• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek-aspek Berpengaruh pada Pelaksanaan E-Learning Kalkulus ITB UNHAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aspek-aspek Berpengaruh pada Pelaksanaan E-Learning Kalkulus ITB UNHAS"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Aspek-aspek Berpengaruh pada Pelaksanaan

E-Learning Kalkulus ITB – UNHAS

Novriana Sumarti

Kelompok Keahlian Matematika Industri dan Keuangan

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Bandung

novriana@math.itb.ac.id

Abstraksi

Makalah ini menerangkan aspek-aspek yang berpengaruh pada pembelajaran jarak jauh menggunakan internet berdasarkan pengalaman implementasi pembelajaran jarak jauh Kalkulus 1 antara Matematika ITB dan Matematika Unhas. Aspek-aspek ini menyangkut kesiapan orang-orang yang terlibat dalam perubahan budaya antara pengajaran kelas biasa dengan pengajaran jarak jauh, dan juga faktor-faktor luar yang mempengaruhi situasi belajar siswa yang sering dilupakan oleh pengajar. Makalah ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang menuju kelas pembelajaran jarak jauh yang efektif.

Kata Kunci: Kalkulus, E-learning

1. PENDAHULUAN

Dalam melaksanakan e-learning, pembuat desain materi dan pengajar harus memperhatikan pedagogi pembelajaran yang dikhususkan berlaku untuk e-learning. Terdapat kebergantungan antara pembuatan konten dari materi dan proses pengajaran materi. Namun dengan dengan digunakannya teknologi multimedia dan internet, pembuatan konten akan diharapkan dapat digunakan dalam berbagai cara pengajaran.

Menurut Sloan [2], terdapat 4 jenis cara pembelajaran: Tabel 1: Proporti on of Content Delivere d Online Type of Course Typical Descripton

0% Traditional F2F course – with no ICT/online technology used, instruction is delivered in writing or orally 1-29% ICT/Web

Facilitated

Course which uses ICT/web-based technology to facilitate what is essentially a F2F course. Uses a course management system or web pages to post the syllabus and assignments, or e-mail for communication, for example.

30-79% Blended/ Hybrid

Course that blends online and F2F delivery. Substantial proportion of the content is delivered online, typically uses online discussions, and typically has some F2F meetings.

80+% Online/ e-learning

A course where most of all of the content is delivered online, and interaction done virtually. Typically have no or minimal F2F meetings. Keterangan: F2F = face to face

Selain cara pembelajaran, hal yang lebih penting dalam pembelajaran adalah pembelajaran tidak dapat terjadi apabila pelaku pembelajar, misal mahasiswa, tidak membangun sendiri pengetahuan dari proses ini. Pengetahuan ini tidak dapat diberikan begitu saja pada mereka tetapi harus dilakukan aktifitas untuk mencari pengetahuan itu dan berlatih, misalnya soal-soal Matematika. Berikut ini adalah 10 (sepuluh) prinsip pedagogi yang ditawarkan oleh J. Anderson and R. McCormick [1] agar dipenuhi oleh pembelajaran melalui e-learning.

Prinsip 1: Sesuai dengan kurikulum

Pedagogi pengajaran harus sesuai dengan kurikulum yang

tepat melalui: — tujuan yang jelas;

(2)

— tepatnya aktivitas yang dirancang untuk dilakukan mahasiswa;

— bentuk asesmen yang diadakan.

Prinsip 2: Mengakomodasi berbagai tipe pembelajar

Pedagogi pengajaran harus menyediakan dukungan berbagai

tipe pembelajar seperti: — bermacam-macam pencapaian pembelajaran termasuk

yang berkebutuhan khusus (special needs); — keterbatasan fisik dalam mengakses e-learning, contohnya penglihatan tidak tajam (visual impairment); — grup sosial dan etnis yang berbeda; — gender.

Principle 3: Keterlibatan pembelajar

Metode pembelajaran harus melibatkan dan memotivasi

mahasiswa yang bersifat: — mendidik, misalnya mendukung tujuan pendidikan, tidak

hanya membuat mahasiswa senang dan terhibur. Misalnya dengan melakukan permainan yang tujuannya jelas dan

mudah dicapai; — memotivasi sehingga mahasiswa menikmati dan terus

menggunakan teknologi ini untuk mempelajari topik selanjutnya atau bahkan matakuliah lainnya.; — tidak berefek sebaliknya yaitu menyurutkan semangat mahasiswa untuk menggunakan teknologi ini misal karena

sulit diakses; — memotivasi sehingga meningkatkan atmosfer kelas dan

memberi pengalaman yang baik untuk mahasiswa ataupun pengajarnya.

