• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Talempong Batu ini tidak sama dengan Talempong pada umumnya yang terbuat dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Talempong Batu ini tidak sama dengan Talempong pada umumnya yang terbuat dari"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Talempong Batu adalah instrumen idiofon yang berasal dari bongkahan-bongkahan batu yang terdapat di sekitar Nagari Talang Anau, Sumatera Barat. Talempong Batu ini tidak sama dengan Talempong pada umumnya yang terbuat dari kuningan dan berbentuk gong kecil. Masyarakat sekitar menyebutnya “Talempong Batu” atau “Batu Talempong,” karena batu-batu besar tersebut jika di pukul akan mengeluarkan bunyi yang nyaring seperti Talempong kuningan pada umumnya yang ada di Minangkabau. Talempong ini memiliki bentuk tidak beraturan seperti halnya sebuah batu alam atau batu gunung.

Menurut penjelasan Bapak Ril Afrizal, Talempong Batu ini ada sekitar tahun 1200-an yang ditemukan oleh Syamsudin di depan rumahnya setelah beliau bermimpi.1 Masyarakat di Nagari Talang Anau sangat menjaga keutuhan Talempong Batu, dan sangat menghormati Syamsudin yang telah menemukan batu tersebut. Maka dari itu, sebelum memainkan batu tersebut masyarakat selalu membakar kemenyan terlebih dahulu. Membakar kemenyan adalah kebiasaan yang selalu dilakukan pemain Talempong Batu sebelum memainkannya, ini adalah kepercayaan lokal yang ada di Nagari Talang Anau. Kepercayaan lokal tersebut diyakini bahwa tata cara pembakaran kemenyan apabila tidak dilakukan, niscaya bongkahan batu ini tidak akan menimbulkan bunyi yang nyaring seperti Talempong pada umumnya, tetapi akan tetap berbunyi layaknya seperti batu biasa yang dipukul. Namun pada

1Informasi ini didapat dari hasil wawancara dengan pengelola dan pemain Talempong Batu di nagari

Talang Anau, yaitu Bapak Ril Afrizal pada tanggal 11 Agustus 2015 pukul 11.30 WIB. Dan dari http://budparpora.limapuluhkota.go.id/post/view/keo1coj18wb74mqjkb3e/talempong-batu-talang-anau

(2)

kenyataannya, Talempong Batu akan tetap berbunyi nyaring walaupun tidak dibakar kemenyan. Ini dibuktikan dengan cara tidak sengaja oleh pengelola Talempong Batu jika ia ingin meletakkan batu pemukul di atas Talempong Batu, batu itu tetap berbunyi. Jadi, membakar kemenyan adalah sebagai kebiasaan agar dapat mempertahankan kesakralan dan eksistensi Talempong Batu, dan juga sebagai hiburan bagi orang luar yang ingin melihat Talempong Batu. Setelah membakar kemenyan, tidak ada lagi doa atau ritual khusus untuk memainkan Talempong Batu.

Talempong Batu memiliki fungsi penting bagi masyarakat di Nagari Talang Anau, kemudian Talempong Batu adalah juga sebagai simbol bagi masyarakat di Nagari tersebut. Hingga sampai saat ini masyarakat percaya jika ada getaran yang berasal dari Talempong Batu, dan getaran itu terasa sampai ke rumah-rumah masyarakat sekitar Nagari Talang Anau, maka dipercayai itu adalah pertanda akan ada terjadinya bencana alam. Sampai saat ini, semua yang berhubungan dengan Talempong Batu itu adalah mistik. Mistik yang dimaksudkan disini ialah hal-hal di luar dari logika manusia yang terjadi pada Talempong Batu. Seperti kenyataan yang pernah dialami masyarkat setempat dan beberapa karyawan dari Dinas kebudayaan Sumatera Barat, yaitu mereka berniat ingin memindahkan batu tersebut ke museum yang berada di Padang. Setelah dicoba untuk diangkat untuk dibawa ke museum, batu-batu tersebut sama sekali tidak bisa digerakkan dan diangkat, padahal biasanya batu tersebut bisa di geser atau di tukar posisinya.2 Walaupun kemistikan yang terjadi pada Talempong Batu hanya terjadi sesekali saja, masyarakat Talang Anau tetap memiliki kepercayaan tentang kemistikan pada Talempong Batu, walaupun sudah diluruskan untuk tidak percaya sebagai yang di sembah dan sebagai tempat meminta.

