• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANTAPAN OTONOMI DAERAH UNTUK MENUNJANG KEBERHASILAN PEMBANGUNAN DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANTAPAN OTONOMI DAERAH UNTUK MENUNJANG KEBERHASILAN PEMBANGUNAN DAERAH"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

1

SODJUANGON SITUMORANG

DIRJEN OTDA 

DEPARTEMEN DALAM NEGERI

PEMANTAPAN OTONOMI DAERAH

UNTUK MENUNJANG KEBERHASILAN

PEMBANGUNAN DAERAH

(Disampaikan pada acara      

NATIONAL

(2)

Penataan Daerah Otonom

1. Pemekaran Daerah

2. Evaluasi Penyelenggaraan Pemda

3. Pembinaan dan Pengawasan Penyeleng

garaan

Pemda & Peran Gubernur sbg Wakil Pemerintah

4. Penyempurnaan regulasi otonomi daerah

(3)

Pemekaran Daerah

1.

Kebijakan moratorium pemekaran daerah &

Evaluasi

menyeluruh thdp semua Daerah Otonom Baru.

2.

Penyusunan Grand Strategy Penataan Daerah yg mengatur ttg

Tata Cara Pemekaran, Evaluasi & Pembinaan Daerah Otonom.

3.

Perlu masa transisi bagi suatu calon Daerah Otonom sebelum

ditetapkan

sbg

Daerah

Otonom

yg

definitif

(seperti

Provinsi/Kab/Kota Administratif).

4.

RUU Pemekaran Daerah dari 2 pintu (DPR‐RI & Pemerintah)

atau cukup berasal dari 1 pintu (Pemerintah).

5.

Grand Strategy Penataan Daerah pengaturannya dalam

(4)

Evaluasi Penyelenggaraan Pemda

Tahun 2008 atas LPPD 2007

1.

Dilaksanakan berdasarkan PP 6/2008

2.

Telah dilaksanakan Evaluasi thd 411 Daerah Otonom (33

Prov., 301 Kab. & 77 Kota dari 524 DO & 5 Kab/Kota Adm)

3.

Telah dilaksanakan evaluasi thd 148 DOB yang dibentuk

periode 1999‐2004 (7 Prov., 113 Kab. & 28 Kota)

(5)

Pembinaan

 

dan

 

Pengawasan

 

Penyelenggaran

 

Pemda

 

&

 

Peran

 

Gubernur

 

sbg

 

Wakil

 

Pemerintah

1.

Hubungan antar susunan/tingkat pemerintahan bersifat

interkoneksi, interdependensi & saling mendukung dalam

satu sistem.

2.

Prov. & kab/Kota adalah subsistem dari NKRI

3.

Pembinaan & Pengawasan Penyelenggaraan Pemda secara

berjenjang oleh Mendagri dan Gubernur (termasuk

Punish

& reward)

4.

Revitalisasi peran Gub sbg Wakil Pemerintah dalam

melakukan koordinasi, pembinaan & pengawasan, serta

dukungan perangkat Gub & pendanaan Gub sbg Wakil

Pemerintah (RPP ttg Kedudukan, Tugas, Wewenang &

Keuangan Gub sbg Wakil Pemerintah dalam finalisasi)

(6)

PENYEMPURNAAN

REGULASI OTONOMI DAERAH

1.

Revisi UU 32/2004 menjadi 3 (tiga) UU yaitu UU

Pemda, UU Pilkada & UU Desa

2.

Harmonisasi Benturan UU Pemda dgn UU Sektor

3.

Pelaksanaan PP 38/2007 & Penetapan NSPK oleh

sektor.

(7)

Isu Pilkada

1.

Apakah pemilihan KDH tetap secara langsung oleh rakyat

atau melalui DPRD

2.

Urgensi keberadaan Wakil Kepala Daerah pada setiap DO

3.

Bagaimana cara memperoleh calon KDH yang kapabel

memimpin daerah baik yg berasal dari parpol maupun

calon perseorangan

4.

Bagaimana cara melaksanakan Pemilihan KDH lebih efisien

dari segi anggaran/tidak boros

(8)

Isu Dana Perimbangan

1.

