Bab 3
ARAHAN STRATEGIS NASIONAL
BIDANG CIPTA KARYA
Rencana Tata Ruang Wilayah memuat arahan struktur ruang dan pola ruang. Struktur
ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang
berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki
hubungan fungsional, sedangkan pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
Pembangunan bidang Cipta Karya harus memperhatikan arahan struktur dan pola ruang yang tertuang
dalam RTRW, selain untuk mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan juga dapat
mewujudkan tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang yaitu keharmonisan antara lingkungan
alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya
buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta pelindungan fungsi ruang dan
pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
3.1 RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL (RTRWN)
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) disusun melalui Peraturan
Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang
dijadikan sebagai pedoman untuk:
a) Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional,
b) Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional,
c) Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional,
d) Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah
provinsi, serta keserasian antarsektor,
e) Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi,
f) Penataan ruang kawasan strategis nasional, dan
Arahan yang harus diperhatikan dari RTRWN untuk ditindak lanjuti ke dalam
RPI2JM kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
a. Penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
Kriteria:
i) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan
ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional,
ii) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan
jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi, dan/atau
iii) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi
skala nasional atau melayani beberapa provinsi.
b. Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
Kriteria:
i) Kawasan Perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan
ekspor-impor yang mendukung PKN,
ii) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan
jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten, dan/atau
iii) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang
melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.
c. Penetapan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)
Kriteria:
i) Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara
tetangga,
ii) Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang
menghubungkan dengan negara tetangga,
iii) Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan
wilayah sekitarnya, dan/atau
iv) Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong
perkembangan kawasan di sekitarnya.
d. Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Penetapan kawasan strategis nasional
dilakukan berdasarkan kepentingan:
a) diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara
berdasarkan geostrategi nasional,
b) diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi
dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem
persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan, atau
c) merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang
berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.
ii. Pertumbuhan ekonomi,
a) memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh,
b) memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional,
c) memiliki potensi ekspor, didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan
ekonomi,
d) memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi,berfungsi untuk
mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan
ketahanan pangan nasional,
e) berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka
mewujudkan ketahanan energi nasional, atau ditetapkan untuk mempercepat
pertumbuhan kawasan tertinggal.
iii. Sosial dan budaya
a) merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya
nasional,
b) merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri bangsa,
c) merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan,
d) merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional,
e) memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya, atau
f) memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional.
iv. Pendayagunaan sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi
a) Diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu
b) pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumberdaya alam strategis nasional,
pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir
c) memiliki sumber daya alam strategis nasional
e) berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir, atau
f) berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.
v. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
a) Merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati,
b) merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan
ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang
harus dilindungi dan/atau dilestarikan,
c) memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang
menimbulkan kerugian negara,
d) memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro menuntut prioritas tinggi
peningkatan kualitas lingkungan hidup rawan bencana alam nasional sangat menentukan
dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan
kehidupan.
Tabel 3.1Penetapan Lokasi Pusat kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN
NO PROVINSI PKN PKW
1 2 3 4
1 Nanggroe Aceh
Darussalam Lhokseumawe
Sabang, Banda
Aceh, Takengon, Meulaboh
2 Sumatera Utara
Kawasan Perkotaan Tebingtinggi, Medan-Binjai-Deli
Serdang-Karo (Mebidangro)
Sidikalang, pematang Siantar, Balige, Rantau Prapat, Kisaran, Gunung Balige, Padang
3 Sumatera Barat Padang
Pariaman, Sawahlunto,
Muarasiberut, Bukittinggi, Solok
4 Riau Pekanbaru, Dumai
Bangkinang, Teluk
Kuantan, Bengkalis, Bagan Siapiapi, Tembilahan,
Rengat, Pangkalan Kerinci, Pasir Pangarayan, Siak Sri Indrapura
Terempa, Daik Lingga, Dabo – Pulau Singkep, Tanjung Balai Karimun
6 Jambi
Jambi Kuala Tungkal,
Sarolangun, Muarabungo, Muara Bulian
7 Sumatera Selatan Palembang
Muara Enim,
Kayuagung, Baturaja, Prabumulih, Lubuk Linggau, Sekayu, Lahat
8 Bengkulu Bengkulu, Manna,
Muko-Muko, Curup
9 Bangka Belitung Pangkal Pinang,
Muntok, Tanjung
10 Lampung Bandar Lampung Metro, Kalianda, Liwa, Menggala,
Kotabumi, Kota Agung
11 DKI Jakarta – Kawasan Perkotaan Jawa Barat - Banten Jabodetabek
12 Banten Serang, Cilegon Pandeglang,Rangkas Bitung
13 Jawa Barat
Kawasan Perkotaan Sukabumi,
Bandung Raya, Cirebon
Cikampek – Cikopo, Pelabuhanratu, Indramayu, Kadipaten, Tasikmalaya, Pangandaran
15 Daerah Istimewa
Yogyakarta Yogyakarta Bantul, Sleman
16 Jawa Timur
Kawasan Perkotaan Probolinggo,
(Gerbangkertosusila), Malang
Tuban, Kediri, Madiun, Banyuwangi, Jember, Blitar, Pamekasan,
Bojonegoro, Pacitan
17 Bali
Kawasan Perkotaan Singaraja,
Denpasar-Bangli-Gianyar-Tabanan (Sarbagita)
Semarapura, Negara
18 Nusa Tenggara Barat Mataram Praya, Raya, Sumbawa Besar
19 Nusa Tenggara Timur Kupang
Soe, Kefamenanu,
Ende, Maumere, Waingapu, Ruteng, Labuan Bajo
20 Kalimantan Barat Pontianak
Mempawah,
Singkawang, Sambas, Ketapang, Putussibau, Entikong, Sanggau, Sintang
Pangkalan Bun, Buntok, Muarateweh, Sampit
22 Kalimantan Selatan Banjarmasin Amuntai,
Martapura, Marabahan, Kotabaru
23 KalimantanTimur
Kawasan Perkotaan Balikpapan-Tenggarong-
Samarinda-Bontang, Tarakan
Tanjung Redeb, Sangata, Nunukan, Tanjung Selor, Malinau, Tanlumbis, Tanah Grogot, Sendawar
24 Gorontalo Gorontalo Isimu, Kuandang, Tilamuta
25 Sulawesi Utara Kawasan Perkotaan Tomohon,
Manado-Bitung Tondano, Kotamobagu
26 Sulawesi Tengah Palu Poso, Luwuk, Buol,
Kolonedale, Tolitoli, Donggala
27 Sulawesi Selatan
Kawasan Perkotaan Pangkajene,
Makassar-Sungguminasa- Takalar-Maros (Maminasata)
Jeneponto, Palopo, Watampone, Bulukumba, Barru, Parepare
28 Sulawesi Barat Mamuju, Majene, Pasangkayu
29 Sulawesi Tenggara Kendari Unaaha, Lasolo,
Bau-Bau, Raha, kolaka
30 Maluku Ambon
Masohi, Werinama,
Kairatu, Tual, Namlea, Wahai, Bula,
31 Maluku Utara Ternate Tidore, Tobelo,
Labuha, Sanana
32 Papua Barat Sorong Fak-Fak,
Manokwari, Ayamaru
33 Papua Jayapura, Timika
Biak, Nabire,
Muting, Bade, Merauke, Sarmi, Arso, Wamena
Tabel 3.2Penetapan Lokasi Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)
Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN
No PUSAT KEGIATAN STRATEGIS
NASIONAL STATUS PROVINSI
1 2 3 4
1 Kota Sabang
I / A / 2 :
2 Kota Dumai I / A/ 1 : Pengembangan Riau / Peningkatan Fungsi
3 Kota Batam I / A/ 1 : Pengembangan Kep. Riau
/ Peningkatan Fungsi
4 Ranai (Ibukota Kab. Natuna)
I / A / 2 : Pengembangan
Baru (Tahap I) Kep. Riau
5
Atambua (Ibukota Kab. Belu)
I / A/ 1 : Pengembangan / Peningkatan Fungsi (Tahap I)
Nusa Tenggara Timur
6
Kalabahi (Ibukota Kab. Alor)
II / A/ 2 : Pengembangan
Baru (Tahap II) Nusa Tenggara Timur
7
Kefamenanu
(Ibukota Kab. Timor Tengah Utara)
I / A / 2 : Pengembangan
Baru (Tahap I) Nusa Tenggara Timur
8 Paloh - Aruk (Kab. I / A / 2 :Pengembangan Kalimantan Barat
Sambas) Baru (Tahap I)
9 Jagoi Babang I / A / 2 :Pengembangan Kalimantan Barat (Kab. Bengkayang) Baru (Tahap I)
10 Nangabadau (Kab. I / A / 2 :Pengembangan Kalimantan Barat
Kapuas Hulu) Baru (Tahap I)
11
Entikong ( Kab. I / A/ 1 : Pengembangan
Kalimantan Barat
Sanggau) / Peningkatan Fungsi
(Tahap I)
12 Jasa (Kab. II / A/ 2 :Pengembangan Kalimantan Barat
Sintang) Baru (Tahap II)
13 Nunukan (Ibukota I / A/ 1 : Pengembangan Kalimantan Timur
Kab. Nunukan) / Peningkatan Fungsi
14 Simanggaris (Kab.
I / A / 2 : Pengembangan
Kalimantan Timur
Nunukan) Baru (Tahap I)
15 Long Midang (Kab.
I / A / 2 :
Pengembangan Kalimantan Timur
Nunukan) Baru (Tahap I)
16 Long Pahangai
II / A/ 2 :
Pengembangan Kalimantan Timur
(kab. Kutai Barat) Baru (Tahap II)
17 Long Nawan (Kab.
II / A/ 2 :
Pengembangan Kalimantan Timur
Malinau) Baru (Tahap II)
18 Melonguane I / A / 2 :
Pengembangan
(ibukota Kab. Talaud) Baru (Tahap I)
19 Tahuna (ibukota
I / A / 2 :
Pengembangan Sulawesi Utara
Kab. Kep. Sangihe) Baru (Tahap I)
20
Saumlaki (Kab. I / A / 2 : Pengembangan
Maluku Maluku Tenggara Baru (Tahap I)
Barat)
21
Ilwaki (Kab. II / A/ 2 :
Pengembangan
Maluku
Maluku Barat Baru (Tahap II)
Daya)
