• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unnes Journal of Public Health

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Unnes Journal of Public Health"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

UJPH 3 (2) (2014)

Unnes Journal of Public Health

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph

STUDI DESKRIPTIF PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP LARVASIDA ALAMI

Ameliana Pratiwi

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel

________________ Sejarah Artikel: Diterima Januari 2013 Disetujui Februari 2013 Dipublikasikan Juli 2014 ________________ Keywords: Deskriptif, Penerimaan Masyarakat, Larvasida ____________________

Abstrak

___________________________________________________________________

Penelitian dengan desain Deskriptif study ini melibatkan 25 responden sebagai penilai untuk menilai penerimaan larvasida serai dalam aspek tampilan (warna dan bau), kemudahan penggunaan, penerapan di tempat perkembangbiakan nyamuk, dan ketersediaan bahan larvasida. Dianalisis dengan metode deskriptif presentase. Ekstrak berpotensi untuk diterima di masyarakat sebagai larvasida, karena memiliki bau yang disukai oleh masyarakat dan ketersediaan bahan yang cukup melimpah di alam. Namun keraguan masyarakat untuk menerima ekstrak serai sebagai larvasida dikarenakan proses penggunaannya berkaitan dengan penggunaan air bersih untuk keperluan sehari-hari. Sehingga mengurangi minat masyarakat dan lebih cenderung untuk lebih memilih menguras bak mandi daripada menggunakan larvasida. Saran bagi instansi kesehatan agar dapat melakukan sosialisasi tentang larvasida serai pada masyarakat agar larvasida serai dapat lebih dikenal, dan manfaatnya dapat digunakan secara luas. Sebaiknya dilakukan penelitian tentang aplikasi larvasida serai dengan bentuk yang lebih praktis, efektifitas tinggi, dan tidak menimbulkan bau dan warna yang mencolok sehingga masyarakat lebih berminat untuk menggunakkannya.

Abstract

___________________________________________________________________

Study design was descriptive study involving 25 respondents as assessor for acceptance larvacide lemongrass display aspect (color and odor), ease of use, application in mosquito breeding sites, and the availability of materials larvacide. Analyzed with descriptive method percentage. Extract the potential to be accepted in society as larvacide, because it has the smell is liked by the community and the availability of materials are relatively abundant in nature. But doubts the public to accept as lemongrass extract larvacide use due process associated with the use of clean water for daily use. Thereby reducing the interest of the community and are more likely to prefer the bathtub drain instead of using larvacide. Advice for health agencies in order to socialize the larvacide lemongrass, lemongrass larvacide in the community to be better known, and its benefits can be widely used. We recommend that you do research on the application of larvacide lemongrass with a more practical, highly effective, and odorless and striking colors that people are more interested in using it..

© 2014 Universitas Negeri Semarang

Alamat korespondensi:

Gedung F1 Lantai 2 FIK Unnes

Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E-mail: lisasevi@ymail.com

(2)

Ameliana Pratiwi / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

PENDAHULUAN

Tingginya angka kejadian kasus dan persebaran penyakit demam berdarah sangat dipengaruhi oleh kepadatan vektor penyakit. Di Indonesia, pada tahun 2009 terdapat 158.912 kasus dengan jumlah kematian 1.420 orang.

Incidence rate penyakit DBD pada tahun 2009 adalah 68,22 per 100.000 penduduk dan CFR sebesar 0,89%. Angka-angka tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2008 dengan IR sebesar 59,02 per 100.000 penduduk dan CFR sebesar 0,86% (Depkes RI, 2009: 47). Pada tahun 2011 incidence rate

penyakit DBD di Jawa tengah mencapai 5,0 per 100.000 penduduk dengan CFR sebesar 1,15%, untuk wilayah Kota Semarang IR penyakit DBD menempati urutan pertama, yaitu 29,4 per 100.000 penduduk.

Di Indonesia, nyamuk penular demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus, akan tetapi sampai saat ini yang menjadi vektor utama penyakit demam berdarah adalah nyamuk Aedes aegypti. Kedua jenis nyamuk ini biasanya lebih aktif pada waktu siang hari, dan lebih suka menghisap darah manusia daripada darah hewan (Dantje T, 2009: 63).

Salah satu cara pengendalian vektor demam berdarah adalah dengan menggunakan insektisida sintetik seperti DDT (Dichloro Diphenyil Trichloroethane), etilheksanol, temefos, dan berbagai senyawa sintetik lainnya. Penggunaan insektisida sintesis khususnya larvasida menimbulkan beberapa efek, diantaranya adalah resistensi terhadap serangga, pencemaran lingkungan, dan residu insektisida. Untuk mengurangi efek tersebut, maka diupayakan penggunaan larvasida alami untuk mengendalikan larva Aedes Sp. Secara umum larvasida alami diartikan sebagai pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Larvasida alami relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami, maka jenis insektisida ini mudah terurai karena residunya mudah hilang. Larvasida

alami bersifat hit and run, yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu dan setelah hamanya terbunuh akan cepat menghilang di alam (Kardinan, 2000: 4-5).

Penggunaan larvasida alami memililiki beberapa keuntungan, antara lain degradasi atau penguraian yang cepat oleh sinar matahari, udara, kelembaban, dan komponen alam lainnya, sehingga mengurangi risiko pencemaran tanah dan air. Selain itu, umumnya larvasida alami memiliki toksisitas yang rendah pada mamalia karena sifat inilah yang menyebabkan larvasida alami memungkinkan untuk diterapkan pada kehidupan manusia (Novizan, 2002 : 5). Pemilihan bahan yang akan digunakan sebagai larvasida tentunya harus aman terhadap manusia atau pun organisme lain, selain itu bahan juga mudah didapatkan, dan diharapkan dapat memberi dampak positif pada kesehatan manusia.

Tanaman serai (Andropogon nardus) merupakan salah satu tanaman yang berpotensi sebagai insektisida. Batang dan daun serai digunakan untuk memasak, minyak wangi, bahan pencampur jamu, dan juga dibuat minyak atsiri. Pada serai (Andropogon nardus) terkandung senyawa sitronelayang mempunyai sifat racun, menurut cara kerjanya racun ini seperti racun kontak yang dapat memberikan kematian karena kehilangan cairan secara terus menerus sehingga tubuh nyamuk kekurangan cairan. Ramuan serai dapat dipergunakan sebagai pengusir nyamuk, dengan proses pembuatan yang sederhana, tidak mengeluarkan biaya tinggi, dan alamiah. Cukup dengan diblender kemudian direndam dengan air selama satu malam kemudian diencerkan, ekstrak serai sudah dapat digunakan sebagai pengusir nyamuk (Budi Imansyah, 2003 : 19). Berdasarkan penelitian Amalia Yusnita (2008: 34), efektifitas (nilai LC90-48 jam) ekstrak serai

trehadap larva nyamuk Anopheles aconitus

adalah sebesar 12, 97 %. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kandungan larvasida dalam berbagai tanaman hingga ditemukan dosis kematian yang dapat

(3)

Ameliana Pratiwi / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

membunuh larva. Berdasarkan hasil uji laboratorium dan kemanfaatan serai sebagai anti serangga di masyarakat maka peneliti melakukan penelitian lanjutan dari hasil penelitian sebelumnya yaitu dengan mengambil tema larvasida dengan judul “Studi Deskriptif Penerimaan Masyarakat Terhadap Larvasida Alami”.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dimana penelitian diarahkan untuk mendeskripsikan penerinaan masyarakat terhadap larvasida serai berdasarkan aspek tampilan (warna dan bau), kemudahan penggunaan, penerapan di tempat perkembangbiakan larva, dan ketersediaan bahan. Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu penerimaan masyarakat terhadap larvasida serai (Andropogon nardus) yang meliputi aspek tampilan (warna dan bau), kemudahan penggunaan (kepraktisan), penerapan ditempat perkembangbiakan nyamuk, dan ketersediaan bahan/kelimpahan bahan.

Sampel dalam penelitian ini diambil sampel minimum yaitu 25 panelis yang berasal dari warga masyarakat. Responden pada penelitian ini diperoleh dengan teknik

purposive sampling dengan menyertakan

kriteria inklusi-ekslusi sebagai penjaringan dalam memilih sampel. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

1) Sehat jasmani dan rohani

2) Tidak buta warna, dibuktikan dengan ishihara tes card.

3) Panelis mengikuti sosialisasi tentang larvasida alami ekstrak serai.

Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :

1) Panelis tidak bersedia mengikuti penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah panduan wawancara kuesioner.

Kuesioner digunakan untuk pengambilan data presentase penerimaan masyarakat terhadap larvasida alami. Dalam penelitian ini data primer dikumpulkan dari kuesioner. Dengan kuesioner penjaringan, peneliti mendapat informasi mengenai pendapat masyarakat terhadap larvasida alami ekstrak serai.

Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Semarang dan Profil Kelurahan yang dikeluarkan oleh Kelurahan Kaliwiru untuk memperoleh data kependudukan.

(4)

Ameliana Pratiwi / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

Tabel 1. Prosedur Penelitian

TAHAPAN PENELITIAN RINCIAN KEGIATAN

Tahap Pra Penelitian 1. Melakukan penetapan sasaran penelitian dengan mengumpulkan data Insidence Rate DBD dari Dinas Kesehatan Kota Semarang.

2. Melakukan konsultasi dengan pihak kelurahan. 3. Melakukan sosialisasi dengan sasaran penelitian. 4. Melakukan pembuatan ekstrak di laboratorium.

Tahap Pelaksanaan Penelitian 1. Melakukan pengecekan persiapan instrumen penelitian dan bahan penelitian.

2. Pelaksanaan penelitian

Tahap Analisis Data dan Penyusunan Laporan

Melakukan analisis data dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan penyusunan laporan

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan gambaran data penerimaan masyarakat.

Rumus Analisis Deskriptif Persentase adalah sebagai berikut :

DP % = X 100% Keterangan :

DP : Deskriptif Presentase n : Nilai atau hasil yang diperoleh N : Jumlah seluruh nilai maksimum

HASIL DAN PEMBAHASAN Monografi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian Kelurahan Kaliwiru Kecamatan Candisari Kota Semarang. Sebelah utara wilayah kelurahan Kaliwiru berbatasan dengan Kelurahan Wonotingal, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Jatingaleh, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Karanganyar Gunung, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Karangrejo. Tabel 2. Jumlah Penduduk Kelurahan Kaliwiru

Jenis

Kelamin Jumlah Orang Presentase Jenis Kelamin

Laki-laki 1909 48,6% Laki-laki

Perempuan 2014 51,3% Perempuan

Jumlah 3923 100% Jumlah

Berdasarkan tabel dan grafik tersebut komposisi penduduk di Lokasi penelitian, yaitu Kelurahan Kaliwiru 51,3% (2014 orang) adalah perempuan yaitu sebanyak 2014 penduduk, sedangkan 48,6 % (1909 orang) adalah laki-laki dengan jumlah 1909. Total penduduk kelurahan Kaliwiru 3923 penduduk. Responden dari penelitian berasal dari ibu-ibu warga Kelurahan Kaliwiru yang berdomisili tetap di kelurahan Kaliwiru. Dari kriteria tersebut, diperoleh 25 responden yang masuk

dalam kriteria tersebut. Umur responden lebih beragam, berkisar antara 20-47 tahun, yang lebih banyak mengikuti penelitian adalah responden dengan umur 26-30 tahun. Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini juga beragam, 11 lulusan SMP, 11 lulusan SMA, 3 lulusan Perguruan Tinggi dan 1 responden berpendidikan terakhir SD.

(5)

Ameliana Pratiwi / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Dari tabel tersebut tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah responden terbesar terdapat pada data kelas ke-2 yaitu rentang 26-30 tahun. Sedangkan responden paling sedikit

terdapat pada kelas ke-5 dan kelas ke-6, rentan usia 41-45 dan 45-50 tahun.

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 4. Karaketristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden berdasarkan tabel dan grafik tersebut paling banyak adalah SMA dan SMP yaitu masing-masing 42 % (11 responden) sedangkan

perguruan tinggi 12% (3 responden) dan SD sebanyak 4% (1 responden).

Analisis Deskriptif Presentase

Tabel 5. Penerimaan Responden terhadap Warna Larvasida Serai

Umur Jumlah Responden Presentase 20-25 5 20% 26-30 9 36% 31-35 6 24% 36-40 3 12% 41-45 1 4% 46-50 1 4% Jumlah 25 100% Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Presentase PT SMA SMP SD 3 11 11 1 12% 42% 42% 4% Jumlah 25 100% Penilaian Warna Setuju 68% (17 orang) Tidak Setuju 32% (8 orang ) Total 100% (25 orang)

(6)

Ameliana Pratiwi / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

Penilaian responden terhadap warna larvasida berdasarkan hasil dari kuesioner tampilan warna menunjukkan bahwa sebanyak 68% (17 Orang) setuju bahwa larvasida serai memiliki wana yang jernih dan menarik.

Sedangkan sebanyak 32% (8 orang) tidak setuju, dan tidak tertarik pada warna dari larvasida serai tersebut.

Tabel 6. Penilaian Responden terhadap Bau Larvasida Serai

Penilaian bau larvasida seraidari 25 responden menunjukkan bahwa 56% (14 orang) responden menyetujui bahwa bau

larvasida serai harum dan tidak menyengat, sehingga responden tertarik untuk menggunakkannya lebih lanjut.

Tabel 7. Penilaian Responden terhadap Kemudahan Penggunaan Larvasida Serai

Penilaian responden terhadap tingkat kemudahan penggunaan larvasida serai ini menunjukkan bahwa 60% (15) responden

menganggap bahwa larvasida serai dalam bentuk cair ini kurang efisien digunakan.

Tabel 8. Penilaian Responden terhadap Penerapan Larvasida Serai di Tepmat Perkembangbiakan Nyamuk

Sebanyak 72% (18 orang) responden tidak mau menggunakan larvasdia serai di

tempat penmpungan air, sedangakan 28 % (7 orang) menyatakan setuju.

Tabel 9. Penilaian Responden terhadap Ketersediaan Bahan Larvasida Serai Penilaian Bau

Setuju 56% (14 orang) Tidak Setuju 44% (11orang ) Total 100% (25 orang)

Penilaian Bau Setuju 40% (10 orang) Tidak Setuju 60% (15orang ) Total 100% (25 orang)

Penilaian Bau Setuju 28% (7 orang) Tidak Setuju 72% (18orang ) Total 100% (25 orang)

Penilaian Bau Setuju 64% (16 orang) Tidak Setuju 36% (9orang ) Total 100% (25 orang)

(7)

Ameliana Pratiwi / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

Berdasarkan grafik diatas, diketahui bahwa 64% (16 orang) responden menyatakan setuju bahwa bahan serai mudah didapat di lingkungan tempat tinggal, sedangkan 36% (9 orang) menyatakan bahwa serai susah diperoleh.

Penerimaan Masyarakat Terhadap Larvasida Alami

Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Pada uji penerimaan panelis mengemukakan tanggapan pribadi, yaitu kesan yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensorik atau kualitas yang dinilai (Soekarto, 1990:77).

Hasil dari pengujian persepsi responden terhadap kesukaan pada warna dan bau larvasida menunjukkan bahwa responden menyukai secara indrawi warna dan bau dari larvasida serai yang berbahan aktif sitronella

ini, 68% menyukai tampilan warnanya dan 56% menyukai aromanya. Sitronelal yang ada dalam serai dan mengalami proses kimia mempunyai banyak kegunaan, yaitu :

Sitronelal oleh pengaruh asam dapat diubah menjadi isopulegol dan bila kemudian isopulegol kemudian dihidrogenasi dapat diperoleh mentol. Mentol digunakan untuk obat-obatan, dapat ditambahkan pada pasta gigi, makanan dan minuman.

Sitronelal bila direduksi dapat diubah menjdi sitronelol. Sitronelol memiliki bau seperti bunga mawar dan dapat digunakan sebagai komponen parfum dan merupakan saalh satu pewangi yang mahal.

Sitronelal bila direaksikan pereaksi Grignard akan dieroleh suatu turunan alcohol yang disebut alkil sitronelol yang brujud cairan yang memiliki bau yang sangat harum dan digunakan secara luas dalam parfum dan kosmetika.

Sitronelol dapat diubah menjadi senyawa hidroksi sitronelal yang sering disebut king of parfume. Senyawa hidroksi sitronelal merupakan cairan yang berwarna kekuningan

memiliki bau yang harum mirip bunga lili dan harganya sangat mahal, digunakan sebagai komponen parfum( Hardjono Sasrohamidjojo, 2002 dalam Sri W, 2005 : 30).

Sedangkan Maramis (1999) dalam Sunaryo (2004: 93) mendefinisikan persepsi sebagai daya mengenal barang, kualitas atau hubungan, dan perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah pancainderanya mendapat rangsang. Sehingga uji penerimaan dari larvasida alami ekstrak serai diawali dengan mengenali larvasida tersebut, dengan pengamatan secara indrawi yaitu menggunakan alat indra. Setelah indra mendapat rangsang,

maka responden baru dapat

menginterpretasikan persepsi tentang rangsang yang diterima dengan sebuah psroses yang disebut penilaian bahan. Persepsi masyarakat tentang larvasida dimulai dengan pengenalan melalui tahap sosialisasi. Pada tahap sosialisasi responden mulai memperhatikan keberadaan dari larvasida serai yang selama ini belum di kenal. Sejumlah faktor beroperasi untuk membentuk dan terkadang merubah persepsi, dalam diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks situasi dimana persepsi tersebut dibuat. Ketika seorang individu melihat sebuah target an berusaha untuk menginterpretasikan apa yang ia lihat, interpretasi itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pembuat persepsi individual tersebut. Karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi meliputi sikap, kepribadian, motif, minat, pengalaman masa lalu, dan harapan-harapan seseorang. Karakteristik target yang diobservasi bisa mempengaruhi apa yang diartikan, hubungan sebuah target dengan latar belakangnya juga mempengaruhi persepsi.

