• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PENANGANAN ROKOK HASIL PENYELUNDUPAN DARI LUAR NEGERI MELALUI LAUT DI KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA CUKAI TIPE MADYA PABEAN B KOTA JAMBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSES PENANGANAN ROKOK HASIL PENYELUNDUPAN DARI LUAR NEGERI MELALUI LAUT DI KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA CUKAI TIPE MADYA PABEAN B KOTA JAMBI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

24

PROSES PENANGANAN ROKOK HASIL PENYELUNDUPAN DARI LUAR NEGERI MELALUI LAUT DI KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN

BEA CUKAI TIPE MADYA PABEAN B KOTA JAMBI

Arif Nofa Sugiyanto, Irfan Kurniawan Akademi Pelayaran Nasional Surakarta

ABSTRAK

Penyelundupan merupakan tindak kejahatan yang dapat merugikan negara, oleh karena itu aparat/Bea dan Cukai selalu berupaya untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan. Dalam proses penanganan rokok hasil penyelundupan dari luar negeri melalui laut di KPPBC Kota Jambi ada permasalahan yaitu kurangnya petugas penindakan yang mengakibatkan keterlambatan penyergapan barang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses penanganan rokok hasil penyelundupan dari luar negeri melalui laut di KPPBC Kota Jambi dan untuk mengetahui apakah ada hambatan yang terjadi pada proses penanganan rokok hasil penyelundupan dari luar negeri melalui laut di KPPBC Kota Jambi.

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif yaitu metode yang digunakan untuk memberikan penjelasan dan gambaran mengenai kejadian/fakta di lapangan sebagai informasi yang bisa dipercaya. Sedangkan informan (narasumber) dalam penelitian ini yaitu semua pegawai KPPBC Kota Jambi.

Hasil penelitian ini adalah proses penanganan rokok hasil penyelundupan dari luar negeri melalui laut di KPPBC Kota Jambi terdiri dari serangkaian kegiatan antara lain 1) persiapan Proses Penanganan Rokok Hasil Penyelundupan yang meliputi: a. persiapan peralatan, b. persiapan SDM, dan c. persiapan TPS. 2) pelaksanaan Proses Penanganan Rokok Hasil Penyelundupan yang meliput 10 proses yaitu a. proses penyelidikan barang, b. proses penyergapan barang c. proses pemeriksaan barang, d. proses.penyitaan barang, e. proses penyerahaan barang ke pabean, f. proses penimbunan barang, g. penetapan barang ke Barang Milik Negara, h., Persiapan Pemusnahan i, Pemusnahan Barang dan j, proses pelaporan barang ke pusat. 3) kesimpulan secara umum proses penanganan rokok hasil penyelundupan dari luar negeri melalui laut di KPPBC Kota Jambi telah berhasil dilaksanakan, meskipun demikian masih ada hambatan berupa kurangnya petugas dan tempat penimbunan sementara yang terjadi di sana, hambatan tersebut dapat diatasi dengan penambahan petugas dan penambahan tempat penimbunan sementara.

Kata Kunci : Penyelundupan.Pabean, Cukai Rokok

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara kepulauan dengan kondisi geografis sebagian besar wilayahnya berupa lautan. Kondisi tersebut menyebabkan sulitnya pengawasan atas seluruh pantai sehingga rawan terhadap penyelundupan.

Tindak pidana penyelundupan (smuggling atau smokkle) ialah mengimpor, mengekspor, mengantar pulaukan barang dengan tidak memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau tidak memenuhi formalitas pabean yang ditetapkan oleh undang-undang. (Sukinto, 2006:6).

Penyelundupan dapat menimbul-kan kurangnya penerimaan keuangan negara disektor penerimaan pajak tidak langsung dan hambatan-hambatan atau gangguan atas pelaksanaan rencana pembangunan nasional khususnya pembangunan di bidang ekonomi.

Banyaknya peredaran barang hasil penyelundupan yang harganya relatif rendah, akan menutup pasaran bagi barang-barang hasil produksi dalam negeri. Hal ini berakibat mengurangi rangsangan atau usaha peningkatan produksi, bahkan produksi akan menurun. Penurunan produksi atau kemungkinan bahkan menghentikan produksi,

(2)

25 akan berdampak pada penghentian hubungan kerja (PHK) hingga menghambat perluasan kesempatan kerja, sehingga dapat menimbulkan keresahan-keresahan social dan politik yang akan menganggu stabilitas pembangunan.

Dari segi penerimaan Negara di sektor pemerintahan pajak tidak langsung yang telah ditargetkan akan berkurang. Dengan tidak dapat tercapainya penerimaan akan berakibat berkurangnya pembiayaan pembangunan yang diharapkan setiap tahunnya meningkat

Kota Jambi merupakan salah satu daerah yang rawan terhadap tindak pidana penyelundupan. Salah satu barang yang sering diselundupkan dari luar negeri adalah rokok. Rokok ini dimasukkan ke Jambi secara illegal, tidak melalui pelabuhan tetapi melalui tempat-tempat pendaratan kapal yang tidak dijaga oleh petugas pabean guna menghindari pemeriksaan dan pembayaran bea masuk yang cukup tinggi.

