Tesis
FAKTOR-FAKTOR RISIKO
OSTEOARTRITIS LUTUT
(Studi Kasus di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang)
Pembimbing :
1. Prof. Dr. dr. Soeharyo Hadisaputro, SpPD (KTI)
2. Drg. Henry Setyawan S., MSc.
Oleh :
Eka Pratiwi Maharani
E4D004052
Program Studi Magister Epidemiologi
Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro
Semarang
LEMBAR PENGESAHAN
FAKTOR-FAKTOR RISIKO OSTEOARTRITIS LUTUT
(STUDI KASUS DI RUMAH SAKIT DOKTER KARIADI SEMARANG)
Disusun Oleh : Eka Pratiwi Maharani
E4D004052
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 31 Agustus 2007 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.
Semarang, Oktober 2007
Mengesahkan :
Pembimbing Utama Pembimbing
Pendamping
Prof. Dr. dr. Suharyo Hadisaputro, Sp.PD (KTI) Drg. Henry Setyawan
S., MSc.
Penguji I Penguji II
Dr. dr. Suyanto Hadi, SpPD (KR) dr. M. Sakundarno
Adi, MSc.
Ketua Program Studi Magister Epidemiologi
Prof. Dr. dr. Suharyo Hadisaputro, Sp.PD (KTI) NIP. 130 368 070
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga
pendidikan lainnya. Materi yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang
belum / tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar
pustaka.
Semarang, Agustus 2007
Eka Pratiwi
RIWAYAT HIDUP
Nama : Eka Pratiwi Maharani
Tempat & Tgl. Lahir : Semarang, 30 Mei 1980
Agama : Islam
Riwayat Pendidikan Formal :
1. Tahun 1992, Tamat SD St. Antonius I Semarang;
2. Tahun 1995, Tamat SMP Maria Mediatrix Semarang;
3. Tahun 1998, Tamat SMA Sedes Sapientiae Semarang;
4. Tahun 2003, Tamat Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP
Semarang;
5. Tahun 2004, Program Studi Magister Epidemologi Program Pasca
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis dengan judul “Faktor-Faktor Risiko Osteoartritis Lutut (Studi Kasus
di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang)”, sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar S2 di bidang Ilmu Epidemiologi Program Pasca
Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis
ucapkan kepada :
1. Prof. Dr. dr. Suharyo Hadisaputro, Sp.PD(KTI), selaku Ketua Program
Studi Magister Epidemiologi UNDIP Semarang dan pembimbing utama
dalam penyusunan tesis ini.
2. Drg. Henry Setyawan S., MSc., selaku pembimbing pendamping.
3. Dr. dr. Suyanto Hadi, Sp.PD (KR), selaku narasumber dan penguji tesis.
4. dr. M. Sakundarno Adi, MSc., selaku narasumber dan penguji tesis.
5. Direktur Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang, yang telah memberikan
ijin dalam pelaksanaan penelitian.
6. Kepala Catatan Medis Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang beserta
staf, yang telah membantu penulis dalam pengambilan data.
7. dr Junita Intan, Sp.Rad., yang telah membantu penulis dalam konfirmasi
8. Seluruh responden yang telah bersedia menjadi sampel dalam penelitian.
9. Ayah dan Ibu tercinta, yang telah memberikan dukungan material dan
spiritual selama penulis menempuh studi di Program Studi Magister
Epidemiologi UNDIP Semarang.
10. Suami tercinta, yang telah memberikan dukungan dan pengertian dalam
menyelesaikan studi.
11. Teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Epidemiologi UNDIP
Semarang.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna. Namun penulis
berharap semoga dapat memberikan sumbangan dan manfaat sekecil
apapun kepada dunia pengetahuan, masyarakat dan penulis lain.
Semarang, Agustus 2007
ABSTRAK
LATAR BELAKANG : Pembangunan di Indonesia membawa perubahan, di
antaranya transisi demografi dan transisi epidemiologi, yang ditandai dengan semakin banyak penduduk berusia lanjut (di atas 60 tahun), sehingga penyakit degeneratif termasuk osteoartritis (OA) lutut meningkat. Peningkatan kasus OA lutut bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di dunia, dan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Sejak tahun 2001 hingga 2010 dicanangkan sebagai dekade penyakit tulang dan sendi di seluruh dunia.
TUJUAN : Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa faktor
predisposisi (demografi, gaya hidup, metabolik) dan faktor presipitasi biomekanik sebagai faktor risiko OA lutut.
METODE : Jenis penelitian merupakan penelitian observasional dengan
rancangan studi kasus kontrol (case - control study). Jumlah responden sebanyak 130 sampel, dibagi 2 kelompok, yaitu 65 kasus dan 65 kontrol,
dimana sampel diambil secara systematic random sampling dari semua
pasien OA lutut dan bukan OA lutut yang berobat ke Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang. Analisis data secara univariat, bivariat dan multivariat dengan metode regresi logistik, menggunakan program SPSS versi 11.5.
HASIL : Faktor yang terbukti sebagai faktor risiko OA lutut adalah obesitas berat (Indeks MassaTubuh>27) dengan nilai p = 0,046; OR adjusted = 2,51; 95% CI = 1,22 – 5,26, riwayat trauma lutut (nilai p = 0,033; OR adjusted = 2,90; 95% CI = 1,09 – 7,75), kebiasaan aktivitas fisik berat (nilai p = 0,006; OR adjusted = 2,25; 95% CI = 1,09 – 6,67) dan kebiasaan kerja dengan beban >17,5 kg (nilai p = 0,008; OR adjusted = 2,19; 95% CI = 1,05 – 6,65).
SARAN : Bagi pelayanan kesehatan untuk lebih mewaspadai gejala awal OA
lutut dengan melihat faktor risiko pada pasien, sehingga OA lutut dapat dideteksi lebih dini. Bagi masyarakat supaya mencegah trauma lutut dengan berhati-hati dan menggunakan pelindung lutut saat beraktivitas, menjaga supaya tidak mengalami obesitas baik dengan cara rutin berolah raga maupun diet yang seimbang dan menghindari aktivitas fisik yang berat.
ABSTRACT
BACKGROUND: Indonesian development brings many changes, such as
demography and epidemiology transision, marked by the increasing of juvenile (over 60 years old), so does degenerative problem include knee osteoarthritis (OA). The increasing of knee OA not only happen in Indonesia, but in the world too, and bring many negative effects. Those things make since year 2001 until 2010 be declared as decade for bone and joint sickness in the whole world.
OBJECTIVE : This research is aimed to prove that predisposing factors
(demography, life style, metabolic) and presipitation factors as risk factors of knee OA.
METHOD : Research method is observational with case control study. Total respondents are 130 people, divide in 2 groups, 65 cases and 65 controls, in which samples are taken by systematic random sampling of all patients with knee OA and without knee OA in dr. Kariadi Hospital Semarang.
Data analysis is done as univariate, bivariate and multivariate with logistic regression, using SPSS program version 11.5.
RESULT : Risk factors of knee OA are severe obesity (Body Mass Index > 27) with p value = 0,046; OR adjusted = 2,51; 95% CI = 1,22 – 5,26, history of knee trauma (p value = 0,033; OR adjusted = 2,90; 95% CI = 1,09 – 7,75), hard physical activity (p value = 0,006; OR adjusted = 2,25; 95% CI = 1,09 – 6,67) and working with burden > 17,5 kg (p value = 0,008; OR adjusted =
2,19; 95% CI = 1,05 – 6,65).
