• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh. Ni Made Ary Wahyuni, ( ) Desak Made Oka Purnawati.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh. Ni Made Ary Wahyuni, ( ) Desak Made Oka Purnawati."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI SISWA TERHADAP SITUS NEKARA PEJENG SEBAGAI SUMBER BELAJAR IPS (STUDI KASUS DI SMP NEGERI 3 TAMPAKSIRING DI KELAS VII A SEMESTER

GANJIL TAHUN AJARAN 2013/2014, GIANYAR BALI). Oleh

Ni Made Ary Wahyuni, (0914021021) (nimadearywahyuni @yahoo.co.id)

Desak Made Oka Purnawati (okapurnawati@yahoo.com)

Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di Desa Pejeng, Gianyar yang bertujuan untuk mengetahui: (1)Karakteristik Nekara Pejeng yang ada di Pura Penataran Sasih, baik dilihat dari sejarah, bentuk, maupun fungsinya bagi masyarakat pejeng, (2) cara memanfaatkan situs Nekara Pejeng sebagai sumber pembelajaran IPS di kelas VII A SMP Negeri 3 Tampaksiring, (3)Persepsi siswa terhadap pemanfaatan situs Nekara Pejeng sebagai sumber belajar IPS. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu: (1)Teknik Penentuan Informan, (2)Teknik Pengumpulan Data,(3)Teknik Observasi,(4)Teknik Wawancara,(5)Teknik Studi Dokumen,(6)Teknik Penjamin Keaslian Data,(7)Teknis Analisis Data. Hasil penelitian ini menunjukan dari segi Sejarah: bahwa Nekara Perunggu terbesar yang berada di Pura Penataran Sasih berukuran 186,5 cm dengan garis tengah 160 cm. Nekara tersebut dianggap sangat suci dan di puja oleh masyarakat Desa Pejeng. Nekara tersebut di letakkan di sebuah pelinggih yang disebut Ratu Sasih. Bentuk dari Nekara Pejeng: Karakteristik Nekara Pejeng merupakan semacam berumbung yang terbuat dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan di sisi atasnya tertutup. Fungsi dari Nekara Pejeng: bahwa situs Nekara Pejeng bisa dijadikan tempat belajar di luar kelas. Model pembelajaran yang di gunakan di SMP Negeri 3 Tampaksiring ialah model Karya Wisata, menggunakan model pembelajaran Karya Wisata menemukan banyak kesulitan jadi peneliti menawarkan menggunakan model pembelajaran CTL. Persepsi siswa terhadap situs Neakara Pejeng dari 42 orang siswa 30 (12,6%) mengetahui keberadaan situs Nekara Pejeng, dan dari jumlah 42 orang siswa 12 (5,04%) tidak mengetahui keberadaan situs Nekara Pejeng, dari 42 orang siswa 25 (10,5%) menyatakan tidak setuju menggunakan model pembelajaran CTL, sedangkan 42 orang siswa 17 (7,14%) menyatakan bahwa setuju menggunkan model pembelajaran CTL.

(2)

STUDENT PERCEPTIONS OF THE SITE AS A SOURCE OF LEARNING nekara Pejeng IPS (CASE STUDY IN THE COUNTRY 3 junior tampaksiring IN CLASS VII A ODD SEMESTER ACADEMIC YEAR 2013/2014, GIANYAR BALI).

Ni Made Ary Wahyu, (0914021021) (nimadearywahyuni@yahoo.co.id)

Desak Made Oka Purnawati

History of the Department of Education, University of Education Ganesha Singaraja ABSTRACT

This research was conducted in the village of Pejeng, Gianyar which aims to determine: (1) Characteristics Nekara existing Pejeng Penataran Sasih, good views of the history, form, and function for the community Pejeng, (2) how to utilize the site as a source of learning Pejeng Nekara IPS in class VII A 3 SMP Tampaksiring, (3) perception of students toward the use of the site as a learning resource Pejeng Nekara IPS. This research uses descriptive qualitative method, namely: (1) Determination Techniques informant, (2) Data Collection Techniques, (3) Observation Techniques, (4) Interview Techniques, (5) Technical Study Document, (6) Authenticity Assurance Engineering Data, ( 7) Technical Analysis Data. These results indicate in terms of history: that Nekara which is the largest Bronze Penataran Sasih measuring 186.5 cm with a diameter of 160 cm. Nekara is considered very sacred and worshiped by villagers Pejeng. Nekara is in place at a shrine called the Queen Sasih. The shape of Nekara Pejeng: Characteristics Nekara Pejeng a sort berumbung bronze waisted in the middle and on the side it covered. The function of Nekara Pejeng: that the site could be a place Nekara Pejeng learning outside the classroom. Learning model that is in use in SMP Negeri 3 is a model work Tampaksiring Travel, Tourism work using learning models find so much difficulty learning model offers researchers using CTL. Students' perception of the site Neakara Pejeng of 42 students 30 (12.6%) knew of the existence Pejeng Nekara site, and from the number of students 42 12 (5.04%) did not know the whereabouts of the site Nekara Pejeng, 25 of 42 students (10 , 5%) disagree using learning model CTL, whereas 42 of 17 students (7.14%) stated that CTL agree to use the learning model.

