• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMULASI SEDIAAN EMULGEL EKSTRAK ETANOLIK DAUN SALAM (Eugenia polyantha Wight.) DENGAN MINYAK PEPPERMINT SEBAGAI PENETRATION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "FORMULASI SEDIAAN EMULGEL EKSTRAK ETANOLIK DAUN SALAM (Eugenia polyantha Wight.) DENGAN MINYAK PEPPERMINT SEBAGAI PENETRATION"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI SEDIAAN EMULGEL

EKSTRAK ETANOLIK DAUN SALAM (Eugenia polyantha Wight.) DENGANMINYAK PEPPERMINT SEBAGAI PENETRATION ENHANCER DAN AKTIVITASNYA SEBAGAI ANTIINFLAMASI

TOPIKAL PADA TIKUS

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Odilia Arum Narwastu

NIM: 108114076

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

FORMULASI SEDIAAN EMULGEL

EKSTRAK ETANOLIK DAUN SALAM (Eugenia polyantha Wight.) DENGANMINYAK PEPPERMINT SEBAGAI PENETRATION ENHANCER DAN AKTIVITASNYA SEBAGAI ANTIINFLAMASI

TOPIKAL PADA TIKUS

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Odilia Arum Narwastu

NIM: 108114076

FAKULTAS FARMASI

(3)
(4)

iii

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini aku persembahkan untuk :

Bapak dan Ibu yang selalu setia mendampingi

Mbak Embun, Mas Indra, Didit, Choco, Bosco yang selalu membagi

keceriaan

Anne dan Restu yang ikut menyemangati

Sahabat-sahabat yang selalu memberi penghiburan

dan untuk almamaterku tercinta

Just because I don’t

understand God’s plans,

doesn’t mean that he Is not

(6)
(7)
(8)

vii PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia,

rahmat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Formulasi Sediaan Emulgel Ekstrak Etanolik Daun Salam (Eugenia

polyantha Wight.) denganMinyak Peppermint Sebagai Penetration Enhancer dan

Aktivitasnya Sebagai Antiinflamasi Topikal Pada Tikus” dengan baik. Skripsi ini

disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu

(S.Farm.) pada program studi Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama proses masa studi S1 sampai penulisan skripsi ini, penulis tidak

terlepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Orangtua penulis, yang selalu mendoakan, memberi semangat, perhatian,

dukungan dan motivasi kepada penulis.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu C. M. Ratna Rini Nastiti, M. Pharm, Apt., selaku Kaprodi Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma, sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi

yang telah memberikan waktu, pengarahan, masukan, kritik, saran dan

semangat selama persiapan, penelitian sampai penyusunan skripsi.

4. Bapak Ipang Djunarko M. Sc., Apt. selaku dosen penguji skripsi yang telah

berkenan memberikan masukan dan pengarahan demi perbaikan skripsi ini.

5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M. Si. selaku dosen penguji skripsi yang telah

(9)

viii

6. Seluruh dosen Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, yang telah

mengajar dan membimbing selama penulis menempuh pendidikan di

Fakultas Farmasi.

7. Seluruh staf laboratorium, staf kebersihan, dan staf keamanan Fakultas

Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Terutama Pak Musrifin,

Pak Heru, Pak Wagiran yang telah banyak membantu kelancaran

penelitian.

8. Tomas, Lulu, Samuel, selaku teman seperjuangan skripsi, atas kerjasama,

dukungan, semangat, dan masukan yang diberikan.

9. Sahabat-sahabatku Didit, Desti, Wulan, Angga, Dian, Anis, yang selalu

memberi keceriaan dan semangat dalam menjalani perkuliahan dan skripsi.

10.Teman – teman angkatan 2010 atas kebersamaan, kerjasama, dan kenangan

selama di Fakultas Farmasi.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Perguruan tinggi

ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata,

semoga penilitian ini dapat berguna bagi semua pihak terutama di bidang farmasi.

Yogyakarta, 5 Juni 2014

(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v

(11)

x

BAB III. METODE PENELITIAN... 20

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 20

1. Variabel Penelitian ... 20

2. Definisi Operasional ... 21

C. Bahan Penelitian ... 22

D. Alat atau Instrumentasi Penelitian ... 22

E. Tata Cara Penelitian ... 22

6. Uji aktivitas antiinflamasi emulgel ... 26

F. Analisis Hasil ... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

(12)

xi

B. Standarisasi Ekstrak Daun Salam ... 29

C. Sifat Fisik dan Stabilitas Emulgel ... 29

1. Uji Organoleptis ... 30

2. Uji Daya Sebar... 31

3. Uji Viskositas ... 31

4. Uji pH ... 32

D. Uji Aktivitas Antiinflamasi Emulgel... 34

E. Hasil Uji Antiinflamasi Emulgel ... 35

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

A. Kesimpulan ... 42

B. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN ... 48

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula Emulgel Daun Salam (Eugenia polyantha Wight.)... 24

Tabel II. Hasil Uji Organoleptis Emulgel ... 31

Tabel III. Hasil Uji Sifat Fisik Emulgel (Rata-rata ± SD) ... 32

Tabel IV. Hasil Uji pH Emulgel ... 33

Tabel V. Hasil Statistik Uji T-berpasangan Antara Penyimpanan 48 Jam dan 28 Hari ... 33

Tabel VI. Hasil Perhitungan % Reduksi Udema Kaki Tikus ... 36

Tabel VII. Hasil Uji Statistik TukeyHSD % Reduksi Udema Jam Ke-4 ... 37

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Voltaren® Emulgel ... 9

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sifat Fisik dan Stabilitas Emulgel ... 49

Lampiran 2. Hasil Analisis Stabilitas Fisik Emulgel Menggunakan Software R.2.14.2 ... 53

Lampiran 3. Hasil Uji Antiinflamasi Emulgel ... 55

Lampiran 4. Hasil Analisis Aktivitas Antiinflamasi Menggunakan Software R.2.14.2 ... 59

Lampiran 5. Dokumentasi Ekstraksi ... 71

Lampiran 6. Dokumentasi Emulgel ... 72

Lampiran 7. Dokumentasi Pengujian Aktivitas Antiinflamasi ... 73

Lampiran 8. Surat Keterangan Pembelian Daun Salam ... 74

Lampiran 9. Hasil Uji Kadar Air dan Quercetin Ekstrak Etanolik Daun Salam (Eugenia polyantha Wight.) ... 75

(16)

xv INTISARI

Daun salam (Eugenia polyantha Wight.) memiliki kandungan flavonoid yang telah diketahui memiliki khasiat sebagai antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan emulgel antiinflamasi yang kualitas fisiknya bagus dan untuk mengamati aktivitas antiinflamasi dalam formulasi tersebut pada tikus betina galur Wistar. Selain itu bertujuan juga untuk mengamati pengaruh penambahan konsentrasi minyak peppermint sebagai penetration enhancer.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak pola searah. Konsentrasi minyak peppermint yang digunakan adalah 0%, 1,25%, 2,5%, dan 5%. Hewan uji tikus dibagi menjadi 10 kelompok. Kelompok kontrol negatif diberi karagenan 1% saja, kontrol positif menggunakan Voltaren®, kelompok lainnya diberi basis emulgel dan emulgel daun salam. Tebal edema diukur menggunakan jangka sorong pada jam ke-4 dan ke-24 setelah pemberian emulgel. Data dianalisis menggunakan aplikasi program R versi 2.14.2 dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan emulgel daun salam memiliki kualitas fisik yang baik. Emulgel daun salam yang diberikan secara topikal mampu mereduksi edema yang terjadi. Minyak peppermint mempengaruhi aktivitas antiinflamasi sediaan, namun peningkatan konsentrasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan.

(17)

xvi ABSTRACT

Bay leaf (Eugenia polyantha Wight.) contains flavonoid that has anti-inflammatory activity. The research aimed to produce ethanolic extract of bay leaf emulgel with good physical qualities and observed anti-inflammatory activity of bay leaf emulgel. The research also aimed to investigate the addition effect of peppermint oil as penetration enhancer in formulation.

The research was purely experimental research using one-way randomized design. The concentrations of penetration enhancer that used in formulation were 0%, 1,25%, 2,5%, and 5%. The rats were grouped into ten groups. Negative controlled group would receive carragenan 1% only, positive controlled group received Voltaren®, and other groups received emulgel base and bay leaf emulgel. Edema was measured by using digital vernier caliper 4 hours and 24 hours after emulgel application. The data were analyzed by using R-2.14.2 with a level of confidence 95%.