Dana Perimbangan sebagian besar utk biaya

birokrasi,

hanya

sebagian

kecil

biaya

utk

pelayanan publik

2.

Masalah penggunaan dana perimbangan secara

(9)

Isu Sumber Daya Aparatur

1.

Mendorong Reformasi Birokrasi

2.

Isu putra daerah & mobilitas pegawai yg rendah. PNS sbg

Perekat Bangsa

3.

Politisasi birokrasi

4.

Peningkatan kompetensi & kapasitas aparatur Pemda

5.

Masalah pengembangan karier aparatur Pemda

(10)
(11)

11/12/2009 11

MASALAH :

9 Belum optimalnya  pembagian urusan antar tingkatan  pemerintahan;

9 Belum adanya koherensi antara UU 32/2004 dengan UU sektoral;

9 Masih Potensialnya benturan antara UU Otonomi dgn UU Sektor

USULAN PERUBAHAN:

9 Membuat pengaturan yang jelas dalam pembagian urusan dengan mengadopsi semangat dari PP 

38/2007;

9 Merinci urusan pemerintahan yang dapat didesentralisasikan (31 urusan) :

9 Pemerintah :

Menetapkan NSPK sebagai acuan bagi daerah dalam melaksanakan kewenangannya dalam koridor NKRI

Mensinerjikan  kegiatan pemerintahan dan pembangunan antara Pusat dan Daerah; memberdayakan 

daerah, dan melaksanakan  Supervisi, Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan otonomi daerah

Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang didesentralisasikan yang berskala internasional dan Nasional 

(lintas provinsi).

9 Provinsi:

Menetapkan kebijakan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan yg menjadi kewenangannya dalam 

NSPK yg ditetapkan Pusat

Menyelenggaran urusan pemerintahan yg di desentralisasikan yg berskala Provinsi (lintas Kab/Kota dalam 

Prov ybs)

9 Kabupaten/ kota:

¾ Menetapkan kebijakan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan yg menjadi kewenangannya dgn 

mengacu kpd NSPK yg ditetapkan Pusat

(12)

11/12/2009 12 MASALAH :Pembentukan DOB cenderung kurang terkendali dan hanya didorong oleh kepentingan elit  politik dan birokrasiPembentukan DOB sering berdampak negatif terhadap daerah induk dan daerah baru  terkait dengan penurunan kualitas pelayanan publik, konflik yang muncul sebagai ekses  dari pemekaran, dan proliferasi kecamatan dan kalurahan/ desa yang diperlukan untuk  memenuhi persyaratan.Biaya pemerintahan cenderung menjadi semakin mahal karena semakin banyak biaya  birokrasi dan aparatur yang harus ditanggung oleh pemerintahPengaturan pemekaran dalam PP 78/2007 seringkali  tidak dipatuhi dalam proses  pembentukan DOB.  USULAN PERUBAHAN :Pengaturan yang lebih ketat tentang pemekaran dengan mengadopsi persyaratan dalam   PP 78/2007 (syarat administratif, teknis dan fisik kewilayahan dsb)Penerapan daerah transisi (administratif) selama 5 th, baru kemudian dievaluasi  kelayakannya, jika tidak layak tidak disahkan sebagai daerah otonom, kembali menjadi  bagian dari daerah induknya.  Daerah yang tidak lolos evaluasi dapat diusulkan kembali  sebagai daerah otonom.

(13)

11/12/2009 13

MASALAH :

• Pilkada secara berpasangan sering menimbulkan masalah karena KDH dan wakilnya merasa 

memiliki legitimasi yang sama; Sedangkan akses wakil KDH terhadap sumberdaya politik, 

anggaran dan birokrasi, sangat kecil;

• Biaya Pilkada Gubernur yang sangat tinggi dan memberatkan APBD

• KDH dan wkl KDH yang berasal dari partai yang berbeda sering membuat keduanya memiliki 

agenda‐dan kepentingan yang berbeda terkait dengan kepentingan partai politiknya masing‐

masing;

• Konflik antara KDH dan wkl KDH sering merembet ke aparatur daerah sehingga membuat 

birokrasi dan aparatur daerah terkotak‐kotak;

USULAN PERUBAHAN :

Alternatif 1:

• Pilkada dilakukan hanya pada kepala daerah, wakil kepala daerah dapat (fakultatif) diusulkan 

oleh gubernur kepada Presiden atau oleh Bupati/ Walikota kepada Mendagri melalui 

gubernur, jika menghendaki adanya wakil.  

