• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR ANALISIS PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN KALIBRASI SISTEM NAVIGASI UDARA INSTRUMENT LANDING SYSTEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS AKHIR ANALISIS PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN KALIBRASI SISTEM NAVIGASI UDARA INSTRUMENT LANDING SYSTEM"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISIS PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN KALIBRASI SISTEM NAVIGASI UDARA

INSTRUMENT LANDING SYSTEM

Diajukan Untuk Salah Satu Syarat Guna Menyelesaikan Program Starata Satu (S1) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri

Diajukan oleh: Nama : Irfan Afriansyah

Nim : 01401-036

PEMINATAN TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS MERCU BUANA

JAKARTA

2008

(2)

ii

ANALISIS PERSIAPAN DAN PELAKASAAN KALIBRASI SISTEM NAVIGASI UDARA

INSTRUMENT LANDING SYSTEM

Disusun Oleh :

Nama : Irfan Afriansyah

NIM : 01401 – 036

Peminatan : Telekomunikasi

Program Studi : Teknik Elektro

Disetujui dan disahkan oleh :

Koordinator Tugas Akhir Pembimbing Tugas Akhir

( Yudhi Gunardi, ST. MT ) ( Ir. A. Y. Syauki, MBAT )

Ketua Jurusan Teknik Elektro

(3)

i

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Irfan Afriansyah NIM : 01401 – 036 Fakultas : Teknologi Industri Jurusan : Teknik Elektro

Judul Skripsi : ANALISIS PERSIAPAN DAN PELAKASAAN KALIBRASI SISTEM NAVIGASI UDARA INSTRUMENT LANDING SISTEM

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggung jawabkannya sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mercu Buana.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak di paksakan.

Jakarta, Agustus 2008

(4)

iii

Sejalan dengan kemajuan di era globalisasi saat ini, mobilitas manusia yang semakin tinggi menyebabkan semakin padatnya lalu lintas transportasi didarat, laut maupun udara. khusus untuk transportasi udara, semakin tingginya jumlah dan frekuensi pergerakan pesawat terbang dibutuhkan alat-alat bantu penerbangan, salah satunya adalah ILS (Instrumen Landing System).

ILS adalah sebuah alat bantu pendaratan yang berfungsi untuk memberikan panduan secara akurat pada garis tengah landasan , sudut landasan dan informasi jarak kepada penerbang dalam melakukan pendaratan di segala kondisi cuaca.

Pada jarak yang telah ditentukan dari landasan, pesawat akan di pandu oleh ILS yang memberitahukan kepada penerbang agar bersiap melakukan proses pendaratan. ILS akan memancarkan sinyal Localizer saat pesawat berada pada jarak 25 Nautical miles untuk menunjukan posisi pesawat terhadap Center Line Runway, dan saat pesawat berada pada jarak 10 Nautical miles ILS akan memancarkan sinyal Glide Path untuk memberitahukan sudut pendaratan dengan 30 dari permukaan tanah.

Sedemikian pentingnya fungsi ILS sebagai alat bantu pendaratan, maka diperlukannya pengecekan atau kalibrasi secara periodik agar ILS berfungsi sebagaimana mestinya sesuai dengan toleransi yang telah ditetapkan bersama (internasional).

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini bedasarkan hasil studi dengan pembahasan “ Analisa Persiapan Dan Pelaksaan Kalibrasi Sistem Navigasi Udara Instrument Landing System“ hingga selesai.

Adapun tujuan penulisan laporan akhir ini adalah untuk memenuhi syarat untuk kelulusan pada program strata satu (S1) Teknik Elektro Universitas Mercu Buana. Dan penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Selama penulisan laporan tugas akhir ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan yang sangat berarti dari berbagi pihak secara langsung mupun tidak langsung kepada penulis untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih khususnya kapada:

1. Bapak, Ir. A Y Syauki, MBAT, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro khususnya Peminatan Teknik Telekomunikasi Universitas Mercu Buana.

2. Bapak Ir.Budi Yanto husodo, Msc, Selaku Ketua Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana .

3. Bapak Ir. Yudi Gunardi, MT, Selaku Koordinator Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana .

4. Kedua Orang Tua Tercinta terima kasih yang selalu memberikan materil, dukungan, semangat, dan doa kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

(6)

v tergantikan.

5. Untuk yang tersayang Pretty Ariestawati terimakasih atas dukungan dan semangatnya yang telah menemani penulisdalam mnyelesaikan skripsi ini. 6. Ilham, Irda, Ichwan, dan ke 6 (sisi, abdu, alya, najwa, baby kcl, yassin)

keponakan ku yang lucu-lucu, serta kaka ipar ku (rahma) terimaka untuk dukungan dan support yang telah diberikan kepada penulis.

7. Terima kasih untuk Bpk Asnan dan Ibu Nanik (calon mertua) yang telah mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis.

8. Bapak, D. Yusuf Aminudin, Selaku Inspektor Penerbangan Kalibrasi dan Segenap Karyawan / i BALAI KALIBRASI FASILITAS PENERBANGAN yang telah memberikan bantuan moral maupun materia sehingga tersusunnya Tugas Akhir ini.

9. Teman-teman Comunitas Angk. 2001 Telkom(Ageng, Irwansyah G, Teguh, Reynol, Fatah,Bangun,Dedi,IrvanRosya,Ulung,Vina,Dina,Adel)dan Sahabatku tercinta Ichwan, Herry, Aditya, Apendi, Bayu, Tika, Ariyadi, Lely, Difa, Faisal, Bambang, Masrokan, Rusli, Nurdin, Irma, Eko, Serta rekan-rekan FTI universitas Mercu Buana Jakarta.

10. Serta semua Pihak yang telah membantu dalam Penyusunan Tugas Akhir ini hingga selesai yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.

Semoga amal dan Ibadah serta segala bantuan yang diberikan tersebut mendapatkan pahala yang setimpal dari Allah SWT .

(7)

vi

Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan Tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kemajuan dan perkembangan bagi Teknik Elektro khususnya peminatan Teknik Telekomunikasi

Jakarta , 14 Agustus 2008 Irfan Afriansyah

(8)

vii halaman LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1.2 Permasalahan ... 1.3 Metode Penelitian... 1.4 Tujuan... 1.5 Sistematika Penulisan...

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Instrument Landing Sistem... 2.2 Fungsi Sub Sistem Peralatan ILS ... 2.2.1 Localizer ... 2.2.2 Glide Path ... 2.2.3 Inner Marker ... 2.2.4 Middle Marker ... i ii iii iv vii x xi 1 2 3 3 3 5 5 5 14 16 16

(9)

viii

2.2.5 Outer Marker ... 2.2.6 DME ILS ... 2.3 Kategori Peralatan ILS ... 2.4 Standar Penempatan Peralatan ILS ... 2.4.1 Localizer ... 2.4.2 Glide Path ………...………. 2.4.3 Marker Beacon ………...………. 2.5 Penerbangan Kalibrasi ...

BAB III GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

3.1 Spesifikasi Peralatan ILS ... 3.2 Instrumen Untuk Perawatan Peralatan ILS ... 3.3 Pemeriksaan Peralatan Sebelum Pelaksanaan Kalibrasi Udara ………...

3.3.1 CSB Power Output ... 3.3.2 SBO Power ………... 3.3.3 MOD. Depth, Ident 1020 Hz ………... 3.3.4 Modulation Depth 90 / 150 ………. 3.3.5 Modulation Balance ………. 3.3.6 Audio Phasing ……….. 3.3.7 Ground Check ……….. 3.3.8 Monitor Level Dan Alarm Limit ………..

17 17 17 20 20 21 22 24 28 29 30 31 31 32 33 34 34 34 34

(10)

ix

3.3.10 DDM Level Dan Alarm Monitor Setting …….. 3.3.11 Witdh DDM Level Dan Alarm Monitor Setting 3.3.12 Modulation Depth Level Dan Alarm Setting … 3.3.13 Ident.Modulation Depth Level Dan Alarm ...… 3.3.14 Cable Fault Detector Frequency …...…………

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan Peralatan di Darat Sebelum Pelaksaan Kalibrasi Udara ... 4.1.1 Kalibrasi Localizer ... 4.1.1.1 Ceck Modulasi ... 4.1.1.2 Modulaton Balance ……… 4.1.1.3 Ident Modulation ……… 4.1.1.4 Crose Alignment ……… 4.1.1.5 Course Width ………. 4.1.1.6 Course Alarm ……… 4.1.1.7 Phasing ……….. 4.1.1.8 Coverage ……….... 4.1.2 Kalibrasi Glide Slope ………...

4.1.2.1 Ceck Modulation ……… 4.1.2.2 Check Width ……… 4.1.2.3 Angle ……….……. 35 36 37 37 38 39 39 39 40 40 40 41 41 41 42 42 42 42 43

(11)

x

4.1.3 Check Monitor ………...………. 4.1.3.1 Path Angel To Low Alarm ……….…… 4.1.3.2 Path Angel To High …...……… 4.1.3.3 Path Angel To Normal ……...…………

4.1.3.4 Path Width To Narrow Alarm …………. 4.1.3.5 Path Width To Wide Alarm ……… 4.1.3.6 Path Width To Normal ……… 4.1.3.7 Path Width To Wide Alarm Advanced ... 4.1.3.8 Path Width To Wide Alarm Retarded…... 4.1.3.9 Path Width To Normal ……… 4.1.3.10 Standbay Power ………. 4.1.3.11 Reduced Power ………. 4.1.3.12 RF Power Normal ... 4.1.4 Kalibrasi Marker Beacoan ... 4.2 Hasil Kalibrasi Udara ... 4.2.1 Untuk Peralatan Localizer ... 4.2.2 Untuk Peralatan Glide Slope ...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 5.2 Saran ... DAFTAR PUSTAKA Lampiran – Lampiran 43 43 43 43 44 44 44 44 44 45 45 45 45 45 45 47 49 50 50

(12)

xi

halaman Tabel 4.1. Hasil Kalibrasi Kinerja operasional Localizer ILS

Bandara Soekarna Hatta ... Tabel 4.2. Hasil Kalibrasi Kinerja operasional peralatan Glide

Slop ILS andara Soekarna Hatta ...