Penggunaan larvasida berbahan alami belum banyak oleh masyarakat secara luas. Pengguanaan larvasida dalam bentuk cair memiliki beberapa kekurangan dan kelebihan. Hasil ekstraksi serai yangberbentuk cair bening memberi kesan segar pada responden, namun manjadi tidak efisien ketika penggunaannya karena sifat dari zat cair itu sendiri adalah

(8)

Ameliana Pratiwi / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

mudah terlarut. Mudah tumpah dan juga responden kurang menyukai karena kurang praktis, hal tersebut dapat terlihat dari hasil penilaian dimana hanya 40% responden yang setuju menggunaakan sediaan dalam bentuk cair, dan menganggapnya praktis. Sedangkan 60% menganggap bahwa sediaan dalam bentuk cair kurang efisien digunakan. Masyarakat lebih mengharapkan adanya bentuk larvasida alami yang dapat digunakan secara langsung dan bentuk yang lebih prkatis misalnya serbuk larvasida yang berbau harum dan efektif membunuh larva nyamuk di dalam bak mandi dan tempat penampungan air.

Dari hasil penilaian terhadap penerapan di tempat perkembangbiakan nyamuk, daalm hal ini larvasida serai yang dipalikasikan pada bak mandi responden kurang dapat menerimanya dengan berbagai alasan. Sebanyak 72% responden tidak bersedia menerapkannya di tempat penampungan air, terutama di bak mandi dan penampungan air minum/masak. Hal tersebut dikarenakan air yang sudah terkena ekstrak serai tidak lagi jernih, berbau, sehingga responden menganggap air tersebut tidak layak untuk dikonsumsi, dan tidak tergolong air bersih. Dari hasil analisis diskusi dengan responden, sebagian dari mereka menganggap bahwa penerapan larvasida dalam bak mandi masih dapat ditoleransi jika larvasida tersebut tidak menimbulkan perubahan warna dan perubahan bau pada air, ketidaksukaan masyarakat pada penerapan larvasida di dalam bak mandi seperti penerapan abate (temephos) yang sebelumnya pernah dilakukan hanya bertahan beberapa waktu saja, setelah itu mereka lebih memilih menguras bak mandi daripada harus menaburkan sesuatu ke dalam air.

Dari hasil penilaian sebanyak 64% responden menyatakan setuju bahwa bahan serai mudah didapat di lingkungan tempat tinggal tanaman serai juga dapat tumbuh sepanjang tahun, tidak membutuhkan pemupukan intensif dalam penanamnnya sehingga dapat dikembangbiakan dengan mudah. Batang dan daun serai banyak

digunakan untuk memasak. Hal tersebut karena serai merupakan tumbuhan herba menahun yang dapat berkembangbiak mudah dengan pemisahan tunas atau anakan, serai juga dapat tumbuh pada lahan kurang subur bhakan tandus karena serai memiliki kemampuan adaptasi yang baik di lingkungannya (Kardinan, 2003 :11) Batang serai yang tidak berkayu banyak dimanfaatkan untuk bumbu masakan.

Adapun kelemahan dan hambatan yang dihadapi peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah keterbatasan jumlah ekstrak yang dibutuhkan, hal tersebut diatasi dengan merotasi responden sehingga satu sampel ekstrak dapat digunakan oleh beebrapa responden, selain itu peneliti juga melewatkan satu tahap penelitian, yaitu pengujian skala kecil larvasida di lapangan sebelum dilakukan uji penerimaan di masyarakat, sehingga peneliti belum menemukan dosis penerapan di lapangan secara tepat, dan hanya menggunakkan hasil penelitian laboratorium saja.

SIMPULAN

Ekstrak serai memiliki berpotensi untuk diterima di masyrakat sebagai larvasida, karena memiliki bau yang disukai oleh masyarakat dan ketersediaan bahan yang cukup melimpah di alam. Namun beberapa hal yang menghalangi persespi masyrakat untuk menerima ekstrak serai sebagai larvasida adalah karena proses penggunaannya berkatan dengan penggunaan air bersih untuk keperluan sehari-hari. Sehingga mengurangi minat masyarakat dan lebih cenderung untuk lebih memilih menguras bak mandi daripada menggunakan larvasida.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Kardinan, 2002, Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk, Jakarta : Agro Media Pustaka.

____________, 2000. Pestisida Nabati : Ramuan dan Aplikasi, Jakarta : Penebar Swadaya.

(9)

Ameliana Pratiwi / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014) Bayu Raharjo,2006. Uji Kerentanan (Susceptibility

Test) Nyamuk Aedes aegypti (linnaeus) dari Surabaya, Palembang dan Beberapa Wilayah di Bandung terhadap Larvasida Temephos (Abate 1SG), http://digilib.bi.itb.ac.id/go. php?id=jbptitbbi-gdl-s1-2006-bayurarj-1539, diakses 24 Februari 2012, 09:00 am.

Amalia Yusnita, 2008, Uji Efektifitas Ekstrak Serai Terhadap Larva Nyamuk Anopheles Aconitis Donitz, Skripsi : Universitas Negeri Semarang. Bambang K, 1988, Pedoman Uji Indrawi Bahan

Pangan, Yogyakarta : PAU UGM.

Bhisma Murti, 2008, Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Dantje T. Sembel, 2009, Entomologi Kedokteran, Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Dewi Susanna Dkk, 2003, Potensi Daun Pandan Wangi untuk Membunuh Larva Aedes aegypti, Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Vol 2 No. 2, Agustus 2003 hal, 223-228.

Departemen Kesehatan, 2000, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (Jilid 1), Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Didik Gunawan & Sri Mulyani, 2008, Ilmu Obat Alam (Farmakognosi), Jakarta: Penebar Swadaya. Dinas Perkebunan Jateng, Petunjuk Teknis

Pembuatan Pestisida Nabati. Semarang: Dinas Perkebunan Propinsi Jateng.

Dinas perkebunan propinsi JatenG, 2001, Petunjuk teknis pengembagan tanaman pestisida nabati, Balai Perlindungan Tanaman Perkebunan.

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, 2003, Menguji Kesukaan Secara Organoleptik: Depdiknas.

Evi Naria, 2005, Insektisida Nabati Untuk Rumah Tangga, Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU.

Gembong Tjitrosoepomo, 2004, Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta), Jogyakarta : Gadjah Mada University Press.

, 2005, Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Tallophyta, Bryophyta, Pteridophyta), Jogyakarta :Gajah Mada University Press.

Hardiansyah, 2000 Pengendalian Mutu dan Keaamanan Pangan, eprgizi pangan, PAPTI, PDGMI, Persagi, proyek CHN 111, komponen dikti, Jakarta.

Harborne JB, 1997, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, Bandung : ITB Press.

Hieranymus B S, 1992, Sereh Wangi Bertanam dan Penyulingan, Yogyakarta : Kanisius.

Howard C Ansel, 1999, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Jakarta : UI Press.

Imansyah B, 2003. Ekstrak Serai Pengusir Nyamuk Alamiah. Jakarta : Agro Media Pustaka. Iid Itsna A, 2007, Ekstrak Daun Srikaya (Anonna

Squamosa L), Daun Sirsak (Anonna Muricuta L), Dan Daun Cengkeh (Syzgium Aromaticum) Sebagai Bahan Pengawet Alami Anti Rayap. Skripsi : Institut Pertanian Bogor.

Junaedi Radi, 2000 , Sirsak Budidaya dan Pemanfaatannya, Yogyakarta : Kanisius. Kusmajadi Suradi, 1999, Tingkat Kesukaan Bakso

Dari Berbagai Jenis Daging Melalui Beberapa Pendekatan Statistik, Jurnal Vol. 1999. Lela Lailatu K, 2010, Efektivitas Biolarvasida Ekstrak

Etanol Limbah Penyulingan Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanoides)terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti, Culex sp., dan Anopheles sundaicus, Volume I, No 1, April 2010, hlm. 59-65.

Muhamad Sopiyudin Dahlan, 2008, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta: Salemba Medika.

Novizan, 2002, Membuat Dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. Jakarta : Agro Media Pustaka.

Soekidjo Notoatmojo, 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

Sunaryo, 2004, Psikologi Untuk Keperawtan, Jakarta: EGC.

Sofia Lenny, 2006, Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan Metoda Uji Brine Shrimp, http://repository.usu.ac.id/

bitstream/123456789/1844/3/06000441.pd f.txt, diakses 2 Februari 2012, 08:00 pm. Sri Wahyuni, 2005, Daya Bunuh Ekstrak Serai

(Andropogon nardus) terhadap Nyamuk Aedes aegypti, Skripsi : Universitas Negeri Semarang.