• Jumlah calon wakil kepala daerah maks 4 untuk Prov dan 3 untuk Kab/Kota. Calon yang 

diusulkan adalah 2 kali lebih banyak dari yang dikehendaki;

• Wakil KDH ditetapkan atas usulan dan bukan dipilih (elected )

• Seandainya KDH berhalangan tetap maka DPRD melakukan pilihan terhadap wakil KDH yang 

ada untuk menggantikan KDH;apabila wakil KDH lebih dari satu

• Kalau KDH berhalangan tetap dan tidak memiliki wakil maka dilakukan pilkada baru.

(14)

11/12/2009 14

PILKADA…..

Alternatif

 

2:

Pemilihan

 

Kepala

 

Daerah

 

tetap

 

berpasangan,

 

tapi

 

kepala

 

daerah

 

diberi

 

kewenangan

 

sepenuhnya

 

untuk

 

memilih

 

wakilnya;

Ada

 

pembagian

 

peran

 

yang

 

lebih

 

jelas

 

dan

 

hak

hak

 

protokoler

 

yang

 

lebih

 

seimbang

 

antara

 

KDH

 

dan

 

Wakil

 

KDH;

Kalau

 

ada

 

konflik

 

antara

 

KDH

 

dengan

 

Wakil

 

KDH

 

(15)

11/12/2009 15

PILKADA…..

Untuk

 

pilkada

 

gubernur

 

ada

 

ada

 

dua

 

alternatif;

 

– pertama dipilih secara demokratis (DPRD) dengan pertimbangan lebih  efisien, dengan alasan hubungan antara gubernur dengan voters jauh  dan mereka tidak mengenal calon gubernur, anggota DPRD lebih  rasional daripada warga pada umumnya.   – Alternatif kedua; tetap secara langsung karena pilkada langsung lebih  partisipatif.

(16)

11/12/2009 16

MASALAH

 

:

Peran Gubernur  sebagai wakil pemerintah pusat tidak didefinisikan secara jelas;Gubernur sebagai wakil pemerintah tidak memiliki perangkat dan anggaran untuk  menjalankan perannya;

USULAN

 

PERUBAHAN

 

: • Peran Gubernur sebagai wakil PEMERINTAH diperjelas, yaitu:Mengkoordinasikan kegiatan pemerintahan dan pembangunan antara  Provinsi dan  Kab/Kota serta antar Kab/Kota yg ada di wilayahnyaMelakukan monitoring, evaluasi, supervisi terhadap Kab/Kota yg ada di wilayahnyaMemberdayakan dan fasilitasi terhadap Kab/Kota di wilayahnyaMenyelenggarakan urusan pemerintahan umum; urusan pemerintahan yg diluar  kewenangan mutlak dan diluar kewenangan yg di desentralisasikan seperti menjaga  integritas bangsa; melakukan koordinasi instansi Pusat dan Daerah, menjaga kerukunan  beragama dllMemberikan persetujuan atas Perda Kab/Kota terkait Tata Ruang, Pajak dan Retribusi  Daerah, dan Pengawasan terhadap Perda Kab/kotaMemberikan Rekomendasi atas penyaluran DAK dan atau Hibah ke Kab/Kota

Gubernur harus memiliki anggaran yang jelas dan perangkat sendiri yang kompeten untuk  menjalankan peran sebagai wakil pemerintah.  

(17)

11/12/2009 17

MASALAH :

¾ Mengedepannya isu putra daerah;

¾ Mobilitas pegawai yang rendah;

¾ Politisasi birokrasi yang semakin tinggi;

¾ Tidak ada korelasi kepegawaian daerah dengan urusan dan kelembagaan;

USULAN PERUBAHAN

:

‰ Mengembangkan sistem rekrutmen dan promosi yang terbuka, kompetitif, berbasis kompetensi, kontrak kinerja;

‰ Mengenalkan konsep senior executive services dan jabatan fungsional strategis yang pengaturannya dilakukan oleh pemerintah pusat (detailnya diatur dengan PP);

