• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN RELIGIUSITAS MAHASISWA MELALUI PENDIDIKAN PESANTREN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN RELIGIUSITAS MAHASISWA MELALUI PENDIDIKAN PESANTREN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN RELIGIUSITAS MAHASISWA MELALUI

PENDIDIKAN PESANTREN

Fita Tri Wijayanti

Guru Pendidikan Agama Islam SD Sikampuh 03 Kroya fitatriwijayani@gmail.com

Abstract: Students are considered as agents of change who understood that the student is an intermediary or representative of society towards change. As an agent of change there must be a sense of responsibility to continue to forge themselves, learn a lot of things for the future of themselves and society. One that can be done by the students to learn a lot of things are learned in boarding school. Islamic Schools is one of the non-formal educational institutions and the oldest educational institutions in Indonesia. Islamic Schools is a traditional educational institution whose activity is to learn, understand, appreciate and practice the teachings of Islam with an emphasis on the importance of religious morals to guide everyday behavior. Being a student and also the students certainly not a light thing, to be able to divide their time between college and boarding school. However, pesantren indirectly much to contribute greatly to the students, such as: providing skills, informal leadership, service-oriented expertise, inventive (inventive), and can increase creativity.

Key Words: student, education, boarding school

Abstrak: Mahasiswa dianggap sebagai agent of change yang mempunyai pengertian bahwa mahasiswa adalah perantara atau wakil masyarakat untuk menuju perubahan. Sebagai agen of change tentunya ada rasa tanggungjawab untuk terus menempa diri, belajar banyak hal untuk masa depan dirinya dan masyarakat. Salah satu yang bisa dilakukan mahasiswa untuk belajar banyak hal adalah belajar di pondok pesantren. Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan non-formal dan lembaga pendidikan tertua yang ada di Indonesia. Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional yang aktivitasnya adalah mempelajari, memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pada pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Menjadi mahasiswa dan juga santri tentu bukanlah hal yang ringan, harus bisa membagi waktu antara kampus dan pesantren. Namun, pendidikan pesantren secara tidak langsung banyak memberikan kontribusi yang besar terhadap santri, diantaranya yaitu: memberikan keterampilan, kepemimpinan informal, berorientasi pada keahlian, inventif (berdaya cipta), dan dapat meningkatkan kreativitas.

Kata Kunci: Religiusitas, pendidikan, pesantren PENDAHULUAN

Menurut Freire (Sahlan, 2012: 12), pendidi-kan haruslah berorientasi pada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri. Artinya pendidikan harus berkaitan dan terfokus pada manusia itu sendiri yang berperan sebagai objek dalam pendidikan dan mengenali diri pribadi manusia itu sendiri. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Al-Ghazali, pendidikan adalah menghilangkan akhlak yang buruk dan mena-namkan akhlak yang baik. Hal itu berarti bahwa dengan melaksanakan pendidikan manusia bisa

merubah sikap atau akhlak dari yang buruk menjadi baik. Hal itu sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri yaitu untuk mendidik atau merubah seseorang yang tidak tahu apa-apa menjadi lebih tahu karena pengetahuan yang di dapatkannya dari proses pendidikan.

Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan non-formal dan lembaga pendidikan tertua yang ada di Indonesia. Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional yang aktivitasnya adalah mempelajari, memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam

(2)

dengan menekankan pada pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari (Efendi, 2014: 1). Dalam lembaga pendidikan non-formal ini, kita banyak mendapatkan ilmu, baik yang bersifat duniawi maupun akhirat, yang memberikan banyak manfaat.

Mahasiswa dianggap sebagai agent of change yang mempunyai pengertian bahwa mahasiswa adalah perantara atau wakil masyarakat untuk menuju perubahan. Oleh karena itu, mahasiswa dituntut untuk mampu memberikan partisi-pasinya dalam sistem pendidikan non-formal yaitu pesantren. Dewasa ini, pondok pesantren sepi oleh para santri, khususnya santri dari kalangan mahasiswa. Padahal, sebenarnya pendidikan pesantren sangat penting bagi mereka karena dapat membentuk pribadi yang memiliki moral dan akhlak yang baik yang nantinya dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas atau kompeten dalam bidangnya masing-masing sehingga peran agen of change dapat terealisasikan.