The result showed that bay leaf emulgel had good physical qualities. The bay leaf emulgel which was given by topical route was able to reduce edema. Addition of peppermint oil showed effect on emulgel penetration into the skin, but the increase of the concentration had no significant effect.

(18)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Inflamasi atau radang merupakan respon fisiologi terhadap kerusakan

jaringan. Tanda utama inflamasi adalah kemerahan, panas, nyeri, dan bengkak.

Respon inflamasi berfungsi untuk melindungi, mengisolasi, menon-aktifkan, dan

mengeluarkan agen penyebab serta jaringan yang rusak sehingga dapat terjadi

pemulihan. Inflamasi dapat disebabkan oleh mikroorganisme, agen fisik seperti

suhu yang ekstrem, radiasi ion, agen kimia, maupun antigen yang menstimulasi

respon imunologis (Brooker, 2008).

Pemberian obat antiinflamasi non steroid (AINS) secara peroral dapat

mengiritasi lambung karena ketidakselektifan terhadap enzim siklooksigenase

(COX). Hampir semua obat antiinflamasi non steroid (AINS) bekerja pada semua

isoform dari enzim siklooksigenase sehingga senyawa yang memproteksi

lambung yang dihasilkan oleh enzim COX-1 dihambat pembentukannya (Schror

and Meyer-Kirchrath, 2000).

Kulit merupakan bagian tubuh yang rentan mengalami inflamasi. Oleh

karena itu dibuat rute pemberian obat AINS secara topikal yang efeknya lokal.

Pemberian AINS secara topikal mempunyai efek samping yang lebih ringan

karena kemungkinan masuk ke saluran sistemik sangat kecil. Inflamasi pada kulit

(19)

dan IL-6. Pada inflamasi terjadi pelepasan mediator-mediator inflamasi seperti

histamin, bradikinin, serotonin, dan prostaglandin (Necas, 2013).

Obat herbal merupakan salah satu solusi kesehatan yang dipercaya oleh

masyarakat dan mulai dikembangkan dalam industri besar farmasi. Secara empiris

banyak tanaman obat yang berpotensi menyembuhkan berbagai penyakit.

Penggunaan obat herbal ini banyak disukai karena masyarakat mempercayai

bahwa obat herbal akan memiliki efek samping yang lebih ringan.

Daun Salam (Eugenia polyantha) merupakan tanaman asli Indonesia

yang sering digunakan sebagai salah satu bahan masakan, namun juga secara

empiris dipercaya mampu menyembuhkan berbagai penyakit. Daun salam sering

digunakan untuk obat diabetes, diare, radang lambung, kolesterol, maupun

penyakit kulit seperti eksim atau kudis, serta mempunyai potensi anti-inflamatory

(Haryanto, 2006).

Menurut Badan POM (2004), kandungan kimia daun salam adalah

tannin, minyak atsiri (salamol, eugenol), flavonoid (quercetin, quercitrin,

myrcetin, myricitrin), seskuiterpen, triterpenoid, fenol, steroid, sitral, lakton,

saponin dan karbohidrat.

Berdasarkan pernyataan diatas maka daun salam menjadi menarik untuk

dibuktikan secara ilmiah khasiatnya sebagai obat antiinflamasi dengan dibuat

sediaan farmasi topikal. Sediaan topikal digunakan untuk mengatasi radang

terutama pada permukaan kulit, di mana obat akan langsung dilepaskan ditempat

aksinya. Menurut Yuliani (2012), bentuk sediaan antiinflamasi sebaiknya mampu

(20)

mempercepat angiogenesis dan meningkatkan pecahnya fibrin dan jaringan mati.

Kandungan kimia seperti tanin, flavonoid, dan triterpenoid diketahui dapat

membantu penyembuhan luka salah satunya dengan cara angiogenesis

(Ferdinandez, Anom, Damriyasa, 2013). Flavonoid pada daun salam akan

menghambat pelepasan TNF-α dan IL-6 yang merupakan mediator inflamasi

sehingga tidak akan terjadi inflamasi (Lafuente, Guillamon, Vilares, 2009).

Emulgel terdiri dari 2 sistem yaitu sistem emulsi dan gel. Gel akan

memberikan rasa dingin dikulit dan mencegah dehidrasi jaringan karena

kandungan airnya cukup tinggi, sedangkan emulsi dalam emulgel akan

memudahkan penetrasi ke kulit. Emulgel tidak lengket dikulit walau mengandung

minyak karena adanya sistem gel dalam sediaan ini, sehingga akan lebih nyaman

digunakan dan mudah dicuci(Haneefa, Easo, dan Mohanta, 2013).

Pada pembuatan emulgel ini ditambahkan penetration enhancer yaitu

minyak peppermint. Struktur kulit terutama startum korneum menjadi barier yang

sulit ditembus oleh sediaan. Penetration enhancer digunakan untuk membantu

sediaan masuk menembus lapisan-lapisan kulit sehingga dapat sampai ke tempat

aksi (Fox, Gerber, dan Plessis, 2011). Lebih lanjut, Fox et al. (2011)

menambahkan bahwa minyak peppermint dapat digunakan sebagai penetration

enhancer pada konsentrasi 0,1%-5%. Minyak peppermint dipilih karena aroma

dari minyak peppermint yang segar akan menyamarkan aroma dari ekstrak daun

(21)

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka

dimunculkan masalah sebagai berikut :

a. Apakah sediaan emulgel ekstrak etanolik daun salam (Eugenia polyantha

Wight.) memiliki sifat fisik yang memenuhi syarat sediaan yang baik?

b. Bagaimana efektivitas antiinflamasi emulgel ekstrak etanolik daun salam

terhadap tikus?

c. Bagaimana pengaruh penambahan konsentrasi minyak peppermint yang

digunakan sebagai penetration enhancer pada formulasi sediaan emulgel

ekstrak etanolik daun salam?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran penulis, penelitian tentang efek anti inflamasi

ekstrak daun salam dalam sediaan emulgel dengan minyak peppermint sebagai

penetration enhancer belum pernah dilakukan.

Penelitiaan yang pernah dilakukan adalah Daya Antibakteri Minyak

Atsiri Daun Salam (Eugenia polyantha (Wight.)) terhadap bakteri Shigella

dysenteriae (Widyastuti, 2002).

Penelitian lain dilakukan oleh Martina (2008), mengenai Pengaruh

Pemberian Ekstrak Daun Salam (Eugenia polyantha) Terhadap Kadar LDL

Kolesterol Serum Tikus Jantan Galur Wistar Hiperlipidemia.

Adapun penelitian mengenai antiinflamasi dan diuji dengan metode

(22)

Bunga Telang (Clitoria ternatea L.) Pada Udema Telapak Kaki Mencit Betina

Terinduksi Karagenin Dengan Pengukuran Jangka Sorong (Manurung, 2013).

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoretis

Penelitiaan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pengetahuan bagi perkembangan obat alami terutama dari ekstrak etanolik

daun salam sebagai obat anti inflamasi.

b. Manfaat praktis

Penelitiaan ini diharapkan dapat menghasilkan sediaan emulgel

ekstrak etanolik daun salam sebagai obat anti inflamasi.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

a. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang tanaman obat

yang berkhasiat sebagai antiinflamasi.

b. Untuk membuat sediaan emulgel dengan zat aktif berupa ekstrak etanolik

daun salam yang memiliki aktivitas antiinflamasi.

2. Tujuan khusus

a. Untuk menghasilkan sediaan emulgel daun salam yang memiliki kualitas

fisik bagus

b. Untuk mengetahui efektivitas antiinflamasi yang dimiliki oleh ekstrak

(23)

c. Untuk mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi minyak peppermint

sebagai penetration enhancer pada formulasi sediaan emulgel ekstrak

(24)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Inflamasi

Inflamasi atau peradangan merupakan respon yang terjadi pada

jaringan-jaringan hidup di sekitar sel atau jaringan-jaringan tubuh yang cedera atau mati adalah

suatu reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut,

dan sel-sel dari darah yang bersirkulasi ke dalam jaringan-jaringan interstitial

pada daerah cedera atau nekrosis (Price dan Wilson, 1992).

Inflamasi biasanya dibagi dalam 3 fase : inflamasi akut, respons imun,

dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal dari cedera jaringan.

Inflamasi tersebut terjadi melalui autakoid serta pada umumnya didahului oleh

pembentukan respon imun. Sejumlah autokoid yang terlibat seperti histamin,

serotonin, bradikinin, prostaglandin, dan leukotrien (Katzung, 2001).

