• Tidak ada hasil yang ditemukan

Programme Study of Management Aquatic Resources Faculty of Marine Science and Fisheries, University Maritime Raja Ali Haji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Programme Study of Management Aquatic Resources Faculty of Marine Science and Fisheries, University Maritime Raja Ali Haji"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KEPADATAN PELECYPODA DI HUTAN MANGROVE KELURAHAN

TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN KEPULAUAN RIAU

Pelecypoda density in forest Vilage mangrove Tembeling Bay District Riau

Bintan Island

Aditiar1, T. Efrizal and Andi Zulfikar2

Programme Study of Management Aquatic Resources Faculty of Marine Science and Fisheries, University Maritime Raja Ali Haji

Email : [email protected] Abstrak

Kelurahan Tembeling memiliki wilayah pesisir yang luas dengan berbagai ekosistem di antara Ekosistem mangrove merupakan tempat biota berasosiasi di antaranya Pelecypoda. Ekosistem mangrove menyediakan lingkungan yang sesuai untuk Pelecypoda .Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepadatan mangrove dengan Pelecypoda. Pengukuran kepadatan menggunakan transek dengan luas plot mangrove untuk pohon 10 x 10m, untuk anakan dan anakan masing-masing 5 x 5m dan 1 x 1m. Kepadatan Pelecypoda diukur dalam subplot 1 x 1m. Kepadatan pohon mangrove di Stasiun pertama adalah 3367 ind / ha, anakan 5200 ind / ha, 16.667 ind / ha semai ind / ha, Stasiun Kedua adalah 2300 ind / ha untuk pohon, pancang 4800 ind / ha dan bibit 10000 dan Stasiun Ketiga adalah 733 ind / ha untuk pohon, pancang 3456 ind / ha dan semai tidak ditemukan. Dengan menggunakan kriteria dari Kementerian Lingkungan Hidup, stasiun Pertama dan Kedua kondisi mangrove baik, Sementara Stasiun Ketiga memiliki kondisi hutan mangrove jelek. Kepadatan Pelecypoda di Stasiun pertama adalah 46.667 ind / ha, Stasiun kedua adalah 39.333 ind / ha dan Ketiga Station adalah 27.333 ind / ha. Kedua stasiun memiliki kepadatan Pelecypoda yang lebih baik karena memiliki kondisi hutan mangrove yang lebih baik dari padastasiun ketiga, untuk mengukur korelasi antara kerapatan mangrove (variabel independen) dan kepadatan Pelecypoda (variabel dependen) digunakan Analisis regresi. Persamaan regresi linier adalah Y = 0.920x + 23504 dan menunjukkan bahwa kepadatan Pelecypoda berkorelasi positif dengan kepadatan hutan mangrove (koefisien determinasi adalah 0.99). Analisis Anova menunjukkan bahwa model regresi linier ini dapat digunakan sesuai signifikan nilai p 0,005 (α 0,05).

Abstract

Tembeling village has vast coastal area with its various ecosystems and biota interaction between and among them. Mangrove ecosystem is one of the main ecosystem of Tembeling. Pelecypoda is known associate with mangrove ecosystem. Mangrove ecosystem provides pelecypoda suitable environment for pelecypoda to live. This study was aimed to determine the relationship of the density of mangrove with pelecypoda. density a measurement using transect with an area of mangrove plots for trees 10 x 10m, for saplings and seedlings 5 x 5m and 1 x 1m respectively. The density of pelecypoda was measured in 1 x 1m subplot. Density of mangrove trees at first Station was 3367 ind/ha, saplings 5200 ind/ha, 16667 ind/ha seedlings ind/ha, Second Station was 2300 ind/ha for trees, saplings 4800 ind/ha and seedlings 10000 and Third Station was 733 ind/ha for trees, saplings 3456 ind/ha and seedlings was not found. Using criteria from Ministry of Environment, First and Second Station had good condition of mangrove meanwhile Third Station had poor condition of mangrove forest. Pelecypoda density at First Station was 46667 ind/ha, Second Station was 39333 ind/ha and