(3)

Dalam memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, maka guru perlu menggali dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar di SMP Negeri 3 Tampaksiring yang berada di lingkungan kaya akan peninggalan purbakala. salah satunya yaitu berupa situs Nekara Pejeng yang tersimpan di Pura Penataran Sasih, situs cagar budaya ini bisa dijadikan sebagai sumber belajar IPS di SMP Negeri 3 Tampaksiring.

Dari sekian banyak Pura yang terdapat di Kecamatan Tampaksiring, salah satu di antaranya yang menarik untuk dikaji yakni Nekara Perunggu yang ada di Pura Penataran Sasih. Pura ini mempunyai keunikan tersendiri, karena di Pura ini Nekara yang tersimpan dipercayai telah ada sejak zaman Bali Kuno dan tetap disakralkan sampai sekarang. Menurut pendapat para Arkeolog,peninggalan asejarah yang dikeramatkan di Pura

Penataran Sasih yaitu berupa Nekara Perunggu yang merupakan warisan dari tradisi budaya masyarakat Dong Son di wilayah Negara Vietnam Utara yang juga berkembang di Indonesia, di antaranya ada yang menyebar masuk ke pedalaman Kalimantan, Sumatra maupun di Bali. Nekara Pejeng ini merupakan Nekara terbesar di Asia yang ditemukan hingga saat ini. (Swastika, 1998: 11).

Tampaknya fungsi Nekara ini dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat sekitar sejak zaman pra sejarah hingga saat ini sehingga Nekara yang tersimpan di Pura Penataran Sasih yang terletak di Banjar Intaran, Pejeng, Tampaksiring, Gianyar menyimpan berbagai mitos, salah satunya adalah mitos mengenai “ Bulan Pejeng “. Nekara Perunggu yang tersimpan di Pura Penataran Sasih sering disebut “Bulan Pejeng”, dengan ukuran 186,5 cm dikaitkan juga dengan tokoh Kebo Iwa, seorang

(4)

Mahapatih Kerajaan Bali Kuno dan diperkirakan digunakan sebagai subang (anting-anting). Oleh karena itu tak mengherankan Nekara ini tetap dikramatkan oleh masyarakat Desa Pejeng. (http://ceritahindu.blogspot.com/2009/06/pu ra-penataran-sasih.html.diunduh tanggal 25 Desember 2012).

Selain itu, keberadaan Nekara Perunggu Pejeng tersebut dikaitkan dengan mitos keberadaan “ Bulan Pejeng “ dengan kisah kencing Maling Meguna. (Sutaba, 1980: 24). Selain keunikan yang terdapat pada relief Nekara Perunggu tersebut, ada pula keunikan yang masih dipercaya oleh masyarakat sekitar sampai saat sekarang, dimana Nekara Perunggu tersebut diyakini sebagai genderang untuk memanggil turunnya hujan.

METODE PENELITIAN

Di dalam sebuah penelitian, metode merupakan cara mengatur dan menentukan

langkah-langkah di dalam melaksanakan suatu penelitian. Untuk itu metode sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara jelas kepada pembaca, sehingga metode yang digunakan lebih bersifat deskriptif kualitatif. Adapun langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan antara lain sebagai berikut:(3.1) Teknik Penentuan Informan, (3.2) Populasi dan Sampel Penelitian (3.3) Teknik Pengumpulan Data, (3.3.1) Teknik Observasi, (3.3.2) Teknik Wawancara, (3.3.3) Teknik Studi Dokumen, (3.3.4) Teknik Penjaminan Keaslian Data, (3.4) Teknik Analisis Data.