Mekanisme inflamasi dipengaruhi oleh senyawa dan mediator yang

dihasilkan oleh asam arakidonat. Saat membran sel mengalami kerusakan oleh

suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, enzim fosfolipase diaktifkan untuk

mengubah fosfolipid yang terdapat di membran sel tersebut menjadi asam

arakidonat (Tjay dan Rahardja, 2002). Asam arakidonat merupakan komponen

normal yang disimpan pada sel dalam bentuk fosfolipid. Adanya stimulus

menyebabkan asam arakidonat dilepaskan dari sel penyimpanan lipid oleh asil

(25)

Gejala inflamasi yang dapat diamati adalah kemerahan (rubor), panas

meningkat (calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi

(fungsio laesa). Gejala-gejala tersebut adalah akibat dari gangguan aliran darah

yang terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal,

gangguan keluarnya plasma darah (eksudasi) ke ruangan ekstrasel akibat

meningkatnya ketebalan kapiler dan perangsangan reseptor nyeri (Mutschler,

1991).

B. Antiinflamasi

Pengobatan inflamasi meliputi dua sasaran yaitu mengurangi nyeri

sebagai gejala yang paling sering tampak dan menghambat atau mencegah proses

perusakan jaringan. Pengobatan inflamasi dengan obat antiinflamasi akan

mengurangi nyeri selama waktu tertentu (Furst dan Munster, 2002).

Secara umum mekanisme obat antiinflamasi dibagi menjadi 2 golongan,

yaitu golongan kortikosteroid dan nonsteroid. Obat golongan kortikosteroid

memiliki daya antiinflamasi kuat dengan menghambat pelepasan prostaglandin

dari sel-sel sumbernya. Obat antiinflamasi golongan nonsteroid (OAINS) bekerja

melalui mekanisme lain, seperti inhibisi enzim siklooksigenase yang berperan

dalam biosintesis prostaglandin (Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alami

Fitomedika, 1991).

Penggunaan OAINS untuk jangka panjang akan berefek pada

gastrointestinal seperti dispepsia serta rasa nyeri pada abdomen, dapat pula terjadi

pendarahan pada lambung atau duodenum (Fitzgerald et al., 2001). Pemberian

(26)

lambung, selain itu tujuan dari sistem penghantaran sediaan secara topikal adalah

menghindari berbagai masalah absorpsi pada saluran cerna seperti deaktivasi oleh

enzim pencernaan (Gunani, 2009).

C. Voltaren® (Dietilamin Diklofenak)

Voltaren® merupakan sediaan topikal berupa emulgel yang ditujukan

untuk pereda nyeri yang disebabkan oleh kecelakaan saat olahraga, radang pada

punggung, pundak, atau otot. Voltaren® mengandung bahan aktif dietilamin

diklofenak 11,6mg/g yaitu setara dengan 10 mg natrium diklofenak. Efek setelah

satu kali pemakaian Voltaren® akan terasa paling lama 48 jam setelah pemakaian.

Tidak dianjurkan menggunakan Voltaren® emulgel bersamaan dengan konsumsi

OAINS oral (Novartis, 2008). Sediaan OAINS mampu menghambat sintesis

mediator nyeri prostaglandin melalui menghambat aktivitas enzim

siklooksigenase (Duffy, 2003).

Gambar 1. Voltaren® Emulgel (Novartis, 2008).

Natrium diklofenak merupakan turunan fenilasetat yang terkuat daya

antiradangnya dan efek sampingnya lebih ringan dibandingkan dengan obat

(27)

menghambat siklooksigenase yang relatif non selektif dan kuat, juga mengurangi

bioavailabilitas asam arakhidonat (Furst dan Munster, 2002).

D. Tanaman Salam

Gambar 2. Daun salam (Eugenia polyantha) (Haryanto,2006).

1. Sistematika

Sistematika tanaman Eugenia polyantha adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Subkelas : Dialypetalae

Bangsa : Myrtales

Suku : Myrtaceae

Marga : Eugenia

Jenis : Eugenia polyantha

(28)

2. Uraian tanaman

Pohon salam tumbuh di Bima, ke arah selatan sampai Indonesia. Di

Pulau Jawa tumbuh di Jawa Barat sampai Jawa Timur pada ketinggian 5-1.000

m di atas permukaan laut. Pohon salam dapat tumbuh di dataran rendah

sampai pegunungan dengan ketinggian 1.800 m (Dalimarta, 2003). Merupakan

pohon bertajuk rimbun, tinggi sampai 25 m. Daunnya bila diremas berbau

harum, berbentuk lonjong sampai elips, atau bulat telur sungsang, pangkal

lancip sedangkan ujung lancip sampai tumpul, panjang 5-15 cm, lebar 35-36

mm, terdapat 6-10 urat daun lateral, pangkal daun 5-12 mm. Perbungaan

berupa malai, keluar dari ranting, berbau harum. Bila musim berbunga, pohon

akan dipenuhi bunga. Kelopak bunga berbentuk cangkir yang lebar, ukurannya

lebih kurang 1 mm. Mahkota bunga berwarna putih, panjang 2,5-3,5 mm,

benang sari terbagi dalam 4 kelompok, panjang 3 mm, berwarna kuning

lembayung. Buah berwarna merah gelap, berbentuk bulat dengan garis tengah

8-9 mm, pada bagian tepi berakar lembaga yang sangat pendek (Sudarsono et

al., 2002).

3. Kandungan kimia

Menurut badan POM (2004), kandungan kimia daun salam adalah

tannin, minyak atsiri (salamol, eugenol), flavonoid (quercetin, quercitrin,

myrcetin, myricitrin), seskuiterpen, triterpenoid, fenol, steroid, sitral, lakton,

saponin dan karbohidrat.

Flavonoid yang terdapat dalam daun salam berfungsi untuk

(29)

penyumbatan pada pembuluh darah, mengandung anti inflamasi (anti radang),

antioksidan, antialergi, hepatoprotektor, dan membantu mengurangi rasa sakit

(analgesik) (Middleton et al, 2000). Flavonoid pada daun salam akan

menghambat pelepasan TNF-α dan IL-6 yang merupakan mediator inflamasi

sehingga tidak akan terjadi inflamasi (Lafuente, Guillamon, Vilares, 2009).

E. Ekstrak dan Maserasi

Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair yang dibuat dengan

menyari nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya

matahari. Umumnya digunakan air, eter, atau campuran etanol-air sebagai

penyari. Kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Dirjen POM, 1995).

Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang menggunakan

pelarut disertai penggojokan dan pengadukan pada suhu kamar. Prinsip dari

metode maserasi adalah mencapai konsentrasi pada kesetimbangan. Remaserasi

yaitu pengulangan penambahan pelarut setelah penyaringan maserat pertama dan

seterusnya (Dirjen POM, 2000).

F. Metode Uji Daya Antiinflamasi

Secara umum model inflamasi dibedakan menjadi dua sesuai dengan

jenis inflamasi, yaitu model inflamasi akut dan model inflamasi kronik. Inflamasi

akut dapat dibuat dengan berbagai cara, yaitu dengan induksi udema kaki tikus,

(30)

sedangkan inflamasi kronis dibuat dengan pembentukan granuloma dan induksi

arthritis (Gryglewski, 1977).

Beberapa metode yang dapat dipakai untuk mengukur daya antiinflamasi

yaitu:

1. Uji eritema

Tanda awal reaksi inflamasi di kulit adalah kemerahan (eritema) yang

berhubungan dengan vasodilatasi, dimana belum disertai eksudasi plasma dan

udema. Uji eritema yang disebabkan UV dapat digunakan untuk mengukur

fase vasodilatasi pada reaksi inflamasi (Gryglewski, 1977). Keuntungan dari

uji eritema adalah cara pengujian sederhana namun perlu latihan khusus

karena menggunakan fotometer refleksi (Vogel, 2002).

2. Radang telapak kaki belakang

Metode induksi udem merupakan metode paling umum digunakan

untuk skrinning obat antiinflamasi. Uji ini didasarkan pada kemampuan

beberapa bahan uji untuk menghambat produksi udema kaki hewan uji setelah

diinjeksi bahan pembuat radang. Banyak zat pembuat radang (iritan) yang

telah digunakan seperti formaldehid, dextran, albumin telur, karagenin, dll

(Vogel, 2002).