‰ Rekruitmen pegawai didasarkan atas kebutuhan lembaga dan jabatan (position-based personnel management);

‰ Mengenalkan konsep aparatur daerah sebagai bagian dari aparatur nasional dan mengintrodusir tenaga kontrak untuk pekerjaan klerikel ;

(18)

11/12/2009 18 MASALAH :  ™ Banyak peraturan daerah (Perda) atau usulan Perda yang bertentangan dengan  kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi; ™ Perda tidak pernah dilaporkan; ™ Pengawasan perda lemah; ™ Mekanisme pembatalan perda tidak jelas; USULAN PERUBAHAN :

‰ Gubernur selaku wakil pemerintah melakukan pengawasan preventif terhadap 4 perda  kab/ kota  dengan (Perda Tata Ruang Daerah, Perda tentang Pajak, Perda tentang Retribusi  Daerah dan Perda tentang APBD); ‰ Untuk Perda lainnya, Kabupaten/Kota harus melaporkan kepada Gubernur sebagai wakil  pemerintah (pengawasan represif); ‰ Gubernur melaporkan summari hasil pengawasan kepada presiden; ‰ Pemerintah melakukan pengawasan terhadap Perda Provinsi; ‰ Pengendalian perda dilakukan melalui executive review, walaupun tidak menutup  kemungkinan bahwa daerah melakukan judicial review ketika tidak puas dengan hasil  executive review;

(19)

11/12/2009 19

MASALAH

 

:

¾ Sebagian besar APBD (70‐80 %) dialokasikan untuk belanja aparatur  dan biaya operasional  dan proporsi untuk belanja pelayanan publik  sangat rendah; ¾ Penggunaan dana dekonsentrasi dan TP untuk urusan yang telah  didesentralisasikan ¾ Efektivitas penentuan dan penggunaan DAK

USULAN

 

PERUBAHAN

 

:

™ Mendorong daerah untuk memperbesar anggaran untuk belanja  publik dan kegiatan yang manfaatnya dirasakan langsung oleh  masyarakat. ™ Dekonsentrasi hanya dilakukan pada urusan mutlak/ekslusif  pemerintah dan urusan concurrent yang menurut kriteria tertentu  sebaiknya ditangani oleh pusat (masukkan ketentuan PP 7/ 2008  mengenai dekon dan Tugas Pembantuan)

(20)

11/12/2009 20 KEUANGAN  DAERAH (2)

UNTUK

 

PERBAIKAN

 

EFEKTIFITAS

 

DAK

 

:

‰ Penguatan peran gubernur sebagai budget optimizer dalam alokasi  DAK: K/L menentukan arah dan prioritas, pagu indikatif setiap provinsi  setelah mendengar pendapat gubernur.  Sebelum gubernur memberi  pendapat gubernur harus mendengar bupati/ walikota ‰ Gubernur mengkoordinasi K/L untuk merumuskan perencanaan akhir  dari DAK provinsi ‰ Depdagri mengkordinasikan dan melakukan monitoring pelaksanaan  DAK di provinsi ‰ Pengaturan tentang peluang daerah untuk melakukan investasi jangka  panjang, jangka menengah, dan pendek ‰ Pengaturan yang lebih detail tentang BUMD

(21)

11/12/2009 21 MASALAH : ™ Tidak ada pengaturan tentang bagaimana sebaiknya pelayanan publik diselenggarakan  oleh daerah ( jenis‐jenisnya, mekanisme persyaratan dan kualitas pelayanan) ™ Kesenjangan kualitas pelayanan antar daerah sangat besar USULAN PERUBAHAN : ¾ Mendefinisikan pelayanan dasar dan mengharuskan daerah untuk menyelenggarakan  sesuai dengan SPM yang dibuat pemerintah pusat ¾ Mengharuskan daerah membuat standar proses pelayanan yang mencakup hak‐hak  warga atas informasi, hak untuk berpartisipasi, standar waktu dan biaya dan  memasukannya dalam maklumat atau kontrak pelayanan ¾ Melindungi hak warga untuk menyampaikan keluhan, perlindungan sebagai pelapor,   dan memperoleh tanggapan yang wajar dari penyelenggara pelayanan. ¾ Mendorong terbentuknya komisi pelayanan publik atau ombudsman daerah

