• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAS METHANE BATUBARA DI FORMASI WAHAU BERDASARKAN DATA PROKSIMAT DAN MASERAL, KABUPATEN KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAS METHANE BATUBARA DI FORMASI WAHAU BERDASARKAN DATA PROKSIMAT DAN MASERAL, KABUPATEN KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

GAS METHANE BATUBARA DI FORMASI WAHAU BERDASARKAN DATA PROKSIMAT DAN MASERAL,

KABUPATEN KUTAI TIMUR , KALIMANTAN TIMUR

Sugeng

Jurusan Teknik Geologi UPN ”Veteran” Yogyakarta

ABSTRACT

A geological research was performed in the Kutai Basin, to provide a better understanding on the potential and resources of coalbed methane (CBM) in Berau Regency, East Kalimantan Province, particularly in the Wahau Coalfield. Field observation conducted in the coalfield, shows that the dull banded . Geochemical analysis shows the range of volatile matter content is from 37,40 – 49,38 %, moisture from 12,89 – 40,87 %, ash varies between 4,71 – 15,43 %, and fixed carbon from 14,44 – 39,54 %. Based on average of vitrinite reflectance 0,44 . Coal rank is from sub-bituminous C . The Methane gas is resulted coming from biogenic process. The fairly sincline structure coal Wahau show orientations trending North East – South West. An in-situ coal gas calculation tends to indicate a low to moderate methane content level, with a value of 4,7 – 3,6 m3/t. Coal gas methane resources is 1,12 TCF.

Key Words : Vitrinite reflectance, Coalbed methane, proximate

SARI

Penelitian geologi yang dilaksanakan di sub cekungan Kutai terhadap lapangan batubara Wahau, Kabupaten Berau, Propinsi Kalimantan Timur, adalah untuk mengetahui potensi sumber daya “coalbed methane” di daerah tersebut. Pengamatan lapangan yang dilakukan di lapangan batubara menunjukkan bahwa litotipe batubara yang teramati adalah “dull banded”. Sementara itu, dari analisis geokimia terlihat kisaran kandungan zat terbang antara 37,40 – 49,38 %, kadar air 12,89 – 40,87%, abu 4,71 – 15,43 %, dan kandungan karbon 14,44 – 39,54 %. Berdasarkan rata – rata nilai relektan vitrinite 0,44.. Peringkat batubara Wahau masuk subbituminious C. Gas metana yang dihasilkan berasal dari proses biogenik. Kehadiran struktur sinklin dalam batubara Wahau berarah umum Timur Laut - Barat Daya. . Kandungan gas batubara secara perhitungan “insitu” menunjukkan nilai 4,7 – 3,6 m3

/t. Besarnya sumberdaya gas methane adalah 1,12 TCF.

(2)

1. Pendahuluan

Pengembangan gas methane pada batubara di dalam lima tahun terakhir telah menunjukkan secara ekonomis penting, khususnya dengan pengembangan yang sukses dari gas methane batubara di daerah Powder River Basin, AS (Ayers, 2002; Bunga, 1998, 2004 dalam Tim A. Moore ,2008) dan di Australia (Scott et al., 2007 dalam Tim A. Moore, 2008) . Pengembangan gas methane batubara pada batubara peringkat rendah terus dilakukan eksplorasi di Selandia Baru.

Potensi gas metana batubara di Indonesia mencapai 453 Tcf yang tersebar di 11 cekungan batubara yaitu Sumatra Selatan 183 Tcf; Barito 101 Tcf; Kutei 80 Tcf; Sumatra bagian tengah 52,5 Tcf; dan Tarakan Utara 17,5 Tcf. Selanjutnya, wilayah Berau mencapai 8,4 Tcf; Bengkulu 3,6 Tcf; Pasir Asem Tiga Tcf, Sulawesi 2,0 Tcf; Jawa bagian timurlaut 0,8 Tcf dan Ombilin 0,5 Tcf. (Hadiyanto, 2004).

Cekungan Kutai bagian utara merupakan cekungan dengan batuan sedimennya pembawa batubara terutama Formasi Wahau. Jumlah lapisan batubara di Formasi Wahau cukup banyak baik yang sudah tersingkap di permukaan maupun yang belum tersingkap.