46

(13)

x

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2.1. Sainyal Pancaran Localizer ... Gambar 2.2. Pola pancaran CSB dan SBO pada Localizer ... Gambar 2.3. Proses pembentukan dominan 90 Hz pada Localizer ... Gambar 2.4. Hasil penjumlahan vektor CSB dan SBO ... Gambar 2.5. Daerah kritis dan sensitif pada Localizer ... Gambar 2.6. Sinyal pancaran dari Antena Glide Path ... Gambar 2.7. Sinyal pancaran CSB dan SBO Antena Glide Path ... Gambar 2.8. Sektor pancaran ILS ... Gambar 2.9. Zone ILS untuk kategori 1 ... Gambar 2.10. Zone ILS untuk kategori II dan III ... Gambar 2.11. Standar penempatan Localizer ... Gambar 2.12. Standar penempatan Glide Path ... Gambar 2.13. Standra penempatan Marker ...

6 8 9 10 11 14 15 18 19 20 21 22 23

(14)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Untuk menunjang keselamatan penerbangan, diperlukan fasilitas peralatan yang mampu memberikan informasi, tuntunan dan rambu-rambu sehngga pesawat terbang selamat sejak berangkat sampai dengan melakukan pendaratan. Agar resiko kegagalan pendaratan dapat diperkecil, diperlukan peralatan yang dapat memandu pesawat terbang melakukan pendaratan dengan benar dan selamat.

Instrument Landing Sistem (ILS) sebagai peralatan navigasi udara, berfungsi sebagai alat bantu dalam melakukan pendaratan agar tepat di landasan. ICAO mensyaratkan adanya pengujian atau kalibrasi terhadap peralatan ILS, kalibrasi peralatan ILS dilakukan atas kerjasama Laboratorium Udara dan teknisi yang menangani peralatan ILS, dengan kesepakatan teknis yang baku pada program-program pengujian yang akan dilaksanakan.

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sebagai regulator menerbitkan Prosedur Teknis Persiapan/Pelayanan Kalibrasi Udara, yang berisi ketentuan yang seharusnya dilakukan teknisi untuk melaksanakan program Kalibrasi Udara, namun tidak disertai dengan analisis teoritis. Hal ini berdampak kepada bertambahnya waktu untuk melaksanakan kalibrasi, yaitu saat hasil uji tidak menunjukkan nilai sesuai parameter yang seharusnya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis mengangkat topik tentang tidak adanya petunjuk analisis teoritis yang dapat digunakan sebagai acuan para teknisi, dalam pelaksanaan kalibrasi udara peralatan ILS.

(15)

2

1.2. Pokok Permasalahan

Agar pembahasan terfokus pada masalah yang diteliti, penulis membatasi permasalahan dari identifikasi masalah di atas khususnya dalam hal: Bagaimanakah analisis teoritis diperlukan oleh para teknisi bandara dalam pelaksanaan kalibrasi udara peralatan ILS?

1.3. Metode Penelitian

Metode yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi minor ini meliputi:

1. Kajian Literatur, yaitu dengan mempelajari buku-buku referensi tentang ILS.

2. Survei, yaitu dengan melakukan pengamatan terhadap operasional dan pelaksanaan kalibrasi udara peralatan ILS.

3. Diskusi, yaitu melakukan diskusi dan tanya jawab dengan teknisi yang merawat peralatan ILS di bandara Soekarno-Hatta.

1.4. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan judul yang dipilih, tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis secara sederhana, teori-teori dasar tentang ILS dalam kaitannya dengan persiapan dan pelaksanaan kalibrasi udara peralatan ILS di bandara Soekarno-Hatta.

(16)

1.5. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi uraian tentang latar belakang, pokok permasalahan, tujuan, kegunaan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan diuraikan teori-teori yang bersangkutan dengan pembahasan yang menunjang pemahaman teori tentang ILS.

BAB III : PERSIAPAN KALIBRASI

Bab ini berisi tentang Spesifikasi Peralatan ILS, Instrumen Untuk Perawatan Peralatan ILS dan Pemeriksaan Peralatan Sebelum Pelaksanaan Kalibrasi Udara.

BAB IV : PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang analisis cara kerja peralatan ILS yang diteliti.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

(17)

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Instrument Landing System

Peralatan ILS merupakan alat bantu pendaratan yang berfungsi untuk memberikan panduan secara akurat pada garis tengah landasan, sudut pendaratan dan memberikan informasi jarak kepada penerbang untuk melakukan pendaratan dalam segala kondisi cuaca.1

Terdapat dua konfigurasi peralatan ILS.2 Konfigurasi pertama adalah peralatan yang terdiri dari: Localizer, Glide Path, Inner Marker, Middle Marker dan Outer Marker. Konfigurasi kedua adalah peralatan ILS yang terdiri dari: Localizer, Glide Path, Inner Marker, Middle Marker dan DME. Untuk kondisi di Indonesia, peralatan Inner Marker jarang digunakan, sedang peralatan Outer marker dapat digantikan dengan peralatan DME ILS dan penempatan peralatan DME ILS satu gedung (collocated) dengan peralatan Glide Path sehingga lebih mudah dalam perawatan.

2.2. Fungsi Sub Sistem Peralatan ILS a. Localizer

Sub sistem peralatan ILS yang berfungsi untuk memberikan sinyal panduan pendaratan diperpanjangan as landasan (center line runway). Jangkauan pancaran

1

TCC ILS Handbook, Subdit Fas.Bantu Pendaratan – DitFaslektrik 2002, hal.1

2

Training Manual ILS Equipment - FAA Academy 1982, p.3-chapter 1 4

(18)

(coverage) mencapai 25 Nautical Miles (45 Km), frekuensi kerja VHF dengan range frekuensi 108 MHz – 112 Mhz. Localizer memancarkan frekuensi carrier (CSB / Carrier Side Band) yang dimodulasikan dengan sinyal panduan 90 Hz dan 150 Hz ( SBO / Side Band Only).

Antena Localizer merupakan suatu antena LPDA (Log Periodic Dipole

Antena) beserta reflektor disusun sedemikian rupa sehingga pola pancaran CSB

mempunyai spektrum yang sama, baik di sektor kiri dan sektor kanan serta garis tengah landasan pacu hingga perpanjangannya. Sedangkan sinyal SBO komposisinya tidak sama, yaitu sinyal 90 Hz dominan pada sektor kiri landasan, sedangkan sinyal 150 Hz dominan sektor kanan landasan.3 Seperti disebutkan dalam Dokumen Annex 10 yang tertulis sebagai berikut:

“When an observer faces the localizer from the approach end of runway, the

depth of modulation of the radio frecuency carrier due to the 150 Hz tone shall predominant on his right hand and that due to the 90 Hz tone shall predominant on his left hand (Diartikan: Ketika dalam sistem pendekatan

seorang pemantau (pilot) menghadap ke arah Localizer dari dari ujung landasan, kedalaman modulasi pembawa frekuensi radio yang berkisar 150 Hz tone harus dominan pada sebelah kanannya dan yang berkisar 90 Hz tone harus dominan pada sebelah kirinya)”.

3

Document Annex 10-Aeronautical Telecommunication, p.7-Vol. I, chapter.3 Gambar 2.1

Sinyal pancaran Localizer

(19)

6

Hal ini yang menyebabkan kedua sinyal tersebut mempunyai perbedaan modulasi sama dengan nol (DDM / Difference Depth of Modulation) pada garis tengah landasan pacu hingga perpanjangannya.

Localizer menggunakan jajaran antena multielemen untuk menghasilkan radiasi sinyal yang diinginkan. Dua sinyal dipancarkan oleh pemancar yang menghasilkan: sinyal Carrier and Side Band (CSB) dan sinyal Side Band Only (SBO). Sinyal yang dipancarkan diudara terdiri dari kombinasi kedua sinyal tersebut dan menghasilkan pola radiasi gabungan (Composite Radiation Pattern) dan efek ini disebut Space Modulation.

Sinyal CSB adalah RF frekuensi Carier yang dimodulasi dengan dua

frekuensi audio, yaitu 90 Hz dan 150 Hz serta menghasilkan suatu sinyal modulasi amplitudo yang terdiri dari: RF Carier (Fc), Upper Sideband RF + 90 Hz dan RF + 150 Hz serta Lower Sideband RF – 90 Hz dan RF – 150 Hz.

Besarnya masing-masing modulasi audio frekuensi untuk 90 Hz dan 150 Hz adalah 20% sehingga total modulasi kedua audio tersebut adalah 40%. Sinyal SBO adalah frekuensi Sideband saja, sedang frekuensi Cariernya dihilangkan (diperlemah). Karena ada dua audio modulasi frekuensi, hasil frekuensi sideband adalah: frekuensi RF Carier ± 90 Hz dan frekuensi RF Carier ± 150 Hz.

