• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEMBAHASAN. norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi didalam melaksanakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PEMBAHASAN. norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi didalam melaksanakan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kode Etik Profesi

Setiap profesi harus mempunyai kode etik profesi. Kode etik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi didalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya dalam masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petujuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangannya, selain itu juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat.

2.2. Tujua Kode Etik Profesi

Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut :

 Untuk Menjunjung Tinggi Martabat Profesi

Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remes terhadap profesi akan melarang. Oleh karenya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atauk kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segin ini, kode etik juga sering kali disebut kode kehormatan.

(2)

5  Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merupakan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk para anggotanya untuk melaksanakan profesinya.

Kode etik juga sering mengandung peraturan-peraturan yang bertujuan membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.

 Untuk meningkatkan pengabadian para anggota profesi

Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabian profesi, sehingga bagi anggota profesi daapat dengan mudah megnetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.

(3)

6  Untuk meningkatkan mutu profesi

Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.

 Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi

Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartispasi dalam membina organisasi profesi

dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.

Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejateraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.

2.3 Penetapan Kode Etik

Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para naggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika

(4)

7 semua orang yang menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi profesi yang bersangkutan. Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam suatu organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan seccara murini dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran yang serius terhdap kode etik dapat dikenakan sanksi.

2.4 Sanksi Pelanggaran Kode Etik

Sering ktia jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, seingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila hanya demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi-sanksi perdata maupun sanksi-sanksi pidana.

Sebagai contoh dalam hal ini. Jika seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika dianggpakecurangan itu serius ia dapat dituntut di muka pengadilan. Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah si pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.

(5)

8 2.5. Hak dan Kewajiban / Tanggung Jawab Guru

Hak kewajiban guru dan dosen sudah diatur dalam pasal 14, 20, 51 dan 60 undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dose yang berbunyi sebagai berikut :

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan guru berhak :

 Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social.

 Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.

 Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual.

 Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi.

 Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalannya.

 Memiliki kebebasan penilaian dan ikut menentukan kelulusan , penghargaan, dan atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.  Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam menjalankan

tugas.

 Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi.

 Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan.

(6)

9  Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan

kualifikasi akademik dan kompetensi dan atau

 Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya, guru berkewajiban:

 Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.

 Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

 Bertindak objekctif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status social ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.

 Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dank ode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika.

 Memlihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya, dosen berhak :

 Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social.

 Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja

(7)

10  Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas

kekayaan intelektual.

 Memperoleh kesempatan untuk meningktkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

 Memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik dan otonomi keilmuan.

 Memiliki kebebasan dalam meberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik.

 Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban :  Melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada

masyarakat.

 Merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, seta menilai dan mengevaluasi nhasil pembelajaran.

 Meningkatkan dan mengembangakan kualifiaksi akademik dan kompetisi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan, seni.

 Bertindak objekctif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status social ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.

(8)

11  Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dank ode

etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika.

 Memeliharan dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

2.6 Kode Etik Guru Indonesia

Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menuunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarkat. Dengan demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan.

Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkandalam suatu konges yang dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh tanah air, pertama dalam Kongres PGRI XVI tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan

tersebut adalah sebagai berikut:

KODE ETIK GURU INDONESIA

Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhdapa Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-undang

(9)

12 Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdian Republik Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:

1. Guru berbakti membimbing peserta didik untukmembentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.

2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.

3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.

4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yangmenunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.

5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhdap pendidikan.

6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengambangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.

8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.

9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

(10)

13 2.7 Organisasi Profesional Keguruan

Seperti yang telah disebutkan salah satu kriteria jabatan profesional, jabatan profesi harus mempunyai wadah untuk meyatukan gerak langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi, yakni organisasi profesi. Bagi guru-guru di negara kita, wadah ini telah ada yakni Persatuan Guru Republik Indonesia yang lebih dikenal dengan singkatan PGRI. PGRI didirikan di Surakarta pada tanggal 25 November 1945, sebagai perwujudan aspirasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa.

Salah satu tujuan PGRI adalah mempertinggi kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan mereka (Basuni, 1986). Selanjutnya, Basuni menguraikan empat misi utama PGRI, yaitu:(a) Misi politis/ideologi, (b) Misi persatuan organisatoris, (c) Misi profesi, dan (d) Misi kesejahteraan. Kelihatannya, dari praktek pelaksanaan keempat misi tersebut dua misi pertama-misi politis/ideologis, dan misi perasatuan/oranisasi lebih menonjol realisasinya dalam program-program PGRI. Ini dapat dibuktikan dengan telah adanya wakil-wakil PGRI dalam badan legislatif seperti DPR dan MPR. Peranan yang lebih menonjol ini dapat kita pahami sesuai dengan tahap perkembangan bangsa dalam era orde baru ini.

