ANALISIS MODEL DESAIN ORGANISASI PADA KOPERASI
(Perbandingan Antara Koperasi Unit Desa Karya Teguh danKoperasi Peternak Sapi Bandung Utara, Lembang, Jawa Barat)
OLEH : ANDRI PURNA
A14103511
POGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
ANDRI PURNA. Analisis Model Desain Organisasi pada Koperasi. Perbandingan Antara Koperasi Unit Desa Karya Teguh dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara, Lembang, Jawa Barat. (Dibawah Bimbingan LUKMAN MOHAMMAD BAGA).
Di negara berkembang, pembangunan merupakan suatu keharusan yang mutlak diperlukan dan koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Setelah sarat dengan dominasi pemerintah, di akhir 1998, koperasi di Indonesia berkembang kembali ke jati diri yang sebenarnya sebagai lembaga sosial ekonomi milik masyarakat. Pengurangan dominasi pemerintah pada koperasi yang ditandai dengan pencabutan Inpres No. 4/1984 tentang KUD dan pemberlakukan Inpres No. 18/1998, merubah potret koperasi di Indonesia. Jumlah koperasi dan anggotanya, justru meningkat dari tahun ke tahun. KUD Karya Teguh merupakan koperasi yang dikembangkan dari pemerintah (top-down) melalui program KUD sedangkan KPSBU adalah koperasi yang tumbuh dari bawah (bottom-up) dalam pendiriannya.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis model desain organisasi yang terdapat pada dua koperasi melalui faktor-faktor dalam profil ciri, membandingkan apakah terdapat perbedaan desain organisasi yang terjadi pada dua koperasi melalui model desain organisasi berdasar profil ciri-ciri, sehingga dapat melihat perbandingan antara koperasi top-down dan bottom-up. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai pertimbangan koperasi untuk mencapai sistem yang lebih baik dalam pelaksanaannya.
Hasil identifikasi mengenai desain organisasi menunjukkan bahwa KUD Karya Teguh desain organisasi cenderung organik, dimana semua variabel yang ada dalam faktor-faktor yang mempengaruhi profil ciri memiliki rata-rata yang menggolongkannya pada desain organik. Sedangkan pada KPSBU desain organisasi lebih beragam dimana ada 20 variabel yang cenderung mekanistik dan 31 variabel yang cenderung organik. KUD karya Teguh lebih mengarah pada sistem yang ideal dilihat dari desain organisasinya terkait dengan responden yang pembatasannya hanya pada karyawan.
Melaui Independent-Samples T Test disimpulkan bahwa dari semua variabel yang ada terdapat 16 variabel yang nilai rata-ratanya tidak ada perbedaan signifikan antara kedua koperasi. Sisanya sebanyak 35 variabel didapat adanya perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata pada KUD Karya Teguh dan KPSBU Lembang.
Dalam perhitungan dengan menggunakan Uji Mann-Whitney terdapat perbedaan desain organisasi antara KUD Karya Teguh maupun KPSBU Lembang. Melalui pengujian diperoleh nilai kemungkinan dari ztabel lebih kecil dari α (0,05)
sehingga desain organisasi kedua koperasi tidak dapat digolongkan sama pada kedua koperasi yang artinya terdapat perbedaan antara koperasi yang bottom-up dan top-down.
Pada KUD Karya Teguh yang semua variabel memiliki desain organik, sebaiknya desain organisasi organik yang ada dipertahankan agar terdapat kecenderungan organisasi yang sukses didalamnya. Pada KPSBU walaupun variabel-variabel yang ada tidak menunjukkan sepenuhnya organik, namun terdapat beberapa variabel dengan nilai rataan yang tinggi yaitu rasa tanggung
jawab pada masing-masing anggota organisasi dan ketelitian komunikasi ke atas, hal ini harus dipertahankan. Variabel Komunikasi ke bawah harus lebih diperhatikan untuk tidak dimulai hanya di puncak organisasi tetapi dimulai disemua tingkat.
KUD Karya Teguh yang mempunyai jumlah unit usaha yang cukup banyak dan dalam perkembangannya mengikuti pasar yang permintaanya selalu berfluktuasi, maka perlu diantisipasi dengan menerapkan manajemen yang baik agar tercipta sistem manajemen yang efektif. Pada KPSBU Lembang pembelian susu yang jelas berasal dari anggotanya yaitu peternak sapi perah dan jumlah yang dijual juga jelas dituntut disiplin dan kerja keras seluruh komponen koperasi.
ANALISIS MODEL DESAIN ORGANISASI PADA KOPERASI
(Perbandingan Antara Koperasi Unit Desa Karya Teguh danKoperasi Peternak Sapi Bandung Utara, Lembang, Jawa Barat)
OLEH : ANDRI PURNA
A14103511
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
POGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama : Andri Purna
NRP : A14103511
Program Studi : Ekstensi Manajemen Agribisnis
Judul Skripsi : Analisis Model Desain Organisasi pada Koperasi
(Perbandingan Antara Koperasi Unit Desa Karya Teguh dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara, Lembang, Jawa Barat) Dapat diterima sebagai salah satu syarat kelulusan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui Dosen Pembimbing
Ir. Lukman Mohammad Baga, MA.Ec. NIP. 131 846 873
Mengetahui: Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP. 130 422 698
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS MODEL DESAIN ORGANISASI PADA KOPERASI (PERBANDINGAN ANTARA KOPERASI UNIT DESA KARYA TEGUH DAN KOPERASI PETERNAK SAPI BANDUNG UTARA, LEMBANG, JAWA BARAT)” BENAR-BENAR MERUPAKAN KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
BOGOR, JANUARI 2006
ANDRI PURNA A14103511
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 18 Juni 1981. Berasal dari keluarga H Inderik (Alm) dan Mardianah. Pada tahun 1993 Penulis menyelesaikan Pendidikan Dasar di Sekolah Dasar Muhammaddiyah 6 Palembang. Kemudian penulis melanjutkan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Palembang.dan lulus tahun 1996
Pada tahun 1999 Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Palembang. Tahun 2003 penulis lulus dari Program Diploma Tiga Universitas Padjajaran pada Program Studi Manajemen Agribisnis Pertanian. Tahun 2003 penulis diterima di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor melalui jalur umum.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tuaku yang tercinta, Bapak H.Inderik (Alm) yang bisa terus menjadi kebanggaan. Ibunda Mardianah tercinta yang tak henti-hentinya memberikan do’a dan mengajarkan untuk tegar.
2. Ir. Lukman Mohammad Baga, MA.Ec selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan dan bantuannya dengan sabar dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
3. Muhammad Firdaus, SP, MSi, selaku dosen evaluator dan penguji komisi pendidikan yang telah memberikan kritik dan saran pada penulis.
4. Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS, selaku dosen penguji utama
5. Pak Rochendi Nurya, Pak Deden, Pak Agus, Bu Rini, Bu Ayi, Pak Taryat, Bu Aat serta karyawan lainnya di KUD Karya Teguh dan KPSBU Lembang, atas bantuannya dalam memperoleh data primer dan data sekunder.
6. Kakak-kakakku yang terus memberikan motivasi kepada penulis. 7. Nda dan Tie sebagai inspirator di saat penelitian dan penulisan skripsi.
8. Ibu Penti yang telah mendoakan dan memberikan perhatian kepada penulis selama menempati kost.
9. Dwi Heriyanto atas kesediaannya menjadi pembahas dalam seminar 10. Teman-teman Ekstensi atas dukungan dan bantuannya selama ini
11. Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan skripsi semoga Allah membalas dan memberikan rahmat dan hidayah-Nya.
Skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan kelemahan untuk dianggap sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk penulis dan pembaca
Bogor, Januari 2006
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi yang ditulis mengambil topik mengenai “ Analisis Model Desain Organisasi pada Koperasi (Perbandingan Antara Koperasi Unit Desa Karya Teguh dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara, Lembang, Jawa Barat)”. Penelitian ini akan melihat model desain organisasi dari dua koperasi yang lahir dengan latar belakang yang berbeda dan membandingkan model desain dari dua koperasi tersebut.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Lukman Mohammad Baga, MA.Ec selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan dan masukan dalam penulisan skripsi serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Bogor, Januari 2006
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di suatu negara yang sedang berkembang, pembangunan merupakan suatu kebutuhan. Koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan atau perlindungan yang diperlukan.
Menurut Soetrisno (2003), ada perbedaan sejarah antara koperasi di negara-negara maju dengan di negara-negara berkembang. Di negara maju, koperasi tumbuh alami dari masyarakat sebagai jawaban terhadap ketidakadilan pasar. Sedangkan di negara berkembang, koperasi tumbuh atas inisiatif pemerintah guna menjadi mitra negara dalam mensejahterakan rakyatnya. Sedangkan di Indonesia agak unik yaitu di jaman penjajah, koperasi lahir secara alami dari masyarakat yang kemudian akhirnya didominasi pemerintah setelah era merdeka dengan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi.
