KAJIAN TENTANG UMUR JANTAN TERHADAP NISBAH KELAMIN
Drosophila melanogaster PADA PERSILANGAN STRAIN b><b DAN cl><cl
Marleny Leasa *
FKIP PGSD – Unversitas Pattimura ABSTRACT
Sex expression in fruit fly Drosophila melanogaster occurs by balance mechanism of X chromosomes and autosomes (X/A) that resulted ratio of 1:1 which is called “numerical sex index. But, considerable evidence suggest could have a profound impact on ratio deviation were spermatozoa characteristic, viability, transformer gene (tra), gene linkage and lethal recessive, temperature and males age. This research is aimed to find out ratio deviation of the offspring (F1) of mating between fruit fly D. melanogaster strain b >< b and strain cl >< cl that used males age 7,14, and 21days. This research carried out in genetic laboratory State University of Malang, from November 2008 until February 2009. The result of the study is not showed ratio deviation in matings D. melanogaster strain b >< b, for the males age 7, 14, and 21 days and strain cl >< cl, for the males age 7,14 days. While, ratio deviation occurs in mating strain cl >< cl, for males age 21 days.
Key words: fruit fly Drosophila melanogaster, males age, and sex ratio
PENDAHULUAN
Reproduksi pada makhluk hidup
berlangsung secara seksual maupun aseksual (Campbell dkk, 2002). Proses reproduksi
seksual pun terjadi pada Drosophila
melanogaster. Hewan ini termasuk dalam kelas insekta dengan beberapa kelebihan, sehingga banyak dijadikan objek untuk kajian-kajian genetik. (Borror et al, 1992). Dalam siklus
hidupnya, D. melanogaster mengalami
metamorfosis sempurna, yaitu dari telur - larva instar I - larva instar II - larva instar III - pupa – imago (Zarsen, 2008). Menurut Corebima (1997) kemampuan kawin dari D. melanogaster dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Dalam hal ini, gen merupakan faktor genetik yang berperan utama dalam penentuan jenis kelamin atau ekspresi kelamin. Secara umum, gen yang bertanggung jawab dalam penentuan jenis kelamin pada makhluk hidup tidak hanya satu melainkan beberapa pasang gen. Gen-gen ini terletak pada gonosom maupun autosom.
Hingga saat ini dikenal beberapa tipe penentuan jenis kelamin antara lain XY, ZO, XO, dan ZW (Suryo, 1992). Gardner et al (1991) menyatakan bahwa tipe penentuan jenis kelamin D. melanogaster adalah tipe XY. Di mana setiap individu jantan akan menghasilkan gamet X dan Y, sehingga disebut heterogamik dan individu betina akan menghasilkan satu macam gamet X, sehingga dikenal dengan sebutan homogamik. Sehubungan dengan konsekuensi dari hukum segregasi Mendel dan adanya fertilisasi acak
pada pasangan kromosom XY, maka
determinasi kelamin dengan metode ini
diperkirakan akan menghasilkan nisbah kelamin dengan perbandingan 1:1 (Pai, 1992; Farida, 1996; Nurjanah, 1998). Hasil perimbangan ini disebut sebagai “numerical sex index” atau indeks kelamin numerik.
Bridges (1921) dalam Anand (2004) menyatakan bahwa determinasi kelamin D. melanogaster ditentukan oleh rasio banyaknya kromosom X dan autosom. Senada dengan itu,
Corebima (1997) mengemukakan bahwa
mekanisme ekspresi kelamin pada D.
perimbangan antara X dan A (X/A). Dengan demikian kromosom X mempunyai peranan mutlak dalam penentuan kelamin, sedangkan peran kromosom Y sama sekali tidak nampak. Anand (2004) lebih lanjut juga menganalisis berbagai pengaruh mengenai macam-macam perbandingan X/A pada perkembangan seksual
dan menemukan genotip-genotip, seperti
genotipe 2X:2A (ratio=1) dan 3X:3A (ratio=1) berkembang menjadi betina, 1X:2A (ratio=0,5) adalah jantan dan 2X:3A (ratio=0,67) adalah interseks yang sebagian bersifat sebagai jantan
dan sebagian betina. Nurjanah (1998)
menjelaskan bahwa perimbangan dari dua
kromosom X dengan autosom akan
mengekspresikan kelamin betina, sedangkan perimbangan dari satu kromosom X dengan dua autosom akan mengekspresikan kelamin jantan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kromosom X menentukan jenis kelamin betina, sedangkan autosom menentukan munculnya jenis kelamin jantan.