Pemerintah sendiri sudah berupaya mengatasi penyelundupan dengan cara penyuluhan, imbauan, secara persuasil kepada masyarakat untuk tidak melakukan penyulundupan dan diminta untuk membantu aparat dalam memberikan informasi dugaan terjadinya penyelundupan. Selain itu, upaya represif juga dilakukan berupa penanganan di lapangan mulai dari penyelidikan, patroli, penyergapan, pemeriksaan, penyitaan, penimbunan, dan terakhir adalah pemusnahan.

Namun upaya-upaya tersebut tidak selamanya berjalan lancar. Terkadang ditemui beberapa per-masalahan. Masalah-masalah yang dihadapi misalnya adalah seringnya terjadi perlawanan dari oknum terduga penyelundupan kepada petugas pabean, (seksi penindakan dan penyelidikan), kurangnya informasi dari masyarakat yang seharusnya membantu petugas, kurangnya petugas lapangan hingga kurangnya penjagaan di kawasan pabean.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai proses penanganan rokok hasil penyelundupan dari luar negeri melalui laut di Kantor pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Kota Jambi.

Penyelundupan dibagi atas dua bentuk, penyelundupan administratif dan penyelundupan fisik.

1. Penyelundupan Administratif

Penyelundupan adminstratif adalah penyelundupan yang dilakukan dimana

barang-barang yang dimasukkan memiliki dokumen, namun dokumen tersebut tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitas.

2. Penyelundupan Fisik

Bentuk perbuatan penyelundupan fisik ini biasa juga disebut penyelundupan murni, yakni pemasukan (impor) atau mengeluarkan (ekspor) dari dalam daerah pabean Indonesia tanpa dilindungi dokumen sama sekali, baik melalui daerah pelabuhan atau tempat-tempat lain di luar daerah pelabuhan. dengan alat pengangkut kapal-kapal laut, motor boat dan perahu-perahu ke pantai-pantai daratan aceh yang sama sekali tidak memiliki dokumen apapun dan dibongkar di pantai-pantai yang biasanya dilakukan pada malam hari. (Yudi Wibowo, 2006:6).

Pada dasarnya penyelundupan yang terjadi di latarbelakang oleh motif-motif tertentu baik motvasi itu bersifat komersial/ekonomis maupun motivasi politis/subversive.

a. Motivasi Komersial/Ekonomis

Dalam motivasi komersial/ekonomis terlihat prinsip ekonomis mendapatkan tekanan yang utama yaitu dengan pengorbanan sekecil-kecilnya mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Apabila dilihat dari segel ini, maka tampak jelas bahwa indonesia memang memenuhi segala persyaratan untuk menjadi sasaran penyelundupan dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1) Untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Keadaan perbedaan harga yang menyolok antara luar dan dalam negeri akan menimbulkan penyelundupan.

2) Keadaan Geografis wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dengan garis pantai panjang sekali, dan juga letak Negara indonesia yang berdekatan dengan Negara-negara yang sudah maju di bidang industri. 3) Sektor industry yang masih dalam

taraf pembangunan, menyebabkan hasil industri juga belum dapat bersaing dengan produk luar negeri. Ditambah lagi dengan biaya yang tinggi dan kondisi sarana seperti

(3)

26 angkutan dan alat-alat lainnya masih kurang mencukupi.

b. Motivasi politis/subversi

Motvasi ini sangat berbahaya sebab maksud melakukan penyelundupan ini adalah guna mengacaukan rencana pembangunan nasional Indonesia. Alasan ini memang memungkinkan sehubungkan dengan penyebaran salah satu ideology atau setidak-tidaknya dalam rangka memtangkan situasi guna memungkinkan penyusupan/ subversive misalnya penyelundupan narkotika, blue film, senjata, majalah-majalah asusila. ( Suroyo, 1986: 2.36).

Cukai (excise tax) merupakan suatu “pajak langsung” yang dipungut atas barang-barang/produksi yang dibuat didalam suatu daerah tertentu atau yang dimasukkan kedalam peredaran bebas didalam daerah tersebut.

Pada hakekatnya, cukai merupakan suatu pajak penjualan (sales tax) yang dipungut atas barang-barang cukai (acci jnsgoederem), yaitu antara lain minyak bumi, tembakau, gula, bir, alkohol, sulingan dan sebgainya. Penghasilan yang diperoleh dari bea (masuk, keluar) dan cukai merupakan sumber penghasilan yang sangat besar bagi suatu negara.

Bagi Indonesia dewasa ini, cukai tembakau (rokok kretek dan rokok putih) merupakan salah satu sumber penghasilan bagi uang masuk ke dalam kas negara, di samping cukai minyak bumi. Dalam hubungannya dengan perhitungan jumlah/besarnya bea yang dipungut atas barang-barang impor tersebut yang akan dikenakan beanya dijabarkan dari valuta asing kedalam rupiah (valuta asing x kurs) sesuai dengan ketentuan yang ditentukan oleh pihak pabean dalam perhitungannya untuk menentukan jumlah/besarnya bea masuk. (Purba, 1970:1).