Setelah sarat dengan dominasi pemerintah, di akhir 1998, koperasi di Indonesia diharapkan dapat berkembang dengan kembali ke jati diri yang sebenarnya sebagai lembaga sosial ekonomi milik masyarakat, yang menumbuhkan kembali prakarsa masyarakat. Pengurangan dominasi pemerintah yang ditandai dengan pencabutan Inpres No. 4/1984 tentang Koperasi Unit Desa (KUD) dan pemberlakukan Inpres No. 18/1998, mengubah potret koperasi di Indonesia. Jumlah koperasi dan anggotanya justru meningkat dari tahun ke tahun. Perkembangan jumlah koperasi yang ada dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Koperasi di Indonesia dan Jawa Barat Tahun 1999 - 2004
Tahun Jawa Barat ( Unit ) Indonesia ( Unit ) Koperasi Jawa -Barat Persentase Jumlah ( % ) 1999 14.769 89.939 16,4 2000 15.844 103.077 15,4 2001 17.146 110.766 15,5 2002 17.862 118.644 15,1 2003 18.042 123.181 14,6 2004 18.876 130.730 14,4
Sumber : Kantor Kementerian Koperasi dan UKM (2005)
Tabel 1 menunjukkan perkembangan koperasi di Indonesia secara umum dan khususnya di Jawa Barat, dimana terlihat adanya perkembangan jumlah koperasi antara tahun 1999 dan 2004. Dalam kurun waktu enam tahun yaitu dari tahun 1999 sampai tahun 2004 peningkatan jumlah koperasi sebesar 45,3 persen dimana jumlahnya pada tahun 1999 sebanyak 89.939 menjadi 130.730 unit pada tahun 2004.
KUD merupakan wadah bagi pengembangan berbagai kegiatan ekonomi masyarakat pedesaan. Sebagai pusat pelayanan berbagai kegiatan perekonomian pedesaan KUD memiliki fungsi-fungsi yaitu perkreditan, penyediaan dan penyaluran sarana-sarana produksi. Fungsi lain dari KUD adalah pengelolaan dan pemasaran hasil produksi serta kegiatan perekonomian lainnya seperti perdagangan, pengangkutan dan sebagainya. Dilihat dari fungsi-fumgsi yang dijalankan, KUD bersifat serba usaha (multi purpose) yang ditujukan untuk melayani berbagai kepentingan masyarakat pedesaan.
Koperasi Peternak Sapi Perah atau Koperasi Susu merupakan pilihan pada bentuk koperasi sebagai wadah kerjasama peternak sapi perah yang dilatarbelakangi oleh kendala dalam memasarkan susu yang dihasilkan dan oleh kondisi peternak sapi perah rakyat yang pada umumnya merupakan usaha rumah tangga.
1.2 Perumusan Masalah
Desain organisasi mengarah pada pengambilan keputusan manajerial untuk menentukan struktur dan proses mengkoordinasikan dan mengendalikan pekerjaan organisasi. Hasil keputusan desain organisasi ini adalah sistem pekerjaan dan kelompok kerja, termasuk proses yang menghubungkannya. Desain organisasi yang ada dapat dilihat melalui berbagai faktor dalam profil ciri sehingga model desain pada koperasi dapat diketahui.
Kinerja suatu organisasi dapat ditentukan oleh bentuk desain organisasi yang dimilikinya, hal ini berlaku juga bagi perkoperasian di Indonesia. Fenomena yang terjadi di Indonesia, menunjukkan campur tangan pemerintah yang begitu besar pada perkoperasian, khususnya KUD. Hal ini berakibat kinerja KUD belum maksimal.
Suratman (2002) menyatakan hal yang menjadi kendala utama koperasi Indonesia yaitu kualitas sumber daya manusia yang umumnya relatif rendah. Hal ini mempengaruhi kemampuan koperasi dalam menjalankan fungsi dan perannya antara lain memperoleh peluang (akses) pasar dan memperbesar pangsa pasar. Program pelatihan pengembangan SDM koperasi telah banyak diselenggarakan pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Sayangnya, program pelatihan tersebut lebih banyak ditekankan pada peningkatan kemampuan manajerial, namun kurang diimbangi dengan peningkatan motivasi serta pemahaman atas jatidiri koperasi (Baga, 2002).
Dengan berbagai fasilitas serta peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka pembinaan dan pengembangan KUD, maka jenis koperasi ini dapat berkembang pesat di Indonesia. Meskipun demikian kepesatan dari segi jumlah ini, belum diikuti dengan peningkatan kualitas. Hal ini ditunjukkan dengan masih lemahnya KUD dalam sumber daya manusia, modal, manajemen dan sebagainya sehingga pada umumnya belum tergolong pada kondisi mandiri. Pemberlakuan Inpres No.18/1998 mengenai peningkatan pembinaan koperasi telah menyebabkan banyak KUD tidak berfungsi khususnya tidak mampu hidup atas kemampuan sendiri.
Memasuki era globalisasi, Indonesia sebagai salah satu anggota Organisasi Perdagangan Dunia terikat untuk melaksanakan berbagai ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati. Inti dari ketentuan-ketentuan tersebut adalah mengurangi hambatan perdagangan, pengurangan proteksi dan subsidi terhadap sektor-sektor tertentu. Dengan adanya kesepakatan itu berarti campur tangan pemerintah yang besar akan semakin berkurang. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana koperasi tersebut dapat menyesuaikan diri untuk ikut bersaing dalam pasar bebas.
Masalah global juga dirasakan oleh gerakan koperasi di Indonesia. Kemampuan merespon masalah tersebut sangat tergantung pada kesiapan organisasi dari koperasi. Masalah organisasi ini sangat penting diperhatikan karena organisasi menunjukkan soliditas koperasi dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada.
Selain KUD terdapat sedikit jenis koperasi pertanian di pedesaan. Salah satunya adalah koperasi persusuan. Koperasi persusuan mendapat pengecualian untuk tetap beroperasi pada saat era monopoli KUD (1984 sampai 1998). Sehingga perlu dilakukan studi terhadap kinerja organisasi antara dua jenis koperasi. KUD Karya Teguh dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) merupakan dua jenis koperasi yang berbeda. KUD Karya Teguh merupakan koperasi yang dikembangkan dari pemerintah (top-down) melalui program KUD sedangkan KPSBU yang merupakan koperasi yang tumbuh dari bawah (bottom-up) dalam pendiriannya. Perbedaan mendasar lainnya adalah campur tangan pemerintah yang besar terhadap KUDmulai dari faktor eksternal sampai faktor internal. Sedangkan pada KPSBU sebatas pada masalah pemasaran.
Dari fenomena yang ada, menarik untuk dilakukan perbandingan antara model desain organisasi. Faktor-faktor didalam profil ciri yang menunjukkan desain organisasi dari kedua koperasi tersebut perlu dianalisis. Kedua koperasi yang berbeda ini juga akan memberikan penilaian terhadap organisasi mereka dan akan dibandingkan model desain organisasi antara keduanya.
1.3 Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Menganalisis model desain organisasi yang terdapat pada dua koperasi yang berbeda melalui faktor-faktor dalam profil ciri.
2. Membandingkan model desain organisasi berdasar profil ciri-ciri pada dua koperasi.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan :
1. Bagi koperasi, yakni dengan menganalisis karakteristik organisasi berdasar profil ciri-ciri organisasi maka bisa melihat sistem kerja pada koperasi tersebut, melihat bagaimana hubungan berbagai ciri dalam karakteristik terhadap tujuan dan dapat menjadi pertimbangan koperasi untuk mencapai sistem yang lebih baik dalam pelaksanaannya.
2. Bagi penulis, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat melatih dan meningkatkan pengetahuan serta menerapkan ilmu yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
3. Bagi mahasiswa dan perguruan tinggi, penulisan ini diharapkan dapat menambah pengatahuan dan sebagai rujukan serta informasi untuk dijadikan bahan perbandingan dan acuan dalam melakukan studi lanjutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Koperasi
2.1.1 Definisi, Nilai dan Prinsip Koperasi
Koperasi memiliki banyak pengertian yang selalu berkembang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kongres Aliansi Koperasi Internasional atau International Co-operative Alliance (ICA) ke-100 di Manchester tahun 1995 telah
mengesahkan ICA Co-operative Identity Statement (ICCS). Meskipun hasil rumusan ini tidak sepenuhnya baru, namun perlu untuk lebih dihayati, khususnya bagi pelaku koperasi. Menurut Aliansi Koperasi Internasional (1995) definisi dari koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang dimiliki bersama dan dikendalikan secara demokratis.
Koperasi bekerja berdasarkan nilai-nilai yaitu swadaya, tanggung jawab, demokrasi, kebersamaan, keadilan dan kesetiakawanan. Dalam tradisi dari pendiri-pendirinya, anggota-anggota koperasi percaya pada nilai-nilai etik dari kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan peduli terhadap orang-orang lain. Prinsip-prinsip koperasi menurut ICA adalah garis-garis penuntun yang digunakan oleh koperasi untuk melaksanakan nilai-nilai koperasi dalam praktek (Soedjono, 2001), terdiri dari :
1. Keanggotaan sukarela dan terbuka
Koperasi adalah perkumpulan sukarela, terbuka bagi semua orang yang mampu menggunakan jasa-jasa perkumpulan dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan, tanpa diskriminasi jender, sosial, politik dan agama.