SUGESTION : For health service institution need to give more attention of knee OA early signs and symptoms, by watch patient’s risk factors, so can make early diagnose. For community need to avoid knee trauma by to be carefull and use knee protector when do activity, keep ideal weight to avoid obesity by exercise continuously or balance healthy diet and avoid hard activity.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
PERNYATAAN ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR GRAFIK ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Perumusan Masalah ... 6
D. Tujuan Penelitian ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 9
F. Keaslian Penelitian ... 10
BAB II TELAAH PUSTAKA A. Osteoartritis ... 17
1. Definisi Osteoartritis ... 17
2. Patogenesis Osteoartritis ... 18
3. Gejala dan Tanda Klinik Osteoartritis ... 20
B. Osteoartritis Lutut ... 22
1. Riwayat Alamiah Osteoartritis Lutut ... 22
2. Epidemiologi Osteoartritis Lutut ... 23
3. Kriteria Diagnosis Osteoartritis Lutut ... 23
4. Faktor Risiko Osteoartritis Lutut ... 25
C. Penatalaksanaan Osteoartritis ... 32
1. Terapi Non Obat ... 32
2. Terapi Obat ... 33
4. Operasi ... 35
5. Tindakan Alternatif Lain ... 35
D. Ringkasan Telaah Pustaka ... 36
BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS A. Kerangka Teori ... 39
B. Kerangka Konsep ... 41
C. Hipotesis ... 44
BAB IV METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 45 B. Lokasi Penelitian 46 C. Populasi dan Sampel 46 D. Variabel Penelitian 51 E. Definisi Operasional, Kategori, Cara Pengukuran dan Skala ... 51
F. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 57
G. Pengolahan Data ... 58
H. Analisis Data ... 59
I. Prosedur Penelitian ... 61
BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Penderita Osteoartritis Lutut di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang ... 62
B. Gambaran Karakteristik Responden Penelitian ... 62
C. Analisis Bivariat ... 69
D. Analisis Multivariat ... 86
E. Focus Group Discussion (FGD) ………... 87
BAB VI PEMBAHASAN A. Faktor yang Terbukti Merupakan Faktor Risiko Osteoaartritis Lutut Berdasarkan Analisis Multivariat .. 89
B. Faktor yang Tidak Terbukti Merupakan Faktor Risiko Osteoaartritis Lutut Berdasarkan Analisis Multivariat .. 94
C. Keterbatasan Penelitian ... 98
A. Simpulan ... 100
B. Saran ... 102
BAB VIII RINGKASAN ... 103
DAFTAR GRAFIK
No. Grafik Judul Grafik Halaman
Grafik 5.1 Boxplot Umur Responden pada Kelompok
Kasus dan Kontrol di RSDK Semarang Tahun
2007 ... 63
Grafik 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori
Umur pada Kelompok Kasus dan Kontrol di
RSDK Semarang Tahun 2007 ... 64
Grafik 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan pada Kelompok Kasus dan Kontrol
di RSDK Semarang Tahun 2007 ... 65
Grafik 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis
Pekerjaan pada Kelompok Kasus dan Kontrol di
RSDK Semarang Tahun 2007 ... 66
Grafik 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Gambar Halaman
Gambar 2.1 Persendian Lutut Manusia ……….. 22
Gambar 2.2 Gambaran Radiologik Osteoartritis Lutut ………. 24
DAFTAR BAGAN
No. Bagan Judul Bagan Halaman
Bagan 3.1 Faktor-faktor yang Berkaitan dengan
Osteoartritis Lutut ... 40
Bagan 3.2 Kerangka Konsep Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Osteoartritis Lutut ……. 43
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan yang dilakukan di Indonesia, termasuk pembangunan
bidang kesehatan membawa perubahan pada kondisi masyarakat di
Indonesia. Perubahan yang terjadi antara lain adanya transisi demografi
dan transisi epidemiologi. Transisi demografi merupakan perubahan pola /
struktur penduduk yang ditandai dengan semakin banyaknya warga lanjut
usia (lansia) karena meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Angka
UHH di Indonesia yang pada tahun 1995 – 2000 sebesar 64,71 tahun
meningkat menjadi 67,68 tahun pada tahun 2000 – 2005. Proporsi
penduduk lansia (di atas 60 tahun) meningkat dari 16 juta jiwa (7,6%)
pada tahun 2000 menjadi 18,4 juta jiwa (8,4%) pada tahun 2005.
Sedangkan dari data USA – Bureau of the Cencus, Indonesia
diperkirakan akan mengalami pertambahan warga lansia terbesar di
seluruh dunia antara tahun 1990-2025, yaitu sebesar 414%. Umur
Harapan Hidup orang Indonesia diperkirakan mencapai 70 tahun atau
lebih pada tahun 2015-2020.1 Transisi epidemiologi terjadi karena
pemerintah berhasil menekan angka penyakit infeksi, namun di sisi lain
penyakit yang berkaitan dengan faktor penuaanpun meningkat, seiring
dengan semakin banyaknya proporsi warga lansia di Indonesia. Penyakit
degeneratif, di antaranya Osteoartritis, yang selanjutnya akan disingkat
OA.
Osteoartritis adalah penyakit kronis yang belum diketahui secara
pasti penyebabnya, ditandai dengan kehilangan tulang rawan sendi
secara bertingkat.2 Terdapat 2 kelompok OA, yaitu OA primer dan OA
sekunder. Osteoartritis primer disebabkan faktor genetik, yaitu adanya
abnormalitas kolagen. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang
berdasarkan adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik,
pertumbuhan, mikro dan makro trauma, imobilitas yang terlalu lama dan
lain-lain. Gambaran patologi kedua kelompok OA tersebut tidak
menunjukkan adanya perbedaan.3 Kelainan utama pada OA adalah
kerusakan rawan sendi, dapat diikuti dengan penebalan tulang
subkondral, pertumbuhan osteofit, kerusakan ligamen dan peradangan
ringan sinovium, sehingga sendi bersangkutan membentuk efusi.4
Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak
ditemukan di dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit ini menyebabkan
nyeri dan disabilitas pada penderita sehingga mengganggu aktivitas
sehari-hari. Di Inggris dan Wales, sekitar 1,3 hingga 1,75 juta orang
mengalami simtom OA. Di Amerika, 1 dari 7 penduduk menderita OA.
Osteoartritis menempati urutan kedua setelah penyakit kardiovaskuler
sebagai penyebab ketidakmampuan fisik (seperti berjalan dan menaiki
dewasa lebih dari 60 tahun menderita OA.5 Dampak ekonomi,
psikologi dan sosial dari OA sangat besar, tidak hanya untuk penderita,
tetapi juga keluarga dan lingkungan.6
Di Australia pada tahun 2002, diperkirakan biaya nasional untuk OA
sebesar 1% dari GNP, yaitu mencapai $Aus 2.700/orang/tahun.5 Dapat
dibayangkan begitu besarnya dampak negatif yang ditimbulkan oleh
penyakit tulang dan sendi termasuk OA, sehingga seluruh dunia harus
mewaspadainya. Bahkan sejak tahun 2001 hingga 2010 dicanangkan
sebagai dekade penyakit tulang dan sendi di seluruh dunia.7
Di Indonesia, OA merupakan penyakit reumatik yang paling banyak
ditemui dibandingkan kasus penyakit reumatik lainnya. Berdasarkan data
Badan Kesehatan Dunia (WHO), penduduk yang mengalami gangguan
OA di Indonesia tercatat 8,1% dari total penduduk. Sebanyak 29% di
antaranya melakukan pemeriksaan dokter, dan sisanya atau 71%
mengonsumsi obat bebas pereda nyeri. Di Kabupaten Malang dan Kota
Malang ditemukan prevalensi OA sebesar 10% dan 13,5%. Di Jawa
Tengah, kejadian penyakit OA sebesar 5,1% dari semua penduduk.7
Osteoartritis umumnya menyerang penderita berusia lanjut pada
sendi-sendi penopang berat badan, terutama sendi lutut, panggul (koksa),
lumbal dan servikal. Pada OA primer / generalisata yang pada umumnya
bersifat familial, dapat pula menyerang sendi-sendi tangan, terutama
merupakan sendi yang paling sering dijumpai terserang OA dari sekian
banyak sendi yang dapat terserang OA. Osteoartritis lutut merupakan
penyebab utama rasa sakit dan ketidakmampuan dibandingkan OA pada
bagian sendi lainnya.8 Di Thailand, prevalensi OA lutut pada para biksu
berdasarkan hasil penelitian Tangtrakulwanich (2006) adalah sebesar
59,4%. Sedangkan berdasarkan data WHO, 40% penduduk dunia yang
berusia lebih dari 70 tahun mengalami OA lutut. Data Arthritis Research
Campaign tahun 2000 menunjukkan bahwa 2 juta penderita OA lutut
berobat ke dokter praktik umum maupun rumah sakit, sedangkan 550 ribu
di antaranya menderita OA lutut yang parah (grade IV). Pada tahun 2000
di Inggris, dilaporkan tindakan operasi replacement sendi lutut pada lebih
dari 80 ribu penderita dengan biaya operasi sebesar £ 405 juta.9
Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan
dan kolagen pada rawan sendi) gagal dalam memelihara keseimbangan
antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, sehingga terjadi
perubahan diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah
biomekanik dari tulang rawan, yang menjadikan tulang rawan sendi
kehilangan sifat kompresibilitasnya yang unik.2-4
Mengingat besarnya kerugian yang dapat ditimbulkan akibat OA
lutut, maka perlu dilakukan upaya pencegahan terjadinya OA lutut. Salah
satu upaya tersebut adalah dengan mendeskripsikan faktor-faktor risiko
terjadinya OA lutut. Faktor-faktor yang telah diteliti sebagai faktor risiko
perempuan4,13-15, ras / etnis15, genetik15, kebiasaan merokok12,15,
konsumsi vitamin D19, obesitas4,12,15,19,20-23, osteoporosis, diabetes
mellitus, hipertensi, hiperurisemi, histerektomi15, menisektomi25, riwayat
trauma lutut4,14,,23,24, kelainan anatomis15, kebiasaan bekerja dengan
beban berat4,15-17, aktivitas fisik berat4,15,18 dan kebiasaan olah raga11,15.
