• Tidak ada hasil yang ditemukan

2015 Lapkir Penyusunan Masterplan Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Bahan Baku Lokal Di Kabupaten Jember

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "2015 Lapkir Penyusunan Masterplan Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Bahan Baku Lokal Di Kabupaten Jember"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN JEMBER

dengan

LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS JEMBER

(2)

Kegiatan : Penyusunan Masterplan Pembangunan Ekonomi Daerah

Judul Pekerjaan : Penyusunan Masterplan Pengembangan Ekonomi Kreatif

Berbasis Bahan Baku Lokal di Kabupaten Jember

Ketua Peneliti : Prof. Dr. Soetriono, MP

Anggota Peneliti :

Pemberi Pekerjaan : Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Jember

Lokasi Pekerjaan : Kabupaten Jember

Lama Pekerjaan : Juli – Oktober 2015

Pelaksana Pekerjaan : Lembaga Penelitian Universitas Jember

Alamat : Jl. Kalimantan No.37 Jember

Sumber Dana : DPA Bappekab Jember

APBD Kab. Jember Tahun Anggaran 2015

Mengetahui, Ketua Lembaga Penelitian

Universitas Jember

Peneliti Ketua

Prof. Ir. Achmad Subagio, M.Agr., Ph.D NIP. 196905171992011001

Prof. Dr. Ir. Soetriono, MP NIP. 196403041989021001

1. Rena Yunita R., SP. M.Si

2. Dra. Sofia, M.Hum

(3)

dalam naskah hasil penelitian ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah di tulis oleh

orang/tim lain, kecuali yang tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber

kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah laporan hasil penelitian ini dapat dibuktikan

terdapat unsur-unsur jiplakan, maka kami besedia dibatalkan dan diproses sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (Undang-undang Nomor 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 25 ayat 2 dan padal 70.

Jember, 2015

Peneliti, Ketua

(4)

Laporan Akhir ini merupakan sebagian realisasi kerjasama antara Pemerintah

Kabupaten Jember (BAPPEKAB) dengan Lembaga Penelitian Universitas Jember, tentang

PENYUSUNAN MASTERPLAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF BERBASIS

BAHAN BAKU LOKAL DI KABUPATEN JEMBER.

Laporan Akhir disusun berdasarkan pemikiran untuk menggali potensi dan

pengembangan ekonomi kreatif yang sebagian besar digerakkan oleh masyarakat dan

sangat potensial menjadi kekuatan dalam mendorong perkembangan ekonomi di

Kabupaten Jember. Masterplan ini merujuk pada “Rencana Aksi Jangka Menengah

2015-2019” dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI agar supaya selaras dengan

masterplan yang akan dijadikan pegangan bagi pembuat kebijakan untuk pengembangan

di wilayah Kabupaten Jember. Uraian Laporan Akhir meliputi latar belakang masalah,

kerangka pemikiran, metode penelitian, gambaran daerah penelitian, hasil dan

pembahasan, dan penutup.

Demikian Laporan Akhir kami ajukan, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan

terimakasih.

(5)

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR IDENTITAS KEGIATAN... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS HASIL PENELITIAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 4

1.4 Ruang Lingkup ... 5

1.5 Skema Konsep... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Keunggulan Komparatif... 7

2.2 Klaster (Cluster) dan Spesialiasi Industri... 8

2.3 Ekonomi Kreatif... 9

2.4 Teori Efisiensi Penggunaan Biaya Produksi... 10

2.5 Teori Pendapatan... 12

2.6 Analisis FFA/Teori Analisis Medan Kekuatan ... 13

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian dan Jangka Waktu... 15

3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian yang Digunakan ... 15

(6)

3.4 Metode Analisis... 16

BAB IV. GAMBARAN DAERAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Wilayah dan Letak Geografis Kabupaten Jember ... 20

4.2 Topografi dan Curah Hujan Di Kabupaten Jember... 20

4.3 Jumlah Penduduk Di Kabupaten Jember ... 22

4.4 Struktur Perekonomian... 26

BAB V. TEMUAN AWAL 5.1 Potensi dan Ragam Ekonomi Kreatif Di Kabupaten Jember ... 27

5.2 Kelayakan Produk-Produk Ekonomi Kreatif Berbahan Baku Lokal ... 54

5.3 Karakteristik dan dan Fungsi Peran Hubungan Berbagai Pemangku Kepentingan (Stakeholder) di Wilayah Sentra Produk Ekonomi Kreatif ... 82

5.4 Faktor Pendorong dan Penghambat Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbahan Baku Lokal Di Kabupaten Jember ... 84

5.5 Sasaran Pengembangan Ekonomi Kreatif di Kabupaten Jember ... 87

PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 111

6.2 Rekomendasi... 114

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul halaman

3.1 Tingkat Urgensi antar Faktor 18

4.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Penduduk di Wilayah Kecamatan Kabupaten Jember Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk Akhir Tahun 2010

23

4.2 Penduduk Umur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama Kabupaten Jember

24

4.3 Jumlah Penduduk di Kabupaten Jember berdasarkan Tingkat Pendidikan 25 4.4 Distribusi Presentase (%) Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga

Berlaku Tahun 2011-2013

26

5.1 Rerata Pendapatan Usaha Kerajinan Batik Tulis per Periode Produksi 56 5.2 Rerata Pendapatan Usaha Kerajinan Egrang “Tanoker” per Periode Produksi 58 5.3 Rerata Pendapatan Usaha Kerajinan Sangkar Burung per Minggu 59 5.4 Rerata Pendapatan Usaha Kerajinan Anyaman Tikar per Bulan 61

5.5 Rerata Pendapatan Usaha Desain Kaos 63

5.6 Rerata Pendapatan Usaha Kerajian Bambu per Pesanan 65

5.7 Rerata Pendapatan Usaha Gerabah 67

5.8 Rerata Pendapatan Usaha Sulam Bordir per hari 69

5.9 Rerata Pendapatan Usaha Kerajian Alat Musik Jimbe dan Rebana 70 5.10 Rerata Pendapatan Usaha Kerajinan Kalung Bahan Baku Tulang 72 5.11 Rerata Pendapatan Usaha Kerajinan Kalung Bahan Baku Kaca 74 5.12 Rerata Pendapatan Usaha Kerajinan Gelang Bahan Baku Kayu Gaharu 75 5.13 Rerata Pendapatan Usaha Kerajinan Cobek per Bulan 77 5.14 Rerata Pendapatan Usaha Kerajinan ulek-ulek atau entong 78 5.15 Rerata Pendapatan Usaha Kerajinan Tasbih (Kolang-kaling) 79 5.16 Rerata Pendapatan Usaha Kerajinan Tasbih (Buah Pocok) 81

5.17 Potensi Ekonomi Kreatif di Kabupaten Jember 83

5.18 Faktor Pendorong dan Penghambat Penyusunan Masterplan Pengembangan Ekonomi Kreatif

86

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul halaman

1.1 Skema Konsep 6

5.1 Produk Motif batik tulis Kabupaten Jember 32

5.2 Produk Egrang Tanoker Kabupaten Jember 34

5.3 Produk Kerajinan Sangkar Burung Kabupaten Jember 35

5.4 Produk Anyaman Tikar Bahan Baku Mendong 36

5.5 Produk Desain Kaos Jember Banget 37

5.6 Produk Kerajinan Bambu 38

5.7 Produk Kerajinan Gerabah 40

5.8 Kerajinan Bordir Sulam 41

5.9 Kerajinan Alat Musik Tradisional (Jimbe dan Rebana) 42

5.10 Kerajinan Kalung Bahan Baku Tulang Sapi 43

5.11 Kerajinan Kalung Bahan Baku Limbah Kaca 44

5.12 Kerajinan Gelang Bahan Baku Kayu Gaharu 45

5.13 Kerajinan Bahan Baku Kayu Aren dan Biji Aren 46

5.14 Kerajinan Bahan Biji Pocok 47

(9)

1.1 Latar Belakang

Era globalisasi informasi, berbagai keunggulan komparatif dan keunggulan

kompetitif yang dimiliki suatu bangsa menjadi semakin transparan dihadapan masyarakat

global tanpa harus menunggu proses waktu yang lama. Pihak-pihak yang memiliki akses

kuat terhadap teknologi informasi, selalu berada di atas angin dalam menyusun strategi

persaingan ekonomi. Globalisasi ekonomi semakin memberikan keleluasaan kepada

setiap pelaku ekonomi dimanapun mereka berada dalam melakukan persaingan tersebut.

Para pelaku ekonomi yang tidak memiliki sistem perekonomian yang efisien, dapat dengan

mudah tersingkirkan walau dari basis wilayahnya sendiri.