1

Student of Aquatic Resource Management Programme Study 2

(2)

Third Station was 27333 ind/ha. Two previous station had better density of pelecypoda becouse they had a better mangrove forest condition than The Third Station, so provide better environment for pelecypoda. Regression analysis was used to measure correlation between mangrove density (Independent variable) and pelecypoda density (Dependent variable). Linear regression equation was Y = 0.920x + 23504 and showed that density of pelecypoda has positive correlation with density of mangrove forest (coefficient of determination was 0.99). Anova analysis showed that this linear regression model can be used according significant p value 0.005 (α 0.05).

Keywords : Density, Mangrove, Pelecypoda and Tembeling

PENDAHULUAN

Kelurahan Tembeling memiliki wilayah pesisir yang cukup luas dimana ditemukan berbagai ekosistem yang saling berinteraksi sehingga memungkinkan dapat di akses dengan mudah oleh masyarakat Kelurahan Tembeling. Salah satu ekosistem yang ada di wilayah pesisir Kelurahan Tembeling adalah hutan mangrove yang masih tergolong alami karena belum banyak di manfaatkan oleh masyarakat sekitar

Fungsi ekosistem mangrove dari aspek kimia yaitu memiliki kemampuan dalam proses kimia dan pemulihan (self purification) dan secara rinci memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai penyerap bahan pencemar (environmental service), khususnya bahan-bahan organik, kemudian sebagai sumber energi bagi lingkungan sekitarnya (Aksornkoae dalam Adamy 2009). Selain itu ketersediaan berbagai jenis makanan yang terdapat pada ekosistem mangrove telah manjadikannya sebagai sumber penyedia makanan bagi berbagai jenis biota yang berasiosiasi didalamnya seperti berbagai jenis mollusca salah satunya adalah pelecypoda, secara ekologis, jenis pelecypoda penghuni kawasan hutan mangrove memiliki peranan yang besar dalam kaitannya dengan rantai makanan di kawasan hutan mangrove, karena di samping sebagai pemangsa detritius, pelecypoda berperan dalam proses dekomposisi serasah dan mineralisasi materi organik yang bersifat herbivor dan detrivor.

Pelecypoda merupakan sumber hayati laut yang mempunyai nilai ekonomi penting dan memiliki keanekaragaman tinggi. Oleh karena itu tingkat eksploitasi dewasa ini terus meningkat, sehingga dari segi ekologis bentuk eksploitasi ini dapat mengancam kelestarian populasi pelecypoda, Pelecypoda yang berada di wilayah pesisir hutan mangrove kelurahan

tembeling dapat dijadikan sebagai makanan olahan bagi mayarakat, sedangkan cangkangnya bisa dimanfaatkan sebagai hiasan dinding oleh msyarakat masyarakat kelurahan tembeling

Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu untuk Mengetahui Kepadatan Pelecypoda di Kawasan Hutan Mangrove Kelurahan Tembeling Kabupaten Bintan dan Mengetahui keterkaitan hubungan Pelecypoda dan Hutan Mangrove di Kelurahan Tembeling Kabupaten Bintan

Manfaat Penelitian

manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh keberadaan hutan mangrove terhadap kepadatan pelecypoda yang ada di hutan mangrove Kelurahan Tembeling Kabupaten Bintan

METODE PENELITIAN

Penelitian Ini dilakukan di wilayah pesisir hutan mangrove Kelurahan Tembeling Kabupaten Bintan dan dilaksanakan bulan Februari 2013 bulan Maret 2013.