Bila dua sinyal tersebut (CSB dan SBO) diatas dipancarkan, hasil kombinasi keduanya tidak ada perbedaan modulation depth, karena kedua sinyal mempunyai modulation depth dan fase yang sama. Supaya menghasilkan radiasi ILS seperti yang diinginkan perlu merubah hubungan fase dari Sideband (SBO) tersebut, yaitu dengan menggeser fase 180º antara Sideband 90 Hz dan Sideband

(20)

150 Hz. Namun hal itu belum menghasilkan radiasi yang dikehendaki, karena salah satu Sideband dari SBO akan menambah radiasi CSB, sedangkan Sideband dari SBO yang lain akan menghilangkan.

-400 -300 -200 -100 00 SBO CSB 00 +100 +200 +300 -100 -200 -300

Untuk mendapatkan pancaran yang dikehendaki, dapat dilakukan dengan penggeseran fase 180º sinyal SBO pada setengah sistem jajaran antena. Dengan demikian, maka setengah dari jajaran antena akan memancarkan kombinasi sinyal CSB dan SBO, dimana Sideband 90 Hz akan saling menambah (sama fasenya), sedangkan Sideband 150 Hz akan menghilangkan ( berbeda fase 180º ), dan setengah dari jajaran antena yang sebaliknya akan memancarkan kombinasi sinyal

Gambar 2.2

Pola pancaran CSB dan SBO pada Localizer Sumber : ILS Basic Theory - Wilcox MK II

(21)

8

CSB dan SBO, dimana Sideband 150 Hz akan saling menambah (sama fasenya), sedangkan Sideband 90 Hz akan menghilangkan (berbeda fase 180º ).

Gambar 2.3 merupakan gambaran sederhana sistem antena Localizer yang menunjukkan hubungan fase antara sinyal SBO dan CSB serta kombinasi sinyal diudara . Sinyal CSB dipancarkan dari sepasang antena bagian tengah dari jajaran antena Localizer dan menghasilkan DDM = 0 pada garis tengah landasan hingga perpanjangannya.

Gambar 2.3

Proses pembentukan dominan 90 Hz dan 150 Hz pada Localizer Sumber : ILS Basic Theory - Wilcox MK II

(22)

SBO dipancarkan olah pasangan antena yang terletak disebelah kanan dan kiri landasan serta menghasilkan sinyal 90 Hz yang akan mendominasi sebelah kiri landasan dan sinyal 150 Hz akan mendominasi sebelah kanan landasan.

Dalam prakteknya antena diberi sinyal perpasangan dengan CSB,SBO atau kombinasi CSB dan SBO. Sinyal CSB akan menghasilkan pancaran yang lebih kuat pada pasangan antena bagian tengah dan sinyal SBO lebih kuat pancarannya pada pasangan antena bagian ujung. Hal ini akan menghasilkan perbedaan besar pada Modulation Depth kearah yang menjauhi garis tengah landasan dan

Gambar 2.4

Hasil penjumlahan vektor CSB dan SBO Sumber : ILS Basic Theory - Wilcox MK II

(23)

10

menghasilkan beam yang sempit (Narrow Beam) atau lobe yang diarahkan pada lintasan pendekatan.

Dengan mengatur level sinyal CSB dan SBO, pancaran lebar beam (Course Width) dapat diatur. Menambah power SBO terhadap CSB power akan menghasilkan beam yang sempit (sudut Course Width mengecil) dan sebaliknya. Bila sinyal CSB saja yang dipancarkan (tidak dengan SBO), sistem akan menjadi tidak terarah (non directional) dan akan menghasilkan DDM=0 pada semua daerah. Hal ini digunakan untuk menyetel peralatan dan menyakinkan bahwa level modulasi 90 Hz dan 150 Hz adalah sama besar (balance).

Gambar 2.5

Daerah kritis dan sensitif pada Localizer Sumber : ILS Basic Theory - Wilcox MK II

(24)

Karena peralatan ILS bekerja pada pada frekuensi tinggi VHF dan UHF, maka pancaran sinyal dari kedua peralatan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pantulan dari hanggar, gedung-gedung, tumbuhan yang tinggi, kendaran yang melintas dan lain-lain. Untuk itu perlu diperhatikan dan dipastikan bahwa daerah-daerah dimana peralatan tersebut ditempatkan sudah bebas dari penghalang (obstacle) tersebut.

Upaya lain untuk tetap menjaga sinyal panduan peralatan ILS dijamin tetap akurat dan presisi, yaitu dengan menambahkan pancaran sinyal pembersih (sinyal Clearance) di udara. Sinyal Clearance mendominasi sudut 10º sampai dengan 35º .(Sektor II) dari perpanjangan garis tengah landasan pada kedua sisinya. Sinyal Clearance pada daerah tersebut lebih kuat dan dapat menanggulangi terhadap pantulan sinyal (yang tidak dikehendaki) dan dihasilkan oleh side lobe dari sinyal Course (sinyal utama). Untuk peralatan Glide Path, sinyal Clearance memperkuat sinyal modulasi 150 Hz (bagian bawah sudut pendaratan) dan untuk memastikan atau menjamin indikasi terbang keatas secara positif (positive fly up).

Tiap lokasi ILS mempunyai identifikasi yang dipancarkan dari pemancar peralatan Localizer dengan kode tertentu dengan tone ( nada ) 1020 Hz. Tiap-tiap kode identifikasi ILS berbeda dan biasanya cukup menambahkan huruf “I” didepan kode identifikasi peralatan DVOR yang sudah ada. Sebagai contoh, bandara Soekarno-Hatta dengan kode identifikasi DVOR “CGK”, bila diinstalasi peralatan ILS maka kode identifikasi ILS untuk bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang adalah “ICGK”.

(25)

12

Parameter yang kritis pada ILS akan dimonitor dengan memasang antena monitor, ditempatkan dekat dengan antena yang memancarkan sinyal pancaran dari Localizer dan Glide Path yang disebut Near Field. Kadang ditambahkan Integral monitor guna memonitor sample sinyal pancaran pada antena. Dalam beberapa hal ditambahkan monitor yang ditempatkan di Inner Marker yang disebut Far Field. Monitor tersebut selalu mengecek dan mendeteksi secara otomatis sinyal yang dipancarkan dan akan memindahkan dari pemancar utama ke pemancar standby atau bahkan mematikan pemancar bila terjadi dan ditemukan parameter dalam kondisi diluar toleransi.

Selama pesawat pada posisi sudut pendaratan dan perpanjangan garis tengah landasan, akan menerima sinyal modulasi 90 Hz dan 150 hz yang sama besarnya (DDM = 0). Setelah kedua audio sinyal tersebut dideteksi, audio sinyal akan diubah menjadi level DC dengan polarity yang berlawanan dan diteruskan ke CDI (Course Deviation Indicator) pada panel pesawat. Selama level modulasi sama maka hasilnya adalah sinyal dengan level nol (zero) dan indikasi pada CDI menunjuk pada posisi tengah.

Bila pesawat bergeser dari garis tengah landasan, akan menerima sinyal yang tidak sama modulasinya dan indikator akan bergerak kekanan/kekiri dari tengah indikator. Bila pesawat bergeser kekiri dari as landasan maka indikator bergerak kekanan, dan bila pesawat bergeser kekanan dari as landasan maka indikator bergerak kekiri. Penunjukkan indikator tersebut memberi tahu bahwa pesawat supaya diarahkan kembali ke posisi as landasan.

(26)

b. Glide Path

Sub sistem peralatan ILS yang berfungsi untuk memberikan panduan sudut pendaratan dengan sudut 3º (tiga derajat) agar pesawat tepat berada pada titik sentuh pendaratan (touch down point). Untuk menghasilkan hal tersebut, antena Glide Path dipasang pada tiang vertikal, satu antena diatas antena yang lain. Tanah (terrain) didepan antena Glide Path berfungsi sebagai reflektor dan sudut pendaratan ditentukan oleh tinggi antena terhadap tanah. Karena tanah berfungsi sebagai reflektor, untuk itu penting supaya daerah didepan antena

Glide Path tersebut dijaga tetap rata (sesuai persyaratannya) dan bebas halangan.

Gambar 2.6

Sinyal pancaran dari antena Glide Path Sumber : ILS Basic Theory - Wilcox MK II

(27)

14

Frekuensi kerja Glide Path adalah UHF dengan range frekuensi 328 MHz – 336 MHz. Jangkauan pancaran mencapai 10 Nm (18 Km). Glide Path memancarkan frekuensi carrier (CSB = Carrier Side Band) yang dimodulasikan dengan sinyal panduan 90 Hz dan 150 Hz (SBO = Side Band Only). Sinyal panduan 90 Hz dominan diatas sudut pendaratan (above path), sedang sinyal panduan 150 Hz dominan dibawah sudut pendaratan (below path)4.