Prinsip 4: Pendekatan yang inovatif

Pendekatan memakai teknologi ini harus secara nyata memberi pencapaian yang sama efektfnya dengan pendekatan tanpa teknologi. Bentuk digital materi harus digunakan sebagai pendekatan yang inovatif dimana belum dilakukan melalui cara lain tanpa teknologi.

Prinsip 5: Pembelajaran yang efektif

Prinsip ini dapat ditunjukkan dalam berbagai macam cara: — menggunakan berbagai macam pendekatan yang membuat mahasiswa dapat memilih salah satu cara yang cocok dengannya, atau dikhususkan untuk dia; — menyediakan bukti pelaksanaan pendekatan pedagogi dengan keluaran yang efektif , termasuk materi digitalnya; — memenuhi sejumlah karakteristik dari pembelajaran yang baik, seperti learner agency, learner autonomy, mendukung cara berpikir metacognitive, memungkinkan kerjasama dan lain-lain.;

— menyediakan pembelajaran yang autentik, terhadap situasi di luar sekolah dan terhadap perspektif mahasiswa.

Prinsip 6: Asesmen yang formatif

Pedagogi harus menyediakan asesmen yang formatif, yaitu asesmen yang bertujuan untuk meningkatkan pembelajaran.

Hal ini dapat dicapai melalui beberapa macam cara: — menyediakan feedback yang cepat yang membantu mahasiswa untuk melihat bagaimana mereka dapat melakukan hal-hal untuk meningkatkan usaha pembelajaran; — menyediakan kesempatan untuk saling menilai capaian sesama mahasiswa dengan menyediakan pengertian yang cukup mengenai kriteria atau standard dari capaian yang diharapkan;

— menyediakan kesempatan untuk menilai diri sendiri dengan menyediakan pengertian yang cukup mengenai kriteria atau standard dari capaian yang diharapkan.

Prinsip 7: Asesmen summatif

Asesmen ini dipahami sebagai alat untuk memberi nilai pada mahasiswa sebagai tuntunan untuk pendidikan atau pekerjaan yang akan datang. Asesmen sumatif ini, walaupun tidak semua e-learning tidak memiliki asesmen sumatif, bila

ada maka harus: — valid dan dapat diandalkan, yaitu menguji apa yang

menjadi tujuan kurikulum.; — dapat dipahami oleh pengajar, mahasiswa dan orangtua,

bila diperlukan; — dapat berlaku untuk berbagai tingkat capaian;

— lepas dari dampak tidak menyenangkan pada mahasiswa.

Principle 8: Koheren, konsisten dan transparan

Pedagogi harus secara internal koheren (terintegrasi) dan konsisten, artinya tujuan, aktifitas mahasiswa, asesmen dan materi harus saling terkait. Artinya keterkaitannya harus transparan, misal aktivitasnya harus terkait dengan maksudnya dan asesmen harus menguji tujuan ini, sehingga mahasiswa tahu kemampuan apa yang diharapkan dapat tercapai.

Prinsip 9: Mudah digunakan

Selain transparan dengan maksudnya, e-learning harus transparan dalam cara menggunakannya: — terbuka dan mudah diakses; — pembagian petunjuk pemakaian yang cukup antara pengajar dan mahasiswa tidak memerlukan pelatihan untuk memakainya dan tidak di luar tujuan e-learning; — asumsi yang cukup tentang kemampuan pemakaian komputer yang cukup baik bagi pengajar maupun mahasiswa.

Prinsip 10: Keefektifan biaya

Penyelesaian menggunakan teknologi perlu alasan yang kuat, sesuai dengan kemampuan pembiayaan terutama untuk yang akan datang. Penggunaan teknologi bukan pilihan yang murah untuk meningkatkan standard pendidikan dan memperluas pilihan. Namun juga tidak memungkinkan berlangsung lama sebagai investasi yang menguntungkan pada masa yang akan datang dan dapat mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai dengan cara lain.