Alat dan Bahan

Tabel 1. Alat yang digunakan

No Alat-alat Jumlah Satuan 1 2 3 4 5 6 7 8 Thermometer pH Meter Refraktometer DO meter Kamera Rol meter Alat tulis Tali 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1unit 1 gulung Co - 0 /00 Mg/l

(3)

Bahan yang d gunakan 1. Pelecypoda 2. Tisu / kertas

Berdasarkan survey yang dilakukan, di dapat 3 stasiun sebagai titik acuan untuk melakukan penelitian

1. Stasiun pertama merupakan daerah yang tidak mengalami atau tidak mendapat pengaruh dari aktivitas manusia dan hutan mangrovenya memiliki kerapatan yang sangat tinggi maka stasiun pertama dapat dijadikan tolak ukur untuk stasiun lainnya dengan letak 1o0’27.94”N 104o26’55.79”E .

2. Stasiun kedua berkisar 1 Km dari stasiun pertama yaitu daerah yang berada di belakang permukiman warga sehingga terdapat pengaruh dari aktifitas manusia seperti limbah permukiman dan penebangan hutan mangrove maka stasiun ini dapat dijadikan sebagai perbandingan stasiun pertama dengan letak 1o0’36.56”N 104o27’0.86”E.

3. Stasiun ketiga berkisar 1.5 Km dari stasiun kedua yaitu terdapat penambanagan bauksit yang telah berlangsung selama tiga tahun, sehingga membuat penurunanan kualitas air dan kerusakan lingkunagan perairan dan dapat mempengaruhi keberadaan pelecypoda, stasiun ketiga ini di jadikan stasiun perbandingan dari stasiun peratama dana stasiun kedua dengan letak 1o1’9.08”N 104o27’36.58”E

Penentuan pengambilan sampel penelitian digunakan metode transek garis dari arah laut ke darat sepanjang zonasi hutan mangrove, transek garis sebanyak tiga transek diletakan secara acak sebagai stasiun yaitu di tarik garis lurus dr arah pantai ke darat sekitar 100 m sesuai dengan keadaan mangrove yang ada dan masing-masing transek diletakkan petak contoh plot berukuran 10 x 10 dan maksimal 3 plot dengan jarak plot sekitar 5m, bisa dilihat pada Gambar 1

100m Garis patai

Pengambilan Data Mangrove

Pengambilan data mangrove dilakukan dengan menghitung jarak mangrove dengan yang lainnya, pada masing-masing petak contoh yang berukuran 10 x 10 m2. Setiap petak contoh 10 x 10 m2 terdapat pengukuran untuk vegetasi tingkat

pohon, pengukuran 5

x 5 m2 untuk vegetasi tingkat anakan dan

1 x 1 m2 untuk

vegetasi tingkat semai (Gambar 2). Pengambilan data dilakukan satu kali pengulangan pada awal penelitian. Jenis bunga, daun dan buah mangrove untuk setiap jenis mangrove diambil untuk keperluan identifikasi.

Pengambilan sampel pelecypoda

Pengambilan sampel

dilakukan pada transek pengamatan vegetasi 10m x 10m. Dalam setiap petak contoh 10m x 10m tersebut dibuat sub petak dengan lima titik yaitu kanan atas, kiri atas, kanan bawah, kiri bawah dan tengah dimana masing-masing titik tersebut menggunakan transek terbuat dari tali rafia (1 x 1) m, Pengambilan contoh pelecypoda dilakukan pada masing-masing sub-petak di substrat, batang dan akar mangrove

Analisa Data

Kerapatan Hutan Mangrove (

(Kusmana

1997 dalam Susiana 2011)

a. Kerapatan suatu jenis (K)(ind/ha) ∑ Individu suatu jenis K =

Luas petak contoh b. Kerapatan relative suatu jenis (%)

K suatu jenis

KR = x 100%

K seluruh jenis

Kepadatan Pelecypoda

(Brower dan Zar

dalam Adamy 2009):

a. Kepadatan Jenis (D) Ni

D = A

D = Kepadatan Pelecypoda (ind/ 100m2) Ni = Jumlah individu

(4)

b. Kerapatan Relatif

ni = Jumlah individu

ƩN = Total Seluruh Individu (Brower et al. 1990

)