Adanya permintaan akan energi yang terus meningkat, baik untuk konsumsi Nasional atau Regional Asia Tenggara sehingga GMB di Indonesia perlu sekali dikembangkan.

Bagaimanapun ada hubungan antara kandungan gas dengan parameter batubara seperti komposisi maseral dan kandungan proksimat batubara.

2. Maksud dan Tujuan

Maksud utama penelitian untuk memperoleh informasi tentang penyebaran lapisan batubara , maseral batubara dan zat kimia batubara yang berada di daerah Muara Wahau. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kandungan gas batubara yang berada pada lapisan batubara dari lapisan 1 sampai 3, dengan mengetahui kandungan gas batubara dapat diketahui potensi gas batubara di daerah Muara Wahau . Tujuan yang dituju dalam tulisan ini untuk memberikan informasi sumberdaya gas methane batubara yang berada di daerah Wahau khususnya pada Formasi Wahau, Kabupaten Kutai Timur berdasarkan data yang ada.

3. Metode Penelitian

Metode penelitian dilakukan dengan cara melakukan pemetaan permukaan dan dikorelasikan dengan data – data bor yang sudah ada. Penyelidikan di lapangan meliputi pengamatan litotope batubara, posisi stratigrafi masing-masing lapisan dan pengambilan conto untuk analisis proksimat. Pengambilan 3 conto inti bor untuk analisis maseral dan proksimat batubara, ketiga conto inti bor mewakili bagian atas,tengah, dan bawah lapisan batubara di daerah Wahau. Conto batubara kemudian dilakukan analisis proksimat untuk mengetahui unsur-unsur terbang, kadar sulfur, kadar karbon,kadar abu ,dan kadar air. Analisis maseral untuk mengetahui komposisi maseral serta nilai reflektan vitrinite . Besarnya gas content dilakukan dengan pendekatan rumus Kim, 1977 ( Michael

(3)

Holmes,2001 ) , perhitungan gas in place menggunakan rumus dari modifikasi Nelson 1999 ( Tim A.Moore 2008).

4. Terminologi

Coalbed Methane

Pengertian dari coalbed methane adalah gas metan yang terdapat di dalam lapisan batubara yang belum tersingkap, masih di bawah permukaan. Gas metan dapat terproduksi didalamnya, karena gas metan merupakan salah satu gas yang terbentuk dalam proses pembentukan batubara itu sendiri. Dan gas metan merupakan salah satu gas yang mendominasi dan terbanyak terbentuk dalam proses pembentukan batubara. Beberapa cekungan di Indonesia yang merupakan prospek CBM (Gambar 1). (Advanced Resources International dalam Suwito Anggoro,2007)

Gambar 1. Peta Cekungan CBM di Indonesia

(Advanced Resources International, dalam Suwito Anggoro,2007)

Gas methane tersimpan di dalam batubara ada 4 cara: (1) gas yang terdapat pada micropores dan cleats , (2) gas larut dalam air, (3) gas yang terserap akibat tarikan molekul pada partikel batubara micropore dan permukaan cleat. (4) gas terserap dalam struktur batubara (Tim A. Moore, 2008, komunikasi pribadi).

Tim A.Moore (2008) mengemukakan bahwa kapasitas penyimpanan gas dalam lapisan batubara secara umum berhubungan dengan peringkat batubara, tipe batubara,porositas/permiabilitas, dan kehadiran lapisan penutup.

(4)

5. Tatanan Geologi 5.1. Geologi regional

Daerah inventarisasi termasuk dalam Peta Geologi Lembar Muarawahau skala 1 : 250.000 (Sam Supriatna dkk,1995). Secara regional daerah ini merupakan bagian dari Cekungan Kutai. Pengisian cekungan berlangsung sejak Eosen hingga Pliosen dan dipisahkan oleh tiga fase tektonik. Seri batuan sedimen dibagi menjadi beberapa formasi antara lain Formasi Marah, Formasi Batuayau, Formasi Wahau dan Formasi Balikpapan (Tabel 1).

5.1.1 Tatanan tektonik

Berdasarkan konsep tektonik lempeng (Rose dan Hartono,1978) Cekungan Kutai merupaka back arch dibagian barat (Gb.2) dan terbentuk akibat tumbukan kratonik dan lempeng samudera. Peregangan diselat Makasar sangat mempengaruhi pola pengendapan terutama dibagian timur cekungan.