Iritan yang paling banyak digunakan adalah karagenin. Karagenin

merupakan fosfolipida tersulfatasi yang diekstrak dari lumut Irlandia

Chondrus cripus. Efeknya dapat diukur dengan memotong kaki belakang pada

(31)

3. Tes radang selaput dada

Radang selaput dada dikenal sebagai fenomena inflamasi eksudatif

pada manusia (Vogel, 2002). Radang selaput dada pada tikus dapat

disebabkan injeksi intrapleural dari turpentine, evans blue, gum arab,

glikogen, dextran, atau karagenin (Gryglewski, 1977). Radang selaput dada

yang disebabkan karagenin dipertimbangkan sebagai model inflamasi akut

yang paling sempurna dimana keluarnya cairan, migrasi leukosit, dan

parameter biokimia lain yang ada dalam respon inflamasi dapat diukur

dengan mudah dari eksudat (Vogel, 2002).

4. Tes kantung granuloma

Hewan uji diinjeksi tikus putih betina diinjeksi bagian punggung

secara subkutan dengan 10-25 ml udara, lalu 0,5 ml minyak kapas sebagai

senyawa iritan. Pada hari kedua setelah pembuatan kantung, udara

dihampakan. Pada hari keempat, kantung dibuka dan cairan eksudat disedot,

selanjutnya diukur volume cairannya. Persen inhibisi granuloma dihitung

dengan membandingkan volume cairan eksudat kelompok perlakuan dengan

kelompok kontrol. Model percobaan ini lebih responsif untuk uji obat

antiinflamasi steroid daripada nonsteroid (Turner, 1965).

G. Karagenin

Karagenin merupakan senyawa iritan dari ekstrak Chindrus cripus.

Karagenin banyak digunakan untuk uji inflamasi karena sifatnya yang tidak

(32)

terhadap obat antiinflamasi dibanding senyawa iritan lain (Siswanto dan Nurulita,

2005).

Karagenin biasa digunakan sebagai penginduksi inflamasi berupa

karagenin 1% dalam larutan NaCl fisiologis 0,9%(b/v) dengan volume sebesar 0,1

mL untuk tikus dan 0,05 mL untuk mencit (Suleyman, Demircan, Karagoz, dan

Ozta, 2004).

Proses pembentukan edema akibat injeksi karagenin melalui 2 fase. Pada

fase 1 ( 0-2 jam setelah penginjeksian) mediator yang terlibat adalah histamine,

bradikinin, dan serotonin. Pada fase 2 (3-4 jam setelah penginjeksian) mediator

yang terlibat adalah prostaglandin yang meningkatkan permeabilitas vaskuler.

Inflamasi lokal diasosiasikan dengan peningkatan level dari agen pro-inflamasi

yaitu sitokin TNF-α, IL-1, dan IL-6 (Necas, 2013).

H. Emulgel

Emulgel merupakan bentuk sediaan semisolid yang terdiri dari 2 sistem

yaitu sistem emulsi dan gel. Emulgel merupakan sistem penghantaran obat yang

baik untuk zat aktif hidrofobik. Emulgel menjadi bentuk sediaan yang mengatasi

masalah dari sediaan gel. Emulgel memiliki daya penetrasi ke kulit yang baik.

Selain itu kelebihan dari emulgel untuk pemakaian dermatologis adalah

tiksotropik, berlemak, mempunyai daya sebar yang baik, melembutkan, dan

mudah dicuci, dan larut air (Singla, Saini, Joshi, dan Rana, 2012).

Emulgel dibuat dengan mencampurkan emulsi dan gel. Agar sediaan

(33)

merupakan surfaktan yang akan menurunkan tegangan antarmuka antara minyak

dan air (Allen,2005). Gelling agent saat didispersikan dalam suatu pelarut yang

sesuai akan membentuk struktur jaring koloid tiga dimensi yang membatasi cairan

dengan menjebak dan menghentikan pergerakan molekul pelarut. Struktur ini juga

menahan deformasi dan bertanggung jawab terhadap viskositas gel (Pena, 1990).

I. Penetration Enhancer

Sediaan rute transdermal memiliki kekurangan yaitu sulitnya sediaan

menembus barier kulit yaitu stratum korneum. Stratum korneum sangat selektif

terhadap molekul yang akan melaluinya. Hal ini membuat sediaan yang masuk ke

tempat aksi di kulit kemungkinan hanya kecil, karenanya dibutuhkan penetration

enhancer. Menurut Fox (2011), mekanisme aksi penetration enhancer adalah

dengan mengubah permeabilitas kulit sehingga mudah ditembus atau

meningkatkan kemampuan sediaan untuk menembus kulit.

Bahan yang digunakan sebagai penetration enhancer idealnya inert,

aksinya spesifik, tidak menyebabkan alergi, iritasi, dan tidak toksik. Penetration

enhancer dapat berupa bahan kimia, minyak esensial, atau terpen hasil isolasi dari

minyak esensial. Contoh dari penetration enhancer kimia adalah sulfoksida

(DMSO), alkohol (etanol), propilen glikol, alkana, asam lemak (asam oleat), ester,

amida dan amina. Minyak esensial yang digunakan untuk penetration enhancer

antara lain Eucalyptus oil, Alpinia oxyphylla oil, cardamom oil, peppermint oil,

(34)

J. Minyak Peppermint

Minyak peppermint (peppermint oil) diekstrak dengan destilasi uap dari

batang, daun, dan bunga tanaman Mentha piperita. Kandungan dalam minyak

peppermint adalah menthol (34-44%), menthone (12-20%), menthofuran (4-9%),

1,8-cineol (2-5%), pulegone (2-5%), dan mentil asetat (4-10%). Minyak

peppermint banyak digunakan untuk meredakan nyeri, mengontrol napsu makan,

menstimulasi digesti, anti tumor, anti virus, anti bakteri, dan agen anti parasit (Fox

et al, 2011).

Minyak peppermint termasuk minyak esensial yang dapat digunakan

sebagai penetration enhancer. Kandungan mentol dalam minyak peppermint

memiliki efek membantu penetrasi di kulit dan merupakan senyawa yang

menjanjikan untuk penghantaran obat dengan jalur transdermal.

Dalam sediaan emulgel, komposisi minyak peppermint hingga 5% dapat

digunakan sebagai penetration enhancer (Singla et al, 2012).

K. Landasan Teori

Inflamasi atau peradangan merupakan reaksi vaskular yang hasilnya

merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke

jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis (Price dan Wilson,

1992). Penyebab inflamasi dapat ditimbulkan oleh rangsangan fisik, kimiawi,

biologis (infeksi akibat mikroorganisme atau parasit), dan kombinasi ketiga agen

(35)

Mekanisme inflamasi dipengaruhi oleh senyawa dan mediator yang

dihasilkan oleh asam arakidonat. Saat membran sel mengalami kerusakan oleh

suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, enzim fosfolipase diaktifkan untuk

mengubah fosfolipid yang terdapat di membran sel tersebut menjadi asam

arakidonat (Tjay dan Rahardja, 2002). Pada inflamasi lokal diasosiasikan dengan

peningkatan level dari mediator inflamasi seperti sitokin TNF-α, IL-1, dan IL-6

(Necas, 2013).

Daun salam mempunyai banyak kandungan kimia salah satunya adalah

flavonoid. Menurut Haryanto (2006), flavonoid yang terdapat dalam daun salam

berfungsi untuk melancarkan peredaran darah seluruh tubuh dan mencegah

terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah, mengandung antiinflamasi

(antiradang), berfungsi sebagai antioksidan dan membantu mengurangi rasa sakit

(analgesik). Flavonoid pada daun salam akan menghambat pelepasan TNF-α dan

IL-6 yang merupakan mediator inflamasi sehingga tidak akan terjadi inflamasi

(Lafuente, Guillamon, Vilares, 2009).

Emulgel merupakan sediaan yang terbentuk dari 2 fase yaitu emulsi dan

gel. Emulgel daun salam yang dibuat menggunakan CMC Na sebagai gelling

agent. Sediaan topikal memiliki hambatan yaitu harus menembus barier kulit

seperti stratum korneum maka dilakukan penambahan minyak peppermint dalam

formula sebagai penetration enhancer untuk membantu penetrasi emulgel ke

(36)

L. Hipotesis

1. Formulasi emulgel antiinflamasi dengan ekstrak etanolik daun salam

menghasilkan emulgel dengan kualitas fisik yang baik

2. Sediaan emugel dengan ekstrak etanolik daun salam memiliki aktivitas

sebagai antiinflamasi.