Hubungan Kepadatan dengan Vegetasi Mangrove

Untuk meihat hubungan antara dua variabel (X dan Y)yang berbeda, dilakukan pengujian regresi linear sederhana ( Steel dan Torrie, 1989) dari data kerapatan mangrove dan kepadatan pelecypoda. Dari hasil tersebut dapat diketahui korelasi antara vegetasi mangrove dengan pelecypoda. Rumus yang digunakan : Y = a + bX Y = Kepadatan pelecypoda X = Kerapatan Mangrove a = Konstanta b = koefisien regresi

Hubungan antara kerapatan mangrove dengan kepadatan Pelecypoda dapat dilihat dari besarnya koefisien korelasi (r) dan koefisiens determinasi (R2). Nilai koefisien korelasi berkisar -1 sampai +1, tanda negative (-) menyatakan korelasi negative dan tanda positif (+) menyatakan korelasi positif. Nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 sampai 1. Koefisien determinasi menggambarkan besarnya variasi indeks tetap (Y) dapat diterangkan oleh indeks bebas (X). Sedangkan koefisien korelasi menggambarkan besarnya hubungan antara indeks bebas dengan indeks tetap.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HUTAN MANGROVE

Komposisi Jenis Mangrove

Vegetasi mangrove yang ditemukan dibedakan antara pohon, anakan, dan semai berdasarkan ukuran diameter batangnya. Ditemukan 4 spesies mangrove pada 3 stasiun pengamatan, yaitu Rhizophora sp Avicennia sp Xylocarpus sp Bruguera sp.

Kerapatan Jenis amngrove Stasiun 1

Pada stasiun 1 merupakan ekosistem ekosistem mangrove yang masih alami, jumlah

individu hutan mangrove yang d temukan sebanyak 145 individu yang terdiri dari 3 spesies ( dapat d lihat pada tabel). Kerapatan jenis pada Stasiun 1 yaitu pohon 3367 ind/ha, anakan 5200 ind/ha dan semai 16667 ind/ha, tingkat pohon di temukan yaitu jenis rhizhopora sp 3267 ind/ha dan xylocarpus yaitu 100 ind/ha, Untuk anakan di temukan tingkat kerapatan jenis yang paling tertinggi adalah rhizhopora sp sebanyak 3333 ind/ha dan paling sedikit 800 sedangkan untuk semai kerapatan rhizopora yaitu 13333 ind/ha dan Bruguera sp sebanyak 3333 ind/ha, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel. kerapatan rhizopora pada stasiun ini di dukung oleh subtrat belumpur sesuai dengan pernyataan chaerani dalam Mar’fuah (2005) mengatakan bahwa pada tanah lumpur dan lembek didominasi oleh jenis mangrove, contohnya jenis mangrove Rhizophora sp.

Tabel 2.Jumlah individu mangrove stasiun 1 Jenis pohon anakan semai Rhizopora sp Xylocarpus sp Bruguera sp Jumlah 98 3 0 101 25 6 7 39 4 0 1 5 Stasiun II

Stasiun II merupakan daerah hutan mangrove yang terletak di samping permukiman warga, pada stasiun ini ditemukan 110 individu mangrove yang terdiri dari 3 jenis mangrove yaitu Rhizopora sp, Xylocarpus sp dan Avecenia sp ( dapat dilihat pada tabel). Kerapatan jenis pohon 2300 ind/ha, anakan 4800 ind/ha dan semai 10000 ind/ha. Pada stasiun ini memiliki tingkat kerapatan pohon yang di temukan paling tertinggi yaitu Rhizophora sp sebanyak 1500 ind/ha dan paling sedikit yaitu Xylocarpus sp 100 ind/ha. Untuk anakan di temukan kerapatan tertinggi pada jenis Rhizophora sp sebanyak yaitu 2800 dan terendah Xylocarpus sebanyak 400 sedangkan pada tingkat anakan di temukan kerapatan jenis Avecenia sp yaitu 6667 ind/ha dan Rhizopora yaitu 3333 ind/ha lihat pada tabel 9 dan 10. Berdasarkan KEPMEN LH No 201 Tahun 2004 stasiun 1 dan stasiun 2 dalam kriteria baik memiliki tingkat kerapatan pohon lebih dari 1500 pohon.