Sugeng Jawono, 1992, Daya Insektisidal Daun dan Biji Anonna muricita Linn. Terhadap Larva Nyamuk di Laboratorium, Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Vol 24 No. 3 September 1993.

Suharismi Arikunto, 2006, Prosedeur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Rineka Cipta.

(10)

Ameliana Pratiwi / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014) Trevor Robinson, 1995, Kandungan Organik

Tumbuhan Tingkat Tinggi, Bandung: Penerbit ITB.

Winiati Pudji R, 1998, Penuntun Praktikum Penilaian Organolaptik, Fakultas Teknologi Pangan dan Gizi: ITB.

Yanur S Dkk, 2007, Serai (Andropogon nardus) sebagai Insektisida Pembasmi Aedes aegypti semua stadium, PKM Universitas Muhammadiyah Malang.

(11)

UJPH 3 (2) (2014)

Unnes Journal of Public Health

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph

PENGARUH KEBERADAAN SISWA PEMANTAU JENTIK AKTIF DENGAN KEBERADAAN

JENTIK DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN GAJAH MUNGKUR KOTA SEMARANG

TAHUN 2013

Ayu Andini

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel

________________ Sejarah Artikel: Diterima Agustus 2013 Disetujui September 2013 Dipublikasikan Juli 2014 ________________ Keywords:

Siswa Pemantau Jentik, Peran, Keberadaan Jentik, Sekolah Dasar

____________________

Abstrak

___________________________________________________________________

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh keberadaan siswa pemantau jentik aktif dengan keberadaan jentik di Sekolah Dasar Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah eksperimen murni menggunakan metode pretest-postest dengan kelompok kontrol (pretest-postest with control group). Sampel dalam penelitian ini adalah sekolah dasar di Kecamatan Gajahmungkur yang berjumlah 16 sekolah dasar. Sampel dibagi menjadi dua dengan menggunakan teknik simple random sampling dengan cara undian atau lottery technique. Instrumen yang digunakan adalah kartu pemantauan jentik, checklist peran siswa, checklist keberadaan jentik, buku panduan pemantauan jentik, dan papan pengumuman keberadaan jentik. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil signifikasi p (0,007) < 0,05. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah keberadaan siswa pemantau jentik aktif memiliki pengaruh terhadap keberadaan jentik di Sekolah Dasar Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang tahun 2013. Saran yang diberikan kepada pihak sekolah, pihak Puskesmas Pegandan dan Dinas Kesehatan Kota Semarang agar mengizinkan, mendukung dan memfungsikan siswa pemantau jentik di sekolah dasar.

Abstract

___________________________________________________________________

The objective of this study was to examine the influence of active larva-monitor students on the existence of larva in the Elementary School, District Gajahmungkur, Semarang in 2013. This research was a pure experimental study using pretest-postest method with control group. Sample in this study were 16 elementary schools in district Gajahmungkur. Sample were divided into two by simple random sampling technique using lottery technique. The instruments used in this study were the larva monitoring cards, student role checklist, larva existence checklist, larva monitoring guide books, and announcement boards to show the larva existence. Data analysis was performed using both univariate analysis and bivariate analysis. The result of the study shows that the significance p value (0.007)<0.05. The conclusion of this research was that active student role in larva monitoring has an influence on the existence of larvae in the Elementary School District Gajahmungkur Semarang in 2013. Advice given to the school, the health center Pegandan and the Health Office of Semarang are expected to support, permitting, and enable the larva monitoring students in elementary school.

© 2014 Universitas Negeri Semarang

Alamat korespondensi:

Gedung F1 Lantai 2 FIK Unnes

Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E-mail: sw33t_love18@yahoo.co.id

(12)

Ayu Andini / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk. DBD disebabkan oleh virus dengue

(den-1, den-2, den-3, dan den-4). Virus ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti atau Ae. albopictus.

Nyamuk penular DBD terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia (Depkes RI 1, 2010: 2).

Pada tahun 2011 di Indonesia terdapat 65.432 kasus DBD dengan 595 kematian. IR

DBD di Indonesia tahun 2011 adalah 27,56 per 100.000 penduduk dengan CFR 0,91% (Profil Kesehatan Indonesia, 2011). Menurut data dari Dinas Propinsi Jawa Tengah, pada tahun 2011

IR DBD di Kota Semarang sebesar 29,4/100.000 penduduk dengan CFR 0,9%. IR DBD Kota Semarang merupakan tertinggi kedua setelah Kota Tegal 29,9/100.000 penduduk.

Menurut data Dinkes Kota Semarang pada tahun 2011 selama 5 bulan berturut-turut, yaitu dari bulan Agustus sampai bulan Desember Kecamatan Gajahmungkur menempati peringkat pertama IR DBD tertinggi di Kota Semarang. IR DBD di Kecamatan Gajahmungkur pada tahun 2011 adalah 400,51/100.000 penduduk. Kecamatan Gajahmungkur merupakan wilayah kerja Puskesmas Pegandan. Survei yang dilakukan oleh Puskesmas Pegandan rata-rata Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kecamatan Gajahmungkur dari bulan April sampai bulan Desember sebesar 90,44% yang masih dibawah ABJ standar nasional, yaitu 95%. Survei angka bebas jentik di Sekolah Dasar Kecamatan Gajahmungkur yang dilakukan oleh peneliti pada tahun 2013 mendapatkan hasil dari 22 Sekolah Dasar yang ada hanya 9 SD yang bebas jentik sehingga ABJ di Sekolah Dasar Kecamatan Gajahmungkur tersebut adalah 41%.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menyebabkan kematian secara cepat. Penyakit ini juga sering menimbulkan KLB karena perilaku menggigit vektornya yang

menggigit secara berulang-ulang (Multiple Bites) sehingga DBD dapat menular dan menyebar secara cepat (Depkes RI 3, 2010: 7).

Tempat-tempat yang potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah daerah endemis, tempat-tempat umum (sekolah, rumah sakit, hotel, pertokoan, pasar, restoran, dan tempat ibadah), dan pemukiman baru di pinggir kota. Sekolah menjadi tempat yang potensial karena murid sekolah berasal dari berbagai wilayah tempat tinggal yang memungkinkan membawa jenis-jenis virus

dengue yang berbeda. Anak-anak merupakan umur yang susceptible terserang DBD. Sedangkan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utamanya aktif menggigit pada jam 09.00-10.00 dan 16.00-17.00, dimana anak sekolah dasar sedang aktif belajar di sekolah. oleh karena itu lingkungan sekolah harus terbebas dari nyamuk penular DBD (Depkes RI 3, 2010: 3-7).

Sampai saat ini belum ditemukan obat dan vaksin DBD sehingga pemberantasan DBD ditekankan pada pemberantasan vektor penular utamanya yaitu nyamuk Aedes aegypti

(Depkes RI 3, 2010: 13-14). Prioritas pemberantasan DBD yang ditekankan oleh pemerintah untuk dilakukan oleh seluruh masyarakat adalah pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti, yang dalam hal ini lebih dikenal dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yunita Ken Respati dan Soedjajadi Keman (2007) bahwa ada hubungan perilaku 3M, abatisasi, dan keberadaan jentik Aedes aegypti dengan kejadian demam berdarah dengue di Kelurahan Pacarkeling Kecamatan Tambaksari Kota Surabaya.

Salah satu indikator yang berhubungan dengan keberhasilan pelaksanaan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) adalah keberadaan jentik. Penelitian yang dilakukan oleh Laksmono Widagdo dkk (2008) menyebutkan bahwa ada hubungan bermakna PSN 3 M plus di bak mandi, ember, dan gentong plastik dengan jumlah jentik di tempat

(13)

Ayu Andini / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

penampungan air tersebut di Kelurahan Srondol Wetan Kota Semarang.

Kegiatan Pemantauan Jentik Berkala diharapkan dapat memberikan gambaran sebaran vektor DBD dan evaluasi mengenai pelaksanaan PSN DBD. Hal ini dimaksudkan dapat memotivasi masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD dengan frekuensi yang tepat dan kualitas yang baik (Depkes RI, 2010: 2-4). Pemberdayaan siswa sekolah dasar menjadi Siswa Pemantau Jentik (Wamantik) mulai dicetuskan sejak tahun 2004 oleh pemerintah. tetapi sampai saat ini implementasi program masih belum berjalan. Pemerintah masih belum memiliki konsep yang tepat dan efektif dalam pemberdayaan siswa sehingga perlu dirumuskan metode pemberdayaan siswa pemantau jentik di sekolah dasar (ferry,2008).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai Pengaruh Peran Siswa Pemantau Jentik dengan Keberadaan Jentik di Sekolah Dasar Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang Tahun 2013.