3. Penambahan konsentrasi minyak peppermint memiliki pengaruh sebagai

penetration enhancer pada formulasi sediaan emulgel ekstrak etanolik daun

(37)

20 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang formulasi emulgel daun salam dan pengujian efek anti

inflamasi ekstrak etanolik daun salam pada tikus merupakan penelitian

eksperimental murni dengan rancangan acak pola searah..

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

Variabel penelitian ini meliputi :

a. Variabel utama

1) Variabel bebas

Konsentrasi minyak peppermint dalam formula emulgel daun salam

2) Variabel tergantung

Tebal udema kaki tikus (mm), sifat fisik emulgel meliputi pH,

viskositas, dan daya sebar

b. Variabel pengacau terkendali

Jenis tikus, umur tikus, jenis kelamin tikus, kecepatan dan lama

pengadukan sediaan emulgel daun salam, wadah sediaan, kondisi

penyimpanan

c. Variabel pengacau tak terkendali

(38)

2. Definisi operasional

a. Emulgel adalah sediaan semisolid hasil emulsifikasi dan penambahan CMC Na 4% yang mengandung ekstrak etanolik daun salam yang dibuat

sesuai dengan formula yang tercantum dan berfungsi sebagai

antiinflamasi.

b. Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap mikroorganisme dan benda asing yang ditandai oleh panas, bengkak, nyeri, dan gangguan fungsi organ

tubuh. Dalam penelitian ini adalah udema pada kaki belakang tikus.

c. Aktivitas antiinflamasi adalah kemampuan emulgel sebagai agen antiinflamasi pada tikus yang ditunjukkan dengan penurunan edema.

d. Sifat fisik adalah parameter untuk mengetahui kualitas emulgel yang dihasilkan meliputi viskositas, daya sebar, dan organoleptis.

e. Viskositas adalah kemampuan tahanan dari cairan untuk mengalir, semakin tinggi viskositas maka semakin besar pula tahanannya.

f. Daya sebar adalah kemampuan sediaan emulgel untuk menyebar pada alat uji daya sebar yaitu gelas kaca yang digunakan.

g. Persen (%) reduksi udema adalah hasil perhitungan persen penurunan udema yang terjadi pada kaki belakang tikus betina yang diuji pada jam

(39)

C. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun salam

(B2P2TOOT), etanol 70% sebagai pelarut, emulgel Voltaren® (Novartis) sebagai

kontrol positif, karagenin 1% sebagai penginduksi inflamasi, CMC Na

(Bratachem), gliserin (Bratachem), tween 80 (Bratachem), span 80, paraffin cair

(Bratachem), metil paraben (Bratachem), propil paraben, minyak peppermint,

aquadest, hewan uji tikus betina galur Wistar (Laboratorium Imono Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta).

D. Alat atau Instrumentasi Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain seperangkat

alat gelas, spuit injeksi 1 mL, mortar, stamper, indikator pH universal, alat uji

daya sebar, viscotester RION seri VT 04, orbital shaker (Optima), rotary

evaporator (Buchi Labortechnik AG CH-9230), jangka sorong Digital Caliper

“Wipro”, mixer, waterbath (Memmert), wadah pot, termometer, indikator pH

universal (MERCK), neraca analitik,

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman dilakukan oleh Balai Besar Penelitian Dan

Pengembangan Tanaman Obat Dan Obat Tradisional Tawangmangu, Jawa

(40)

2. Pembuatan ekstrak daun salam

Ditimbang 50 gram serbuk daun salam lalu dimasukkan ke dalam

Erlenmeyer. Sebanyak 250 mL etanol 70% ditambahkan sebagai pelarut.

Maserasi dilakukan menggunakan orbital shaker selama 24 jam. Maserat

disaring menggunakan corong Buchner dan kertas saring. Pelarut dari ekstrak

diuapkan menggunakan rotary evaporator dilanjutkan dengan waterbath 70oC.

Setelah itu ekstrak kental dioven pada suhu 40oC hingga didapat bobot tetap.

3. Formula

Formula dimodifikasi berdasarkan acuan pada formula Emulgel Antiacne

Minyak Cengkeh (Suryarini, 2011) dengan penyusunan formula basis :

R/ Paraffin liquidum 20 g

Span 80 4,4 g

Propil Paraben 0,02 g

Tween 80 15,6 g

Gliserin 2 g

Metil Paraben 0,18 g

Carbopol 940 0,5 g

TEA 0,5 g

(41)

Komposisi formula setelah dimodifikasi sebagai berikut:

Tabel 1. Formula Emulgel Daun Salam (Eugenia polyantha (Wight.)) dalam 100 gram sediaan

Fa : Formula dengan ekstrak etanol daun salam 10% dan peppermint oil 0% Fb : Formula dengan ekstrak etanol daun salam 10% dan peppermint oil

1,25%

Fc : Formula dengan ekstrak etanol daun salam 10% dan peppermint oil 2.5% Fd : Formula dengan ekstrak etanol daun salam 10% dan peppermint oil 5%

4. Pembuatan emulgel daun salam

CMC Na dikembangkan dalam aquadest selama 24 jam. Fase minyak

yaitu paraffin cair, propil paraben, dan Span 80 dicampur didalam cawan diatas

waterbath pada suhu 50˚C. Fase air yaitu gliserin, metil paraben, Tween 80,

dan aquadest dicampur didalam cawan diatas waterbath pada suhu 50˚C. Fase

air dan fase minyak dicampur dalam wadah dengan mixer. Didiamkan hingga

mencapai suhu ruangan, ditambahkan CMC Na yang telah dikembangkan,

peppermint oil, dan ekstrak daun salam, dimixer hingga tercampur semua.

Setelah itu dilakukan uji pH dengan kertas pH universal, pH sediaan yang

(42)

5. Uji sifat fisik dan stabilitas emulgel

Uji sifat fisik emulgel dilakukan dengan menguji organoleptis,

viskositas, dan daya sebar, untuk uji stabilitas dilakukan dengan menguji

viskositas emulgel setelah penyimpanan selama 1 bulan.

a. Uji organoleptis

Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna dan bau yang

diamati secara visual.

b. Uji viskositas

Pengukuran viskositas menggunakan alat viscotester. Emulgel

dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada portable viscotester.

Viskositas emulgel diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk

viskositas. Uji dilakukan setelah 48 jam dari pembuatan, hingga setelah 1

bulan penyimpanan.

c. Uji daya sebar

Emulgel ditimbang seberat 1,0 gram, diletakkan ditengah kaca

bulat berskala. Diatas emulgel diletakkan kaca bulat lain dan pemberat

dengan berat total 125 gram, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat

diameter penyebarannya (Grag dkk., 2002). Uji dilakukan setelah 48 jam

dari pembuatan, hingga setelah 1 bulan penyimpanan.

d. Pengukuran pH

Pengukuran pH sediaan gel menggunakan kertas pH universal.

(43)

lalu ditentukan pHnya dengan membandingkan warnanya dengan standar

warna yang ada. pH yang diinginkan adalah 5-6.

6. Uji aktivitas antiinflamasi emulgel

Dilakukan uji aktivitas antiinflamasi emulgel daun salam pada

tikus betina galur Wistar dengan tata cara penelitian metode radang

telapak kaki belakang.

a. Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus betina

galur Wistar umur 2-3 bulan dengan berat badan 150-200 gram. Kelompok

perlakuan terdiri dari kontrol negatif karagenin 1%, kontrol positif

Voltaren®, basis emulgel, emulgel peppermint 1,25%, emulgel peppermint

2,5%, emulgel peppermint 5%, emulgel ekstrak daun salam, emulgel

ekstrak daun salam dengan minyak peppermint 1,25%, emulgel ekstrak

daun salam dengan minyak peppermint 2,5%, dan emulgel ekstrak daun

salam dengan minyak peppermint 5%.

b. Pembuatan suspensi karagenin 1%

Karagenan ditimbang sebanyak 0,2 mg, dilarutkan dengan

larutan NaCl fisiologis 0,9% dalam labu takar 20 ml.

c. Perlakuan hewan uji

Hewan uji dibagi menjadi :

1) Kelompok kontrol negatif suspensi karagenin 1%

Kaki kiri dan kanan belakang tikus diukur menggunakan jangka

(44)

subplantar. Kemudian diukur udema yang terjadi setelah 2 jam

penyuntikan, 4 jam dan 24 jam.

2) Kelompok kontrol positif Voltaren®

Kaki kiri dan kanan belakang tikus diukur menggunakan jangka

sorong sebelum diinjeksi dengan suspensi karagenin 1% secara

subplantar. Setelah 2 jam, diukur udema yang terjadi lalu dioleskan

Voltaren® dan diukur udema pada 4 jam dan 24 jam setelah

pengolesan.