(3)

2. PELAKSANAAN E-LEARNING KALKULUS

Pelaksanaan e-learning ini dilakukan oleh perguruan tinggi yang lebih berpengalaman mengampu matakuliah pada universitas yang membutuhkan cara baru dalam pembelajaran matakuliah ini. Pada masa sebelumnya dimana TIK belum ada, cara yang paling efektif adalah mengirim staf pengajar untuk mengajar langsung mahasiswa atau mengadakan pelatihan untuk pengajar. Namun kegiatan ini memakan biaya yang cukup besar. Dengan didukung oleh INHERENT, ITB melaksanakan pembelajaran e-learning, salah satunya matakuliah Kalkulus, yang telah menghasilkan berbagai inovasi dalam pemanfaatan TIK untuk menunjang kegiatan proses belajar-mengajar. Tipe pembelajaran ini menurut Tabel 1 adalah ICT/Web Facilitated, sesuai dengan fasilitas yang tersedia di Unhas. Dalam makalah ini diterangkan beberapa prinsip pedagogi yang dicoba untuk dilaksanakan dan pelaksanaannya di lapangan. Bedarsarkan pengalaman, dapat ditarik kesimpulan beberapa aspek yang berpengaruh dalam pelaksanaan e-learning ini.

1. Kesuaian dengan kurikulum

Matakuliah Kalkulus 1 merupakan matakuliah dasar yang merupakan standard pendidikan sarjana sains dan teknik. Kurikulum matakuliah yang diajarkan di ITB pada tingkap pertama ini sudah banyak diterapkan diberbagai perguruan tinggi lain di Indonesia. Perbedaan yang terjadi biasanya pada kedalaman materi dan cakupan bab-bab. Dengan demikian adaptasi terhadap kurikulum setempat dilakukan dengan berkonsultasi dengan staf pengajar setempat.

2. Akomodasi terhadap tipe pembelajar

Dengan mengamati tipe pembelajar, dalam hal ini mahasiswa, dalam melaksanakan proses, pembangkitan motivasi adalah hal yang terpenting. Untuk membangkitkan motivasi, materi e-learning dibuat semenarik mungkin dan mudah dipahami dengan berbagai contoh dan animasi. Sebelumnya kemampuan dan fasilitas TIK yang dimiliki mahasiswa dikenali melalui kuesioner yang disebarkan. Misalnya kepemilikan komputer sangat penting, padahal sebagian besar mahasiswa tidak memilikinya. Oleh karena itu disediakan akses komputer di laboratorium.

3: Membangun keterlibatan pembelajar

Keterlibatan mahasiswa yang medukung tujuan pendidikan dipikirkan dengan serius karena pembelajaran e-learning ini mengurangi peran pengajar dalam menerangkan materi dan memperbanyak waktu latihan. Materi diampaikan secara garis besar dalam kelas besar yang terdiri dari beberapa kelas kecil. Salah satu kelas besar ini disampaikan melalui teleconference. Mahasiswa diberi kebebasan untuk mengekplorasi bahan dengan disediakannya materi dalam bentuk CD yang dibuat semenarik mungkin. Diharapkan dengan cara belajar mandiri ini mahasiswa lebih memahami materi dan terus menggunakan teknologi ini untuk

mempelajari topik untuk matakuliah lainnya. Pada kelas-kelas kecil, atmosfer kelas-kelas yang kondusif dibangun dengan cara memberi kesempatan mahasiswa untuk mengerjakan latihan soal dan membagi pengetahuannya dengan mahasiswa lain di depan kelas, dibantu oleh dosen kelas kecil dan tutor.

4. Pendekatan yang inovatif

Pendekatan memakai teknologi ini secara nyata memberi banyak manfaat bagi pengajar setempat untuk meningkatkan kualitas cara menyampaikan materi dengan memanfaatkan slide-slide kuliah yang didesain khusus untuk mereka. Mahasiswa juga diberi versi lengkap dari slide tersebut sebagai bahan untuk mempersiapkan diri dalam melaksanakan tutorial.

5. Menerapkan cara pembelajaran yang efektif

Kemampuan mahasiswa dapat dibagi menjadi 3 jenis: pembelajar yang cepat, sedang dan lambat. Tipe pengajaran tradisional tidak bisa mengakomodasi ketiga tipe tersebut. Oleh karena itu dirancang khusus kelompok-kelompok belajar dimana pembelajar cepat dapat membantu pembelajar lainnya dalam kelompoknya. Dengan menerangkan materi pada kawannya, mereka dapat memahami materi dengan lebih baik lagi. Cara pembelajar ini diterapkan sebagai jalan untuk menghindari ketertinggalan pembelajar lambat yang lebih merasa nyaman untuk bertanya kepada kawannya daripada dosen atau tutor di kelas.