(22)

11/12/2009 22

MASALAH :

• Banyak kawasan perbatasan yang tidak terurus dengan baik, karena seringkali 

secara politis tidak menguntungkan bagi kepala daerah untuk peduli kepada 

kawasan perbatasan

• Kawasan perbatasan yang tidak terurus dengan baik dapat menimbulkan dampak 

geo‐politik yang luas dan merugikan kepentingan nasional

USULAN PERUBAHAN :

¾ Perlu ada pengaturan yang mendorong/ memberi insentif kepada daerah untuk 

peduli pada kawasan perbatasan

¾ Pendekatan terhadap kawasan perbatasan harus mencakup kepentingan 

pertahanan, identitas nasional, dan kesejahteraan

¾ Perlu pengaturan mengenai pengelolaan kawasan perbatasan salah satunya 

melalui Badan Pengelola Perbatasan; badan ini dapat melibatkan multi‐pihak atau 

kerjasama pusat dan daerah

¾ Pengaturan tentang kawasan perbatasan harus dapat mengurangi keinginan untuk 

pemekaran dan perdangan illegal

¾ Perlu dibuka kemungkinan kerjasama dengan negara tetangga

¾ Perlu dipikirkan kemungkinan peran instansi vertikal tertentu di perbatasan

(23)

11/12/2009 23

MASALAH :

• Keengganan daerah untuk kerjasama dalam penyeleggaraan pelayanan;

• Kerjasama antara daerah dengan swasta belum diatur dengan jelas;

USULAN PERUBAHAN :

™ Perlu menciptakan mekanisme insentif dan disinsentif untuk mendorong kerjasama antar 

daerah;

™ Beberapa pengaturan dalam PP 50/2007 dapat dimasukan dalam UU; 

™ prinsip kerjasama: efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan eksternalitas, saling 

menguntungkan, kepentingan publik, penyelesaian konflik sebagai akibat dari kerjasama;

JENIS KERJASAMA :

WAJIB : Apabila urusan yang mencakup lintas batas daerah otonom, urusan yang 

eksternalitasnya melewati batas daerah otonom, kepentingan lingkungan dan masyarakat 

luas, efisiensi ( kawasan perkotaan, pembangunan infrastruktur, konservasi, DAS, pengelolaan 

air, dan kawasan khusus); 

SUKARELA :urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah otonom dan 

(24)

11/12/2009 24

KERJASAMA

 

ANTAR

 

DAERAH

 

(2)

• Perlu ada kebijakan Insentif dan disinsentif fiskal untuk mendorong kerjasama antar daerah;

• Kriteria larangan kerjasama yang merugikan kepentingan masyarakat luas, misalnya, 

kerjasama dengan swasta dalam pengelolaan air yang merugikan petani dan masyarakat luas;

PENGATURAN BENTUK KERJASAMA :

• Tipe kerjasama, fihak yang bekerjasama, antar daerah, antara daerah dengan pusat, antar 

pemerintah dengan swasta;

MEKANISME KERJASAMA :

™ Untuk penyelenggaraan urusan  tertentu yang memiliki dampak luas melewati batas daerah 

pemda wajib melakukan kerjasama.  Jika daerah tidak melakukan kerjasama maka pusat 

dapat mengambil alih urusan dengan biaya dari daerah yang bersangkutan;

™ Inisiatif kerjasama dapat berasal dari salah satu pihak;

™ Dilakukan oleh kepala daerah tetapi dapat didelegasikan kepada kepala SKPD;

™ Harus ada persetujuan dari DPRD bila kerjasama membebani masyarakat;

(25)

11/12/2009 25

12. DESA

PERMASALAHAN: 1. Kedudukan  Desa dalam sistem Pemerintahan 2. Kewenangan Desa yg belum jelas antara kewenangan asli dan kewenangan  atas dasar penyerahan dari Kab/Kota  3. Pembentukan Desa (size area dan populasi) 4. Masalah Penyeragaman Desa 5. Sumber Keuangan Desa yg terbatas 6. Badan Permusyawaratan Desa 7. Penetapan Sekdes yg sering menimbulkan kecemburuan perangkat Desa  lainnya 8. Usaha Desa yg diambil alih oleh Kab/Kota seperti pasar desa 9. Hubungan Kades dgn BPD yg sering kurang harmonis 10.Pembangunan Desa yg kurang melibatkan pemerintah Desa