Dasar hukum peraturan mengenai Tatalaksana Impor diatur dalam Keputusan Direktur Jendral Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003. Tentang petunjuk pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di bidang impor dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan dibidang impor. Komoditi yang dimasukan kedalam peredaran bebas di dalam wilayah pabean (dalam negeri), yang dibawa dari luar wilayah pabean (luar negeri) dikenakan bea masuk kecuali dibebaskan atau

diberikan pembebasan. Dengan kata lain seseorang atau badan usaha yang ditetapkan sebagai importir wajib membayar bea masuk dan pajak sebagaimana yang telah ditetapkan pemerintah (Purba, 1983 : 51).

Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atau lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean dan pemungutan bea masuk (UU No 10/95). Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Kep. Menkeu No. 453/KMK 04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Kep. Menkeu No.112/KMK 04/2003. Kep DJBC No KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor yang telah beberapa kali di ubah terakhir dengan peraturan DJBC No.112/mk 04/2003 (Sasono, 2012 : 107). a. Daerah pabean adalah wilayah Republik

Indonesia yang meliputi wilayah daratan, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landasan kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

b. Kawasan pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada dibawah pengawasan Direktorat Jendral Bea dan Cukai.

c. Impor untuk dipakai

1) Memasukan barang ke dalam daerah pabean dengan tujuan untuk dipakai oleh orang yang berdomisili di Indonesia.

2) Memasukan barang ke dalam daerah pabean untuk dimiliki atau dikuasai oleh orang yang berdomisili di Indonesia.

d. Pengeluaran barang impor untuk dipakai setelah :

1) Diserahkan pemberitahuan pabean dan dilunasi bea masuk dan PDRI

2) Diserahkan pemberitahuan pabean dan jaminan

3) Diserahkan dokumen pelengkap pabean dan jaminan

e. Penyaluran

Barang impor yang telah diajukan PIB dilakukan pemeriksaan pabean secara

(4)

27 selektif, dalam rangka pemeriksaan pabean secara selektif inilah ditetapkan jalur pengeluaran barang, yaitu :

1) Jalur merah

Adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik, dan dilakukan penelitian dokumen sebelum diterbitkannya Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).

2) Jalur Hijau

Adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen setelah diterbitkannya Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).

3) Jalur Kuning

Adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen sebelum diterbitkannya Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB)

4) Jalur prioritas

Adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor yang tidak dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen, setelah ada penetapan dari Pemerintah terhadap importir jalur prioritas tersebut.

Impor itu sendiri beserta larangan pembatasan dan perizinannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang perdagangan. Pada pasal 47 menyatakan : 1) Setiap importir wajib mengimpor barang

dalam keadaan baru.

2) Dalam hal tertentu Menteri dapat menetapkan barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru.

3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Dapat disimpulkan bahwa dalam impor tidak bisa mencakup semua barang, tetapi ada barang-barang tertentu yang tidak bisa

dijadikan barang impor yaitu selain barang dalam keadaan baru atau atau bisa disebut bekas. Dalam ketentuan lebih lanjut dalam klasifikasi barang yang tidak boleh diimpor sudah diatur lebih lanjut dalam klasifikasi barang yang tidak boleh diimpor sudah diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri perdagangan.

Dalam menjalankan peraturan pasti berjalan lurus dengan sanksi yang dikenakan apabila para importir tidak memenuhi Undang tersebut, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan Pasal 112 ayat (2) “Importir yang mengimpor barang yang ditetapkan sebagai barang yang dilarang untuk diimpor sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ pidana denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merupakan organisasi dibawah naungan Kementrian Keuangan RI. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan Pasal (1) ayat 10 menyebutkan : “Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi departemen keuangan di bidang kepabeanan dan cukai”. Dalam peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan dalam pasal 2 Departemen Keuangan mempunyai tugas yaitu : “Departemen Keuangan mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara”.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana pasal 2, Departemen Keuangan menyelenggarakan fungsinya, yaitu dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 Pasal 3 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Menteri Keuangan : a. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan tekhnis di bidang keuangan dan kekayaan negara b. Pelaksanaan urusan pemerintahan di

bidang keuangan dan kekayaan negara c. Pengelolaan Barang Milik/Kekayaan

Negara yang menjadi tanggung jawabnya d. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di

(5)

28 e. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran,

dan pertimbangan di bidang keuangan dan kekayaan negara kepada Presiden.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dalam pasal 42 Hal Pengelolaan Barang Milik Negara dinyatakan bahwa :

a. Menteri Keuangan mengatur Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN)

b. Menteri Pimpinan Lembaga adalah Pengguna Barang bagi Kementrian Negara/Lembaga yang dipimpinnya.

c. Kepala Kantor dalam lingkungan kementrian negara/lembaga adalah kuasa pengguna barang dalam lingkungan kantor yang bersangkutan.

METODE PENELITIAN

Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah Obserasi, wawancara, dan studi pustaka. Observasi secara langsung mengamati kegiatan yang dilakukan oleh KPPBC Kota Jambi. Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan cara melakukan tanya jawab kepada staff kepabeanan dan Penindakan dan Penyelidikan, karyawan/pegawai KPPBC Kota Jambi dan lain sebagainya yang dapat memberikan informasi. Untuk memperoleh data tambahan serta menanambah keabasahan data, peneliti mengadakan penelahan terhadap buku-buku yang memiliki penelitian yang dilaksanakan.