5.1.2. Stratigrafi regional

Geologi daerah inventarisasi termasuk dalam lembar peta geologi lembar Muarawahau dan merupakan bagian utara dari Cekungan Kutai. Cekungan ini diisi oleh seri batuan sedimen yang terdiri dari Formasi Marah, Formasi Batuayau, Formasi Wahau dan Formasi Balikpapan. (Tabel 1)

Formasi Marah merupakan batuan tertua pengisi Cekungan Kutai di daerah inventarisasi. Formasi terutama dibangun oleh perselingan batunapal dan batulempung. Konglomerat terdapat pada bagian bawah yang bertidak sebagai konglomerat alas. Di bagian tengah terdapat sisipan batugamping. Formasi berumur Eosen Akhir.

Formasi Batuayau menindih selaras Formasi Marah. Formasi disusun oleh batupasir kasar sampai konglomeratan di bagian bawah. Ke arah atas lebih dominan disusun oleh batulempung dan batulumpur karbonan, setempat terdapat sisipan batubara dengan ketebalan sampai 6 m. Bagian atas terutama disusun oleh batupasir kuarsa berbutir halus dan berstruktur silang-siur

Formasi Wahau diendapkan tidak selaras di atas Formasi Batuayau. Formasi disusun oleh perselingan batulempung dan batupasir, sisipan batugamping di bagian bawah. Umurnya diperkirakan Eosen Akhir hingga Oligosen Awal (Sam Supriatna dan Abidin,1995). Formasi Balikpapan diendapkan tidak selaras di atas Formasi Wahau. Formasi dibangun oleh konglomerat, batupasir, batulanau dan batulempung di bagian bawah. Ke arah atas lebih dominan dibangun oleh batulempung dan sisipan beberapa lapisan batubara. Formasi berumur Miosen Akhir hingga Pliosen.

5.1.3 Struktur regional

Struktur regional yang berkembang di daerah Lembar Peta Muarawahau adalah struktur lipatan dan sesar. Struktur lipatan terdiri dari antiklin dan sinklin, umumnya berarah utara-selatan dan bersayap tidak simetris

(5)

K A L I M A N T A NK U T A I B A S I N NORTH WE S T BO RNEO BA SIN M A K A S A R S T R A I T J A V A S E A 0 100 200 KM S C A L E

GRABEN PATERNOSTERBLOCK PLATFORMB A R I T O MELAWI AREA KETUNGAU AREA 2°N 0°N 2°S 4°S

110°E 112°E 114°E 116°E 118°E

MERATUS SCHWANER BLOK S E R A W A K 1 2 3

TATANAN TEKTONIK KALIMANTAN 1 Daerah Wahau Daerah Buanajaya 2 Daerah Marangkayu 3 KETERANGAN KU CH IN G A RC H

(6)

Gambar 2 . Tektonik daerah Muarawahau terhadap Tatanan tektonik Pulau Kalimantan (Rose dan Hartono, 1978 )

Tabel 1. Stratigrafi Daerah Muara Wahau dan sekitarnya (Ilyas S., 1997)

FORMASI

STRATIGRAFI DAERAH MUARA WAHAU DAN SEKITARNYA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PEMERIAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN K U A R T E R T E R T I E R P L I STO S E N HOLOSEN Qa

ALUVIAL dan teras sungai, terdiri dari material rombakan berukuran kerakal, kerikil, pasir, lumpur dan sisa tumbuhan

P L I O S E N

Atas Tengah

Bawah

Fm. Wahau bagian Atas terdiri dari perselingan batulempung dan batupasir, 6 lapisan batubara utama dan beberapa lapisan tipis. Kandungan material volkanik berkurang M I O S E N O L I G O S E N Atas Tengah Bawah

Fm. Wahau bagian Bawah terdiri dari batupasir kuarsa dan batulempung, sisipan batugamping pada bagian bawah E O S E N Atas Bawah

Fm. Marah terdiri dari perselingan batulempung coklat , batunapal dan sisipan batugamping . Pada bagian bawah terdapat konglomerat.