Transformasi struktur perekonomian merubah pola konsumsi masyarakat menjadi

semakin terdiversifikasi ke arah produk-produk yang bersifat jasa serta memenuhi baku

mutu tertentu dan tepat waktu. Produk-produk yang masih disajikan secara konvensional,

tidak memenuhi baku mutu dan atau ketersediaannya tidak sesuai waktu, akan cepat

kehilangan peluang pasarnya (Soejono. 2010)

Jawa Timur mempunyai posisi yang strategis di bidang industri karena diapit oleh

dua provinsi besar yaitu Jawa Tengah dan Bali, sehingga menjadi pusat pertumbuhan

industri maupun perdagangan. Jawa Timur mempunyai potensi di bidang Pertanian,

Perkebunan, Niaga, Holtikultura, Perikanan, dan Sumberdaya Energi lainnya serta potensi

industri yang cukup bagus. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur tahun

2013 tumbuh sebesar 6,55 persen dibandingkan dengan tahun 2012. Semua sektor

mengalami pertumbuhan positif, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor pengangkutan

dan komunikasi sebesar 10,43 persen, sedangkan terendah di sektor pertanian sebesar

1,59 persen.

Provinsi Jawa Timur yang kaya dengan potensi sumber daya alam, baik yang

terbarukan (hasil bumi) maupun yang tidak terbarukan (hasil tambang dan mineral).

(10)

dengan meningkatkan industri yang memberikan nilai tambah tinggi dan mengurangi

ekspor bahan mentah.

Mempertimbangkan berbagai potensi dan keunggulan sumberdaya lokal yang

dimiliki, serta tantangan pembangunan yang harus dihadapi, maka pemerintah Provinsi

Jawa Timur memerlukan suatu transformasi ekonomi berupa percepatan dan perluasan

pembangunan ekonomi maju sehingga dapat meningkatkan daya saing sekaligus

mewujudkan kesejahteraan untuk seluruh masyarakat.

Namun demikian, tantangan utama yang dihadapi dalam pengembangan

sumberdaya lokal adalah (1) penyediaan sumber daya kreatif yang profesional, kompetitif,

dan tersebar secara merata di seluruh wilayah; (2) penyediaan sumber daya pendukung

yang berkualitas, beragam, dan kompetitif dengan mengoptimalkan pengelolaan,

perlindungan, dan pemanfaatan sumber daya pendukung secara berkelanjutan; (3)

penguatan struktur industri yang berdaya saing, tumbuh, dan beragam; (4) penyediaan

pembiayaan yang sesuai, kompetitif, dan tersebar di seluruh wilayah; (5) perluasan pasar

di tingkat lokal dan global; (6) penyediaan infrastruktur teknologi yang sesuai, kompetitif,

dan mudah diakses; dan (7) penguatan kelembagaan yang mendukung pengembangan

ekonomi.

Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan

ekonomi kreatif, yaitu sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan

informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari Sumber

Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya.

Mengingat peran ekonomi kreatif yang semakin meningkat bagi perekonomian suatu

wilayah, utamanya terhadap pengembangan ekonomi berbasis sumberdaya lokal semakin

banyak kota yang menjadikan ekonomi kreatif sebagai pemicu utama pengembangan

ekonomi daerahnya.

Untuk dapat mengembangkan ekonomi kreatif secara optimal, terdapat kebutuhan

untuk melihat setiap subsektor ekonomi kreatif dalam tataran yang lebih teknis dan

operasional, sehingga dibutuhkan pemahaman mengenai ekosistem dan peta industri dari

setiap subsektor.

Dengan pemahaman teknis dan operasional yang lebih baik, diharapkan akan

(11)

melihat keterkaitan antar kelompok industri, maka dapat disimpulkan bahwa antara antar

kelompok industri kreatif saling beririsan walaupun setiap kelompok industri memiliki

karakteristik industri yang berbeda.

Di Kabupaten Jember, terdapat beberapa kegiatan ekonomi kreatif yang

menghasilkan berbagai produk, antara lain: (1) kegiatan berkaitan dengan jasa periklanan,

melalui media cetak (surat kabar dan majalah) dan elektronik (televisi dan radio); (2)

kegiatan berkaitan dengan pasar barang-barang yang memiliki nilai estetika seni (galeri

lukisan); (3) kegiatan berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat

atau dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai proses

penyelesaian produknya, antara lain barang kerajinan yang terbuat dari batu berharga,

serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga,

perunggu dan besi), kaca, porselen, kain, marmer, tanah liat, dan kapur; (4) kegiatan

terkait dengan kreasi desain pakaian, produksi pakaian (batik); dan (5) kegiatan kreatif

yang berkaitan dengan usaha pengembangan music dan seni (Jember Festival

Carnaval/JFC).

1.2 Rumusan Masalah

Pertumbuhan ekonomi daerah pada dasarnya dipengaruhi oleh keunggulan

komperatif suatu daerah, spesialisasi wilayah, serta potensi ekonomi yang dimiliki oleh

daerah tersebut. Oleh karena itu pemanfaatan dan pengembangan seluruh potensi

ekonomi menjadi prioritas utama yang harus digali dan dikembangkan dalam

melaksanakan pembangunan ekonomi daerah secara berkelanjutan

Ekonomi kreatif akan sangat berperan dalam mengembangkan job creation,

mengingat besarnya potensi ekonomi kreatif yang dimiliki dengan berbagai karakteristik

masyarakat. Pengembangan ekonomi kreatif juga akan berdampak langsung bagi

masyarakat kalangan menengah ke bawah, mengingat sektor ekonomi kreatif, sebagian

besar digerakkan oleh masyarakat dan sangat potensial menjadi kekuatan untuk

mendorong perkembangan ekonomi. Untuk pengembangan ekonomi kreatif teryakini

bahwa kaloborasi berbagai aktor yang berberan dalam mengembangkan ekonomi kreatif

yang didalamnya terdapat industri kreatif. Peranan pemerintah, intelektual dan pebisnis

(12)

kerjasama ketiganya Intellectuals (I), Bisnis (B) dan Goverment (G) atau I-B-G ini maka

dikuatirkan pengembangan ekonomi kreatif tidak berjalan selaras, efisien dan saling

tumpang tindih. Oleh karena itu untuk menggali potensi dan pengembangan ekonomi

kreatif di Kabupaten Jember di perlukan suatu perencanaan dan program yang saling

terkait ketiganya. Dari uraian tersebut, maka perlu diadakannya penelitian Penyusunan

Masterplan Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Bahan Baku Lokal di Kabupaten

Jember. Adapun rumusan permasalahan dalam penelitian adalah:

1. Bagaimana potensi dan ragam ekonomi kreatif berbahan baku lokal di Kabupaten

Jember baik dari aspek produksi maupun kelembagaan?

2. Apakah produk-produk ekonomi kreatif berbahan baku lokal layak secara ekonomi

untuk diusahakan di Kabupaten Jember?

3. Bagaimana karakteristik dan fungsi peran hubungan berbagai pemangku kepentingan

(stakeholder) di wilayah sentra produk ekonomi kreatif berbahan baku lokal di

Kabupaten Jember?

4. Bagaimana faktor pendorong dan penghambat pengembangan ekonomi kreatif

berbahan baku lokal di Kabupaten Jember?

5. Bagaimana sasaran-sasaran pengembangan ekonomi kreatif berbahan baku lokal di

Kabupaten Jember?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui potensi dan ragam ekonomi kreatif berbahan baku lokal di

Kabupaten Jember baik dari aspek produksi maupun kelembagaan;

2. Untuk menganalisis kelayakan secara ekonomi produk-produk ekonomi kreatif

berbahan baku lokal di Kabupaten Jember;

3. Untuk mengetahui karakteristik dan fungsi peran hubungan berbagai pemangku

kepentingan (stakeholder) di wilayah sentra produk ekonomi kreatif berbahan baku

lokal di Kabupaten Jember;

4. Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat pengembangan ekonomi kreatif

(13)

5. Untuk menyusun sasaran-sasaran pengembangan ekonomi kreatif berbahan baku

lokal di Kabupaten Jember.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah

Sebagai informasi dan bahan masukan dalam merancang pengembangan ekonomi

kreatif berbahan baku lokal dengan tetap mempertimbangkan keunggulan komparatif

maupun kompetitif, sehingga menghasilkan kebijakan yang mendukung visi dan misi

daerah.

2. Bagi pihak lain

Sebagai bahan informasi bagi investor guna untuk ikut serta membangun dan

megembangkan ekonomi kreatif berbahan baku lokal.

3. Bagi peneliti

Penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang

pengembangan ekonomi kreatif berbahan baku lokal berdasarkan potensi di

Kabupaten Jember.