Dalam makalah ini, penulis membahas permasalahan mengenai Pendidikan Pesantren bagi Mahasiswa IAIN Purwokerto. Hal ini penting karena mengingat pentingnya pendidikan keagamaan untuk mahasiswa, Khususnya mahasiswa IAIN Purwokerto yang berorientasi pada bidang keagamaan.

Ada dua pokok permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini, yaitu pertama, mengapa pendidikan pesantren di terapkan di Institut Agama Islam Negeri Purwokerto? Kedua, bagaimana pengaruh pendidikan pesantren bagi mahasiswa Istitut Agama Islam Negeri Purwokerto

Rumusan Masalah

Rumusan dan pengkajian dalam penulisan ini adalah bagaimana peningkatan religiusitas mahasiswa melalui pendidikan pesantren? Tujuan Penulisan

Tujuan dari pengkajian dan penelitian ini adalah memahami dan menganalisis peningkatan religiusitas mahasiswa melalui pendidikan pesantren.

Manfaat Penulisan

Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah: secara teoritis dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam kajian

pendidikan dan pesantren. Adapun secara praktis untuk mengembangkan keilmuan penulis dalam pendidikan Islam, khususnya dalam kajian pesantren.

LANDASAN TEORI Pengertian Pendidikan

Menurut Ki Hajar Dewantara (Maunah, 2009: 4), pendidikan yaitu tuntutan yang dibebankan kepada anak-anak yang digunakan sebagai penuntun agar mereka menjadi manusia yang dapat mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Artinya manusia sangat memerlukan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu mendapatkan keselamatan dan kebahagian dalam lingkungannya.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan sangatlah diperlukan oleh manusia, karena dengan pendidikan seseorang tersebut akan mengubah sikap atau tingkah lakunya menuju kekedewasaan untuk menjadi seorang individu yang lebih baik lagi.

Sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri adalah prubahan yang diharapkan pada subjek, yaitu peserta didik setelah mengalami proses pendidikan (Maunah, 2009: 29). Tujuan pendidikan juga harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional, karena keduanya sangat berkaitan.

Menurut UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyaraka-tan dan kebangsaan (Maunah, 2009: 36). Melihat kaitan kedua tujuan pendidikan tersebut hal berati bahwa pendidikan sangatlah penting bagi masing-masing individu di dalam setiap negara, karena dapat membentuk individu yang dicita-citakan oleh suatu negara yaitu individu yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki budi pekerti, pengetahuan,

(3)

Jurnal El-Hamra

(Kependidikan dan Kemasyarakatan)

Vol. 4. No. 3 Oktober 2019 – ISSN 2528-3650 http://ejournal.el-hamra.id/index.php/jkk kepribadian yang baik, mandiri dan memiliki

rasa tanggung jawab. Pendidikan Pesantren

Dalam Kamus Bahasa Indonesia pondok artinya wadah atau asrama tempat untuk mengaji, belajar agama Islam dan lain sebagainya. Namun secara umum pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang melembaga. Jadi, pondok pesantren merupakan tempat atau lembaga penyelenggara pendidikan non-formal yang mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan secara mendalam dan sistematis.

Secara umum tujuan pendidikan pondok pesantren adalah membimbing santri untuk menjadi individu yang berkepribadian Islam, sedangkan secara khusus tujuan pondok pesantren adalah mempersiapkan para santri untuk menjadi individu yang memiliki nilai keagamaan yang kuat di dalam hatinya. Dengan demikian, tujuan pendidikan pondok pesantren adalah untuk menciptakan dan mengembangkan kepribadian individu, yaitu kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi banyak orang (Maunah, 2009: 26).