METODE PENELITIAN

Jenis dan rancangan sampel pada penelitian ini adalah penelitian eksperimen murni pretes-postes dengan kelompok kontrol (pretest-postest with control group) adalah rancangan penelitian, dimana pengelompokan anggota-anggota kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dilakukan berdasarkan acak atau random. Variabel bebas pada penelitian ini adalah Siswa Pemantau Jentik (Wamantik) aktif. Variabel terikat pada penelitian ini adalah keberadaan jentik. Beberapa variabel perancu dalam penelitian ini diantaranya adalah umur, pengetahuan, dan sikap siswa pemantau jentik yang dikendalikan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua Sekolah Dasar di Kecamatan Gajahmungkur yang berjumlah 22 sekolah dasar.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara simple random sampling

atau pengambilan sampel secara acak

sederhana, yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak, dimana setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Teknik simple random sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik undian atau lottery technique (Soekidjo, 2005:85). Jumlah populasi sasaran dari penelitian ini adalah 17 sekolah dasar. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 16 sekolah dasar. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kartu pemantauan jentik, buku panduan pemantauan jentik, papan pengumuman hasil pemantauan jentik, alat pemantauan jentik, dan checklist. Teknik pengambilan data menggunakan metode dokumentasi, wawancara, dan observasi. Data yang terkumpul akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer. Proses pengolahan data tersebut adalah editing,

coding, entry, dan tabulating.

Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan keberadaan jentik sebelum dan sesudah adanya siswa pemantau jentik aktif pada kelompok eksperimen, perbedaan keberadaan jentik sebelum dan sesudah tidak ada siswa pemantau jentik aktif pada kelompok kontrol, dan perbedaan keberadaan jentik pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui ada beda keberadaan jentik pretest dan postest

pada masing-masing kelompok penelitian adalah menggunakan uji McNemar. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan keberadaan jentik

postest antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menggunakan uji chi square

dengan uji alternatifnya adalah uji Fiser.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di 16 Sekolah Dasar di Kecamatan Gajahmungkur. Wilayah Kecamatan Gajahmungkur merupakan daerah yang tidak rawan banjir, tetapi beberapa

(14)

Ayu Andini / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

wilayah mengalami sulit air karena air tanah segar baru diperoleh pada kedalaman 60 meter. Tempat penelitian berada pada daerah yang kebutuhan air sehari-hari masih dapat terpenuhi yang berasal dari PDAM maupun dari air sumur. Sekolah dasar tempat penelitian berlangsung berada pada wilayah kerja Puskesmas Pegandan. Sekolah dasar tersebut terletak berdekatan atau dikelilingi oleh pemukiman penduduk. Penelitian ini berlangsung pada musim kemarau atau pada musim sangat jarang sekali dijumpai hujan, yaitu pada bulan April sampai bulan Mei.

Responden penelitian ini adalah siswa kelas 5 sekolah dasar yang menjadi siswa pemantau jentik. Rata-rata umur siswa pemantau jentik dalam penelitian ini adalah 11,40 dengan umur paling muda adalah 10 tahun dan umur paling tua adalah 14 tahun. Berdasarkan kriteria umur, maka kemampuan rata-rata siswa dalam menangkap penjelasan adalah sama. Dimana di dalam teori Freud, rentang umur tersebut masuk ke dalam rentang umur masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar dengan karakteristiknya adalah memiliki rasa ingin tahu dan ingin belajar besar, sudah dapat mengerjakan tugas secara mandiri, dan senang dalam kegiatan berkelompok (Sumadi, 2002: 204-206).

Kelompok dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen merupakan sekolah dasar yang di dalamnya terdapat intervensi adanya siswa pemantau jentik aktif. Siswa pemantau jentik dalam penelitian ini memiliki tugas untuk melakukan pemantauan jentik secara rutin dua kali dalam seminggu, mencatat hasil pemantauan jentik, melaporkan hasil pemantauan jentik, dan menuliskan hasil pemantauan jentik pada papan pengumuman keberadaan jentik. Tugas

siswa pemantau jentik pada kelompok eksperimen ini dipastikan berjalan dengan pengawasan dari supervisor siswa pemantau jentik yang berasal dari guru kelas 5. Guru kelas 5 sebagai supervisor memiliki lembar checklist

peran siswa yang dipergunakan untuk memastikan bahwa siswa pemantau jentik melakukan tugas sesuai dengan peran yang seharusnya dilakukan. Sedangkan kelompok kontrol pada penelitian ini merupakan kelompok yang tidak dilakukan intervensi adanya siswa pemantau jentik aktif di sekolah dasar. Kegiatan pada kelompok kontrol hanya melihat keberadaan jentik pretest dan postest

oleh peneliti.

Kelompok siswa pemantau jentik ditentukan berdasarkan piket kebersihan kelas. Hal tersebut lebih menguntungkan daripada membentuk kelompok baru karena sebelumnya antar masing-masing anggota kelompok sudah pernah bekerjasama dalam piket kebersihan kelas sehingga sudah terbiasa dengan masing-masing anggota kelompok. Disamping itu juga, kegiatan siswa pemantau jentik yang disisipkan ke dalam kelompok kebersihan kelas menjadi kegiatan yang tidak terasa asing sehingga mudah diterima untuk dilaksanakan oleh siswa, dengan kata lain memanfaatkan kearifan lokal atau kebiasaan yang ada di sekolah tersebut. Sistem kelompok ini juga dapat mengantisipasi berhentinya pelaksanaan kegiatan karena pelaksana tidak berangkat sekolah dan juga mampu meringankan tugas dari pelaksana kegiatan pemantauan jentik ini. Lama pelaksanaan tugas siswa pemantau jentik adalah ± 10 menit sampai 15 menit dan pada penelitian ini dilaksanakan pada waktu istirahat atau pada pulang sekolah. Hasil penelitian keberadaan jentik pada kelompok eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada tabel berikut ini:

(15)

Ayu Andini / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

Tabel 1. Hasil Pemantauan Jentik Pretest pada Kelompok Eksperimen

Kode Sekolah

Keberadaan Jentik

Bak Mandi Ember Drum Pot

Bunga

Bak

Kompres Dispenser Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah

+ - + - + - + - + - + - S1 2 1 S2 4 1 2 1 S3 2 2 2 S4 4 2 1 S5 4 1 S6 2 3 1 S7 4 1 S8 1 5 1 1 Jumlah 3 28 4 1 2 1 9

Tabel 2. Hasil Pemantauan Jentik Postest pada Kelompok Eksperimen

Kode Sekolah

Keberadaan Jentik

Bak Mandi Ember Drum Pot

Bunga

Bak

Kompres Dispenser Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah

+ - + - + - + - + - + - S1 2 1 S2 4 1 2 1 S3 2 2 2 S4 4 2 1 S5 4 1 S6 2 3 1 S7 4 1 S8 1 5 1 1 Jumlah 3 28 4 1 2 1 9

Tabel 3. Hasil Pemantauan Jentik Pretest pada Kelompok Kontrol

Kode Sekolah

Keberadaan Jentik Bak

Mandi Ember Drum

Pot Bunga Bak Kompres Dispenser Cuci Tangan Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah

+ - + - + - + - + - + - + - S9 3 1 S10 7 2 S11 2 1 S12 2 2 S13 7 7 2 S14 4 6 1 S15 3 5 1 S16 1 2 3

(16)

Ayu Andini / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

Jumlah 26 28 3 2 2 1

Tabel 4. Hasil Pemantauan Jentik Postes pada Kelompok Kontrol

Kode Sekolah

Keberadaan Jentik Bak

Mandi Ember Drum

Pot Bunga Bak Kompres Dispenser Cuci Tangan Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah

+ - + - + - + - + - + - + - S9 2 1 1 S10 8 1 S11 2 1 S12 2 2 S13 10 4 2 S14 5 5 1 S15 3 5 1 S16 2 1 3 Jumlah 34 20 3 2 2 1

Berdasarkan Tabel 1,2,3, dan 4, macam tempat penampungan air yang ada di sekolah dasar tempat penelitian adalah 77,27% bak mandi, 3,64% ember, 0,91% drum, 4,55% pot bunga, 0,91% bak kompres UKS, 11,82% dispenser, 0,91% tempat cuci tangan. Berdasarkan penelitian tersebut, tempat penampungan air yang paling banyak dijumpai di sekolah dasar dan paling banyak terdapat jentiknya adalah bak mandi, dispenser, pot bunga, dan tempat penampungan air lain yang ada di sekolah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agus Setyobudi (2011) yang menyatakan bahwa keberadaan breeding place

memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap keberadaan jentik nyamuk. Pada daerah penelitian menyatakan bahwa keberadaan breeding place paling banyak terinfeksi jentik di daerah endemis dan non endemis DBD adalah bak mandi. Bak mandi dimiliki oleh hampir seluruh masyarakat.