Tomwu

Tomwl

Tem

Dipercaya tidak ada pengendapan D a r a t F l u v i a l Fluvial sampai laut dangkal Darat sampai Laut dangkal U M U R

5.2 Geologi daerah inventarisasi 5.2.1. Morfologi

(7)

Daerah Muarawahau umumnya ditutupi oleh batuan sedimen yang terdiri dari batulempung, batupasir , setempat batugamping dan batubara. Bentuk roman muka bumi memperlihatkan bentuk pematang atau bukit–bukit berderet. Bentuk pematang dan atau bukit ini umumnya merupakan daerah pelamparan lapisan batubara dan batupasir atau batugamping. Arah pematang ini juga sekaligus memperlihatkan arah perlapisan batuan penyusunnya. Morfologi pematang atau perbukitan berada pada ketinggian 75 m sampai 415 m di datas muka laut. Selain morfologi pematang di daerah inventarisasi juga terdapat morfologi dataran yang terdapat pada kedua sisi sungai utama. Morfologi ini mempuyai lebar sampai 10 km dan panjangnya sampai belasan km. Daerah ini merupakan limbah banjir dan bekas aliran sungai purba, ketinggiannya berkisar antara 35 m dan 50 m di atas muka laut.

5.2.2. Stratigrafi dan struktur geologi

Cekungan Kutai terletak di bagian timur Pulau Kalimantan yang terbentuk pada Tersier Awal. Sedimentasi pada cekungan ini mencapai 7.500 m tebalnya. Sedimentasi mulai dari lingkungan delta, laut dangkal sampai laut dalam. Batuan sedimen pengisi cekungan dipisahkan oleh tiga fase tektonik yaitu fase tektonik Oligosen, Miosen dan Pliosen.(Tabel 1). Masing-masing fase tekronik tersebut menghasilkan satu formasi pembawa batubara. Di daerah Muarawahau dan sekitarnya fomasi yang bertidak sebagai pembawa endapan batubara adalah Formasi Wahau sedangkan Formasi Marah belum ditemukan adanya indikasi sebagai pembawa batubara.

Formasi Wahau di daerah inventarisasi pelamparannya hampir mencapai 80% luas daerah. Bagian bawah formasi tersingkap pada aliran Sungai Marah bagian hulu dan beberapa lokasi pada cabang Sungai Telen. Bagian bawah formasi menunjukan kehadiran batugamping, ke arah atas berubah menjadi batupasir kuarsa yang berselingan dengan batulumpur atau batulempung. Bagian atas disusun oleh batulempung bersisipan batupasir dan beberapa lapisan batubara.

Struktur geologi yang terdapat di dalam daerah inventarisasi antara lain struktur sesar dan struktur lipatan. Struktur sesar ditemukan di bagian barat daerah yaitu 2 buah sesar normal yang melalui Formasi Marah dan Formasi Wahau. Sesar ini mengakibatkan munculnya Formasi Marah di permukaan. Struktur lipatan terdapat di bagian daerah inventarisasi yang terdiri dari struktur antiklin dan sinklin. Sumbu lipatan ini melalui Formasi Wahau dan berarah relatif utara-selatan. Sayap timur dari struktur sinklin umumnya mempunyai sudut kemiringan lebih besar yang berkisar antara 30o dan 50o , sedangkan sayap barat relatif datar yang berkisar antara 4o dan 10o.

(8)

6. Hasil

6.1. Komposisi Maseral batubara

Berdasarkan dari pengambilan ketiga conto inti bor yang mewakili lapisan batubara bagian bawah, tengah , dan atas , dapat dikelompokkan (grup)-maseral sebagai berikut (Foto1):

Grup-maseral vitrinite dari 3 conto, terbagi menjadi Subgrup-maseral : Telovitrinite dari atas ke bawah adalah : 32,6%, 35,4%, dan 43%, telovitrinit di

bawah mikroskop memperlihatkan warna abu-abu sampai abu-abu gelap, membentuk lapisan-lapisan terang. Detrovitrinite mulai dari bawah sampai atas prosentasenya adalah : 40%, 39,8, %, dan 32,6%, detrovitrinit berupa fragmen-fragmen yang terkepung dalam inertinite, liptinite ataupun bisa di dalam mineral matter. Gelovitrinite mulai dari bawah sampai atas prosentasenya adalah : 5,6%, 1,6%, dan 2,6% .