Dengan menggunakan teknik pemeriksaan tiangulasi data, peneliti mengumpulkan data yang kemudian dikaitkan dengan teori-teori tentang proses penanganan rokok hasil penyelundupan seperti yang dilaksanakan di KPPBC Kota Jambi, yang diyakini dapat dipertanggung jawabkan dan memenui persyaratan keaslian.

Langkah-langkah dalam analisis data ini terdiri dari beberapa tahap yaitu sebagai berikut: Reduksi data dengan memfokuskan pada hal-hal yang berhubungan dengan proses

penanganan rokok hasil penyelundupan dari luar negeri melalui laut di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Kota Jambi. Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaikan data. Dalam tahap ini, penulis menyajikan data dalam bentuk teks naratif agar mudah dipahami, sehingga memudahkan dalam penarikan kesimpulan. Langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah temuan baru yang sebelumya belum pernah ada atau berupa gambaran suatu objek yang sebelumya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas.

HASIL PEMBAHASAN

Hasil penelitian tentang proses penanganan rokok hasil penyelundupan melalui laut di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Kota Jambi diuraikan dalam 3 tahap yaitu persiapan, proses penanganan yang terdiri dari 10 tahap yang di gambarkan dalam bagan alur proses berikut ini, dan evaluasi pelaksanaan proses penanganan termasuk di dalamnya beberapa hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan tersebut.

1. Persiapan Penanganan Rokok Hasil Penyelundupan.

Agar penanganan rokok hasil penyelundupan berjalan lancar diperlukan persiapan SDM, persiapan peralatan, dan persiapan tempat penimbunan sementara (TPS) untuk rokok tersebut.

a. Persiapan SDM

Petugas yang disiapkan dari Kantor Bea dan Cukai Jambi dari Seksi Penindakan dan Penyidikan (P2), dan seksi pelayanan Kepabeanan dan Cukai (Pabean).

Seksi P2 akan melaksanakan penyidikan dan dilanjutkan dengan penindakan, sedangkan seksi pabean akan melaksanakan rokok hasil penyimpanan penyelundupan di tempat penyimpanan sementara di KPPBC kota jambi, sebelum itu disimpan rokok tersebut di data dahulu.

b. Persiapan Peralatan

Sebelum melakukan proses penangan rokok hasil

(6)

29 penyelundupan dibutuhkan antara lain:

1. Senjata, Senjata api laras pendek (pistol) dan senjata api larang panjang (senapan) digunakan untuk antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya perlawanan ketika dilakukan penyergapan

terhadap pelaku

penyelundupan.

2. Rompi tahan peluru, Rompi tahan peluru dipakai oleh petugas di lapangan untuk antisipasi terhadap perlawanan pelaku penyelundupan yang menggunakan senjata api untuk melawan petugas ketika akan ditangkap.

3. Alat komunikasi, Handy talkie (HT), handphone (HP), dan alat komunikasi lainnya untuk para petugas agar saling memberikan informasi agar dapat berkordinasi dengan baik antara sesama petugas lapangan dan petugas lapangan dengan pegawai KPPBC.

4. Borgol, digunakan untuk mengikat pelaku penyelundupan agar tidak dapat melakukan perlawanan atau melarikan diri khususnya ketika dilakukan penyergapan di lapangan.

5. Alat pemotong, seperti pisau, gunting, dan tang digunakan untuk memotong/membuka tali pengikat kemasan barang yang akan diperiksa oleh petugas.

6. Kamera, digunakan untuk memotret pelaku penyelundupan, barang hasil penyelundupan, tempat/lokasi terjadinya penyelundupan sebagai bahan laporan/bukti.

7. Alat tulis, berupa kertas, buku catatan, ballpoint, spidol digunakan untuk mencatat/menandai barang temuan ketika dilakukan investigasi kepada pelaku penyelundupan dan barang yang diselundupkan. Catatan tersebut menjadi bahan pembuatan berita acara.

8. Senter, digunakan untuk menerawangi lokasi dan objek yang

diperiksa di lapangan terutama pada saat hari gelap (malam), termasuk paket-paket yang terbungkus untuk dibuka dan dilihat isinya.

9. Kendaraan bermotor, Sepeda motor dan mobil patroli untuk tugas lapangan, mencegat/mengejar pelaku penyelundupan. Jika perlu dapat ditambah dengan alat angkut berupa truck.

10. Helm pengaman untuk mengendarai sepeda motor ketika petugas menjalankan tugas lapangan.

11. Mantel/jas hujan, digunakan untuk antisipasi sewaktu-waktu terjadi hujan

12. Pakaian seragam, Pakaian dinas lapangan disesuaikan dengan kebutuhan misalnya jaket/kaos tertuliskan “Customs” sebagai identitas petugas KPPBC.

13. Kartu pegawai, Tanda pengenal identitas pegawai dari KPPBC. 14. Surat Tugas (jika diperlukan) c. Persiapan Tempat Penimbunan

Sementara (TPS)

Tempat untuk menyimpan rokok hasil penyelundupan berupa container sebanyak 2 buah tercetak halaman di penyimpanan sementara (TPS) tersebut diawasi oleh petugas selama 24 jam. 2. Proses Penanganan Rokok Hasil

Penyelundupan.

1) Pengiriman Rokok Dari Luar Negeri Menggunakan Kapal Nelayan.

