ISSN : 1829 – 9822
105
PENDAHULUAN
Berdasarkan data UN
COMTRADE Statistsic (2013), pada tahun 2012 Indonesia tercatat menjadi
negara produsen pengekspor kopi
terbesar keempat di dunia dengan nilai
ekspor sebesar US$ 1.243 juta.
Sementara itu posisi pertama diduduki oleh Brazil dengan nilai ekspor sebesar US$ 5.721 juta, kedua oleh Vietnam dengan nilai ekspor US$ 3.507 juta dan ketiga diduduki oleh Kolombia dengan
nilai ekspor sebesar US$ 1.909
juta.Ekspor kopi Indonesia menjangkau berbagai negara di dunia seperti negara anggota MEE (Masyarakat Ekonomi
Eropa),Amerika Serikatserta negara
dikawasan Asia seperti Jepang (AEKI, 2013).
Tahun 2012, empatperingkat
besar negara pengimpor utama kopi Indonesia adalah pertama Amerika Serikat yang melakukan impor sebanyak 69.652 ton dengan nilaiUS$ 330.815 juta, kedua adalah Jepang dengan jumlah impor sebesar 51.438 ton dengan nilai US$ 145.734 juta, ketiga adalah Jerman dengan jumlah impor sebesar 50.978 ton dengan nilai US$ 116.897 juta dan
keempat adalah Italia dengan jumlah impor sebesar 29.081 ton dengan nilai US$ 64.636 juta(UNCOMTRADE, 2013). Tambunan (2004), mengatakan bahwa globalisasi akan menimbulkan persaingan yang semakin ketat, sehingga hanya negara yang memiliki daya saing yang kuat saja yang mampu bertahan. Sehingga menuntut produsen kopi di dunia khususnya Indonesia untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen dengan cara yang lebih memuaskan daripada yang
dilakukan oleh para pesaing.Brazil,
Vietnam dan Kolombia merupakan
pesaing utama Indonesia dalam ekspor kopi dunia. Vietnam dan Kolombia sebagai pendatang baru dalam dunia
perkopian juga merupakan pesaing
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2001 volume ekspor kopi Brazil sebesar 1.252.324 ton, Vietnam 327.792 ton dan Kolombia sebesar 556.211 ton, sedangkan pada tahun 2012 volume ekspor meningkat secara fluktuasi hanya pada negara Brazil dan Vietnam yaitu sebesar 1.503.707 ton dan 1.697.352 ton. Jika pada tahun 2001 Indonesia
menjadi pengekspor kopiperingkat
keempat di dunia dengan total ekspor
EXPORT COMPETITIVENESS ANALYSIS OF
COFFEEINDONESIAIN THE WORLD MARKET
Desi Ratna Sari 1 dan Ermi Tety 2 1,2Universitas Riau
Jln. Binawidya 30, Pekanbaru, Riau E-mail : Ermitety@yahoo.com
Abstract: The purpose of this study was to analyze the competitiveness of Indonesian coffee
in the world market. The data used in this study was a secondary data export raw coffee Indonesia, Brazil, Vietnam and Colombia during the period 2001-2012. The data was taken from the value and volume of exports of coffee in the world market. The analytical method used was the Revealed Comparative Advantage (RCA) and Constant Market Share Analysis (CMSA). This data indicated that Indonesia has a RCA exports of coffee were getting better every year because has the positive values. Meanwhile the CMSA analysis note that the competitiveness of Indonesia's coffee exports more influenced by market distribution and competitiveness effects. This represents an increase of Indonesia's coffee exports more influenced by the growth of the world's coffee export in the marketing of coffee to importing countries that have a high demand.
Keywords:coffee, competitiveness, Revealed Comparative Advantage (RCA), Constant
ISSN : 1829 – 9822
106
sebesar 248.925 ton jauh di
bawahKolombia yang saat itu
menduduki peringkat ketiga dengan
mengekspor sebesar 556.211 ton.
Namun sejak tahun 2009 Indonesia mampu menduduki peringkat ketiga dengan volume ekspor kopi sebanyak
510.030 ton sedangkan Kolombia
menempati urutan keempat dengan volume ekspor sebesar 454.755 ton. Hal ini diakibatkan meningkatnya ekspor
kopi Indonesia dan banyaknya
penawaran kopi dari negara impotir (International Trade Statistics, 2013).
Daya saing dapat dikatakan
sebagai kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan dalam pasar tersebut, dalam arti jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebut yang banyak diminati oleh banyak konsumen (Tatakomara, 2004 dalam Marlinda, 2008).