22 Dobo (Kab. Kep.
II / A/ 2 :
Pengembangan Maluku
Aru) Baru (Tahap II)
21 Daruba (Kab. Pulau Morotai)
I / A / 2 :
Pengembangan Maluku Utara
Baru (Tahap I)
22 Kota Jayapura
I / A/ 1 : Pengembangan
Papua / Peningkatan Fungsi
(Tahap I)
23
Kota Tanah Merah I / A/ 1 : Pengembangan
Papua (Ibukota Kab. Tanah Merah) / Peningkatan Fungsi
(Tahap I)
24
Kota Merauke I / A/ 1 : Pengembangan
Papua (Ibukota Kab. Merauke) / Peningkatan Fungsi
(Tahap I)
Tabel 3.3Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN
No KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
1 Kawasan Industri
Lhokseumawe Ekonomi
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang
Ekonomi Kota Sabang
Nanggroe Terpadu Banda Aceh Darussalam
Ekonomi Kota Banda Aceh
4 Kawasan (Aceh Barat, Nagan
Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Subulussalam, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang)
5
Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 2 pulau kecil terluar (Pulau Rondo dan Berhala) dengan negara India / Thailand / Malaysia pulau kecil terluar (Pulau Rondo dan Berhala) dengan negara India / Thailand / Malaysia
Perkotaan Medan – Binjai – Deli Serdang – Karo (Mebidangro) No. 62 Tahun 2011 tentang Dairi, Kab. Karo, Kab. Simalungun, Kab. Toba, Kab. Pakpak Barat
Kab. Agam Sumatera Barat
9 Kawasan Hutan Lindung Bukit
Batabuh Lingkungan Hidup
Kab. Kuantan Singingi dan Kab. Indragiri Hulu
Riau
10 Kawasan Hutan Lindung
11
Kawasan
Perbatasan Laut RI termasuk 20 pulau kecil terluar (Pulau Sentut, Tokong Malang Biru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas, Tokong Belayar, Tokong Boro, Semiun, Sebetul, Sekatung, Senua, Subi Kecil, Kepala, Batu Mandi, Iyu Kecil, Karimun Kecil, Nipa, Pelampong, Batu Berhanti, dan Nongsa) dengan negara Malaysia / Vietnam / Singapura
Penggunaan
12 Kawasan Batam, Bintan, dan
Karimun Ekonomi No. 87 Tahun 2011 tentang
Kawasan Lingkungan Hidup Taman Nasional Kerinci Seblat
Lingkungan Hidup
Kab. Kerinci, Kota Padang, Kab. Lubuk Linggau, Kab.
14 Kawasan Taman Nasional Berbak
Lingkungan
Hidup Kab. Muaro Jambi Jambi
15 Hulu, Kab. Indragiri Hilir, Kab. Tanjung Jabung Barat, Kab. Tebo
Jambi dan Riau
16 Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
17 Kawasan Selat Sunda Ekonomi
Kota Serang, Kota Bandar Lampung
Lampung dan Banten
Perpres No. 86 Tahun 2011 tentang Pengembang an Kawasan Strategis dan
18 Kawasan Instalasi Lingkungan dan Cuaca
Pusat DKI Jakarta
19 Kawasan Fasilitas
Pengolahan Data dan Satelit
Penggunaan Sumberdaya Alam dan Teknologi Tinggi
20
Kawasan
Perkotaan Jabodetabek-Punjur termasuk Kepulauan Seribu
Ekonomi
Kota Jakarta (Utara, Selatan, Barat, Timur, Pusat), Kota Bogor, Kab. Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kab. Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kab. Bekasi, Kab. Cianjur
DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat
Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang
Ekonomi Kota Bandung,
Kab. Bandung Jawa Barat
22 Kawasan Fasilitas Uji Terbang Roket Pamengpeuk
Penggunaan Sumberdaya Alam dan Teknologi Tinggi
Kab. Garut Jawa Barat
23
Kab. Garut Jawa Barat
24
Kawasan Stasiun
Pengamat Dirgantara Tanjung Sari
Penggunaan Sumberdaya Alam dan Teknologi Tinggi
Kab. Sumedang Jawa Barat
25 Kawasan Stasiun Telecomand
26 Kawasan Stasiun Bumi Penerima Satelit Mikro
Penggunaan Sumberdaya Alam dan Teknologi Tinggi
Kabupaten
Pangandaran Jawa Barat
27
Kawasan Pangandaran – Kalipuncang – Segara Anakan – Nusakambangan
Jawa Barat dan Jawa Tengah
28
Kawasan
Perkotaan Kendal – Demak – Ungaran – Salatiga – Semarang – Purwodadi (Kedung Sepur)
Borobudur dan Sekitarnya
Lingkungan
Hidup Kab. Magelang
Jawa Tengah
32
Kawasan Perkotaan Gresik – Bangkalan – Mojokerto – Surabaya – Sidoarjo – Lamongan (Gerbang kertosusi la)
33 Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Watukosek
Penggunaan Sumberdaya Alam dan Teknologi Tinggi
Kab. Pasuruan Jawa Timur
34 Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon
Lingkungan
Hidup Kab. Pandeglang Banten
35
Kawasan Perkotaan
Denpasar – Badung – Gianyar – Tabanan (Sarbagita)
Ekonomi
Ekonomi Kab. Bima, Kab. Dompu
Nusa Tenggara Barat
37 Kawasan Taman Nasional Komodo
38 Kawasan Gunung Rinjani
Lingkungan Hidup
Kab. Lombok Utara, Kab. Lombok Tengah, Kab. Lombok Timur
Nusa Tenggara Barat
39 Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu Mbay Ekonomi Kab. Ngada
Nusa Tenggara Timur
40 Kawasan Perbatasan Darat RI dengan negara Timor Leste
Pertahanan dan Keamanan
Kab. Kupang, Kab. Timor Tengah Utara,
Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 5 pulau kecil terluar (Pulau Alor, Batek, Dana, Ndana, dan Mangudu) dengan negara Timor Leste/Australia
Pertahanan dan Keamanan
Kab. Kupang, Kab. Timor Tengah Utara,
Kab. Belu
Nusa Tenggara Timur
42 Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu Khatulistiwa Ekonomi Kab. Sanggau
Kalimantan Barat
43 KawasanStasiun Pengamat Dirgantara Pontianak
44 Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun
Lingkungan
Hidup Kab. Kapuas Hulu
Kalimantan Barat
45
Kawasan
Perbatasan Darat RI dan Jantung Kalimantan (Heart of Borneo)
Pertahanan dan Keamanan
Kab. Sambas, Kab. Kapuas Hulu, Kab. Sanggau, Ekonomi Terpadu Daerah Aliran Sungai Kahayan Kapuas dan Barito
Ekonomi
Kota Palangkaraya, Kab. Pulang Pisau, Kab. Kapuas, Kab. Barito Selatan
47 Kawasan Taman Nasional
Ekonomi Kab. Kotabaru,Kab. Tanah Bumbu KalimantanSelatan
49
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Samarinda, Sanga-Sanga, Muara Jawa, dan Balikpapan
Ekonomi Kota Samarinda, Kab. Kutai
Kalimantan Timur
50
Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 18 pulau kecil terluar (Pulau Sebatik, Gosong Makasar, Maratua, Sambit, Lingian, Salando, Dolangan, Bangkit, Mantewaru, Makalehi, Kawalusu, Kawio, Marore, Batu Bawaikang, Miangas, Marampit, Intata, dan Kakarutan) dengan negara Malaysia dan Philipina
Pertahanan Kab. Kep. Sitaro, Kab. Kep. Sangihe, Kab. Sangihe Talaud,
Kab. Kep. Talaud
Kalimantan Terpadu Manado – Bitung
Ekonomi Kota Manado, Kota Bitung
Sulawesi Utara
52
Kawasan
Konservasi dan Wisata Daerah Aliran Sungai Tondano
Ekonomi Kab. Banggai Sulawesi Tengah
54 Kawasan Poso dan
Sekitarnya Sosial Budaya Kab. Poso
Sulawesi Tengah
55 Kawasan Kritis LingkunganBalingara LingkunganHidup Kab. Tojo Una-Una SulawesiTengah
56 Kawasan Kritis LingkunganBuol - Lambunu LingkunganHidup
Kabupaten Buol, Makassar – Maros – Sungguminasa – Takalar (Mamminasata) No. 55 Tahun 2011 tentang
Ekonomi Kota Pare-Pare, Kab. Barru
59 Kawasan Toraja
dan Sekitarnya Sosial Budaya
Kab. Tana Toraja, Kab. Toraja Utara
Sulawesi Selatan
60 Kawasan Stasiun Bumi Sumber Alam Parepare
Penggunaan Sumberdaya Alam dan Teknologi Tinggi
Kota Pare-Pare Sulawesi Selatan
61 Kawasan Soroako
dan Sekitarnya Sosial Budaya Kab. Luwu
Sulawesi Selatan
62
Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu Buton, Kolaka, dan Kendari
Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa - Watumohai dan Rawa Tinondo
65 Kawasan Laut Sosial Budaya Kab. Maluku Maluku
66
Kawasan
Perbatasan Laut RI termasuk 20 pulau kecil terluar (Pulau Ararkula, Karaweira, Panambulai, Kultubai Utara, Kultubai Selatan, Karang, Enu, Batu Goyang, Larat, Asutubun, Selaru, Batarkusu, Masela, Miatimiarang, Leti, Kisar, Wetar, Liran, Kolepon, dan Laag) dengan negara Timor Leste/Australia tenggara, Kota Tual, Kab.
Kep. Aru, Kab. Maluku Tenggara Barat, Kab. Maluku Barat Daya, Prov. Papua: Kab. Merauke
Maluku dan Papua
67
Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 8 pulau kecil terluar (Pulau Jiew, Budd, Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondi, dan Liki) dengan negara Palau Kab. Biak Numfor, Kab. Jayapura Hayati Raja Ampat
Lingkungan
Hidup Kab. Raja Ampat
Papua Barat
69 Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu Biak Ekonomi Kab. Biak Numfor Papua
70 Kawasan Stasiun Bumi Satelit Cuaca dan Lingkungan
Penggunaan Sumberdaya Alam dan Teknologi Tinggi
71
Kawasan Stasiun Telemetry Tracking and Command Wahana Peluncur Satelit
Penggunaan Sumberdaya Alam dan Teknologi Tinggi
Kab. Biak Numfor Papua
72 Kawasan Timika Sosial Budaya Kab. Mimika Papua
73 Kawasan Taman Nasional Lorentz Kab. Lanny Jaya, Kab. Puncak Jaya, Kab. Puncak,
Hidup Kab. Tel. Bintuni Papua
75 Kawasan Perbatasan Darat RI dengan negara Papua Nugini
Pertahanan dan
Kab. Boven Digoel, Kab. Merauke
Papua
76
Kawasan Perbatasan Negara termasuk 19 pulau kecil terluar (Pulau Simeulucut, Salaut Besar, Raya, Rusa, Benggala, Simuk, Wunga, Sibarubaru, Sinyaunyau, Enggano, Mega, Batu Kecil, Deli, Manuk, Nusa
Kambangan, Barung, Sekel, Panehan, dan Sophialouisa) yang berhadapan dengan laut lepas Kab. Aceh Barat, Kab. Aceh Besar, Prov Sumut: Kab. Lombok Barat
Nanggroe
Ket: *) Penentuan kabupaten/kota yang menjadi wilayah delineasi KSN masih dapat berubah sebelum Perpres
3.2 RTRW KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)
Beberapa arahan yang harus diperhatikan dari RTRW KSN dalam penyusunan RPI2JM Cipta
Karya Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
Cakupan delineasi wilayah yang ditetapkan dalam KSN.
