaporan dan monitoring kasus malaria. Setiap kasus malaria harus dilaporkan dan tercatat di puskesmas dimana penderita tinggal. Pustu harus rutin melaporkan kasus malaria ke puskesmas di wilayahnya. Demikian juga bagi penderita yang berobat ke rumah sakit, maka pihak rumah sakit harus memberikan surat keterangan bahwa penderita yang bersangkutan menderita malaria dan dilaporkan ke puskesmas tempat penderita berdomisili.

Referensi

Dokumen terkait

DAN salah satu perkara yang paling saya tekankan di sini ialah mempelajari dengan mereka yang telah berjaya dan mampu tunjuk ajar anda ke arah yang lebih sukses dalam bidang

Kandungan xilan pada sekam padi (18,03%) dapat digunakan sebagai sumber karbon yang baik dalam media fermentasi padat untuk menghasilkan enzim xilanase (Hindryawati dan Alimuddin,

Untuk itu dibangunlah sistem yang dapat menunjang dalam proses pelayanan pasien rawat jalan dan pembuatan laporan sehingga mempercepat kegiatan pelayanan,

Metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM) adalah metode penentuan harga transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi suatu produk yang

yang akan diteliti pada tulisan ini ialah bagaimana menciptakan suatu industri peleburan plastik, yang mengolah limbah plastik berjenis PET, PP dan LDPE menjadi biji plastik yang

Dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan diperoleh data historis luas sawah terkena kekeringan untuk seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia. Karena daerah layanan

Dengan demikian jenis data kualitatif dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data dari masing - masing pengelola DAK Fisik di Pemerintah Daerah

Budidaya keong macan dengan pemberian pakan dalam persentase jumlah yang cukup dan berkualitas serta tidak berlebihan merupakan faktor yang sangat menentukan, agar