PEMBAHASAN

Sejarah Nekara Pejeng

Nekara Perunggu terbesar yang berada di Pura Penataran Sasih ini berukuran 186,5 cm dan dengan garis tengah 160 cm. Nekara tersebut dianggap sangat suci dan dikramatkan oleh masyarakat di Desa

(5)

Pejeng. Nekara tersebut di letakkan di sebuah pelinggih yang disebut Ratu Sasih. Orang-orang Desa Pejeng percaya bahwa Nekara ini adalah bagian bulan yang jatuh dari langit. Sehingga Pura Penataran Sasih berasal dari nama bulan (Sasih, Bulan)

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Jero Mangku di Pura Penataran Sasih Desak Made Ayu, (pada tanggal 3 September 2013) menyatakan: adanya mitos yang berkembang di kalangan masyarakat Pejeng masih dipercayai sampai sekarang, Nekara Pejeng dipahami sebagai berikut:

“Nekara Pejeng diperkirakan sudah ada sebelum abad masehi tepatnya pada masa perundagian, Nekara Pejeng ini merupakan Nekara yang terbesar di Asia.Mitos yang berkembang di masyarakat hingga sekarang ialah Bulan jatuh dari langit di Desa Pejeng, yang membuat desa ini menjadi terang benderang siang dan malam sehingga para pencuri tidak mungkin dapat

melakukan aksinya. Oleh karena itu para pencuri berinisiatif untuk mengencingi bulan tersebut sehingga tidak bersinar hingga sekarang.Fungsi dari Nekara ini dimungkinkan sebagai sarana upacara untuk memohon turunnya hujan agar hutan-hutan kembali menjadi rindang, menumbuhkan tanaman bahan makanan dan obat-obatan di daerah Pejeng” (Jero Mangku Desak Made Ayu 15 September 2013).

Bulan Pejeng adalah sebuah genderang (Nekara) perunggu yang dipercayai orang Bali memilki kekuatan supranatural. Nekara ini sekarang terletak di Pura Penataran Sasih di Desa Pejeng, Tampaksiring, Gianyar Bali. Genderang ini dianggap suci dan dipercaya pula bahwa genderang ini tidak dibuat oleh manusia melainkan jatuh dari langit. Nekara ini diperkirakan dipergunakan oleh masyarakat dahulu dalam upacara meminta hujan. Banyak legenda tentang Nekara ini, salah satunya adalah bahwa Nekara ini dahulu

(6)

merupakan roda dari kereta langit yang memancarkan sinar terang, sehingga pada malam hari selalu terang benderang. Legenda lain mengatakan bahwa Nekara ini adalah perhiasan telinga atau Subeng dari Dewi Ratih (Dewi Bulan dalam mitologi Bali). Namun menurut penuturan Kuno diceritakan juga bahwa dahulu kala ada 13 bulan di atas bumi.Pada suatu hari salah satu bulan ini jatuh ke atas bumi dan tersangkut di ranting pohon. (Soekmono,37-38)

Sinar yang dipancarkan bulan ini sangatlah terang sehingga tidak ada pencuri yang berani mencuri di malam hari. Namun pada suatu ketika para pencuri itu berunding dan mereka bersepakat untuk memadamkan sinar bulan itu, salah satu dari mereka memanjat pohon dan dengan air kencingnya berusaha memadamkan bulan tersebut yang diliputi lidah-lidah api. Seketika itu juga bulan itu meledak dan salah satu pecahan bulan bulan itu menjadi Nekara (Bulan Pejeng).

Diletakanya Nekara ini di areal Pura Penataran Sasih dan distanakan di pelinggih Ratu Sasih terkait erat dengan Pura Penataran Sasih, yang merupakan Pura Kerajaan Bali Kuno legitimasi politis raja yaitu Dewa Nata Raja yang dahulu kala berkuasa di Desa Pejeng sekaligus sebagai pemujaan awal terjadinya kehidupan di dunia. Sedangkan menurut para ahli ilmu purbakala, Von Heine Geldern yang dikutip oleh Prof. I Gst.