Berdasarkan tujuan pendiriannya, pondok pesantren memiliki dua alasan, yaitu untuk memberikan respon terhadap situasi dan kondisi sosial masyarakat, dan untuk menyebarluaskan informasi ajaran tentang universitas Islam yang berwatak pluralis, baik dalam segi kepercayaaan, budaya maupun kondisi sosial masyarakat (Maunah, 2009: 25-26), Keadaan masyarakat sekarang ini yang dihadapkan pada berbagai permasalahan yang menyebabkan lunturnya nilai-nilai keagamaan. Dengan demikian, pondok pesantren hadir ditengah masyarakat sebagai respon atau sebagai kontrol terhadap kondisi sosial yang ada.

Pendidikan di Perguruan Tinggi

Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi merupakan satuan pendidikan menyelenggara pendidikan tinggi. Peserta didik perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi disebut dosen. Menurut jenisnya perguruan tinggi dibagi menjadi dua yaitu perguruan tinggi negeri adalah

perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh negara, dan perguruan tinggi swasta yaitu perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh swasta. Jadi pendidikan di perguruan tinggi adalah suatu sistem pendidikan yang prosesnya diselenggarakan di perguruan tinggi yang bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berkompeten dalam bidangnya masing-masing.

Tridarma Perguruan Tinggi, sebagaimana ditetapkan di dalam UU No. 22 Tahun 1961, mengamanatkan bahwa suatu perguruan tinggi mempunyai tiga keharusan untuk melaksanakan tiga kegiatan sekaligus, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Idi dan Suharto, 2006: 189).

Hal ini berarti bahwa sebagai mahasiswa dituntut untuk menjadi agen of change, yaitu agen perubahan di kalangan masyarakat, Dan dalam tugasnya sebagai mahasiswa di perguruan tinggi, mahasiswa telah melaksanakan kegiatan-kegiatan yang nantinya digunakan saat turun ke masyarakat agar dapat terealisasinya mahasiswa sebagai agen of change.

PEMBAHASAN

Peningkatan Nilai Religiusitas Di IAIN Purwokerto

Keberagamaan (religiusitas) tidak selalu identik dengan agama. Agama lebih menunjukan kepada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan, dalam aspek yang resmi, yuridis, peraturan-peraturan dan hukum-hukumnya. Sedangkan keagamaan atau religiusitas lebih melihat aspek yang “di dalam lubuk hati nurani” pribadi (Sahlan, 2012: 38). Agama mencangkup perilaku atau kebiasaan yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Beda halnya dengan keberagamaan yang mencangkup aspek ruhani yang erat kaitannya dengan kesucian hati seseorang.

Menurut Gay Hendricks dan Kate Ludeman dalam Ary Ginanjar, terdapat beberapa sikap religius yang tampak dari diri seseoang dalam menjalankan tugasnya, diantaranya: kejujuran, keadilan, bermanfaat bagi orang lain, rendah hati, bekerja efisien, visi ke depan, disiplin tinggi, dan keseimbangan (Sahlan, 2012: 39).

1. Kejujuran merupakan salah satu kunci dari keberhasilan seseorang. Dengan sikap jujur ini maka seseorang akan mendapatkan keperca-yaan dari orang lain. Hal ini berarti jika sudah

(4)

mendapatkan kepercayaan dari orang lain, maka akan memiliki rasa tanggung jawab. 2. Keadilan adalah sikap yang tidak berat

sebelah. Sikap adil sangat diperlukan dalam segala hal, karena akan dipertanggung jawabkan nantinya di akhirat kelak.

3. Bermanfaat bagi orang lain, sikap ini dapat menumbuhkan rasa yang membuat senang orang lain, karena sebaik-baiknya orang yaitu orang yang selama hidupnya bisa bermanfaat untuk orang lain.

4. Rendah hati, merupakan sikap yang terpuji dan merupakan bentuk sikap religius, karena dengan sikap ini maka akan selalu ingat kepada Allah SWT sebagai pencipta segala yang ada di alam semesta ini.

5. Bekerja efisien, artinya seseorang itu dapat memfokuskan pikirannya saat dia bekerja. Hal ini dapat dijadikan sebagai sikap religius, karena dapat melatih fokus terhadap ibadah yang dilakukan.