30

4

ibid, p.13-chapter 3

Gambar 2.7

Sinyal pancaran CSB dan SBO antena Glide Path Sumber : ILS Basic Theory - Wilcox MK II

(28)

Sistem antena Glide Path tipe Null Reference terdiri dari dua antena yang dipasang pada tiang, satu antena dipasang diatas antena yang lain secara vertikal. Antena bagian bawah memancarkan Course sinyal CSB saja, dan dipasang pada tinggi (h). Antena bagian bawah ini menghasilkan lobe utama (major lobe) dengan sudut 3º pada bagian tengahnya. Sedangkan antena bagian atas dipasang dua kali tinggi antena bagian bawah (2h) dan memancarkan sinyal SBO saja, antena bagian atas ini menghasilkan pancaran dua lobe. Karena fase sinyal SBO, kombinasi diudara dari sinyal CSB (hasil antena bagian bawah) dan sinyal SBO (hasil antena bagian atas) akan menghasilkan DDM = 0 pada sudut 3º, dengan modulasi 150 Hz mendominasi bagian bawah sudut (Below Path) dan modulasi 90 Hz mendominasi bagian atas (Above Path).

c. Inner Marker

Sub sistem peralatan ILS yang berfungsi untuk memberikan informasi jarak terhadap threshold landasan. Keying tone yang dipancarkan adalah Dot-Dot . Frekuensi kerja 75 MHz dan untuk modulasi tone 3000 Hz.

d. Middle Marker

Sub sistem peralatan ILS yang berfungsi untuk memberikan informasi jarak terhadap threshold landasan. Keying tone yang dipancarkan adalah Dash-Dot , dengan frekuensi kerja pada 75 MHz, modulasi tone 1300 Hz, lebar lobe pancarannya selama 6 detik saat pesawat melintas dengan kecepatan 96 knots.5

5

Training Manual ILS Equipment, op.cit, p.2-chapter 5

(29)

16

e. Outer Marker

Sub sistem peralatan ILS yang berfungsi untuk memberikan informasi jarak terhadap threshold landasan. Keying tone yang dipancarkan Dash – Dash, frekuensi 75 MHz, modulasi tone : 400 Hz, lebar lobe pancarannya selama 12 detik saat pesawat melintas dengan kecepatan 96 knots.

f. DME ILS

Sub sistem peralatan ILS yang berfungsi untuk memberikan informasi jarak kepada penerbang hingga mencapai 115 mil terhadap ground station.6 Peralatan ini sebagai pengganti Outer Marker dan penempatannya berada satu gedung (colocated dengan Glide Path).

2.3. Kategori Peralatan ILS

Peralatan-peralatan ILS yang diinstalasi di seluruh dunia saat ini, terbagi menjadi 3 ( tiga ) kategori, antara lain:7

a. Kategori I (Cat. I)

Peralatan ILS yang memberikan sinyal panduan pendaratan secara presisi dari mulai batas cakupan luar sampai dengan posisi pesawat pada ketinggian 200 feet ( ± 60 m ) diatas bidang datar ambang landasan pacu dengan jarak pandang tidak kurang 800 m atau RVR (Runway Visual Range) tidak kurang dari 550 m.

6

Training Manual ILS Equipment, op.cit, p.2-chapter 6

7

(30)

b. Kategori II ( Cat. II )

Peralatan ILS yang memberikan sinyal panduan pendaratan secara presisi dari mulai batas cakupan luar sampai dengan posisi pesawat pada ketinggian 100 feet (± 30 m) diatas bidang datar ambang landasan pacu dengan RVR (Runway Visual Range) tidak kurang dari 350 m.

c. Kategori III ( Cat. III )

Peralatan ILS yang memberikan sinyal panduan pendaratan secara presisi dari mulai batas cakupan luar sampai dengan sepanjang permukaan landasan pacu, dengan ketentuan sebagai berikut:

- Kategori III A, dapat memandu pendaratan sampai dengan ketinggian 30 m dan RVR sampai dengan 200 m.

- Kategori III B, dapat memandu pendaratan sampai dengan ketinggian 15 m dan RVR antara 200 m sampai dengan 50 m.

- Kategori III C, dapat memandu pendaratan hingga tanpa batas ketinggian dan visual reference.

Jangkauan pancaran peralatan ILS terbagi menjadi tiga sektor yang meliputi :

• Sektor I : Jarak pancaran ILS yang meliputi daerah / area sudut 10º dari perpanjangan landasan, dengan jarak pancaran hingga mencapai 25 Nm..

(31)

18

• Sektor II : Jarak pancaran ILS yang meliputi area sudut antara 10º - 35º dari perpanjangan landasan, dengan jarak pancaran hingga mencapai 17 Nm.

• Sektor III : Jarak pancaran ILS yang meliputi daerah/area sudut diatas 35º dari perpanjangan landasan, dengan jarak pancaran hingga mencapai 10 Nm.

Gambar 2.8 Sektor pancaran ILS

(32)

Gambar 2.10. Zone untuk tiap-tiap kategori ILS Sumber : Flight Inspection Manual – FAA Academy

Gambar 2.9. Zone untuk tiap-tiap kategori ILS Sumber : Flight Inspection Manual – FAA Academy

(33)

20

2.4. Standar Penempatan Peralatan ILS a. Localizer

Antena array peralatan ini harus berdiri tegak lurus dari landasan dan ditempatkan di ujung landasan dengan jarak 300 m dari threshold. Jumlah antena 14 buah tergantung tipe dan merk peralatan, sedangkan untuk pemancar (Transmitter) ditempatkan di suatu gedung peralatan (shelter) dengan radius 75 m dari diameter tengah antena .

b. Glide Path

Antena Glide Path ditempatkan pada jarak 300 m dari threshold dan 120 m dari garis tengah landasan. Gedung shelter ditempatkan dibelakang antena dengan jarak sekitar 1 meter. Lokasi dan lahan didepan antena Glide Path sangat mempengaruhi pancaran antena tersebut, sehingga disyaratkan untuk membersihkan daerah kritis dan sensitif untuk bebas dari obstacle atau halangan.

Gambar 2.11. Standar Penempatan Localizer

(34)

Berdasarkan kondisi lahan, ditentukan tipe antena yang dipergunakan diantaranya :8

- Antena Null Reference, digunakan untuk lahan didepan antena yang rata atau flat.

- Antena Sideband Reference, digunakan untuk lahan didepan antena yang cenderung menurun.

- Antena Capture Effect, digunakan untuk lahan didepan antena yang naik turun atau bergelombang.

8

TCC ILS Handbook, op.cit, h.12

Gambar 2.12. Standar Penempatan Glide Path

(35)

22

c. Marker Beacon

Karena Inner Marker jarang digunakan di Indonesia, maka penulis membahas hanya peralatan marker yang lain, yaitu:

- Antena Middle Marker ditempatkan pada jarak 1050 meter (jarak ideal, bila lahan memungkinkan) dari threshold landasan, pancaran antenanya adalah Horisontal Polarisation, jarak pancaran 300 m, gedung shelter ditempatkan di samping kiri atau kanan antena.

- Antena Outer Marker ditempatkan pada jarak 7,2 Km dari threshold landasan, pancaran antena ini adalah Horisontal Polarisation, jarak pancaran 600 m, gedung shelter ditempatkan di samping kiri atau kanan antena.

Gambar 2.13. Standar Penempatan Marker

(36)

Peralatan ILS dilengkapi dengan PIR (Portable ILS Receiver) yang berfungsi untuk memonitor sinyal pancaran dari pemancar Localizer pada titik-titik yang telah ditentukan (check point) dengan acuan garis tengah landasan, sehingga apabila ditiap-tiap derajat pada titik-titik tersebut ditemukan nilai yang tidak semestinya, dapat segera dilakukan pengecekan oleh teknisi. Pengecekan titik-titik tersebut dilaksanakan pada saat ground check peralatan. Titik-titik pengecekan dilakukan pada titik 0º, 2.5º, 5º, 10º ,15º, 20º, 25º, 30º dan 35º untuk sektor kiri dan sektor kanan landasan.

Gambar 2.14. Titik pengecekan untuk ground check Localizer Sumber : TCC ILS Handbook, DitFaslektrik - Ditjenud

(37)

24

2.5. Penerbangan Kalibrasi

Mengenai penerbangan kalibrasi ada beberapa istilah yang biasa dipakai di lapangan seperti flight inspection, flight test atau flight check adalah kegiatan penerbangan yang bertujuan untuk pengujian dan peneraan sinyal-sinyal pancaran dari alat bantu navigasi udara, alat bantu pendaratan, komunikasi penerbangan serta prosedur penerbangan di seluruh wilayah Indonesia secara periodik oleh suatu badan penerbangan kalibrasi yang diperlukan untuk menjamin keteraturan, akurasi dan keselamatan operasi penerbangan sesuai standar ICAO (International Civil Aviation Organisation).9 Pentingnya pengecekan fasilitas atau alat bantu navigasi untuk mendeteksi sinyal pancaran di udara dari peralatan dan perlunya ground check serta hubungan keduanya demi keamanan operasi penerbangan disebutkan sebagai berikut:

” Flight test are required to examine the resulting signal-in-space as they are presented to an aircraft receiving system after being influenced by factor external to the installation such as site condition, ground conductivity, terrain irregularities, metallic structure,obstruction and propagation. (Diartikan: Tes penerbangan diperlukan untuk menguji hasil sinyal-dalam-ruang sebagaimana yang ditampilkan pada system penerima pesawat terbang setelah dipengaruhi oleh faktor ekternal bagi instalasi seperti kondisi di lokasi tersebut, konduktivitas tanah, ketidakteraturan tanah lapang, struktur metalik, gangguan dan perambatan gelombang radio)”10