1.4 Ruang Lingkup

1. Mengiventarisasi potensi dan ragam ekonomi kreatif berbahan baku lokal di

Kabupaten Jember baik dari aspek produksi maupun kelembagaan;

2. Menganalisis kelayakan secara ekonomi produk-produk ekonomi kreatif berbahan

baku lokal di Kabupaten Jember;

3. Mendeskripsikan karakteristik dan fungsi peran hubungan berbagai pemangku

kepentingan (stakeholder) di wilayah sentra produk ekonomi kreatif berbahan baku

lokal di Kabupaten Jember;

4. Mengidentifikasi faktor pendorong dan penghambat pengembangan ekonomi kreatif

berbahan baku lokal di Kabupaten Jember;

5. Menyusun sasaran-sasaran pengembangan ekonomi kreatif berbahan baku lokal di

(14)

1.5 Skema Konsep

Gambar 1.1 Skema Konsep

Keunggulan Komparatif

Spesialis Wilayah Potensi Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Jember

Pengembangan Ekonomi kreatif

Dampak terhadap ekonomi masyakat

kalangan bawah

Potensi dan ragam ekonomi kreatif berbahan

baku lokal Sumberdaya

Lokal

Kelayakan secara ekonomi produk-produk industri kreatif

berbahan baku lokal

Karakteristik dan fungsi peran

hubungan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) lokal

Faktor pendorong dan penghambat pengembangan ekonomi kreatif berbahan baku lokal di Kabupaten

Jember

(15)

2.1 Teori Keunggulan Komparatif

Keunggulan komparatif (theory of comparative advantage) merupakan

perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan keunggulan komparatif antarnegara.

Keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu Negara mampu memproduksi barang dan

jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya. Dalam teori

keunggulan komparatif, suatu bangsa dapat meningkatkan standar kehidupan dan

pendapatannya jika negara melakukan spesialisasi produksi barang atau jasa yang

memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi.

Teori ini berlandaskan pada asumsi: (1)Labor Theory of Value , yaitu bahwa nilai

suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan

barang tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja

yang dipergunakan untuk memproduksinya; (2) perdagangan internasional dilihat sebagai

pertukaran barang dengan barang; (3) tidak diperhitungkannya biaya dari pengangkutan

dan lain-lain dalam hal pemasaran; (4) produksi dijalankan dengan biaya tetap, hal ini

berarti skala produksi tidak berpengaruh; (5) faktor produksi sama sekali tidak mobil antar

negara. Oleh karena itu, suatu negara akan melakukan spesialisasi dalam produksi

barang-barang dan mengekspornya bilamana negara tersebut mempunyai keuntungan

dan akan mengimpor barang-barang yang dibutuhkan jika mempunyai kerugian dalam

memproduksi (Ricardo. 1817 dalam Perizade 2011). Keunggulan Kompetitif adalah

merujuk pada kemampuan sebuah organisasi untuk memformulasikan strategi yang

menempatkannya pada suatu posisi yang menguntungkan berkaitan dengan perusahaan

lainnya. Keunggulan Kompetitif muncul bila pelanggan merasa bahwa masyarakat

menerima nilai lebih dari transaksi yang dilakukan dengan sebuah organisasi pesaingnya

(Tangkilisan. 2005 dalam Perizade. 2011)

(16)

2.2 Klaster (Cluster) dan Spesialiasi Industri

Klaster industri pada dasarnya merupakan kelompok aktifitas produksi yang amat

terkonsentrasi secara spasial dan kebanyakan terspesialisasi pada satu atau dua industri

utama saja. Pentingnya tiga jenis penghematan eksternal yang memunculkan sentra

industri: konsentrasi pekerja terampil, berdekatannya para pemasok spesialis, dan

tersedianya fasilitas untuk mendapatkan pengetahuan. Adanya jumlah pekerja terampil

dalam jumlah yang besar memudahkan terjadinya penghematan dari sisi tenaga kerja.

Lokasi para pemasok yang berdekatan menghasilkan penghematan akibat spesialisasi,

yang muncul dan terjadinya pembagian kerja yang meluas antar perusahaan dalam

aktifitas dan proses yang saling melengkapi. Tersedianya fasilitas untuk memperoleh

pengetahuan terbukti meningkatkan penghematan akibat informasi dan komunikasi melalui

produksi bersama, penemuan dan perbaikan dalam mesin, proses dan organisasi secara

umum (Marshal 1920 dalam Kacung Marijan, 2005). Klaster adalah firm-firm yang

terkonsentrasi secara parsial dan saling terkait dalam industri. Klaster sebagai konsentrasi

geografis yang terbentuk dari keterkaitan kebelakang, keterkaitan kedepan, keterkaitan

vertikal dan keterkaitan tenaga kerja (Nadvi dan Schmitz, 1999).

Ada tiga bentuk klaster berdasarkan perbedaan tipe dari eksternalitas dan

perbedaan tipe dari orientasi dan intervensi kebijakan (Kolehmainen, 2002), yaitu :(1) The

Industrial Districts Clustera atau yang biasa disebut dengan Marshalian Industrial District

adalah kumpulan dari perusahaan pada industri yang terspesialisasi dan terkonsentrasi

secara spasial dalam suatu wilayah (Marshal,1920). Pandangan Marshal mengenai

industrial districtmasih relevan sampai saat ini dan secara empiris masih dapat dijumpai;

(2) The industrial complex cluster berbasis pada hubungan antar perusahaan yang

teridentifikasi dan bersifat stabil yang terwujud dalam perilaku spasial dalam suatu wilayah.

Hubungan antar perusahaan sengaja dimunculkan untuk membentuk jaringan

perdagangan dalam klaster; (3) The Social Network cluster menekankan pada aktifitas

sosial, ekonomi, norma–norma institusi dan jaringan. Model ini berdasarkan pada

kepercayaan dan bahkan hubungan informal antar personal. hubungan interpersonal dapat

menggantikan hubungan kontrak pasar atau hubungan hirarki organisasi pada proses

(17)

Spesialisasi Menurut OECD (2000), spesialisasi industri menunjukkan bahwa

aktivitas ekonomi pada suatu wilayah dikuasai oleh beberapa industri tertentu. Suatu

wilayah dapat diartikan sebagai wilayah yang terspesialisasi apabila dalam sebagian kecil

industri pada wilayah tersebut memiliki pangsa yang besar terhadap keseluruhan industri.

Struktur industri yang terspesialisasi pada industri tertentu menunjukkan bahwa wilayah

tersebut memiliki keunggulan berupa daya saing pada industri tersebut.

2.3 Ekonomi Kreatif

Industrialisasi telah menciptakan pola kerja, pola produksi dan pola distribusi yang

lebih murah dan lebih efisien. Penemuan baru di bidang teknologi informasi dan

komunikasi seperti internet, email,Global System for Mobile communications(GSM) telah

menciptakan hubungan saling ketergantungan antar manusia sehingga mendorong

manusia menjadi lebih aktif dan produktif dalam menemukan teknologi-teknologi baru.

Dampak lain yang muncul akibat dari fenomena perubahan ini adalah munculnya daya

saing atau kompetisi pasar yang semakin besar. Kondisi ini menuntut perusahaan mencari

cara agar bisa menekan biaya semurah mungkin dan se‐efisien mungkin guna

mempertahankan eksistensinya. Negaranegara maju mulai menyadari bahwa saat ini

tidak bisa hanya mengandalkan bidang industri sebagai sumber ekonomi di negaranya

tetapi mereka harus lebih mengandalkan Sumber Daya Manusia yang kreatif karena

kreativitas manusia itu berasal dari daya pikirnya yang menjadi modal dasar untuk

menciptakan inovasi dalam menghadapi daya saing atau kompetisi pasar yang semakin

besar.

Pada tahun 1990an dimulailah era ekonomi baru yang mengutamakan informasi

dan kreativitas dan populer dengan sebutan Ekonomi Kreatif yang digerakkan oleh sektor

industri yang disebut Industri Kreatif. Ekonomi kreatif adalah pemanfaatan cadangan

sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tak terbatas, yaitu ide, gagasan, bakat

atau talenta dan kreativitas. Nilai ekonomi dari suatu produk atau jasa di era kreatif tidak

lagi ditentukan oleh bahan baku atau sistem produksi seperti pada era industri, tetapi lebih

kepada pemanfaatan kreativitas dan penciptaan inovasi melalui perkembangan eknologi

(18)

mengandalkan harga atau kualitas produk saja, Tetapi harus bersaing berbasiskan inovasi,

kreativitas dan imajinasi. Menurut Departemen Perdagangan, (2007) ada beberapa arah

dari pengembangan industri kreatif ini, seperti pengembangan yang lebih menitikberatkan

pada industri berbasis: (1) lapangan usaha kreatif dan budaya (creative cultural industry);

(2) lapangan usaha kreatif (creative industry), atau (3) Hak Kekayaan Intelektual seperti

hak cipta (copyright industry). Indonesia juga menyadari bahwa industri kreatif merupakan

sumber ekonomi baru yang wajib dikembangkan lebih lanjut di dalam perekonomian

nasional.

Ekonomi kreatif erat kaitannya dengan industri kreatif, namun ekonomi kreatif

memiliki cakupan yang lebih luas dari industri kreatif. Ekonomi kreatif merupakan

ekosistem yang memiliki hubungan saling ketergantungan antara rantai nilai kreatif

(creative value chain); lingkungan pengembangan (nurturance environment); pasar

(market) dan pengarsipan (archiving). Ekonomi kreatif tidak hanya terkait dengan

penciptaan nilai tambah secara ekonomi, tetapi juga penciptaan nilai tambah secara sosial,

budaya dan lingkungan. Oleh karena itu, ekonomi kreatif selain dapat meningkatkan daya

saing, juga dapat meningkatkan kualitas hidup Bangsa Indonesia.