(3)

Pada masyarakat Nagari Talang Anau, Talempong Batu ini juga digunakan untuk ritual Bayan Kaulan (memenuhi nazar). Ritual Bayan Kaulan adalah ritual yang diyakini masyarakat Talang Anau sebagai pemenuh nazar, dengan melalui proses membawa tiga butir telur itik yang menjadi syaratnya. Kemudian Talempong Batu dimainkan dan telur itik tersebut diretakkan sedikit di Talempong Batu, lalu dibawa pulang untuk di masak. Ritual ini dipercaya masyarakat Nagari Talang Anau sampai sekarang, dan penting bagi masyarakat setempat karena ritual ini sudah menjadi kebiasaan yang selalu dilakukan masyarakat Talang Anau dari turun-temurun.

Batu Talempong ini hanya berjumlah 6 buah, biasanya dimainkan oleh 3-5 orang pemain. Talempong Batu memiliki nada yang sama dengan Talempong Pacik yang biasa digunakan untuk iring-iringan orang Minangkabau baralek (pesta). Talempong Batu ini disusun berjajar di atas dua potongan bambu sebagai sanggahannya yang diletakkan di atas tanah yang sudah terlebih dahulu dibuat lubang sebagai kotak resonatornya. Bongkahan batu yang berada di Talang Anau ini telah disusun sesuai dengan tangga nada yang dikeluarkan oleh masing-masing batu tersebut sehingga bisa dimainkan mengikuti irama lagu tradisional Minangkabau. Talempong Batu ini dapat ditukar/digeser posisinya sesuai dengan keinginan dan kenyamanan pemain. Instrumen ini hanya memainkan lagu-lagu yang biasa dimainkan pada Talempong Pacik (yang cara memainkannya dipegang dengan salah satu tangan dan tangan lain memukulnya dengan satu stik kayu). Masyarakat Talang Anau biasanya sering memainkan 3 lagu Talempong Pacik yaitu, 1. Basilah Baju, 2. Siamang Tagagau, dan 3. Cak Tuntun Tigo Kali. Walaupun banyak lagu Talempong Pacik yang lain, tetapi masyarakat lebih sering memainkan tiga lagu tersebut. Talempong Batu hanya memainkan 3 lagu saja, karena itu sudah menjadi kebiasaan

(4)

dari turun-temurun yang memainkannya. Jadi, dari dahulu hingga sekarang Talempong Batu memainkan 3 lagu saja. Aslinya Talempong Batu tidak dimainkan dengan iringan gendang seperti Talempong pacik.

Talempong Batu ini sangat berbeda dengan Talempong Duduak atau Talempong Set (Rea), itu terlihat dari bentuk, fungsi dan penggunaan, jumlah Talempong dan reportoar lagunya. Di Nagari Talang Anau memiliki 8 pemain Talempong Batu, salah satunya adalah narasumber penulis yaitu Bapak Ril Afrizal. Penulis sudah mencoba memainkan Talempong Batu tersebut, dan hasilnya batu-batu itu benar-benar berbunyi nyaring dengan kualitas suaranya yang khas secara akustik. Menurut penelitian ilmiahnya, Talempong Batu itu mengandung unsur logam yang sangat banyak, sehingga jika dipukul batu tersebut akan berbunyi nyaring.