Penelitian Hadi S. dkk dari Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang di
pedesaan Bandungan, menunjukkan bahwa bekerja dengan beban
rata-rata 24,2 kg, lama kerja lebih dari 10 tahun dan kondisi geografis
berbukit-bukit merupakan faktor risiko OA lutut.
Belum ada intervensi secara terprogram oleh pemerintah terhadap
faktor-faktor risiko tersebut. Pemerintah sedang berupaya melakukan
intervensi secara terprogram dengan dibentuknya Direktorat Penyakit
Tidak Menular Sub Direktorat Penyakit Kronis Degeneratif, yang bertugas
menangani masalah-masalah penyakit kronis degeneratif termasuk
osteoartritis. Hal tersebut diperkuat dengan adanya Surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor : 1277 / Menkes / SK / XI / 2006 tentang
Struktur Organisasi dan Tatalaksana Departemen Kesehatan RI.
Sedangkan intervensi yang dilakukan pihak rumah sakit lebih bersifat
kuratif dan rehabilitatif. Program PKRS (Penyuluhan Kesehatan Rumah
Sakit) sudah mulai dilakukan, dengan memberi penyuluhan kepada
pasien osteoartritis lutut supaya menghindari faktor-faktor risiko
osteoartritis lutut, antara lain menjaga berat badan ideal, menghindari
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dibuat
identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Osteoartritis lutut merupakan penyebab utama rasa sakit dan
ketidakmampuan fisik dibandingkan OA pada bagian sendi lainnya.
2. Berdasarkan data WHO, 40% penduduk dunia yang berusia lebih dari
70 tahun mengalami OA lutut.
3. Data Arthritis Research Campaign tahun 2000 menunjukkan bahwa 2
juta penderita OA lutut berobat ke dokter praktik umum maupun
rumah sakit, sedangkan 550 ribu di antaranya menderita OA lutut
yang parah (grade IV).
4. Data WHO menunjukkan penduduk yang mengalami OA di Indonesia
tercatat 8,1% dari total penduduk. Sebanyak 29% di antaranya
melakukan pemeriksaan dokter, dan sisanya (71%) mengonsumsi
obat bebas pereda nyeri.
5. Kejadian penyakit OA di Jawa Tengah diperkirakan sebesar 5,1% dari
semua penduduk.
6. Di RSDK Semarang kasus OA cenderung meningkat selama 3 tahun
terakhir, yaitu pada tahun 2004 – 2006 berturut-turut sebesar 23,71%,
25,46% dan 25,51% dari seluruh kasus reumatik yang tercatat di
RSDK Semarang.26
7. Penelitian mengenai faktor risiko yang telah dilakukan oleh peneliti dari
OA lutut adalah bekerja dengan beban rata-rata 24,2 kg, lama kerja
lebih dari 10 tahun dan kondisi geografis berbukit-bukit.
8. Diperkirakan masih banyak faktor risiko yang berpengaruh terhadap
OA lutut, di antaranya jenis kelamin, kebiasaan merokok, kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin D, obesitas dan
sebagainya.
9. Penelitian mengenai faktor risiko OA lutut di Kota Semarang belum
pernah dilakukan.
C. Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang dibuat dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Masalah Umum
Apakah faktor predisposisi (demografi, gaya hidup, metabolik) dan
faktor presipitasi biomekanik merupakan faktor risiko osteoartritis lutut
?
2. Masalah Khusus
a. Apakah jenis kelamin perempuan merupakan faktor risiko
osteoartritis lutut?
b. Apakah kebiasaan merokok merupakan faktor risiko osteoartritis
lutut?
c. Apakah tidak biasa mengkonsumsi makanan yang mengandung
vitamin D merupakan faktor risiko osteoartritis lutut ?
d. Apakah obesitas merupakan faktor risiko osteoartritis lutut ?
f. Apakah menisektomi merupakan faktor risiko osteoartritis lutut?
g. Apakah riwayat trauma lutut merupakan faktor risiko osteoartritis
lutut ?
h. Apakah kebiasaan bekerja dengan beban berat merupakan faktor
risiko osteoartritis lutut ?
i. Apakah aktivitas fisik berat merupakan faktor risiko osteoartritis
lutut ?
j. Apakah kebiasaan olah raga benturan keras merupakan faktor
risiko osteoartritis lutut.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memperoleh informasi besar risiko faktor predisposisi (demografi,
gaya hidup, metabolik) dan faktor presipitasi biomekanik sebagai faktor
risiko osteoartritis lutut.
2. Tujuan Khusus
a. Membuktikan bahwa jenis kelamin perempuan sebagai faktor risiko
osteoartritis lutut.
b. Membuktikan bahwa kebiasaan merokok sebagai faktor risiko
osteoartritis lutut.
c. Membuktikan bahwa tidak biasa mengkonsumsi makanan yang
mengandung vitamin D sebagai faktor risiko osteoartritis lutut.
d. Membuktikan bahwa obesitas sebagai faktor risiko osteoartritis
e. Membuktikan bahwa histerektomi sebagai faktor risiko osteoartritis
lutut.
f. Membuktikan bahwa menisektomi sebagai faktor risiko osteoartritis
lutut.
g. Membuktikan bahwa riwayat trauma lutut sebagai faktor risiko
osteoartritis lutut.
h. Membuktikan bahwa kebiasaan bekerja dengan beban berat
sebagai faktor risiko osteoartritis lutut.
i. Membuktikan bahwa aktivitas fisik berat sebagai faktor risiko
osteoartritis lutut.
j. Membuktikan bahwa kebiasaan olah raga benturan keras sebagai
faktor risiko osteoartritis lutut.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
beberapa pihak, antara lain :
1. Pelayanan Kesehatan
Memberikan informasi mengenai faktor risiko osteoartritis lutut,
sehingga dapat direncanakan program kesehatan, misalnya upaya
sosialisasi osteoartritis lutut dan faktor-faktor risikonya serta
tindakan-tindakan pencegahan timbulnya osteoartritis lutut.
Menambah perbendaharaan referensi mengenai faktor risiko
osteoartritis lutut.
3. Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai faktor
risiko osteoartritis lutut, sehingga masyarakat mengetahui faktor risiko
osteoartritis lutut dan dapat melakukan tindakan-tindakan pencegahan
timbulnya osteoartritis lutut.
4. Peneliti Lain
Sebagai bahan kajian pustaka bagi peneliti lain, terutama
peneliti yang karena pertimbangan tertentu ingin melakukan penelitian
lanjutan atau melakukan penelitian yang sejenis.
F. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan faktor risiko
osteoartritis lutut antara lain seperti tercantum pada tabel 1.1.
Tabel 1.1.
Beberapa Penelitian tentang Osteoartritis Lutut
NO PENELITI JUDUL,
DISAIN, TAHUN
1. Lau E.C.,
Kasus kontrol, tahun 1998.
pada sendi dan
aktivitas fisik
osteoartritis lutut :
- Riwayat trauma
lutut (OR 12,1;
95% CI 3,4 – 42,5
dan OR 7,6; 95%
CI 3,8 – 15,2).
- Aktivitas fisik (5,1;
95% CI 2,5–10,2).
vitamin D dengan
kejadian
osteoartritis lutut.
Asupan vitamin D
Todd A., et
lutut. dan penyebaran
lemak tubuh
berasosiasi
dengan
osteoartritis lutut
pada wanita.
pada wanita (OR
5,27; 95% CI 3,05
Laxity in Knees
With and
Without
Osteoarthritis
Kasus kontrol,
tahun 2004.
551 wanita dan
325 pria dengan
rata-rata usia 62
tahun dan
memiliki risiko lebih
tinggi menderita
osteoartritis lutut
dibandingkan pria.