Industri kreatif merupakan bagian atau subsistem dari ekonomi kreatif, yang terdiri

daricore creative industry, forward and backward linkage creative industry.Core creative

industry adalah industri kreatif yang penciptaan nilai tambah utamanya adalah dengan

memanfaatkan kreativitas orang kreatif. Dalam proses penciptaan nilai tambah tersebut,

Core creative industry membutuhkan output dari industri lainnya sebagai input. Industri

yang menjadi input bagicore creative industry disebut sebagaibackward linkage creative

industry. Output dariCore creative industryjuga dapat menjadi input bagi industri lainnya,

yang disebut sebagaiforward linkage creative industry.

2.4. Teori Efisiensi Penggunaan Biaya Produksi

Kondisi persaingan produk-produk yang dihasilkan dalam kegiatan agroindustri,

menuntut pengelola untuk meningkatkan efisiensi dalam setiap tahapan produksi.

Perencanaan produksi, distribusi pemasaran dan keuangan harus selalu mengacu pada

pencapaian tingkat efisiensi yang setinggi-tingginya. Menurut Rachman dan Sumedi

(19)

produsen di satu sisi akan memacu kinerja dan kreasi pelaku produksi agroindustri dalam

meningkatkan kualitas produk, keragaman produk ke dalam perusahaan akan

meningkatkan kinerja dan efisiensi. Di sisi lain tuntutan konsumen yang semakin tinggi

terhadap mutu produk dan keragamannya juga akan merangsang kinerja agroindustri

secara keseluruhan.

Efisiensi dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: efisiensi teknis,

efisiensi alokatif (harga) dan efisiensi ekonomi. Suatu penggunaan faktor produksi

dikatakan efisien secara teknis apabila faktor produksi yang dipakai menghasilkan

produksi yang maksimum. Produsen mendapatkan keuntungan besar dari kegiatan

usahanya, misalnya karena pengaruh harga, maka produsen tersebut dapat dikatakan

mengalokasikan faktor produksinya secara efisien harga. Selanjutnya dikatakan efisien

ekonomi kalau usaha yang dilakukan produsen mencapai efisiensi teknis sekaligus

mencapai efisiensi harga (Soekartawi, 1999).

Efisiensi merupakan tujuan esensial dalam alokasi sumberdaya. Setiap

agroindustri memiliki tujuan yaitu memaksimumkan keuntungan yang diperoleh melalui

pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki. Salah satu konsep efisiensi adalah konsep

keuntungan ekonomi yang memperhitungkan biaya imbangan (opportunity cost) dari

penggunaan faktor produksi. Menurut Haryanto (1989) efisiensi ekonomi menggambarkan

kombinasi penggunaan input-input yang memaksimalkan tujuan, baik secara

parsial/secara keseluruhan. Efisiensi suatu usaha dipengaruhi oleh pendapatan kotor dari

total biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Suatu usaha bisa dikatakan efisien

apabila pendapatan yang diterima lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang

dikeluarkan. Selanjutnya menurut Downey (1989) efisiensi diartikan sebagai peningkatan

rasio antara keluaran dan masukan. Konsep tersebut berlaku pada setiap tahapan

produksi.

Salah satu analisis untuk mengetahui efisiensi secara ekonomi adalah analisa R/C

ratio. Analisa R/C digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi biaya produksi, yaitu

dengan membandingkan total penerimaan (TR) dengan total biaya (TC).Tingginya nilai

R/C disebabkan oleh produksi yang diperoleh dan harga komoditi yang sangat

berpengaruh terhadap penerimaan perusahaan sebagai pengusaha. Pengusaha harus

(20)

oleh pengetahuan, keterampilan pengusaha dalam penggunaan input, teknologi dan

curahan tenaga kerja yang berorientasi pada pen¬capaian produksi yang maksimum

dengan dasar pertimbangan efisiensi (Haryanto. 1998). Semakin besar R/C ratio maka

akan semakin besar pula keuntungan yang diperoleh pengusaha. Hal ini dapat dicapai bila

pengusaha mampu meng¬alokasikan faktor-faktor produksi dengan lebih efisien

(Longenecker, 2001)

2.5. Teori Pendapatan

Proses produksi untuk menghasilkan barang adalah kegiatan produsen, yang

pada dasarnya mengkombinasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output

tertentu, untuk memperoleh keuntungan maksimum. Keuntungan yang maksimum

diperoleh jika suatu proses produksi yang efisien secara teknis maupun secara ekonomi.

Ada beberapa macam biaya produksi: (1) biaya tenaga kerja adalah sejumlah biaya yang

harus dikeluarkan oleh produsen untuk penggunaan tenaga kerja dalam proses

produksinya. Upah (wage, salary) adalah imbalan untuk penggunaan setiap satuan tenaga

kerja; (2) biaya barang modal adalah sejumlah biaya implisit yang harus dikeluarkan oleh

produsen dalam penggunaan barang modal bagi proses produksinya. Biaya produksi

barang modal dalam pengertian ekonomi bukanlah besarnya biaya yang dikeluarkan untuk

menggunakan alat/mesin misalnya, akan tetapi biaya atas pendapatan alat/mesin tersebut

andaikata disewakan kepada pengusaha lain; dan (3) biaya kewirausahaan adalah biaya

yang timbul karena resiko usaha yang ditanggung oleh pengusahaan sebagai wirausaha

dalam mengkombinasikan faktor-faktor produksi dalam suatu proses produksi. Wirausaha

menghadapi resiko kegagalan dari apa yang dilakukan dalam memproduksi barang dalam

proses produksinya. Untuk memperoleh balas jasa tersebut, maka wirausaha memperoleh

laba ekonomi (economic profit), yaitu kelebihan pendapatan yang diperoleh dari usaha

produksinya, dibandingkan dengan memilih alternatif usaha lain (Wibowo R, 2002).

Pendapatan yang sebesar-besarnya merupakan sasaran akhir bagi pengusaha.

Dengan kemampuan mengelola unsur-unsur produksi pengelola mencoba menerapkan

prinsip-prinsip ekonomi yang dapat mempengaruhi tujuan usahanya. Kondisi ekonomi

pada hakekatnya ditentukan oleh harga hasil-hasil yang diterima pengusaha dan biaya

(21)

usaha, maka perlu dilakukan analisis pendapatan. Analisis pendapatan memerlukan dua

keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu

tertentu.

Menurut Wibowo (1998), biaya produksi merupakan pengeluaran selama proses

produksi meliputi pengeluaran untuk faktor-faktor produksi dan jasa yang digunakan dalam

proses produksi. Dalam jangka pendek, biaya produksi itu terdiri dari biaya tetap dan biaya

variabel. Dalam jangka panjang, seluruh pengeluaran merupakan biaya variabel karena

semua input yang digunakan bersifat variabel. Biaya total (TC) merupakan penjumlahan

biaya tetap total dan biaya variabel total. Sedangkan pendapatan merupakan selisih antara

penerimaan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan. Selisih antara total penerimaan

(TR) dan total biaya (TC) disebut pendapatan bersih atau profit. Selanjutnya menurut

Rahardja dan Mandala (2000) biaya total jangka pendek (total cost) sama dengan biaya

tetap ditambah biaya variabel. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang besarnya tidak

tergantung pada jumlah produksi, contohnya biaya barang modal, gaji pegawai, bunga

pinjaman dan lain-lain. Biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang besarnya

tergantung pada tingkat produksi, contohnya upah buruh, biaya bahan baku dan lain-lain.

Menurut Longenecker, dkk (2001), biaya memiliki perilaku yang berbeda sejalan dengan

peningkatan atau penurunan kuantitas yang diproduksi atau yang dijual. Total biaya

variabel adalah biaya yang meningkat secara keseluruhan sejalan dengan meningkat¬nya

kuantitas produk yang terjadi ketika sebuah produk dibuat dan dijual. Total biaya tetap

adalah biaya yang tetap pada tingkatan kuantitas penjualan yang berbeda.

2.6 Analisis FFA / Teori Analisis Medan Kekuatan

Analisis medan kekuatan (Force Field Analysis) adalah suatu cara/alat atau

metode untuk menelaah suatu situasi yang ingin dirubah menuju tujuan tertentu. Situasi

atau keadaan itu dapat saja berupa keadaan pribadi, lingkungan, organisasi, proyek, dan

sebagainya. Metode ini dapat juga digunakan dalam perancangan program, khususnya

program-program jangka pendek.

Menurut Sianipar (2003), Force Field Analysis atau analisis medan kekuatan

adalah suatu alat yang tepat digunakan dalam merencanakan perubahan. Konsep

(22)

bahwa dalam era perubahan, manajemen itu adalah antisipasi, adaptasi atau proses

perubahan internal suatu organisasi agar dapat memenuhi tutuntutan perubahan

lingkungan. Memastikan bahwa setiap individu, kelompok kerja dan sumberdaya lainnya

tetap memiliki keunggulan dalam memberikan kontribusi maksimal terhadap pencapaian

misi organisasi.