6. Visi ke depan, visi merupakan tujuan atau cita-cita yang harus dicapai dalam hidup, yang merupakan pelatihan berjuang untuk mewujudkan tujuan hidup tersebut.

7. Disiplin tinggi, sikap disiplin ini sanagatlah diperlukan di dalam diri individu, karena sikap ini individu berati mempunyai pendirin yang teguh dan mempunyai komitmen yang tinggi.

8. Keseimbangan, seseorang yang memiliki sifat religius sangat menjaga keseimbangan hidupnya, khususnya dalam empat aspek inti dalam kehidupannya, yaitu: keintiman, pekerjaan, komunitas dan spirtualitas.

Dalam konteks pembelajaran di perguruan tinggi, beberapa nilai religius tersebut bukanlah tanggung jawab dosen pengampu mata kuliah agama saja, tetapi merupakan tanggung jawab semua pihak yang mendukung proses belajar mengajar. Dalam aktivitas kehidupan religiusitas tidak hanya ditandai dengan aktivitas fisik atau ritual agama saja seperti halnya sholat, puasa, menyantuni anak yatim, dan lain sebagainya. Nilai religiusitas itu tidak hanya ditunjukan dengan sikap yang bisa dilihat oleh panca indra, tetapi juga sikap yang tidak bisa dilihat oleh panca indra yang terjadi dalam hati seseorang, karena nilai religiusitas itu di dorong dengan kekuatan supranatural. Apabila nilai-nilai religius di atas telah tertanam dalam lubuk hati setiap mahasiswa, maka secara otomatis telah memiliki jiwa agama yang kokoh.

Nilai religiusitas secara umum terbentuk secara terprogram untuk mendapatkan solusi dari setiap masalah dan merupakan suatu proses belajar. Dalam pembentukan nilai religiusitas terdapat dua pola, yaitu pola pelakonan dan pola peragaan. Pola pelakonan merupakan suatu pola pembentukan nilai religiusitas melalui penu-turan, peniruan, penganutan dan penataan suatu skenario atau perintah dari orang lain, bukan dari dalam diri sendiri (Sahlan, 2012: 58). Artinya disini kita sebagai mahasiswa dalam pembentukan nilai religiusitas harus mengikuti atau tunduk kepada perintah dari orang lain yang lebih berpengalaman dalam bidang keagamaan.

Pola pembentukan nilai religiusitas selanjutnya yaitu pola pelakonan yang merupakan pola yang bermula dari dalam diri sendiri, keyakinan atau kepercayaan yang dipegang sebagai pendirian dan diaktualisasikan dengan sikap dan perilaku (Sahlan, 2012: 59). Artinya disini kita sebagai mahasiswa harus mempunyai sikap yakin dan percaya untuk meningkatkan rasa percaya diri yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan yang diwujudkan dengan sikap yang selanjutnya agar bisa di realisasikan menjadi nyata.

Pengaruh Pendidikan Pesantren Bagi Mahasiswa IAIN Purwokerto

UIN, IAIN, STAIN, STAIS dan madrasah merupakan kesatuan jaringan dengan lembaga-lembaga pesantren maka secara langsung atau tidak langsung tradisi pesantren yang berakar kuat kepada peradaban melayu nusantara secara bertahap dapat meningkat perannya dalam pembangunan peradaban Indonesia modern. Langkah-langkah tersebut merupakan bukti bahwa Departemen Agama bermaksud memaksi-malkan upaya peningkatan kualitas lembaga-lembaga pendidikan Islam (Dhofier, 2009: 172-174). Hal ini sesuai dengan tuntutan masyarakat yang menghendaki agar lembaga-lembaga pendidikan Islam mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas dalam bidang keagamaan. Khususnya IAIN Purwokerto yang mengusaha-kan untuk merealisasimengusaha-kan hal tersebut dengan cara menerapkan sistem pendidikan pesantren bagi seluruh mahasiswa baru selama 1 tahun.