(5)

Tabel 3.Jumlah individu mangrove stasiun 2 Jenis Pohon Anakan Semai Rhizopora sp Xylocarpus sp Avecenia sp Jumlah 45 21 6 72 21 3 12 36 0 2 Stasiun III

Stasiun 3 merupakan daerah yang mewakili daerah yang memiliki aktivitas penambangan bauksit,pada stasiun ini d temukan pada fase pohon dan fase anakan terdapat 3 jenis spesies mangrove yaitu Rhizopora sp sebanyak 29 individu, Xylocarpus sp sebanyak 4 individu dan Avecenia sp sebanyak 15 dengan kerapatan jenis pohon 733 ind.ha dan anakan 3467ind/ha. Stasiun ini memiliki tingkat kerapatan pohon yang di temukan paling tertinggi yaitu Rhizophora sp sebanyak 367 ind/ha dan paling terendah Xylocarpus sp 133 ind/ha.

Untuk anakan di temukan kerapatan pada jenis Rhizophora sp sebanyak yaitu 2400 dan Xylocarpus sebanyak 1067 sedangkan untuk tingkat semai tidak ada di temukan. Pada stasiun 3 memiliki tingkat pohon jenis avicennia sp lebih banyak dari pada stasiun lain, ini sesuai dengan pernyataan bengen 2001 berdasarkan jenis-jenis penyusun hutan mangrove dimana avicennia terletak paling luar terdekat dengan laut keadaan tanah lembek dengan subtrat agak berpasir sedikit bahan organik dan biasanya hidup dengan kadar garam agak tinggi.

Tabel 4.Jumlah individu mangrove stasiun 3 Jenis pohon anakan semai Rhizopora sp Xylocarpus sp Avecenia sp Jumlah 11 4 7 22 18 0 8 26 0 0 0 0

Struktur Komunitas

Komposisi Pelecypoda

Pelecypoda yang ditemukan dari 3

stasiun penelitian ada yang berasal dari 3

family yaitu corbiculidae sp, Famili

Isognomonidae sp dan mytilidae.sp dan

terdiri dari 5 spesies yaitu polymesoda

coaxans sp. polymseoda expansa sp,

polymseoda

erosa

sp,

isognomon

ephippium sp dan mytilus edulis sp

a. Family corbiculidae

Spesies dari famili ini ditemukan jenis

polymesoda caxans yang ditemukan pada

stasiun 1 dan polymesoda expansa dan

polymesoda erosa yang ditemukan pada

stasiun 2. Ketiga jenis ini yang ditemukan

lebih suka hidup di substrat yang

berlumpur di dalam hutan mangrove.

b. Famili Isognomonidae

Spesies dari family ini ditemukan

jenis

spesies

isognomon

ephippium,

spesies ini di temukan pada semua

penelitian habitat spesie ini banyak di

temukan menempel pada akar mangrove.