Sebuah organisasi harus melakukan adaptasi eksternal dan integrasi internal

secara terus menerus. Individu-individu berintegrasi melakukan perubahan-perubahan

atau membuat diversifikasi agar selalu sesuai dengan tuntutan lingkungan. Merubah

tingkah laku dan memanfaatkan energi individu dalam memenuhi tuntutan lingkungan

(Sianipar, 2003).

Berdasarkan konsep pemikiran dalam sebuah organisasi, maka dalam

menciptakan perubahan ada dua kondisi yang harus diperhatikan, yaitu faktor yang

mendorong dan faktor yang menghambat perubahan. Oleh karena itu, untuk mengatasi

kondisi yang saling kontradiktif ini, maka perlu dilakukan analisis medan kekuatan (FFA)

(23)

3.1 Lokasi Penelitian dan Jangka Waktu

Penetapan lokasi penelitian adalah Kabupaten Jember dengan pertimbangan

bahwa wilayah tersebut memiliki potensi untuk pengembangan ekonomi kreatif dengan

sumberdaya lokal. Waktu penelitian dilaksanakan selama 4 (empat) bulan terhitung sejak

penandatangan Surat Perjanjian Kerjasama.

3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian yang Digunakan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dan analitik

komparatif. Metode deskriptif bertujuan untuk membuat gambaran secara sistimatik,

faktual dan akurat mengenai fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

Metode analitik berfungsi mengadakan pengujian dengan hipotesis dan interpretasi

terhadap hasil analisis. Metode komparatif digunakan untuk membandingkan fenomena

atau kejadian yang muncul untuk mendapatkan pengetahuan tentang daetah penelitian

(Nazir,1999).

Rancangan penelitian adalah pokok-pokok perencanaan dari keseluruhan

kegiatan penelitian dalam suatu naskah. Rancangan penelitian menggambarkan seluruh

aktivitas penelitian terdiri dari rumusan masalah, penghimpunan data, analisa data dan

hasil dalam bentuk laporan

3.3 Teknik Pengambilan dan Pengumpulan Data

Teknik pengambilan sampelquotayaitu sampel ditetapkan jumlahnya oleh peneliti

atau dengan sistem jatah. Informasi yang dihimpun adalah pendapat secara makro terkait

dengan substansi penelitian. Penentuan kuota didasarkan pada karakteristik populasi,

yaitu beraktivitas dalam ekonomi kreatif.

Teknik pengumpulan data dengan wawancara, pada dasarnya sama dengan

angket tetapi pertanyaan diajukan secara lisan. Alat pengumpul data dalam wawancara

disebut pedoman wawancara (ada yang tertruktur dan bebas seperti pada angket).

(24)

Keuntungan dari teknik ini adalah peneliti dapat mengetahu kondisi informan serta

ekspresi dari informan. Adapun faktor yang mempengaruhi hasil wawancara adalah

peneliti (pewawancara), responden (biasanya dalam wawancara disebut informan karena

memberikan pernyataan lisan atau informasi), topik penelitian dan situasi saat wawancara

(Luwesagustina. 2010).

3.4 Metode Analisis

3.4.1 Analisis Biaya dan Pendapatan

Rahardja dan Manurung (2000) mengemukakan pendapatnya bahwa total biaya

(total cost) yang terdiri dari total biaya tetap (Total Fixed Cost) dan total biaya variabel

(Total Variable Cost), dapat diformulasikan dalam rumus sebagai berikut:

TC= FC + VC

Keterangan:

TC =Total cost(Rp)

FC =Fixed cost(Rp)

VC =Varible cost(Rp).

Penerimaan diperoleh dengan mengalikan besarnya produksi dengan harga jual

yang berlaku pada saat penelitian. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

TR= P × Q

Keterangan:

TR =Total Revenue(Rp).

P =Priceatau Harga jual (Rp).

Q =Quantityatau Jumlah produksi (Kg/unit).

Sedangkan untuk mengetahui tingkat pendapatan maka dianalisis dengan formula

sebagai berikut (Soekartawi, 1999):

Y = TR – TC

TR = P.Q

TC = TFC + TVC

Keterangan:

Y = Pendapatan yang diperoleh (Rp)

(25)

Q = Jumlah output yang dijual (kg/unit)

TR = Total penerimaan (Rp)

TC = Total biaya (Rp)

TFC = Total biaya tetap (Rp)

TVC = Total biaya variabel (Rp)

Kriteria Pengambilan Keputusan:

1. Apabila hasil analisis diperoleh TR > TC, maka pengusaha kerajinan ekonomi kreatif

menguntungkan.

2. Apabila hasil analisis diperoleh TR = TC, maka pengusaha kerajinan ekonomi kreatif

berada pada kondisi impas.

3. Apabila hasil analisis diperoleh TR < TC, maka pengusaha kerajinan ekonomi kreatif

tidak menguntungkan (rugi).

3.4.2 Analisis FFA

Penentuan strategi pengembangan ekonomi kreatif berbahan baku lokal

berdasarkan faktor-faktor pendorong dan faktor penghambat. Penentuan faktor pendorong

dan penghambat tersebut dari wawancara dengan expert kemudian dianalisis

menggunakan metode FFA (Force Field Analysis) atau analisis medan kekuatan. Analisis

ini berguna untuk menentukan arah perubahan dari sebuah kegiatan, dalam hal ini adalah

pengembangan ekonomi kreatif berbahan baku lokal.

Menurut Sianipar (2003), faktor-faktor yang merupakan pendorong dan

penghambat itu bersumber dari internal dan eksternal. Pendorong merupakan perpaduan

antara kekuatan (strengths) dan kesempatan (opportunities), sedangkan penghambat

adalah perpaduan antara kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Pada praktik

FFA ini, hanya dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor pendorong dan faktor penghambat.

Alasannya yang pertama adalah memudahkan peneliti dalam menentukan sekaligus

memasukkan faktor-faktor yang ada dilapang ke dalam faktor pendorong dan faktor

penghambat. Kedua, penentuan faktor tersebut berdasarkan teori dan pengembangan di

lapang secara makro, artinya tidak berada dalam suatu instansi/kelompok tertentu.

Penilaian terhadap setiap faktor yang teridentifikasi sangat menentukan faktor

(26)

penghambat pengembangan ekonomi kreatif berbahan baku lokal. Ada beberapa aspek

yang perlu diperhatikan dalam menilai setiap faktor, yaitu :

1) Urgensi faktor terhadap tujuan, terdiri dari Nilai Urgensi (NU) dan Bobot Faktor (BF),

2) Dukungan faktor terhadap tujuan, terdiri dari Nilai Dukungan (ND) dan Nilai Bobot

Dukungan (NBD), dan

3) Keterkaitan antar faktor terhadap tujuan, terdiri dari Nilai Keterkaitan (NK), Nilai

Rata-rata Keterkaitan (NRK), dan Nilai Bobot Keterkaitan (NBK).

Penilaian setiap faktor pendorong dan faktor penghambat tersebut dapat dilakukan

secara kuantitatif, tetapi tanpa didukung dengan data yang akurat sangat sulit dilakukan.

Secara umum, maka penilaian tersebut dapat dilakukan menggunakan nilai kualitatif yang

dikuantifikasikan. Menentukan aspek nilai urgensi (NU) dari setiap faktor pendorong dan

faktor penghambat, maka dapat dilakukan dengan teknik komparasi. Teknik komparasi

disini yaitu dengan membandingkan antara satu faktor dengan faktor yang lainnya dengan

menggunakan pertanyaan “mana yang lebih urgen antara faktor D1 dan D2 dalam

mendukung pencapaian tujuan”. Pada penilaian nilai urgensi faktor ini maka didesain suatu

format komparasi seperti disajikan Tabel 3.1

Tabel 3.1 Tingkat Urgensi antar Faktor

No. Faktor-faktor

Tingkat Komparasi Urgensi Faktor Nilai Urgensi

(NU)

D1 D2 D3 D4

1. D1 x

2. D2 x

3. D3 x

4. D4 x

Total Nilai Urgensi (TNU)………=

Penentuan nilai untuk aspek dukungan dan aspek keterkaitan faktor menggunakan

skala likert. Memperhatikan faktor pendorong dan penghambat yang teridentifikasi secara

langsung dari expert, maka dapat dinilai secara kuantitatif dengan memakai skala nilai

antara 1 – 5. ketentuan nilai tersebut yaitu,

Angka 5 : sangat tinggi (nilai dukungan/nilai keterkaitan).

Angka 4 : tinggi (nilai dukungan/nilai keterkaitan).

(27)

Angka 2 : kurang (nilai dukungan/nilai keterkaitan).

Angka 1 : sangat kurang (nilai dukungan/nilai keterkaitan).