Pengiriman rokok misalnya dari Hong Kong dengan kapal tidak resmi untuk menghindari pembayaran bea masuk agar memperoleh keuntungan yang besar, maka digunakan kapal nelayan lebih murah ketimbang kapal yang resmi, dokumen nya juga tidak lengkap bahkan sama sekali tidak ada.

2) Rokok Masuk Melalui Tempat Pendaratan Kapal yang tidak dijaga aparat bea cukai.

Eksportir ini menurunkan barangnya bukan di pelabuhan yang resmi melainkan di tempat pendaratan kapal yang dinamakan “pelabuhan tikus

(7)

30 “ guna menghindari pemeriksaan petugas bea dan cukai.

3. Proses Penyelidikan Rokok hasil Penyelundupan

a. Deteksi Intelijen Atau Laporan Masyarakat Tentang Dugaan Penyelundupan Rokok.

KPPBC memerintahkan staff intelijen bea cukai seksi P2 untuk mencari informasi apakah barang tersebut benar di sana atau tidak, dengan mewancarai masyarakat yang ada di sekitar tempat kejadian perkara (TKP)

Hasil penyelidikan oleh staff intelijen tersebut di laporkan kepada kepala seksi penindakan dan penyidikan (P2) untuk persiapan melakukan penanganan berita acara pemeriksaan ynag ditandatangani oleh ketua, sekretaris, dan tiga anggota pemeriksa barang.

a. Patroli Bea Cukai.

Patroli menggunakan kendaraan bermotor dilakukan oleh petugas seksi P2 untuk mengetahui kondisi lapangan dan kemungkinan terjadinya tindak pidana peneylundupan. Petugas patroli mendatanya tempat-tempat yang rawan penyelundupan dan berkeliling mengunjungi pos-pos yang dijaga petugas bea cukai guna melakukan koordinasi patroli dapat bersifat rutin atau insidental.

4. Proses Penyergapan Rokok hasil Penyelundupan

a. Penyergapan Kendaraan Pengangkutan Rokok Hasil Penyelundupan.

Karena pengiriman barang telah mrngetahui bahwa petugas bea cukai telah melakukan penyelidikan terlebih dahulu maka pengiriman barang tersebut dipercepat agar bisa menghindari penyergapan yang akan dilakukan olerh staff P2.

Penyergapan tersebut dilakukan di jalan raya yang dilalui truck yang menuju tempat penjualan rokok yang telah rencanakan, Penyergapan,

dilakukan dengan

mencegat/memberhentikan agar truck diparkir di tepi jalan agar tidak mengganggu lalu lintas, dan pengemudi truck diminta keluar dari truck dengan menyerahkan kunci kontak, sim, dan surat-surat agar tidak melarikan diri. Pada saat penyergapan ini petugas selalu kendaraan waspada dan siap dengan senjatanya. Penyergapan barang terdiri dari:

b. Investigasi Pengemudi Truk

Staff P2 melakukan investigasi kepada pembawa barang (pengemudi truk) dengan mengajukan pertanyaan seperti barang apa yang dibawanya, dari mana, tujuan kemana, siapa pengirimnya, penerimanya, dan dokumen pelindung barang yang ada dalam truk nya.

5. Proses Pemeriksaan Rokok hasil Penyelundupan

a. Pemeriksaan Rokok dan Dokumen Pemeriksaan yang akan dilakukan oleh staff P2 terhadap, rokok dilakukan dengan membuka tempat penutup nya muatan truk lalu mengambil dus-dus kemasan, rokok, dibuka dengan pisau/gunting, isinya diperiksa dan dicocokan dengan dokumen packing list, B/L, PIB dll. Sebagai pelindung barang dalam pengirimannya, jika dokumen tidak ada maka pengemudi di perintahkan untuk menjalankan truk nya menuju pos bea cukai terdekat dengan pengawalan petugas untuk pemeriksaan lebih lanjut.

6. Proses Penyitaan Rokok hasil Penyelundupan

a. Barang Tidak Dikuasai (BTD) Setelah di periksa oleh seksi P2 rokok tersebut tidak mempunyai dokumen dan pengemudi hanya mengantarkan barang nya ke penerima barang, pihak seksi P2 memutuskan bahwa rokok tersebut tidak diketahui siapa pemilik nya

dan pengemudi hanya

menajalankan tugas dari seseorang yang tidak menyebutkan namanya.

(8)

31 b. Pengangkutan Rokok Ke Pos Bea

Cukai

Setelah truk sampai di pos bea cukai,kepala seksi P2 selaku ketua tim pemeriksa langsung memeriksa barang didampingi sekretaris pemeriksa barang yang mencatat hasil pemeriksaan. Para staff hanya menunggu dan mengamankan di luar pos saja.

c. Pengangkutan Rokok Ke KPPBC Jambi

Setelah dilakukan pemeriksaan di pos bea cukai, barang tersebut dibawa ke kantor KPPBC Kota Jambi untuk penimbunan sementara, menunggu pemilik barang datang dengan memberikan waktu selama 60 hari, bila lebih dari 60 hari barang tersebut akan dimusnahkan.

d. Penyimpanan Rokok Di TPS KPPBC

Penyimpanan rokok di lakukan di tempat penimbunan sementara (TPS) untuk menunggu pemilik dating. KPPBC memberitahukan kepada pemilik barang untuk membayar bea masuk terlebih dahulu. TPS ada dua tempat yaitu di depan kantor dua container khusus buat barang yang kering dan sebuah gedung khusus (gedung D) untuk barang yang cair. Barang akan ditimbun di dalam container tersebut selama 90 hari, 60 hari untuk menunggu si pemilik membayar bea masuk nya, lebih adari 60 hari KPBC akan mengambil alih rokok tersebut dan untuk segera dimusnahkan.