(26)

11/12/2009 26

DESA

 

(lanjutan)

USULAN PERUBAHAN: 1. Kejelasan antara kewenangan asli Desa dan kewenangan hasil penyerahan dari  Kab/Kota  2. Kewenangan mengelola aset desa (asli atau diserahkan) 3. Pengakuan hukum nasional mengakui hukum ulayat (definisi Ulayat) 4. Penentuan batas jumlah dan batas minimum area dan penduduk Desa 5. Pengaturan bentuk, susunan dan status pemerintahan Desa oleh Provinsi untuk  menghindari variasi antar Kab/Kota yg terlalu luas. 6. Kewenangan asli dibiayai pendapatan asli desa; tugas tambahan dibiayai oleh  APBD Kab/Kota atau yang menugaskan sesuai peraturan perundangan 7. Adanya kewenangan yang jelas melalui TP ke Desa dan sumber pembiayaannya  (money follows functions) 8. BPD diserahkan pengaturannya kepada Provinsi mempertimbangkan kearifan  lokal 9. Bumdes dikelola sebagai Usaha Desa  10. Sinerji program Desa dengan program pemerintahan atasan

(27)

11/12/2009 27

13. PERANGKAT DAERAH

PERMASALAHAN: 1. Kecenderungan daerah meng‐adopsi struktur gemuk shg membengkakkan  overhead cost.  2. Adanya desakan dari Departemen/LPND untuk membentuk lembaga sejenis   oleh daerah dengan iming2 bantuan dari Dept/LPND ybs 3. Struktur gemuk akan mendesak pertambahan PNS yg sering kurang relevan dgn  kebutuhan kesejahteraan masy lokal dan menambah overhead cost dan  mengurangi biaya pelayanan publik ARAH PERUBAHAN: 1. Mengupayakan adanya kebijakan insentif bagi daerah yg menerapkan struktur  ramping dan dis‐insentif bagi yg menerapkan struktur gemuk.  2. Mendorong daerah menerapkan struktur yg sesuai dgn urusan wajib dan pilihan  yg benar2 prioritas sesuai kebutuhan mensejahterakan masyarakat. 

(28)

Masalah

:

• Tidak adanya forum koordinasi penyelenggara pemerintahan  umum(pembinaan ideologi dan kesatuan bangsa; kordinasi pusat dan  daerah, menjaga kerukunan beragama, persatuan dan kesatuan bangsa  dll) di daerah sering menghambat sinerji kegiatan pemerintahan umum di  daerah • Tidak ada sumber pembiayaan yang jelas mempersulit koordinasi dan  sinerji

Usulan

 

Perubahan:

• Daerah dapat membentuk forum penyelenggara pemerintahan umum di  daerah • Keanggotaan forum melibatkan semua pimpinan lembaga penyelenggara  pemerintahan umum di daerah  seperti perwakilan TNI, Polri, Kejaksaan,  dan instansi Pusat lainnya yg ada di daerah • Sumber pembiayaan berasal dari APBN

(29)

Masalah:

Banyak

 

pejabat

 

publik

 

takut

 

melakukan

 

inovasi

 

untuk

 

meningkatkan

 

kesejahteraan

 

rakyat

Tidak

 

adanya

 

pengaturan

 

yang

 

jelas

 

tentang

 

diskresi

 

dan

 

penyelesaian

 

hukum

 

dari

 

kesalahan

 

dalam

 

pengambilan

 

diskresi

Usulan

 

perubahan:

Perlu

 

ada

 

pengaturan

 

yang

 

jelas

 

tentang

 

diskresi

 

pejabat

 

publik

 

di

 

daerah

 

(tidak

 

menimbulkan

 

kerugian

 

negara,

 

tidak

 

ada

 

konflik

 

kepentingan,

 

bertujuan

 

untuk

 

kepentingan

 

umum)

Mendorong

 

penggunaan

 

hukum

 

acara

 

administrasi

 

negara

 

untuk

 

menyelesaikan

 

masalah

 

hukum

 

yang

 

muncul

 

sebagai

 

akibat

 

dari

 

diskresi

 

yang

 

diambil

 

oleh

 

para

 

pejabat

 

publik

Mencegah

 

kriminalisasi

 

masalah

 

administrasi

(30)

Masalah:

Tidak

 

jelasnya

 

antara

 

pembinaan

 

yg

 

dilaksanakan

 

Depdagri

 

dan

 

Departemen

 

Tehnis

 

thd

 

Daerah.