Berdasarkan nilai tersebut kemudian dihitung nilai urgensi dari setiap faktor yang

diperbandingkan. Nilai urgensi masing-masing faktor selanjutnya dilakukan pembobotan

kemudian dimasukkan dalam tabel evaluasi. Nilai akhir dari tabel evaluasi adalah nilai

faktor kunci keberhasilan (FKK). Nilai FKK masing-masing faktor pendorong dan

penghambat kemudian dibuat grafik. Besarnya nilai FKK diwujudkan dalam bentuk garis

dengan arah yang berlawanan antara faktor pendorong dan faktor penghambat. Grafik

skala tersebut menunjukkan seberapa besar nilai masing-masing faktor untuk mendorong

atau menghambat pengembangan ekonomi kreatif berbahan baku lokal. Berdasarkan

grafik tersebut dapat dirumuskan strategi yang tepat untuk diterapkan dalam

(28)

4.1 Kondisi Wilayah dan Letak Geografis Kabupaten Jember

Kabupaten Jember memiliki wilayah seluas 3.293.34 Km2 atau 329.333 hektar, yang terbagi menjadi 31 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Balung, Ambulu, Wuluhan,

Puger, Gumukmas, Kencong, Kaliwates, Tempurejo, Sumbersari, Ledokombo,

Bangsalsari, Mumbulsari, Umbulsari, Mayang, Pakusari, Sukowono, Jenggawah, Kalisat,

Arjasa, Jelbuk, Tanggul, Rambipuji, Silo, Patrang, Sumberjambe, Sukorambi, Sumberbaru,

Panti. Dilihat dari sisi luas, wilayah terluas adalah Kecamatan Tempurejo yang mencapai

524,46 Km2 dan yang tersempit adalah Kecamatan Kaliwates seluas 24,94 Km2, secara administratif wilayah Kabupaten Jember terbagi menjadi 31 Kecamatan. Batas-batas

administratif Kabupaten Jember adalah sebagai berikut:

• Barat : Kabupaten Bondowoso dan Probolinggo • Selatan : Samudra Indonesia

• Timur : Kabupaten Banyuwangi

• Utara : Kabupaten Bondowoso dan Probolinggo

4.2 Topografi dan Curah Hujan Di Kabupaten Jember

Bentuk wilayah (topografi) Kabupaten Jember terbagi atas dataran landai/rendah

berbukit sampai bergunung. Dataran rendah antara lain meliputi Kecamatan-Kecamatan

Kencong, Gumukmas, Puger, Wuluhan, Ambulu, Tempurejo, Mayang, Mumbulsari,

Jenggawah, Ajung, Rambipuji, Balung, Umbulsari, Semboro, Jombang, Bangsalsari,

Pakusari, Kaliwates, Sumbersari. Wilayah berbukit sampai bergunung antara lain meliputi

wilayah kecamatan-kecamatan Silo, Sumberbaru, Tanggul, Bangsal, Panti, Sukorambi,

Arjasa, Kalisat, Ledokombo, Sumberjambe, Sukowono, Jelbuk dan Patrang.

Tinggi tempat wilayah kabupaten Jember terletak antara 0 - >1.000 meter di atas

permukaan laut (m dpl). Berdasarkan ketinggian tempat tersebut, maka wilayah Kabupaten

(29)

1. Ketinggian 0 – 25 m dpl meliputi luas wilayah 591,20 Km2 (17,95 % dari luas

wilayah Kabupaten Jember dan meliputi Kecamatan Kencong, Gumukmas, Puger,

Wuluhan, Ambulu, Tempurejo, Balung, Umbulsari, Semboro, Jombang,

Sumberbaru, Tanggul, Sumbersari;

2. Ketinggian 25 – 100 m dpl meliputi luas wilayah 681,68 Km2 (20,70 % dari luas

wilayah Kabupaten Jember) dan meliputi Kecamatan Gumukmas, Puger, Wuluhan,

Ambulu, Tempurejo, Silo, Mayang, Mumbulsari, Jenggawah, Ajung, Rambipuji,

Balung, Umbulsari, Semboro, Sumberbaru, Tanggul, Bangsalsari, Panti, Sukorambi,

Patrang ;

3. Ketinggian 100 – 500 m dpl meliputi luas wilayah 1.243,08 Km2 (37,75 % dari luas

wilayah Kabupaten Jember) dan meliputi Kecamatan Gumukmas, Puger, Wuluhan,

Ambulu, Tempurejo, Silo, Mayang, Mumbulsari, Jenggawah, Semboro, Sumberbaru,

Tanggul, Bangsalsari, Panti, Sukorambi, Arjasa, Pakusari, Kalisat, Ledokombo,

Sumberjambe, Sukowono, Jelbuk, Kaliwates, Sumbersari, Patrang;

4. Ketinggian 500 – 1.000 m dpl meliputi luas wilayah 520,43 Km2 (15,80 % dari luas

wilayah Kabupaten Jember) dan meliputi Kecamatan Gumukmas, Tempurejo, Silo,

Mayang, Mumbulsari, Sumberbaru, Tanggul, Bangsalsari, Panti, Sukorambi, Arjasa,

Ledokombo, Sumberjambe, Jelbuk, Kaliwates, Sumbersari;

5. Ketinggian > 1.000 m dpl meliputi luas wilayah 225,62 Km2 (7,80 % dari luas

wilayah Kabupaten Jember) dan meliputi Kecamatan Tempurejo, Silo, Tanggul,

Bangsalsari, Panti, Sukorambi, Arjasa, Ledokombo, Sumberjambe, Jelbuk.

Kabupaten Jember memeiliki curah hujan bulanan pada tahun 2013 adalah

berkisar antara 48,6 mm3 sampai dengan 257,8 mm3, rata-rata curah hujan per hari

tertinggi terjadi pada bulan November di Kecamatan Wuluhan, stasiun pengukur

Tanjungrejo yang mencapai 47,9 mm3. Musim kemarau terjadi pada bulan

Juni-September, hal ini berkaitan dengan arus angin yang berasal dari arah Australia dan tidak

mengandung uap air. Musim penghujan berlangsung pada bulan Januari sampai dengan

(30)

4.3 Jumlah Penduduk Di Kabupaten Jember

Menurut hasil Sensus Penduduk tahun 2010, tercatat bahwa jumlah penduduk

Jember adalah 2.332.726 jiwa, dengan rincian 1.185.870 jiwa adalah perempuan dan

1.146.856 jiwa adalah lelaki. Sex rasio adalah 96,71% artinya jumlah penduduk

perempuan 3,29% lebih banyak dibanding jumlah penduduk laki-laki. Dengan demikian,

rasio jenis kelamin sebesar 96,71% yang berarti setiap 100 penduduk perempuan terdapat

96,71 penduduk laki-laki. Kepadatan penduduk Kabupaten Jember 708,32 jiwa per km2. Diantara kecamatan-kecamatan yang ada, Kecamatan Sumbersari merupakan kecamatan

dengan penduduk terbanyak, dengan jumlah penduduk sebesar 126.279 jiwa. Sedangkan

Kecamatan Jelbuk adalah kecamatan paling sedikit jumlah penduduknya dengan jumlah

penduduk sebesar 31.962 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk

di Kecamatan-kecamatan yang terjadi tidak disertai adanya pemerataan penyebaran

penduduk.

Kepadatan penduduk di Kabupaten Jember, untuk peningkatan jumlah penduduk di

wilayah kecamatan tidak disertai dengan adanya pemerataan penyebaran penduduk. Hal

ini dikarenakan besarnya jumlah penduduk yang ada pada wilayah kecamatan jumlahnya

tidak diimbangi dengan luas wilayah kecamatan, sehingga tidak bisa dipungkiri jika di

Kabupaten Jember telah terjadi adanya kepadatan penduduk. Secara jelas keadaan

penduduk berdasarkan jenis kelamin di wilayah kecamatan Kabupaten Jember Tahun

2010 disajikan pada Tabel 4.1.

Peranan agroindustri pengolahan sangat penting guna meningkatkan permintaan,

diversifikasi konsumsi, dan meningkatkan daya tahan hasil pertanian. Peranan lain yang

tak kalah pentingnya adalah menciptakan nilai tambah, membagi pendapatan, dan

meningkatkan devisa serta menyerap tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja pada

agroindustri mengalami perubahan yang berfluktuasi dari tahun ke tahun tetapi cenderung

meningkat. Penyerapan tenaga kerja yang terus meningkat tersebut akan membantu

(31)

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Penduduk di Wilayah Kecamatan Kabupaten Jember Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk Akhir Tahun 2010

No Kecamatan Penduduk Jumlah Rasio Jenis

Laki-laki Perempuan Kelamin (%)