Pada kelompok eksperimen, berdasarkan tabel 1 dan 2, tempat penampungan air yang diperiksa sebanyak 48. Dimana dari 48 tempat

penampungan air tersebut, pada penelitian

pretest terdapat 14 kontainer yang terdapat jentik di 8 sekolah dasar kelompok eksperimen. Pada penelitian postest hanya terdapat 3 kontainer yang terdapat jentik di 6 sekolah dasar kelompok eksperimen. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan ABJ pada kelompok eksperimen dari 0% menjadi 75%, penurunan CI dari 29,17% menjadi 6,25%, dan terjadi penurunan

HI dari 100% menjadi 25%.

Pada kelompok kontrol, berdasarkan Tabel 3 dan 4, tempat penampungan air yang diperiksa sebanyak 62. Dimana dari 62 tempat penampungan air tersebut, pada penelitian

pretest terdapat 31 kontainer yang terdapat jentik di 7 sekolah dasar kelompok kontrol. Pada penelitian postest terdapat 39 kontainer yang terdapat jentik di 8 sekolah dasar kelompok kontrol. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa terdapat penurunan ABJ pada kelompok kontrol dari 12,5% menjadi 0%, peningkatan CI dari 50% menjadi 62,9%, peningkatan HI dari 87,5% menjadi 100%.

(17)

Ayu Andini / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

Tabel 5. Perbedaan Keberadaan Jentik Pretest dan Postest pada Kelompok Eksperimen

No Keberadaan Jentik Pretest

Keberadaan Jentik Postest

Total p value Ada Jentik Tidak Ada Jentik

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

0,031

1 Ada jentik 2 25 6 75 8 100

2 Tidak ada jentik 0 0 0 0 0 0

Total 2 25 6 75 8 100

Berdasarkan pada Tabel 5, penelitian pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah adanya siswa pemantau jentik aktif memperoleh hasil uji hipotesis menggunakan uji MacNemar menunjukan significancy 0,031. Hasil tersebut menunjukan bahwa p<0,05 sehingga dapat diartikan terdapat perbedaan antara keberadaan jentik sebelum dan sesudah adanya siswa pemantau jentik aktif di sekolah dasar kelompok eksperimen tersebut. Hal

tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdullah Rachman Rosidi dan Wiku Adisasmito (2009) menyebutkan bahwa pelaksanaan pemantauan jentik secara berkala mampu meningkatkan Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Kegiatan pemantauan jentik yang dilakukan secara rutin akan mampu memotivasi masyarakat dalam melaksanakan kegiatan PSN 3M plus.

Tabel 6. Perbedaan Keberadaan Jentik Pretest dan Postest pada Kelompok Kontrol

No Keberadaan Jentik Pretest

Keberadaan Jentik Postest

Total p

value

Ada jentik Tidak ada jentik

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1,000

1 Ada jentik 7 87,5 0 0 7 87,5

2 Tidak ada jentik 1 12,5 0 0 1 12,5

Total 8 100 0 0 8 100

Hasil uji hipotesis pada kelompok kontrol pada Tabel 6 menunjukan nilai significancy

1,000 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan keberadaan jentik sebelum dan sesudah tanpa adanya siswa pemantau jentik aktif di Sekolah Dasar Kecamatan Gajahmungkur Tahun 2013. Hal ini terjadi karena tidak ada pemantauan jentik secara rutin sebagai bentuk pengawasan dan evaluasi dari pelaksanaan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk, khususnya kegiatan 3M seperti

halnya yang terjadi di kelompok eksperimen. Pelaksanaan kegiatan 3M pada kelompok kontrol postest masih sama seperti pada saat

pretest, yaitu tidak dilaksanakan pada hari-hari yang sama setiap minggu sebagai bentuk kerutinan dalam melaksanakan kegiatan 3M. Pelaksanaan kegiatan 3M di sekolah dasar kelompok kontrol masih yang penting dalam satu minggu melaksanakan kegiatan 3M atau dengan pedoman kalau tempat penampungan air sudah terlihat kotor baru dibersihkan.

Tabel 7. Perbedaan Keberadaan Jentik Postest pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

No Siswa Pemantau Jentik Aktif Keberadaan Jentik Total p value

Ada jentik Tidak ada jentik

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

0,007

1 Ada 2 12,5 6 37,5 8 50

2 Tidak ada 8 50,0 0 0,0 8 50

(18)

Ayu Andini / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

Pada penelitian postest keberadaan jentik kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdasarkan Tabel 7 diperoleh hasil dari uji hipotesis menggunakan uji Fisher

menunjukan significancy 0,007 (p<0,05), yang artinya terdapat perbedaan keberadaan jentik di sekolah dasar yang terdapat siswa pemantau jentik aktif dengan sekolah dasar yang tidak terdapat siswa pemantau jentik aktif di Sekolah Dasar Kecamatan gajahmungkur tahun 2013. Apabila dikaitkan dengan fungsi menejemen, yaitu planning, organizing, actuanting, dan

controlling, maka pemantauan jentik secara rutin dua kali dalam seminggu oleh siswa pemantau jentik adalah termasuk kedalam fungsi controling. Pada kelompok eksperimen telah melakukan upaya dalam fungsi controling

dengan adanya siswa pemantau jentik aktif, dimana kegiatan pemantauan jentik secara rutin ini akan menghasilkan data keberadaan jentik secara rutin sehingga evaluasi dari keberadaan jentik yang ada di sekolah dapat dilakukan lebih tepat. Adanya kegiatan evaluasi menimbulkan kegiatan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan yang diupayakan untuk meminimalisir keberadaan jentik, seperti pelaksanaan kegiatan 3M, kondisi tempat penampungan air itu sendiri, dan menimbulkan perhatian terhadap tempat-tempat yang berpotensi adanya jentik di sekolah dasar tersebut.

Pada kelompok kontrol tidak ada siswa pemantau jentik aktif, keberadaan jentik di sekolah tidak dipantau secara rutin sehingga mengalami kesulitan untuk melakukan fungsi

controlling. Berdasarkan kegiatan tersebut didapatkan data rutin keberadaan jentik untuk mengevaluasi keberadaan jentik di sekolah dasar yang dapat digunakan sebagai bahan untuk mengambil kebijakan dalam pemberantasan DBD, dalam hal ini berkaitan dengan jentik nyamuk Aedes aegypti di sekolah. Birokrasi sekolah dasar merupakan pemegang kebijakan tertinggi di sekolah dasar. Segala bentuk kegiatan yang berlangsung di sekolah dasar harus mendapatkan persetujuan birokrasi sekolah, khususnya kepala sekolah

dasar. Kegiatan siswa pemantau jentik yang menghasilkan data keberadaan jentik secara rutin di sekolah menimbulkan perhatian dari pihak birokrasi sekolah. Perhatian tersebut muncul dalam bentuk dukungan untuk meningkatkan kegiatan PSN 3M plus. Rachman dan Wiku (2009) menyebutkan bahwa dukungan dari birokrasi setempat sangat penting untuk menggerakan masyarakat. Dukungan tersebut menimbulkan motivasi eksternal pada pelaksana kegiatan PSN 3M plus di sekolah dasar pada kelompok eksperimen. Berbeda dengan kelompok eksperimen, evaluasi keberadaan jentik pada kelompok kontrol yang tidak berlangsung secara rutin menyebabkan tidak adanya perubahan keadaan maupun dalam pelaksanaan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk.

Keberhasilan pelaksanaan kegiatan siswa pemantau jentik di sekolah dasar kelompok eksperimen dalam meminimalisir keberadaan jentik di sekolah tersebut merupakan rangkaian kontribusi dari siswa pemantau jentik itu sendiri, supervisor siswa pemantau jentik, petugas kebersihan atau penjaga sekolah dasar, dan juga birokrasi sekolah sebagai pemegang kebijakan di sekolah dasar tersebut. Hal tersebut memperlihatkan bahwa keberhasilan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk memerlukan kontribusi dari seluruh masyarakat terkait.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keberadaan jentik sebelum dan sesudah adanya siswa pemantau jentik aktif di Sekolah Dasar Kecamatan Gajahmungkur tahun 2013. Tidak terdapat perbedaan keberadaan jentik sebelum dan sesudah tanpa siswa pemantau jentik aktif di Sekolah Dasar Kecamatan Gajahmungkur tahun 2013. Terdapat perbedaan keberadaan jentik di sekolah dasar yang terdapat siswa pemantau jentik aktif dengan sekolah dasar yang tidak terdapat siswa pemantau jentik aktif di Sekolah

(19)

Ayu Andini / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

Dasar Kecamatan Gajahmungkur tahun 2013. Saran bagi Sekolah Dasar di Kecamatan Gajahmungkur, Puskesmas Pegandan, dan Dinas Kesehatan Kota Semarang agar mendukung dan menerapkan program siswa pemantau jentik di sekolah sebagai upaya pencegahan demam berdarah dengue berbasis pengendalian vektor.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2010, Buku 1: Penemuan dan Tata Laksana Penderita Demam Berdarah Dengue, Depkes RI, Jakarta.