6. Asesmen yang formatif

Berbagai latihan soal dirancang sebelumnya sebagai asesmen yang formatif untuk menyediakan pengertian yang cukup mengenai kriteria atau standard dari capaian yang diharapkan. Latihan ini berupa LKM (Lembar Kerja Mahasiswa) dan kuis pilihan ganda dari LMS (Learning Management System).

7. Asesmen summatif

Pemberian ujian dan latihan yang diperiksa digunakan untuk menentukan nilai akhir kuliah ini.

8. Koheren, konsisten dan transparan

Keterkaitan antara tujuan, aktifitas mahasiswa, asesmen dan materi dibuat saling terkait.

9. Kemudahan penggunaan fasilitas e-learning

Materi dalam slide dan latihan pada LKM disosialisasikan terlebih dahulu pada pengajar yang terlibat kegiatan ini. Sosialisasi ini bertujuan untuk menyamakan maksud dan tujuan dari pembelajaran ini. Selanjutnya pelaksanan kegiatan tidak memerlukan petunjuk yang khusus.

(4)

Penggunaan teknologi dalam menyampaikan materi sangat membantu staf pengajar setempat dalam mempersiapkan kuliah pada masa yang akan datang. Dengan menggunakan slide yang disediakan, masalah memotivasi mahasiswa untuk mempelajari materi yang cukup sulit dapat diatasi karena slide menyediakan berbagai contoh dengan animiasi yang menarik. Pada masa yang akan datang, penyempurnaan materi dalam slide dapat dilakukan untuk mengatasi perkembangan ilmu.

3.

HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN

Untuk mengetahui hasil pelaksanaan program ini disebarkan kuesioner akhir untuk mahasiswa. Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui perubahan yang mungkin terjadi pada mahasiswa setelah mengikuti program ini. Ada tiga hal yang diamati dalam kuesioner ini, yaitu yang berkaitan dengan Matematika Dasar 1, yaitu cara belajar yang dilakukan mahasiswa, akses internet dan video conference.

Beberapa kesimpulan yang dapat disampaikan adalah: 1. Kebiasaan mahasiswa untuk belajar dalam kelompok

belum banyak berubah. Padahal salah satu syarat untuk berhasil dalam sistem belajar e-learning adalah belajar mandiri di luar waktu perkuliahan. Untuk belajar sendiri tanpa bimbingan belum menjadi kebiasaan terutama mahasiswa baru yang baru lulus SMA. Oleh karena itu mahasiswa yang merasa mengalami perubahan setelah mengikuti kuliah ini bukan mayoritas.

2. Belum menjadi kebiasaan bagi mahasiswa untuk mengakses internet setiap hari, seperti prosentase 86.6 % mahasiswa yang tidak tiap hari atau jarang mengakses internet. Hal ini mungkin berkaitan dengan tidak tersedia dengan cukupnya fasilitas di Unhas untuk menyediakan internet. Hanya sekitar 16.4 % mahasiswa yang biasa mengakses internet di kampus, sedangkan 80.6 % harus mengakses internet di warnet yang memerlukan biaya pribadi.

3. Sebelum pelaksanaan pengajaran melalui Video

Conference, mahasiswa tidak mempersiapkan dengan baik, karena sekitar 72.7 % mahasiswa hanya sekilas saja memahami materi dan sebanyak 21.2 % tidak membuat persiapan sama sekali. Dalam pelaksanaan VC, sebanyak 70.8 % mahasiswa merasa bahwa dosen pengajar selain mengajarkan materi seperti biasa di kelas besar, juga mengajak diskusi mahasiswa dalam permbahasan soal-soal. Bahkan 24.6 % menyatakan bahwa dosen pengajar berbeda dengan pengajar kelas reguler karena mengajak mahasiswa berdiskusi membahas soal-soal.