Dalam pelaksanaan misi lainnya, misi kesejateraan, kelihatannya masih perlu ditingkatkan. Sementara misi ketiga, misi profesi, belum tampak kiprah nyatanya dan belum terlalu melembaga.

(11)

14 Dalam kaitannya dengan perkembangan profesional guru, PGRI sampai saat ini masih mengandalkan pihak pemerintah, misalnya dalam merencanakan dan melakukan program-program penataran guru serta program peningkatan mutu lainnya. PGRI belum banyak merencanakan dan melakukan program kualifikasi guru, atau melakukan penelitian ilmiah tentang masalah-masalah profesional yang dihadapi oleh para guru dewasa ini.

Kebanyak kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan mutu profesi biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan-kegiatan ulangtahun atau kongres, baik di pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu, peranan organisasi ini dalam peningkatan mutu profesional keguruan belum begitu menonjo.

Di samping PGRI sebagai satu-satunya organisasi guru-guru sekolah yang diakui pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru yang disebut Musyawarah Guru Mata pelajaran (MGMP) sejenis yang didirikan atas anjuran pejabat-pejabat Departemen Pendidikan Nasional. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesional dari gur dalam kelompoknya masing-masing. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini diatur dengan jadwal yang cukup baik. Sayangnya, belum ada keterkaitan dan hubungan formal antara kelompok guru-guru dalam MGMP ini dengan PGRI.

(12)

15 Selain PGRI, ada lagi organisasi profesional di bidnagn pendidikan yang harus kita ketahui juga yakni Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), yang saat ini mempunya divisi-divisi antara lain: Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN), Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia )HSPBI), dan lain-lain. Hubungan formal antara organisasi-organisasi ini dengan PGRI masih belum tampak secara nyata, sehingga belum didapatkan kerja sama yang saling menunjang dan menguntungkan dalam peningkatan mutu anggotanya. Sebagian anggota PGRI yang sarjana mungkin juga menjadi anggota salah satu divisi dari ISPI, tetapi tidak banyak anggota ISPI staf pengajar di LPTK yang juga menjadi anggota PGRI.

2.8 Contoh Pelanggaran Etika Profesi Guru

Pada bab ini saya mengambil contoh kasus yang ada di Batam, yang diterbitkan oleh beberapa Koran yang tertera dibawah ini:

1. Tuntutan ganti rugi selama kuliah (Mahasiswa Universitas karimun Temui Sani & Mengadukan Nasib Yang Terkatung-katung)

“Terlampir pada daftar gambar, dikutip dari harian pagi Tribun Batam, Kamis, 29 Maret 2012”.

2. Dana Rutin Sekolah Dipangkas.

“Terlampir pada daftar gambar, dikutip dari harian pagi Batam Pos, Selasa, 17 April 2012”

(13)

Referensi

Dokumen terkait

sedangkan sebagai pekerja atau karyawan perawat memilki tanggung jawab terhadap direktur, sebagai profesional perawat memilki tanggung gugat terhadap ikatan profesi dan

kompetensi menyangkut kemampuan dalam menjalankan tugas secara profesional yang meliputi kompetensi materi (substansi), keterampilan, dan metodologi. Personality menyangkut

Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan secara perorangan, tetapi harus dilakukan oleh organisasi, sehingga orang-orang yang tidak menjadi anggota profesi,

Patronase korporasi melahirkan orang-orang yang ―dipelihara‖, apakah secara langsung sebagai pekerja atau dalam konteks kendali organisasi birokrasi profesional. Dalam

Kompetensi profesional, pekerjaan seorang guru merupakan suatu profesi yang tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.. Profesi adalah pekerjaan yang memerlukan

Budaya organisasi menjadi suatu pedoman perilaku bagi anggotanya yang secara tidak sadar diterapkan dalam menjalankan kegiatannya (Wardani, Mukzam dan Mayowan,2016).Hal itu

sebagai berikut. The Liang Gie mengartikan disiplin sebagai suatu keadaan tertib yang mana orang – orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan

Adalah semua kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya yang mengadakan interaksi secara profesional dengan pasiennya. Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk