III.
METODOLOGI PENELITIAN
A.
WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) dan Laboratorium Teknik Lingkungan Biosistem Fateta IPB-Bogor. Sementara itu, pengujian kadar abu serta kadar minyak atsiri dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat yang beralamat di Jalan Tentara Pelajar No. 3 Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Juli 2012.
B.
BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
Bahan yang digunakan adalah rimpang jahe badak yang berusia 8–9 bulan yang berasal dari daerah Jampang, Sukabumi-Jawa Barat, serta larutan kapur (Ca(OH)2) sebagai bahan untuk
perlakuan pencelupan irisan rimpang jahe sebelum dilakukan proses pengeringan.
2. Alat
Peralatan yang digunakan meliputi: a. Sunbeam Food Dehydrator tipe DT5600
Merupakan alat pengering tipe rak dengan dehumidifier menggunakan tenaga listrik. Spesifikasi serta gambar dari alat pengering yang akan diuji dapat dilihat pada Tabel 5 serta Gambar 6.
Tabel 5. Spesifikasi alat pengering
Spesifikasi Keterangan
Merk Sunbeam
Model Food dryer DT5600
p x l x t (mm) 330 x 330 x 210
Bobot (kg) 2.4
Jumlah rak 5
Luas rak (cm2) 707 cm2
Daya elemen pemanas (Watt) 340
Termostat Ada
Suhu pengeringan (oC) Level 1 (±35); Level 2 (±55); Level 3 (±75)
20
b. Alat yang akan digunakan untuk persiapan bahan yang akan dikeringkan (alat produksi),seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Alat untuk persiapan bahan
Nama Alat Fungsi
Pisau Mengiris rimpang jahe dengan ketebalan tertentu
Talenan kayu Alas untuk mengiris rimpang jahe
Baskom Wadah larutan kapur (Ca(OH)2)
Tray Wadah untuk meniriskan irisan jahe setelah dicelupkan ke
dalam larutan kapur
c. Alat ukur yang digunakan untuk uji performansi alat pengering tipe rak dengan menggunakan tenaga listrik tersaji pada Tabel 7.
Tabel 7. Alat ukur untuk uji performansi
Nama Alat Merk/Tipe Fungsi
Termokopel tipe T Mengukur suhu proses pengeringan
Anemometer Intell Instruments AR836 Mengukur kecepatan angin pada kipas
Termometer - Mengukur suhu lingkungan
Stopwatch - Mengukur waktu proses pengeringan
Hybrid Recorder Yokogawa MV1000 Merekam data dari sensor termokopel
Neraca digital Adam PW 184 Mengukur berat bahan
Drying oven Isuzu 2-2120 Mengeringkan bahan
Penggaris dan Kaliper - Mengukur dimensi
Blancher Vonavex Merendam irisan jahe dalam larutan kapur
Gelas ukur - Mengukur volume larutan atau air
Chromameter Konica Minolta CR-400 Mengukur derajat keputihan bahan
d. Peralatan yang digunakan untuk analisis data pengukuran dan pengamatan selama penelitian tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8. Alat untuk analisis data penelitian
Nama Alat Fungsi
Kalkulator Menghitung data pengukuran
Alat tulis Mendokumentasikan data
Personal computer Memasukkan dan mengolah data
Perangkat lunak SolidWorks® Melakukan analisis sebaran suhu pengeringan
21
C.
TAHAPAN PENELITIAN
1. Tahapan umum proses penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah rimpang jahe badak segar berusia 8–9 bulan. Tahap awal pengolahan bahan adalah pencucian rimpang jahe segar yang sudah melewati proses sortasi terlebih dahulu. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran serta tanah yang mungkin masih menempel pada rimpang jahe. Setelah proses pencucian dilakukan proses penirisan dengan menggunakan tray, penirisan rimpang jahe setelah pencucian dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan air yang masih berada di permukaan rimpang jahe.
Tahap selanjutnya adalah pengirisan rimpang jahe dalam bentuk slices dengan ketebalan kurang lebih 4 mm. Pengirisan dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau tajam. Pengirisan dilakukan tanpa pengupasan kulit terlebih dahulu. Setelah proses pengirisan rimpang jahe selesai dilakukan, sebagian kecil irisan rimpang jahe akan diambil sebagai sampel awal. Sampel awal tersebut akan digunakan untuk keperluan pengukuran derajat keputihan jahe segar dengan menggunakan Chromameter serta untuk pengukuran kadar air awal dengan menggunakan metode oven.