________, 2010, Buku 3: Pemberantasan Nyamuk Penular Demam berdarah dengue, Depkes RI, Jakarta.

Efendi, Ferry, Siswa Pemantau Jentik VS Demam Berdarah Dengue, 2008, diakses tanggal 24

Januari 2013,

(http://ferryefendi.blogspot.com/2008/01/si

swa-pemantau-jentik-vs-demam-berdarah.html).

Notoatmodjo, Soekidjo, 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

Profil Kesehatan Indonesia 2011, 2012, Diakses

tanggal 10 Januari 2013

(http://www.depkes.go.id/downloads/PROFI L_DATA_KESEHATAN_INDONESIA_TAHUN_2 011.pdf)

Rosidi, Abd. Rachman dan Wiku Adi Sasmito, 2009,

Hubungan Faktor Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dengan Angka Bebas Jentik di Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, diakses

10 Januari 2013,

(http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4120 98086.pdf).

Soedarmo, Sumammo S. Poorwo, Herry Garna, Sri Rezeki S. Hadinegoro, Hindra Irawan Satari, 2008, Infeksi dan Pediatri Tropis, IDAI, Jakarta.

Widagdo, Laksmono, Besar Tirto Husodo, Bhinuri, 2008, Kepadatan Jentik Aedes aegypti sebagai Indikator Keberhasilan Pemberantasan Sarang Nyamuk (3M plus): di Kelurahan Srondol Wetan, Semarang, (Online), Vol. 12, No. 1, Hal 13-19, diakses 15 Desember 2012 (http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/

2/ead246ab2a3f2206ed8e1deb7dff8ad289b6 059a.pdf)

Respati, Yunita Ken dan Soedjajadi Keman, 2007,

Perilaku 3M, Abatisasi dan Keberadaan Jentik Aedes Hubungannya dengan Kejadian Demam berdarah dengue, diakses 10 Januari 2013, (http://

journal.lib.unair.ac.id/index.php/JKL/article/. ../625).

Setyobudi, Agus, 2011, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Di Daerah Endemik DBD di Kelurahan Sananwetan Kecamatan Sananwetan Kota Blitar, diakses 10 Januari 2013,

(http://journal.unsil.ac.id/jurnal/prosiding/9 /930-agus_30.pdf.pdf).

(20)

UJPH 3 (2) (2014)

Unnes Journal of Public Health

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph

HUBUNGAN ANTARA PRAKTIK HIGIENE DENGAN KEBERADAAN BAKTERI PADA

IKAN ASAP DI SENTRA PENGASAPAN IKAN BANDARHARJO KOTA SEMARANG

TAHUN 2013

Brilliantantri Wulandari

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel

________________ Sejarah Artikel: Diterima Agustus 2013 Disetujui September 2013 Dipublikasikan Juli 2014 ________________ Keywords: Ikan Asap, Praktik Higienis, Keberadaan Bakteri, Kualitas Ikan ____________________

Abstrak

___________________________________________________________________

Tujuan penelitian untuk mengetahui keberadaan bakteri yang terdapat pada Ikan Asap. Penelitian secara kuantitatif dengan populasi 20 rumah dengan sampel penelitian 20 ikan manyung dengan kriteria mengambil setiap rumah satu ikan manyung dengan menggunakan instrumen alat uji mikrobiologi dan formulir kuesioner dan lembar observasi. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan ikan manyung tidak memenuhi syarat (>NAB: 5X105 CFU/g) berjumlah 13 ikan

manyung. Ikan manyung yang memenuhi syarat (< NAB: 5X105 CFU/g) berjumlah 7 ikan manyung. Hasil

penelitian didapatkan berdasarkan Uji Hitung Angka Kuman. Saran bagi pemerintah untuk lebih sering memberikan sosialisasi mengenai teknik pengolahan ikan yang baik kepada produsen ikan agar ikan yang dihasilkan bermutu baik. Bagi peneliti selanjutnya disarankan meneliti nama bakteri yang dapat terkandung didalam ikan asap dengan tingkat kebersihan makanan yang kurang baik dengan menggunakan uji parameter yang berbeda.

Abstract

___________________________________________________________________

The purpose of research to determine the presence of bacteria in the smoke fish. Quantitative research with the population 20 fish smoking centre home with 20 research sample arius thalassinus with criteria sampling one smoke fish each house by using instruments test equipment microbiology and questionaire form and observation sheets. Analysis of data was done by univariate and bivariat. The results showed arius thalassinus that not qualified (>NAB: 5X105 CFU/g) were 13 arius thalassinus. Arius thalassinus

that qualified (< NAB: 5X105 CFU/g) were 7 arius thalassinus. Research results obtained based on test

count the number of germs. Suggestion for the government is to more often give socialization about better technique of processing fish to producers in order to fish produced good quality.for next researchers are suggested to examine the name of bacteria that can be contained in smoke fish with level of poor food hygienes with different parameters test.

© 2014 Universitas Negeri Semarang

Alamat korespondensi:

Gedung F1 Lantai 2 FIK Unnes

Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E-mail: saiiawulandari@yahoo.com

(21)

Brilliantantri Wulandari / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

PENDAHULUAN

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat . Mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan terutama disebabkan terjadinya otolisis secara cepat oleh enzim- enzim ikan. Berbagai faktor mempengaruhi kecepatan kebusukan pada ikan, diantaranya spesies ikan, kandungan mikroorganisme pada ikan segar, kondisi ikan pada saat ditangkap, suhu selama penanganan, penyimpanan dan penggunaan bahan pengawet. Untuk mencegah kerusakan ikan, maka pengawetan ikan perlu dilakukan. Pengawetan tersebut bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak.

Salah satu pengawetan ikan adalah dengan pengasapan. Pengawetan dilakukan melalui beberapa tahap yaitu penggaraman, pengeringan, pemanasan, dan pengasapan. Pengasapan dapat mengurangi pertumbuhan bakteri. Namun selama dan setelah proses pengolahannya kemungkinan kontaminasi bakteri patogen dapat terjadi. Dari catatan Direktorat Jenderal PPM dan PLP Departemen Kesehatan RI menyebutkan penyebab terbanyak dari kasus keracunan makanan yang sering terjadi pada jasa boga adalah dari ikan laut (Sri Yuliawati,dkk,2005).

Bakteri sering ditemukan pada produk hasil perikanan jenis ikan segar atau produk olahan hasil perikanan secara tradisional, dimana proses pengolahannya kurang memperhatikan syarat teknik higiene dan sanitasi, sehingga produk hasil perikanan sampai saat ini dipandang tidak atau kurang dapat menjamin kesehatan pangan bagi konsumen (Kusuma Adji,2008). Menurut hasil penelitian yang hampir serupa yang dilakukan oleh Kusuma Adji tahun 2008 didapatkan hasil bahwa pada ikan diperairan banyak terkontaminasi oleh bakteri. Disebutkan bahwa sangat banyak bakteri pada insang, pencernaan dan lendir ikan, bahkan

pembusukan pada daging ikan bukan karena proses enzymatic akan tetapi lebih cepat lagi akibat peran bakteri. Praktik higiene sangat bagus jika benar- benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Kusmayadi (2007), terdapat empat hal yang penting yang menjadi prinsip higiene meliputi perilaku sehat dan bersih orang yang mengolah makanan, sanitasi makanan, sanitasi peralatan, sanitasi tempat pengolahan makanan. Semua ini dapat terkontaminasi mikroba karena beberapa hal yaitu salah satunya jika makanan diletakkan dan ditaruh tanpa penutup.

Observasi awal yang dilakukan pada tanggal 14 April 2012 mendapatkan hasil bahwa kondisi tempat pengasapan belum dalam katagori bersih dan higienis. Lingkungan sekitar pengolahan banyak berserakan sampah sehingga dikhawatirkan akan mengganggu tingkat higiene ikan asap, dan sumur yang terdapat di tempat pengolahan berwarna keruh dan terendam karena diakibatkan banjir rob. Mengenai praktik higiene produsen, mereka mengaku selalu membersihkan ikan sebelum diolah akan tetapi berdasarkan dengan pengamatan peneliti, mereka menggunakan tawas sebagai media untuk membersihkan ikan. Dan tidak menggunakan teknik penggaraman. Tawas tersebut dilarutkan kedalam ember berisikan air kemudian ikan dimasukkan dan direndam selama beberapa menit Mereka hanya sesekali membersihkan alat-alat produksi. Mereka mengaku jika sempat mereka baru membersihkannya.Kebiasaan produsen yang tidak memperhatikan tingkat kebersihan lingkungan dan bahan baku dapat memberikan dampak bagi para konsumen terutama bagi para pecinta ikan asap yaitu terkena penyakit diare yang diakibatkan ikan asap yang terkotaminasi .