Gede Ardana dalam bukunya “Penuntunke Obyek-obyek Purbakala ”(Swastika,1999:11) menyatakan bahwa Nekara tersebut merupakan hasil Kebudayaan Dongson dari Vietnam Utara. Maka diduga Pura Penataran Sasih telah ada, jauh sebelum Hindu masuk di Bali. Karena kebudayaan Dongson telah berkembang pada tahun 300 SM. Sementara itu adanya pengaruh Hindu di Bali diperkirakan baru sekitar abad ke-8.Ini artinya tempat pemujaan yang bernama Pura

(7)

Penataran Sasih ini sudah ada sebelum datangnya pengaruh Hindu ke Bali. Nekara yang ada di Pura Penataran Sasih ini sebagai genderang upacara yang dipukul dengan aturan religius sebagai sarana pemujaan agar hujan jatuh pada musimnya yang tepat. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan hiasan Nekara dengan adanya binatang dan matahari dengan delapan sinar.Di samping itu hiasan Nekara ada motif lajur-lajur lingkaran terpusat.Pada badan Nekara terdapat gambar delapan kepala orang menghadap ke delapan arah.Karena dalam kitab suci agama Hindu pun keberadaan hujan sebagai sumber alam yang paling utama. Di dalam ajaran agama Hindu Dewa Wisnu disebut juga Sri Wisnu atau Narayana adalah Dewa yang bergelar sebagai shtiti (pemelihara) yang bertugas memelihara dan melindungi segala ciptaanya.

(http://www.parisada.org/index.php?option =com-content dan task=view dan id=661 )

Karakteristik Nekara Pejeng

Tipe Nekara Pejeng

Karakteristik Nekara Pejeng merupakan semacam berumbung yang terbuat dari perunggu yang berpinggang dibagian tengahnya dan di sisi atasnya tertutup.Diantara nekara yang ditemukan di Indonesia hanya beberapa saja yang ditemukan dalam keadaan utuh, satu yang utuh dan terbesar di Asia adalah Nekara Pejeng. Nekara yang ditemukan di Indonesia pada umumnya bertipe Pejeng.G.E. Rumphias pada tahun 1974 menguraikan nekara dari Pejeng (Bali). Sedangkan E.C. Barchowitz menguraikan nekara dari Pulau Luang (NTT).

Nekara Tipe Pejeng menurut A.J. Bernet Kempers (1988) diklasifikasikan menjadi 2 tipe, yaitu early dan additional. Nekara tipe Pejeng memiliki cirri-ciri sebagai berikut: Nekara Pejeng berbentuk langsing bidang pukulnya menjorok keluar dari bagian bahunya. Bagian bahu berbentuk

(8)

silinder atau lurus yang sama bentuknya pada bagian kaki.

Fungsi Nekara

Fungsi Pendidikan

Tanpa kita sadari ketika kita sampai di Pura unsur edukasi sudah berlangsung antara lain berkenaan dengan busana yang dikenakan, penampilan yang bersih, sikap dan tutur kata yang sopan, dan tata cara sembahyang yang benar merupakan suatu transformasi nilai-nilai pendidikan kedalam diri kita. Tampaknya fungsi ini sudah diasosiasikan sejak zaman kuno sebelum dikenalnya system pendidikan formal.

Begitu pula halnya di Pura Penataran Sasih merupakan salah satu tempat untuk melangsungkan kegiatan pendidikan non formal dan formal. Hal inilah yang menyebabkan ketika pendidikan mulai dikenal, maka Nekara yang terletak di Pura

Penataran Sasih bisa dipakai sebagai tempat belajar di luar kelas. Pendidikan formal yang dapat dilakukan di Pura Penataran Sasih ialah dengan cara mengunjungi situs-situs peninggalan pra sejarah terutama pada masa perundagian, khususnya sebagai hasil kebudayaan zaman perunggu tepatnya Nekara dan arca-arca megalitik dan perwujudanya yang terdapat di kompleks pura ini.

Fungsi Sosial

Pura juga memiliki fungsi sosial hal ini dikarenakan pura sebagai tempat menjalin hubungan antara umat dan lingkungan yang ada di sekitarnya dan bisa kita disebut fungsi horisontal. Adapun bentuk integrasi sosial yang ada di Pura Penataran Sasih dapat dilihat dari berbagai kegiatan seperti gotong royong (ngaturang ayah) ketika akan mempersiapkan upacara piodalan. Seluruh umat yang berasal dari berbagai kalangan dan status sosial secara bersama-sama melakukan kegiatan yang

(9)

dilandasi rasa solidaritas, kerjasama, dan saling mengasihi (sagilik saguluk salunglung sabayantaka).