Sebelum proses pengeringan, akan dilakukan perlakuan bahan yang berbeda untuk mengetahui pengaruh perlakuan tersebut terhadap mutu bahan yang dihasilkan. Perlakuan tersebut adalah pencelupan irisan jahe segar ke dalam larutan kapur (Ca(OH)2) dengan
konsentrasi 2%, 4%, dan 6% pada suhu 60 oC selama 4.5 menit dengan menggunakan mesin
Blancher, sehingga suhu yang diinginkan dapat terjaga dengan konstan. Sebagai kontrol,
dilakukan pula proses pengeringan irisan jahe tanpa melalui proses pencelupan terlebih dahulu. Setelah dilakukan proses pencelupan, irisan jahe kemudian ditiriskan di dalam tray hingga tidak ada air yang menetes dari irisan jahe.
Tahap selanjutnya adalah proses pengeringan irisan jahe dengan menggunakan alat pengering tipe rak yang telah diatur suhu pengeringannya pada setting level 3 dengan suhu teoritis sebesar 75 oC. Pemilihan suhu pengeringan pada setting level 3 untuk mengeringkan irisan jahe didasarkan pada hasil penelitian pendahuluan yang menunjukkan bahwa jahe kering yang dihasilkan dari proses pengeringan pada setting level 2 dengan suhu teoritis sebesar 55 oC memiliki kadar minyak atsiri yang tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan jahe kering yang dihasilkan dari proses pengeringan pada setting level 3, sehingga untuk penelitian lanjutan dilakukan proses pengeringan pada setting level 3 dengan pertimbangan untuk mempersingkat waktu pengeringan. Proses pengeringan irisan jahe dilakukan hingga irisan jahe mencapai kadar air kurang lebih sekitar 8–10% basis basah. Sebelum proses pengeringan dilakukan, terlebih dahulu dipilih 3 buah sampel irisan jahe pada setiap rak untuk pengukuran susut bobot dari irisan jahe selama proses pengeringan berlangsung. Pemilihan sampel irisan jahe pada setiap rak dilakukan secara acak. Penamaan sampel bahan dalam pengujian tersaji pada Lampiran 4. Pengukuran susut bobot dari sampel irisan jahe yang dikeringkan dilakukan setiap 30 menit selama proses pengeringan, dengan cara menimbang bobot sampel yang dikeringkan dengan menggunakan neraca digital.
Setelah hasil dari jahe kering didapatkan, tahap terakhir yang dilakukan adalah menimbang hasil akhir dari jahe kering agar dapat diketahui rendemen pengeringannya. Setelah dilakukan penimbangan, sampel untuk pengujian kecerahan kemudian diukur kembali derajat keputihannya dengan menggunakan Chromameter, sementara sebagian kecil dari jahe kering diambil untuk dijadikan sampel pengukuran kadar air akhir dari jahe kering dengan menggunakan metode oven. Jahe kering yang dihasilkan dari proses pengeringan kemudian
22
disimpan dalam kemasan kedap untuk selanjutnya dilakukan pengujian mutu berupa pengujian kadar minyak atsiri serta kadar abu, sementara data sebaran suhu udara pengering dalam keadaan alat pengering tanpa komoditas yang didapat dari hasil penelitian akan dijadikan sebagai data validasi terhadap hasil sebaran suhu pengeringan dengan menggunakan metode Computational Fluid Dynamics. Bagan proses pengeringan irisan jahe secara singkat tertera pada Gambar 7.Gambar 7. Bagan proses pengeringan irisan jahe Rimpang jahe
Pencucian dan penirisan
Pengirisan (ketebalan ± 4 mm) Pengukuran kadar air
Pengukuran derajat keputihan jahe segar
Tanpa pencelupan
Pencelupan ke dalam larutan kapur selama 4.5 menit
Kadar Ca(OH)2 Kadar Ca(OH)2 Kadar Ca(OH)2 6%
Pengeringan dengan Sunbeam Food Dehydrator tipe DT5600 pada setting level 3 (suhu ± 75 oC)
Pengukuran susut bobot setiap 30 menit
Analisis mutu jahe kering: derajat keputihan, kadar air akhir, kadar
abu, dan kadar minyak atsiri Jahe kering
23
2. Pengukuran parameter
a) Berat bahan (sebelum dan setelah pengeringan)
Berat bahan awal diukur dengan melakukan penimbangan irisan jahe sebelum dimasukan ke dalam alat pengering. Setelah pengeringan selesai dilakukan penimbangan kembali untuk menentukan berat akhir bahan. Penimbangan bahan dilakukan dengan menggunakan neraca digital (Gambar 8).
Gambar 8. Neraca digital
Adam PW 184
b) Kadar air bahan (sebelum dan setelah pengeringan)
Kadar air suatu bahan dapat dinyatakan dalam dua keadaan, yaitu kadar air basis basah dan kadar air basis kering. Perhitungan kadar air bahan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (1) atau persamaan (2). Kadar air bahan yang diukur adalah kadar air awal, kadar air akhir, dan penurunannya selama proses pengeringan. Kadar air awal dan akhir bahan diukur dengan menggunakan oven (Gambar 9), sedangkan penurunan kadar air selama proses pengeringan ditentukan berdasarkan perubahan berat bahan selama proses pengeringan.
Gambar 9. Drying oven
Isuzu 2-2120
Metode oven merupakan salah satu metode pengeringan konvensional dimana terjadi proses perambatan secara konduksi dan konveksi dalam waktu pengeringan yang lama. Metode ini digunakan secara luas di berbagai laboratorium kontrol untuk mengukur kadar air. Prinsip dari metode oven adalah pengurangan berat suatu bahan yang dipanaskan pada suhu 100 oC sampai 105 oC disebabkan karena hilangnya air dan zat-zat menguap lainnya sehingga kekurangan berat tersebut dianggap sebagai berat air.
24
Cara kerja metode ini adalah:1) Bahan dipotong-potong kecil atau berupa bubuk ditimbang sebanyak 2–4 gram, kemudian diletakkan pada cawan aluminium yang telah diketahui bobotnya dan kemudian ditimbang dengan teliti pada neraca digital.
2) Bahan beserta cawan dimasukkan ke dalam oven listrik yang diatur pada suhu 100
o
C sampai 105 oC selama 3–5 jam.
3) Bahan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.
4) Masukkan kembali dalam oven selama 30 menit dan ulangi tahapan tersebut hingga diperoleh bobot tetap.
c) Pengukuran suhu
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan sensor termokopel yang meliputi pengukuran suhu udara pada tiap rak (18 titik pengukuran), suhu udara keluar ruang pengering (dua titik pengukuran), suhu dinding alat pengering (tiga titik pengukuran), suhu udara pada plenum (satu titik pengukuran), serta menggunakan termometer untuk mengetahui suhu udara lingkungan. Titik-titik pengukuran suhu pada alat pengering diperlihatkan pada Lampiran 2. Termokopel yang digunakan untuk menampilkan suhu dihubungkan dengan Hybrid Recorder (Gambar 10) untuk menampilkan data suhu yang terukur oleh termokopel.
Gambar 10. Hybrid Recored
Yokogawa MV1000
d) Kelembaban udara
Kelembaban yang diukur adalah kelembaban relatif di lingkungan alat pengering menggunakan termometer bola basah dan bola kering. Perhitungan kelembaban dilakukan dengan menggunakan psychometric chart dengan menggunakan data suhu bola basah dan bola kering.
e) Kecepatan aliran udara pengering
Kecepatan aliran udara plenum serta kecepatan udara keluar alat pengering diukur dengan menggunakan anemometer (Gambar 11). Pengukuran dengan menggunakan anemometer dilakukan setiap awal proses pengeringan.
25
Gambar 11. AnemometerIntell Instruments AR836
f) Lama pengeringan
Lama pengeringan merupakan waktu yang digunakan selama proses pengeringan dari kadar air awal hingga kadar air akhir bahan yang diinginkan.
g) Kebutuhan energi listrik
Energi listrik yang digunakan adalah untuk memutar fan serta memanaskan elemen pemanas. Kebutuhan energi listrik diukur berdasarkan besarnya daya listrik yang digunakan untuk kebutuhan elemen pemanas serta lamanya proses pengeringan yang diperlukan untuk mengeringkan jahe sampai kadar air tertentu.
3. Analisis mutu jahe kering
a) Analisis warna (derajat keputihan)
Analisis tingkat kecerahan jahe dilakukan dengan menggunakan Chromameter (Gambar 12). Pengujian warna dilakukan dengan sistem Hunter (Gambar 13) yaitu L, a dan b. Chromameter terlebih dahulu dikalibrasi dengan standar warna putih yang terdapat pada alat tersebut. Sampel yang dianalisis adalah sampel jahe kering yang sebelumnya telah diberikan perlakuan pencelupan kedalam larutan kapur serta jahe kering tanpa pencelupan sebagai kontrol. Hasil analisis derajat putih dapat dilihat dalam kisaran berupa: nilai L (Lightness (dari black = 0 hingga white = 100)), a (greenness (-a) atau redness (+a)) dan b (blueness (-a) atau yellowness (+a)) ( Sahin dan Sumnu 2006).
26
b) Kadar abu (Andarwulan 2011)Jahe kering yang dipanaskan pada suhu tinggi dapat menguapkan seluruh air dan bahan organik yang ada di dalamnya, sedangkan sisanya merupakan abu. Penentuan kadar abu pada jahe kering dilakukan dengan cara menimbang sekitar 5–10 gram sampel dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya dan dipanaskan dalam oven, kemudian dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 420–550 oC dengan waktu sesuai karakteristik bahan (umumnya 5–7 jam) hingga bahan menjadi abu. Kemudian didinginkan selama 45 menit dalam desikator dan ditimbang hingga mencapai berat konstan.
Kadar abu )%, = `abJM fghMgi )ebJ, `abJM Jcd )ebJ, x 100% ... (22)
c) Kadar minyak atsiri (Ketaren 1985)
Contoh bahan kering yang telah dibubukkan ditimbang sebanyak 100 gram dan dimasukkan dalam labu berukuran satu liter. Kemudian di dalam labu tersebut ditambahkan air sebanyak 4 kali berat bahan (sampai seluruh contoh terendam). Selanjutnya labu didih dihubungkan dengan alat Dean-Stark dan dipanaskan sehingga terjadi proses penyulingan. Penyulingan dilakukan sekitar 6 jam sehingga volume minyak dalam penampung tidak bertambah lagi. Selanjutnya minyak didinginkan sampai suhu kamar dan volume yang tertampung diukur.
Kadar minyak )%, = Dgmda nhoJp @JqJ rpJmJ `abJM fghMgi )., x 100% ... (23)
4. Simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD)
Simulasi sebaran suhu pengeringan dilakukan dengan menggunakan metode CFD menggunakan software SolidWorks® Education 2010. Model simulsai yang dilakukan sangat bergantung pada memori serta kecepatan processor komputer yang digunakan. Pada penelitian kali ini, komputer yang digunakan memiliki spesifikasi CPU Intel® Core™ i7; 12GB RAM; dan 64-bit Operating System.
Untuk setiap proses simulasi, perlu adanya asumsi-asumsi yang ditetapkan agar proses simulasi yang dilakukan dapat disederhanakan dan dapat berjalan dengan baik. Beberapa asumsi yang digunakan dalam simulasi ini adalah:
i. simulasi dilakukan dalam keadaan tunak/steady
ii. suhu udara lingkungan dianggap konstan selama simulasi
iii. kerapatan, panas jenis, serta konduktivitas panas dari material Polypropylene dianggap konstan
Simulasi dilakukan untuk mengetahui pola sebaran suhu yang ada di dalam ruang pengering dalam keadaan kosong (tanpa komoditas). Simulasi tidak dilakukan pada saat proses pengeringan, hal ini disebabkan oleh perubahan sifat fisik serta geometri jahe yang berubah terhadap waktu selama proses pengeringan, sehingga simulasi tidak dapat dilakukan dalam keadaan tunak/steady. Dalam penelitian ini, simulasi dilakukan pada kondisi awal suhu dan kelembaban udara lingkungan rata-rata serta suhu rata-rata dari material padat. Data input kondisi awal yang dimasukkan dalam simulasi tersaji pada Tabel 9.
27
Tabel 9. Input kondisi awal simulasiInput data Nilai
Suhu lingkungan (ºC) 27
Suhu material padat (ºC) 28
RH lingkungan (%) 71.5
Langkah-langkah proses simulasi menggunakan software SolidWorks® Education 2010 adalah sebagai berikut.
a) Pembuatan geometri alat pengering
Dimensi alat pengering yang digunakan dalam simulasi ini adalah dimensi yang sama dengan dimensi aslinya. Selanjutnya, dilakukan penentuan computational domain yang akan menjadi daerah perhitungan simulasi (Gambar 14).
Gambar 14. Geometri alat pengering dan daerah perhitungan model simulasi b) Lakukan general setting
Pada bagian ini diatur tipe analisis, jenis fluida, jenis material padat, kondisi batas, dan kondisi awal simulasi secara umum. Gambar 15 sampai dengan Gambar 19 adalah tampilan interface general setting pada proses simulasi.
Analisis aliran dipilih tipe aliran eksternal (Gambar 15), karena adanya pengaruh lingkungan saat udara luar dihisap oleh fan kedalam alat pengering maupun saat udara dari dalam alat pengering dikeluarkan menuju lingkungan. Pada interface ini fluida yang dianalisis adalah udara (air) dengan tipe aliran laminar dan turbulen serta memperhitungkan kelembaban udara (Gambar 16). Default material padat (solid) dalam simulasi ini adalah Polypropylene (Gambar 17). Kekasaran (roughness) material diset sebesar 0 µ m (Gambar 18). Nilai suhu udara pada initial and ambient condition dan tekanan sebesar 101.325 kPa dimasukkan pada interface selanjutnya pada general
setting (Gambar 19).
28
Gambar 15. Pengaturan tipe analisis dalam simulasi29
Gambar 17. Pengaturan material dalam simulasi30
Gambar 19. Pengaturan kondisi awal dalam simulasid) Pendefinisian material properties alat pengering
Material dari alat pengering didefinisikan sebagai PP (Polypropylene). Karena material PP dan jahe tidak tersedia dalam engineering database SolidWorks®, maka data dari sifat bahan perlu dimasukkan. Sifat bahan tersebut disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Sifat bahan yang dimasukkan dalam data teknik SolidWorks®
Sifat bahan Satuan Polypropylene1
Kerapatan (ρ) Kg/m3 910
Panas jenis (Cp) J/kg oC 1,925
Konduktivitas panas (k) W/m oC 0.12
Tipe konduktivitas - Isotropik
Melting temperature oC 270
Keterangan: 1 Cengel (2003) e) Pendefinisian fan
Fan pada alat pengering didefinisikan sebagai fan curve dengan tipe 8414 NML.
Pendefinisian ini didasarkan pada kemiripan dari karakteristik antara fan yang ada pada alat pengering dengan definisi fan pada SolidWorks®, yaitu meliputi karakteristik
31
Gambar 20. Pendefinisian fan alat pengeringf) Set kondisi batas
Kondisi batas dalam analisis sebaran suhu dan pola aliran udara panas pada alat pengering ini adalah lubang-lubang outlet yang ada di sekitar tutup alat pengering. Hal ini dikarenakan pola sebaran suhu serta aliran udara panas pada alat pengering akan sangat dipengaruhi oleh batasan outlet udara yang akan dilalui oleh udara panas dari alat pengering tersebut. Inlet dari udara panas tidak dijadikan sebagai kondisi batas karena
inlet sudah didefinisikan sebagai fan, sehingga karakteristiknya disesuaikan dengan
karateristik fan telah ditentukan. g) Set tujuan (goal) dari analisis
Goal dalam simulasi ini adalah global goal temperature dari fluid (average), global goal velocity (average), dan global goal temperature pada solid (average).
h) Lakukan proses running atau perhitungan
Persamaan-persamaan konservasi diselesaikan dengan metode iterasi SIMPLER (Semi-Implicit Method for Pressure-Linked Equations Revised). Proses perhitungan dimulai dengan memecahkan variabel kecepatan fluida dan tekanan. Proses perhitungan ini diperlihatkan kepada user berupa grafik yang menunjukkan konvergenitas residual
variation. Jika proses perhitungan menghasilkan residual yang menurun dari satu iterasi
ke iterasi berikutnya, maka dikatakan bahwa tebakan nilai terhadap variabel-variabel cukup baik dan solusi akan diperoleh. Proses iterasi akan berhenti saat kondisi konvergen tercapai.
i) Pada tahap post-processor ditentukan tampilan yang akan disajikan oleh CFD, misal dalam bentuk kontur suhu, vector kecepatan udara, mesh yang dihasilkan, dan animasi tampilan tersebut.
32
5. Validasi model simulasi
Validasi model simulasi dilakukan dengan menghitung persentase ketepatan antara nilai aktual pengukuran dan nilai hasil simulasi dengan menggunakan persamaan:
Ketepatan )%, = t1 − |vJv@|vJ w × 100% ... (24)
dimana:
Ya = nilai aktual pengukuran Yp = nilai hasil simulasi
Sementara kalibrasi model simulasi dilakukan dengan membandingkan suhu udara hasil simulasi dengan hasil pengukuran dalam keadaan tanpa komoditas. Pengujian keabsahan dilakukan dengan menggunakan garis regresi yang terbentuk pada hubungan linear antara suhu hasil pengukuran (Y) dan hasil simulasi (X), dimana ɑ menyatakan intersep atau perpotongan garis regresi dengan sumbu tegak dan b menyatakan kemiringan atau gradien garis regresi, dinyatakan dengan persamaan:
Y = ɑ + bX ... (25)
Model simulasi dinyatakan memberikan prediksi suhu dan kelembaban udara yang semakin baik bila persamaan regresinya memiliki koefisien intersep (ɑ) mendekati nol dan gradiennya (b) mendekati satu.