2. Pengendalian oleh anggota-anggota secara demokratis
Koperasi adalah perkumpulan demokratis dikendalikan oleh para anggota yang secara aktif berpartisipasi dalam penetapan kebijakan-kebijakan perkumpulan dan pengambilan keputusan-keputusan, laki-laki dan perempuan mengabdi sebagai wakil-wakil yang dipilih, bertanggung jawab kepada para anggota. Dalam koperasi primer anggota-anggota mempunyai hak suara yang sama (satu anggota satu suara), dan koperasi-koperasi pada tingkat lain juga diatur secara demokratis.
3. Partisipasi ekonomi anggota
Anggota-anggota menyumbang secara adil bagi dan mengendalikan secara demokratis, modal dari koperasi mereka. Sekurang-kurangnya sebagian dari modal tersebut biasanya merupakan milik bersama dari koperasi. Anggota-anggota biasanya menerima kompensasi yang terbatas bilamana ada terhadap modal. Anggota-anggota membagi surplus-surplus untuk sesuatu atau tujuan-tujuan yaitu pengembangan koperasi-koperasi mereka, kemungkinan membentuk cadangan sekurang-kurangnya sebagian dari padanya tidak dapat dibagi-bagi, pemberian manfaat kepada anggota-anggota sebanding dengan transaksi-transaksi mereka dengan koperasi, dan mendukung kegiatan-kegiatan yang disetujui oleh anggota-anggota.
4. Otonomi dan kebebasan
Koperasi bersifat otonom, merupakan perkumpulan yang menolong diri sendiri dan dikendalikan oleh anggota-anggotanya. Koperasi bila mengadakan kesepakatan-kesepakatan dengan perkumpulan-perkumpulan lain, hal itu dilakukan dengan persyaratan-persyaratan yang menjamin adanya pengendalian oleh anggota-anggota serta dipertahankannya otonomi koperasi. 5. Pendidikan, pelatihan, dan informasi
Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota-anggotanya, para wakil yang dipilih, manajer dan karyawan, sehingga mereka dapat memberikan sumbangan yang efektif bagi perkembangan koperasi mereka. Koperasi memberikan informasi kepada masyarakat umum, khususnya orang-orang muda, dan pemimpin-pemimpin opini masyarakat mengenai sifat dan kemanfaatan kerjasama.
6. Kerjasama di antara koperasi-koperasi
Koperasi akan dapat memberikan pelayanan yang paling efektif kepada para anggota dan memperkuat gerakan koperasi dengan cara bekerjasama melalui struktur-struktur lokal, nasional, regional, dan internasional.
7. Kepedulian terhadap komunitas
Koperasi-koperasi bekerja bagi pembangunan yang berkesinambungan dari komunitas-komunitas mereka melalui kebijakan-kebijakan yang disetujui anggota-anggotanya.
2.1.2 Bentuk Koperasi
Bentuk koperasi terdiri dari koperasi primer dan koperasi sekunder. Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang seorang. Koperasi skunder meliputi semua koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi primer dan atau koperasi sekunder (UU Koperasi No.25/1992). Berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi, koperasi skunder dapat didirikan oleh sejenis koperasi maupun berbagai jenis atau tingkatan. Dalam hal ini koperasi mendirikan koperasi sekunder dalam berbagai tingkatan, seperti koperasi pusat, gabungan, induk maka jumlah tingkatan maupun penamaannya diatur sendiri oleh koperasi bersangkutan. Koperasi primer sekurang-kurangnya dibentuk oleh 20 orang. Koperasi sekunder dibentuk oleh paling sedikit tiga koperasi. Hal ini ditujukan untuk menjaga kelayakan usaha dan kehidupan koperasi.
2.1.3 Jenis Koperasi
Dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggota. Secara garis besar koperasi dapat dibagi menjadi dua golongan menurut Nurzain, dalam Reksohadiprojo (1998) dan dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini yaitu:
1. Koperasi Konsumsi
Bertujuan agar para anggotanya dapat membeli barang-barang konsumsi dengan harga yang layak serta berkualitas baik. Untuk melayani anggotanya maka koperasi konsumsi melakukan pembelian barang-barang konsumsi keperluan sehari-hari dalam jumlah yang besar sesuai dengan kebutuhan
anggotanya dan menyalurkan barang-barang tersebut kepada anggota. Contohnya adalah koperasi karyawan yang menyediakan berbagai jenis barang untuk memenuhi kebutuhan anggota koperasi tersebut.
2. Koperasi Produksi
Merupakan koperasi yang bergerak dalam bidang kegiatan ekonomi pembuatan dan penjualan barang baik yang dilakukan oleh koperasi sebagai organisasi maupun orang-orang anggota koperasi tersebut. Sebagai contoh koperasi produksi yaitu koperasi pertanian, koperasi peternak sapi perah, koperasi batik, koperasi tahu tempe dan lain-lain.
Berdasarkan sifat kegunaan usahanya, masih menurut Nurzain usaha koperasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Koperasi Tunggal Usaha (Single Purpose)
Ialah koperasi yang mengusahakan hanya satu macam kesempatan untuk memperluas usaha misalnya, koperasi kredit atau yang biasa disebut credit union atau koperasi batik.
2. Koperasi Serba Usaha (Multi Purpose)
Yaitu koperasi yang menyelenggarakan usaha lebih dari satu macam kebutuhan ekonomi atau kepentingan ekonomi para anggotanya. Biasanya koperasi demikian tidak dibentuk sekaligus untuk melakukan bermacam-macam usaha, melainkan makin luas karena kebutuhan anggota yang makin berkembang, kesempatan usaha yang terbuka dan sebab-sebab lain yang mungkin timbul. Contoh dari koperasi jenis ini adalah KUD, koperasi di lingkungan pegawai negeri dan lain-lain.
2.1.4 Keanggotaan dan Perangkat Organisasi Koperasi
Menurut UU Koperasi No.25/1992, anggota koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Sebagai pemilik dan pengguna jasa koperasi, anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan koperasi. Sekalipun demikian, sepanjang tidak merugikan kepentingan koperasi dapat pula memberikan pelayanan kepada bukan anggota sesuai dengan sifat usahanya, dengan maksud menarik yang bukan anggota untuk menjadi anggota koperasi. Syarat untuk menjadi anggota koperasi adalah WNI yang mampu melaksanakan tindakan hukum/koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana sebagaimana ditetapkan oleh anggaran dasar. Hal ini dimaksudkan sebagai konsekuensi koperasi.
Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka. Sukarela mengandung makna bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun. Sifat sukarela juga mengandung makna bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari koperasinya dengan syarat yang telah ditentukan dalam anggaran dasar koperasi. Sifat terbuka memiliki arti bahwa dalam keanggotaannya tidak dilakukan pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun.
Perangkat organisasi koperasi terdiri dari rapat anggota sebagai kekuasaan tertinggi dalam koperasi, pengurus (terdiri dari ketua, bendahara, dan sekertaris), pengawas. Pengurus koperasi dapat mengangkat pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha. Pengelola merupakan pelaksana harian terdiri dari manajer dan staf atau pegawai. Semua penjelasan mengenai keanggotaan dan perangkat organisasi koperasi tercantum pada pasal-pasal dalam UU Koperasi No.25/1992.
2.1.5 Koperasi Unit Desa (KUD)
KUD merupakan koperasi yang didirikan dengan tujuan untuk melayani berbagai kepentingan masyarakat pedesaan, bersifat serba usaha dengan wilayah kerja mencakup unit desa. Timbulnya koperasi jenis ini mempunyai latar belakang yang cukup panjang. Dalam rangka penyesuaian dengan UU No.12/1967 dilancarkan program di daerah pedesaan yang bertujuan untuk mempersatukan koperasi-koperasi yang berada koperasi-koperasi yang berada di pedesaan agar memiliki kekuatan yang lebih besar sebagai badan usaha bagi para petani. Bersamaan dengan itu, pemerintahan pada era ini juga berusaha untuk memecahkan masalah produksi pangan khususnya beras, yang dilaksanakan melalui program Bimas (Soedjono,1997)
Pada awalnya konsepsi pembentukkan BUUD (Badan Usaha Unit Desa) atau KUD dimaksudkan sebagai dasar dalam penataan kembali koperasi yang telah mengalami kemunduran pada masa orde lama. Prioritas utama pengembangan koperasi melalui pola BUUD/KUD ini adalah bidang pertanian terutama pangan yang berarti terkait dengan daerah pedesaan dan pelaksanaan program Bimas.