Pemanfaatan Nekara sebagai sumber belajar IPS berdasarkan kurikulum tahun 2013 di SMP Negeri 3 Tampaksiring

Dalam proses pembelajaran tentu memerlukan cara dalam penyampaian suatu materi. Dalam susunan rancangan proses pembelajaran sering dibagi menjadi (tiga) bagian yaitu: model pendekatan dan metode pembelajaran. Model secara sederhana dapat berarti desain jadi disini model pembelajaran berkaitan dengan bentuk pembelajaran yang akan dilaksanakan. Pendekatan bermakna cara yang dilakukan kepada peserta didik dalam membentuk model pembelajaran. Secara umum pendekatan yang ada adalah pendekatan individu dan kelompok. Terkait dengan metode secara sederhana cara penyampaian materi pada paserta didik agar menjadi lebih

efesien dalam penyampaian sehingga mudah dipahami.

Pembelajaran yang dilakukan di luar kelas dengan memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan siswa bukanlah hal baru, namun hal ini jarang dilakukan oleh pendidik karena kesulitan dalam menentukan langkah-langkah dalam proses pembelajaran di luar kelas. Keterbatasan waktu juga sering menjadi penyebab sehingga pembelajaran di luar kelas tidak bisa dilakukan. Untuk itu ditawarkan alternatife model, strategi dan metode pembelajaran di luar kelas.

Strategi dan metode yang telah dipakai di kelas VII A yang diberlakukan di SMP N 3 Tampaksiring ialah dengan menggunakan Model Karyawisata dengan memanfaatkan Situs Nekara Pejeng sebagai sumber pembelajaran IPS saat jeda semester. Hal ini didukung oleh ibu Ariadi selaku guru di SMP N 3 Tampaksiring,

(10)

(wawancara pada hari rabu 9 Agustus 2013),yang menyatakan bahwa:

“Di dalam proses pembelajaran IPS beliau menggunakan model pembelajaran karya wisata yang dimana beliau pada saat mengajar hanya mengaitkan situs Nekara Pejeng ke dalam proses pembelajaran dan tidak mengajak langsung para siswa ke Pura Penataran Sasih yang terdapat situs Nekara Pejeng. Namun pada saat jeda sekolah guru IPS bersangkutan mengajak para siswa untuk melihat situs Nekara Pejeng dan menjelaskan keberadaan Nekara Pejeng”.

Di dalam proses pembelajaran seorang guru pasti akan merancang model pembelajaran yang akan digunakan untuk mengajar peserta didik. Disini peneliti melakukan proses pembelajaran yang tepat digunakan untuk pembelajaran di luar kelas dengan memanfaatkan situs Nekara Pejeng sebagai sumber belajar IPS ialah dengan menggunakan CTL/ Contextual Teaching and Learning. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan pembelajaran IPS yang bisa digunakan diluar kelas. Sesuai dengan

kurikulum 2013 yang akan diterapkan di SMP Negeri 3 Tampaksiring dimana siswa tidak lagi di artikan sebagai bejana kosong yang siap di isi kapan saja namun disini siswa diharapkan bisa menggali sumber-sumber belajar di luar kelas atau lingkungan sekitar, guru hanya sebagai pengarah atau menuntun para siswa agar mampu menggali sumber-sumber belajar lainya. Hal ini penting diterapkan agar suatu informasi yang diterima tidak hanya melintas begitu saja didalam pikiran kita tetapi bisa kita simpan dalam memori kita dalam waktu yang cukup panjang.

Persepsi Siswa terhadap pemanfaatan situs Nekara Pejeng sebagai sumber pembelajaran IPS

SitusNekara Pejeng merupakan sarana pendidikan bagi generasi muda Desa Pejeng sebagai penerus tongkat estafet bangsa selanjutnya dalam mengisi kemerdekaan Bangsa Indonesia. Maka dari itu, pendidikan sejarah ini lebih dikhususkan

(11)

lagi menjadi suatu kesadaran sejarah yang timbul dari hati nurani mereka, kesadaran akan studi sejarah dan arti penting sebuah peninggalan sejarah yang ada di sekitar kita, khusunya melalui Situs Nekara Pejeng dapat memvisualisasikan bagaimana sejarah adanya situs Nekara Pejeng dapat dipahami generasi penerus, hingga betapa pentingnya mempelajari situs-situs peninggalan sejarah yang ada di sekitar tempat tinggal mereka.