Pada D. melanogaster sering terjadi penyimpangan nisbah (tidak 1 : 1). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah karakteristik spermatozoa, viabilitas, gen transformer (tra), pautan dan resesif letal, suhu, segregation distorsion, dan umur jantan. Adanya alela resesif autosom yang disebut transformer (tra) dari persilangan antar betina carier resesif tra (tra tra XX) dengan jantan homozigot resesif tra (tra tra XY), pada keturunan akan diperoleh nisbah jantan dengan betina yang tidak normal yaitu 3 : 1 (Nurjanah, 1998).
Berkenaan dengan individu jantan, Fowler (1973) dalam Muliati (2000) mengemukakan bahwa pada individu jantan yang sama sekali belum pernah kawin, jumlah sperma akan bertambah banyak seiring bertambahnya umur
individu jantan dan ada kecenderungan gamet Y akan banyak diturunkan dari individu jantan yang berumur lebih muda, sedangkan gamet X akan banyak diturunkan dari individu jantan yang berumur lebih tua. Maknanya bahwa pada individu jantan yang berumur lebih muda, turunan yang dihasilkan akan lebih banyak berjenis kelamin jantan, sedangkan pada indvidu jantan yang berumur lebih tua, keturunan yang dihasilkan akan lebih banyak berjenis kelamin betina.
Masing-masing jenis kelamin dan strain D. melanogaster yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri. Perbedaan mendasar antara D. melanogaster jantan dan betina antara lain: 1) betina mempunyai ukuran tubuh lebih besar dari jantan, 2) sayap betina lebih panjang dari sayap jantan, 3) pada individu betina tidak terdapat sisir kelamin (sex comb), sedangkan pada jantan ada, 4) betina memiliki ujung abdomen yang runcing, sedangkan jantan memiliki ujung abdomen yang tumpul dan berwarna hitam. Perbedaan antara strain b dan cl yakni strain b memiliki warna mata merah, tubuh hitam, dan sayapnya panjang/menutupi tubuh, sedangkan strain cl mata berwarna coklat, tubuh berwarna coklat, dan sayap panjang/menutupi tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nisbah kelamin keturunan pertama (F1) pada persilangan D. melanogaster strain b><b dan strain cl><cl dengan menggunakan jantan berumur 7, 14, dan 21 hari.
METODE PENELITIAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain populasi D. melanogaster strain b dan cl, pisang rajamala, tape singkong, gula
merah, yeast, kertas label, air, dan kertas pupasi. Selanjutnya, alat yang digunakan adalah mikroskop stereo, botol selai, busa, selang, kain kasa, kuas, gunting, spidol transparansi, plastik, karet gelang, pisau/cutter, panci, pengaduk, kompor gas, sendok, dan blender.
Prosedur kerja dalam penelitian ini dimulai dengan pembuatan medium, persiapan stock induk D. melanogaster strain b dan cl, dan proses penyilangan sesama strain b dan cl. Medium yang diperlukan disiapkan sebaik mungkin, sehingga tidak terkontaminasi dan rusak. Pembuatan medium menggunakan bahan-bahan dengan perbandingan 7:2:1. Bahan yang telah diblender kemudian dimasak 45-60 menit.
Dalam tahapan persiapan stock induk perlu disediakan 2 botol selai yang sudah berisi medium dan telah diberi ±7 butir yeast serta kertas pupasi, dan tutup spon, yang kemudian diberi label pada masing-masing botol berupa tanggal pengambilan stock dan macam strain.
Diikuti dengan mengambil beberapa D.
melanogaster jantan dan betina untuk masing-masing strain (b dan cl) dari stock di Laboratorium dengan menggunakan selang plastik. Kemudian stock tersebut dimasukkan ke
dalam botol selai yang sudah disiapkan dan diamati perkembangan stock induk tersebut sampai muncul pupa. Jika muncul pupa, selanjutnya pupa diisolasi ke dalam selang ampul, hingga nantinya terbentuk imago yang siap dikawinkan. Setelah pupa menetas, D. melanogaster yang betina dipelihara hingga berumur 1-3 hari (pada kedua strain), dan yang jantan juga dipelihara sampai berumur 7 hari, 14 hari, dan 21 hari. Imago betina dapat tetap dipelihara dalam ampulan, sedangkan imago jantan dipelihara di dalam botol medium.