3) Kelompok perlakuan emulgel daun salam

Kaki kiri dan kanan belakang tikus diukur menggunakan

jangka sorong sebelum diinjeksi dengan suspensi karagenin 1%

secara subplantar. Setelah 2 jam, diukur udema yang terjadi lalu

dioleskan emulgel daun salam, diukur udema pada 4 jam dan 24 jam

setelah pengolesan.

d. Pengukuran penurunan edama

Pengukuran penurunan edema yaitu edema yang terjadi pada

kaki tikus diukur menggunakan vernier caliper (jangka sorong).

Persentase reduksi udema dari tiap sediaan dihitung

menggunakan rumus:

% 𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖𝑢𝑑𝑒𝑚𝑎= 𝑢𝑑𝑒𝑚𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 −𝑢𝑑𝑒𝑚𝑎 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟

(45)

F. Analisis Hasil

Data organoleptis emulgel dilakukan secara kualitatif dengan kasat mata.

Daya sebar dilihat dari hasil uji daya sebar. Viskositas emulgel secara kuantitatif

dapat dilihat dari nilai yang tertera pada viskotester. Pergeseran viskositas secara

kuantitatif dihitung dari perubahan viskositas selama penyimpanan 1 bulan. Data

aktivitas antiinflamasi didapat dari pengukuran udema yang terjadi pada kaki

belakang tikus yang diinjeksi karagenin setelah pengolesan emulgel pada jam ke-4

dan ke-24.

Data hasil sifat fisik dan aktivitas emulgel pada tikus dianalisis

menggunakan software R versi 2.14.2. Digunakan Shapiro-Wilk untuk melihat

distribusi data. Jika distribusi data normal makan dilanjutkan dengan Levene-test

untuk melihat kesamaan variansi tiap populasi. Jika data memiliki kesamaan

variansi analisis dilanjutkan dengan ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan

95% untuk selanjutnya dianalisis dengan Tukey. Untuk pergeseran viskositas,

(46)

29 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Determinasi Tanaman

Daun salam yang digunakan dalam penelitian ini merupakan daun salam

kering dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat

Tradisional (B2P2TOOT) Tawangmangu. Daun salam yang digunakan telah

dideterminasi oleh B2P2TOOT untuk memastikan bahwa tanaman tersebut adalah

benar-benar daun salam yang dimaksud oleh peneliti yaitu Eugenia polyantha.

B. Standarisasi Ekstrak Daun Salam

Pada penelitian ini dilakukan standarisasi ekstrak yang meliputi penetapan

kadar quercetin yang merupakan kandungan terbesar dari flavonoid daun salam

dan pengujian kadar air yang terkandung dalam ekstrak etanol daun salam yang

didapat dari hasil maserasi. Standarisasi dilakukan untuk menjamin mutu dari

ekstrak yang akan digunakan sebagai zat aktif dari emulgel. Standarisasi ekstrak

dilakukan oleh Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Terpadu (LPPT)

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dari hasil standarisasi diketahui bahwa

kandungan quercetin dalam ekstrak etanol daun salam sebesar 0,81% dan kadar

airnya sebesar 14,71%.

C. Sifat Fisik dan Stabilitas Emulgel

Pada penelitian ini dilakukan variasi konsentrasi minyak peppermint

(47)

peppermint dengan konsentrasi yang berbeda dapat memberikan perbedaan pula

pada sifat fisik dari emulgel yang dibuat. Emulgel yang dibuat diharapkan

mempunyai sifat fisik yang baik maka dilakukan pengujian terhadap sifat fisik dan

stabilitas dari emulgel. Sifat fisik yang diukur dari sediaan emulgel ini adalah

daya sebar dan viskositas. Daya sebar menjamin pemerataan emulgel saat

diaplikasikan ke kulit. Nilai daya sebar yang direkomendasikan untuk sediaan

semisolid adalah 5 cm. Daya sebar yang diinginkan oleh peneliti adalah 3-5 cm.

Viskositas sediaan akan berpengaruh pada pengaplikasian pada kulit dan

saat dikeluarkan dari kemasan. Viskositas juga berpengaruh terhadap proses

pelepasan zat aktif dari pembawa. Viskositas diukur dengan alat Viscotester seri

VT-04 dan dilakukan pada 48 jam setelah pembuatan agar viskositas tidak

dipengaruhi oleh proses pembuatan emulgel sehinggal sediaan yang terbentuk

sudah stabil. Viskositas yang diinginkan adalah 250-400 d.Pa.s. Rentang

viskositas tersebut dipilih agar emulgel yang dihasilkan tidak terlalu kental

ataupun encer. Dilihat pula pergeseran viskositas yang terjadi setelah disimpan

selama 1 bulan. Hal ini untuk menjamin stabilitas sediaan. Stabilitas dikatakan

baik bila pergeseran viskositasnya kecil. Pegeseran viskositas yang diinginkan

sebesar kurang dari 10%.

1. Uji Organoleptis

Uji organoleptis dilakukan secara kasat mata. Uji yang dilakukan

meliputi bentuk, warna, dan bau. Dari penelitian didapat hasil seperti yang

(48)

Tabel II. Hasil Uji Organoleptis Emulgel

Uji daya sebar dilakukan dengan mengukur diameter sebaran 1 gram

emulgel ditengah kaca bulat berskala yang diberi beban total 125 gram dan

telah didiamkan selama 1 menit (Grag dkk., 2002). Daya sebar dipengaruhi

oleh viskositas, jika viskositas rendah maka daya sebarnya semakin tinggi.

Daya sebar penting untuk mengetahui kemudahan saat diaplikasikan ke kulit

dan dikeluarkan dari wadah.

3. Uji Viskositas

Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk

mengalir, makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya. Pengukuran

viskositas menggunakan alat Viscotester seri VT-04 (RION, Japan). Emulgel

dimasukkan dalam wadah, dipasang pada viscotester, dan diuji menggunakan

putaran nomor 2. Viskositas emulgel diketahui dengan mengamati gerakan

jarum penunjuk viskositas.

Pergeseran viskositas diukur untuk mengetahui stabilitas emulgel.

Besarnya pergeseran viskositas merupakan selisih antara viskositas awal dan

(49)

Persen pergeseran viskositas dapat diukur menggunakan rumus :

% 𝑝𝑒𝑟𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟𝑎𝑛𝑣𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠= 𝑣𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 ℎ𝑎𝑟𝑖𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 −𝑣𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 ℎ𝑎𝑟𝑖𝑘𝑒−28

𝑣𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 ℎ𝑎𝑟𝑖𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 × 100 %

Data yang didapat selama pengujian lalu diolah dan hasilnya disajikan

pada Tabel III.

Tabel III. Hasil Uji Sifat Fisik Emulgel (Rata-rata ± SD) Formula Viskositas

dengan kriteria yang diinginkan. Namun untuk viskositasnya, Fc memiliki

viskositas yang paling tinggi dan tidak memenuhi kriteria. Pergeseran

viskositas menunjukkan bahwa Fa mengalami pergeseran viskositas yang

begitu tinggi. Penurunan viskositas terjadi pada Fa yang merupakan emulgel

daun salam tanpa penambahan minyak peppermint. Dapat dikatakan bahwa

Fa tidak stabil dalam penyimpanan.

4. Uji pH

Uji pH dilakukan dengan menggunakan indikator pH universal (pH

(50)

Tabel IV. Hasil Uji pH Emulgel

memiliki rentang pH 5-6 sehingga dapat disimpulkan sediaan ini memenuhi

kriteria yang diinginkan.

Dilakukan pula uji statistika stabilitas emulgel. Data pegeseran

viskositas yang didapat diuji dengan menggunakan uji T berpasangan. Uji T

berpasangan biasa dilakukan untuk membandingkan subjek yang berpasangan

atau 2 kelompok data yang diperoleh dari pengukuran dua kali pada objek

pengamatan sama pada jangka waktu berbeda. Emulgel dikatakan stabil bila

p>0,05.

Tabel V. Hasil Statistik Uji T-berpasangan Antara Penyimpanan 48 Jam dan 28 Hari

sehingga sediaan dapat disimpulkan sediaan stabil secara statistik, sedangkan Fa

memiliki p<0,05, artinya sediaan tidak stabil secara statistik. Fa merupakan

emulgel daun salam tanpa penambahan minyak peppermint, maka minyak

(51)

dihasilkan. Ketidakstabilan suatu sediaan dapat disebabkan oleh suhu dan kondisi

ruang penyimpanan yang tidak dijaga dengan baik.