5. Abbate L., Renner J.B.,
Do Body
Composition
849 wanita ras
Afrika – Mengetahui
prevalensi
Wanita ras Afrika –
Stevens J.,
pada wanita ras
Afrika – Amerika
dan Kaukasia
serta tingkat
risikonya.
memiliki prevalensi
osteoartritis lutut 2
kali lebih banyak
dibandingkan wanita
Risk Factors Of
Knee
Osteoarthritis In
Thai Monks
Cross-sectional,
tahun 2006.
261 biksu dari
85 vihara.
Mengetahui
prevalensi
osteoartritis lutut
pada para biksu
dan faktor-faktor
yang
berhubungan.
- Prevalensi
osteoartritits lutut
pada para biksu
kebiasaan merokok
7. Yoshimura
Risk Factors For
Knee
74 pria Jepang
(37 kasus dan
Obesitas (OR 6,01;
95% CI 1,18 – 30,5),
riwayat trauma lutut
(OR 6,25; 95% CI
1,13 – 34,5) dan
pekerjaan yang
banyak
menggunakan
kekuatan fisik (OR
6,2; 95% 1,4 – 27,5)
merupakan faktor
risiko osteoartritis
lutut pada pria di
Jepang.
68 pasien yang
tidak mengalami
Terbukti bahwa
menisektomi
berhubungan
dengan kejadian
osteoartritis lutut (OR
5,4; 95% CI 1,9 –
derajat instabilitas
Sendi
rawan sendi pada
instabilitas sendi
- Terdapat hubungan
yang bermakna
penyebab kejadian
sendi osteoartritik.
Tabel di atas menunjukkan bahwa perbedaan dengan penelitian
yang akan dilakukan adalah :
1. Rancangan Penelitian
Beberapa penelitian terdahulu menggunakan rancangan
eksperimental (Randomized Controlled Trial), kohort dan
cross-sectional serta beberapa di antaranya merupakan survei prevalensi,
sedangkan yang akan dilakukan adalah case control study. Meskipun
ada beberapa yang menggunakan rancangan kasus kontrol, namun
subjek dan variabel penelitian berbeda dengan penelitian yang
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah pasien di Rumah Sakit Dokter Kariadi
Semarang yang menderita osteoartritis lutut dan sebagai kontrol
adalah pasien di rumah sakit yang sama dan tidak menderita
osteoartritis lutut. Pada penelitian-penelitian terdahulu dengan
rancangan eksperimental, subjek penelitian merupakan orang-orang
yang menderita osteoartritis lutut, kemudian subjek tersebut dibagi
dalam kelompok perlakuan (intervensi) dan kelompok kontrol (tanpa
intervensi). Pada survei prevalensi dan penelitian dengan disain
cross-sectional, subjek penelitian diambil secara acak, tanpa diketahui
apakah subjek menderita osteoartritis lutut atau tidak. Untuk penelitian
berdisain kohort, subjek penelitian dipilih berdasarkan status
keterpaparan variabel yang diduga sebagai faktor risiko OA lutut.
3. Variabel Penelitian
Sebagian besar penelitian yang telah ada hanya
menghubungkan satu variabel independen dengan variabel dependen,
sedangkan pada survei prevalensi hanya dilihat jumlah orang yang
terkena osteoartritis lutut dan proporsi osteoartritis lutut. Pada
penelitian ini, variabel dependen adalah kejadian osteoartritis lutut,
sedangkan variabel independen yang diteliti ada 10 jenis, yaitu jenis
kelamin, kebiasaan merokok, kebiasaan mengkonsumsi makanan
riwayat trauma lutut, kebiasaan bekerja dengan beban berat, aktivitas
fisik berat dan kebiasaan olah raga benturan keras.
Dari penjelasan di atas, tampak bahwa penelitian ini berbeda
dengan penelitian-penelitian sebelumnya baik dari segi disain, subjek
penelitian dan variabel penelitian. Dengan demikian penelitian ini bukan
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Osteoartritis
1. Definisi Osteoartritis
Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif dengan
etiologi dan patogenesis yang belum jelas serta mengenai populasi
luas. Pada umumnya penderita OA berusia di atas 40 tahun dan
populasi bertambah berdasarkan peningkatan usia. Osteoartritis
merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktorial antara lain
usia, mekanik, genetik, humoral dan faktor kebudayaan.30 Osteoartritis
merupakan suatu penyakit dengan perkembangan slow progressive,
ditandai adanya perubahan metabolik, biokimia, struktur rawan sendi
serta jaringan sekitarnya, sehingga menyebabkan gangguan fungsi
sendi.31 Kelainan utama pada OA adalah kerusakan rawan sendi yang
dapat diikuti dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan
osteofit, kerusakan ligamen dan peradangan ringan pada sinovium,
sehingga sendi yang bersangkutan membentuk efusi.4
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu OA
primer dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebut idiopatik,
disebabkan faktor genetik, yaitu adanya abnormalitas kolagen
sehingga mudah rusak. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang
didasari kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro
dan makro trauma, imobilitas yang terlalu lama serta faktor risiko
lainnya, seperti obesitas dan sebagainya.3
2. Patogenesis Osteoartritis
Terjadinya OA tidak lepas dari banyak persendian yang ada di
dalam tubuh manusia. Sebanyak 230 sendi menghubungkan 206
tulang yang memungkinkan terjadinya gesekan. Untuk melindungi
tulang dari gesekan, di dalam tubuh ada tulang rawan. Namun karena
berbagai faktor risiko yang ada, maka terjadi erosi pada tulang rawan
dan berkurangnya cairan pada sendi. Tulang rawan sendiri berfungsi
untuk meredam getar antar tulang. Tulang rawan terdiri atas jaringan
lunak kolagen yang berfungsi untuk menguatkan sendi, proteoglikan
yang membuat jaringan tersebut elastis dan air (70% bagian) yang
menjadi bantalan, pelumas dan pemberi nutrisi.32
Kondrosit adalah sel yang tugasnya membentuk proteoglikan
dan kolagen pada rawan sendi. Osteoartritis terjadi akibat kondrosit
gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan memelihara
keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler,
termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI dan X yang berlebihan dan
sintesis proteoglikan yang pendek. Hal tersebut menyebabkan terjadi
mengubah biomekanik dari tulang rawan, sehingga tulang rawan sendi
kehilangan sifat kompresibilitasnya yang unik.4,15,33
Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA,
terutama setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan
perasaan tidak nyaman. Sinoviosit yang mengalami peradangan akan
menghasilkan Matrix Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin
yang akan dilepaskan ke dalam rongga sendi dan merusak matriks
rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada akhirnya tulang
subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan
terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik.4,33
Agrekanase merupakan enzim yang akan memecah
proteoglikan di dalam matriks rawan sendi yang disebut agrekan. Ada
dua tipe agrekanase yaitu agrekanase 1 (ADAMTs-4) dan agrekanase
2 (ADAMTs-11). MMPs diproduksi oleh kondrosit, kemudian diaktifkan
melalui kaskade yang melibatkan proteinase serin (aktivator
plasminogen, plamsinogen, plasmin), radikal bebas dan beberapa
MMPs tipe membran. Kaskade enzimatik ini dikontrol oleh berbagai
inhibitor, termasuk TIMPs dan inhibitor aktifator plasminogen. Enzim
lain yang turut berperan merusak kolagen tipe II dan proteoglikan
adalah katepsin, yang bekerja pada pH rendah, termasuk proteinase
aspartat (katepsin D) dan proteinase sistein (katepsin B, H, K, L dan
terdapat di dalam rawan sendi, tetapi glikosidase lain turut berperan
merusak proteoglikan.15
Berbagai sitokin turut berperan merangsang kondrosit dalam
menghasilkan enzim perusak rawan sendi. Sitokin-sitokin pro-inflamasi
akan melekat pada reseptor di permukaan kondrosit dan sinoviosit dan
menyebabkan transkripsi gene MMP sehingga produksi enzim
tersebut meningkat. Sitokin yang terpenting adalah IL-1, selain
sebagai sitokin pengatur (6, 8, LIFI) dan sitokin inhibitor (4,
IL-10, IL-13 dan IFN-γ). Sitokin inhibitor ini bersama IL-Ira dapat