Grup-maseral Liptinite dari 3 conto dari atas sampai bawah sebgai

berikut : maseral resinite prosentasenya adalah : 1,6 %, 3 %, dan 3% , kenampakan pada mikroskopis berbentuk bundar, oval. Maseral sporinite prosentasenya adalah : 0%, 0,4%, dan 0,6%. Sporinite terilhat sebagai bulat-bulat terang di bawah sinar reflektan, dan berwarna putih dalam sinar flourense. Maseral liptodetrinite 0,4 % hanya dijumpai di conto bagian atas. Maseral

Suberinite dijumpai pada conto bagian atas dan bawah dengan prosentase

kehadirannya 1% dan 1,2 %, kenampakan pada mikroskop berwarna gelap di bawah sinar reflektan, dan berwarna coklat pada sinar flourences. Maseral

algenite terdapat pada nomor conto pada bagian tengah dengan persentase

kehadirannya 0,6%, kenampakan pada mikroskop berwarna gelap di bawah sinar reflektan, dan berwarna kuning pada sinar flourecens.

Group maseral inertinite dari 3 conto dari atas sampai bawah

prosentasenya adalah 10,4%, 12,6%, dan 11,2% . Detro-inertinite prosentasenya adalah 4 %, 2% , dan 4%. Komposisi Mineral Matter terdiri dari Clay dan Pyrite. Sedangkan persentasenya dari 3 conto dari atas sampai bawah yaitu : Clay persentasenya adalah 3,6%, 1%% , dan 0,4% , pyrite mulai atas sampai bawah persentasenya adalah 1% ,3,6%, dan 1,4 % .

Berdasarkan nilai reflektan vitrinit sebesar 0,44, peringkat batubara termasuk Subbituminius C (Cook,1982). Lito tipe batubara berdasarkan kandungan maseral vitrinite termasuk batubara jenis Fusain.

(9)

Sklerotinit

Telovitrinit Inertodetrinit

Foto 1. komposisi maseral pada conto lapisan batubara bagian atas, tengah dan bawah

Detrovitinit

Semifusinit

Pyrit

Telovitrinit Sklerotini t Resinit Suberinit

(10)

6.2. Proksimat batubara

Dari 3 conto lapisan batubara bagian bawah sampai atas memperlihatkan kadungan abu : 2,98% - 8,98% - 4,02%, kadar unsur terbang : 40,11% - 39,17% - 35,17% , kadar karbon : 40,34% - 26,93% - 39,29%, dan kandungan sulfur : 0,15% - 0,30% - 0,33% (Tabel 2)

Tabel 2. Hasil rata-rata analisis proksimat dari tiga lapisan batubara

6.3 Sebaran dan tebal batubara

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Direktorat Sumberdaya Mineral di sekitar desa Benhes yang berada di selatan daerah penelitian disimpulkan bahwa sebaran batubara di daerah Wahau menunjukkan pola antiklin dan sinklin menunjam (Gambar 2).

Batubara yang tersingkap dan dari data pemboran ada 3 lapisan batubara dengan menunjukkan stuktur sinklin dengan ketebalan batubara bervariasi untuk lapisan atas dengan ketebalan 28 meter, lapisan bagian tengah 16 m, dan lapisan bawah dengan ketebalan 12 m. Pola penyebaran batubaranya diperkirakan sama dengan pola penyebaran batubara pada gambar 2 . Batubara di daerah penelitian menempati sebaran lapisan batubara D, E, dan F, pada gambar 2, crop line warna coklat, biru muda, dan ungu.

Proximate Analysis Coal TM M Ash VM FC TS TS Seam % % % % % % % ar ad ad ad ad ad ar Atas 30,92 16,57 2,98 40,11 40,34 0,15 0,10 Tengah 31,34 14,92 8,98 39,17 36,93 0,30 0,24 Bawah 27,20 15,10 4,02 35,17 39,29 0,33 0,28

(11)

Gambar 2. Pola singkapan lapisan batubara di daerah Wahau (Ilyas S., 1997)

6.4. Gas Content

Gas content dihitung berdasarkan data yang diambil dari analisis proksimat pengambilan sampel pada tiga conto batubara yang mewakili lapisan batubara bagian bawah,tengah, dan atas di daerah Wahau, Kabupaten Kutai Timur. Hasil analisis tersebut dipakai sebagai parameter untuk menghitung gas content dengan pendekatan persamaan Kim, 1977(Michael Holmes,2001). Besarnya nilai gas content ini memberikan besarnya Gas In Place dari sumberdayanya. Hasil perhitungan dari tiga lapisan batubara dari lapisan atas ke bawah pada kedalaman 30 m sampai 100 m menunjukkan besarnya gas content 4,7 m3/ton , 3,6 m3/ton , dan 3,9 m3/ton .