“ It important to establish correlation wherever possible between ground and flght test. This will allow intelegent decisions to be made, based on experience. As cost of flight testing are high, it is often worthwhile to expend considerable effort in developing accurate and meaningful ground test. (Diartikan: Hal tersebut penting untuk menentukan korelasi di mana- pun tempat yang mungkin antara tanah/bumi dan tes penerbangan. Hal ini akan memungkinkan putusan-putusan yang tepat dibuat, berdasarkan pengalaman. Bahwa biaya tes penerbangan tinggi, maka hal tersebut

9

Brosur Balai Kalibrasi Fasilitas Penerbangan, hal.1

10

(38)

berguna untuk menyediakan usaha-usaha yang dapat dipertimbangkan dalam pengembangan tes pada peralatan di bumi yang akurat dan berarti)”11

Dalam operasional penerbangan sipil, terdapat enam jenis yaitu kalibrasi yang meliputi :12

a. Site Evaluation, bahwa penerbangan kalibrasi yang bertujuan untuk mengecek kondisi tempat atau lahan tertentu yang cocok untuk dipasang suatu peralatan Navigasi.

b. Commissioning, bahwa penerbangan kalibrasi yang bertujuan untuk mengecek performa suatu peralatan navigasi yang baru di instalasi guna mendapatkan informasi yang komplit tentang unjuk kerja peralatan. c. Periodik, bahwa penerbangan kalibrasi berkala yang dilaksanakan untuk

menetukan bahwa fasilitas tersebut masih mendekati atau sama dengan standar commissioning dan masih dapat mendukung operasional yang dibutuhkan.

d. Special, bahwa penerbangan kalibrasi yang bertujuan untuk mengecek unjuk kerja suatu peralatan Navigasi karena alasan khusus seperti setelah dilakukan modifikasi atau rekondisi, adanya laporan penyimpangan sinyal pancaran oleh teknisi atau penerbang.

e. After Accident, bahwa penerbangan kalibrasi yang bertujuan untuk mengecek sinyal pancaran peralatan setelah terjadi kecelakaan pesawat.

11

ibid, chapter 1.3.2 , p. 2

12

(39)

26

f. Survaillance, bahwa penerbangan kalibrasi diluar jadwal yang bertujuan untuk mengecek kondisi umum peralatan pada saat serah terima peralatan navigasi dengan alasan untuk melanjutkan evaluasi penerbangan.

Untuk menjaga performa peralatan alat bantu navigasi perlu dilakukan kegiatan penerbangan kalibrasi yang telah diatur waktu pelaksanaannya dan dapat disesuaikan kembali apabila unjuk kerja peralatan didapatkan hasil yang baik dari hasil ground check oleh, sehingga selang waktu periodisasi kalibrasi sebagai berikut:13

- PSR / SSR : 360 hari - ILS : 120 hari - VOR/DME : 180 / 240 hari - NDB : 360 hari

- VASI / PAPI : 120 hari ( colocated dengan kalibrasi ILS ) Sedangkan proses penerbangan kalibrasi untuk tiap-tiap peralatan berbeda, tergantung dari tingkat kesulitan peralatan tersebut. Berikut waktu yang diperlukan untuk proses kalibrasi (untuk Periodik dan Commissioning) tiap-tiap peralatan :14

- NDB : 1 jam / 2 jam

- DVOR : 2 jam / 4 jam

- DME : 2 jam / 2 jam

- VASI / PAPI : 1 jam / 2 jam

13

ibid, p. 105

14

(40)

- ILS : 4 jam / 9 jam - PSR / SSR : 4jam / 4 jam - Flight Procedure : 1 jam / segment

(41)

BAB III

PERSIAPAN KALIBRASI

3.1. Spesifikasi Peralatan ILS

Pada sub bab ini ditampilkan spesifikasi peralatan ILS Bandara Soekarno-Hatta yang meliputi peralatan Localizer dan Glide Slope Wilcox Mark II. Data spesifikasi berikut hanya meliputi parameter utama saja, sedang untuk parameter yang menyeluruh dapat dilihat pada buku manual dari pabrik.

Localizer Glide Slope

Catu tegangan utama 120/240 V ac 120/240 V ac ±10% 45/65 Hz ±10% 45/65 Hz Temperatur -100 C / +500 C -100 C / +500 C Kelembaban 5% s/d 90 % 5% s/d 90 % Catu tegangan DC 22/35 V dc 22/35 V dc 27 V dc ± 0,5 27 V dc ± 0,5 Daerah frekwensi 108 – 112 Mhz 328 – 336 Mhz Toleransi frekwensi ± 0.002 % ± 0.002 %

Daya keluaran carrier 15 watt 5 watt Daya keluaran side band 350 mwatt 500 mwatt Frekwensi side band 90 hz / 150 hz 90 hz / 150 hz Frekwensi sinyal Ident 1020 hz -

Frekwensi sinyal suara 300 – 3000 hz -

(42)

Level Modulasi : a. 90 hz 20% ± 2% 40% ± 2% b. 150 hz 20% ± 2% 40% ± 2% c. 1020 hz 5% - 10% - d. Voice 35% - Monitor Alarm : a. Course / Path DDM 0.000 ± 0.015 0.000 ± 0.015 b. Width DDM 0.155 ± 0.026 0.175 ± 0.026 c. RF level 100 - 10 100 - 10 d. % Modulasi 40% ± 4% 80% ± 4% e. Cable Fault 4.5 Khz ± 10% - f. Path Field - 0.000

3.2. Instrumen Untuk Perawatan Peralatan ILS a. Alat Ukur

1. Oscilloscop Tektronik type 321

2. Wattmeter Bird Model 43

3. Wattmeter elemen Bird Model 095 – 1 watt

108/112 Mhz Bird Model 5B – 5 watt

328/336 Mhz Bird Model 25B – 25 watt 4. Digital Multimeter Fluk Model 8300A

(43)

30

6. Dummy Load 50 ohm Bird Model 80M & 80F 5 watt Bird Model 8085 50 watt 7. Siffer assemly 900 Phasing cabel Wilcox Part # 044424 - 0002 8. Portable ILS receiver Wilcox Part # 098343 - 0100 9. Extender Board

b. Perlengkapan 1. Tang panjang 2. Tang potong 3. Kunci inggris

4. Macam-macam obeng dan kunci pas 5. Solder dan solder IC

3.3. Pemeriksaan Peralatan Sebelum Pelaksanaan Kalibrasi Udara

Prosedur yang harus dilakukan teknisi sebelum dilaksanakan kegiatan kalibrasi udara, maka harus dilakukan pemeriksaan peralatan yang lazim disebut Ground Check. Prosedur tersebut meliputi:

1. Dengan penerima portable ILS laksanakan GROUND CHECK pada titik-titik survai yang telah ditentukan.

2. Catat dan ukur pada center line (DDM), kedua sisi titik WITDH, MODULASI dan seterusnya sesuai prosedur. Perlu ijin, koordinasi dan komunikasi dua arah dengan ATC untuk melaksanakan ground check tersebut.

(44)

3. Pindah ke Tx. yang ke dua dan ulangi ground check berikutnya.

4. Setelah selesai GROUND CHECK, gambar grafik hasil ground check. Hasil grafik tersebut menentukan Course Aligment (0 DDM), Course Witdh (0.155) dan Off Course Clearance sampai 35 derajat (naik secara linier ke 0.180 DDM).

5. Catat informasi yang perlu di log book.

Namun demikian, berdasarkan pengalaman di lapangan, penulis perlu menyajikan prosedur perawatan yang seharusnya dilakukan teknisi ILS pada umumnya. Perlu dipertimbangkan bahwa setiap kegiatan pemeriksaan ILS, diperlukan ijin dari ATC sebelum melaksanakan kegiatan perawatan.

Prosedur berikut dapat dilakukan untuk keperluan penyetelan (adjustment) peralatan ILS. Oleh karena itu sebelum melaksanakan penyetelan perlu mencatat

meter reading dengan akurat untuk patokan setiap penyetelan. Semua standar

penunjukkan angka yang dipakai untuk patokan adalah dari hasil kalibrasi udara sebelumnya.

CSB POWER OUTPUT

a. Pada CHANGE OVER UNIT, atur saklar RF power ke posisi CARRIER NO.1 dan pastikan bahwa elemen 25 watt telah dipasang di carrier line pada Change Over Unit Hubungkan Oscilloscop ke CSB (Carrier Sideband) TEST jack pada panel depan unit pemancar.

b. Catat penunjukkan wattmeter pada Change Over Unit. Ini harus sesuai dengan hasil Kalibrasi terakhir yaitu ± 15 watt.

(45)

32

c. Bila perlu atur pemancar No.1 PWR OUT CONTROL 4R11, pada kabel depan pemancar untuk mendapatkan level yang tepat. Pastikan bahwa bentuk gelombang yang di tunjukkan pada oscilloscop tidak ada yang terpotong (clipping).

SBO POWER

a. Pada CHANGE OVER UNIT, atur saklar RF POWER ke posisi SIDEBAND No.1 dan pastikan bahwa elemen wattmeter 1 watt telah dipasang di SBO line pada CHANGE OVER UNIT. Hubungkan Oscilloscop ke SBO (Sideband Only) TEST jack pada panel depan unit pemancar.

b. Catat penunjukkan Wattmeter pada CHANGE OVER UNIT. Penunjukkan harus sesuai dengan hasil Kalibrasi terakhir yaitu ± 360 mWatt.

c. Bila perlu atur pemancar No.1 SIDEBAND AMPLITUDE control 4ATI pada panel depan unit Pemancar untuk mendapatkan level yang benar. Pastikan bahwa bentuk gelombang yang ditunjukkan pada Oscilloscop tidak ada yang terpotong (clipping).