Dari latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya, penulis akan membahas fungsi musik sampai struktur pola ritemya untuk mengetahui bagaimana struktur permainan Talempong batu di Nagari Talang Anau. Pola ritem diangkat menjadi pembahasan karena Talempong Batu bersifat ritmis bukan melodis. Untuk menganalisis pola ritem Talempong Batu, penulis akan menggunakan metode Willian P.Malm bahwa ada 3 langkah dala mengamati suatu pertunjukkan seni, salah satunya yaitu : “Menganalisis waktu, termasuk didalamnya meter, pulsa dasar, dan unit-unit pembentuk birama”, dan menggunakan teori George Thaddeus Jones dalam bukunya Music Theory : yang menjadi fokus dalam membahas ritem adalah durasi dari suatu nada.

Untuk mengkaji fungsi Talempong Batu ini akan dianalisis menggunakan teori use and function yang dikemukakan oleh Alan P. Merriam dalam bukunya The Anthropology of Music, bahwa ada 10 fungsi musik. Tetapi dalam tulisan ini penulis

(5)

hanya menggunakan 5 fungsi saja yaitu, fungsi hiburan, fungsi komunikasi, fungsi pengesahan lembaga sosial, fungsi pengintegrasian masyarakat, fungsi kesinambungan budaya.

Penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai Talempong Batu yang berada di Nagari Talang Anau, Kecamatan Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Serta bermaksud untuk mengangkat topik ini menjadi satu tulisan ilmiah yaitu skripsi sarjana untuk memenuhi syarat kelulusan dari Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian penulis memberi judul penelitian ini: Talempong Batu Di Nagari Talang Anau, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat : Analisis Fungsi Musik Dan Pola Ritem.

1.2 Pokok Permasalahan

Dari latar belakang yang dikemukakan penulis diatas, beberapa masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah untuk memfokuskan pembahasan masalah pada:

1. Bagaimana fungsi dan penggunaan Talempong Batu di Nagari Talang Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat?

2. Bagaimana struktur pola ritem permainan Talempong Batu pada masyarakat di Nagari Talang Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat?

(6)

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui fungsi dan penggunaan Talempong Batu di Nagari Talang Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

2. Untuk mengetahui bagaimana struktur pola ritem permainan Talempong Batu pada masyarakat di Nagari Talang Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ataupun memberikan informasi bagi masyarakat secara umum tentang Talempong Batu di Nagari Talang Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera barat. 2. Secara keilmuan, penelitian ini akan menyumbangkan data-data yang dapat

digunakan dalam rangka mengembangkan metode teori terhadap ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kebudayaan dan musikologi termasuk di Program Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

3. Penelitian ini juga akan memberikan dokumentasi dan data tambahan untuk masyarakat umum dan Program studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara khususnya, tentang Talempong Batu di Nagari Talang Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. 4. Untuk mengetahui fungsi dan penggunaan Talempong Batu di Nagari Talang

Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

5. Menemukan struktur pola ritem pada permainan Talempong batu di Desa Talang anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

(7)

1.5 Konsep dan Teori

Dalam tulisan ini, penulis menggunakan konsep dan teori sebagai acuan untuk memperkuat hasil penelitian dan pengumpulan data dalam skripsi ini, berikut adalah konsep dan teori yang akan digunakan:

1.5.1 Konsep

Talempong ialah alat musik idiofon khas Minangkabau yang berbunyi nyaring, dan terdapat tiga jenis Talempong yaitu Talempong Duduak, Talempong Pacik dan Talempong Batu. Istilah Talempong dBatu adalah benda padat yang tebuat secara alami dari mineral dan atau mineraloid.