7. Penyerahaan rokok hasil Penyelundupan kepabean

a. Penyerahan Rokok Kepada Seksi Penimbunan/Pabean

Penyerahan rokok kepada staff pabean dengan membuat berita acara yang ditandatangani oleh pihak pertama yaitu seksi penindakan dan penyidikan selaku pihak yang menyerahkan barang, pihak kedua seksi pabean selaku P2 pihak yang menerima barang, dan kepala KPPBC yang mengetahui dan menyetujui

perpindahan rokok dari seksi penindakan dan penyidikan ke seksi pabean tersebut untuk di tempatkan di TPS.

b. Penyimpanan Rokok di Seksi Penimbunan/Pabean

Sebelum rokok disimpan,TPS berupa container dibuka pintunya oleh staff pabean lalu diperiksa barang-barang yang sudah ada di dalamnya. Agar rokok yang dimasukan tidak bercampur dengan barang lain perludi beri label/catatan/tulisan. Antara barang-barang pemiliknya berbeda dibatasi dengan kantor/tripleks atau sekat lainnya. Rokok yang di simpan didata/dicatat untuk dilaporkan kepada kepala KPPBC.

c. Pelaporan Seksi Penimbunan/Pabean Kepada Kepala KPPBC

Rokok hasil penyelundupan yang telah di simpan di TPS dilaporkan kepada kepala KPPBC.

d. Pelaporan Kepala KPPBC Kepada Dirjen Bea Dan Cukai Kemenkeu. Setelah kepala KPPBC menerima laporan penyimpanan rokok di TPS dari seksi pabean, lalu melaporkan hal tersebut kepada Dirjen Bea Cukai Kementrian keuangan untuk menunggu keputusan perubahan status menjadi BMN bila pemilik atau penerima barang tidak membayar bea masuk yang sudah ditentukan oleh KPPBC.

e. Pembuatan berita acara rokok melewati masa penyimpanan.

Berdasarkan laporan dari kepala KPPBC Jambi, dirjen menerbitkan berita acara masa penyimpanan yang sudah di timbun di tempat selama 60 hari. Bila pemilik barang tidak membayar bea masuk dalam batas waktu 60 hari, dirjen akan mengeluarkan keputusan bahwa rokok hasil penyelundupan menjadi barang milik negara yang akan dimusnahkan.

8. Penetepan Rokok hasil Penyelundupan ke BMN

a. Perubahan Status Rokok Hasil Penyelundupan Menjadi BMN Setelah barang dalam penyimpanan melebihi jangka waktu 60 hari,

(9)

32 dirjen bea cukai menyatakan statusnya berubah menajdi BMN dan memerintahkan KPPBC untuk memusnahkan barang tersebut karena barang tersebut illegal. b. Pembuatan Berita Acara

Pemusnahan BMN

Setelah mendapat perintah pemusnahan dari KPPBC seksi pabean membuat berita acara pemusnahan yang akan ditandatangani oleh dirjen bea cukai kemeneku, kepala seksi pabean, dan kepalaKPPBC cukai kota Jambi.

c. Laporan penyelesaian BMN

Setelah berita acara pemusnahan siap, staff pabean melaporkannya kepada kepala KPPBC kota jambi untuk dikirimkan kepada dirjen bea cukai kemenkeu dan mengundang untuk menyaksikan acara pemusnahan rokok illegal tersebut di jambi.

9. Persiapan Pemusnahan Rokok BMN a. Pengambilan Rokok BMN

Barang yang akan dimusnahkan diambil dari tempat penimbunan sementara, setelah melampaui jangka waktu yang telah ditentukan (90 hari). Petugas membuka container TPS rokok hasil penyelundupan, mengeluarkan rokok BMN yang akan dimunsnahkan, berdasarkan data BMN,dihitung, dicocokan, diteliti, agar tidak salah ambil. Setelah pengambilan rokok yang dimaksud selesai, pintu container TPS segera ditutup dan dikunci kembali. Barang yang belum melewati batas waktu akan dipisahkan dan barang yang sudah melewati batas waktu akan di keluarkan dan didata terlebih dahulu, data tersebut harus sama dengan data yang sudah dikirimkan ke dirjen bea cukai kemenkeu.

b. Pendataan BMN yang akan dimusnahkan

Barang harus di data terlebih dahulu untuk melihat jangka waktu yang telah di tentukan 90 hari terhitung dari penangkapan barang

tersebut. Barang yang sudah di ambil dari tempat penimbunan sementara akan di cek kembali apakah sesuai jumlah nya di data atau tidak, setelah sesuai yang di data maka akan di lakukan pengumpulan barang untuk segera di musnahkan.

c. Pengecekan dan Pendataan BMN Yang Akan Dimusnahkan

Setelah pengecekan lewat 90 hari sejak penangkapan barang dilakukan oleh staff pabean barang yang akan di musnahkan berapa harga barang, jumlah barang, terhadap dan kondisi pembungkus. Contoh terdapat 300 bungkus rokok merk Nike hitam dengan harga Rp 1.800.000.00, 270 bungkus rokok merk Cartel dengan harga Rp 1.620.000.00, 160 bungkus rokok merk Mc Queen dengan harga Rp 960.000.00, dan 200 bungkus rokok merk Tiga Botol dengan harga Rp 1.200.000.00.

d. Publikasi Rencana Pemusnahan BMN

Setelah dilakukan pencocokan fisik rokok dengan data, ternyata

sama/benar KPPBC

mempublikasikan rencana pemusnahan BMN di media social tentang waktu, dan tempat pemusnahan.