Sedangkan, menurut Rifai dan Tarumun (2005), daya saing ekspor suatu komoditas adalah kemampuan suatu komoditas untuk memasuki pasar luar negeri yang kemudian memiliki
kemampuan untuk mempertahankan
pasar tersebut. Daya saing suatu
komoditas dapat diukur atas
perbandingan pangsa pasar (market share) komoditi tersebut pada kondisi pasar yang tetap. Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditas untuk memberikan keuntungan secara terus-menerus dan kemampuan memperbaiki pangsa pasar (market share).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan daya saing kopi pada negara-negara produsen utama kopi dunia.
TINJAUAN PUSTAKA
Perdagangan Internasional
sebagai perdagangan antar lalu lintas negarayang mencakup ekspor dan impor.
Perdagangan Internasional dibagi
menjadi dua kategori, yaitu perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa.
Perdagangan jasa antara lain terdiri dari: biaya transportasi, perjalanan (travel),
asuransi, pembayaran bunga, dan
remittance seperti gaji Tenaga Kerja
Indonesia (TKI)di luar negeri dan
pemakaian jasa konsultan asing di Indonesia serta fee atau royalty teknologi (lisensi) (Tambunan, 2004).
Perdagangan Internasional
mengkaji tentang saling ketergantungan antar negara. Ilmu ini menganalisa arus
barang, jasa, dan
pembayaran-pembayaran antara sebuah negara dan negara-negara lain di dunia, kebijakan yang diarahkan pada pengaturan arus ini, serta pengaruhnya pada kesejahteraan negara. Hal tersebut dipengaruhi dan mempengaruhi hubungan politik,
sosial-budaya dan militer negara. Teori
perdagangan Internasional menganalisa
dasar terjadinya perdagangan
Internasional serta keuntungan yang
diperoleh dari perdagangan (Salvatore, 1997 dalam Marlinda, 2008).
Menurut Salvatore (1997) terdapat
berbagai keuntungan positif yang
diberikan oleh perdagangan Internasional bagi pertumbuhan ekonomi. Keuntungan-keuntungan tersebut adalah:
1. Perdagangan dapat meningkatkan
pendayagunaan sumber-sumber daya
domestik di suatu negara
berkembang. Dengan adanya
perdagangan Internasional sumber daya semula tidak terserap di pasar
domestik dapat diberdayakan,
sehingga meningkatkan efisiensi. 2. Melalui peningkatan ukuran pasar,
perdagangan Internasional juga dapat menciptakan pembagian kerja dan skala ekonomis (economies of scale) yang lebih tinggi.
3. Perdagangan Internasional juga
berfungsi sebagai wahana transmisi gagasan-gagasan baru, teknologi yang lebih baik, serta kecakapan manajerial dan bidang-bidang keahlian lainnya yang diperlukan bagi kegiatan bisnis.
ISSN : 1829 – 9822
107 4. Perdagangan antar negara juga
merangsang dan memudahkan
mengalirnya arus modal
Internasional dari negara maju ke negara berkembang.
5. Perdagangan Internasional
merupakan instrument yang efektif untuk mencegah monopoli karena
perdagangan pada dasarnya
merangsang peningkatan efisiensi
setiap produsen domestik agar
mampu menghadapi persaingan dari negara lain.
Sementara menurut Sukirno
(2004) perdagangan Internasional
mempunyai pengaruh yang cukup besar
bagi perekonomian Nasional. Jika
pendapatan nasional dengan pendekatan
pengeluaran (expenditure approach)
adalah: GNP = C + I + G + ( X – M ), dimana X adalah nilai ekspor dan M adalah nilai impor, maka:
Jika X – M > 0, maka X > M,
berarti negara tersebut
merupakan net exportpositif,
dapat dikatakan negara dengan posisi neraca pembayaran luar negeri surplus, sehingga GNP naik.
Jika X – M < 0, maka X < M,
berarti negara tersebut
merupakan net export negatif, dikatakan negara dengan posisi neraca pembayaran luar negeri defisit, sehingga GNP menurun. Semakin besar perubahan (X–M) maka semakin besar pula pengaruh ekonomi Internasional terhadap ekonomi
nasional suatu negara. Misalnya
kegiatan produksi domestik akan terpacu jika kegiatan ekspor dapat dilakukan,
sehingga akan mengakibatkan
pendapatan masyarakat meningkat. Perdagangan internasional sangat dibutuhkan oleh suatu negara, hal tersebut dikarenakan tidak ada satu negara pun yang dapat memenuhi sendiri kebutuhan rakyatnya.Perdagangan ini
sesuai dengan hukum yang
diperkenalkan oleh David Ricardo yaitu Law Comparatif Advantage (Hukum Keunggulan Komparatif). Hukum ini menyatakan bahwa suatu negara masih memperoleh suatu keuntungan apabila
melakukan ekspor komoditas yang
mempunyai kerugian absolut yang lebih kecil walaupun negara tersebut kurang
efesien dalam memproduksi suatu
komoditas (kerugian absolut). Sehingga dari komoditas tersebut negara memiliki keunggulan komparatif (Salvatore, 1997).