Pendidikan pesantren secara tidak langsung banyak memberikan kontribusi yang besar ter-hadap santri, khususnya mahasiswa. Pengaruh pendidikan pesantren bagi mahasiswa diantaranya yaitu: memberikan keterampilan, informal leader (kepemimpinan informal),

(5)

Jurnal El-Hamra

(Kependidikan dan Kemasyarakatan)

Vol. 4. No. 3 Oktober 2019 – ISSN 2528-3650 http://ejournal.el-hamra.id/index.php/jkk berorientasi pada keahlian, inventif (berdaya

cipta), dan dapat meningkatkan kreativitas (http://www.qothrotulfalah.com).

1. Memberikan Keterampilan

Di pondok pesantren lebih menitikberatkan pada keterampilan, yang dimaksud ketrampilan disini untuk mengenali permasalahan serta cara berfikir untuk memecahkan permasalahan. Sekarang ini masyarakat dihadapakan dengan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Mahasiswa yang menjalani pendidikan di pondok pesantren dituntut untuk bisa membantu menyelesaikan permasalahan tersebut melalui pendekatan antara disiplin ilmu, baik ilmu pengetahuan umum maupun ilmu keislaman yang telah dipelajari.

2. Informal Leader (Kepemimpinan Informal) Sebagai santri di pondok pesantren, mahasiswa lebih diproyeksikan untuk menjadi para pemimpin informal. Yang dimaksud pemimpin informal adalah pemimpin yang mendedikasikan kemampuan dan keterampilannya di luar jalur pemerintahan, seperti ulama, kiai, cendekiawan, maupun tokoh masyarakat. Menjadi pemimpin informal sangat sesuai bagi lulusan pondok pesantren, karena pemimpin informal di tengah-tengah masyarakat lebih bersifat melayani dan melakukan pengabdiaan yang didasarkan atas tanggung jawab yang diberikan oleh masyarakat. Hal ini sesuai karakter pendidikan pondok pesantren yang mengedepankan keikhlasan, ketekunan, kesabaran, kerja keras, kerja cerdas, tidak mudah menyerah, dan keinginan untuk menjadi manusia baik di hadapan Allah SWT dan masyarakat. 3. Berorientasi Pada Keahlian

Pendidikan pondok pesantren memberikan bekal kepada mahasiswa berupa keahlian dan kemampuan untuk lebih menguasai ajaran-ajaran agama Islam. Mahasiswa dituntut untuk menggunakan keahlian dalam bidang keagamaan tersebut untuk menjalankan tugasnya sebagai pembawa perubahan dalam masyarakat.

4. Meningkatkan Kreatifitas dan Inventif (Berdaya Cipta)

Ilmu pengetahuan yang didapatkan melalui pendidikan pondok pesantren merupakan modal awal yang berguna bagi lulusannya untuk melakukan terobosan dalam penciptaan atau

penemuan hal-hal baru. Di pondok pesantren, mahasiswa diharapkan mampu menjadi manusia yang berjiwa inventif yang memiliki daya kreatifitas yang tinggi. Manusia inventif adalah orang kreatif yang mampu memanfaatkan kemampuannya untuk menciptakan temuan-temuan baru yang berguna bagi manusia. Kreatifitas sendiri perlu diperkuat dengan keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, budi pekerti, dan moralitas agar menjadi pribadi kreatif dan berdaya cipta yang bertanggung jawab.

Setelah lulus dari perguruan tinggi dan selanjutnya terjun ke dalam masyarakat maka yang akan terpakai itu 80 % adalah ilmu agama. Terlebih lagi untuk lulusan IAIN Purwokerto yang berorientasi pada bidang keagamaan. Sehingga mahasiswa IAIN Purwokwerto diharapkan mampu menguasai tentang masalah-massalah keagamaan.