Arahan kepentingan penetapan KSN, yang dapat berupa:
i) Ekonomi
ii) Lingkungan Hidup
iii) Sosial Budaya
iv) Pendayagunaan Sumberdaya alam dan Teknologi Tinggi
v) Pertahanan dan Keamanan
Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang yang mencakup:
i. Arahan pengembangan pola ruang:
a) Arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya
b) Arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan
RTH.
Arahan pengembangan struktur ruang terkait keciptakaryaan seperti pengembangan
prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, dan drainase
Indikasi program sebagai operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya
untuk bidang Cipta Karya.
Adapun RTRW KSN yang telah ditetapkan sampai saat ini adalah sebagai berikut:
a) Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur;
b) Perpres No. 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar,
Badung, Gianyar, dan Tabanan;
c) Perpres No. 55 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Makassar,
Maros, Sungguminasa, Takalar;
d) Perpres No. 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan,
Binjai, Deli Serdang, dan Karo;
e) Perpres No. 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur
Selat Sunda;
f) Perpres No. 87 Tahun 2011 tentang Rencana TataRuang Kawasan Batam, Bintan, dan
3.3 ARAHAN RENCANA TATA RUANG (RTR) PULAU PROVINSI PAPUA (PERPRES NO 57 TAHUN 2014)
Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau merupakan rencana rinci dan operasionalisasi dari RTRWN.
Adapun arahan yang harus diperhatikan dari RTR Pulau untuk penyusunan RPI2JM
Kabupaten/Kota adalah:
a) Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang antara lain mencakup arahan
pengembangan kawasan lindung dan budidaya, serta arahan pengembangan pola ruang
terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan RTH.
b) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang yang memberikan arahan batasan wilayah
mana yang dapat dikembangkan dan yang harus dikendalikan.
c) Strategi operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya untuk bidang
Cipta Karya seperti pengembangan prasarana sarana air minum, air limbah,
persampahan, drainase, RTH, rusunawa, agropolitan, dll.
Strategi Operasionalisasi Perwujudan Pelestarian Kawasan Lindung Nasional di Pulau
Papua Yaitu :
a) Mengendalikan kegiatan pemanfaatan ruang yang berpotensi mengganggu fungsi
kawasan hutan lindung di Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong, Kota Sorong,
Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Maybrat, Kabupaten
Teluk Bintuni, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten
Pegunungan Arfak, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Teluk Wondama,
Kabupaten Nabire, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Deiyai, Kabupaten
Intan Jaya, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Biak Numfor,
Kabupaten Supiori, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Puncak,
Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Nduga,
Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Yahukimo,
Kabupaten Yalimo, Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten
Pegunungan Bintang, Kabupaten Boven Digul, Kabupaten Mimika, Kabupaten Asmat,
Kabupaten Mappi, dan Kabupaten Merauke.
b) mempertahankan dan merehabilitasi fungsi ekologis Cagar Alam Pulau Supiori dengan
c) menjaga (mengawetkan) keanekaragaman hayati mengembangkan pengelolaan,
pemertahanan luasan, serta peningkatan fungsi Cagar Alam Pulau Supiori sebagai habitat
satwa ikans Hemitauricthys polilepis serta tumbuhan endemik
d) mengembangkan nilai ekonomi dari jasa lingkungan pada kawasan Cagar Alam Pulau
Supiori
e) memanfaatkan ruang untuk penelitian, pendidikan, dan wisata alam
f) mengendalikan kegiatan pemanfaatan ruang yang berpotensi mengganggu fungsi Cagar
Alam Pulau Supiori
g) menetapkan zona rawan bencana alam beserta ketentuan mengenai standar bangunan
gedung serta prasarana dan sarana yang sesuai dengan karateristik, jenis, dan ancaman
bencana gelombang pasang di Kabupaten Merauke, Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura,
Kabupaten Mappi, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten
Supiori, Kabupaten Sarmi, dan Kabupaten Asmat
h) mengembangkan sistem peringatan dini pada kawasan permukiman perkotaan dan
Kampung Masyarakat Adat di kawasan rawan bencana gelombang pasang di Kabupaten
Merauke, Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mappi, Kabupaten Kepulauan
Yapen, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Sarmi, dan Kabupaten
Asmat
i) mengembangkan dan merehabilitasi tempat dan jalur evakuasi bencana serta sarana
pemantauan bencana pada kawasan permukiman perkotaan dan Kampung Masyarakat
Adat di kawasan rawan bencana gelombang pasang di Kabupaten Merauke, Kota
Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mappi, Kabupaten Kepulauan Yapen,
Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Sarmi, dan Kabupaten Asmat
j) mengendalikan pemanfaatan ruang pada kawasan permukiman perkotaan dan Kampung
Masyarakat Adat di Kabupaten Merauke, Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten
Mappi, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori,
Kabupaten Sarmi, dan Kabupaten Asmat
k) menetapkan zona-zona kawasan rawan gempa bumi beserta ketentuan mengenai
standar bangunan gedung yang sesuai dengan karateristik, jenis, dan ancaman bencana
di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Nabire, Kabupaten Sarmi, Kabupaten
Biak Numfor, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten
Pegunungan Bintang, Kabupaten Supiori, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Kepulauan
Teluk Wondama, Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Kabupaten Tambrauw, dan Kabupaten
Raja Ampat
l) memanfaatkan ruang untuk mengembangkan sistem peringatan dini pada kawasan
kawasan rawan gempa bumi di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Nabire,
Kabupaten Sarmi, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten
Jayawijaya, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Supiori, Kabupaten Tolikara,
Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Merauke, Kota Manokwari
m) menetapkan zona kawasan rawan tsunami beserta ketentuan mengenai standar
bangunan gedung yang sesuai dengan karateristik, jenis, dan ancaman bencana di Kota
Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Kabupaten Tambrauw,
Kabupaten Nabire, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Mamberamo
Raya, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Manokwari,
Kabupaten Teluk Wondama, dan Kabupaten Raja Ampat
n) mengembangkan sistem peringatan dini pada kawasan rawan tsunami di Kota Jayapura,
Kabupaten Jayapura, Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Kabupaten Tambrauw, Kabupaten
Nabire, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Mamberamo Raya,
Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Manokwari, Kabupaten
Teluk Wondama, dan Kabupaten Raja Ampat
3.4 ARAHAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) PROVINSI PAPUA (PERDA NO 23 TAHUN
2013)
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi ditetapkan melalui Peraturan Daerah Provinsi,
dan beberapa arahan yang harus diperhatikan dari RTRW Provinsi untuk penyusunan RPI2-JM
Kabupaten/Kota.
a. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang yang mencakup:
i. Arahan pengembangan pola ruang:
a) Arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya
b) Arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan
RTH.
ii. Arahan pengembangan struktur ruang terkait keciptakaryaan seperti pengembangan
b. Strategi operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya untuk bidang
Cipta Karya.
Sistem Jaringan Air Minum
Suplai air minum tahun 2009 di Provinsi Papua untuk memenuhi kebutuhan domestik sebesar
10.050.514 M3 dan pelayanan sosial 1.602.133 M3, yang disediakan Pemerintah Daerah
maupun swasta. Namun sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk Provinsi Papua
sampai tahun 2030 diperkiraan sebesar 3.257.138 jiwa, maka diperkirakan kebutuhan air
minum domestik sebesar 195.428.256 M3 dan pelayanan sosial sebesar 25% dari kebutuhan
rumah tangga atau 48.857.064 M3.
Perencanaan dan penanganan potensi sumber air baku di Provinsi Papua perlu diselaraskan
dalam program pengembangan antar sektor. Di samping itu, penanganan dan pengelolaannya
tidak dapat dilakukan berdasarkan batasan administrasi wilayah untuk mendapatkan suatu
pengelolaan yang efektif dan efisien dalam hal pembangunan hingga pemanfaatan
unsur-unsur yang terkait dalam investasi pembangunan dan pengembangannya.
Pada kawasan perkotaan, pengembangan jaringan air minum melalui sistem jaringan pipa
yang dapat dikelola oleh PDAM atau swasta, maka dapat dimanfaatkan potensi sumber air
baku yang berasal dari sungai dan danau serta melalui sistem pengeboran (sumur bor). Potensi
air baku yang berasal dari sungai cukup besar potensinya.
Pada kawasan perdesaan penyediaan air minum melalui sistem Instalasi Pengolahan Air
minum Sederhana secara kelompok/komunal dengan sumber air baku utama lebih diarahkan
pada air tanah yang relatif tidak memerlukan biaya pengolahan yang relatif besar.
Terpenuhinya penyediaan air minum dari segi kuantitas dan kualitas adalah sangat penting
untuk memungkinkan tingkat kesehatan masyarakat yang lebih baik. Tersedianya air dalam
jumlah yang mencukupi akan menunjang peningkatan taraf kesehatan masyarakat pada
Tabel 3.4 Sumber Air Minum di Wilayah Provinsi
Papua
DEBIT (Liter/Detik)
1 Sungai Sabron Sabron Sari/Dosay Air Sungai 190
2 Sungai Nawa Nawa/Arso Air Sungai 20
3 Sungai Jaifuri Jaifuri/Arso Air Sungai 12,500
4 Sungai Pau Am pas/Waris Air Sungai 1,500
5 Sungai Ziu Am pas/Waris Air Sungai 14
6 M .A. Wangacai Am pas/Waris M ata Air 1
7 M .A. Batamba Kalifum/Waris M ata Air 10
8 M .A. Kalifum Kalifum/Waris M ata Air 1
9 M .A. Temba Senggi/Senggi M ata Air 4
10 M .A. Wing Warlef/Senggi M ata Air 0
11 Sungai Nawai Senggi/Senggi Air Sungai 4
12 Sungai Tusum Senggi/Senggi Air Sungai 54
13 Sungai Titfe Sewan/Sarm i Air Sungai 300
14 M .A. Mawesmukti M awesm ukti/Bonggo M ata Air 10
15 M .A. Kanaki Kanaki/Yapen Barat M ata Air 5
16 Kali Dowai Ansus/Yapen Barat Air Sungai 5
17 Kali M erawapi Ansus/Yapen Barat Air Sungai 10
18 Kali M areni Wooi/Yapen Barat Air Sungai 500
19 Kali Aibondeni Aibondeni/Yapen Barat Air Sungai 5
20 Kali Wowuti Wowuti/Angkaisera Air Sungai 25
21 Kali Warironi Randawaya/Yapen T im ur Air Sungai 100 22 M .A. Watopa Sarafambai/Ureifasei M ata Air 0.10 23 M .A. Nonom i 1 Nonom i/Ureifasei M ata Air 0.10 24 M .A. Nonom i 2 Nonom i/Ureifasei M ata Air 0.10 25 Sungai Sanggei Khem on Jaya/U reifasei Air Sungai 2700
26 Sungai Botawa Botawa/ Air Sungai 525000
27 Sungai Buruadewa Harapan Jaya/Inggerus Air Sungai 80