Talempong Batu ialah susunan 6 buah bongkahan batu yang berbunyi nyaring yang terdapat di Nagari Talang Anau, Sumatera Barat. Talempong ini berfungsi sangat sakral bagi masyarakat Talang Anau, bisa menjadi simbol ataupun pengesahan terhadap sesuatu di dalam sebuah upacara adat dalam pertunjukannya. Talempong Batu yang dimaksud adalah Talempong Batu yang berada di Nagari Talang Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

Musik menurut KBBI Pustaka Amani ialah nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan; Analisis ialah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya; Pola ialah bentuk atau model yang biasa dipakai untuk membuat atau menghasilkan sesuatu; dan Ritem adalah tempo atau ketukan pada sebuah lagu. Pola ritem adalah bentuk atau model tempo yang dibuat pada sebuah lagu untuk menghasilkan sesuatu komposisi musik yang indah.

(8)

Fungsi yang dimaksudkan penulis adalah bagaimana Talempong Batu disajikan dan untuk apa Talempong Batu itu dimainkan pada masyarakat Talang Anau, Sumatera Barat, dan bagaimana struktur pola ritem permaianan Talempong Batu.

Jadi analisis fungsi musik dan pola ritem yang dimaksudkan disini ialah mengapa musik disajikan dan dalam situasi bagaimana Talempong Batu disajikan dengan struktur pola ritem permainan Talempong Batu di Talang Anau.

1.5.2 Teori

Teori menurut KBBI Pustaka Amani ialah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi. Untuk membahas konteks dalam situasi apa musik itu digunakan dan mengapa musik di gunakan, maka penulis menggunakan teori use and function yang dikemukakan oleh Allan P.Merriam (1964) didalam bukunya The Anthropology of Music. Merriam menegaskan bahwa penggunaan dan fungsi musik sangatlah penting dalam mengamati suatu pertunjukkan musik, baik dalam konteks hiburan maupun adat/ritual. Maka dari itu Merriam mengemukakan bahwa ada 10 fungsi musik yaitu: (1). Fungsi pengungkapan emosional; (2). Fungsi penghayatan; (3). Fungsi hiburan; (4). Fungsi komunikasi; (5). Fungsi perlambangan; (6). Fungsi reaksi jasmani; (7). Fungsi yangberkaitan dengan norma-norma social; (8). Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara agama; (9). Fungsi kesinambungan budaya; (10). Fungsi pengintegrasian masyarakat.

Penulis juga menggunakan teori dari Jeff Titon dalam bukunya Introduction to The World of Music untuk memperkuat teori-teori diatas, yaitu ada empat hal yang harus diperhatikan dalam melihat suatu gaya musik : (1). Elemen nada yang meliputi

(9)

tangga nada, modus, harmoni dan sistem laras; (2). Elemen waktu yang meliputi ritme dan birama; (3). Elemen suara meliputi warna suara dan bunyi dari instrumen, dan (4). Intensitas yang meliputi keras lembutnya suara tersebut, (1984:5). Untuk menganalisis pola ritem, maka dari teori tersebut penulis akan menggunkan langkah ke 2 yaitu “menganalisis waktu yang meliputi meter dan birama dengan pendekatan sistem musik barat.”

Kemudian setelah menggunakan teori diatas, untuk memperkuat teori-teori diatas penulis juga menggunakan teori-teori yang dikemukakan oleh George Thaddeus Jones dalam bukunya Music Theory, yaitu: “yang menjadi fokus dalam membahas ritem adalah durasi dari suatu birama.

Teori Jeff Titon dan George.T Jones sangat penting digunakan untuk nantinya menganalisis struktur pola ritem permianan Talempong Batu. Dari kedua teori tersebut akan muncul analisis struktur pola ritem pada bab v.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode analisis. Metode analisis terbagi menjadi dua, yaitu metode analisis kuantitatif dan metode analisis kualitatif (Silalahi, 2006:304). Dalam tulisan ini, penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis, yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data untuk ditelusuri secara mendalam yang berupa ungkapan, catatan, atau tingkah laku masyarakat yang ada di lapangan.

Dalam melakukan penelitian ini, penulis melakukan metode seperti yang dikemukan oleh Curt Sach dan Bruno Nettl (1964) yaitu field work (kerja lapangan) dan desk work (kerja laboraturium). Field work yaitu wawancara kepada informan

(10)

yang valid, observasi di lapangan, serta perekaman. Sedangkan desk work yaitu transkripsi dan analisis data yang telah kita dapat saat penelitian lapangan.

Metode field work dan desk work adalah metode yang wajib untuk seluruh Etnomusikolog, karena kerja lapangan adalah suatu pekerjaan dan pengalaman penelitian yang tidak akan didapatkan jika tidak langsung terjun ke lapangan. Kemudian setelah ke lapangan, maka seluruh data hasil penelitian diolah dalam kerja laboraturium seperti, mengolah data dalam bentuk tulisan-tulisan, mentranskrip wawancara, dan mentranskrip musik.

1.6.1 Studi Kepustakaan

Sebelum observasi lapangan, penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan yaitu dari buku, artikel, jurnal maupun skripsi-skripsi. Studi pustaka ini bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep yang berkaitan dengan penelitian ini.

Buku-buku yang digunakan penulis sejauh ini adalah : Skripsi yang berjudul Analisis Gaya Melodi Talempong Duduak di Desa Unggan Koto Kabupaten Sawahlunto Sijunjung Sumatera Barat (Jagar Lumbanturoan; 1991), menyatakan bahwa lagu Talempong duduak salah satunya ialah Tanti batanti. Lagu tersebut adalah lagu pop Minagkabau, yang dimainkan pada Talempong Duduak/Set, ini sangat berbeda dengan lagu pada Talempong batu yang memainkan lagu-lagu Talempong Pacik. Kemudian skripsi ini juga menyatakan bahwa ada 4 adat didalam Minangkabau dan ada beberapa jenis Talempong yang berada di Minangkabau. Artikel http://aet.co.id/pariwisata/talempong-batu-talang-anau-aset-sejarah-berharga-minangkabau yang menyatakan bahwa Talempong batu ini hanya terdapat di nagari Talang Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Koto, Sumatera Barat.

(11)

Buku “Tambo adat Minangkabau” (Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, 2009) yang berisi tentang seluruh tatanan adat Minangkabau dari warisan nenek moyang, termasuk menjelaskan sistem kekerabatan dan sistem pemerintahan di Minangkabau.

1.6.2 Observasi

Penelitian ini dimulai pada 11 Agustus 2015, dengan cara meninjau langsung ke lapangan, kemudian mencari informan pangkal dan informan kunci. Cara ini dilakukan agar memudahkan penelitian yang akan dilakukan penulis dan penulis tahu bagaimana situasi dan kondisi lapangan yang akan dijadikan tempat penelitian. Kemudian Observasi dilakukan untuk memperoleh data yang tidak didapat diperoleh dengan cara melakukan wawancara, yaitu dengan melihat dan mengamati sendiri bagaimana Talempong batu tersebut. Cara tersebut melibatkan penulis sebagai partisipan aktif dalam penelitian ini.

1.6.3 Wawancara

Setelah melakukan observasi lapangan, penulis melakukan tahap wawancara kepada informan pokok yang telah di tentukan yaitu Bapak Ril Afrizal (pengelola dan pemain talempong batu) di Desa Talang Anau. Dalam wawancara ini, penulis menggunakan jenis wawancara riwayat secara lisan (Moleong 2000:137) yaitu wawancara santai seperti pembicaraan sehari-hari yang tidak menggunakan draf pertanyaan yang disusun rapi.

Dalam wawancara kepada informan, beliau menggunakan bahasa Indonesia yang berlogat Minangkabau dan bercampur bahasa Minangkabau yang digunakannya sehari-hari. Dalam hal ini penulis mengalami kesulitan karena kata-kata dalam bahasa Minang yang digunakan adalah kata-kata yang sedikit berbeda dari bahasa

(12)

Minang baku, yang biasa didengar oleh penulis. Metode ini sangat banyak membantu penulis dalam meneliti Talempong batu, karena dapat berkomunikasi langsung dengan narasumber yang terpercaya. Kemudian metode ini juga memberikan informasi yang tidak didapatkan pada observasi dan artikel-artikel berkaitan.

1.6.4 Rekaman

Penulis menggunakan alat rekam kamera Panasonic LUMIX FZ40 yang digunakan untuk mengambil dokumentasi berupa foto-foto pada saat kerja di lapangan seperti pada saat wawancara, melihat permainan Talempong batu dan Talempong batu itu sendiri. Kemudiam menggunakan smartphone Lenovo, LG G3 Stylus, Oppo dan iPhone 4 untuk merekam wawancara dengan narasumber yaitu Bapak Ril Afrizal (pengelola dan pemain Talempong batu) dan video saat penulis bermain Talempong batu. Metode ini sangat penting dalam melakukan penelitian ini, karena ini adalah dokumentasi yang kuat yang tidak akan didapatkan dimanapun tanpa merekam dan terjun langsung ke lapangan penelitian.

1.6.5 Kerja Laboraturium

Semua data hasil observasi, wawancara dan perekaman kemudian akan diolah dalam kerja laboraturium yaitu dengan cara menyaring, mengedit, dan menyeleksi data, agar data yang dikumpulkan dapat menjadi satu hasil penelitian yang baik dalam bentuk tulisan yaitu skripsi. Cara ini termasuk mentranskripsi dan menulis atau mengetik hasil penelitian kemudian di cetak dan di jilid sehingga mudah di baca.

(13)

1.7 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian penulis adalah di Desa/ nagari Talang Anau, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Lima puluh Koto, Sumatera Barat. Lokasi ini berada di daerah dataran tinggi atau orang Minang biasa menyebutnya daerah darek, yang nagari tersebut banyak batu-batuan disekitarnya. Lokasi ini sedikit sulit dijangkau, baik dengan mobil, motor, maupun kendaraan lainnya. Karena tidak adanya transportasi umum yang arah kesana dan jalan menuju ke desa tersebut sangat kecil dan curam di kelilingi hutan dan jurang.

1.8 Transkripsi dan Analisis

Bruno Nettl mengatakan bahwa ada 2 pendekatan untuk mendeskripsikan musik, yaitu : 1. kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan apa yang kita dengar, 2. kita dapat menuliskan dan mendeskripsikan apa yang kita lihat. Kemudian untuk menganalisis pola ritem, menggunakan metode William P. Malm yaitu ada 3 langkah dalam melihat atau mengamati pertunjukkan seni, yaitu : (1). Mendeskripsikan sifat seni pertunjukkan apakah penyanyi atau pemain musik; (2). Menganalisis “waktu” termasuk didalamnya meter, pulsa dasar (taktus), dan unit-unit pembentuk birama; (3). Menganalisis melodi musik dengan menggunakan metode weighted scale (bobot tangga nada). Kemudian untuk mendukung metode tersebut, dibutuhkan teori yaitu teori dari Jeff Titon seperti yang sudah dikemukan dalam kerangka teori.

Maka dari kedua teori tersebut penulis akan menggunkan langkah ke 2 dari dua teori tersebut yaitu “menganalisis waktu yang meliputi meter dan birama dengan pendekatan sistem musik barat.” Kemudian penulis menggunakan metode transkripsi yang penulis rancang sendiri atas saran dan masukan dari pembimbing. Berikut

(14)

adalah metode pentranskripsian pola ritem permainan Talempong Batu yang akan penulis gunakan.