(12)

6.5. Gas In Place (GIP)

Perhitungan Gas In Place menggunakan pendekatan rumus modifikasi Nelson 1999 dalam Tim A .Moore, berat jenis batubara dari hasil penelitian tim Direktorat Sumberdaya Mineral rata-rata sebesar 1,39 gr/cm3, karena besarnya saturasi gas sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian maka dalam penelitian ini besarnya gas saturasi 60% berdasarkan hasil penelitian di cekungan Kutai. Jumlah lapisan batubara di daerah wahau dari data yang tersingkap cukup banyak, namum dari hasil data pemboran menunjukkan bahwa lapisan batubara di Wahau ada 6 seam batubara dengan ketebalan batubra antara 6 meter sampai 40 meter. Tonage batubara dari perhitungan yang dilakukan Tim Direktorat Sumberdaya Mineral sebesar 2.192.822.678 ton . Berdasarkan parameter ditersebut besarnya GIP daerah Kelai 1,12 TCF.

6.6. Gas methana batubara

Komposisi maseral dari ketiga conto batubara menunjukkan maseral vitrinite <80%, maseral liptinite <10%, maseral inertinite >10% pada conto batubara atas,tengah ,dan bawah . Maseral vitrinite yang kurang 80 % akan mengurangi kapasitas penyerapan gas pada batubara (Tim A. Moore,2008). Maseral Liptinite merupakan maseral yang bertanggung jawab terhadap kemenerusan gas metan, didaerah penelitian maseral liptinite kecil sehingga kemenerusan gas metan juga sangat kecil.Tingkatan batubara di daerah Wahau termasuk sub-bituminious C berdasarkan nilai reflektan vitrinite 0,44 . Gas metan yang dihasilkan berasal dari proses biogenik. Tingkatan batubara yang rendah ini akan mengakibatkan porositas dan permiabiltas batubara tersebut rendah sehingga gas metan tidak dapat dialirkan.Kandungan abu yang rendah pada batubara Wahau <10% menyebabkan tidak banyak gas metan yang tersimpan sehingga kandungan gas yang ada akan berkurang .Kecilnya maseral Vitrinite dan meningkatnya kandungan unsur-unsur mineral akan mempengaruhi penyerapan gas CO2 yang cukup besar sehingga akan mengurangi gas metan yang terserap (Clarkson dan Bustin, 1996 dalam Tim A.Moore 2008).Kandungan unsur-unsur terbang mempunyai nilai 35,17% - 40,34% , ini menunjukkan batubara daerah Wahau mempunyai kandungan gas yang bervariasi antara 4,7- 3,6 m3/ton.Keberadaan struktur antiklin dan sinklin serta kedalaman batubara yang relatif dangkal kurang dari 200 m menyebabkan gas metan di daerah penelitian sudah banyak yang hilang, walaupun jumlah cadangan besar karena berada di kedalaman kurang dari 200 m secara teknik tidak bisa diambil gasnya.Berdasarkan parameter diatas potensi gas methane daerah Wahau termasuk tidak potensial.

7. Kesimpulan

1. Litotipe batubara Wahau termasuk fusain.

2. Peringkat batubara kelai Sub-Bituminious C (RV = 0,44).

3. Kandungan gas methane berkisar antara 3,6 m3/ton – 4,7 m3/ton. 4. Besarnya Gas In Place 1,12 TCF.

5. Daerah Muara Wahau khususnya Formasi Wahau tidak potensi akan kandungan gas methanenya.

6. Perlu penelitian lebih lanjut terutama untuk formasi-formasi yang lebih tua di bawah Formasi Wahau.

(13)

8. Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ir. Gandot selaku Manager Geologi PT Wahau Coal, 2. Rendi, Ken, dan Andika yang telah membantu penulis.