PENUTUP

Berdasarkan pada pembahasan yang telah diuraikan ssebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal penting berikut ini:

1. Nilai religiusitas merupakan nilai-nilai keagamaan yang dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari baik yang berupa ritual fisik maupun ritual spiritual. Dalam kehidupan beragama terdapat dari tiga unsur pokok yaitu aqidah, ibadah dan akhlak. Nilai religiusitas terbentuk secara terprogram dan merupakan suatu proses belajar yang terdapat dua pola dalam pembentukan nilai religiusitas ini, yaitu pola pelakonan dan pola peragaan, yang mana ke dua pola ini memberikan pengarauh dalam pembentukan nilai-nilai religiusitas dalam diri mahasiswa. Dengan demikian, nilai religiusitas yang dibentuk di lembaga pendidikan dan dijadikan sebagai pedoman oleh mahasiswa untuk mencapai kebahagiaan hidaup di dunia dan akhirat.

2. Perguruan tinggi Islam sangat diharapkan mampu memberikan pencerahan dalam masyarakat yang syarat akan berbagai permasalahan. Masyarakat sangat mengha-rapkan lulusan dari perguruan tinggi yang berkualitas yang mampu mengatasi berbagai permasalahn yang ada dalam masyarakat. Apalagi IAIN Purwokerto yang berorientasi pada bidang keagamaan, dan juga memiliki pengalaman memperoleh pendidikan di pondok pesantren. Pondok pesantren itu

(6)

sendiri memberikan pengaruh dan kontribu-sinya yang sangat besar terhadap mahasiswa IAIN Purwokerto.

DAFTAR PUSTAKA

Dhofier, Zamakhsyari, 2009. Tradisi Pesantren: Memadu Moernitas untuk Kemajuan Bangsa, Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press. Efendi, Nur, 2014. Manajemen Perubahan di

Pondok Pesantren: Kontruksi Teoritik dan Praktik Pengelolaan Perubahan sebagai Upaya Pewarisan Tradisi dan Menatap Tantangan masa Depan, Yogyakarta: Teras.

http://www.qothrotulfalah.com/indeks-artikel-

santri/524-pesantren-sebagai-sistem-pendidikan-khas-indonesia.html pada 7 Mei 2015, pukul 08:00 WIB.

Idi, Abdullah dan Toto Suharto, 2006. Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana. Maunah, Binti, 2009. Ilmu Pendidikan,

Yogyakarta: SUKSES Offset.

Maunah, Binti, 2009. Tradisi Intelektual Santri, Yogyakarta: SUKSES Offset.

Sahlan, Asmaun, 2012. Religiusitas Perguruan Tinggi: Potret Pengembangan Tradisi Keagamaan di Perguruan Tinggi Islam, Malang: UIN MALIKI PRESS.

Tim Dosen Fakultas Tarbiyah, Pendidikan Islam: dari Paradigma Klasik hingga Kontemporer, Malang: UIN-Malang Press.

Referensi

Dokumen terkait

Judul : RANCANG BANGUN OVEN PENGERING KAYU BERBAHAN BAKAR LIMBAH PRODUKSI UNTUK MENDAPATKAN PENGARUH VARIASI MODEL SUSUNAN DAN GEOMETRI KAYU TERHADAP EFISIENSI

[r]

Apabila harga transaksi dalam suatu pasar yang tidak aktif berbeda dengan nilai wajar instrumen sejenis pada transaksi pasar terkini yang dapat diobservasi atau

Dengan demikian sangat dibutuhkan cara atau media yang harus diinformasikan kepada para siswa tentang teknik pembuatan presentasi yang interaktif dan lebih menarik salah satunya

Masalah prajurit Keraton yang diinginkan oleh pemerintah Hindia Belanda menjadi satu legiun yang secara hirarkis struktural berada di bawah komando KNIL (pasukan atau

REPARASI LISTRIK JURUSAN TEKNIK KELISTRIKAN KAPAL Panel Capasitor Bank PL 4459 PRAKTIKUM INSTALASI LISTRIK 2 File : KEL8.doc Disusun: Kelompok 8 Disetujui : Annas

Merujuk pada bagian tujuan, secara umum ada 2 sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan, yaitu melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang karakteristik air isi

Salah satu pihak berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Salman tidak