David Ricardo mendasarkan
hukum keunggulan komparatifnya pada sejumlah asumsi yang disederhanakan, yaitu: 1).Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, 2).Perdagangan bersifat bebas, 3).Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara,
4).Biaya produksi konstan, 5).Tidak
terdapat biaya transportasi, 6).Tidak ada perubahan teknologi dan 7).Menggunakan teori nilai tenaga kerja. Asumsi satu sampai dengan enam dapat diterima dengan mudah, tetapi asumsi tujuh (teori nilai tenaga kerja) tidak berlaku dan
seharusnya tidak digunakan untuk
menjelaskan keunggulan komparatif
(Marlinda, 2008).
Teori Comparative Advantage
yang dikemukakan oleh David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja (theory of labor value) yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksi satu unit barang (MC = Px). Teori ini memberikan
pemahaman bahwa suatu negara
akanmemperoleh manfaat dari
perdagangan internasional (gain from trade) jika melakukan spesialisasi
produksi. Hal ini mengindikasikan,
apabila suatu negara dapat melakukan ekspor barang berarti negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien dibandingkan negara lain. Sedangkan jika melakukan impor barang, maka negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak
ISSN : 1829 – 9822
108
efisien dibandingkan dengan negara lain (Rifai dan Tarumun, 2005).
Keunggulan kompetitif adalah suatu indikator secara privat, dimana didasarkan pada suatu harga pasar komoditi tersebut atau nilai uang yang berlaku saat itu pada suatu negara. Suatu
kiat yang digunakan untuk
meningkatkan produktivitas sumberdaya yang digunakan merupakan suatu cara untuk mempertahankan dan mencapai keunggulan kompetitif. Apabila suatu komoditas tidak memiliki keunggulan kompetitif, hal ini diperkirakan disuatu negara penghasil komoditas tersebut terjadi distorsi pasar atau terjadi kerugian oleh produsen akibat adanya suatu hambatan (Pearson, et al, 2005).
Suatu perusahaan dapat dikatakan mempunyai suatu keunggulan kompetitif
ketika perusahaan tersebut mampu
melakukan sesuatu yang tidak mampu
dilakukan perusahaan lain atau
mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki oleh pesaing (Kuncoro, 2008). Menurut
Mangkuprawira (2007), menyatakan
bahwa sekurang-kurangnya terdapat dua prinsip pokok yang harus dimiliki suatu perusahaan untuk meraih keunggulan kompetitif yaitu adanya nilai pandang pelanggan/konsumen dan keunikan dari suatu produk.
Daya saing merupakan
kemampuan suatu komoditas untuk memberikan keuntungan secara terus-menerus dan kemampuan memperbaiki pangsa pasar (market share). Oleh sebab
itu pengukuran daya saing dapat
dilakukan dengan pendekatan
keuntungan dan pangsa pasar.
Sedangkan untuk mengetahui
keunggulan kompetitif atau daya saing ekspor di pasar dunia dari suatu negara relatif terhadap negara pesaingnya, dapat digunakan model analisis Pangsa Pasar Konstant atau Analisis Constant Market Share (CMSA). Model analisis tersebut akan mengukur dinamika tingkat daya saing ekspor yang menggambarkan efek
pertumbuhan ekspor, sehingga dapat diketahui apakah ekspor suatu komoditas mengalami peningkatan (expansion) atau penurunan (contraction) di pasaran dunia yang didasarkan pada pangsa pasar periode sebelumnya (Rifai dan Tarumun, 2005).