Menjadikan, situs Nekara Pejeng sebagai salah satu sumber belajar sejarah bagi siswa. Dengan memanfaatkan situs Nekara Pejeng sebagai sumber belajar bagi generasi muda Desa Pejeng, di sekolah yang berlokasi tidak terlalu jauh dari monument, seperti SMP Negeri 3 Tampaksiring yang letaknya ± 800 m dari situs Nekara Pejeng. Dari hasil penyebaran angket yang dilakukan oleh peneliti dengan siswa kelas VII A SMP N 3 Tampaksiring diperoleh hasil:

Bahwa siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Tampaksiring dari 42 orang siswa, 30 (12,6%) orang yang (Mengtahui) keberadaan Situs Nekara Pejeng yang terdapat di Pura Penataran Sasih, dan ada 12 (5,04%) orang yang (Tidak) mengetahui keberadaan Situs Nekara Pejeng. Hal ini sebabkan karena kurangnya rasa ingin tahu siswa terhadap lingkungan sekitar dan kurangnya sosialisasi dari sekolah tentang keberadaan situs-situs peninggalan sejarah yang terdapat di Desa Pejeng. Di bawah ini adalah persepsi siswa yang (Mengetahui) keberadaan Situs Nekara Pejeng yang terdapat di Pura Penataran Sasih

Menurut Apriliani menyatakan bahwa: “Apriliani menyatakan bahwa Nekara Pejeng (Bulan Pejeng) peninggalan pada zaman Perundagian yang dimana Bulan Pejeng ini dipercayai oleh masyarakat sekitar bisa memanggil turunya hujan, Menurut Apriliani manfaat mengunjungi situs bersejarah seperti Bulan Pejeng dapat memperluas ilmu pengetahuan dan mengetahui banyak benda-benda peninggalan sejarah. Disisi lain Apriliani

(12)

berpendat bahwa generasi muda harus tau peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di sekeliling kita karena generasi muda adalah generasi penerus bangsa Indonesia”.

Menurut Anak Agung Ayu Winda menyatakan bahwa :

“Anak Agung Ayu Winda Swari kelas VII A juga menayatakan bahwa Nekara Pejeng yang terdapat di Pura Penataran Sasih ialah bulan yang jatuh dari langit dan menyinari seluruh Desa Pejeng, pada saat itu para pencuri ingin menjalankan aksinya namun hal itu tidak bisa dilakukan karena Bulan Pejeng yang jatuh ke bumi menyinari seluruh Desa Pejeng sehingga menjadi terang menderang. Namun para pencuri tersebut mempunyai inisiatif untuk memadam cahaya bulan tersebut dengan cara mengencingi bulan itu”.

Berikut ini adalah persepsi siswa yang (Tidak) mengetahui keberadaan Situs Nekara Pejeng:

Menurut Wayan Satria Gunawan menyatakan bahwa :

“Wayan Satria Gunawan siswa kelas VII A menyatakan saya Tidak mengetahui keberadaan Situs Nekara Pejeng yang terdapat di Pura Penataran Sasih, karena saya bukan

dari Desa Pejeng dan saya kurang memperhatikan lingkungan sekitar” Menurut Wayan Parta Aditya menyatakan bahwa :

“Wayan Parta Aditya siswa kelas VII A menyatakan saya Tidak mengetahui adanya Situs Nekara Pejeng yang tersimpan di Pura Penataran Sasih memang pernah mendengar di sana ada Nekara Pejeng pada saat guru menjelaskan pelajaran IPS namun saya kurang memperhatikan penjelasin guru”. 5.1 Simpulan

Berdasarkan temuan di lapangan danhasil pembahasan terhadap persoalan yang dikaji maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

5.1.1 Karakteristik Nekara Pejeng 1. Sejarah Nekara Pejeng

Nekara Perunggu terbesar yang berada di Pura Penataran Sasih ini berukuran 186,5 cm dan dengan garis tengah 160 cm. Nekara tersebut dianggap sangat suci dan dipuja oleh masyarakat di Desa Pejeng. Nekara tersebut di letakkan di sebuah pelinggih yang disebut Ratu Sasih. Orang-orang mempunyai kepercayaan bahwa

(13)

Nekara ini adalah bagian bulan yang jatuh dari langit. Sehingga Pura Penataran Sasih berasal dari nama bulan (Sasih, Bulan)

Bulan Pejeng adalah sebuah genderang (Nekara) perunggu yang dipercayai orang Bali memilki kekuatan supranatural. Nekara ini sekarang terletak di Pura Penataran Sasih di Desa Pejeng, Tampaksiring, Gianyar Bali. Genderang ini dianggap suci dan diceritakan pula bahwa genderang ini tidak dibuat oleh manusia melainkan jatuh dari langit. Nekara ini diperkirakan dipergunakan oleh masyarakat dahulu dalam upacara meminta hujan. Banyak legenda tentang Nekara ini, salah satunya adalah bahwa Nekara ini dahulu merupakan roda dari kereta langit yang menyebarkan sinar terang, sehingga pada malam hari selalu terang benderang. Legenda lain mengatakan bahwa Nekara ini adalah perhiasan telinga atau Subeng dari Dewi Ratih (Dewi Bulan dalam mitologi Bali). Namun menurut penuturan Kuno

diceritakan juga bahwa dahulu kala ada 13 bulan di atas bumi. Pada suatu hari salah satu bulan ini jatuh ke atas bumi dan tersangkut di ranting pohon. (Soekmono,37-38)

2. Karakteristik Nekara Pejeng

Karakteristik Nekara Pejeng merupakan semacam berumbung yang terbuat dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan di sisi atasnya tertutup. Di antara nekara yang ditemukan di Indonesia hanya beberapa saja yang ditemukan dalam keadaan utuh, satu yang utuh dan terbesar di Asia adalah Nekara Pejeng. Nekara yang ditemukan di Indonesia pada umunya bertipe Pejeng.G.E. Rumphias pada tahun 1974 menguraikan nekara dari Pejeng (Bali).E.C. Barchowitz menguraikan nekara dari Pulau Luang (NTT).

Nekara tipe Pejeng yang berukuran kecil yang disebut “moko” atau “maka” ,

(14)

termasuk tipe Heger I dan ti pe Heger IV. Dibawah ini termasuk tipe Nekara Perunggu tipe Heger 1 dan tipe Heger IV dan tipe Nekara Pejeng serta cirri-ciri Nekara Pernggu. Nekara Tipe Pejeng Pada tahun 1988, A.J. Bernet Kempers mengklasifikasikan nekara tipe pejeng menjadi 2 tipe, yaitu early dan additional. Nekara Pejeng berbentuk langsing bidang pukulnya yang menjorok keluar dari bagian bahunya. Bagian bahu berbentuk silinder atau lurus yang sama bentuknya pada bagian kaki.

3. Fungsi Nekara Pejeng

Tanpa kita sadari ketika kita sampai di Situs Nekara Pejeng yang terdapat di Pura Penataran Sasih unsur edukasi sudah berlangsung antara lain berkenaan dengan busana yang dikenakan, penampilan yang bersih, sikap dan tutur kata yang sopan, dan tata cara sembahyang yang benar merupakan suatu transformasi nilai-nilai pendidikan kedalam diri kita. Tampaknya fungsi ini

sudah diasosiasikan sejak zaman kuno sebelum dikenalnya sistem pendidikan formal.

Pura juga memiliki fungsi sosial hal ini dikarenakan pura sebagai tempat menjalin hubungan antara umat dan lingkungan yang ada di sekitarnya dan bisa kita sebut fungsi horisontal. Adapun bentuk integrasi sosial yang ada di Pura Penataran Sasih dapat dilihat dari berbagai kegiatan seperti gotong royong (ngaturang ayah) ketika akan mempersiapkan upacara piodalan.

5.1.2 Pemanfaatan Situs Nekara Pejeng sebagai sumber belajar IPS

Pembelajaran yang dilakukan di luar kelas dengan memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan siswa bukanlah hal baru, namun hal ini jarang dilakukan oleh pendidik karena merasa kesulitan dalam menentukan langkah-langkah dalam proses pembelajaran di luar kelas. Keterbatasan waktu juga sering menjadi penyebab

(15)

sehingga pembelajaran di luar kelas tidak bisa dilakukan. Untuk itu ditawarkan atau dikupas alternatife model, strategi dan metode pembelajaran di luar kelas. Pembahasan mengenai strategi dan metode akan dibahas menjadi satu dengan model pembelajaran. Strategi dan metode yang telah dipakai di kelas VII yang diberlakukan di SMP N 3 Tampaksiring dengan memanfaatkan Situs Nekara Pejeng sebagai sumber pembelajaran IPS.

5.1.3 Persepsi Siswa terhadap Situs Nekara Pejeng

Berdasarkan hasil angket yang di berikan kepada peneliti pada siswa SMP Negeri 3 Tampaksiring pada kelas VII A menyatakan bahwa bahwa siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Tampaksiring dari 42 orang siswa 30 (12,6%) orang yang (Mengtahui) keberdaan Situs Nekara Pejeng yang terdapat di Pura Penataran Sasih, dari jumlah siswa 42 siswa yang ada 12 (5,04%) orang yang (Tidak) mengetahui keberadaan

Situs Nekara Pejeng, ini sebabkan karena kurangnya rasa ingin tahu siswa terhadap lingkungan sekitar dan kurangnya sosialisasi dari sekolah tentang keberadaan situs-situs peninggalan sejarah yang terdapat di Desa Pejeng.