28 M .A. Adibay Adibay/Biak Tim ur M ata Air 6
29 Sungai Warsa Warsa/Warsa Air Sungai 100
30 Sungai Sordori Yawosi/Warsa Air Sungai 5,000
31 Sungai Korim Korim /Biak U tara Air Sungai 13,000 32 Sungai Ny iben Wafor/Supiori Tim ur Air Sungai 460 33 Sungai Korido Korido/Supiori Selatan Air Sungai 3,000
34 Sungai Biha Biha/M akim i Air Sungai 100
35 Sungai Musairo Legare Jaya/M akimi Air Sungai 3
36 M .A. Siriwini Siriwini M ata Air 5
37 M.A. Kurulu Kurulu/Kurulu Mata Air 15 38 M.A. Asologaima Asologaima/Asologaima Mata Air 15 39 M.A. Pikhe Pikhe/Wamena Mata Air 15 40 Sungai Melage Kurima/Kurima Air Sungai 200 41 M.A. Karubate Mulia/Mulia Mata Air 22 42 Sungai Dinggok Mulia/Mulia Air Sungai 284 43 Sungai Wuyu Mulia/Mulia Air Sungai 2,215 44 Kali Wuyu Mulia/Mulia Air Sungai 419 45 M.A. Okut Oksibil/Oksibil Mata Air 8 46 Sungai Okpol Oksibil/Oksibil Air Sungai 26 47 M.A. Sungai Okaluk Oksibil/Oksibil Air Sungai 5 48 Kolam Oksibil Oksibil/Oksibil Air Sungai 711 49 Sungai Oktenma Oksibil/Oksibil Air Sungai 121 50 Sungai Sombong Oksibil/Oksibil Air Sungai 0 51 Sungai Merah Batom/Batom Air Sungai 348 52 Sungai Kanga Kuamki Baru/Mimika Baru Air Sungai 8,970 53 Sungai Kanga Manggelum/Manggelum Air Sungai 20 54 M.A. Mindiptana Mindiptana/Mindiptana Mata Air 1 578,108
Sumber : Dinas PU Provinsi Papua dan Hasil Analisis Tim Penyusun RTRWP Papua Tahun 2009 Jumlah
Sistem Prasarana Lainnya
A. Sistem Drainase
Pada prinsipnya pengembangan sistem drainase di Provinsi Papua tetap memanfaatkan
sistem jaringan drainase yang sudah ada serta memanfaatkan sungai-sungai alam sebagai
sistem pembuangan alamiah yang sekaligus berfungsi sebagai badan air penampungan dari
limpasan air hujan sebagai jaringan pembuangan akhir. Adapun pedoman yang dipergunakan
dalam menyusun rencana pengembangan sistem drainase adalah :
a. Memanfaatkan sistem jaringan drainase yang ada secara maksimal, baik sungai, anak
sungai, maupun saluran alami lainnya.
b. Mengalirkan air hujan secepatnya melalui suatu sistem jaringan drainase ke badan air
terdekat atau tempat pembuangan air akhir (laut atau sungai) dengan menghemat
panjang saluran.
c. Sedapat mungkin mengikuti jalan utama untuk memudahkan pengawasan dan
pemeliharaan.
d. Pengaliran air hujan diupayakan memanfaatkan energi gravitasi dan menghindari
penggunaan pompa.
e. Wilayah yang mempunyai ketinggian antara 0 – 6 meter di atas permukaan laut terutama
wilayah Kabupaten Merauke, Asmat, Biak Numfor, Kepulauan Yapen, Nabire, dan Kota
f. Penampang saluran dapat berbentuk empat persegi panjang, trapesium maupun bulat,
disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan setempat.
Sasaran pengembangan sistem jaringan drainase di Provinsi Papua adalah :
a. Mengalirkan limpasan air hujan agar tidak terjadi genangan air/banjir, yaitu dengan
membuat jaringan drainase dengan kapasitas dan desain geometrik yang memadai atau
sesuai dengan kondisi alamnya.
b. Menampung limpasan air hujan dalam bentuk catchment area atau waduk dari sistem
saluran pembuangan air hujan untuk dijadikan sebagai sumber air baku secara komunal.
c. Menampung air hujan dalam suatu tempat melalui upaya pembuatan sumur-sumur
penampung air hujan di setiap rumah untuk dijadikan sebagai sumber air baku secara
individu.
Mengingat kemampuan pemerintah dalam membiayai penyediaan saluran drainase ini amat
terbatas, maka dalam proses pelaksanaannya Pemerintah Daerah perlu meningkatkan
peran masyarakat melalui kemitraan.