Saat ini berbagai penentu utama daya saing ekspor Indonesia dengan mengandalkan faktor-faktor keunggulan komperatif, terutama daya saing harga, seperti upah buruh murah dan sumber daya alam berlimpah sehingga murah biaya pengadaannya. Namun, dalam era perdagangan bebas keunggulan kompetitif juga dibutuhkan dalam penentuan daya saing (Tambunan, 2004). Analisis daya
saing dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode
pendekatan sebagai berikut:
1. Revealed Comparative Advantage
(RCA)
2. Indeks Spesialisasi Perdagangan
(ISP)
3. Rasio Akselerasi (RA)
4. Analisis Constant Market Share (CMSA)
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder yaitu berupa data time series selama 12 tahun yaitu tahun 2001-2012. Data sekunder yang dikumpulkan untuk penelitian ini yaitu data statistik: data produksi, data luas lahan, data ekspor dan impor kopi Indonesia dan negara pesaing yaitu Brazil, Vietnam dan Kolombia. Pengumpulan data sekunder bersumber dari hasil publikasi ataupun data yang dikeluarkan oleh pihak-pihak terkait, seperti Badan
Pusat Statistik (BPS), Departemen
Pertanian, Direktorat Jendral Perkebunan, International Coffee Organization (ICO), Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), Food and Agriculture Organization (FAO), International Trade Statistic (ITS), United Nations Trade
ISSN : 1829 – 9822
109 Statistic (UN Comtrade) serta
sumber-sumber publikasi lainnya yang terkait. Untuk melihat kemampuan daya saing dan keunggulan komparatif kopi Indonesia maka pada penelitian ini digunakan metode RevealedComparative Advantage (RCA) dan metode Analisis Constant Market Share (CMSA). Melalui kedua analisis tersebut dapat diketahui kemampuan daya saing.
RCA merupakan alat analisis yang membandingkan pangsa pasar ekspor sektor tertentu suatu negara dengan pangsa pasar sektor tertentu negara lainnya yang menunjukkan daya saing industri suatu negara. Dalam penelitian ini digunakan tiga negera
sebagai pembanding keunggulan
komparatif dari kopi Indonesia di pasar internasional. Ketiga negara tersebut diantaranya adalah Brazil, Vietnam dan
Kolombia. Formula RCA dapat
dirumuskan sebagai berikut.
t i ti i i XW XWO X XO RCA Dimana :
XOi =nilai ekspor kopi negara i (US$) Xti = nilai total ekspor negara i (US$) XWOi=nilai ekspor kopi dunia (US$) XWt = nilai total ekspor dunia (US$)
Apabila nilai RCA produk suatu negara lebih besar dari satu (>1), maka negara tersebut memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing kuat pada produk tersebut. Apabila nilai RCA kurang dari satu (<1), maka negara tersebut tidak memiliki keunggulan
komparatif dalam produk atau
mempunyai daya saing yang lemah. CMSA atau analisis pangsa pasar konstan digunakan untuk mengukur dinamika tingkat daya saing suatu industri dari suatu negara dan efek yang
paling mempengaruhinya. Untuk
menganalisis tingkat daya saing kopi
Indonesia pertahun dan distribusi
pertumbuhannya berdasarkan empat efek
yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Tambunan, 2004).
Pertumbuhan Standar 𝐸(𝑡)−𝐸(𝑡−1) 𝐸(𝑡−1) = r Pengaruh Komposisi ∑ (𝑟𝑖 𝑖−𝑟)𝐸𝑖(𝑡−1) 𝐸(𝑡−1)
Pengaruh distribusi pasar ∑ ∑ (𝑟𝑖 𝑗 𝑖𝑗−𝑟𝑖)𝐸𝑖𝑗(𝑡−1) 𝐸(𝑡−1) Daya Saing ∑ ∑ (𝐸𝑖 𝑗 𝑖𝑗(𝑡)−𝐸𝑖𝑗(𝑡−1)−𝑟𝑖𝑗𝐸𝑖𝑗(𝑡−1) 𝐸(𝑡−1) * ri = 𝐸(𝑡)𝑖𝐸−𝐸(𝑡−1)𝑖 (𝑡−1)𝑖 ** rij = 𝐸𝑖𝑗(𝑡)𝐸−𝐸𝑖𝑗(𝑡−1) 𝑖𝑗(𝑡−1) Dimana :
E(t) = nilai ekspor dunia untuk semua komoditi tahun t (US$)
E(t-1) = nilai total ekspor dunia untuk semua komoditi tahun t-1 (US$)
r = Pertumbuhan standar (semua
komoditi) (US$)
ri =Pertumbuhan standar komoditi
kopi (US$)
rij =Pertumbuhan standar komoditi
kopi di negara j (US$)
Ei(t) =Ekspor komoditi kopi Indonesia tahun t (US$)
Ei(t-1) =Ekspor komoditi kopi Indonesia tahun t-1 (US$)
Eij(t) = Ekspor komoditi kopi dari negara Indonesia ke negara tujuan padatahun t (US$)
Eij(t-1) = Ekspor komoditi kopi dari negara Indonesia ke negara tujuan pada tahun t-1 (US$)
Formulasi pengukuran daya saing dengan CMSA menjelaskan dinamika
tingkat daya saing ekspor yang
menggambarkan efek pertumbuhan ekspor, sehingga dapat diketahui apakah ekspor suatu komoditas mengalami peningkatan (expansions) atau penurunan (contraction) di pasaran dunia. Keempatkomponen diatas dapat dianalisis sebagai berikut:
ISSN : 1829 – 9822
110
a) Efek pertumbuhan standar
menggambarkan pertumbuhan ekspor kopi suatu negara yang disebabkan oleh peningkatan impor kopi dunia. b) Efek komposisi terkait dengan minat
pasar dunia terhadap barang yang bersangkutan.