Metode yang akan digunakan untuk mentranskripsi pola ritem permainan Talempong Batu ialah metode TUBS (Time Unit Box System). Time Unit Box System adalah sistem yang sederhana untuk mentranskripsi nada yang terjadi selama periode waktu. Sistem ini sebagian besar digunakan untuk mentranskripsi irama dalam musik. Notasi terdiri dari satu atau lebih baris dari kotak, setiap kotak mewakili unit waktu tertentu. Kotak kosong menunjukkan bahwa tidak ada yang terjadi selama interval itu, sementara tanda dalam kotak menunjukkan bahwa suatu peristiwa terjadi di awal interval waktu. TUBS sangat berguna untuk menunjukkan hubungan antara irama yang kompleks, seperti polyrhythms yang akan sulit untuk melihat dalam notasi musik tradisional. TUBS awalnya digunakan oleh ahli musik Philip Harland dan James Koetting notate polyrhythms di musik Afrika. TUBS juga memiliki keuntungan yang non-musisi dapat menafsirkannya jauh lebih mudah daripada notasi musik, karena kesederhanaannya. Notasi TUBS telah diadaptasi oleh beberapa orang, adaptasi yang paling umum digunakan simbol yang berbeda dalam kotak untuk mewakili suara yang berbeda, misalnya cara yang berbeda memukul drum.

Berikut keterangan metode transkripsi pola ritem Talempong Batu : O1 : Orang pertama O2 : Orang kedua O3 : Orang ketiga : Tangan Kanan : Tangan Kiri : (1 Not ¼)

(15)

: Kotak kosong berarti tidak ada ritem yang terjadi

T 1 : Talempong pertama T 4 : Talempong keempat T 2 : Talempong kedua T 5 : Talempong kelima T 3 : Talempong ketiga T 6 : Talempong keenam

Berikut keterangan gambar Talempong Batu :

T

1

T

2

T

3

T

4

T

5

T

6

(16)

Angka-angka yang terdapat pada Talempong Batu tersebut hanya keterangan yang menunjukkan urutan Talempong Batu tersebut, tidak ada kaitannya dengan nada yang ada di Talempong Batu.

Berikut adalah contoh transkripsi ritem menggunakan TUBS (Time Unit Box System) :

1 Not 1/4 1 Not 1/4 1 Not 1/4 O1 (Dasar) O2 (Peningkah) O3 (Penganak) Improvisasi T 2 (Es) T 3 (G) T 4 (Bes) T 5 (F’) T 6 (F) T 1 (F)

Referensi

Dokumen terkait

Gejala pertama yang diselidiki dalam penelitian ini gambaran dari beberapa hal yang berkaitan dengan pembelajaran model pengajaran langsung dengan pelatihan

A.. Rendahnya sanitasi pada dasarnya berpengaruh pada semua tingkat usia, dari bayi hingga orang dewasa. Namun demikian, kelompok umur balita umumnya merupakan

Hasil penelitian yang membandingkan berbagai tipe peredam di kawasan zona bising menunjukkan pada jarak yang bervariasi (10,17,13 dan 10 m), tipe peredam kaca yang terdapat di

Berita Acara Evaluasi Dokumen Kualifikasi nomor : BA/08/III/2013/PBJ-Ro Sarpras tanggal 25 Maret 2012 tentang hasil evaluasi calon penyedia pengadaan pekerjaan

Dalam penyelesaian QAP dengan algoritma ACO terdapat fasilitas-fasilitas yang akan ditempatkan ke lokasi-lokasi tertentu untuk suatu penugasan dimana penempatan awal fasilitas

Dusun Kurnia Kecamatan Kuala Behe Kabupaten Landak sebagian besar hutan adalah hutan tembawang, dengan pekerjaan sebagai petani untuk mengetahui tingkat pendapatan

Ada berbagai persyaratan untuk menjadi pemimpin madrasah dalam Islam, seperti adanya keadilan, kejujuran, tanggung jawab, empati, dan lain sebagainya, yang

Menuju Sumber Daya Manusia Berdaya dengan Kepemimpinan Efektif dan Manajemen Efesien.. Jakarta: Elex Media