1 Kencong 32.015 33.158 65.173 96,55

2 Gumuk Mas 38.892 40.332 79.224 96,43

3 Puger 56.820 57.686 114.506 98,50

4 Wuluhan 57.564 57.131 114.695 100,76

5 Ambulu 52.506 52.597 105.103 99,83

6 Tempurejo 35.340 35.323 70.663 100,05

7 Silo 51.147 52.703 103.850 97,05

8 Mayang 23.600 24.762 48.362 95,31

9 Mumbulsari 30.540 31.799 62.339 96,04

10 Jenggawah 40.001 41.317 81.318 96,81

11 Ajung 36.994 37.422 74.416 98,86

12 Rambipuji 38.598 40.336 78.934 95,69

13 Balung 38.056 38.949 77.005 97,71

14 Umbulsari 34.397 35.142 69.539 97,88

15 Semboro 21.422 22.053 43.475 97,14

16 Jombang 24.511 25.492 50.003 96,15

17 Sumberbaru 48.421 50.995 99.416 94,95

18 Tanggul 40.459 42.301 82.760 95,65

19 Bangsalsari 55.296 58.609 113.905 94,35

20 Panti 29.055 30.344 59.399 95,75

21 Sukorambi 18.587 19.363 37.950 95,99

22 Arjasa 18.567 19.488 38.055 95,27

23 Pakusari 20.287 21.426 41.713 94,68

24 Kalisat 36.630 38.332 74.962 95,56

25 Ledokombo 30.621 31.907 62.528 95,97

26 Sumberjambe 29.430 30.696 60.126 95,88

27 Sukowono 28.567 30.167 58.734 94,70

28 Jelbuk 15.483 16.479 31.962 93,96

29 Kaliwates 54.391 57.470 111.861 94,64

30 Sumbersari 61.975 64.304 126.279 96,38

31 Patrang 46.684 47.787 94.471 97,69

Jumlah 1.146.856 1.185.870 2.332.726 96,71

[image:31.595.118.512.140.699.2]
(32)

Jumlah penduduk yang besar dengan kualitas SDM yang kurang memadai,

persebaran penduduk yang tidak merata antar daerah akan menyebabkan rawan terhadap

berbagai macam permasalahan seperti kesehatan, pengangguran, kesenjangan sosial,

dan kriminalitas. Permasalahan muncul akibat dari terbatasnya daya tampung dan daya

dukung daerah. Sementara di sisi lain, arus pendatang tidak dapat dihentikan.

Daerah-daerah padat penduduk adalah Daerah-daerah-Daerah-daerah perkotaan yang meiliki potensi besar di

bidang industri, jasa, dan transportasi serta pendidikan yang dilengkapi dengan fasilitas

[image:32.595.114.512.305.490.2]

pendukungnya.

Tabel 4.2. Penduduk Umur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama Kabupaten Jember

No. Lapangan Usaha Utama Jumlah (Jiwa) Persentase %

1. Pertanian 432.860 49,90

2. Pertambangan dan Penggalian 64.590 7,00

3. Industri Pengolahan 36.330 3,94

4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 123.880 13,42

5. Bangunan/ Konstruksi 10.000 1,08

6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 25.810 2,80

7. Transportasi dan Komunikasi 142.140 15,40

8. Keuangan, Persewaan, dan Perusahaan 73.330 7,95

9. Jasa-jasa 14.000 1,52

Jumlah 922.930 100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember, 2014

Mata pencaharian penduduk Kabupaten Jember berasal dari berbagai sumber mata

pencaharian. Struktur ekonomi masyarakat Jember ternyata masih ditopang oleh sektor

pertanian dengan 49,90 persen atau 432.860 tenaga kerja terserap di dalamnya. Dengan

kata lain, sektor pertanian di Kabupaten Jember merupakan sektor prioritas (leading

sector) yang perlu mendapat perhatian dari pihak pemerintah setempat dalam rangka

pengembangan perekonomian wilayah. Sektor-sektor lain yang cukup besar peranannya

dalam ketenagakerjaan di Kabupaten Jember adalah sektor perdagangan, jasa, industri,

transportasi dan komunikasi.

Peningkatan Sumberdaya Manusia tidak lepas dari tingkat pendidikan masyarakat.

Makin tinggi tingkat pendidikan, dimungkinkan makin cepat perkembangan dan

pembangunan suatu wilayah. Hal ini disebabkan karena dengan tingginya tingkat

(33)

mudah dilakukan. Kabupaten jember mempunyai fasilitas pendidikan yang tergolong

lengkap, terdapat banyak lembaga pendidikan yang diakui negara, diantaranya universitas

negeri, SMA/sederajat, SMP/ sederajat, dan SD ada yang bertaraf nasional bahkan

internasional, sehingga masyarakat memiliki banyak pilihan dalam mengenyam

pendidikan sebaik-baiknya. Adapun jumlah penduduk Kabupaten Jember yang didasarkan

[image:33.595.110.512.237.384.2]

oleh tingkat pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk di Kabupaten Jember berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Jenis Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase %

1 Tidak tamat SD 937.424 46,83

2 Tamat SD 681.603 34,05

3 Tamat SMP/sederajat 193.084 9,64

4 Tamat SMA/sederajat 159.827 7,98

5 Tamat Perguruan Tinggi 29.916 1,49

6 Lainnya 64 0,00

Jumlah 2.001.918 100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember, 2014

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa sebagian besar masyarakat di

Kabupaten Jember masih belum sadar betapa pentingnya suatu pendidikan. Terbukti

bahwa persentase terbesar berada pada penduduk dengan jenis pendidikan tidak tamat

SD, yaitu 46,83%. Penduduk yang jenis pendidikannya tamat perguruan tinggi memiliki

persentase terkecil yaitu 1,49%. Secara umum kondisi ini akan memperlambat

perkembangan dan pembangunan di Kabupaten Jember. Ketidakpedulian masyarakat

terhadap pendidikan ini bisa dikarenakan kondisi keuangan yang tidak mencukupi atau

tingkat kesadaran masyarakat terhadap pendidikan itu sendiri masih kurang. Namun, untuk

pengembangan pada agroindustri tempe, keadaan tingkat pendidikan penduduk tidak

memiliki pengaruh yang besar, sebab untuk bekerja di agroindustri tempe tidak

membutuhkan jenjang pendidikan yang tinggi, yang diperlukan adalah keterampilan dan

keahlian dalam mengelola usahanya. Oleh karena itu peran serta masyarakat dan

penyuluh serta lembaga terkait sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas

(34)

4.4 Struktur Perekonomian

Salah satu pos pendapatan daerah untuk membiayai belanjanya adalah dari

Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jumlah PDRB Kabupaten Jember pada tahun 2013

adalah sebesar Rp. 32.107.437,00 rupiah. Secara rinci struktur perekonomian Kabupaten

Jember yang didasarkan pada PDRB disajikan pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi Presentase (%) Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2011-2013

Sektor Th. 2011 Th. 2012 Th. 2013

Pertanian 38,74 37,46 35,49

Pertambangan dan Penggalian 2,87 2,78 2,72

Industri Pengolahan 10,71 10,81 11,00

Listrik, gas dan air bersih 0,86 0,85 0,84

Bangunan/Kontruksi 2,28 2,36 2,30

Perdagangan, Hotel dan Restoran 24,52 25,17 20,00

Pengangkutan dan Komunikasi 4,54 4,65 4,00

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

5,18 5,3 5,43

Jasa-jasa 10,30 10,62 10,88

Sumber : Kabupaten Jember Dalam Angka, 2014

Sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan ekonomi sangat menyolok terjadi

pada sektor industri pengolahan, perdagangan dan restoran serta keuangan, persewaan

dan jasa perusahaan. Besar pertumbuhan ekonomi pada ketiga sektor tersebut

disebabkan beberapa hal antara lain :

1. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan: peningkatan pada sektor

ini disebabkan semakin pulihnya fungsi intermediasi bank.

2. Sektor industri pengolahan, perdagangan dan restoran, peningkatan pada

sektor ini disebabkan overhead yang dilakukan oleh pemerintah dalam

memacu perekonomian Kabupaten Jember.

Jumlah penduduk merupakan faktor yang signifikan dalam menentukan kapasitas

pendapatan daerah. Jika dilihat pendapatan per kapita PDRB atas dasar harga konstan

terlihat mengalami kenaikan sebesar 12,73% pada tahun 2013 atau sebesar Rp 803,02

ribuan. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah produksi barang dan jasa lebih

[image:34.595.110.513.254.416.2]
(35)

5.1 Potensi dan Ragam Ekonomi Kreatif Di Kabupaten Jember

5.1.1 Subsektor Ekonomi Kreatif di Indonesia

Ekonomi kreatif dapat dikelompokkan menjadi 14 subsektor. Menurut Departemen

Perdagangan Republik Indonesia dalam buku Pengembangan Industri Kreatif Menuju Visi

Ekonomi Kreatif 2025, ke 14 subsektor ekonomi kreatif Indonesia adalah :

1. Periklanan (advertising)

Definisi periklanan menurut beberapa sumber adalah sebagai berikut :

1. Kegiatan kreatif yang berkaitan jasa periklanan (komunikasi satu arah dengan

menggunakan medium tertentu), yang meliputi proses kreasi, produksi dan

distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya: perencanaan komunikasi iklan,

iklan luar ruang, produksi material iklan, promosi, kampanye relasi publik,

tampilan iklan di media cetak (surat kabar, majalah) dan elektronik (televisi dan

radio), pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran,

pamflet, edaran, brosur dan reklame sejenis, distribusi dan delivery advertising

materialsatausamples, serta penyewaan kolom untuk iklan.