Pengawasan

 

cenderung

 

hanya

 

terbatas

 

aspek

 

keuangan

 

saja

 

shg

 

menyebabkan

 

tumpang

 

tindih

 

antar

 

instansi

 

pengawas

 

(Itjen,

 

BPKP

 

dan

 

BPK)

Usulan

 

perubahan:

Adanya

 

kejelasan

 

bahwa

 

Depdagri

 

berperan

 

melakukan

 

binwas

 

umum

 

dan

 

Departemen

 

tehnis

 

melakukan

 

binwas

 

tehnis

Ada

 

kejelasan

 

kordinasi

 

antara

 

binwas

 

umum

 

an

 

binwas

 

tehnis

(31)

Masalah:

• Bupati/Walikota sering tidak mengindahkan rapat atau undangan dari  Gubernur karena merasa bukan bawahan Gubernur akibat otonomi yg  tidak hirarkhis • Kecenderungan munculnya tudingan munculnya raja2 kecil di daerah • Gubernur sering ragu2 menindak Bupati/Walikota yg bermasalah

Usulan

 

perubahan:

• Revitalisasi peran Gubernur sbg wakil Pusat untuk bertindsak lebih  decisive • Adanya sanksi yg tegas thd Bupati/Walikota yg mengabaikan binwas yg  dilakukan Gubernur sbg Wakil Pusat • Secepatnya membuat pengaturan mengenai peran Gubernur sbg wakil  Pusat di daerah

(32)

Masalah:

• Otsus khususnya Otsus Papua belum menghasilkan kesejahteraan  masyarakat walaupun dana Otsus cukup signifikan jumlahnya • Kecenderungan pemekaran di Papua untuk mendapatkan akses dana  Otsus yg sering hanya menguntungkan elite lokal dan sering jarang  ditempat setelah pemekaran • Otsus Aceh; memerlukan akselerasi penyelesaian aspek  regulasinya agar  penyelenggaraan Otsus berjalan optimal • Otsus DIY revisinya belum selesai

Usulan

 

perubahan:

• Perlunya binwas dan fasilitasi khusus terhadap Otsus Papua agar memacu  kesejahteraan masy. • Adanya sanksi bagi Kepala Daerah yg jarang ada ditempat • Otsus Aceh; secepatnya menyelesaikan aspek regulasinya • Otsus DIY; secepatnya menyelesaikan UU DIY 

18.

 

OTONOMI

 

KHUSUS

Referensi

Dokumen terkait

Angka penelitian menunjukkan angka persentase pemberian implementasi keperawatan klien Halusinasi pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit khusus Jiwa Soeprapto

Karena Fhitung > Ftabel dan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya hipotesis yang menyatakan bahwa partisipasi anggaran

Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir dalam penyelesaian studi pada Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

 Dari variasi kecepatan putar spindle dan kedalaman potong terhadap getaran pahat pada proses pembuatan poros menggunakan mesin bubut, proses pemotongan yang paling

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara pengelolaan gulma berpengaruh tidak nyata pada Tongkol per plot dan Bobot kering 100 biji namun berpengaruh nyata terhadap, Tinggi

Dengan demikian melalui Kurikulum Kursus Penyiar Televisi Berbasis Komptensi ini, peserta kursus dimungkinkan untuk mendapatkan pengalaman belajar yang memadai baik

Jadi yang peneliti maksud dengan judul “Upaya Kepala Sekolah dalam Mencapai Visi dan Misi Sekolah (Studi di SD Negeri 03 Pododadi Karanganyar)” adalah penelitian

Atas dasar perbedaan harga pokok penjualan dan laba yang dihasilkan serta adanya pertimbangan pajak maka variabilitas harga pokok penjualan dapat mempengaruhi pemilihan