10. Pemusnahan Rokok BMN a. Pemusnahan BMN

Pemusnahan rokok yang telah berstatusBMN dimusnahkan di dua tempat yaitu di lapangan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean B Jambi dan di luar area kantor tersebut, yaitu di lokasi perusahaan swasta yang telah bekerja sama ikut membantu dalam acara pemusnahan. Pemusnahan rokok di halaman KPPBC di saksikan oleh masyarakat, awak media social, dan pegawai Dirjen Bea Cukai Kementrian Keuangan yang telah diundang dalam acara tersebut. Dalam proses pemusnahan ini kepala KPPBC dan petugas Dirjen Bea dan Cukai berpartisipasi

(10)

33 melakukan pembakaran rokok tersebut.

Rokok illegal tidak seluruhnya dimusnahkan di lapangan kantor bea cukai, tetapi ada sebagian yang dimusnahkan diluar. Rokok BMN yang dimusnahkan di lokasi pemusnahan tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tanah menggunakan peralatan backhoc milik perusahaan tersebut di bawah pengawasan staff KPPBC.

Sebelum ditimbun di tanah rokok dirusak dengan cara disiram dengan air agar tidak dapat dikonsumsi lagi. Proses pemusnahan ini difoto untuk dilaporkan sebagai bukti telah dilaksanakannya pemusnahan kepada kepala seksi pabean KPPBC Jambi.

11. Proses Pelaporan Barang Yang Sudah Dimusnahkan

a. Pelaporan Pemusnahan Rokok Berstatus BMN Kepada Kepala KPPBC.

Setelah pemusnahan rokok BMN selesai dan telah menerima bukti pemusnahan yang dilakukan diluar area kantor, staff pabean membuat berita acara yang menyatakan bahwa pemusnahan tersebut telah selesai dilaksanakan, berita acara ditandatangani Kepala Seksi Pabean dan staff pabean, lalu dilaporkan kepada Kepala KPPBC Kota Jambi untuk ditandatangani. b. Penandatanganan Berita Acara

Pemusnahan Rokok Berstatus BMN.

Penandatanganan berita acara pemusnahan rokok BMN oleh kepala KPPBC dan Dirjen Bea Cukai bersifat rahasia sehingga tidak boleh dipublikasikan.

c. Pelaporan Pemusnahan Rokok Berstatus BMN Kepada Dirjen Bea dan Cukai.

Setelah pemusnahan rokok berstatus BMN selesai dilaksanakan lalu dilaporkan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai untuk didata dan dimasukkan dalam daftar pemusnahan BMN di KPPBC Kota Jambi.

12. Evaluasi Proses Penanganan Rokok Hasil Penyelundupan

Proses penanganan rokok hasil penyelundupan melalui dua tahap yaitu persiapan yang terdiri dari persiapan peralatan, SDM, TPS dan pelaksanaan yang terdiri dari 12 tahap yang berakhir dengan laporan pemusnahan rokok hasil penyelundupan tersebut, Dalam melaksanakan kegiatan dalam proses penanganan rokok hasil penyelundupan masih ada hambatan-hambatan sebagai berikut:

a. Kurangnya tenaga kerja di bea cukai

Karena kurangnya kurangnya petugas bea cukai terkadang dari seksi lain di ajak untuk mengikuti proses tersebut seperti proses penanganan rokok hasil penyelundupan kemarin membawa dari petugas seksi pelayanan informasi untuk membantu mengurus kegiatan tersebut.

b. Kurangnya peralatan bea cukai Pihak bea cukai banyak kekurangan peralatan khusus nya peralatan pemusnahan waktu acara pemusnahan tersebut bekerja sama dengan perusahaan membantu acara penimbunan di tanah dengan memakai alat perusahaan tersebut. c. Kurangnya tempat penimbunan

sementara

Minim nya tempat penimbunan sementara bisa terjadi penumpukan dan mengakibatkan barang tersebut tercampur sama barang yang sudah lama di tempat tersebut, ini bisa mengakibatkan kekacauan dalam melakukan pengecekan sewaktu-waktu atau ingin mengeluarkan untuk memusnahkan barang bisa terjadi barang tertukar dengan yang baru di masukan ke dalam TPS. PENUTUP

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian tentang Proses Penanganan Rokok Hasil Penyelundupan dari Luar Negeri Melalui Laut di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Kota Jambi, dapat diambil kesimpulan bahwa proses

(11)

34 penanganan rokok hasil penyelundupan dari luar negeri melalui laut di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Kota Jambi, dapat diuraikan dalam dua tahap yaitu persiapan-persiapan yang dilakukan dalam proses penanganan rokok hasil penyelundupan dan pelaksanaan proses penangan rokok hasil penyelundupan hingga sampai laporan pemusnahan.