2. segala bentuk pesan tentang suatu produk disampaikan melalui suatu media,

dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau

seluruh masyarakat.

3. deskripsi atau presentasi dari produk, ide ataupun organisasi untuk membujuk

individu untuk membeli, mendukung atau sepakat atas suatu hal.

2. Arsitektur

Definisi jasa arsitektur menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)

2005 adalah jasa konsultasi arsitek, yaitu mencakup usaha seperti : desain

bangunan, pengawasan konstruksi, perencanaan kota, dan sebagainya. Selain itu

sub-sektor arsitektur yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan desain bangunan

secara menyeluruh baik dari level makro (town planning, urban design, landscape

architecture) sampai level mikro (detail konstruksi). Misalnya arsitektur taman,

(36)

perencanaan kota, perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan,

pengawasan konstruksi, perencanaan kota, konsultasi kegiatan teknik dan rekayasa

seperti bangunan sipil dan rekayasa mekanika dan elektrikal.

3. Pasar Barang Seni

Yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik

dan langka serta memiliki nilai estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko,

pasar swalayan, dan internet, meliputi barang-barang musik, percetakan, kerajinan,

automobile, dan film.

4. Kerajinan (craft)

Industri Kreatif subsektor kerajinan adalah kegiatan kreatif yang berkaitan dengan

kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat dan dihasilkan oleh tenaga

pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian

produknya, antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga,

serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga,

perunggu, besi) kayu, kaca, porselin, kain, marmer, tanah liat, dan kapur.

Berdasarkan bahan baku (raw material), produk kerajinan dikategorikan menjadi :

1. Ceramic(seperti tanah liat,erathen ware,pottery,stoneware,porcelain)

2. Logam (seperti emas, perak, perunggu, besi, tembaga)

3. Natural fiber, serat alam (bambu, akar-akaran, rotan)

4. Batu-batuan (seperti batu mulia,semi precious stone, jade)

5. Tekstil (seperticotton, sutra, linen)

6. Kayu (termasuk kertas danlacquer ware)

5. Desain

Yaitu kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain interior, desain

produk, desain industri, konsultasi identitas perusahaan dan jasa riset pemasaran

serta produksi kemasan dan jasa pengepakan.

6. Fesyen (fashion)

Industri kreatif subsektor fesyen/ mode adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan

kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi

pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta distribusi

(37)

7. Video, Film dan Fotografi

Industri Kreatif Subsektor film, video, dan fotografi adalah kegiatan kreatif yang terkait

dengan kreasi, produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video,

film dan hasil fotografi. Termasuk di dalamnya penulisan skrip, dubbing film,

sinematografi, sinetron, dan eksibisi film.

8. Permainan Interaktif (game)

Industri Kreatif sub sektor permainan interaktif adalah kegiatan kreatif yang berkaitan

dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat

hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Sub sektor permainan interaktif bukan didominasi

sebagai hiburan semata-mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau

edukasi. Menurut beberapa sumber, industri permainan interaktif didefinisikan

sebagai permainan yang memiliki kriteria sebagai berikut :

a. Berbasis elektronik baik berupa aplikasisoftwarepada komputer (onlinemaupun

stand alone), console (Playstation, XBOX, Nitendo dll), mobile handset dan

arcade.

b. Bersifat menyenangkan (fun) dan memiliki unsur kompetisi (competition)

c. Memberikanfeedback/ interaksi kepada pemain, baik antar pemain atau pemain

dengan alat (device) .

d. Memiliki tujuan atau dapat membawa satu atau lebih konten atau muatan. Pesan

yang disampaikan bervariasi misalnya unsur edukasi, entertainment, promosi

produk (advertisement) sampai kepada pesan yang destruktif.

9. Musik

Industri kreatif sub sektor musik adalah kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/

komposisi, pertunjukan musik, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara. Seiring

dengan perkembangan industri musik ini yang tumbuh sedemikian pesatnya, maka

Klasifikasi Baku Lapangan Indonesia 2005 (KBLI) perlu dikaji ulang, yaitu terkait

dengan pemisahan lapangan usaha distribusi reproduksi media rekaman,

manajemen-representasi-promosi (agensi) musik, jasa komposer, jasa pencipta lagu

(38)

10. Seni Pertunjukan(showbiz)

Industri kreatif kelompok seni pertunjukan meliputi kegiatan kreatif yang berkaitan

dengan usaha yang berkaitan dengan pengembangan konten, produksi pertunjukan,

pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik-tradisional,

musik-teater, opera, termasuk tur musik etnik, desain dan pembuatan busana

pertunjukan, tata panggung, dan tata pencahayaan.

11. Penerbitan dan Percetakan

Industri kreatif subsektor penerbitan dan percetakan meliputi kegiatan kreatif yang

terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid,

dan konten digital serta kegiatan kantor berita.

12. Layanan Komputer dan Piranti Lunak(software)

Industri kreatif sub sektor layanan komputer dan piranti lunak meliputi kegiatan kreatif

yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan

komputer, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain dan analisis sistem,

desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta

desain portal.

13. Televisi & Radio (broadcasting)

Industri kreatif kelompok televisi dan radio meliputi kegiatan kreatif yang berkaitan

dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan, penyiaran, dan transmisi televisi

dan radio.

14. Riset dan Pengembangan (R&D)

Industri kreatif subsektor riset dan pengembangan meliputi kegiatan kreatif yang

terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi dan

penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk

baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang

dapat memenuhi kebutuhan pasar. Akan tetapi, definisi riset dan pengembangan

tersebut menurut masukan dari beberapa sumber dipandang belum cukup

merefleksikan aktivitas riset dan pengembangan yang sesungguhnya. Definisi dari

komoditi riset dan pengembangan mempunyai landasan regulasi sendiri yaitu UU No.

18 tahun 2002. Definisi riset dan pengembangan menurut UU No. 18/ 2002 tentang

(39)

Teknologi adalah: Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan

metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan

yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran

suatu asumsi dan/ atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta

menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan

memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya

untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi

yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru. Dalam hal ini, perlu untuk

melakukan penyamaan persepsi mengenai definisi ini.

5.1.2 Ragam Ekonomi Kreatif di Kabupaten Jember

A. Batik Tulis

Kabupaten Jember merupakan pusat regional di kawasan timur tapal kuda jantan.

Kabupaten Jember juga mengembangkan batik yang dijadikan sebagai salah satu identitas

dari daerah tersebut. Walaupun batik Jember masih belum memiliki brand yang luas

namun batik ini sudah ada sejak jaman Hindia-Belanda. Batik Jember mulai dikembangkan

kembali sebagai salah satu produk unggulan dari Kabupaten Jember yang merupakan

daerah penghasil tembakau. Motif batik Jember kaya akan warna selera pasar atas produk

batik Jember yang berwarna kontras cukup tinggi khususnya pasar lokal kawasan tapa

kuda Jember, Lumajang, Bondowoso, dan Situbondo Jawa Timur, sedangkan

warna-warna soft dan senada biasanya disukai oleh pasar regional seperti Surabaya, Malang,

Jakarta, Lampung, dan Bogor. Motif batik tulis Jember menggunakan motif daun tembakau

yang merupakan lambang khas Kabupaten Jember.

Cara memproduksi batik tulis Jember, dimulai dengan membuat desain motif pada

selembar kertas kalkir putih. Motif tersebut kemudian digambar pada kain yang akan

dibatik dengan menggunakan pensil gambar. Putih kain mori yang telah digambar motifnya

selanjutnya diserahkan kepada pembatik untuk pembatikan pertama dengan peralatan

canting dan malam mengikuti goresan pensil gambar. Kain mori dibatik atau yang telah di

reng-reng selanjutnya dilakukan pewarnaan yang ada. Terdapat dua macam teknik

(40)

teknis pewarnaan dengan menggunakan kuas hanya pada bidang tertentu untuk

memperoleh warna yang lebih variatif. Pewarnaan celup adalah teknik pewarnaan dengan

mencelup seluruh kain yang telah dibatik dengan menggunakan bahan pewarna yang

ditentukan. Teknik pewarnaan ini dapat dilakukan secara bersama-sama pada satu kain

dengan dikombinasi. Selanjutnya kain mori yang telah diwarna diblok atau ditembok.

Teknik mengeblok ini adalah menutup bidang kain tertentu dengan malam untuk

memepertahankan warna asli. Cara mengeblok dan mewarna dapat dilakukan berulang

kali untuk mendapatkan warna batik yang baik. Cara terakhir adalah pelepasan malam

yang menempel pada kain tersebut.

Batik Jember memiliki motif dan corak yang khas bila dibandingkan batik dari

daerah lain. Ciri yang mudah dikanali yaitu memiliki motif utama daun tembakau yang

merupak

Gambar

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Penduduk di
Tabel 4.2.  Penduduk Umur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan UsahaUtama Kabupaten Jember
Tabel 4.3.  Jumlah Penduduk di Kabupaten Jember berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 4.4 Distribusi Presentase (%) Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar
+7

Referensi

Dokumen terkait