menghambat sekresi berbagai MMPs dan meningkatkan sekresi
TIMPs. Selain itu, IL-4 dan IL-13 juga dapat melawan efek metabolik
IL-1. IL-1 juga berperan menurunkan sintesis kolagen tipe II dan IX
dan meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III, sehingga
menghasilkan matriks rawan sendi yang berkualitas buruk.4,32
3. Gejala dan Tanda Klinik Osteoartritis
Pada umumnya, gambaran klinis osteoartritis berupa nyeri
sendi, terutama bila sendi bergerak atau menanggung beban, yang
akan berkurang bila penderita beristirahat. Nyeri dapat timbul akibat
beberapa hal, termasuk dari periostenum yang tidak terlindungi lagi,
mikrofaktur subkondral, iritasi ujung-ujung saraf di dalam sinovium
dalam tulang dan peningkatan tekanan intraoseus dan sinovitis yang
diikuti pelepasan prostaglandin, leukotrien dan berbagai sitokin.33
Selain nyeri, dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah sendi
tidak digerakkan beberapa lama (gel phenomenon), tetapi kekakuan
ini akan hilang setelah sendi digerakkan. Jika terjadi kekakuan pada
pagi hari, biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit ( tidak
lebih dari 30 menit ).34
Gambaran lainnya adalah keterbatasan dalam bergerak, nyeri
tekan lokal, pembesaran tulang di sekitar sendi, efusi sendi dan
krepitasi. Keterbatasan gerak biasanya berhubungan dengan
pembentukan osteofit, permukaan sendi yang tidak rata akibat
kehilangan rawan sendi yang berat atau spasme dan kontraktur otot
periartikular. Nyeri pada pergerakan dapat timbul akibat iritasi kapsul
sendi, periostitis dan spasme otot periartikular.33
Beberapa penderita mengeluh nyeri dan kaku pada udara
dingin dan atau pada waktu hujan. Hal ini mungkin berhubungan
dengan perubahan tekanan intra artikular sesuai dengan perubahan
tekanan atmosfir. Beberapa gejala spesifik yang dapat timbul antara
lain adalah keluhan instabilitas pada penderita OA lutut pada waktu
paha depan pada penderita OA koksa atau gangguan menggunakan
tangan pada penderita OA tangan.4
B. Osteoartritis Lutut
1. Riwayat Alamiah Osteoartritis Lutut
Progresifitas OA lutut membutuhkan waktu bertahun-tahun,
sebab sekali terjadi, sendi dapat berada pada kondisi yang tetap
selama beberapa tahun. Suatu studi epidemiologi menemukan bahwa
pada kohort dari 63 pasien OA lutut, gambaran radiografi yang lebih
buruk pada waktu-waktu berikutnya terjadi pada 1/3 kohort.35 Pada
studi lainnya, 31 pasien dengan OA lutut diikuti selama 8 tahun, 20
pasien menjadi lebih buruk dan 7 pasien tetap pada kondisi yang
sama. Perubahan simtom, ketidakmampuan dan radiografik tidak
Gambar 2.1 Persendian Lutut Manusia
2. Epidemiologi Osteoartritis Lutut
Dari sekian banyak sendi yang dapat terserang OA, lutut
merupakan sendi yang paling sering dijumpai terserang OA.
Osteoartritis lutut merupakan penyebab utama rasa sakit dan
ketidakmampuan dibandingkan OA pada bagian sendi lainnya.8 Data
Arthritis Research Campaign menunjukkan bahwa lebih dari 550 ribu
orang di Inggris menderita OA lutut yang parah dan 2 juta orang
lutut. Lebih dari 80 ribu operasi replacement sendi lutut dilakukan di
Inggris pada tahun 2000 dengan biaya 405 juta Poundsterling.9
3. Kriteria Diagnosis Osteoartritis Lutut
Secara radiologik didapatkan penyempitan celah sendi,
pembentukan osteofit, sklerosis subkondral dan pada keadaan yang
berat akan tampak kista subkondral. Bila dicurigai terdapat robekan
meniskus atau ligamen, dapat dilakukan pemeriksaan MRI yang akan
menunjukkan gambaran tersebut lebih jelas. Walaupun demikian,
MRI bukan alat diagnostik yang rutin, karena mahal dan seringkali
tidak merubah rancangan terapi. Gambaran laboratorium umumnya
normal. Bila dilakukan analisis cairan sendi juga didapatkan gambaran
cairan sendi yang normal. Bila didapatkan peninggian jumlah leukosit,
perlu dipikirkan kemungkinan artropati kristal atau artritis inflamasi atau
artritis septik.4,33
Kriteria diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi
American College of Rheumatology seperti tercantum pada tabel
berikut ini :3
Tabel 2.1 Kriteria Klasifikasi Osteoartritis Lutut
Klinik dan Laboratorik Klinik dan Radiografik Klinik
Nyeri lutut + minimal 5
dari 9 kriteria berikut :
- Umur > 50 tahun
- Kaku pagi < 30 menit
- Krepitus
- Nyeri tekan
- Pembesaran tulang
- Tidak panas pada
Nyeri lutut + minimal 1
dari 3 kriteria berikut :
- Umur > 50 tahun
- Kaku pagi < 30 menit
- Krepitus
+
OSTEOFIT
Nyeri lutut + minimal 3
dari 6 kriteria berikut :
- Umur > 50 tahun
- Kaku pagi < 30 menit
- Krepitus
- Nyeri tekan
- Pembesaran tulang
- Tidak panas pada
perabaan
4. Faktor Risiko Osteoartritis Lutut
Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA
lutut yaitu faktor predisposisi dan faktor biomekanis. Faktor
predisposisi merupakan faktor yang memudahkan seseorang untuk
terserang OA lutut. Sedangkan faktor biomekanik lebih cenderung
tekanan pada sendi lutut sebagai alat gerak tubuh, sehingga
meningkatkan risiko terhadinya OA lutut.15
a. Faktor Predisposisi
i. Faktor Demografi
- Usia
Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan
kelemahan di sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi,
kalsifikasi tulang rawan dan menurunkan fungsi kondrosit,
yang semuanya mendukung terjadinya OA. Studi
Framingham menunjukkan bahwa 27% orang berusia 63 –
70 tahun memiliki bukti radiografik menderita OA lutut, yang
meningkat mencapai 40% pada usia 80 tahun atau lebih.10
Studi lain membuktikan bahwa risiko seseorang mengalami
gejala timbulnya OA lutut adalah mulai usia 50 tahun.14
Studi mengenai kelenturan pada OA telah menemukan
bahwa terjadi penurunan kelenturan pada pasien usia tua
dengan OA lutut.37
- Jenis kelamin
Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih
tinggi dibandingkan perempuan, tetapi setelah usia lebih
dari 50 tahun prevalensi perempuan lebih tinggi menderita
semakin berkurang setelah menginjak usia 80 tahun. Hal
tersebut diperkirakan karena pada masa usia 50 – 80 tahun
wanita mengalami pengurangan hormon estrogen yang
signifikan.13
- Ras / Etnis
Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan
Amerika tidak berbeda, sedangkan suatu penelitian
membuktikan bahwa ras Afrika – Amerika memiliki risiko
menderita OA lutut 2 kali lebih besar dibandingkan ras
Kaukasia. Penduduk Asia juga memiliki risiko menderita OA
lutut lebih tinggi dibandingkan Kaukasia.15,28 Suatu studi lain
menyimpulkan bahwa populasi kulit berwarna lebih banyak
terserang OA dibandingkan kulit putih.4
ii. Faktor Genetik
Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA lutut,
hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas kode genetik
untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan.15
iii. Faktor Gaya Hidup
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan
positif antara merokok dengan OA lutut. Merokok
meningkatkan kandungan racun dalam darah dan
mematikan jaringan akibat kekurangan oksigen, yang
memungkinkan terjadinya kerusakan tulang rawan. Rokok
juga dapat merusakkan sel tulang rawan sendi. Hubungan
antara merokok dengan hilangnya tulang rawan pada OA
lutut dapat dijelaskan sebagai berikut :38
1. Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi
sel tulang rawan sendi.
2. Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang
mempengaruhi hilangnya tulang rawan.
3. Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon
monoksida dalam darah, menyebabkan jaringan
kekurangan oksigen dan dapat menghambat
pembentukan tulang rawan.
Di sisi lain, terdapat penelitian yang menyimpulkan bahwa
merokok memiliki efek protektif terhadap kejadian OA lutut.