Catatan : Hubungan antara CSB Power dan SBO Power menentukan Course Witdh. Adalah perlu bahwa penunjukkan tersebut sesuai dengan angka Kalibrasi sebelumnya.

(46)

MOD.DEPTH, IDENT (1020 Hz)

a. Matikan kedua tone 150 hz dan 90 hz dengan saklar 4S3, 4S4 dan matikan keyer.

b. Dengan tidak ada masukan (input) pada Ocsilloscop, stel ke DC input Ocsilloscop dan atur vertikal Position Control sehingga posisi trace dari Oscilloscop terletak pada grid line bagian bawah.

c. Hubungkan Oscilloscop ke CSB TEST jack pada panel depan unit Pemancar dan atur posisi Vertical Gain Control sehingga posisi trace oscilloscop terletak pada grid line bagian paling atas.

Catatan : Vertical Position dan Gain Control saling interaksi, karena itu bila perlu diulang langkah a, b, dan c tersebut sampai tepat.

d. Atur saklar KEYER KE CONTINUOUS dan check bahwa bentuk gelombang (wafeform) mengisi 5% jarak antara grid line bagian paling bawah dan grid line bagian paling atas display oscilloscop.

e. Bila perlu atur level IDENT modulation dengan IDENT MOD.Control 4A8R12 dalam unit Pemancar ke level yang betul.

f. Stel KEYER ke posisi normal, tone 90 Hz dan tone 150 Hz ke posisi ON.

MODULATION DEPTH (90 / 150)

a. Atur saklar 4S3 untuk 90 Hz ON/OFF dan saklar 4S4 150 Hz ON/OFF pada unit pemancar ke posisi OFF dan saklar KEYER juga ke posisi OFF.

(47)

34

b. Dengan tidak ada masukan (input) ke oscilloscop, stel masukan DC dan atur Vertical Position Control sehingga posisi trace oscilloscop terletak pada grid line bagian paling atas.

c. Hubungkan oscilloscop ke CSB test jack pada panel depan unit Pemancar dan atur Vertical Gain Control sehingga posisi trace oscilloscop terletak pada grid line bagian paling atas.

Catatan : Vertical Position Control dan Gain Control saling interaksi, karena itu bila perlu diulang prosedur b, dan c tersebut sampai tepat.

d. Stel saklar tone 90 Hz ON/OFF (4S3) ke posisi ON dan check bahwa bentuk gelombang (waveform) mengisi 20% jarak antara grid line paling bawah grid line paling atas. Catat hasil penunjukkannya. Lihat gambar 1 dibawah.

Gambar 4.1. Bentuk gelombang 20% pada 90 Hz.

e. Saklar 4S3 tone 90 Hz ON/OFF ke posisi OFF. Saklar tone 150 Hz ON/OFF (4S4) ke posisi ON dan check bentuk gelombang mengisi 20 %

(48)

jarak antara grid line paling bawah dan grid line paling atas (seperti step d), dan catat hasil penunjukkannya.

Gambar 4.2. Signal Sideband Normal

Level 90 Hz dan 150 Hz tidak sama

Gambar 4.3. Level 90 Hz dan 150 Hz tidak sama

f. Bila modulasi tidak 20%, stel MODULATION PERSENTAGE Control (4R9) untuk mendapatkan 20%.

g. Pindahkan oscilloscop pada SBO test jack. Stel saklar tone 150 Hz dan 90 Hz ON/OFF ke posisi ON.

(49)

36

h. Lihat bentuk gelombang seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.2 dan 4.3.

MODULATION BALANCE

a. Hubungkan kembali oscilloscop ke CSB TEST Jack pada panel depan unit pemancar dan atur oscilloscop untuk mendisplaykan “KISSING PATERN” lihat gambar 4.4.

b. Atur Modulation Balance Control 4R8 pada panel depan unit pemancar untuk posisi Dial 500 (tengah) atau 0 DDM.

Gambar 4.4. Normal Kissing Patern Signal (0 DDM)

c. Stel Bal CAL. Control 4A10R35 dalam unit pemancar sehingga bentuk gelombang KISSING PATERN yang betul di displaykan pada oscilloscop seperti gambar 4.4.

(50)

AUDIO PHASING

a. Dengan test equipment dihubungkan seperti pada step MODULATION DEPTH (90/150 ) diatas (lihat gambarnya), cek bahwa puncak gelombang mempunyai amplitudo yang sama besar, lihat gambar 4.5 dan atur oscilloscop untuk mendisplaykan bentuk gelombang seperti gambar dibawah.

b. Bila bentuk gelombang tidak sesuai, lihat gambar 4 dibawah dan atur oscilloscop untuk mendisplaykan bentuk gelombang seperti gambar 4.5. c. Lepaskan oscilloscop dan pastikan peralatan operasi secara normal.

Gambar 4.5. Improper Audio Phassing

GROUND CHECK

Setelah selesai pengecekan tersebut diatas, pastikan bahwa pemancar beroperasi normal dan kemudian laksanakan GROUND CHECK pada kedua pemancar. Lihat prosedur perawatan persiapan pelaksanaan kalibrasi udara.

(51)

38

MONITOR LEVEL DAN ALARM LIMIT

Pengecekan dan penyetelan dibawah dilaksanakan setelah pasti bahwa pemancar memancarkan signal yang tepat dan benar, yaitu power output, level modulasi dan audio phasing seperti yang dijelaskan diatas telah di cek dan unjuk hasil telah sesuai persyaratan. Monitor harus dicek atau distel segera setelah selesai kalibrasi penerbangan dan harus sesuai dengan hasil kalibrasi.

RF LEVEL DAN ALARM MONITOR SETTING a. Atur saklar MONITOR BYPASS ke posisi ON.

b. Atur monitor DISPLAY SELEKTOR ke posisi RF LEVEL.

c. Periksa bahwa penunjukkan display adalah 100 ± 5.0 untuk CSB output power 15 watt dan untuk covarage 25 nmile.

d. Bila perlu stel RF SENS 3A1R2 untuk level yang benar.

e. Atur saklar ALARM TEST 3S3 ke posisi LOWER LIMIT ALARM TEST.

f. Penunjukkan angka digit pada display harus sama dengan angka hasil kalibrasi. Bila perlu stel LOWER ALARM LIMIT RF LEVEL control ke level yang betul. Setelah selesai reset ALARM TEST SWITCH 3S3.

DDM LEVEL DAN ALARM MONITOR SETTING

a. Atur saklar monitor DISPLAY SELECTOR ke posisi COURSE DDM. b. Periksa penunjukkan pada display adalah 0.000 atau angka yang di dapat

(52)

c. Bila perlu stel COURSE DDM OFFSET control 3A1R33 ke level yang betul.

d. Stel saklar ALARM TEST 3S3 ke posisi UPPER LIMIT ALARM TEST. e. Penunjukkan angka digit pada display harus 0.015 DDM. Bila perlu stel

UPPER LIMIT COURSE control 3A6R1 untuk level yang betul dan pastikan bahwa lampu DDM ALARM menyala.

f. Setelah selesai reset saklar ALARM TEST 3S3.

WITDH DDM LEVEL DAN ALARM MONITOR SETTING a. Atur saklar DISPLAY SELECTOR ke posisi WITDH DDM.

b. Cek penunjukkan display harus 0.155 DDM atau angka seperti yang di dapat dari hasil kalibrasi penerbangan.

c. Bila perlu stel COURSE DDM OFFSET control 3A2R33 (board A2) ke posisi level 0.155.

d. Atur saklar ALARM TEST 3S3 ke posisi LOWER LIMIT ALARM TEST.

e. Penunjukkan angka digit pada display harus 0.141 DDM. Bila perlu stel LOWER ALARM LIMIT WIDTH control 3A6R10 ke angka 0.141 DDM pada display dan pastikan lampu alarm WIDTH DDM nya menyala. f. Atur saklar ALARM TEST 3S3 ke posisi UPPER ALARM LIMIT TEST. g. Penunjukkan pada display harus 0.175 DDM. Dan pastikan bahwa lampu

alarm WIDTH DDM nya menyala.

(53)

40

MODULATION DEPTH LEVEL DAN ALARM SETTING a. Atur monitor DISPLAY SELEKTOR ke posisi %MOD. b. Cek penunjukkan pada display adalah 40%.

c. Bila perlu stel % MOD CAL control 3A1R54 sampai menunjuk 40% pada display.

d. Atur saklar ALARM TEST 3S3 ke posisi LOWER LIMIT ALARM TEST.

e. Penunjukkan pada display harus 36 %. Bila perlu stel LOWER ALARM LIMIT % MOD. Control 3A6R13 sampai display menunjuk 36% dan pastikan bahwa lampu % MOD ALARM menyala.

f. Atur saklar ALARM TEST 3S3 ke posisi UPPER LIMIT ALARM TEST.

g. Penunjukkan pada display harus 44%. Bila perlu stel UPPER ALARM LIMIT % MOD. Control A6R25 sampai display menunjuk 44% dan pastikan lampu % MOD ALARM menyala.

h. Setelah selesai reset saklar ALARM TEST 3S3.

IDENT. MODULATION DEPTH LEVEL DAN ALARM SETTING a. Atur monitor DISPLAY SELECTOR ke posisi IDENT % MOD. b. Cek penunjukkan pada display adalah 5%.

c. Atur saklar ALARM TEST 3S3 ke posisi LOWER LIMIT ALARM TEST.