Langkah terakhir adalah menyilangkan D. melanogaster strain b dan b, cl dan cl dengan umur jantan yang bervariasi yaitu 7, 14, dan 21 hari masing-masing sebanyak 5 kali ulangan. Parameter yang diamati adalah fenotip F1 yang muncul dan perhitungan jumlah jantan dan betina yang berhasil hidup selama 7 hari berturut-turut. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis Chi-Square.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Data jumlah individu jantan dan betina D. melanogaster strain b dan cl disajikan pada Tabel 1. Sedangkan hasil perhitungan dengan Tabel 1. Jumlah Individu Jantan dan Betina
Persilangan Fenotip Sex Ulangan
total1 2 3 4 5 b><b b♂= 7 hr bb ♂♀ 4231 6054 2118 1921 2828 170152 322 b><b b♂= 14 hr bb ♂♀ 2227 1619 3227 2831 3532 133136 269 b><b b♂= 21 hr b b ♂ ♀ 26 26 27 31 23 26 34 49 32 39 142 171 313 cl><cl cl♂= 7 hr clcl ♂♀ 4230 3019 2212 3027 2321 147109 256 cl><cl cl♂= 14 hr cl cl ♂ ♀ 60 34 42 37 69 49 74 32 17 22 262 174 436 cl><cl cl♂= 21 hr clcl ♂♀ 7753 2037 3642 3130 00 164162 326
menggunakan analisis Chi-Square (χ2) dapat dilihat pada Tabel 2 sampi dengan tabel 7. 1. Persilangan D. melanogaster Strain b >< b
a. Tabel 2. Analisis Chi-Square untuk b♂ umur 7 hari
Fenotip Sex fo fh (fo-fh) (fo-fh)2
fh 2 fh) -(fo χ2tabel 5% B ♂ 170 161 9 81 0,50311 3,841 ♀ 152 161 -9 81 0,50311 Total 322 322 0 - 1,00622 Dari hasil analisis diketahui bahwa perbandingan jantan : betina = 1,11842 : 1 χ2hitung < χ2 tabel
(1,00622) (3,841)
Maka χ2hitung < χ2 tabel, artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin normal 1 : 1 pada persilangan b >< b, untuk b♂ umur 7 hari.
b. Tabel 3. Analisis Chi-Square untuk b♂ umur 14 hari
Fenotip Sex fo fh (fo-fh) (fo-fh)2
fh 2 fh) -(fo χ2tabel 5% B ♂ 133 134,5 -1,5 2,25 0,01673 3,841 ♀ 136 134,5 1,5 2,25 0,01673 Total 269 269 0 - 0,03346 Dari hasil analisis diketahui bahwa perbandingan jantan : betina = 1 : 1,02256 χ2hitung < χ2 tabel
(0,03346) (3,841)
χ2 hitung < χ2 tabel, artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin normal 1 : 1 pada persilangan b >< b, untuk b♂ umur 14 hari.
c. Tabel 4. Analisis Chi-Square untuk b♂ umur 21 hari
Fenotip Sex fo fh (fo-fh) (fo-fh)2
fh 2 fh) -(fo χ2tabel 5% b ♂♀ 142171 156,5156,5 -14,514,5 210,25210,25 1,343451,34345 3,841 Total 313 229 2,6869
Dari hasil analisis diketahui bahwa perbandingan jantan : betina = 1 : 1,20423 χ2hitung < χ2 tabel
(2,6869) (3,841)
χ2hitung < χ2 tabel, artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin normal 1 : 1 pada persilangan b >< b, untuk b♂ umur 21 hari.
2. Persilangan D. melanogaster Strain cl >< cl a. Tabel 5. Analisis Chi-Square untuk cl♂ umur 7 hari
Fenotip Sex fo fh (fo-fh) (fo-fh)2
fh 2 fh) -(fo χ2tabel 5% cl ♂♀ 147109 128128 -1919 361361 2,820312,82031 3,841 Total 256 256 0 - 5,64062
Dari hasil analisis diketahui bahwa perbandingan jantan : betina = 1,34862 : 1 χ2hitung > χ2 tabel
χ2hitung > χ2 tabel, artinya terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin normal 1 : 1 pada persilangan cl >< cl, untuk cl♂ umur 7 hari.
b. Tabel 6. Analisis Chi-Square untuk cl♂ umur 14 hari
Fenotip Sex fo fh (fo-fh) (fo-fh)2
fh 2 fh) -(fo χ2tabel 5% cl ♂♀ 262174 218218 -4444 19361936 8,880738,88073 3,841 Total 436 436 0 - 17,76146
Dari hasil analisis diketahui bahwa perbandingan jantan : betina = 1,50575 : 1 χ2hitung > χ2 tabel
(17,76146) (3,841)
χ2hitung > χ2 tabel, artinya terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin normal 1 : 1 pada persilangan cl >< cl, untuk cl ♂ umur 14 hari.