Hal tersebut diperoleh setelah mengendalikan variabel
- Konsumsi Vitamin D
Orang yang tidak biasa mengkonsumsi makanan yang
mengandung vitamin D memiliki peningkatan risiko 3 kali
lipat menderita OA lutut.10,19,39
iv. Faktor Metabolik
- Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat
dimodifikasi. Selama berjalan, setengah berat badan
bertumpu pada sendi lutut. Peningkatan berat badan akan
melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan. Studi di
Chingford menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan
Indeks Massa Tubuh (IMT) sebesar 2 unit (kira-kira 5 kg
berat badan), rasio odds untuk menderita OA lutut secara
radiografik meningkat sebesar 1,36 poin.20 Penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa semakin berat tubuh akan
meningkatkan risiko menderita OA lutut. Kehilangan 5 kg
berat badan akan mengurangi risiko OA lutut secara
simtomatik pada wanita sebesar 50%. Demikian juga
peningkatan risiko mengalami OA lutut yang progresif
tampak pada orang-orang yang kelebihan berat badan
- Osteoporosis
Hubungan antara OA lutut dan osteoporosis mendukung
teori bahwa gerakan mekanis yang abnormal tulang akan
mempercepat kerusakan tulang rawan sendi. Suatu studi
menunjukkan bahwa terdapat kasus OA lutut tinggi pada
penderita osteoporosis.15
- Penyakit Lain
OA lutut terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus,
hipertensi dan hiperurikemi, dengan catatan pasien tidak
mengalami obesitas.15
- Histerektomi
Prevalensi OA lutut pada wanita yang mengalami
pengangkatan rahim lebih tinggi dibandingkan wanita yang
tidak mengalami pengangkatan rahim. Hal ini diduga
berkaitan dengan pengurangan produksi hormon estrogen
setelah dilakukan pengangkatan rahim.15
- Menisektomi
Osteoartritis lutut dapat terjadi pada 89% pasien yang telah
menjalani menisektomi.4 Menisektomi merupakan operasi
yang dilakukan di daerah lutut dan telah diidentifikasi
sebagai faktor risiko penting bagi OA lutut.40 Hal tersebut
1. Hilangnya jaringan meniskus akibat menisektomi
membuat tekanan berlebih pada tulang rawan sendi
sehingga memicu timbulnya OA lutut.
2. Bagi pasien yang mengalami menisektomi, degenerasi
meniskal dan robekan mungkin menjadi lebih luas dan
perubahan pada tulang rawan sendi akan lebih besar
daripada mereka yang tidak melakukan menisektomi.
b. Faktor Biomekanis
i. Riwayat Trauma Lutut
Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum
krusiatum dan meniskus merupakan faktor risiko timbulnya OA
lutut.4 Studi Framingham menemukan bahwa orang dengan
riwayat trauma lutut memiliki risiko 5 – 6 kali lipat lebih tinggi
untuk menderita OA lutut.10 Hal tersebut biasanya terjadi pada
kelompok usia yang lebih muda serta dapat menyebabkan
kecacatan yang lama dan pengangguran.
ii. Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA lutut antara lain kelainan lokal pada
sendi lutut seperti genu varum, genu valgus, Legg – Calve –
Perthes disease dan displasia asetabulum. Kelemahan otot
kuadrisep dan laksiti ligamentum pada sendi lutut termasuk
kelainan lokal yang juga menjadi faktor risiko OA lutut.15
Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat,
terutama yang banyak menggunakan kekuatan yang bertumpu
pada lutut. Prevalensi lebih tinggi menderita OA lutut ditemukan
pada kuli pelabuhan, petani dan penambang dibandingkan pada
pekerja yang tidak banyak menggunakan kekuatan lutut seperti
pekerja administrasi.4,16 Terdapat hubungan signifikan antara
pekerjaan yang menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA
lutut.17
iv. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap
hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari),
mengangkat barang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau
lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat (10 kg –
50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun
tangga setiap hari merupakan faktor risiko OA lutut.4,18
v. Kebiasaan olah raga
Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti
sepak bola, lari maraton dan kung fu memiliki risiko meningkat
untuk menderita OA lutut. Kelemahan otot kuadrisep primer
merupakan faktor risiko bagi terjadinya OA dengan proses
menurunkan stabilitas sendi dan mengurangi shock yang
menyerap materi otot.15 Tetapi, di sisi lain seseorang yang
lutut. Ketika seseorang tidak melakukan gerakan, aliran cairan
sendi akan berkurang dan berakibat aliran makanan yang
masuk ke sendi juga berkurang. Hal tersebut akan
mengakibatkan proses degeneratif menjadi berlebihan.11
C. Penatalaksanaan Osteoartritis
Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang mengalami OA
adalah untuk edukasi pasien, pengendalian rasa sakit, memperbaiki
fungsi sendi yang terserang dan menghambat penyakit supaya tidak
menjadi lebih parah. Penatalaksanaan OA terdiri dari terapi non obat
(edukasi, penurunan berat badan, terapi fisik dan terapi kerja), terapi obat,
terapi lokal dan tindakan bedah.34
1. Terapi Non Obat
Terapi non obat terdiri dari edukasi, penurunan berat badan,
terapi fisik dan terapi kerja. Pada edukasi, yang penting adalah
meyakinkan pasien untuk dapat mandiri, tidak selalu tergantung pada
orang lain. Walaupun OA tidak dapat disembuhkan, tetapi kualitas
hidup pasien dapat ditingkatkan.4
Penurunan berat badan merupakan tindakan yang penting,
terutama pada pasien-pasien obesitas, untuk mengurangi beban pada
sendi yang terserang OA dan meningkatkan kelincahan pasien waktu
obesitas, kemudian mereka melakukan penurunan berat badan
dengan cara diet dan olah raga. Setelah diikuti selama 6 bulan,
dilaporkan bahwa pasien-pasien tersebut mengalami perbaikan fungsi
sendi serta pengurangan derajat dan frekuensi rasa sakit.42
Terapi fisik dan terapi kerja bertujuan agar penderita dapat
melakukan aktivitas optimal dan tidak tergantung pada orang lain.
Terapi ini terdiri dari pendinginan, pemanasan dan latihan
penggunaan alat bantu. Dalam terapi fisik dan terapi kerja dianjurkan
latihan yang bersifat penguatan otot, memperluas lingkup gerak sendi
dan latihan aerobik. Latihan tidak hanya dilakukan pada pasien yang
tidak menjalani tindakan bedah, tetapi juga dilakukan pada pasien
yang akan dan sudah menjalani tindakan bedah, sehingga pasien
dapat segera mandiri setelah pembedahan dan mengurangi
komplikasi akibat pembedahan.15,34
2. Terapi Obat
Parasetamol merupakan analgesik pertama yang diberikan
pada penderita OA dengan dosis 1 gram 4 kali sehari, karena
cenderung aman dan dapat ditoleransi dengan baik, terutama pada
pasien usia tua. Kombinasi parasetamol / opiat seperti coproxamol
bisa digunakan jika parasetamol saja tidak membantu. Tetapi jika
dimungkinkan, penggunaan opiat yang lebih kuat hendaknya
Kelompok obat yang banyak digunakan untuk menghilangkan
nyeri penderita OA adalah obat anti inflamasi non steroid (OAINS).