c) Efek distribusi pasar menggambarkan pertumbuhan ekspor kopi dipengaruhi oleh kemampuan suatu negara dalam memasarkan komoditi kopi ke pasar yang memiliki permintaan yang tinggi. d) Efek daya saing menggambarkan daya
saing ekspor kopi suatu negara yang
tidak diakibatkan oleh efek
pertumbuhan standar, efek komposisi dan distribusi pasar, akan tetapi karena daya saing akibat keunggulan mutu produk atau harga negara eksportir.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Hasil perhitungan nilai indeks RCA negara Brazil, Vietnam, Kolombia dan Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1berikut:
Gambar 1. Hasil Analisis RCA
Sumber : Data Olahan
Kolombia dan Indonesia memiliki nilai yang positif atau lebih dari nilai +1. Hal ini berarti keempat negara memiliki keunggulan komparatif selama periode tahun 2001-2012. Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat Indonesia, Brazil dan Vietnam memiliki nilai RCA yang jauh
berbeda dengan Kolombia. Selama
periode 2001-2012, berdasarkan hasil analisis RCA dari keempat negara produsen peringkat daya saing tertinggi diduduki oleh Kolombia dengan rata-rata RCA sebesar 64,31, peringkat kedua
diduduki oleh Vietnam dengan nilai rata-rata RCA sebesar 30,07, peringkat ketiga diduduki oleh Brazil dengan nilai rata-rata RCA sebesar 23,74 dan peringkat keempat diduduki oleh Indonesia dengan nilai rata-rata RCA sebesar 5,46. Rendahnya nilai RCA Indonesia, Brazil dan Vietnam disebabkan tingginya jumlah total ekspor semua komoditas Indonesia, Brazil dan Vietnam secara keseluruhan dibandingkan dengan jumlah total ekspor untuk semua komoditas Kolombia.
Nilai RCA Brazil selama periode tahun 2001-2012 relatif stabil namun cenderung mengalami penurunan. Tahun 2012, nilai RCA Brazil mengalami penurunan hingga mencapai 17,89 yang merupakan nilai RCA terendah selama periode 12 tahun terakhir. Hal tersebut
dikarenakan semakin pesatnya
perkembangan nilai total ekspor untuk semua komoditas Brazil dibandingkan dengan perkembangan nilai ekspor kopi Brazil pada tahun tersebut.Selain itu, dipicu adanya krisis kopi di pasar dunia dan bencana kekeringanyang tidak stabil turut berperan dalam lambatnya perkembangan ekspor kopi Brazil untuk sektor yang lain.
Nilai RCA Vietnam selama periode tahun 2001-2012 mengalami fluktuasi yang signifikan namun cenderung menurun.
Tahun 2011, nilai RCA Vietnam
mengalami penurunan hingga mencapai 19,42 yang merupakan nilai RCA terendah selama periode 12 tahun terakhir. Hal tersebut dikarenakan semakin pesatnya perkembangan nilai total ekspor untuk semua komoditas Vietnam dibandingkan dengan perkembangan nilai ekspor kopi Vietnam pada tahun tersebut.
Nilai RCA Kolombia selama
periode tahun 2001-2012 mengalami
fluktuasi penurunan yang cukup signifikan.
Tahun 2012, nilai RCA Kolombia
mengalami penurunan hingga mencapai 24,03 yang merupakan nilai RCA terendah selama periode 12 tahun terakhir. Hal tersebut dikarenakan semakin pesatnya perkembangan nilai total ekspor untuk
ISSN : 1829 – 9822
111 semua komoditas Kolombia dibandingkan
dengan perkembangan nilai ekspor kopi Kolombia pada tahun tersebut.
Nilai RCA Indonesia selama periode tahun 2001-2012 lebih rendah dibandingkan dengan negara Brazil. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan nilai ekspor kopi yang tidak dibarengi dengan pertumbuhan nilai total ekspor untuk semua komoditas Indonesia.Pada tahun 2008, nilai RCA Indonesia mencapai nilai yang tertinggi yaitu sebesar 7,51.Namun pada tahun 2011, nilai RCA Indonesia mengalami penurunan hingga mencapai 3,50 yang merupakan nilai RCA terendah selama periode 12 tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh nilai total ekspor semua
komoditas Indonesia mengalami
penurunan secara drastis sedangkan nilai
ekspor kopi Indonesia mengalami
peningkatan.
