• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang ditandai dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang ditandai dengan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang ditandai dengan aktivitas fisik yang minimal, penurunan kesadaran, perubahan proses fisiologi tubuh dan penurunan respon terhadap rangsangan dari luar. Tidur mempunyai manfaat besar bagi tubuh. Manfaat tidur antara lain dapat mengembalikan kesimbangan dan aktivitas saraf pusat pada level normal. Tidur juga bermanfaat untuk sintesis protein yang memungkinkan terjadinya proses perbaikan (Kozier, 2004). Memperoleh kualitas tidur terbaik penting untuk peningkatan kesehatan dan pemulihan individu yang sakit (Potter & Perry, 2005).

Sebagian besar lansia mempunyai risiko tinggi mengalami gangguan tidur akibat berbagai faktor. Luce dan Segal mengungkapkan bahwa faktor usia merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap kualitas tidur (Nugroho, 2008). Dikatakan bahwa keluhan terhadap kualitas tidur meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada usia di atas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah yang menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis. Orang lanjut usia yang sehat sering mengalami perubahan pada pola tidurnya yaitu memerlukan waktu yang lama untuk dapat tidur. Mereka menyadari lebih sering terbangun dan hanya sedikit waktu yang dapat digunakan untuk

(2)

tahap tidur dalam sehingga mereka tidak puas terhadap kualitas tidurnya (Nugroho,2008).

Saat ini jumlah penduduk lansia di dunia diperkirakan ada 760 juta jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Dalam 13% populasi penduduk dunia dan lebih dari tiga per empat populasi lansia terdapat di negara berkembang. Hal ini menandakan bahwa terjadi penurunan dan peningkatan usia harapan hidup (Morley, 2007 dalam Lubis 2011).

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah penduduk lansia terbesar di dunia.

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2009 Indonesia termasuk negara berkembang dengan jumlah penduduk ± 237,6 juta jiwa tahun 2010 dan menempati peringkat empat setelah China, India dan Jepang dalam hal penduduk lansia. Sedangkan data tahun 2011 menyatakan bahwa jumlah penduduk di Jawa Tengah pada tahun 2011 berdasarkan proyeksi penduduk hasil SP 2010 menjadi 3,49 juta. Provinsi Jawa Tengah (Jateng), termasuk salah satu dari tujuh provinsi di Indonesia yang berpenduduk dengan struktur tua (lansia) mencapai 9,36%.

Peningkatan jumlah lansia akibat peningkatan usia harapan hidup tentunya akan menimbulkan beberapa masalah yang sangat kompleks, terutama dibidang kesehatan. Seperti diketahui bahwa memasuki masa

(3)

lansia mengalami penurunan diberbagai sistem tubuh yang meliputi beberapa aspek baik biologis, fisiologis, psikososial, maupun spiritual merupakan suatu fenomena yang kompleks dan multidimensial (Mickey, 2006). Faktor fisiologis, psikologis, dan lingkungan dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur seseorang. Proses degenerasi pada lansia mengakibatkan kuantitas tidur lansia akan semakin berkurang sehingga tidak tercapai kualitas tidur yang adekuat (Nugroho, 2008)

Tidur sangat dibutuhkan bagi tubuh untuk penyembuhan dan perbaikan sistem tubuh. Jika masalah tidur tidak teratasi maka akan menimbulkan masalah yang lain, seperti penyakit yang serius, perubahan suhu, kecemasan, mudah tersinggung, gangguan penilaian, kehilangan berat badan, penurunan nafsu makan (Hariyanto, 2008). Secara fisiologis jika seseorang tidak mendapatkan tidur yang cukup untuk mempertahankan kesehatan tubuh, dapat terjadi efek-efek seperti pelupa, konfusi dan disorientasi, terutama jika deprivasi tidur terjadi untuk waktu yang lama (Mickey, 2006).

Meskipun perubahan-perubahan pola tidur dianggap sebagai bagian normal dari proses penuaan, informasi terbaru menunjukkan bahwa banyak dari gangguan ini yang berkaitan dengan proses patologis yang menyertai penuaan. Keluhan tentang kesulitan tidur waktu malam hari sering kali terjadi seiring bertambahnya usia, hal ini disebabkan perubahan pada sistem saraf yang mempengaruhi pengaturan tidur sehingga dapat

(4)

mengurangi sensitivitas terhadap waktu yang mempengaruhi irama sirkardian (Stanley & Beare, 2006).

Adapun gangguan masalah tidur yang sering dialami lansia berupa susah tidur pulas, sering terbangun di malam hari dan sulit memulai tidur kembali, berkurangnya waktu tidur malam, semakin panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk jatuh tidur (sleep latency), perasaan tidur yang kurang, terbangun cepat dan tidur sekejap pada siang hari (naps) sering terjadi berulang dan tidak disadari. Jumlah total waktu tidur tidak normal dengan kebutuhan tidur sewajarnya yaitu 6 jam/hari (Potter & Perry, 2005).