Untuk memperkuat arti kehadiran BUUD/KUD ini, maka pemerintah kemudian mengeluarkan Inpres No.4/1973 tentang unit desa. Penerbitan Inpres No.4/1973 pada hakekatnya merupakan peningkatan proyek BUUD ke jenjang nasional. Dibawah Inpres ini, kegiatan BUUD/KUD masih terbatas pada penyaluran sarana produksi seperti pupuk, obat-obatan dan lain sebagainya. Meskipun demikian terlihat bahwa dengan dengan Inpres No.4/1973, pemerintah bertujuan untuk mengembangkan BUUD/KUD sebagai koperasi pertanian serba
usaha. Kegiatan ini berdasarkan Inpres No.2/1978 yang menggantikan Inpres No.4/1973. Sesuai dengan Inpres 2/1978 ini, maka kegiatan BUUD/KUD tidak hanya sebatas penyaluran sarana produksi pertanian, tetapi juga mencakup usaha lain didaerah pedesaan. Dengan kata lain KUD menjadi koperasi pedesaan serba usaha.
Perkembangan berikutnya untuk kebijakan KUD adalah penggantian Inpres 2/1978 tentang BUUD/KUD dengan Inpres 4/1984 tentang pembinaan dan pengembangan KUD. Dengan Inpres ini maka peranan BUUD digantikan dengan BPP-KUD atau Badan Pembimbing dan Pelindung KUD. Inpres 4/1984 menunjukkan peranan pemerintah untuk memampukan KUD melalui pembukaan kesempatan berusaha seluas-luasnya dengan penyediaan bantuan fasilitas permodalan, menyediakan kapasitas usaha dalam bentuk jaminan pasar dan jaminan harga, peningkatan pembinaan organisasi, manajemen dan kemampuan pengendalian serta pengawasan intern dan ekstern.
Keberadaan KUD melalui program yang dikembangkan dari pemerintah (top-down) ditengah gerakan koperasi nasional sudah merupakan fenomena yang amat menonjol sejak awal orde baru. Dengan dukungan yang kuat dari pemerintah baik dalam bentuk peraturan dan perundangan maupun berbagai bentuk fasilitas, KUD dengan sadar hendak dikembangkan sebagai badan usaha ekonomi yang kuat dipedesaan, yang bukan saja mampu meningkatkan taraf hidup anggotanya tetapi juga sebagai sarana untuk melaksanakan program-program pemerintah.
Menurut Soedjono (1997), dalam perkembangannya kemudian, tugas melaksanakan program pemerintah inilah yang lebih menonjol sehingga KUD lebih dikenal sebagai alat kebijaksanaan pemerintah. Sementara peranan anggota
baik sebagai pemilik maupun pengguna jasa belum banyak dirasakan. Berbagai upaya telah diupayakan untuk mengimbangi tugas-tugas program pemerintah tersebut dengan pemenuhan kebutuhan anggota, seperti waserda (warung serba ada) atau unit simpan pinjam. Banyak KUD yang telah berhasil mengembangkan unit-unit pelayanan kepada anggota, sehingga keberadaannya juga banyak memberi manfaat kepada anggota khususnya dan masyarakat sekitarnya pada umumnya.
Kebijakan berikutnya yang muncul adalah Inpres No.8/1998 yang mencabut Inpres no.4/1984 telah menghapus legitimasi KUD sebagai organisasi tunggal ditingkat pedesaan dan menyebabkan banyak KUD tidak berfungsi khususnya yang tidak mampu untuk hidup diatas kemampuan sendiri. Peran KUD dalam pengadaan pangan dan distribusi pupuk praktis tidak berfungsi dan diambil oleh lembaga-lembaga lain, tim Dolog atau LSM dan juga para pedagang yang dulunya merupakan mitra kerja KUD. Dengan tidak berperannya banyak KUD maka struktur vertikal KUD, PUSKUD dan INKUD yang merupakan kebijaksanaan yang dibentuk pemerintah akan semakin goyah dan tingkat sekunder koperasi sudah kehilangan keterkaitan usaha dengan KUD-KUD. Karena hal itulah, tuntutan dan tantangan yang harus dihadapi adalah bagaimana membangun koperasi pertanian yang mempunyai basis anggota yang nyata sebagai wadah dan sarana yang efektif untuk memberdayakan anggotanya, meningkatkan kesejahteraan mereka serta berperan aktif dalam usaha dan pembangunan pertanian secara optimal.
2.1.6 Koperasi Susu
Usaha peternakan sapi perah sebagai usaha rumah tangga yang semakin berkembang, baik jumlah ternak maupun rumah tangga yang mengelolanya. Demikian pula dengan para konsumen susu yang umumnya berada di kota, jumlahnya semakin hari semakin meningkat sejalan dengan pengertian yang makin luas dari masyarakat terhadap manfaat susu dan kemampuan ekonomi yang semakin meningkat pula (Soedjono, 1997).
Meskipun demikian, terdapat berbagai hambatan yang mempersulit perkembangan usaha peternakan sapi perah rakyat. Lokasi peternakan yang umumnya berada di daerah pegunungan, jauh dari kota dengan kondisi jalan yang kurang baik mempersulit peternak memasarkan susunya. Sedangkan sifat susu yang cepat rusak sehingga memerlukan pemasaran yang cepat pula. Kesulitan dan kelemahan peternak dalam menghadapi masalah pemasaran ini dimanfaatkan oleh para pengumpul atau tengkulak, yang dengan modal yang cukup besar dapat memborong susu para peternak dengan harga rendah. Akibatnya tingkat hidup para peternak sapi perah lambat berkembang, walaupun mereka telah bekerja keras.
Keadaan yang demikian mendorong beberapa peternak sapi perah yang berpikiran maju untuk membentuk suatu wadah kerjasama dalam usahanya untuk dapat menolong dirinya sendiri, baik dalam produksi maupun pemasarannya. Gagasan ini mendapat dukungan penuh, baik dari jawatan kehewanan maupun jawatan koperasi, sehingga dibeberapa daerah kemudian terbentuk koperasi-koperasi. Pilihan pada bentuk koperasi sebagai wadah kerjasama ekonomi antar peternak sapi perah juga dilatarbelakangi oleh kondisi peternak sapi perah rakyat,
yang pada umumnya merupakan usaha rumah tangga. Koperasi susu merupakan koperasi yang tumbuh dari bawah (bottom-up) dalam pendiriannya artinya usaha yang dilakukan dimulai dari kesepakatan bersama antara para peternak sapi perah yang ada bukan merupakan koperasi yang dikembangkan dari pemerintah.
Pengalaman berbagai koperasi susu pada awalnya menunjukkan ada masalah besar yang dihadapi, khususnya dalam pemasaran. Koperasi peternakan sapi perah yang pertama didirikan di Indonesia adalah Gabungan Petani Peternak Sapi Indonesia Pangalengan (GPPSIP), yaitu pada tahun1949. Karena suasana politik dan keadaan sosial ekonomi memburuk akhirnya mulai tahun 1963, GPPSIP menyerah dan tidak mampu lagi situasi ekonomi yang labil, sehingga tidak dapat berfungsi kembali sebagai koperasi. Koperasi-koperasi susu yang lahir berikutnya diantaranya Koperasi S.A.E (Sinau Andandani Ekonomi) Pujon tahun 1962, Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) di Pangalengan tahun 1969, Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) di Lembang tahun 1971, Koperasi Peternak Lembu Perah (KPLP) Setia Kawan di Nongkojajar tahun 1977 dan koperasi-koperasi susu lainnya.
Dari berbagai pengalaman koperasi-koperasi susu yang ada dahulu, pada umumnya masalah yang ditemukan adalah dalam menghadapi Industri Pengolahan Susu (IPS) yang terdiri dari pemilik modal kuat yang berasal adari Penanam Modal Asing (PMA) maupun Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) sangat berat. Selain produksinya yang menyerbu pasar sehingga mendesak pasaran susu murni, pihak IPS pun masih enggan menerima susu murni dengan koperasi sebagai satu bahan baku produksinya. Apabila mau menerima,
jumlahnya relatif masih kecil dengan harga murah, dibawah biaya produksi peternak.
Kondisi seperti yang dialami oleh koperasi susu pada awal/pertengahan dekade tujuh puluhan tidak terlepas dari kebijaksanaan pemerintah dalam pembangunan ekonomi. Pada Pelita I dan II bentuk usaha yang dikembangkan banyak yang bersifat cepat meghasilkan misalnya ayam ras dan sapi potong. Dalam hal ini pemerintah belum menaruh perhatian pada bidang sapi perah. Pada saat perhatian kearah persususan sudah timbul, maka kebijakansanaan pemerintah ditujukan kepada penanganan susu pasca produksi. Pemerintah memutuskan membangun IPS terlebih dahulu. Pada tahun1978 beberapa IPS sepakat untuk berperan serta secara aktif dengan mengambil susu segar dari koperasi susu. Keberhasilan koperasi susu memasuki pasaran IPS, yang berarti adanya jaminan pasar mempunyai dampak positif pada aspek lain dari pengembangan peternakan sapi perah, yaitu pada pengadaan sapi perah bibit, khususnya yang berasal dari impor.
Untuk memperkuat koperasi-koperasi susu dan adanya kebutuhan terhadap suatu lembaga yang mampu memiliki aspirasi koperasi susu tingkat primer, maka koperasi-koperasi susu berupaya mewujudkan kerja sama. Akhirnya terbentuk Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) tahun 1979 sebagai organisasi koperasi susu tingkat sekunder yang berskala nasional. GKSI sebagai koperasi sekunder dari koperasi-koperasi susu bertugas untuk melaksanakan segala sesuatu yang secara sendiri-sendiri tidak bisa dilaksanakan oleh koperasi-koperasi susu anggotanya.
Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, koperasi persususan merupakan pola manajemen usaha agribisnis persusuan yang terdiri dari usaha pra-produksi, produksi dan post-produksi. Kegiatan GKSI terutama pada unsur pra produksi yang mencakup pengadaan pakan ternak, peralatan persusuan dan tehnis peternakan serta pengadaan bibit ternak sapi perah. Disamping itu juga unsur post-produksi yang mencakup pengolahan dan pemasaran susu diperhatikan GKSI. Sedangkan kegiatan usaha koperasi primer persusuan dan peternak terutama pada unsur produksi.
2.2 Organisasi
Organisasi merupakan satu struktur, atau pengelompokkan yang terdiri dari unit-unit yang berfungsi secara berkaitan sedemikian rupa sehingga tersusun satu kesatuan terpadu. Organisasi adalah suatu proses interaksi dari orang-orang yang mengikuti suatu struktur tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pribadi dan tujuan-tujuan bersama (Hicks, 1975). Menurut Robbins (1999) Organisasi adalah kesatuan (entity) yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Dikoordinasikan dengan sadar mengandung pengertian manajemen, kesatuan sosial berarti bahwa unit itu terdiri dari orang atau kelompok orang yang berinteraksi, batasan yang relatif dapat diidentifikasi dicapai melalui perjanjian antara anggota dan organisasinya dan mencapai sesuatu adalah tujuan yang dicapai secara efisien melalui usaha kelompok.
Hal yang mendasar dari organisasi adalah adanya orang-orang yang berinteraksi mencapai tujuan dalam struktur dan dalam proses tertentu. Dalam hal ini ada lima kenyataan yang selalu terdapat dalam sebuah organisasi yaitu : (1) Organisasi selalu terdiri dari orang-orang, (2) Orang-orang tersebut berinteraksi satu sama lain, (3) Interaksi tersebut selalu dapat diukur atau diterangkan menurut satu struktur tertentu, (4) Setiap orang dalam organisasi mempunyai tujuan-tujuan pribadi dan berharap organisasi itu akan dapat menolongnya mencapai tujuan-tujuan tersebut dan (5) Interaksi tersebut juga dapat mencapai tujuan-tujuan-tujuan-tujuan bersama, yang mungkin berbeda tetapi berkaitan dengan tujuan-tujuan pribadi.
Organisasi dapat mempunyai aneka ragam pengertian akan tetapi organisasi dapat dibedakan dari kumpulan lain dari orang-orang yaitu dari segi perilaku organisasi yang diarahkan kepada tujuan, yaitu anggota dan pengurus organisasi mengejar tujuan dan sasaran yang dapat dicapai secara lebih efektif dengan tindakan yang disetujui bersama ( Gibson et al, 1996).
Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari organisasi dan memang masyarakat adalah terdiri dari organisasi-organisasi. Manusia dalam kehidupannya memang terpaksa berinteraksi, mengikuti struktur tertentu dalam rangka mencapai tujuannya, oleh karena itu organisasi merupakan bagian yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Organisasi pada dasarnya memang dibentuk untuk melayani orang-orang agar dapat memenuhi kebutuhannya dengan lebih mudah.
Koperasi sebagaimana organisasi pada umumnya memungkinkan masyarakat mencapai tujuan tertentu yang tidak dapat dicapai individu secara perorangan. Organisasi dicirikan oleh adanya tujuan dan perilakunya yang terarah
pada tujuan. Akan tetapi organisasi seperti koperasi bukan hanya alat untuk menyediakan barang dan jasa akan tetapi juga menciptakan lingkungan tempat kehidupan, artinya organisai koperasi berpengaruh terhadap perilaku anggotanya. Pada kenyataanya manusia, individu-individu tidak dapat menghindar dari organisasi, dia mesti menjadi anggota dari organisasi tertentu dan mempunyai kemungkinan untuk memanfaatkan organisasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2.3 Model Desain Organisasi
Desain organisasi mengacu pada pengambilan keputusan manajerial untuk menentukan struktur dan proses yang mengkoordinasikan dan mengendalikan pekerjaan organisasi. Hasil keputusan desain organisasi ialah sistem pekerjaan dan kelompok kerja, termasuk proses yang menghubungkannya. Di antara proses-proses penghubung ini terdapat hubungan kekuasaan, jaringan komunikasi, dan berbagai tehnik khusus perencanaan dan pengendalian. Dengan demikian, desain organisasi menunjukkan pembentukan struktur yang baik sebagai wadah berlangsungnya pekerjaan organisasi.
2.3.1 Model Mekanistik
Pada model ini ditekankan pentingnya mencapai produksi dan efisiensi di tingkat tinggi. Desain organisasi ini menerapkan peraturan dan prosedur yang ekstensif, wewenang yang disentralisasikan dan spesialisasi tinggi.
Salah satu literatur yang membahas masalah dalam desain struktur organisasi yang merupakan salah satu dari sejumlah tugas manajerial, termasuk perencanaan dan pengendalian adalah Fayol dalam Gibson et al (1996).
Tujuannya adalah untuk menetapkan prinsip yang dapat membimbing manajer dalam melaksanakan tugasnya. Beberapa prinsip Fayol berkaitan dengan fungsi pimpinan untuk mengorganisasi, dan empat diantaranya berkaitan dengan pemahaman model mekanistik. Keempat prinsip-prinsip itu adalah prinsip spesialisasi, prinsip kesatuan arah, prinsip wewenang dan tanggung jawab dan prinsip rantai skalar.
Gagasan lain dalam menguraikan penerapan model makanistik adalah menurut Weber yang diacu Gibson et al (1996). Ia menciptakan istilah birokrasi. Menurutnya struktur birokratik adalah struktur yang unggul dibanding bentuk lain dalam hal ketepatan, kestabilan, keketatan disiplin, dan keterandalannya. Struktur ini memungkinkan kepala organisasi dan mereka yang berhubungan dengannya untuk memperhitungkan ketepatan hasil.
Baik Fayol maupun Weber menguraikan tipe organisasi yang sama, yaitu organisasi yang berfungsi seperti mesin guna mencapai tujuan organisasi dengan cara yang sangat efisien. Oleh karena itu istilah mekanistik sangat tepat menggambarkan organisasi semacam itu.
Model mekanistik efisien menurut mereka karena karakteristik strukturnya. Model ini kompleks karena menekankan spesialisasi kerja, sangat disentralisasikan karena menekankan wewenang dan tanggung gugat; sangat formal karena menekankan fungsi sebagai dasar utama departemenisasi. Karakteristik dan praktik organisasi ini mendasari model organisasi yang diterapkan secara luas. Namun, model mekanistik bukan satu-satunya model yang diterapkan.
2.3.2 Model Organik
Model ini menekankan pentingnya mencapai keadaptasian dan perkembangan tingkat tinggi. Desain organisasi ini kurang mengandalkan peraturan dan prosedur, wewenang yang disentralisaskan, atau speasialisasi tinggi. Model organik desain organisasi merupakan kontras dari model mekanistik. Karakteristik dan praktik organisasi yang mendasari model organik sama sekali berbeda dari karakterisrtik dan praktik organisasi yang mendasari model mekanistik.
Perbedaan yang paling mencolok antara kedua model itu berasal dari kriteria keefektifan yang berbeda yang ingin diusahakan sebesar-besarnya oleh masing-masing model. Jika model mekanistik berusaha untuk mencapai efesiensi dan produksi secara maksimum, maka model organik berusaha untuk mencapai keluwesan dan keadaptasian yang maksimum. Organisasi organik bersifat luwes dan dapat beradaptasi dengan tuntutan perubahan lingkungan karena desain organisasinya mendorong untuk lebih mendayagunakan potensi manusia.
Para manajer didorong untuk menerapkan praktik supaya mendayagunakan motivasi manusia seutuhnya melalui desain pekerjaan yang menekankan pertumbuhan dan tanggungjawab pribadi. Proses pengambilan keputusan, pengendalian, penyusunan tujuan didesentralisasikan dan dibagi rata disemua tingkatan organisasi. Komunikasi mengalir di seluruh organisasi, dan bukan semata-mata mengalir menelusuri garis komando. Semua praktik ini bertujuan untuk menerapkan asumsi dasar dari model organik yang menyatakan bahwa semua organisasi akan efektif sejauh strukturnya ”menjamin kemungkinan maksimum bahwa dalam segala interaksi dan dalam semua hubungan dengan
organisasi, setiap anggota, dengan latar belakang, nilai-nilai keinginan, dan harapannnya, akan memandang pengalaman itu suportif serta membangun dan mempertahankan rasa berharga dan rasa penting pribadi”.
Desain organisasi yang menimbulkan rasa berharga dan motivasi serta mempermudah keluwesan dan keadaptasian biasanya memiliki karakteristik berikut :
1. Desain itu relatif sederhana karena tidak menekankan spesialisasi, melainkan menekankan kepada peningkatan cakupan pekerjaan.
2. Desain itu relatif didesentralisasikan karena menekankan pendelegasian wewenang dan peningkatan kedalaman pekerjaan.
3. Dan relatif formal sebab menekankan produk dan pelanggan sebagai dasar departemenisasi
Salah satu pembicara dan pengembang gagasan yang mendukung aplikasi model organik yang terkemuka adalah Rensis Likert. Telaah yang dilakukan di University of Michigan telah mendorongnya untuk menyatakan bahwa organisasi
organik (Likert memakai istilah Sistem 4) sangat berbeda dari organisasi mekanistik (Likert memakai istilah sistem 1) dalam kaitannya dengan sejumlah dimensi struktural.
Tidak disangsikan lagi bahwa pandangan Likert banyak diikuti oleh praktikus dan ahli riset. Berbagai literatur yang berisi laporan mengenai usaha melaksanakan desain organik dalam organisasi aktual. Pendukung organisai organik yakin bahwa desain itu dapat diterapkan secara universal yaitu, mereka memandang model organik sebagai satu-satunya cara terbaik untuk mendesain organisasi.
2.4 Organisasi Sistem 4 (Organisasi Desain Organik)
Merupakan pendekatan yang diterapkan secara luas untuk mengembangkan karakteristik desain organik dalam suatu organisasi. Organisasi sistem 4 merupakan aplikasi penting desain organisasi organik. Menurut Likert, Sistem 4 adalah tipe ideal organisasi untuk mencapai tingkat prestasi tinggi. Dengan demikian, para manajer seyogianya mengembangkan organisasi mereka kearah karakteristik Sistem 4. Menurut Likert, organisasi dapat dilukiskan dalam hubungan nya dengan delapan ciri berikut :
1. Kepemimpinan 5. Pengambilan keputusan 2. Motivasi 6. Penyusunan tujuan 3. Komunikasi 7. Pengendalian 4. Interaksi 8. Prestasi
Lebih lanjut setiap karakteristik itu dapat diukur melalui kuesioner, yang diisi anggota organisasi. Rataan dari setiap kategori tanggapan dikalkulasi dan diplotkan untuk mengetahui profil organisasi. Untuk mendiagnosis sejauh mana suatu organisasi mendekati struktur sistem 4, Likert telah mendesain kuesioner yang berisi 51 butir pertanyaan, yang diisi oleh para pegawai suatu organisasi. Untuk lebih jelas kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1. Para karyawan mengungkapkan persepsi mereka sejauh mana organisasi mereka memenuhi karakteristik organisasi Sistem 4. Rataan (mean) tanggapan dikalkulasi dan diplotkan sepanjang kontinum yang melukiskan kedelapan karakteristik itu. Pada Gambar 1 ditunjukkan contoh profil dari dua perusahaan manufaktur yang berbeda.
Gambar 1. Profil Organisasi dari Dua perusahaan Manufaktur
Hasil yang diperoleh akan dapat menggambarkan karakteristik organisasi. Dalam terminologi Likert, organisasi yang ditandai dengan garis ke kiri condong ke arah desain mekanistik (Sistem 1), sedangkan organisasi yang ditandai dengan garis ke kanan condong ke arah desain organik (Sistem 4). Apabila teori sistem 4 sahih (valid) organisasi pada bidang sebelah kanan akan lebih efektif dibandingkan dengan yang sebelah kiri.
Perubahan ke arah sistem 4 mencakup upaya pengukuran keadaan organisasi pada saat keadaan sekarang melalu penggunaan kuesioner. Program pelatihan selanjutnya menekankan konsep Sistem 4 dan aplikasi konsep tersebut dalam organisasi. Menurut Likert, prestasi yang lebih tinggi biasanya akan diperoleh melalui penerapan (1) Kepemimpinan suportif yang berorientasi pada kelompok; dan (2) pemerataan wewenang, penyusunan tujuan, pelaksanaan pengendalian dan pengambilan keputusan. Meningkatnya prestasi kerja berasal dari perubahan perilaku pegawai secara positif yang ditimbulkan oleh perubahan struktur organisasi. Pada Tabel 2 diperlihatkan perbedaan pada organisasi sistem mekanistik dan sistem organik berdasarkan berbagai faktor didalamnya yaitu proses kepemimpinan, motivasi, komunikasi, interaksi. Pengambilan keputusan, penyusunan tujuan, kendali dan tujuan prestasi dimana kedua hasil dari sistem tersebut saling bertentangan satu dengan lainnya pada setiap faktor.
Struktur Mekanistik (Sistem 1) 1. Proses kepemimpinan tidak
mencakup persepsi tentang keyakinan dan kepercayaan, bawahan tidak merasa bebas untuk mendiskusikan masalah kerja dengan atasan, yang sebaliknya juga tidak meminta gagasan dan pendapat mereka. 2. Proses motivasi hanya menyadap
motif fisik, rasa aman, dan ekonomik melalui perasaan takut dan sanksi. Sikap tidak menguntungkan organisasi biasa terdapat di kalangan karyawan 3. Proses komunikasi berlangsung
sedemikain rupa sehingga informasi mengalir kebawah dan cenderung terganggu, tidak akurat dan dipandang dengan rasa curiga oleh bawahan.
4. Proses interaksi bersifat tertutup dan terbatas; hanya sedikti pengaruh bawahan atas tujuan, aktivitas dan metode departemental
5. Proses pengambilan keputusan hanya terjadi di tingkat puncak organisai; keputusan relatif
6. Proses penyusunan tujuan di tingkat puncak organisasi, tanpa mendorong adanya partisipasi kelompok.
7. Proses kendali dipusatkan dan menekankan upaya memperhalus kesalahan atas kekeliruan yang terjadi.
8. Tujuan prestasi tidak menonjol dan kurang diupayakan oleh para manajer yang tidak merasa terikat untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam organisasi.
Struktur Organik (Sistem 4)
1. Proses kepemimpinan mencakup persepsi tentang keyakinan dan kepercayaan antara atasan dan bawahan dalam segala persoalan. Bawahan merasa bebas mendiskusikan masalah kerja dengan atasan, yang sebaliknya meminta gagasan dan pendapat mereka.
2. Proses motivasi berusaha menimbulkan motivasi melalui metode partisipasi. Sikap pegawai terhadap organisasi dan tujuannya menguntungkan.
3. Proses komunikasi berlangsung sedemikain rupa sehingga informasi mengalir secara bebas yaitu ke atas, kebawah dan ke samping. Informasi bersifat akurat dan tidak menimbulkan distorsi.
4. Proses interaksi bersifat terbuka dan ekstensif; baik atasan maupun bawahan dapat mempengaruhi tujuan, aktivitas dan metode departemental
5. Proses pengambilan keputusan dilaksanakan disemua tingkatan melalui proses kelompok; sifatnya relatif disentralisasikan.
6. Proses penyusunan tujuan mendorong timbulnya partisipasi kelompok untuk menetapkan sasaran yang tinggi dan realistis.
7. Proses kendali menyebar ke seluruh organisasi dan menekankan pemecahan masalah dan pengendalian diri sendiri
8. Tujuan prestasi menonjol dan atasan berusaha mencapainya. Atasan mengakui pentingnya keikatan penuh untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam organisasi melalui pelatihan
2.5 Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah variabel-variabel yang dapat dianalisis untuk mewujudkan tujuan penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Penentuan pengaruh berbagai faktor dalam profil ciri organisasi dilakukan melalui literatur dan pendekatan dari berbagai sumber yang ada.
1. Variabel Penyebab merupakan variabel bebas yang menentukan jalannya perkembangan suatu organisasi dan hasil-hasil yang dicapai oleh organisasi tersebut. Variabel ini hanya meliputi variabel bebas yang dapat diubah oleh organisasi dan manajemennya. Kondisi umum dalam dunia usaha misalnya, meskipun merupakan sebuah variabel bebas tidak dimasukkan dalam daftar variabel penyebab. Variabel penyebab mencakup struktur organisasi dan kebijaksanaan-kebijaksanaan, keputusan-keputusan, strategi usaha serta kepemimpinan, keterampilan dan tingkah laku para manajer. Pada penelitian ini yang merupakan variabel penyebab adalah faktor kepemimpinan.
2. Variabel antara mencerminkan keadaan intern dan kesehatan organisasi, misalnya kesetiaan, sikap, motivasi, sasaran organisasi dan kesadaran para karyawan serta kemampuan mereka sebagai kelompok dalam mewujudkan interaksi, komunikasi dan pengambilan keputusan yang efektif. Penelitian yang dilakukan memasukkan faktor motivasi, komunikasi, interaksi, pengambilan keputusan, penyusunan tujuan, pengendalian dan prestasi sebagai variabel antara.
Pada Gambar 3 ditunjukkan tahap perkembangan sebagai pengaruh penggunaan sistem mekanistik atau organik mulai dari variabel penyebab, variabel antara hingga variabel hasil akhir.