c. Family mytilidae

Spesies dari family ini ditemukan

jenis spesies mytilus edulis, spesies ini di

temukan pada stasiun 3 (tiga) dimana

family jenis ini banyak di temukan

menempel pada subtrat keras yaitu batu

Kepadatan Jenis Pelecypoda

Stasiun 1

Jumlah pelecypoda yang di temukan pada stasiun 1 sebanyak 70 individu dengan tingkat kepadatan 46667 ind/ha yang berasal dari 2 spesies yaitu Polymesoda coaxans sebanyak 33 individu dan Isognomon ephippium sebanyak 37 individu hal ini di karenakan subtract pada stasiun 1 sangat mendukung pertumbuhan pelecypoda sesuai dengan Sahirman (1997) yang menyatakan kerang Polymesoda Coaxans adalah mollusca kawasan mangrove yang secara ekologi mempunyai nilai penting yang relatif rendah karena berkaitan dengan pola hidupnya yang soliter dan menyukai substrat yang berlumpur sedangkan Isognomon ephippium hidup di habitat subtrat keras yaitu menempel pada akar mangrove sehingga kerapatan mangrove sangat mempengaruhi kepadatan spesies ini

.

Stasiun 2

Keberadaan pelecypoda di stasiun

2 di temukan 59 individu

dengan tingkat

kepadatan sebesar 39333 ind/ha. Spesies

yang terdapat di stasiun 2 terdiri dari 3

spesies yaitu Polymesoda expansa 3

indivvidu, Polymesoda erosa 17 individu

(6)

Stasiun 3

Kepadatan Pelecypoda pada stasiun

3 yang ditemukan 41 individu

atau 27333

ind/ha.

Terdapat

2

spesies

yaitu

Isognomon ephippium 28 individu dan

Mytilus edulis 13 individu. Kepadatan

pelecypoda pada stasiun 3 sangat di

pengaruhi

oleh

keadaan

lingkungan

dimana terdapat aktivitas manusia berupa

penambangan bauksit

Parameter fisika-kimia perairan

Parameter fisika-kimia suatu perairan

sangat berpengaruh terhadap lingkungan

perairan

tersebut,

demikian

juga

lingkungan ekosistem mangrove sangat

dipengaruhi oleh kondisi fisika-kimia

perairan.

Parameter

fisika-kimia

di

ekosistem mangrove di wilayah Kelurahan

Tembeling dapat di lihat pada tabel 15.

Tabel 5. Hasil parameter kualitas air

Parameter S1 S2 S3 Suhu (oC) Salinitas (o/oo ) pH DO (ppm) 31.67 29.37 7.48 6.73 31.86 29.72 7.48 6.36 32.36 30.5 7.55 6 Subtrat

Komposisi substrat sangat mempengaruhi struktur penyebaran tumbuhan dan perkembangan jenis biota yang menempati ekosistem tersebut. Tekstur substrat. Pada ekosistem mangrove di Kelurahan Tembeling dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 6. Tipe subtrat

STASIUN TIPE SUBTRAT

1

2

3

Lempung Berdebu

Lempung Berpasir

Berbatu dan berliat

Pasang-Surut (Pasut)

Penentuan pasang surut didapat dari beberapa informasi dari masyarakat nelayan setempat yang bisa di jadikan acuan untuk melakukan penelitian, nelayan setempat bisa memperkirakan terjadinya pasang dan surut dan data pasang-surut di dapat dari instansi terkait yaitu data dari markas Lantamal TNI AL Tanjungpinang

Hubungan

Antara

Kepadatan

Pelecypoda

Dengan

Kerapatan

Mangrove

Kepadatan Pelecypoda pada setiap stasiun memiliki perbedaan, hal ini bisa di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti saat penelitian pada stasiun 2 (dua) dimana pelecypoda telah banyak di ambil msyarakat sekitar untuk di konsumsi sedangkan pada stasiun 3 (tiga) dimana faktor yg mempengaruhi adalah subtrat yang tidak mendukung pertumbuhan pelecypoda. Kepadatan Pelecypoda pada Stasiun 1 memiliki kepadatan 46667 ind/ha, pada stasiun 2 memiliki kepadatan 39333 ind/ha dan pada Stasiun 3 memiliki tingkat kepadatan 27333 ind/ha