c. Tabel 7. Analisis Chi-Square untuk cl♂ umur 21 hari
Fenotip Sex fo fh (fo-fh) (fo-fh)2
fh 2 fh) -(fo χ2tabel 5% cl ♂♀ 164162 163163 -11 11 0,0061350,006135 3,841 Total 326 326 0 - 0,01227
Perbandingan jantan : betina = 1,012346 : 1 χ2hitung < χ2 tabel
(0,01227) (3,841)
χ2 hitung < χ2 tabel, artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin normal 1 : 1 pada persilangan cl >< cl, untuk cl ♂ umur 21 hari.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis dengan uji Chi-Square, diperoleh bahwa pada persilangan b >< b dengan menggunakan b ♂ berumur 7, 14, dan 21 hari menghasilkan keturunan pertama (F1) yang nisbah kelaminnya tidak menyimpang dari nisbah kelamin normal yaitu 1:1, hal ini dapat dilihat dengan adanya hasil χ2 hitung yang lebih kecil dibandingkan χ2 tabel. Sementara pada F1 hasil persilangan cl >< cl juga terjadi tidak penyimpangan nisbah, khususnya pada cl ♂
yang berumur 21 hari, sedangkan
penyimpangan nisbah kelamin terjadi pada F1 hasil persilangan dengan menggunakan cl ♂ berumur 7 dan 14 hari. Rothwell (1983) dalam
Nurjanah (1998) mengungkapkan bahwa
penyimpangan nisbah kelamin dapat disebabkan oleh yaitu gen resesif autosom yang disebut transformer (tra). Menurut Stansfield (1983) gen resesif tra ini terletak pada kromosom nomor 3 pada D. melanogaster. Jika gen resesif ini berada dalam keadaan homozigot, maka akan
membentuk individu jantan tanpa
memperhatikan nomor kromosom X, karena tra tra bersifat epistasis dan gen kelamin dalam kromosom X bersifat hipostasis. Dengan
demikian, dari persilangan antara betina karier resesif tra (tra tra XX) dengan jantan homozigot resesif tra (tra tra XY), pada keturunan akan diperoleh nisbah jantan : betina yang tidak normal yaitu 3 : 1. Untuk penelitian yang dilakukan ini tidak ditemukan rasio seperti demikian, namun yang temuannya adalah jumlah individu jantan lebih banyak daripada betinanya pada keturunan pertama (F1). Lebih jelasnya nisbah kelamin (jantan:betina) adalah berada pada kisaran 1,01-1,5:1.
Penyimpangan nisbah kelamin dengan perbandingan jantan lebih besar dari betina dapat pula disebabkan adanya gen letal. Pendapat ini dipertegas oleh pernyataan Strickberger (1985) dalam Nurjanah (1998) bahwa hadirnya gen letal pada kromosom X juga akan mempengaruhi jenis kelamin. Hal ini mengakibatkan jantan yang menerima gen letal akan mati sebelum dewasa, akan tetapi betina heterozigot selalu hidup karena kromosom X yang satunya membawa alel normal. Dari persilangan betina (heterozigot) yang membawa gen letal dengan jantan normal diperoleh keturunan jantan : betina sama dengan 1 : 2. Namun jika dilihat dari hasil yang diperoleh melalui dari perhitungan analisis data, maka penyimpangan yang terjadi pada keturunan F1
dari persilangan cl >< cl, khususnya dengan menggunakan cl ♂ yang berumur 7 dan 14 hari. Dari hasil ini, diduga bahwa penyimpangan tersebut lebih cenderung pada penyimpangan yang disebabkan oleh adanya kehadiran gen letal yang pengaruhnya nampak pada viabilitas betina yang juga turut mempengaruhi nisbah kelamin. Hal ini diperkuat lagi oleh informasi yang dikemukakan oleh Strickberger (1985) dalam Nurjanah (1998) bahwa gambaran pautan
gen letal pada D. melanogaster yang
mempengaruhi viabilitas betina dapat dilihat pada gen resesif bobbed (bb, bristel pendek dan abdomen normal) yang dibawa oleh kromosom X. Selanjutnya dikatakan pula bahwa jika individu betina heterozigot yang membawa gen letal disilangkan dengan individu jantan yang membawa gen letal bb, maka akan diperoleh nisbah jantan : betina sama dengan 2:1. Pernyataan tersebut dapat diperkuat oleh adanya data hasil perbandingan jumlah individu jantan yang lebih banyak dibandingkan dengan
individu betina, atau lebih tepatnya
perbandingan antara jantan : betina yaitu 1,3-1,5 : 1. Informasi demikian menunjukkan bahwa perbandingan jantan dengan betina sudah diatas perbandingan rata-rata atau jauh melebihi dari yang semestinya. Olehnya, diduga kuat bahwa penyimpangan nisbah kelamin yang ditemukan pada penelitian ini, khususnya pada F1 hasil persilangan strain cl >< cl disebabkan oleh pautan gen letal.