Kalau manajer memiliki ;
Rencana kerja yang tertib dan rapi Sasaran prestasi yan tinggi Kemampuan tehnis yang tinggi
(manajer atau pembantu staf)
Dan kalau manajer mengelola dengan cara :
Organisasinya akan menunjukkan
Dan organisasinya akan mencapai
Gambar 3. Urutan atau tahap perkembangan dalam sebuah usaha yang tertib dan teratur sebagai akibat pengaruh penggunaan sistem organik atau sistem mekanistik
Sumber: Likert (1967) Variabel
Penyebab SISTEM MEKANISTIK Misalnya menggunakan
tekanan hirarki secara langsung untuk memperoleh hasil, termasuk persaingan yang
biasa dilakukan dan kebiasaan lainnya dalam
organisasi tradisional
SISTEM ORGANIK Misalnya menggunakan prinsip yang mendukung hubungan kerjasama, metode kerjasama grup dan
prinsip lain pada sistem 4
Variabel antara
• Kesetiaan kelompok yan lebih rendah
• Sasaran prestasi yang lebih rendah
• Lebih banyak perselisihan dan lebih sedikit kerjasama
• Lebih merasa ada tekanan yang berlebihan
• Sikap kepada manajer yang lebih tidak baik
• Motivasi untuk berproduksi yang lebih rendah
• Kesetiaan kelompok yang lebih tinggi
• Sasaran prestasi yang lebih tinggi
• Kerja sama yang lebih besar • Lebih merasa tidak ada
tekanan yang berlebihan • Sikap kepada manajer yang
lebih baik
• Motivasi untuk berproduksi yang lebih tinggi
Variabel hasil-akhir
• Volume penjualan yang lebih rendah
• Biaya untuk menjual yang lebih tinggi
• Mutu jualan yang lebih rendah • Pendapatan salesman yang
lebih rendah
• Volume penjualan yang lebih tinggi
• Biaya untuk menjual yang lebih rendah
• Mutu jualan yang lebih tinggi • Pendapatan salesman yang
2.6 Hasil Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian mengenai dinamika organisasi oleh Ginting (1999) mengkaji tentang pengaruh faktor-faktor dinamika organisasi terhadap keberhasilan organisasi pada Koperasi Unit Desa (KUD) dan Credit Union (CU) di Sumatera Utara. Pada penelitiannya komponen organisasi yaitu tujuan organisasi, struktur organisasi, fungsi tugas organisasi, pembangunan dan pemeliharaan organisasi, kekompakkan organisasi, iklim organisasi, tekanan pada organisasi, efektivitas organisasi dan agenda terselubung organisasi dijadikan komponen sebagai faktor-faktor dinamika organisasi.
Alat analisis yang digunakan adalah analisis koefisien lintas (path coefficient analysis) atau analisis lintas yang dapat menjelaskan mekanisme
hubungan kausal antar peubah dengan cara menguraikan koefisien korelasi menjadi pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung.
Harjono (2001) dalam penelitiannya mengenai efektivitas perubahan struktur organisasi dalam perusahaan menyatakan rentang kendali dalam struktur organisasi hasil pemekaran di tempat ia meneliti kurang efektif. Hal itu diindikasikan oleh ketidakjelasan penetapan wewenang manajer pemasaran serta lambannya respon oleh atasan terhadap usulan atau permohonan pertimbangan manajer pemasaran perusahaan. Keberhasilan perusahaan dalam menata struktur organisasi dapat ditinjau dari efektivitas rentang kendali dan koordinasi dalam struktur organisasinya.
Ada beberapa kendala yang menurutnya sangat berpengaruh yaitu ketidakjelasan wewenang dan tanggung jawab dalam rencana organisasi, keragaman masalah yang dihadapi, keterbatasan waktu bagi pertemuan para manajer. Dalam konteks hubungan koordinatif antar manajer ada kendala perbedaan orientasi terhadap tujuan perbedaan prioritas waktu pelaksanaan tugas, perbedaan gaya antar pribadi dan perbedaan formalitas kerja dalam perusahaan. Analisis data dilakukan dengan Proses Hirarki Analitik (PHA) yang merupakan salah satu metode dalam pengambilan keputusan melalui penelusuran terhadap kondisi suatu sistem guna dilakukan suatu prediksi.
Penelitian Oktaviani (2004) mengenai koperasi menyatakan bahwa masih banyak koperasi yang belum berhasil menunjukkan kualitas keunggulannya sebagai lembaga ekonomi milik rakyat. Secara kuantitatif kinerja koperasi meningkat tetapi tidak dengan sisi kualitatifnya. Paling tidak perkembangan secara kuantitatif sudah menjadi bukti bahwa koperasi mampu bertahan dan berkembang ditengah persaingan yang ketat, bahkan pada saat krisis sekalipun.
Dengan menggunakan metode analisis standar penilaian kinerja koperasi maka dapat diketahui kinerja koperasi yang diteliti secara keseluruhan, sedangkan analisis horizontal, analisis vertikal dan analisis rasio untuk melihat kondisi keuangan koperasi. Penelitiannya menunjukkan bahwa penerimaan koperasi dapat ditingkatkan melalui pengelolaan usaha dan kaidah bisnis yang sehat, efisiensi biaya melalui pengaturan pengeluaran yang lebih ketat, pemupukkan modal sendiri melalui peningkatan simpanan wajib dan dana cadangan sehingga solvabilitas koperasi tetap terjaga.
Susanti (2002) Mengkaji kinerja koperasi melalui tiga bidang, yaitu: (1) usaha; (2) organisasi; dan (3) keuangan untuk memperoleh gambaran utuh terhadap kinerja koperasi. Untuk penelitiannya dilakukan analisis statistik koperasi, analisis ratio dan analisis trend. Khusus untuk bidang organisasi dilakukan analisis manfaat koperasi dan partisipasi anggota.
Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa peningkatan jumlah koperasi dalam hal ini adalah perkembangan koperasi di bidang agribisnis pada daerah penelitian tidak berbanding lurus dengan peningkatan jumlah anggota yang diserapnya. Selain itu semakin banyak koperasi, tidak menyebabkan kinerja keuangan dan usaha koperasi menjadi lebih baik. Hal ini ditunjukkan oleh data besarnya penyerapan modal, volume usaha dan SHU yang cenderung menurun. Indikasi rendahnya kualitas organisasi ditunjukkan oleh menurunnya persentase jumlah koperasi yang melaksanakan rencana anggaran tahunan.
Melalui penelitiannya pada koperasi, Artiningsari (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja pengurus dan karyawan pada koperasi adalah sistem kompensasi, keamanan kerja, kondisi kerja, status kerja, kebijaksanaan dan administrasi, supervisi, hubungan kerja, prestasi, penghargaan/pengakuan, tanggung jawab, pekerjaan itu sendiri dan pengembangan.
Faktor Hygiene seperti sistem kompensasi, keamanan kerja, kondisi kerja, status kerja, kebijaksanaan dan administrasi, supervisi, hubungan kerja berpengaruh terhadap motivasi. Begitu pula dengan faktor motivator yaitu prestasi, penghargaan/pengakuan, tanggung jawab, pekerjaan itu sendiri dan pengembangan. Peneliti menyimpulkan bahwa Teori Dua Faktor Herzberg turut
mengambil bagian dalam upaya peningkatan motivasi kerja pengurus dan karyawan.
Penelitian sekarang berusaha untuk menganalisis faktor-faktor dalam profil ciri pada desain organisasi koperasi, berbeda dengan penelitian terdahulu mengenai organisaisi ataupun analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi. Untuk membandingkan nilai rata-rata dari jawaban responden digunakan analisis Compare Mean, sedangkan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan desain organisasi berdasarkan penilaian KUD Karya Teguh dan KPSBU dilakukan analisis Mann-Whitney. Analisis Deskriptif ditujukan untuk mengidentifikasi perbedaan yang terdapat pada dua koperasi. Pada penelitian sebelumnya digunakan analisis rasio, analisis indeks (trend) dan analisis vertical (common size financial statement) untuk melihat kinerja koperasi atau analisis spearman untuk melihat korelasi yang ada pada faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja.
2.7 Kerangka Operasional
Terdapat berbagai masalah yang timbul dalam bidang perkoperasian. Aspek permasalahan dari faktor internal dan eksternal akan sangat mempengaruhi perkembangan sebuah koperasi. Faktor-faktor eksternal yang ada berupa kebijakan pemerintah dan profil lingkungan keadaan sosial, budaya, politik. Sedangkan yang termasuk faktor internal adalah berupa tujuan, strategi, kebijaksanaan manajerial, sikap karyawan dan sebagainya. Dalam koperasi sendiri kekuatan internal ini terletak pada Rapat Anggota Tahunan (RAT), pengurus, pengawas, manajer, karyawan dan anggota yang ketentuan umumnya telah diatur. Pada faktor internal dibutuhkan adanya manajemen yang baik dalam pelaksanaannya dan dibutuhkan desain organisasi yang baik.
Faktor-faktor internal dan eksternal itu juga mempengaruhi desain organisasi pada koperasi. Dalam model desain organisasi, pada profil ciri terdapat berbagai variabel yang terdiri dari kepemimpinan, motivasi, komunikasi, interaksi, pengambilan keputusan, penyusunan tujuan, pengendalian dan prestasi. Untuk melihat profil ciri dalam organisasi dilakukan penyebaran kuesioner pada responden dan dilakukan analisis deskriptif dan analisis statistik. Dilakukan analisis perbedaan untuk melihat bagaimana model desain organisasi pada koperasi top-down dan bottom-up untuk dapat dijadikan strategi pengembangan organisasi.