4. Pada bagian akhir, sebanyak 84.4 % mahasiswa bersedia untuk belajar untuk mempersiapkan diri sebelum waktu perkuliahan, apabila disediakan materi ajar mandiri dalam bentuk multimedia seperti audio, video & teks yang dapat dimainkan sewaktu-waktu dengan VCD & DVD player atau komputer, walaupun

sebagian besar tidak memberi jaminan. Hanya sekitar 9.4 % yang kukuh pada kebiasaan lama yaitu mendengarkan pelajaran dari dosen. Namun mereka sadar bahwa untuk belajar juga perlu persiapan sehingga tidak ada yang menyatakan tidak setuju pada ide persiapan sebelum belajar. Ada sebanyak 6.3 % yang sudah pesimis tidak dapat meluangkan waktu selain waktu perkuliahan.

Aspek-aspek eksternal yang berpengaruh pada pelaksaan e-learning adalah sebagai berikut:

1. Masalah teknis dengan waktu pelaksanaan

dilaksanakan tengah-tengah semester memberi pengaruh cukup besar. Mahasiswa mengalami dua jenis pengajaran: metode konvensional di mana dosen sangat berperan dalam memberikan tambahan materi yang dipahami mahasiswa, dan metode kedua yaitu belajar mandiri dengan mengandalkan sumber-sumber yang ada.

2. Situasi klasik di mana mahasiswa baru sangat dibebani persoalan ospek himpunan mahasiswa yang tidak mengenal waktu. Pada salah satu kelas, mahasiswa letih menjalani acara Himpunan sampai pukul 11 malam sehingga secara fisik dan mental tidak dapat menyiapkan ujian akhir pada keesokan harinya. Hal ini terlihat jelas pada penurunan hasil ujian dari ujian tengah semester dan ujian akhir pada mahasiswa yang masuk dalam kategori pintar. 3. Fasilitas komputer dan internet tidak memadai

karena waktu-waktu yang disediakan untuk belajar mandiri di laboratorium sepenuhnya dapat dimanfaatkan. Penjadwalan pengisian waktu penggunaan laboratorium tidak sepenuhnya ditaati oleh semua pihak di jurusan.

4. Masalah teknis berupa pemilihan tempat

pelaksanaan video conference dapat membuat ketidaknyamanan bagi mahasiswa untuk mendengarkan kuliah ini.

4.

KESIMPULAN

Pelaksanaan e-learning Kalkulus antara ITB dan Unhas dipengaruhi oleh aspek-aspek internal maupun eksternal. Pada masa yang akan datang, dalam merancang kegiatan e-learning ini perlu diperhatikan 10 (sepuluh) pedagogi pembelajaran khusus untuk e-learning dan faktor eksternal yang berpengaruh pada kehidupan kemahasiswaan.

5. Daftar Pustaka

[1]. J. Anderson and R. McCormick, Ten Pedagogic Principles for E-learning, http://insight.eun.org/ww/en/ pub/insight/thematic_dossiers/articles/quality_criteria/eq uality2.htm

(5)

Referensi

Dokumen terkait

utama liga Indonesia, mereka berjuang keras untuk mendapat peringkat pertama agar masuk dalam kompetisi yang lebih bergengsi superliga Indonesia yaitu kompetisi nomor satu di

Pencapaian program yang belum optimal juga disebabkan kurangnya pengawasan baik oleh kepala puskesmas maupun oleh dinas kesehatan menye- babkan dana yang ada menjadi tidak

Kedelai yang diperjualbelikan oleh bapak Jamilan ternyata terjadi kenaikan harga, karena selain menjual tentunya bapak Jamilan juga menginginkan laba yang cukup,

adenoid hipertrofi sering terjadi pada anak-anak, gejala adenoid hipertrofi adalah.... pendengaran

Pada zaman sekarang ini, kata hijrah adalah sebuah kata yang sangat ngetren dan bahkan tergolong populer, dimana banyak kita lihat dalam

Tujuan jangka panjangnya adalah agar para frater di Seminari Tinggi Providentia Dei memiliki suatu kompetensi lebih mengenai gangguan mental sehingga dapat membantu

Dengan menggunakan tingkat kemiskinan sebagai target intervensi dan angka partisipasi murni (APM) sebagai salah satu indikator utama dibidang pendidikan pada jenjang

Hasil penelitian menunjukkan gambaran pelaksanaan STBM pada pilar pertama stop buang air besar sembarangan yang terlaksana cukup 51 responden (63,8%), pilar kedua