D. Uji Aktivitas Antiinflamasi Emulgel

Penelitian aktivitas antiinflamasi emulgel pada tikus putih betina galur

Wistar ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas emulgel pada penurunan udema

setelah diinjeksi karagenin 1% secara subplantar dan melihat pengaruh

peningkatan konsentrasi minyak peppermint sebagai penetration enhancer.

Dipilih hewan uji yaitu tikus betina karena ketersediaan hewan uji ini lebih

banyak dan lebih mudah didapat daripada tikus jantan.

Metode yang digunakan adalah pengukuran ketebalan kaki tikus

menggunakan jangka sorong. Metode ini sering digunakan dalam uji antiinflamasi

karena metode ini sederhana, mudah dilakukan, instrumen yang dibutuhkan

sederhana, dan tidak menyakiti hewan uji.

Dalam penelitian ini tikus diinjeksi subplantar karagenin 1%, ditunggu 2

jam lalu diukur ketebalan udemanya. Setelah itu dioleskan emulgel daun salam

yang dibuat sebanyak ± 1 gram. Udema diukur lagi 4 jam dan 24 jam setelah

pengolesan. Untuk menguji aktivitas emulgel digunakan kontrol positif Voltaren®

dan untuk kontrol negatif setelah penyuntikan karagenin tidak dioleskan apapun.

Agar dapat dipastikan bahwa efek antiinflamasi timbul dari ekstrak daun salam

pada sediaan, maka diuji pula daya antiinflamasi dari basis emulgel dan basis

(52)

waktu pengolesan yaitu 2 jam setelah disuntik karagenan merupakan hasil dari

orientasi yang menunjukkan waktu pembengkakan optimal. Pada orientasi

dilakukan pengukuran selama 6 jam setiap 30 menit setelah penyuntikan.

Pada penelitian ini dipilih karagenin 1% sebagai penginduksi inflamasi

karena menurut Siswanto dan Nurlita (2005), karagenan tidak menimbulkan

kerusakan jaringan dan memberikan respon yang lebih peka terhadap obat

antiinflamasi dibanding senyawa iritan lain. Sebagai kontrol positif digunakan

Voltaren® emulgel yang mempunyai kandungan aktif dietilamin diklofenak

karena termasuk golongan obat antiinflamasi non steroid yang dapat berikatan

dengan enzim COX untuk menghambat pembentukan prostaglandin. Selain itu

saat ini Voltaren® emulgel menjadi pilihan utama konsumen untuk mengatasi

inflamasi dan nyeri. Persen reduksi udema ditunjukkan oleh penurunan udema

kaki tikus setelah diinjeksi karagenin 1% dan diberi perlakuan pengobatan

inflamasi.

E. Hasil Uji Antiinflamasi Emulgel

Hasil uji antiinflamasi emulgel berupa % reduksi udema kaki tikus. Besar

% reduksi udema kaki tikus ini merupakan selisih antara udema awal dan udema

akhir dibagi udema awal dikalikan 100%.

Pada Tabel VI terlihat bahwa kontrol negatif memiliki % reduksi udema

paling kecil dan dapat dilihat bahwa % inhibisi yang paling besar adalah dari

kelompok perlakuan sediaan emulgel dengan ekstrak 10% dan minyak peppermint

0%. Pada kelompok perlakuan sediaan dengan ekstrak, dapat dilihat bahwa

(53)

perbedaan reduksi udema yang besar. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa

peningkatan konsentrasi minyak peppermint disini tidak memiliki pengaruh yang

signifikan dalam pada reduksi udema.

Tabel VI. Hasil Perhitungan % Reduksi Udema Kaki Tikus Kelompok

Perlakuan

% Reduksi Kaki Tikus jam ke-4

F1 = perlakuan basis sediaan dengan minyak peppermint 0% F2 = perlakuan basis sediaan dengan minyak peppermint 1,25% F3 = perlakuan basis sediaan dengan minyak peppermint 2,5% F4 = perlakuan basis sediaan dengan minyak peppermint 5%

Fa = perlakuan sediaan Ekstrak 10% dengan minyak peppermint 0% Fb = perlakuan sediaan Ekstrak 10% dengan minyak peppermint 1,25% Fc = perlakuan sediaan Ekstrak 10% dengan minyak peppermint 2,5% Fd = perlakuan sediaan Ekstrak 10% dengan minyak peppermint 5% Kontrol positif = perlakuan Voltaren®

Kontrol negatif = perlakuan Karagenan

Untuk mengetahui kekuatan antiinflamasinya, maka dilakukan analisis

statistik terhadap % reduksi udema. Dilakukan uji normalitas dan kesamaan

varians dan didapat hasil menunjukkan p>0,05 sehingga dapat disimpulkan

distribusinya normal dan memiliki kesamaan varians sehingga dapat dilanjutkan

dengan ANOVA. Hasil statistik uji normalitas dan kesamaan varians dapat dilihat

(54)

melihat perbedaan respon yang terjadi pada tiap perlakuan. Jika p-values

menunjukkan p>0,05 maka data berbeda tidak bermakna (BTB), sedangkan jika

p<0,05 maka data berbeda bermakna (BB).

Tabel VII. Hasil Uji Statistik TukeyHSD % Reduksi Udema Jam Ke-4

Sediaan p-value Keterangan

Kontrol positif

Kontrol negative 0,000 BB

F1 0,001 BB

F1 = perlakuan basis sediaan dan minyak peppermint 0% F2 = perlakuan basis sediaan dan minyak peppermint 1,25% F3 = perlakuan basis sediaan dan minyak peppermint 2,5% F4 = perlakuan basis sediaan dan minyak peppermint 5%

Fa = perlakuan sediaan Ekstrak 10% dan minyak peppermint 0% Fb = perlakuan sediaan Ekstrak 10% dan minyak peppermint 1,25% Fc = perlakuan sediaan Ekstrak 10% dan minyak peppermint 2,5% Fd = perlakuan sediaan Ekstrak 10% dan minyak peppermint 5% Kontrol negatif = perlakuan Karagenan

(55)

Pada Tabel VII dapat dilihat antara kontrol positif dan kontrol negatif

terdapat perbedaan yang signifikan. Ini membuktikan bahwa Voltaren® efektif

menurunkan inflamasi. Emulgel daun salam dengan penambahan minyak

peppermint menunjukkan p>0,05 jika dibandingkan dengan kontrol positif. Hal

ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistic antara

emulgel daun salam dan kontrol positif pada penurunan udema 4 jam setelah

induksi agen antiinflamasi yaitu karagenan. Basis dengan penambahan minyak

peppermint 1,25% dan 5% juga menunjukkan hasil berbeda tidak bermakna

dibandingkan kontrol positif. Diduga minyak peppermint sendiri mampu

memberikan daya antiinflamasi sehingga dapat menyamarkan hasil dari emulgel

daun salam yang diuji.

Pada Tabel VII dapat dilihat pula perbandingan antara kontrol negatif

dengan sediaan. Terlihat bahwa Fb, Fd, F1, F2, dan F4 memiliki p< 0,05, ini

menunjukkan bahwa formula-formula tersebut berbeda bermakna dengan kontrol

negatif. Pada Fa, Fc, dan F3 menunjukkan p>0,05 yang berarti formula-formula

tersebut sama dengan kontrol negatif yaitu tidak memiliki kemampuan mereduksi

udema.

Hasil uji statistik perbandingan antara basis dan formula yang hasilnya

berbeda bermakna adalah basis tanpa minyak peppermint dibandingkan emulgel

tanpa minyak peppermint yaitu Fa dibandingkan F1. Perbandingan antarformula

yang lain menunjukkan hasil berbeda tidak bermakna. Hasil berbeda tidak

bermakna ini menunjukkan bahwa basis dengan minyak peppermint memberikan

(56)

Emulgel tanpa minyak peppermint juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda

dibandingkan formula emulgel lainnya. Sehingga dapat disimpulkan kenaikan

minyak peppermint tidak memberikan pengaruh pada penetrasi emulgel ke dalam

kulit.

Aktivitas antiinflamasi emulgel 24 jam setelah pengolesan juga diuji

dengan uji statistik. Hasil yang tersaji pada Tabel VIII menunjukkan bahwa

setelah 24 jam, kelompok kontrol positif, basis, dan ekstrak memberikan hasil

berbeda tidak bermakna. Hasil tersebut menunjukkan bahwa basis dan emulgel

daun salam dapat dikatakan memiliki aktifitas antiinflamasi yang sama secara

statistik dengan kontrol positif yang digunakan setelah pemakaian 24 jam.