Gambar 2. Kerangka Operasional Gerakan Koperasi di Indonesia Desain Organisasi pada Koperasi Koperasi Top-Down
Strategi Pengembangan Organisasi Faktor Eksternal
- Kebijakan Pemerintah - Profil Lingkungan
(keadaan sosial, budaya dan politik) - Masalah global (perdagangan bebas)
Faktor In - Tujua - Strate - Kebij - Fakto Organ 1. Kepe 2. Motiv 3. Komu 4. Intera 5. Penga 6. Penyu 7. Penge 8. Presta Koperasi Bottom-Up Analisis Perbedaan
BAB III
METODE PENELITIAN
2.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Studi Kasus pada koperasi. Studi kasus merupakan suatu studi penelitian yang intensif dan terperinci mengenai suatu objek yang dilakukan dengan berpedoman pada kuesioner dan pengamatan langsung terhadap hal-hal yang tidak tercakup dalam kuesioner. Metode ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang latar belakang, status dari individu, serta karakter kasus, dimana dari sifat-sifat yang khas tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Satuan kasus dalam penelitian ini adalah pengurus dan karyawan tetap.
Penelitian dilakukan pada dua koperasi yang terletak di Lembang, Jawa-Barat. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan koperasi tersebut mempunyai data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Pemilihan kedua koperasi ini didasarkan atas perbedaan yang ada pada kedua koperasi tersebut. KUD Karya Teguh merupakan koperasi yang dikembangkan dari pemerintah (top-down) melalui program KUD sedangkan KPSBU yang merupakan koperasi yang tumbuh dari bawah (bottom-up) dalam pendiriannya. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2005.
2.5 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data Sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dilapangan hasil wawacara dengan pengurus dan karyawan koperasi serta kuesioner terhadap responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang dimiliki oleh koperasi, literatur dan informasi serta data dari instansi yang terkait.
2.5 Metode Pengumpulan Data
Responden dalam penelitian adalah para pengurus dan karyawan tetap koperasi. Responden terdiri dari 52 orang untuk kedua koperasi. Pada masing-masing koperasi responden terdiri dari 26 orang dimana terdapat 1 perwakilan pengurus dan 25 karyawan tetap. Teknik pengambilan responden adalah Non Propability Sampling yaitu tehnik pengambilan contoh tidak memperhitungkan
peluang atau kemungkinan unit sampling terpilih terhadap perwakilan pengurus dan karyawan tetap. Level Manajemen pada penelitian yang dilakukan tidak mencakup semua level namun lebih terfokus pada level manajer ke bawah.
Pengurus koperasi yang merupakan responden adalah perangkat organisasi dimana pengurus merupakan perwakilan anggota koperasi yang dipilih melalui rapat anggota dan bertugas mengelola organisasi dan usaha sedangkan Karyawan merupakan pengelola koperasi yang diangkat dan diberhentikan oleh pengurus untuk mengembangkan usaha koperasi secara efisien dan profesional. Karyawan atau pegawai yang diberikan kuasa atau wewenang merupakan kedudukan dari pengelola sebuah koperasi.
2.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dan informasi pendukung lainnya dianalisa melalui alat analisa sebagai berikut : 3.4.1. Analisis Deskriptif
Analisis ini digunakan untuk data-data yang bersifat kualitatif dan informasi-informasi lain yang relevan dengan tujuan penelitian. Penggunaan alat analisis ini disebabkan tidak semua data yang diperoleh bersifat kuantitatif. Selain itu penggambaran secara deskriptif sangat bermanfaat untuk melihat lebih jauh tentang kondisi lingkungan usaha koperasi. Profil ciri pada organisasi dalam kasus ini adalah koperasi dapat diukur dari persepsi responden melalui pertanyaan yang telah tersedia dalam kuesioner. Berdasarkan tanggapan dan penilaian dari responden kemudian disusun skor penilaian untuk melihat model desain organisasi pada koperasi. Rataan dari setiap kategori tanggapan dikalkulasi dan diplotkan sepanjang kontinum yang melukiskan berbagai karakteristik untuk mengetahui profil organisasi.
3.4.2. Analisis Statistik
Data yang diperoleh dari hasil penelitian diolah dalam bentuk jumlah dan persentase yang ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi dengan bantuan alat hitung. Selanjutnya data dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan Independent-Samples T Test serta ditambah dengan informasi kualitatif yang
disajikan secara deskriptif. Uji ini merupakan uji hipotesa tentang beda dua rata-rata populasi (Kuswadi, 2004). Pada penelitian ini uji dilakukan terhadap data tidak berpasangan atau data bebas (Independent Observation) yang merupakan
data yang terjadinya tidak bergantung pada data lainnya. Data yang dibandingkan adalah data penilaian oleh responden terhadap profil ciri-ciri organisasi mereka dalam hal ini adalah kedua koperasi yang akan dilihat perbedaan nilai rata-ratanya pada masing-masing faktor dalam profil ciri-ciri organisasi. Rumus untuk menghitung statistik ujinya adalah : Š1 + Š2
t =
S1 2 S2 2 n1 n2 Š = Nilai rata-rata (Mean)
S = Simpangan Baku (Standar Deviation) n = Jumlah responden
Langkah-langkah penggunaan Independent-Samples T Test: 1. Mencari nilai rata-rata (Mean)
∑x
X =
n
2. Menentukan Simpangan Baku (Standar Deviation)
S = ∑ ( X – X ) 2 n - 1
3. Dengan menggunakan rumus, hitung nilai t 4. Menetapkan harga derajat bebas, db = n - 2
5. Membandingkan nilai t dengan melihat t tabel pada Tabel Prosentase titik
distribusi t untuk harga db yang bersangkutan. Jika harga ini lebih besar maka tolaklah H0
Hipotesa yang digunakan dalam pengujian nilai rata-rata pada faktor-faktor profil ciri organisasi adalah sebagai berikut :
H0 : µ1 = µ2 (Tidak ada perbedaan nilai rata-rata dari jawaban responden antar
KUD Karya Teguh dan KPSBU Lembang).
H1 : µ1 ≠ µ2 (Ada perbedaan nilai rata-rata dari jawaban responden antar KUD
Karya Teguh dan KPSBU Lembang). Keputusan Pengujian :
1. Terima H0, jika t< t tabel. Artinya tidak ada perbedaan nyata antara nilai
rata-rata responden KUD dan KPSBU Lembang.
2. Tolak H0, jika t > t tabel. Artinya ada perbedaan nyata antara nilai rata-rata
responden KUD dan KPSBU Lembang.
Selain menggunakan Independent-Samples T Test, digunakan pula Uji Mann-Whitney. Pengujian dengan menggunakan Uji Mann-Whitney dilakukan
untuk menguji perbedaan skor total dan melihat ada tidaknya perbedaan terhadap desain organisasi melalui profil ciri organisasi antara kedua koperasi mereka dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Pengujian ini sering dinamakan uji U karena menggunakan distribusi statistik U (Mulyono, 1991). Berikut langkah-langkah penggunaannya :
1. Menentukan harga n1 (banyak kasus dalam kelompok pertama) dan n2 (banyak
kasus dalam kelompok kedua)
2. Memberikan ranking secara bersamaan terhadap skor-skor kedua kelompok itu. Untuk observasi-observasi yang berangka sama, merata-ratakan ranking yang berangka sama. Jumlahkan ranking-ranking yang ada pada tiap kelompok.
3. Menentukan harga U (jumlah peringkat) n1 (n1 + 1)
U = n1n2 + - R1 2
4. Menetapkan harga ∑ T, dimana t adalah banyaknya skor yang berharga sama t 3 - t ∑ T = ∑ 12 5. Mencari harga z n1n2 U - 2 Z = n1n2 N³ - N N(N -1) 12
6. Jika harga observasi U memiliki kemungkinan (p) yang sama besar dengan, atau lebih kecil dari α, tolaklah H0.
Keputusan pengujian :
1. Terima H0, jika p > α, artinya tidak terdapat perbedaan terhadap desain
organisasi melalui profil ciri-ciri organisasi pada kedua koperasi.
2. Tolak H0, jika p ≤ α, artinya terdapat perbedaan terhadap desain organisasi
Tahapan kerja pengolahan data dari kuesioner untuk menganalisis faktor-faktor dalam profil ciri kedua koperasi yaitu pemeriksaan skor pada masing-masing jawaban responden berdasarkan nilai yang diberikan pada setiap jawaban , memindahkan data dari lembar kuesioner ke tabel tabulasi dan menghitung nilai total dari masing-masing variabel dengan program komputer microsoft excel, memindahkan data ke lembar kerja untuk diolah dianalisis dengan memakai program komputer SPSS 11.5 for windows (Statistical Product and Service Solution) menggunakan Independent-Samples T Test dan Mann-Whitney Test.