B. Sistem Pengelolaan Limbah Cair
Sistem pengelolaan air limbah ini erat hubungannya dengan sanitasi atau kesehatan
lingkungan, sehingga pengelolaan air limbah ini harus benar-benar direncanakan dengan
sebaik mungkin untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan
sanitasi lingkungan masyarakatnya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, arahan rencana
pengelolaan air limbah di Provinsi Papua akan tetap dilakukan dengan menggunakan sistem
pengolahan setempat (on site system sanitation), yaitu dengan mengembangkan sistem
penggunaan tangki septik yang ada di tiap-tiap rumah dengan lebih meningkatkan kuantitas
dan kualitasnya, serta sebaiknya melengkapinya dengan bidang resapan. Mengingat
penyediaan WC yang dilengkapi tangki septik ini tidak semua golongan masyarakat mampu
menyediakannya karena harus tersedia lahan yang cukup luas, maka dalam pengadaannya
dibutuhkan bantuan Pemerintah Daerah yang berupa penyediaan WC atau MCK umum.
Dalam kaitannya dengan masalah sanitasi ini, maka dalam implementasi rencana tersebut
perlu dilakukan upaya :
1. Penyuluhan kepada penduduk dalam peningkatan kesadaran akan pentingnya kesehatan
dengan menghilangkan kebiasaan untuk membuang kotorannya di sembarang tempat.
di tempat tinggalnya masing-masing serta pembangunan utilitas MCK untuk penduduk di
daerah padat atau penduduk golongan ekonomi lemah.
2. Penyediaan kendaraan pengangkut tinja untuk membersihkan dan menguras lumpur tinja
pada tangki septik yang sudah penuh.
3. Monitoring untuk memantau pengelolaan air limbah domestik, serta kualitas dan
kuantitas badan-badan air yang ada di perkotaan.
C. Pengembangan Sistem Persampahan
Arahan pengembangan sistem pengelolaan sampah adalah sebagai berikut:
1. Rencana pengembangan sistem persampahan untuk wilayah kabupaten/kota yang
berdekatan dilakukan kerjasama terkait dengan sistem pengelolaan sampah secara
terpadu yang dalam implementasinya dilakukan kerjasama baik lokasi maupun sistem
pengelolaan.
2. Pengembangan persampahan untuk kabupaten/kota seperti Kabupaten Asmat,
Kepulauan Yapen akan dikembangkan pada masing-masing kabupaten dengan lokasi
Tempat Pengelolaan Akhir yang jauh dari permukiman atau dengan melakukan sistem
pengelolaan daur ulang.
3. Sedangkan sistem pengelolaan persampahan untuk daerah-daerah yang belum
terjangkau oleh sistem pelayanan ini, terutama yang ada di pulau-pulau diarahkan
penanganannya melalui pengelolaan secara individu atau secara komunal setempat atau
pengembangan pengelolaan daur ulang seperti pembuatan pupuk kompos. Dengan
sistem pengelolaan persampahan seperti ini diharapkan dapat dihindari terjadinya
masalah-masalah lingkungan, seperti pencemaran lingkungan, timbulnya genangan,
gangguan estetika dan penyebaran penyakit.
3.4 ARAHAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA JAYAPURA
Sesuai dengan amanat UU No. 26 Tahun 2007, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Adapun arahan dalam RTRW Kabupaten/Kotayang perlu diperhatikan dalam penyusunan RPI2-JM Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
a. Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (KSK) yang didasari sudut kepentingan:
i. Pertahanan keamanan ii. Ekonomi iii. Lingkungan hidup iv. Sosial budaya
v. Pendayagunaan sumberdaya alam atau teknologi tinggi
i. Arahan pengembangan pola ruang:
a) Arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya
b) Arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan RTH.
ii. Arahan pengembangan struktur ruang terkait keciptakaryaan seperti pengembangan
prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, drainase, RTH, Rusunawa,
maupun Agropolitan.
c. Ketentuan zonasi bagi pembangunan prasarana sarana bidang Cipta Karya yang harus diperhatikan mencakup ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung, kawasan budidaya, sistem perkotaan, dan jaringan prasarana.
d. Indikasi program sebagai operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang
khususnya untuk bidang Cipta Karya.
3.6. MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI)
Berdasarkan arahan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan arahan
strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15
(lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka
pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dan melengkapi
dokumen perencanaan. Pengembangan MP3EI difokuskan pada Kawasan Perhatian Investasi
(KPI) yang diidentifikasikan sebagai satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang
terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan
KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan
ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang
sama.
KPI dapat menjadi KPI prioritas dengan kriteria sebagai berikut:
a) Total nilai investasi pada setiap KPI yang bernilai signifikan,
b) Keterwakilan Kegiatan Ekonomi Utama yang berlokasi pada setiap KPI,
c) Dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap sentra-sentra produksi di
masing-masing KPI,
d) Kesesuaian terhadap beberapa kepentingan strategis (dampak sosial, dampak ekonomi,
3.7 KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK)
Sesuai dengan arahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK adalah kawasan
dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
KEK terdiri atas satu atau beberapa zona, antara lain pengolahan ekspor, logistik, industri,
pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan ekonomi lainnya. Pembentukan KEK tersebut
dapat melalui usulan dari Badan Usaha yang didirikan di Indonesia, pemerintah kabupaten/kota,
dan pemerintah provinsi, yang ditujukan kepada Dewan Nasional. Selain itu, Pemerintah Pusat
juga dapat menetapkan suatu wilayah sebagai KEK yang dilakukan berdasarkan usulan
kementerian/lembaga pemerintah non kementerian. Sedangkan lokasi KEK yang diusulkan
dapat merupakan area baru maupun perluasan dari KEK yang sudah ada.
Usulan lokasi KEK harus memenuhi beberapa kriteria antara lain :
a) sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan
lindung;
b) adanya dukungan dari pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota yang
bersangkutan;
c) terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat
dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi
sumber daya unggulan;