Berdasarkan latar belakang, maka peneliti tertarik untuk menulis penelitian dengan judul : ”Hubungan Antara Praktik Higiene Dengan Keberadaan Bakteri Pada Ikan Asap Di Sentra Pengasapan Ikan Bandarharjo Kota Semarang”.

(22)

Brilliantantri Wulandari / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dipakai adalah analitik observasional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan kata lain peneliti ingin mengetahui hubungan antara praktik higiene dengan keberadaan bakteri pada ikan asap di sentra pengasapan ikan bandarharjo kota semarang. Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan dengan pendekatan Cross Sectional melalui observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Point Time Approach) . Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan pada ikan asap (Soekidjo N, 2005:145-146).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Higiene lingkungan meliputi Keadaan air sumur, Kebersihan alat-alat produksi, Kebersihan tempat produksi, Kondisi bangunan tempat pengasapan ikan. Sedangkan Praktik higiene meliputi Penggunaan air bersih untuk membersihkan ikan, Mencuci tangan, Membiarkan ikan terlalu lama, Cara membersihkan bahan baku ikan. Tehnik

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara Total Sampling. Prosedur penelitian meliputi tiga tahap yaitu tahap awal penelitian ( menentukan sampel untuk penelitian,penyusunan kuesioner, mempersiapkan untuk uji pendahuluan), tahap penelitian (pengisian kuesioner dan lembar observasi, pengukuran uji laboratorium dengan menggunakan parameter Hitung Angka Kuman yang dilakukan oleh Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Dan Pemeriksaan Angka Kuman), Tahap akhir penelitian ( pencatatan hail penelitian dan menganalisis data dengan bantuan komputer). Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat ( menggunakan uji Fisher exact).

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Air Sumur

Hasil uji Fisher exact dari data penelitian tentang keadaan air sumur responden dengan keberadaan bakteri pada ikan asap di sentra pengasapan Bandarharjo Kota Semarang, didapatkan hasil pada tabel 1. sebagai berikut:

Tabel 1. Tabulasi Silang antara Keadaan Air Sumur dengan Keberadaan Bakteri

Keadaan Air Sumur

Keberadaan Bakteri

P value

Tidak Memenuhi

Syarat Memenuhi Syarat

Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase Tidak Memenuhi syarat 13 68,4% 1 100,0%

0,700

Memenuhi syarat 6 31,6% 0 0,0%

Total 19 100,0% 1 100,0%

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara keadaan air sumur dengan keberadaan bakteri pada Ikan Asap di Sentra Pengasapan Bandarharjo Kota Semarang. Hasil ini didasarkan pada Uji Fisher exact yang diperoleh

p value 0,700 lebih besar dari α 0,05

Berdasarkan Tabel 1. diketahui bahwa jumlah responden yang tidak memenuhi syarat keadaan air sumur dengan keberadaan bakteri yang tidak layak pakai sebanyak 13 responden

(68,4%), Jumlah responden yang tidak memenuhi syarat keadaan air sumur dengan keberadaan bakteri yang masih layak pakai sebanyak 1 responden (100,0%), Jumlah responden yang memenuhi syarat keadaan air sumur dengan keberadaan bakteri yang tidak layak pakai adalah sebanyak 6 responden (31,6%), Jumlah responden yang memenuhi syarat keadaan air sumur dengan keberadaan bakteri yang masih layak pakai sebanyak 0 responden (0,0%).

(23)

Brilliantantri Wulandari / Unnes Journal of Public Health 3 (2) (2014)

Keadaan Air Sumur tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap keberadaan bakteri pada Ikan Asap di Sentra Pengasapan Bandarharjo Kota Semarang. Hal ini dikarenakan jenis ikan yang dijadikan sampel penelitian tidak terpengaruh oleh keberadaan bakteri di dalam air sumur. Bakteri yang terdapat di dalam air sumur tidak semua dapat berpengaruh terhadap ikan asap. Bisa jadi air sumur tersebut mengandung jenis bakteri yang masa hidupnya bisa tahan lama pada saat

pengasapan. Sehingga pada saat ikan asap matang, masih terdapat bakteri yang masih hidup.

Kebersihan Alat Produksi

Hasil uji Fisher exact dari data penelitian tentang kebersihan alat produksi responden dengan keberadaan bakteri pada ikan asap di sentra pengasapan Bandarharjo Kota Semarang, didapatkan hasil pada tabel 2. sebagai berikut:

Tabel 2. Tabulasi Silang antara Kebersihan Alat Produksi dengan Keberadaan Bakteri

Kebersihan Alat Produksi

Keberadaan Bakteri

p value

Tidak Memenuhi

Syarat Memenuhi Syarat

Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase

Tidak Memenuhi syarat 14 73,7% 0 0,0 % 0,300

Memenuhi syarat 5 26,3% 1 100,0%

Total 19 100,0% 1 100,0%

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebersihan alat produksi dengan keberadaan bakteri pada Ikan Asap di Sentra Pengasapan Bandarharjo Kota Semarang. Hasil ini didasarkan pada Uji Fisher exact yang diperoleh

p value 0,300 lebih kecil dari α 0,05

Berdasarkan Tabel 2. diketahui bahwa jumlah responden yang tidak memenuhi syarat kebersihan alat produksi dengan keberadaan bakteri yang tidak layak pakai sebanyak 14 responden (73,7%), Jumlah responden yang tidak memenuhi syarat kebersihan alat produksi dengan keberadaan bakteri yang masih layak pakai sebanyak 0 responden (0,0%), Jumlah responden yang memenuhi syarat kebersihan alat produksi dengan keberadaan bakteri yang tidak layak pakai adalah sebanyak 5 responden (26,3%), Jumlah responden yang memenuhi syarat kebersihan alat produksi dengan keberadaan bakteri yang masih layak pakai sebanyak 1 responden (100,0%).

Kebersihan alat produksi memiliki hubungan yang signifikan terhadap keberadaan bakteri pada Ikan Asap di Sentra Pengasapan

Bandarharjo Kota Semarang dikarenakan rata-rata dari ke 14 responden tersebut keadaan alat produksinya seperti wadah untuk mecuci, besek rotan untuk menaruh ikan asap matang dan alat pemanggang yang masih belum memenuhi syarat. Dan Rata-rata kondisi alat pemanggang responden sudah berkarat, dan terdapat kerak hitam sisa pemanggangan yang menempel dan tebal. Begitu juga dengan tampilan alat pemanggang yang sudah tidak baik lagi.

Menurut Evi Liviawaty dan Eddy Afrianto(2010),Peralatan yang digunakan harus diperhatikan kebersihannya. Alat yang kontak langsung dengan produk harus tahan terhadap produk dan mudah dibersihkan. Untuk menjaga kebersihannya, peralatan harus disterilisasi dengan tujuan untuk membunuh semua mikroba yang merugikan.

Kebersihan Tempat Produksi

Hasil uji Fisher exact dari data penelitian tentang kebersihan tempat produksi responden dengan keberadaan bakteri pada ikan asap di sentra pengasapan Bandarharjo Kota Semarang, didapatkan hasil pada tabel 3. sebagai berikut :

Gambar

Tabel 7. Perbedaan Keberadaan Jentik  Postest  pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Tabel 1. Tabulasi Silang antara Keadaan Air Sumur dengan Keberadaan Bakteri
Tabel 2. Tabulasi Silang antara Kebersihan Alat Produksi dengan Keberadaan Bakteri
Tabel 3. Tabulasi Silang antara Kebersihan Tempat Produksi dengan Keberadaan Bakteri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya dilarutkan dengan menambahkan aqua dm hingga tanda batas labu ukur (ditambahkan pula larutan asam sulfat 2 N kira-kira setengah dari volume larutan, ~125 mL).

Dye alami dari daun pandan, akar kunyit dan biji black rice telah dipreparasi dalam larutan etanol sebagai sensitiser pada dye sensitized solar cells (DSSC).. Dye campuran

Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk: (1) menganalisis pendapatan usahatani untuk setiap jenis tanaman sayuran (sawi, terong, tomat,

Keuntungan (kerugian) dari perubahan nilai aset keuangan dalam kelompok tersedia untuk..

Admin mampu mengelola semua data yang ada pada sistem diantaranya ada menu Master yang didalamnya terdapat (data ongkir kecamatan, data ongkir kelurahan, data kategori, data

Hasil uji laboratorium menunjukkan rugi-rugi daya yang lebih besar dan efisiensi yang lebih rendah diperoleh untuk kondisi pembebanan non-linier.Semakin tinggi kandungan

Pelaksanaan PPL yang dilaksanakan di SMK Batik Perbaik Purworejo ini mempunyai manfaat yang besar untuk mahasiswa, dengan kegiatan PPL ini mahasiswa dapat melihat

&#34;I didn't get one.&#34; He dismissed the entire matter and thought of the party and just how he and Rene would look making their entrance.. It's a shame to cover that dress,