Proses penanganan rokok hasil penyelundupan yang dilakukan oleh pihak Bea Cukai Kota Jambi sudah berjalan sesuai keentuan yang berlaku, namun masih ditemukan adanya beberapa hambatan. Hambatan tersebut yaitu kurangnya pegawai di Kantor Bea Cukai Kota Jambi, kurangnya peralatan pemusnahan dan penimbunan barang yang mengakibatkan acara pemusnahan di KPPBC Kota Jambi harus bekerjasama dengan perusahaan swasta, dan kurangnya tempat penimbunan sementara di KPPBC Kota Jambi.

Melihat pada hambatan-hambatan tersbut, maka penelitian ini menyarankan beberapa hal, yaitu

1. Perlunya penambahan tenaga kerja di KPPBC Kota Jambi untuk mempermudah melakukan proses penanganan barang hasil penyelundupan.

2. Penamabahan peralatan pemusnahan seperti alat berat (back hoe) agar KPPBC Kota Jambi tidak perlu melakukan kerja sama dengan perusahaan swasta.

3. Menambah tempat penimbunan sementara di KPPBC Kota Jambi agar semua barang yang belum dimusnahkan dapat ditampung dan diamankan. DAFTAR PUSTAKA

Lupiyoadi dan Hamdani, 2006. Manajemen Pemasaran Jasa Edisi kedua. Penerbit Salemba Empat: Jakarta.

Evans, James R. 2007. An Introdction to Six Sigma and Process Improvement. Jakarta: Salemba Empat.

Yudi Wibowo, 2006. Tindak Pidana Penyelundupan Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Arif Suroyo, 1986. Buku Materi Pokok Kebeacukaian. Penerbit Karunika Jakarta Universitas Terbuka.

Purba Radiks, 1970. Dasar-Dasar Bea-Cukai Dan Devisa. Penerbit AMI Jakarta. Susilo, Andi, 2008. Buku Pintar

Ekspor-Impor,Trans Media Pustaka.

Astuti Purnamawati, 2013, Dasar-Dasar Ekspor Impor, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.

Direktorat Jendral Bea dan Cukai Nomor KEB-07/BC/2003. Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di bidang impor.

Mentri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang tatalaksana kepabeanan dibidang impor.

Sasono, Herman Budi, 2012. Manajemen Pelabuhan dan realisasi Ekspor Impor, Yogyakarta : Cv. Andi Offest.

Undang-Undang Nomor 70 Tahun 2015 pasal 12 tentang Penerbitan Angka Pengenal Impor (API).

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 pasal 47 tentang perdagangan.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan pasal 1 ayat 10 menyebutkan:”Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksanaa tugas pokok dan fungsi departemen keuangan di bidang kepabeanan dan cukai”.

Peraturan Mentri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 Tentang organisasi dan tata kerja departemen keuangan pasal 2.

Sujatmo, 1983, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, Ghalia Indonesia, Jakarta. Nurfadjrin Gabriella Putri; Tinjauan Yuridis Terhadap Pengawasan Larangan Impor Pakaian Bekasi di Kota Makassar; Tugas Akhir, 2017.

Juniawan Putra; Mekanisme Penanganan Barang Hasil Penegahan Hingga Proses Pelelangan atau Pemusnahan Pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A3 Surakarta; Tugas Akhir, 2012.

(12)

35 Annisa Dwi Khairani; Penegakan Hukum

Terhadap Penyelundupan Minuman Keras Oleh Pegawai Negeri Sipil Bea Cukai di Selat Panjang; Tugas Akhir, 2007.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu perlunya ada alternatif dalam pembuatan SAD QCM yang murah tetapi dapat menampilkan pergeseran sinyal frekuensi tinggi, dengan metode sistem pencacahan

Kesimpulan: (1) Dari 25 jenis penyakit hewan menular strategis yang teridentifikasi, terdapat beberapa jenis diantaranya yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia

Untuk mengetahui metode HATAM (Hafal Tanpa Menghafalkan) dalam mengatasi Interferensi Retroaktif menghafal Al- Qur’an siswa di Muhammadiyah Boarding School SMA

PT TELKOMSEL 15 TOWER GERAGAI 1 Dusun Gerejo Sari Desa Pandan Jaya..

Secara khusus, studi ini memiliki tujuan se- bagai berikut: (a) memetakan posisi komitmen sektor jasa konstruksi Indonesia di AFAS, dan (b) menganalisis dampak peningkatan komi-

Walaupun Pesta Adat Belian Paser Nondoi ini juga dirancang untuk menarik wisatawan tetapi pelaksanaannya tetap tidak meninggalkan ciri-ciri ritualnya seperti

Dengan membeli barang maupun jasa dari pelaku usaha, pada dasarnya konsumen dengan pelaku usaha telah terikat hubungan keperdataan. Akan tetapi, Undang-undang Perlindungan

Melalaui tahap penelitian perancangan Rumah Sakit Hewan di kebun Binatang Kasang Kulim ini penulis bertujuan untuk memecahkan masalah, yang diantaranya apa