Kelompok kontrol negatif jika dibandingkan dengan kontrol positif menunjukkan

perbedaan yang bermakna. Emulgel daun salam yang dibuat menunjukkan

perbedaan bermakna dengan kontrol negatif sehingga dapat disimpulkan bahwa

emulgel daun salam memiliki kemampuan mereduksi udema yang terjadi.

Perbandingan antarformula emulgel daun salam menunjukkan p> 0,05

yang berarti antarformula tersebut berbeda tidak bermakna. Dapat disimpulkan

bahwa baik emulgel tanpa minyak peppermint atau pun dengan penambahan

minyak peppermint setelah 24 jam memiliki kemampuan yang sama dalam

mereduksi udema. Namun hasil semua formula menunjukkan berbeda tidak

bermakna ini dapat dikarenakan sediaan sudah tereliminasi semua dari tubuh

karena jangka waktu 24 jam setelah pengolesan terlalu lama. Pada pemakaian

sediaan topikal sebaiknya digunakan pengolesan berulang. Sementara pada

(57)

Tabel VIII. Hasil Uji Statistik TukeyHSD % Reduksi Udema Jam Ke-24

Sediaan p-value Keterangan

Kontrol positif

Dari penelitian ini menunjukkan hasil yang sedikit bias karena beberapa

formula basis dengan penambahan minyak peppermint juga memiliki kemampuan

untuk mereduksi udema. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mencoba

penetration enhancer yang berbeda agar didapat hasil yang lebih baik.

Dalam melihat kemampuan emulgel daun salam sebagai antiinflamasi

dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode pengukuran yang berbeda.

(58)

selama 4 jam. Pengukuran setiap jam ini dapat memperlihatkan profil penurunan

udema yang terjadi pada setiap jamnya. Profil penurunan ini dapat menunjukkan

(59)

42 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan:

1. Emulgel daun salam formula Fb, Fc, dan Fd mempunyai sifat fisik yang

memenuhi kriteria sediaan yang baik.

2. Emulgel daun salam mempunyai aktivitas antiinflamasi yang berbeda

tidak bermakna dengan Voltaren® yang digunakan sebagai kontrol positif.

3. Penambahan minyak peppermint mempengaruhi penetrasi emulgel ke

dalam kulit, namun kenaikan penambahan konsentrasi tidak berpengaruh.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, perlu dilakukan penelitian tentang:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penampilan

emulgel yang lebih baik.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode pengukuran yang

berbeda untuk melihat profil penurunan udema yang terjadi selama rentang

waktu tertentu.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan penetration enhancer

(60)

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai absorpsi perkutan

emulgel daun salam secara in vitro untuk melihat kadar senyawa aktif

(61)

Daftar Pustaka

Allen Jr., L. V., 2005, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical

Compounding, 2nd ed., American Pharmaceutical Association,

Washington, D.C., pp. 301-324

Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia Vol 1. Jakarta : BPOM.

Becker, J.R., 1997, Crude Oils: Waxes, Emulsions, and Asphaltenes, PenWell Publising Company, Oklahoma, pp. 53-55.

Brooker, C., 2008, Ensiklopedi Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 382

Dalimartha, S., 2003, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid III, Trubus Agriwidya, Jakarta

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, p. 7.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 2000, Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, pp 1-17.

Duffy, T., Belton, O., 2003, Inhibition of PGE2 Production by Inimesulide Ccompared with Diclofenac in the Acutely Inflamed joint of Patients with Arthritis, Drugs 63, pp.2

Ferdinandez, M. K., Anom, I. K., dan Damriyasa, I. M., 2013, Bioaktivitas Ekstrak Daun Tapak Dara (Catharantus roseus) Terhadap Kecepatan Angiogenesis dalam Proses Penyembuhan Luka pada Tikus Wistar, Indonesia Medicus Veterinus, pp. 191-190

Fitzgerald, G. A., and Patrono, C., 2001, The Coxibs, Selective Inhibitors of Cyclooxygenase-2, N Engl. J. Med., Vol.345, pp. 6.

Fox, L.T., Gerber, M., Plessis, J.D., 2011, Transdermal Drug Delivery Enhancement by Compound of Natural Origin, Molecules, pp. 10507-10535

(62)

Gunani, S. B., 2009, Uji Daya Antiinflamasi Krim Tipe A/M Ekstrak Etanolik Jahe 10% (Zingiber officinale Roscoe) yang Diberikan Topikal Terhadap Udem Kaki Tikus yang Diinduksi Karagenin, Laporan Penelitian, Surakarta.

Garg, A., Aggrawal, D., Garg, S., dan Singla, A. K,. 2002, Spreading of Semisolid Formulations. Pharmaceutical Technology, pp. 84-105.

Gryglewski, R.J., 1977, Some Experimental Models for the Study of Inflammation and Anti-inflammantory Drugs, in I. L. Bonta, J. Thomson, and K. Brune, Inflammation : Mechanism and Their Impact on Therapy, Birkhaueser Verlag Basel, Rotterdam, pp. 19-21

Haneefa, K.P.M., Easo,S., Mohanta, G.P., 2013, Emulgel : An Advance Review,

Journal of Pharmaceutical Sciences and Research, pp. 254-257

Haryanto, S., 2006, Sehat dan Bugar Secara Alami, Penebar Swadaya, Bogor, p.59

Katzung, Bertram, G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi I, Salemba Medika, Jakarta, pp. 677-678

Kharat, N., Shylaja, H., Viswanatha, G. L., Lakshman, K., 2010, Anti-inflammatory and Analgesic Activity of Topical Preparation of Root Extracts of Ichnocarpus frutescens (L.) R. Br, International Journal of Applied Biology and Pharmaceutical Technology, (1), pp 1101.

Lafuente, A. G., Guillamon, E., Villares, A., 2009, Flavonoid as anti-inflammatory agents : implications in cancer and cardiovascular disease,

Inflammation Research, pp. 537-542.

Manurung, D.Y., 2013, Efek Antiinflamasi Infusa Bunga Telang (Clitoria ternatea L.) Pada Udema Telapak Kaki Mencit Betina Terinduksi Karagenin Dengan Pengukuran Jangka Sorong, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Martina, L.T., 2008, Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Salam (Eugenia polyantha) Terhadap Kadar LDL Kolesterol Serum Tikus Jantan Galur Wistar Hiperlipidemia, Artikel Ilmiah, Universitas Diponegoro, Semarang

Middleton E, Kandaswami C, Theoharides TC. 2000. The effects of plant flavonoids on mammalian cells: implications for inflammation, heart disease, and cancer. Pharmacological reviews 53, pp. 673-751

Gambar

Tabel IV. Hasil Uji pH Emulgel  ....................................................................
Gambar 2. Daun salam (Eugenia polyantha Wight.) ......................................
Gambar 1. Voltaren® Emulgel (Novartis, 2008).
Gambar 2. Daun salam (Eugenia polyantha) (Haryanto,2006).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk membuktikan ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha ) memiliki efek antimikroba terhadap Salmonella typhi... Untuk mengetahui Kadar Hambat Minimum (KHM) ekstrak

Tujuan : Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun salam ( Eugenia polyantha W ) terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans In Vitro. Metode

ekstrak etanol daun salam (Eugenia polyantha W) terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Mengetahui konsentrasi optimum ekstrak etanol daun salam

OPTIMASI FORMULA TABLET EKSTRAK DAUN SALAM (Eugenia polyantha Wight.) DENGAN BAHAN PENGIKAT PVP DAN BAHAN PENGHANCUR NATRIUM ALGINAT MENGGUNAKAN METODE.. SIMPLEX

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Uji Daya Antibakteri Ekstrak Daun Salam (Eugenia polyantha Wight) dalam Pasta Gigi terhadap Pertumbuhan

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan infusum daun salam ( Eugenia polyantha ) dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus ( Rattus norwegicus ) yang diinduksi dengan

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pe- ngaruh penggunaan baki telur daun salam (Eugenia polyantha) terhadap lama waktu simpan telur ayam ras mentah yang dicuci

Skripsi berjudul Perbedaan Perubahan Warna Nilon Termoplastik (Valplast) Direndam dalam Ekstrak Daun Salam (Eugenia Polyantha Wight) 25% dan Sodium Hipoklorit 0.5% telah