(54)

e. Bila perlu atur LOWER ALARM LIMIT IDENT % MOD. Control 3A6R11 sampai display menunjukkan 3%.

f. Setelah selesai reset saklar ALARM TEST 3S3.

g. Atur saklar KEYER ke posisi OFF. Lampu indikator ALARM harus menyala setelah ± 35 second.

h. Atur saklar KEYER ke posisi NORMAL.

CABLE FAULT DETECTOR FREQUENCY

a. Atur monitor DISPLAY SELECTOR ke posisi CABLE FAULT DET.FREQUENCY (Khz).

b. Penunjukkan pada display harus 4.5 Khz.

c. Bila perlu atur FREQ.CAL control 3A8R15 sampai display menunjuk 4.5 Khz.

d. Atur saklar ALARM TEST 3S3 ke posisi LOWER LIMIT ALARM TEST.

e. Penunjukkan pada display harus 3.5 Khz.

f. Bila perlu atur FREQ.LWR LIMIT. Control 3A8R19 sampai display menunjukan 3.5 Khz.

g. Atur saklar ALARM TEST 3S3 ke posisi UPPER LIMIT ALARM TEST. h. Penunjukkan pada display harus 5.5 Khz.

i. Bila perlu atur FREQ.UPPER LIM control 3A8R21 sampai display menunjukan 5.5 Khz.

(55)

39

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Prosedur pelaksanaan kalibrasi Penerbangan boleh berbeda tergantung satuan kalibrasi mana yang melaksanakannya. Namun perbedaan tersebut hanya pada urutan pengecekan parameter mana yang akan dilaksanakan. Kalibrasi Penerbangan adalah mahal, karena itu perlu teliti / cermat dan tindakan yang cepat dan tepat oleh teknisi ILS. Adalah penting bagi teknisi yang melayani kalibrasi mengetahui betul-betul permintaan awak kalibrasi Penerbangan untuk mencegah salah penyetelan yang dibuat oleh teknisi. Adalah tanggung jawab teknisi untuk menjamin bahwa mereka melaksanakan penyetelan yang betul.

4.1.1. Kalibrasi Localizer

Parameter-parameter yang diperiksa dalam kegiatan kalibrasi peralatan localizer meliputi parameter-parameter berikut ini.

4.1.1.1. Check Modulasi

Pemancar Localizer bekerja pada operasi normal, posisi Monitor By Pass. Catat display monitor pada posisi MOD %. Pesawat Kalibrasi terbang dengan mengukur modulasi dari Localizer dan pembacaan di pesawat akan langsung disampaikan ke stasiun Localizer, apakah sudah sesuai, kurang atau lebih. Apabila Modulasi belum sesuai dengan yang dikehendaki maka adjust

(56)

40

MODULATION PRESENTAGE 4R9 front panel hingga di dapat 40%. Untuk set monitor ke pembacaan 40%, set di % Mod Cal Control 3A1 R54. Untuk set upper / lower di switch 3S3 yaitu : upper : 44% set di 3A6 R25 dan lower : 36% set di 3A6 R13

4.1.1.2. Modulation Balance

Atur MODULATION BALANCE CONTROL 4R8 front panel ke posisi tengah yaitu di 500. Adjust BAL.CAL 4A10 R35 hingga didapat DDM = 0 di pesawat, serta check dengan oscilloscop bentuk kissing patern hingga gambarnya benar.Dapat dilihat pada display monitor course DDM = 0.000, bila perlu set di monitor 3A1 R33 hingga pemacaan di display 0.000. Untuk upper alarm monitor course DDM = 0.015 set di 3A6R1, dengan posisi upper alarm di switch TEST 3S3.

4.1.1.3. Ident Modulation

Atur control IDENT % MOD 4A8R12 untuk mendapatkan 7 – 15% sesuai dengan permintaan awak kalibrasi penerbangan. Harga nominal ± 10%.

4.1.1.4. Course Alignment

Stel kontrol MODULATION BALANCE 4R8 di front panel sesuai dengan permintaan awak pesawat kalibrasi.

(57)

41

4.1.1.5. Course Width

Set di SBO POWER AMPLITUDE 4A8R33. Power naik berarti menyempitkan width. Power turun berarti melebarkan width. Hasil WIDTH tergantung dari perhitungan panjang runway atau dari hasil awal commissioning. Lihat display monitor pembacaan harus 0.155, bila perlu set di COURSE DDM OFFSET 3A2R33 hingga display menunjuk 0.155. WIDE ALARM CHECK, set SBO POWER 4A8R33 hingga display monitor terbaca 0.141 (power turun). NARROW ALARM CHECK, set SBO POWER 4A8R33 hingga display monitor terbaca 0.175 (power naik). Pada posisi WIDE / NARROW ALARM ini, lampu indikator width harus menyala, dan setelah selesai kembali ke posisi normal.

4.1.1.6. Course Alarm

Catat penunjukan couse DDM (0.000), dan set kontrol MODULATION BALANCE 4A8 ke posisi 0.015 (lampu alarm menyala). Setelah selesai, kembalikan ke posisi semula.

4.1.1.7. Phasing

Sisipkan kabel coaxial ke keluaran SBO dan stel Phaser 4Z1 sesuai permintaan awak kalibrasi penerbangan.

(58)

42

4.1.1.8. Coverage

Set kontrol CSB POWER CONTROL OUTPUT 4R11 sesuai permintaan awak kalibrasi penerbangan.

4.1.2. Kalibrasi Glide Slope

Parameter-parameter yang diperiksa dalam kegiatan kalibrasi peralatan localizer meliputi parameter-parameter berikut ini.

4.1.2.1. Check Modulasi

Pemancar pada posisi normal dan bypass monitor. Set control MODULATION PERCENT 4R9 pada front panel ke 80% pembacaan di pesawat. Set di display monitor hingga terbaca 80% di % MOD CAL control 3A1R54. Set di 3S3 untuk upper / lower. Upper set di 3A6R25 dan lower di 3A6R13.

4.1.2.2. Check Width

Catat monitor display pada posisi width dan SBO power sebelum diadakan adjustment karena besarnya width akan sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya power sideband. Power SBO naik, akan mempersempit width sedangkan menurunkan power SBO akan memperoleh width.

Apabila di pesawat didapat width lebih besar dari 0.7 maka naikan power SBO hingga didapat width 0.7 dan apabila didapat di pesawat width lebih kecil dari 0.7

(59)

43

maka turunkan power SBOnya. Setelah itu catat power SBO hasil akhirnya dan adjustment monitor hingga didapat 0.175 di course DDM offset 3A2R33.

4.1.2.3. Angle

Sudut biasanya di set pada 3 derajat. Pasang oscilloscop untuk melihat kissing paternnya, apabila sudah baik bentuk kissing paternnya (dengan meng-adjust Bal Cal 4A10R35) dan sesuaikan dengan permintaan awak pesawat kalibrasi. Angle dari glide slope juga dapat dipengaruhi oleh hasil widthnya.

4.1.3. Check Monitor

Parameter-parameter yang diperiksa dalam kegiatan kalibrasi peralatan localizer meliputi parameter-parameter berikut ini.

4.1.3.1. Path Angle To Low Alarm

Adjust MOD BALANCE control 4R7 ke arah 90 hz hingga indicator lampu 150 hz mati dan lampu indikator 90 hz menyala alarm.

4.1.3.2. Path Angle To High

Adjust MOD BALANCE control 4R7 ke arah 150 hingga lampu indicator 150 menyala alarm.

(60)

44

Adjust MOD BALANCE control 4R7 kembali ke posisi normal seperti semula, yaitu pada posisi tengah (dial 500 atau DDM = 0).

4.1.3.4. Path Width To Narrow Alarm

Catat penunjukan monitor width pada saat posisi normal. Adjust sideband Amplitudo power control 4AT1 increase hingga pembacaan di monitor di display bertambah 30 digit dari posisi normal hingga lampu indikator width alarm.

4.1.3.5. Path Width To Wide Alarm

Adjust sideband Amplitudo power control 4AT1 decrease hingga pembacaan di monitor display berkurang 30 digit dari posisi normal hingga lampu indikator width alarm.

4.1.3.6. Path Width To Normal

Adjust sideband Amplitudo power control ke posisi normal.

4.1.3.7. Path Width To Wide Alarm Advanced

Catat penunjukan display monitor pada posisi width.Adjust sideband Phaser ke posisi 150 advanced dan catat posisi display monitor setelah adjustmnet.

4.1.3.8. Path Width To Wide Alarm Retarded

Adjust sideband Phaser ke posisi 150 delayed dan catat posisi display monitor setelah adjustmnet.

(61)

45

4.1.3.9. Path Width To Normal

Kembalikan posisi sideband Phaser ke posisi semula hingga pemancar bekerja secara normal.

4.1.3.10. Standby Power

Matikan main power PLN hingga pemancar bekerja dengan Battery.

4.1.3.11. Reduced Power

Adjust RF power output 4R11 front panel hingga power turun ± 16% dari power normal dan catat display monitor pada posisi RF power sesudah dan sebelum adjustment.

4.1.4. Kalibrasi Marker Beacon

Apabila coverage belum sesuai yang dikehendaki, adjust power pada marker beacon yaitu power dibesarkan apabila coveragenya kurang dan power dikecilkan apabila coveragenya terlalu besar.