OAINS bekerja dengan cara menghambat jalur siklooksigenase (COX)
pada kaskade inflamasi. Terdapat 2 macam enzim COX, yaitu COX-1
(bersifat fisiologik, terdapat pada lambung, ginjal dan trombosit) dan
COX-2 (berperan pada proses inflamasi). OAINS tradisional bekerja
dengan cara menghambat COX-1 dan COX-2, sehingga dapat
mengakibatkan perdarahan lambung, gangguan fungsi ginjal, retensi
cairan dan hiperkalemia. OAINS yang bersifat inhibitor COX-2 selektif
akan memberikan efek gastrointestinal yang lebih kecil dibandingkan
penggunaan OAINS yang tradisional.4,15,34
3. Terapi Lokal
Terapi lokal meliputi pemberian injeksi intra artikular steroid
atau hialuronan (merupakan molekul glikosaminoglikan besar dan
berfungsi sebagai viskosuplemen) dan pemberian terapi topikal,
seperti krem OAINS, krem salisilat atau krem capsaicin. Injeksi
steroid intra artikular diberikan bila didapatkan infeksi lokal atau efusi
4. Operasi
Bagi penderita dengan OA yang sudah parah, maka operasi
merupakan tindakan yang efektif.43 Operasi yang dapat dilakukan
antara lain arthroscopic debridement, joint debridement, dekompresi
tulang, osteotomi dan artroplasti. Walaupun tindakan operatif dapat
menghilangkan nyeri pada sendi OA, tetapi kadang-kadang fungsi
sendi tersebut tidak dapat diperbaiki secara adekuat, sehingga terapi
fisik pre dan pasca operatif harus dipersiapkan dengan baik.15,43
5. Tindakan Alternatif Lain
Perkembangan penatalaksanaan OA yang terbaru adalah
penggunaan glukosamin dan kondroitin untuk pengobatan OA, yang
digolongkan dalam makanan suplemen, namun hasilnya masih
kontroversial.Terapi lain yang masih dalam tahap eksperimen adalah
cartilage repair dan transplantasi rawan sendi. Kedua model
penatalaksanaan tersebut belum dapat digunakan untuk pengobatan
Sumber : Modifikasi 4,15,34,42,43
Gambar 2.3 Piramida Penatalaksanaan Osteoartritis
D. Ringkasan Telaah Pustaka
Osteoartritis (OA) adalah penyakit dengan penyebab multifaktorial,
perkembangan slow progressive, ditandai dengan perubahan metabolik,
Ope-rasi
Intervensi Lanjut Non Operasi
injeksi
Intervensi Sederhana Non Operasi
obat anti inflamasi non steroid, fisioterapi
Perawatan Mandiri
analgesik sederhana, topical agents, gaya hidup
Informasi dan Advis
pendidikan, penurunan berat badan, perubahan gaya hidup
Jumlah Penderita
Sedikit
Beberapa
Semua Diawasi
biokimia pada struktur rawan sendi serta jaringan sekitarnya yang
akhirnya menyebabkan kerusakan sendi31
Di dalam tubuh manusia terdapat 230 sendi yang menghubungkan
206 tulang dan pada permukaannya terdapat tulang rawan. Tulang rawan
berfungsi untuk melindungi tulang dari gesekan. Namun karena
terdapatnya berbagai faktor risiko disertai faktor presipitasi mekanik, maka
terjadi erosi pada tulang rawan dan berkurangnya cairan pada sendi.
Tulang rawan sendiri berfungsi untuk meredam getar antar tulang. Tulang
rawan terdiri atas jaringan lunak kolagen yang berfungsi untuk
menguatkan sendi, proteoglikan yang membuat jaringan tersebut elastis
dan air (70% bagian) yang menjadi bantalan, pelumas dan pemberi
nutrisi.32
Pada umumnya, gambaran klinis osteoartritis berupa nyeri sendi,
terutama bila sendi bergerak atau menanggung beban, yang akan
berkurang bila penderita beristirahat.33 Selain nyeri, dapat pula terjadi
kekakuan sendi setelah sendi tidak digerakkan beberapa lama (gel
phenomenon), tetapi kekakuan ini akan hilang setelah sendi digerakkan.
Jika terjadi kekakuan pada pagi hari, biasanya hanya berlangsung selama
beberapa menit ( tidak lebih dari 30 menit ).34 Gambaran lainnya adalah
keterbatasan dalam bergerak, nyeri tekan lokal, pembesaran tulang di
Dari sekian banyak sendi yang dapat terserang OA, lutut
merupakan sendi yang paling sering dijumpai terserang OA. Osteoartritis
lutut merupakan penyebab utama rasa sakit dan
ketidakmampuan dibandingkan OA pada bagian sendi lainnya.8 Data
Arthritis Research Campaign menunjukkan bahwa lebih dari 550 ribu
orang di Inggris menderita OA lutut yang parah dan 2 juta orang
mengunjungi dokter praktek umum maupun rumah sakit karena OA lutut.
Lebih dari 80 ribu operasi replacement sendi lutut dilakukan di Inggris
pada tahun 2000 dengan biaya 405 juta Poundsterling.9
Diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi American
College of Rheumatology (kriteria klinik dan radiologik Altman tahun
1987). Secara radiologik didapatkan penyempitan celah sendi,
pembentukan osteofit, sklerosis subkondral dan pada keadaan yang berat
tampak kista subkondral.3 Faktor risiko timbulnya OA lutut antara lain usia,
jenis kelamin perempuan, ras / etnis, keturunan, kebiasaan merokok,
konsumsi vitamin D, obesitas, osteoporosis, diabetes mellitus, hipertensi,
hiperurisemi, histerektomi, menisektomi, riwayat trauma lutut, kelainan
anatomis, pekerjaan, aktivitas fisik dan kebiasaan olah
Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang mengalami OA
adalah pengendalian rasa sakit, memperbaiki fungsi sendi yang terserang
dan menghambat penyakit supaya tidak menjadi lebih parah.
Penatalaksanaan OA terdiri dari terapi non obat (edukasi, penurunan
berat badan, terapi fisik dan terapi kerja), terapi obat, terapi lokal dan
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Teori
Kerangka teori menggambarkan variabel-variabel bebas yang
mempengaruhi kejadian OA lutut, yang teriri dari faktor predisposisi dan
faktor presipitasi biomekanis. Kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap
terjadinya OA lutut baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
mekanisme biokimia tubuh. Faktor predisposisi terdiri dari faktor
demografi (usia, jenis kelamin, ras / etnis), faktor genetik, faktor gaya
hidup (kebiasaan merokok, asupan vitamin D) dan metabolik (obesitas,
osteoporosis, diabetes mellitus, hipertensi, hiperurikemi, histerektomi).
Sedangkan faktor presipitasi biomekanis terdiri dari trauma lutut,
menisektomi, kelainan anatomis, pekerjaan, aktivitas fisik dan kebiasaan
olah raga.
Hubungan antar variabel dalam kerangka teori juga dapat
diketahui. Tampak bahwa usia akan mempengaruhi pekerjaan, aktivitas
fisik dan kebiasaan olah raga seseorang. Sedangkan pekerjaan, aktivitas
fisik dan kebiasaan olah raga akan mempengaruhi obesitas dan riwayat
trauma lutut. Riwayat trauma lutut akan mempengaruhi menisektomi.
Metabolik dipengaruhi oleh faktor genetik, gaya hidup, demografi dan
Semua variabel tersebut dapat mempengaruhi kejadian OA lutut baik
secara langsung maupun melalui interaksi antar variabel terlebih dahulu.
Faktor
Sumber : Modifikasi 4,10-15,17-25,37-41
Bagan 3.1 Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Osteoartritis Lutut
B. Kerangka Konsep
Kerangka teori yang telah dipaparkan disederhanakan menjadi
kerangka konsep, yang berisi variabel-variabel yang akan diteliti oleh
peneliti. Pemilihan variabel-variabel yang diteliti maupun tidak diteliti
dilakukan berdasarkan beberapa alasan sebagai berikut :
1. Alasan Pemilihan Variabel Penelitian
Penetapan variabel-variabel bebas seperti jenis kelamin,
kebiasaan merokok, kebiasaan mengkonsumsi makanan yang
mengandung vitamin D, obesitas, histerektomi, menisektomi, riwayat
trauma lutut, kebiasaan bekerja dengan beban berat, aktivitas fisik
berat dan kebiasaan olah raga yang akan diteliti dalam penelitian ini
adalah berdasarkan alasan-alasan berikut :
a. Variabel-variabel tersebut merupakan variabel yang penting untuk
diketahui apakah merupakan faktor risiko osteoartritis lutut atau
b. Variabel-variabel tersebut di atas dapat ditanyakan secara
langsung kepada responden dan diharapkan mendapatkan
jawaban yang benar.
c. Untuk mengetahui variabel – variabel tersebut tidak
membutuhkan penegakan diagnosis laboratorium.
2. Alasan Variabel yang Tidak Diteliti
Beberapa variabel bebas yang tidak dipilih untuk diteliti adalah
berdasarkan alasan sebagai berikut :
a. Umur
Osteoartritis lutut sudah jelas banyak menyerang penduduk yang
berusia tua (lebih dari 50 tahun), sehingga variabel umur dirasa
tidak perlu untuk diteliti.
b. Ras
Penelitian dilakukan di Kota Semarang, dimana responden
memiliki ras yang homogen.
c. Genetik
Variabel ini tidak diteliti karena pemeriksaan genetik memerlukan
pemeriksaan biomolekuler yang membutuhkan biaya besar.
Sedangkan untuk menanyakan apakah punya riwayat keluarga
jawaban yang akurat dari responden, karena responden belum
tentu mengetahui secara pasti.
d. Osteoporosis
Osteoporosis tidak diteliti karena penegakan diagnosis
osteoporosis menggunakan alat yang relatif mahal.
e. Diabetes mellitus, hipertensi, hiperurikemi dan kelainan anatomis
Penegakan diagnosis diabetes mellitus, hipertensi, hiperurikemi
dan kelainan anatomis memerlukan diagnosis konfirmasi dari
laboratorium dan ahli di bidangnya untuk mengetahui kebenaran
jawaban yang diberikan responden.