Peningkatan nilai ekspor kopi tersebut disebabkan oleh bertambahnya volume ekspor kopi Indonesia akibat turunnya tingkat konsumsi dalam negeri pada tahun tersebut dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, penurunan nilai RCA disebabkan oleh dari kebijakan
pemerintah Indonesia yang
memberlakukan biaya ekspor yang tinggi untuk komoditi kopi (Kemendag, 2014).
Dari indeks RCA ini, kita dapat melihat bahwa kopi Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang relatif stabil
dibandingkan negara Brazilyang
merupakan negara produsen kopi terbesar pertama di pasar dunia, dimana bila dilihat dari potensi alamnya, areal lahan kopi Indonesia relatif luas dengan kondisi iklim yang mendukung. Namun dari sisi tenaga kerja, rata-rata usahatani kopi diusahakan oleh rakyat dengan kualitas tenaga kerja yang rendah akibatkurangnya
perhatian dari pemerintah sehingga
menyebabkan petani masih menggunakan teknik tradisional dalam pengusahaan kopi.
Sedangkan dari teknologi, menurut
Kemenperin (2013) permasalahan
perkopian di Indonesia masih seputar pengadaan kualitas bahan baku dan penerapan teknologi pengolahan kopi itu sendiri. Hal itu disebabkan perkebunan kopi di Indonesia masih didominasi oleh perkebunan rakyat. Berdasarkan data 2006 mencapai 96% (1,21 juta ha dari total 1,26 juta ha), maka masalah pengetahuan, penanganan pasca panen masih merupakan kendala yang serius. Petani menangani pasca panen masih secara tradisional. Akibatnya, mutu kopi sebagai bahan baku pada industri pengolahan kopi relatif rendah, atau paling tidak sulit diharapkan kekonsistenan kualitas. Selain itu, masalah yang dihadapi adalah tingginya biaya transportasi di Indonesia, yang berdampak kepada tingginya harga jual produk kopiIndonesia, khususnya untuk pemasaran ke luar negeri. Sehingga kopi Indonesia kalah bersaing dengan harga kopi dari Vietnam pada tingkat kualitas kopi yang sama.
Analisis selanjutnya adalah analisis CMSA. Berikut hasil perhitungan CMSA:
Tabel 1.
Analisis Constant Market Share (CMSA) kopi Brazil, Vietnam, Kolombia dan Indonesia, tahun
2001-2012
Sumber : Data Olahan
Pembahasan
Berdasarkan hasil CMSA
menunjukkan bahwa kemampuan Indonesia dalam daya saing kopi dipengaruhi oleh efek pertumbuhan standar. Rata-rata nilai pertumbuhan standar selama periode tahun 2001-2012 menunjukkan nilai yang positif kecuali pada tahun 2001, 2009 dan 2012,
ISSN : 1829 – 9822
112
namun tidak berpengaruh secara
signifikan. Hal ini berarti pertumbuhan ekspor kopi Indonesia dipengaruhi oleh pertumbuhan impor kopi dunia.
Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin meningkatnya penawarankopi di pasar dunia terhadap kopi Indonesia dimana kopi Indonesia merupakan bahan
utama yang penting bagi negara
pengimpor untuk bahan baku industri dalam pembuatan makanan dan minuman
bagi restoran-restoran di negara
pengimpor. Namun pada tahun 2001, 2009 dan 2012 nilai efek pertumbuhan standar kopi Indonesia menunjukkan nilai negatif yaitu sebesar 0,093, 0,150 dan
-0,066. Hal ini disebabkan oleh
menurunnya nilai ekspor kopi dari tahun sebelumnya.
Pada efek komposisi kopi
Indonesia cenderung menunjukkan nilai yang positif selama periode 2001-2012, kecuali pada tahun 2001 dan 2010. Hal ini menunjukkan bahwa kopi Indonesia cukup diminati pasar dunia akibat kopi Indonesia memiliki keunggulan tersendiri yaitu cita rasa (speciality) dan aroma khas yang tidak dimiliki negara produsen kopi lain dan brandkopi Indonesia yang sudah lama dikenal lama oleh negara importir terutama kopi Luwak (kopi termahal di dunia), kopi Gayo asal D.I Aceh, kopi Toraja asal Sulawesi Selatan, kopi Flores asal Nusa Tenggara Timur, kopi Wamena asal Pegunungan Jayawijaya dan kopi lainnya (Kementerian Pertanian Indonesia, 2013). Sedangkan nilai negatif tersebut disebabkan oleh rendahnya mutu kopi Indonesia akibat petani kopi Indonesia masih menggunakan teknik budidaya dan penanganan pasca panen yang masih tradisional.Selain itu, nilai positif tersebut disebabkan oleh pertumbuhan nilai ekspor kopi dunia yang lebih cepat dari pertumbuhan nilai ekspor dunia. Hal ini menunjukkan bahwa kopi Indonesia diminati oleh pasar dunia pada tahun
tersebut akibat mulai membaiknya
kualitas kopi Indonesia pada tahun-tahun
tersebut.