4.2. Pembahasan Hasil Kalibrasi

Berikut hasil kalibrasi udara peralatan ILS bandara Soekarno Hatta yang dilakukan pada tanggal 05-06 April 2008.

(62)

46 Tabel 4.1.

Hasil kalibrasi kinerja operasional peralatan Localizer ILS bandara Soekarno Hatta yang dilaksanakan pada tanggal 05-06 April 2008

PARAMETER ILS TX.1 ILS TX.2

Course Width 3.25 3.24 Modulation 40% 40% Clearance 150 324 / 12 322 / 7 Clearance 90 321 / 9 326 /12 Course Stucture – Z1 S S Course Stucture – Z2 2 / 1.2 2 / 1.0 Course Stucture – Z3 2 / 0.35 2 / 0.32 Alignment CL CL Voice NA NA Identification S S Usable Distance S S

(63)

47 Tabel 4.2.

Hasil kalibrasi kinerja operasional peralatan Glide Slope ILS Bandara Soekarno Hatta yang dilaksanakan pada tanggal 05-06 April 2008

PARAMETER ILS TX.1 ILS TX.2

Modulation 80% 80%

Anggel 3.01 3.01

Width 0.71 0.73

Clearance Below Path S S

Structure Below Path 2.11 2.12

Path Stucture – Z1 S S

Path Stucture – Z2 8 / 1.0 5 / 1.7 Path Stucture – Z3 12 / 0.40 6 / 0.34

Usable Distance S S

Sumber : Hasil kalibrasi penerbangan (05-06 April 2008)

4.2.1. Untuk Peralatan Localizer

Berdasarkan data hasil kalibrasi udara atas kinerja operasional peralatan localizer pada ILS bandara Soekarno Hatta yang dilaksanakan pada tanggal 05-06 April 2008 pada tabel 4.1 dapat dianalisis hal-hal sebagai berikut :

(64)

48

- Hasil kalibrasi untuk parameter Course Width menghasilkan angka sudut 3.25° untuk Tx.1 dan 3.170° untuk Tx.2. Angka tersebut berada pada toleransi yang dibolehkan, yaitu 3.14° ± 17%.

- Hasil kalibrasi parameter modulation, menghailkan angka 40% untuk Tx.1 dan Tx.2. Angka tersebut berada pada toleransi yang dibolehkan, yaitu 36% - 44%.

- Hasil kalibrasi untuk parameter clearance 150 Hz menghasilkan angka 324/12 untuk Tx.1. Angka tersebut menunjukkan bahwa pada Azimut 12° sinyal clearance 150 Hz, penerima di pesawat terbang menunjukan sinyal minimum sebesar 324 µA. Hasil kalibrasi clearance untuk parameter clearance 150 Hz menghasilkan angka 322/7 untuk Tx.2. Angka tersebut menunjukkan bahwa pada Azymuts 7° sinyal clearance 150 Hz, penerima di pesawat terbang menunjukkan sinyal minimum sebesar 322 µA.

- Hasil kalibrasi untuk parameter clearance 90 Hz menghasilkan angka 321/9 untuk Tx.1. Angka tersebut menunjukkan bahwa pada Azymuts 9° sinyal clearance 90 Hz, penerima di pesawat terbang menunjukan sinyal minimum sebesar 321 µA. Hasil kalibrasi clearance untuk parameter clearance 90 Hz menghasilkan angka 326/12 untuk Tx.2. Angka tersebut menunjukkan bahwa pada Azymuts 12° sinyal clearance 90 Hz, penerima di pesawat terbang menunjukkan sinyal minimum sebesar 326 µA.

- Hasil kalibrasi untuk parameter Course Structure pada Z1 menghasilkan angka S (Satisfactory) untuk Tx.1 maupun Tx.2. Hal tersebut

(65)

49

menunjukkan bahwa pada daerah Z1 sesuai yang direkomendasikan oleh pabrikan.

- Hasil kalibrasi untuk Course Structure pada Z2 menghasilkan kategori 2/1.2 untuk Tx.1 dan angka 2/1.0 untuk Tx.2. Hal tersebut menunjukkan bahwa sinyal yang diterima pesawat terbang pada daerah Z2, Tx.1 sebesar 2 µA pada jarak 1.2 Nm. Sedangkan Tx.2 sebesar 2 µA pada jarak 1.0 Nm. - Hasil kalibrasi untuk Course Structure pada Z3 menghasilkan kategori 2/0.35 untuk Tx.1 dan 2/0.32 untuk Tx.2. Hal tersebut menunjukkan bahwa sinyal yang diterima pesawat terbang pada daerah Z3, Tx.1 sebesar 2 µA pada jarak 0.35 Nm. Sedangkan Tx.2 sebesar 2 µA pada jarak 0.32 Nm.

- Hasil kalibrasi untuk parameter Alignment menghasilkan kondisi CL (Center Lane), yang berarti alignmentmengasilkan kondisi pancaran simetri pada center line.

- Hasil kalibrasi untuk parameter Voice menghasilkan kondisi NA (Not Applicable).

- Hasil kalibrasi untuk parameter Identification menghasilkan kondisi S (Satisfactory) sesuai yang direkomendasikan oleh pabrikan.

- Hasil kalibrasi untuk parameter Usable Distance menghasilkan kondisi S (Satisfactory) sesuai yang direkomendasikan oleh pabrikan.

(66)

50

- Hasil kalibrasi untuk parameter Modulation menghailkan nilai 80%. Nilai ini berada pada rentang antara 75% - 85%.

- Hasil kalibrasi untuk parameter Angle menghasilkan nilai 3.01 untuk Tx.1 dan 3.01 untuk Tx.2. Nilai standar yang dianjurkan adalah antara 3.00 – 7.5% sampai 3.00 + 10%.

- Hasil kalibrasi untuk parameter Width menghasilkan nilai 0.71 untuk Tx.1 dan 0.73 untuk Tx.2. Nilai standar yang dianjurkan adalah antara 0.7 ± 0.2.

- Hasil kalibrasi untuk parameter Clearance below path menghasilkan nilai 0.67 untuk Tx.1 dan 0.68 untuk Tx.2. Nilai standar yang dianjurkan adalah antara 0.5 sampai dengan

- Hasil kalibrasi untuk parameter Structur path menghasilkan nilai S (Statisfactory), yang berarti sesuai yang direkomendasikan analisis tersebut maka paralatan ILS bandara Soekarno Hatta layak untuk dioperaikan.

(67)

52 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

1. Localizer : Berdasarkan hasil laporan kalibrasi dapat disimpulkan bahwa seluruh point yang di inspeksikan pada peralatan localizer, telah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang digariskan dalam dokumen FIM dok.8200.1B, pedoman pelaksanaan penerbangan kalibrasi sebagai localizer tersebut dapat dijadikan sebagai alat bantu pendaratan pesawat untuk menemukan senter line runway.

2. Glide Slope : Berdasarkan hasil laporan kalibrasi dapat disimpulkan bahwa seluruh point yang di inspeksikan pada peralatan Glide Slope, telah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang digariskan dalam dokumen FIM dok.8200.1B, pedoman pelaksanaan penerbangan kalibrasi sebagai glide slope tersebut dapat dijadikan sebagai alat bantu pendaratan pesawat untuk menemukan sudut pendaratan (touch down point).

5.2. Saran

Saran-saran yang dapat penulis sampaikan terkait dengan hasil analisis ini adalah:

1. Untuk pengembangan lebih lanjut, dapat dilakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap analisis kerusakan yang berpeluang terjadi saat dilakukan kalibrasi udara peralatan ILS.

(68)

53

2. Anailisis teoritis dapat dilakukan terhadap peralatan navigasi udara yang lain untuk membantu teknisi dalam menganalisis hal-hal yang diperlukan dalam melakukan persiapan dan pelaksanaan kalibrasi udara.

(69)

Daftar Pustaka

Dennis Roddy, John Coolen, Komunikasi Elektronik, Foruth Edition, PT. Prenhallindo, jakarta

ICAO, Aeronautical Telecomunication ANNEX 10 to the Convention on

International Civil Aviation Vol 1, ICAO Montreal Quebec, 1985.

ICAO, Avionics Aircraft, ICAO Montreal, 1985. ICAO, Avionics Vol.3, ICAO Montreal, 1985.

Zherebrsov, Fundamentals Of Radio, Foreign Languages Publishing House Norman Ashfor/Paul H. Wright, Airport Engineering

Roger L. Freeman, Telecommunication System Engineering, Third Edition, John Wiley & Sons, Inc.

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya, ketentuan Pasal 1821 KUH Perdata menjelaskan bahwa tidak ada penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah. Sehingga terlihat bahwa sifat

Lembaga ini telah banyak menggunakan alat-alat promosi yang mendukung kampanye social marketing KPU, yaitu: menyosialisasikan proses dan tahapan penyelenggaraan Pemilu 2014

Pengendalian dengan memanfaatakan musuh alami untuk secara biologis adalah kerja dari factor biotis seperti parasitoid, predator dan pathogen

1 (satu) lembar salinan sah STTB/Ijazah sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan beserta transkrip nilai dan disahkan oleh Pejabat yang berwenang

Data yang dibutuhkan meliputi proses pembuatan tampar, foto alat pintal tampar pandan yang lama, data pengamatan produktivitas, foto postur kerja, data kuesioner pendahuluan,

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

Apabila realisasi melampaui anggaran (target) maka kinerja dapat dinilai dengan baik. Penilain kinerja pendapatan pada dasarnya tidak cukup hanya melihat apakah