Faktor Predisposisi
OSTEOARTRITIS LUTUT
Gaya Hidup
Kebiasaan merokok
Konsumsi vitamin D
Metabolik
Obesitas
Trauma lutut Histerektomi
Demografi
Jenis kelamin
Faktor
Presipitasi Biomekanis
Bagan 3.2 Kerangka Konsep Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Osteoartritis Lutut
Keterangan
= Variabel Bebas
= Variabel Terikat
C. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori yang telah dipaparkan, maka hipotesis
yang diajukan adalah :
1. Hipotesis Mayor
Variabel faktor predisposisi (demografi, gaya hidup, metabolik) dan
faktor biomekanik merupakan faktor risiko osteoartritis lutut.
2. Hipotesis Minor
a. Jenis kelamin perempuan merupakan faktor risiko osteoartritis
lutut.
b. Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko osteoartritis lutut.
Kebiasaan olah raga Aktivitas fisik
c. Tidak biasa mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin D
merupakan faktor risiko osteoartritis lutut.
d. Obesitas ( Indeks Massa Tubuh lebih dari 25) merupakan faktor
risiko osteoartritis lutut.
e. Histerektomi merupakan faktor risiko osteoartritis lutut.
f. Menisektomi merupakan faktor risiko osteoartritis lutut.
g. Riwayat trauma lutut merupakan faktor risiko osteoartritis lutut.
h. Kebiasaan bekerja dengan beban berat merupakan faktor risiko
osteoartritis lutut.
i. Aktivitas fisik berat merupakan faktor risiko osteoartritis lutut.
j. Kebiasaan olah raga benturan keras merupakan faktor risiko
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus kontrol
melalui metode observasional.44 Disain tersebut dipilih karena sesuai
dengan tujuan penelitian, yaitu membuktikan faktor-faktor risiko yang
berpengaruh terhadap terjadinya suatu penyakit. Dibandingkan dengan
disain studi analitik lainnya, biaya studi kasus kontrol lebih murah dan
secara teknis lebih mudah dilakukan. Kekuatan hubungan sebab akibat
disain studi kasus kontrol lebih kuat dibandingkan dengan studi kros
seksional. 45 Studi kasus kontrol membutuhkan jumlah sampel yang lebih
kecil dibandingkan studi kohort dan membutuhkan waktu yang lebih
singkat dalam pelaksanaannya. Dibandingkan dengan studi
eksperimental, studi kasus kontrol secara etika lebih memungkinkan untuk
dilakukan.46
Rancangan penelitian studi kasus kontrol yang diajukan adalah
Sumber : Modifikasi Gordis, 2000.
Bagan 4.1 Disain Studi Kasus Kontrol
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kota Semarang berdasarkan kasus dari
Rumah Sakit Dokter Kariadi (RSDK) Semarang. Alasan pemilihan lokasi
tersebut adalah :
1. Tren kasus osteoartritis di RSDK Semarang meningkat selama kurun
waktu 3 tahun (2004-2006).
2. Penelitian yang menganalisis faktor risiko osteoartritis lutut di Kota
Semarang belum pernah dilakukan.
Terpapar faktor risiko
Tidak terpapar faktor risiko
Terpapar faktor risiko
G. Populasi dan Sampel
1. Populasi Target
Populasi target adalah seluruh penderita osteoartritis lutut.
2. Populasi Studi
a. Populasi Kasus
Populasi kasus adalah seluruh pasien yang didiagnosis menderita
osteoartritis lutut yang dipertegas dengan hasil x-ray rontgen dan
tercatat di catatan medis Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang.
b. Populasi kontrol
Populasi kontrol adalah seluruh pasien yang didiagnosis tidak
menderita osteoartritis lutut yang dipertegas dengan hasil x-ray
rontgen dan tercatat di catatan medis Rumah Sakit Dokter Kariadi
Semarang.
3. Sampel
a. Kasus
Kasus merupakan populasi kasus yang terpilih untuk menjadi
subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan eklusi kasus.
i. Kriteria Inklusi Kasus
Penderita osteoartritis lutut yang memenuhi kriteria klinis dan
radiologis Altman 1987.
Osteoartritis lutut genetik (terdapat Herberden Nodule).
iii. Cara Mendapatkan Kasus
Penderita OA lutut yang memenuhi kriteria diagnosis klinis dan
radiologis Altman 1987 diambil berdasarkan data catatan medis
Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang bulan Januari 2007 –
Maret 2007 (trimester I tahun 2007), kemudian dilakukan
pemilihan sampel secara acak sampai memenuhi jumlah
sampel minimal.
b. Kontrol
Kontrol merupakan penderita yang berobat di Rumah Sakit Dokter
Kariadi Semarang dengan jenis kelamin dan umur yang sesuai
kasus, dimana tidak menderita OA lutut sesuai kriteria klinis dan
radiologis Altman 1987.
i. Kriteria Kontrol
Penderita yang berobat di Rumah Sakit Dokter Kariadi
Semarang dengan bukti tidak memenuhi kriteria klinis dan
radiologis Altman 1987.
ii. Cara Mendapatkan Kontrol
Berdasarkan data di bagian radiologi Rumah Sakit Dokter
tahun 2007), diambil pasien yang menjalani rontgen pada lutut,
kemudian dikonfirmasi ke bagian radiologik Rumah Sakit Dokter
Kariadi Semarang. Jika hasil diagnosis tidak menderita
osteoartritis lutut, maka dijadikan sebagai kontrol. Jika jumlah
kontrol belum memenuhi jumlah
sampel minimal, maka pengambilan data “diperpanjang” dari
bulan Oktober 2006 – Desember 2006 (trimester IV tahun 2006)
sampai memenuhi jumlah sampel minimal.
c. Besar Sampel
Untuk menentukan besarnya sampel pada penelitian ini,
digunakan rumus sebagai berikut :40
n = (Z∀√ 2PQ + Z∃√ P1Q1 + P2Q2)2
(P1 – P2)2
Keterangan :
Z∀ = Tingkat kepercayaan 5% Î 1,96
Z∃ = Presisi 80% Î 0,842
P1 = OR x P2
(1 – P2) + (OR x P2)
P2 = Proporsi terpapar pada kelompok kontrol yang diketahui
P = ½ (P1 + P2)
Q1 = 1 – P1
Q2 = 1 – P2
Penghitungan besar sampel ditentukan dengan memperhatikan
Odds Ratio (OR) hasil beberapa penelitian sebelumnya mengenai
faktor risiko osteoartritis lutut. Nilai OR berbagai faktor risiko
osteoartritis lutut berdasarkan hasil penelitian sebelumnya
ditampilkan pada tabel berikut :
Tabel 4.1 Nilai Odds Ratio Faktor Risiko Osteoartritis Lutut
NO VARIABEL OR 95% CI n
1. Usia12 3,4 1,4 – 5,6 64
2. Jenis kelamin13 3,2 1,2 – 12,1 65
3. Kebiasaan merokok12 7,7 2,4 – 24,3 31
4. Kebiasaan konsumsi makanan
yang mengandung vitamin D19
3,1
9. Riwayat trauma lutut4,23,24 6,25
7,6
12. Kebiasaan olah raga11,17 3,5
4,2
2,2 – 8,0 52
Setelah dilakukan penghitungan besar sampel menggunakan
rumus yang telah disebutkan sebelumnya, dengan tingkat
kepercayaan 95% dan OR 3,1 – 17,9, diperoleh sampel terkecil 23
dan sampel terbesar 65. Dengan demikian, responden dalam
penelitian ini sebanyak 65 kasus dan 65 kontrol.
H. Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen
Kejadian osteoartritis lutut
2. Variabel Independen
a. Jenis kelamin
b. Kebiasaan merokok
c. Asupan vitamin D
d. Obesitas
e. Histerektomi
f. Menisektomi
g. Riwayat trauma lutut
i. Aktivitas fisik
j. Kebiasaan olah raga benturan keras secara berlebihan
I. Definisi Operasional, Kategori, Cara Pengukuran dan Skala
Untuk menyamakan pandangan dan pengertian terhadap variabel
penelitian, maka dibuat definisi operasional seperti dijelaskan pada tabel
berikut :
Tabel 4.2
Definisi Operasional, Kategori, Cara Pengukuran dan Skala
NO VARIABEL DEFINISI
OPERASIONAL
oleh Rumah Sakit
Dokter Kariadi
Semarang, dilihat
dari gejala tanda
yang dipertegas