Efek distribusi pasar kopi Indonesia
selama periode 2001-2012 rata-rata
memiliki nilai yang positif dan berpengaruh secara signifikan. Hal ini menunjukkan kemampuan ekspor kopi Indonesia yang cukup baik dalam memasarkan kopi ke pasar yang memiliki permintaan yang tinggipada tahun tersebut. Namun pada tahun 2001 nilai efek distribusi pasar kopi Indonesia menunjukkan nilai negatif. Nilai
negatif tersebut disebabkan oleh
melambatnya kemampuan ekspor kopi Indonesia dalam memasarkan produksi kopi ke negara-negara importir kopi seperti negara Amerika Serikat, Jepang, Jerman, dan Italia pada tahun tersebut. Selain itu, penyebabnya dapat dilihat dari kinerja Indonesia yang masih tertinggal dari negara
pesaing yaitu Brazil, Vietnam dan
Kolombia.
Proses perizinan yang masih rumit dan tergolong lambat dibandingkan negara pesaing oleh pengusaha atau petani kopi di Indonesia dengan biaya yang relatif mahal menyebabkan petani atau pengusaha kopi Indonesia terlambat dalam melakukan ekspor ke negara importir, sehingga negara importir lebih memilih melakukan impor dari negara lain seperti Brazil, Vietnam dan Kolombia dengan jumlah yang banyak dibandingkan kopi Indonesia, sehingga hal
ini mempengaruhi daya saing kopi
Indonesia dari segi distribusi pasar. Sedangkan nilai distribusi pasar 1,844 pada tahun 2009 berpengaruh terhadap daya saing ekspor kopi Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2009, Indonesia sangat mampu memasarkan ekspor kopi ke negara importir tetapdan mampu membuka pasar baru seperti Polandia, Malaysia, Inggris dan Belgia yang juga memiliki permintaan yang tinggi terhadap kopi Indonesia.
Hasil analisis CMSA pada
Indonesia menunjukkan bahwa kemampuan Indonesia dalam daya saing ekspor kopi
lebih banyak dipengaruhi oleh efek
ISSN : 1829 – 9822
113 bahwa kemampuan ekspor kopi Indonesia
yang cukup baik dalam memasarkan kopi ke pasar yang memiliki permintaan yang tinggi pada negara importir kopi dunia. Peningkatan permintaan ekspor kopi yang terjadi di negara Brazil, Vietnam dan Kolombia juga mempengaruhi terhadap permintaan kopi Indonesia pada negara-negara importir kopidi pasar dunia lainnya.
Sebagai pembanding dari hasil analisis CMSA pada Tabel 1, pada tahun 2001-2012 Brazil sebagai produsen kopi terbesar di dunia memiliki kemampuan daya saing ekspor kopi lebih banyak
dipengaruhi oleh efek pertumbuhan
standar dalam pertumbuhan ekspornya. Hal itu ditunjukkan dengan nilai rata-rata efek pertumbuhan standaryang positif dan
menunjukkan bahwa terjadinya
peningkatan ekspor kopi akibat tingginya permintaan impor kopi dunia.
Negara pembanding berikutnya adalah Vietnam, dari keempat negara
pembanding, Vietnam memiliki
pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekspor dunia. Berdasarkan analisis CMSA yang paling mempengaruhi daya saing kopi asal
Vietnam adalah efek pertumbuhan
standar, yang ditunjukkan dengan
meningkatnya pertumbuhan ekspor negara
pengekspor karena meningkatnya
pertumbuhan impor oleh negara importir kopi dunia. Hal itu dilihat dari nilai efek
pertumbuhan standar yang rata-rata
bernilai positif.