Sedangkan kerapatan Mangrove di pengaruhi oleh penebangan pohon mangrove dan jenis subtrat yang tidak mendukung pertumbuhan hutan mangrove. Kerapatan mangrove yang di hasilkan dari total perhitungan tingkat Pohon, tingkat Anakan dan tingkat Semai maka di dapat pada Stasiun 1 memiliki tingkat kerapatan 25233 ind/ha, pada Stasiun 2 memiliki tingkat kerapatan 17100 ind/ha dan pada stasiun 3 memiliki tingkat kerapatan 4200 ind/ha sedangkan dapat dilihat gambar 15

Tabel 7. .K mangrove dan K pelecypoda

X Y Stasiun K. Mangrove (ind/ha) K. Pelecypoda (ind/ha) 1 25233 46667 2 17100 39333 3 4200 27333

Gambar 2. Regresi linear

Analisis yang digunakan untuk menetukan hubungan antara kerapatan

y = 0.9202x + 23504 R² = 0.9999 0 10000 20000 30000 40000 50000 0 10000 20000 30000 K e ra p atan Pe le cypod a (In d /h a)

Kerapatan Mangrove (Ind/ha)

Grafik Regresi Linear

(7)

mangrove dan kepadatan pelecypoda adalah Persamaan Regresi pada persamaan regresi linear dimana x adalah mangrove dan y pelecypoda, dapat di tunjukan oleh persamaan Y= 0.920x + 23504 dengan koefisien determinasi 0.99. Tingkat kepadatan pelecypoda 23504 maka di dapat korelasi positif yaitu 1.00 dimana perubahan 1 individu mangrove dalam tingkat kerapatan mangrove akan menaikan tingkat kepadatan pelecypoda sebesar 1 ind/ha,.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kerapatan mangrove di daerah Kelurahan Tembeling pada stasiun 1 yaitu untuk tingkat pohon 3367 ind/ha, anakan 5200 ind/ha dan semai 16667 ind/ha dan stasiun 2 yaitu tingkat pohon 2300 ind/ha, anakan 4800 ind/ha dan semai 10000 ind/ha. Kedua stasiun ini masuk dalam kategori baik karena lebih dari 1500 pohon ind/ha. Pada stasiun 3 daerah yang memiliki tingkat kerapatan pohon 733 ind/ha, anakan 3467 ind/ha dan semai tidak ada, stasiun ini masuk dalam kategori rusak karena kurang dari 1000 pohon ind/ha

2. Kepadatan pelecypoda paling tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 46667 ind/ha pada stasiun ini mangrove sebagai penyuplai makanan sangat rapat dan di stasiun ini belum ada pengambilan pelecypoda, pada stasiun 2 memiliki kerapatan mangrove hampir sama baiknya dengan stasiun 1 tetapi pada kepadatan pelecypoda lebih sedikit yaitu 39333 ind/ha, karena pada saat penelitian pada daerah ini pelecypoda banyak di ambil oleh masyarakat untuk dikonsumsi sedangkan stasiun 3 memiliki kepadatan pelecypoda sangat sedikit yaitu 27333 ind/ha hal ini di pengaruhi oleh kerapatan mangrove yang sedikit dan subtrat yang tidak mendukung kehidupan pelecypoda 3. Kerapatan mangrove berbanding lurus

(positif) dengan kepadatan pelecypoda apabila kerapatan mangrove bertambah 1 ind/ha maka pelecypoda juga akan bertambah 1 ind/ha, karena di pengaruhi oleh mangrove sebagai habitat dan sumber penyuplai atau sumber makanan utama pelecypoda.

Saran

Untuk melengkapi data penelitian mengenai kerapatan mangrove dan kepadatan pelecypoda di kelurahan tembeling perlu di lakukan penelitian mengenai pengaruh kandungan organik di hutan mangrove sebagai sumber makanan pelecypoda.