Faktor lain yang dapat menyebabkan penyimpangan tersebut diantaranya adalah
karakteristik fisik spermatozoa yang
mengandung kromosom X dan Y berbeda.
Nurjanah (1998) mengemukakan bahwa
spermatozoa Y dapat bergerak lebih cepat, sehingga kemungkinan membuahi sel telur lebih besar. Maka kemungkinan jumlah individu jantan akan lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah individu betinanya.
Pada persilangan strain b >< b, dengan menggunakan b ♂ berumur 7, 14, dan 21 hari dan persilangan strain clx >< cl, khusus dengan menggunakan cl ♂ umur 21 hari menghasilkan F1 yang nisbahnya tidak menyimpang dari nisbah kelamin normal 1 : 1. Temuan ini sesuai dengan pernyataan Stansfield (1983), Farida (1996) dan Nurjanah (1998) bahwa persilangan D. melanogaster dengan strain yang sama menghasilkan keturunan dengan nisbah kelamin normal 1 : 1.
KESIMPULAN
Nisbah kelamin pada persilangan D. melanogaster strain b >< b, untuk umur b ♂ 7,
14, dan 21 pada keturunan pertama (F1) tidak mengalami penyimpangan dari nisbah normal 1 : 1. Nisbah kelamin pada persilangan D. melanogaster strain cl >< cl, untuk umur cl ♂ 7 dan 14 hari pada keturunan pertama (F1) mengalami penyimpangan dari nisbah kelamin normal 1:1, sedangkan untuk umur cl ♂ 21 hari pada keturunan pertama (F1) tidak mengalami penyimpangan dari nisbah kelamin normal 1:1. UCAPAN TERIMA KASIH
Rasa hormat dan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. A. D. Corebima, M.Pd sebagai pengajar mata kuliah genetika sekaligus sebagai pembimbing tesis dan Yayuk Muliati, S.Si, M.Si
sebagai asisten genetika atas bantuan,
bimbingan, dan saran yang sangat berarti selama pelaksanaan proyek penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA
[1]. Anand Anuranjan. 2004. Sex Determining Signal in Drosophila melanogaster. Journal of Genetics, (Online), Vol. 83, No. 2, (http://www.ias.ac.in/jgenet/ Vol83No2/ jgaug2004-647.pdf, diakses 11 Maret 2009). [2]. Borror, D. J., Charles, A. T., & Norman, F, J. 1982. Pengenalan Pelajaran Serangga. Terjemahan oleh Soetiyono Partosoejono. 1992. Yogyakarta: UGM-Press.
[3]. Campbell, N. A., Reece, J.B., Mitchell, L.G. 1999. Biologi Jilid 1. Terjemahan oleh Lestari Rahayu. 2002. Jakarta: Erlangga. [4]. Corebima, A. D. 1997. Genetika Kelamin.
Surabaya: Airlangga University Press. [5]. Farida. 1996. Pengaruh Suhu Terhadap
Nisbah Kelamin Drosophila melanogaster. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas MIPA-Universitas Negeri Malang.
[6]. Gardner, E. J., Simmons, M. J., Snustad, D. P. 1991. Principles of Genetic Eight Edition. New York: Jhon Wiley & Sons, Inc.
[7]. Muliati, L. 2000. Pengaruh Strain dan Umur Jantan Terhadap Jumlah Turunan Jantan dan Betina Drosophila melanogaster. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas MIPA-Universitas Negeri Malang.
[8]. Nurjanah. 1998. Pengaruh Umur Drosophila melanogaster Jantan dan Strain Terhadap Nisbah Kelamin. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: Fakultas MIPA-Universitas Negeri Malang.
[9]. Pai, A. C. 1985. Dasar-dasar Genetika Edisi kedua. Terjemahan oleh Muchidin Apandi. 1992. Yogyakarta: UGM-Press.
[10]. Stansfield, W. D. 1983. Genetics. United State of America: Brown Publishers.
[11]. Suryo. 1992. Genetika Manusia.
Yogyakarta: UGM Press.
[12]. Zarsen. 2008. Siklus Hidup
Drosophila melanogaster. (Online),
(http://zarzen.wordpress. com/2008/09
/27/siklus–hidup-drosophila, diakses 11 Maret 2009).