Daftar Pustaka

Anggoro S., 2007, Coal Bed Methane An Investor’s View and Expectations, Pengembangan dan Pengusahaan Gas Metana Batubara Di Wilayah Kerja Minyak Bumi, Bali.

Cook,A,C.,1982, The Origin and Petrology of Organic Matter in Coals, Oil Shales, and Petroleum Source Rocks, Geology department, The University of Wollongong, Australia.

Holmes M.,2001, Coalbed Methane Log Analysis, LESA, Denver,Colorado Ilyas S., 1997, Eksplorasi Endapan Batubara di Daerah Muarawahau dan

Sekitarnya, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur. Koesoemadinata, R.P., 2002, Outline of Tertiary Coal Basins of Indonesia.

Sedimentology Newsletter, No. 17. I/2002.

Mares Tennille,A, Moore Tim,A., 2008 , The Influence of Macroscopic Texture on Biogenically – Derived Coal Methane Huntly Coalfield , New Zealand, International Journal of Coal Geology, Elsevier. 175 - 185 p.

Moore Tim,A., 2008, Secondary Biogenic Coal Seam Gas Reservoirs In New Zealand : A Preliminary Assessment of Gas Contents, International Journal of Coal Geology, Elsevier. 151 – 165 p.

Moore Tim, A., 2007, Exploration and Development of a Low Rank, Biogenically-Derived Coalbed Methane Prospect, Huntly Coalfield, New Zealand, Solid Energy NZ Ltd, Workshop CBM Indonesia, Bali 4-5 July 2007. Reading. G.H., 1982, Sedimentary Environments and Facies, Department of

Geology and Mineralogy, University of Oxford, Balckwell Scientific Publications. 15 – 59p, 97 – 142p.

Rose,R dan Hartono,P., 1978, Geological Evalution Of The Tertiary Kutai _ Melawi Basin Kalimantan Indonesia, Proceedings IPA, 225-241p.

Supriatna,S dan Abidin,H.Z.,1995, Peta Geologi Regional Lembar Muara Wahau, Kalimantan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Stevens, Scott, and H., Hadiyanto., 2004, “Coalbed Methane Indicators and

Gambar

Gambar 1. Peta Cekungan CBM di Indonesia
Gambar 2 . Tektonik daerah Muarawahau terhadap Tatanan tektonik Pulau Kalimantan (Rose dan  Hartono, 1978 )
Foto 1. komposisi maseral pada conto lapisan batubara   bagian atas, tengah dan bawah
Tabel 2. Hasil rata-rata  analisis proksimat dari tiga lapisan batubara
+2

Referensi

Dokumen terkait

PENENTUAN BATAS DAN TEBAL LAPISAN BATUBARA BERDASARKAN WELL LOGGING UNTUK ESTIMASI SUMBERDAYA BATUBARA, DI KECAMATAN AMPAH,.. KABUPATEN BARITO SELATAN

Lingkungan pengendapan batuan sedimen pembawa batubara dan lapisan batubara di Lajur Barat dan Tengah termasuk ke dalam fasies wet forest swamp ( backmangrove sampai rawa air

Dari hasil analisis uji proksimat yang dilakukan terhadap lima sampel maka disimpulkanlah bahwa semakin tinggi kandungan airdan kandungan abu maka nilai kalori

Dari hasil pemetaan geologi da pemboran inti, batubara Blok Perangat yang terdapat pada formasi ini setidaknya ada 6 lapisan batubara, yaitu 2 lapisan disayap kanan antiklin

Lingkungan pengendapan batuan sedimen pembawa batubara dan lapisan batubara di Lajur Barat dan Tengah termasuk ke dalam fasies wet forest swamp (backmangrove sampai rawa air tawar)

INTERPRETASI DATA GEOLISTRIK SOUNDING UNTUK MENGETAHUI LAPISAN BATUBARA DI DAERAH MUARAKAMAN, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, PROVINSI KALIMANTAN

Dari hasil analisis uji proksimat yang dilakukan terhadap lima sampel maka disimpulkanlah bahwa semakin tinggi kandungan airdan kandungan abu maka nilai kalori

Dari hasil analisis uji proksimat yang dilakukan terhadap lima sampel maka disimpulkanlah bahwa semakin tinggi kandungan airdan kandungan abu maka nilai kalori