UCAPAN TERIMA KASIH :

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis sangat berterima kasih kepada: kepada Ayahnda Amran dan Ibunda Misnah yang telah mengasuh dan mendidik penulis dengan seluruh kemampuannya serta penuh kesabaran dan ketabahan demi keberhasilan penulis dalam menuntut ilmu serta selalu memberikan dorongan semangat dan doa-nya demi keberhasilan penulis untuk mencapai cita-cita. Terima Kasih Dr. Ir. T. Efrizal, M.Si selaku Pembimbing Utama dan Andi Zulfikar, S.Pi, MP yang telah banyak meluangkan waktu dan memberi arahan kepada penulis mulai dari proses awal sampai akhir penelitian. Terima Kasih Terima kasih kepada para penguji penelitian yaitu Diana Azizah, S.P, M.Si, dan T. Said Raza’I S.Pi, MP atas segala krtik dan saran dalam hasil penelitian ini

DAFTAR PUSTAKA

Adamy. K.M.T. 2009. Asosiasi Komunitas Pelecypoda dan Mangrove di Wilayah Pesisir Panimbang Kabupaten Pandeglang, Banten .Institut Peratanian Bogor

Dewiyanti. I. 2004. Struktur komunitas moluska (gastropoda dan bivalvia) serta asosiasinya pada ekosistem mangrove di kawasan pantai Ulee – Lheue. ITB.Bogor

Istiana, Eti. 2004. Keterkaitan Komunitas Pelecypoda Dengan Ekosistem Mangrove di Kawasan BKPH Batu Ampar,KPH Batu Ampar, Pontianak, Kalimantan Barat

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Keputusan Menteri Negara linhkungan hidup No. 201. 2004. Tentang Baku Mutu Kerusakan Mangrov

Gambar

Tabel 1. Alat yang digunakan
Tabel 2.Jumlah individu mangrove stasiun 1  Jenis  pohon  anakan  semai  Rhizopora sp  Xylocarpus sp  Bruguera sp  Jumlah  98 3 0  101  25 6 7 39  4 0 1 5  Stasiun II
Tabel 3.Jumlah individu mangrove stasiun 2  Jenis  Pohon  Anakan  Semai  Rhizopora sp  Xylocarpus sp  Avecenia sp  Jumlah  45  21              6 72  21 3 12 36  0 2  Stasiun III
Tabel 5. Hasil parameter kualitas air  Parameter  S1  S2  S3  Suhu ( o C)  Salinitas ( o / oo  )  pH  DO (ppm)  31.67 29.37 7.48 6.73  31.86 29.72 7.48 6.36  32.36 30.5 7.55 6  Subtrat

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh individu dari masing masing faktor-faktor produksi terhadap jumlah produksi padi ladang yang dihasilkan dapat diketahui dengan Uji t, hasil analisis

Bagaimanakah aktivitas antibakteri senyawa alfa mangostin kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Propionibacterium acne dan.. Staphylococcus

peralatan yang telah digunakan dapat diperbaiki 2.6 Hubungan antara Kompensasi Finansial dan Nonfinansial terhadap Kinerja Karyawan Hasibuan (2008:117)

Manajemen Komunikasi 1 Pengenalan 2 Proses Utama manajemen komunikasi 3 Perencanaan komunikasi 4 Distribusi informasi 5 Mengelola stakeholder 6 Pelaporan kinerja 7 Mengkatkan

Melihat manfaat dari penerapan TI ini untuk terciptanya suatu tata kelola dan Sistem informasi yang sesuai standar maka akan dilakukan sebuah evaluasi tingkat

Lain halnya jika lelang dilakukan secara online, dari segi waktu jauh lebih efisien dibandingkan dengan lelang yang tradisional, karena pada lelang online ini peserta

Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh Al-nitrat dan Al-laktat terhadap konsentrasi Al yang diserap oleh akar serta pengaruh Al-nitrat dan Al-laktat terhadap

Aplikasi AR dengan menggunakan perangkat mobile berupa handphone, Aplikasi AR ini digunakan sebagai model pembelajaran, Pada aplikasi yang dibuat, AR