5.2 Saran-Saran

Berdasarkan temuan di lapangan maka ada beberapa saran yang dapat diberikan, yaitu:

1. Bagi Orang Tua

a. Agar mensosialisasikan serta mewariskan nilai-nilai yang terkandung pada Situs Nekara Perjeng dan tidak sekedar menceritakannya kepada anak. Namun sebisa mungkin mengajak putra dan putri untuk berkunjung ke Situs Nekara Pejeng yang terdapat di Pura Penataran sasih. 2. Bagi Guru Sejarah

a. Diharapkan guru IPS di SMP Negeri 3 Tampaksiring yang mengajar di kelas VII A hendaknya

(16)

mengaplikasikan keberadaan Situs Nekara Pejeng yang terdapat di Pura Penataran Sasih. Mengingat nilai-nilai yang dapat diteladani pada Situs Nekara Pejeng tersebut amatlah besar. b. Khususnya kepada guru sejarah yang

mengajar di kelas X rencana pelaksanaan pembelajaraan (RPP) yang telah penulis diterapkan dalam pembelajaran di dalam kelas hendaknya dijadikoan pedoman dalam proses pembelajaran. Bisa juga guru mengaplikasikan keberadaan monumen tersebut dengan menggunakan strategi dan metode pembelajaran yang lebih inovatif agar pembelajaran sejarah dikemas menjadi lebih menarik.

c. Wawasan mengenai Sejarah Lokal di Banjar Melinggih, Kecamatan Payangan perlu ditingkatkan agar peserta didik tidak “buta” pada sejarah tempat kelahirannya sendiri.

3. Bagi Masyarakat Setempat

Usahakanlah membentuk panitia kecil untuk mengurus serta memperhatikan Situs Nekara Pejeng tersebut. Sehingga keberadaan monumen tersebut dapat dikenang dan dinikmati oleh generasi selanjutnya.

4. Bagi Pemerintah Daerah

Hendaknya Pemerintah Daerah ikut menjaga serta memperhatikan dan bila perlu mensosialisasikan keberadaan Situs Nekara pejeng tersebut kepada halayak luas. Hal tersebut sangat penting dilakukan supaya jejak sejarah khususnya sejarah lokal tidak semakin tergerus oleh waktu dan akhirnya hilang dan dilupakan.

DAFTAR RUJUKAN

Sutaba,I Made. 1980. Prasejarah Bali.B.U. yayasan Purbakala Bali

Soekmono,R. 1988. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia1. Kanisus

(17)

Suprijono, Agus.2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Celeban Timur

Swastika, I Gusti Ngurah. 1998/1999. Denpasar : Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala

Referensi

Dokumen terkait

Respon variabel panjang tajuk dan akar serta berat kering tajuk dan akar gulma tergantung pada formulasi ekstrak teki, saat aplikasi dan jenis gulma yang dievaluasi.. Timbul gejala

Net ekspor merupakan kondisi yang membandingkan antara ekspor dan impor, nilai tukar memiliki hubungan yang negatif dengan net impor, artinya pada saat nilai tukar menguat maka

1) melakukan crawling ke server dari file XML. 2) mengubah alamat server yang digunakan. 3) melihat daftar crawling yang telah dilakukan. 4) melihat halaman web hasil crawling

dengan F tabel. Berdasarkan hasil tersebut maka menunjukkan bahwa variabel independent yaitu variabel preferensi merek, persepsi kualitas dan persepsi harga mempunyai

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan atas Pinjaman dan/atau Hibah kepada Pemerintah yang prosesnya dimulai

b) Implementansi kebijakan pengurangan risiko bencana. Dimana potensi kerentanan akan lebih banyak berbicara tentang aspek teknis yang berhubungan dengan dimensi

Koordinasi dengan unit lain untuk kelanaran pelayanan klinik gigi III Kegiatan pokok .. a %ertanggung jawab terhadap terlaksananya pelayanan gigi sesuai dengan prosedur

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa “Apabila volume gas yang berada pada ruang tertutup dijaga konstan, maka tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlaknya” Proses