Pada negara pembanding terakhir
yaituKolombia,berdasarkan analisis
CMSA, yang paling mempengaruhi daya saing kopi asal Kolombia adalah efek pertumbuhan standar dan efek distribusi. Efek pertumbuhan standar ditunjukkan
dengan meningkatnya pertumbuhan
ekspor negara pengekspor karena
peningkatan pertumbuhan impor oleh negara importir kopi dunia. Hal itu dilihat dari nilai efek pertumbuhan standar yang rata-rata bernilai positif, walaupun terjadi
perubahan nilai negatif pada tahun 2001, 2002 dan 2009. Sedangkan pada efek distribusi pasar, jika dibandingkan dengan
Indonesia kopi Kolombia memiliki
kemampuan yang lebih rendah dalam memperluas pasar ekspornya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis Revealed
Comparative Advantage (RCA), Brazil, Vietnam, Kolombia dan Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi kopi yang ditunjukkan dengan nilai RCA yang bernilai positif selama periode 2001-2012. Kolombia memiliki nilai RCA paling besar, Vietnam diperingkat kedua dan Brazil diperingkat ketiga dan Indonesia diperingkat keempat.
Hasil Analisis Constant Market Share (CMSA) menunjukkan bahwa yang paling mempengaruhi daya saing Indonesia adalah efek distribusi pasar. Hal tersebut adalah ditunjukkan oleh rata-rata nilai distribusi pasar selama periode 2001-2012 menunjukkan nilai yang positif, dimana hal ini menunjukkan bahwa kemampuan ekspor kopi Indonesia yang cukup baik dalam memasarkan kopi ke pasar yang memiliki permintaan yang tinggi pada negara importir kopi dunia.
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai perkembangan kopi Indonesia baik dari segi mutu, sehingga dapat memberikan masukan kepada pemerintah untuk mengambil kebijakan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), 2013. Ekspor
Kopi.
http://www.aeki-aice.org/page/ekspor/id. Diakses pada tanggal 10 Desember 2014. Fitriana, N. 2014. Analisis Daya Saing
Ekspor Biji Kakao (Cocoa Beans) Indonesia di Pasar Internasional.
ISSN : 1829 – 9822
114
Universitas Riau, Pekanbaru.
(Tidak dipublikasikan).
Hagi. 2012. Analisis Daya Saing Ekspor
Minyak Sawit Indonesia dan
Malaysia di Pasar Internasional.
Skripsi Fakultas Pertanian,
Universitas Riau, Pekanbaru.
(Tidak dipublikasikan).
Hardiansyah, Agung. 2015. Analisis Daya Saing Ekspor LadaIndonesia di
Pasar Internasional. Skripsi
Fakultas Pertanian, Universitas
Riau, Pekanbaru. (Tidak
dipublikasikan).
Hutabarat, Budiman.2003. Kondisi Pasar Dunia dan Dampaknya Terhadap
Kinerja Industri Perkopian
Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
Ilyas, R, 1991. Analisis Permintaan Luar Negeri Terhadap Kopi Indonesia. Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
International Trade Statistics. Detail trade
data
2001-2012.http://www.trademap.org/Bil
ateral_TS.aspx. Diakses pada
tanggal 16Januari 2013.
International Coffee Organization. 2013.
Coffee Statistics 2001-2012.
http://www.ico.org. Diakses
tanggal 28 februari 2014.
Kementerian Perdagangan Indonesia.
2014. Promosi Perdagangan dan
Penigkatan Konsumsi Kopi
Nasional.
http://www.kemendag.go.id.Diaks es pada tanggal 25 Oktober 2014.
Kementerian Perdagangan Indonesia.
2014. Promosi Perdagangan dan
Penigkatan Konsumsi Kopi
Nasional.
http://www.kemendag.go.id.Diakses pada tanggal 25 Oktober 2014. Kementerian Pertanian Indonesia. 2013.
Pengolahan Kopi Jadi Industri Prioritas.
http://www.kemenperin.go.id/artikel
/6620/Pengolahan-Kopi-Jadi-Industri-Prioritas. Diakses pada tanggal 25 Februari 2014.
Kuncoro, M. 2008. Strategi : Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif?. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Mangkuprawira, S. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Bogor. Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor. Marlinda, B. 2008. Analisis Daya Saing
Lada Indonesia di Pasar
Internasional. Skripsi Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Tidak dipublikasikan). Pearson, R. Scott., Gotsch, Carl dan Bahri,
Sjaiful. 2005. Aplikasi Policy Analysis Matrix Pada Pertanian Indonesia. Penerbit Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Rifai, A dan Tarumun, S. 2005.
Perdagangan Internasional. Penerbit Unri Press. Pekanbaru.
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Sukirno, Sadono. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar. Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Tambunan, T. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor.
UN COMTRADE Statistic, 2013. Data
Trade Statistic.
http://comtrade.un.org/data/.
Diakses pada tanggal 20Desember 2014