Gangguan tidur menyerang 50% orang yang berusia 65 tahun atau lebih yang tinggal dirumah dan 66% orang yang tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang. Kebanyakan lansia mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh banyak faktor misal: pensiunan dan perubahan pola sosial, kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan penggunaan obat-obatan, penyakit yang baru saja dialami, perubahan irama sirkadian (Mickey, 2006).

Terdapat berbagai laporan dalam literatur yang menyimpulkan tingginya prevalensi gangguan tidur pada lansia, yaitu sekitar 67 %. Hal ini memiliki dampak serius yakni mengantuk berlebihan di siang hari,gangguan atensi dan memori, mood, depresi, resiko tinggi terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya dan penurunan kualitas tidur. Dari muculnya permasalahan gangguan tidur pada lansia yang dapat

(5)

menyebabkan dampak lebih lanjut. Sehingga permasalahan gangguan tidur harus dapat teratasi untuk menghilangkan dampak yang terjadi (Lesage, Scharf & Steven, 2007).

Menurut National Sleep Foundation sekitar 67% dari 1.508 lansia di Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan mengalami gangguan tidur dan sebanyak 7,3 % lansia mengeluhkan gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia. Gangguan tidur di Indonesia menyerang sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% lansia melaporkan adanya insomnia dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi insomnia pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67% (Rubin,1999 dalam Lubis 2011).

Hasil penelitian terdahulu tentang kualitas tidur lansia di Balai Rehabilitasi Sosial “Mandiri” Semarang disimpulkan bahwa secara keseluruhan kualitas tidur lansia buruk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 29 reponden (29,9%) memiliki kualitas tidur baik dan 68 responden (70,1%) memiliki kualitas tidur buruk atau jelek (Khasanah & Hidayati, 2012).

Penanganan gangguan tidur dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara farmakologi dan secara non farmakologi. Secara farmakologi yaitu dengan memberikan obat sedative hipnotik seperti golongan benzodiazepine dan L-tryptophan (Amir, 2007). Namun, pada lansia terjadi perubahan farmakodinamik, farmakokinetik serta metabolisme obat

(6)

dalam tubuh lansia yang menyebabkan penatalaksanaan dengan farmakologis sangat memberi risiko pada lansia. Dengan demikian penatalaksanaan secara non farmakologi adalah pilihan alternatif yang lebih aman, yakni dengan cara terapi stimulus kontrol, melakukan olahraga ringan, berjalan kaki pada pagi hari, berlari-lari kecil, senam ataupun sekedar peragangan otot, terapi relaksasi (Putra, 2011).

Terapi rendam kaki dalam air hangat merupakan terapi non farmakologis yang dapat membatu lansia menghadapi masalah dengan tidur. Menurut Amirta (2007) dalam penelitian Khotimah (2012) merendam kaki dalam air hangat yang bertemperatur 37-39 oC maka akan bisa mengatasi gejala gangguan tidur. Efek panas pada air cenderung melebarkan pembuluh darah, terutama yang pada permukaan, dan ini membawa lebih banyak darah ke bagian yang dipanaskan, selain itu akan menyebabkan relaksasi (Chaiton, 2002).

Secara ilmiah air hangat mempunyai dampak fisiologis bagi tubuh. Pertama berdampak pada pembuluh darah dimana hangatnya air membuat sirkulasi darah menjadi lancar, yang kedua adalah faktor pembebanan di dalam air yang akan menguatkan otot-otot dan ligament yang mempengaruhi sendi tubuh (Hembing, 2000 dalam Christina, 2012).

Penelitian yang dilakukan di negara Iran oleh Nasiri, K & Kalantri, H., et al (2013) didapatkan ada perbedaan yang signifikan antara kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah diberikan rendaman air hangat (41-42oC) pada kaki selama 20 menit sebelum tidur (p < 0.05). Demikian juga

(7)

penelitian yang dilakukan oleh Khotimah (2012) menunjukan kuantitas tidur lansia yang dilakukan rendam air hangat pada kaki mengalami peningkatan, dengan nilai signifikansi p = 0,0001 (α = 0,05) artinya ada pengaruh rendam air hangat pada kaki dalam meningkatkan kuantitas tidur pada lansia.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Desa Argopeni diketahui bahwa jumlah lansia usia 60 – 74 tahun (eldery) laki-laki 196 orang dan perempuan 184 orang. Data jumlah lansia yang mengalami gangguan kualitas tidur tidak tercatat, namun dari hasil wawancara dan observasi dari 10 orang lansia 8 orang diantaranya mengatakan mengeluh susah tidur di malam hari, pergi tidur antara jam 8 sampai jam 9, tapi ada juga yang tidur jam 11. Lansia mengatakan sering terbangun pada malam hari rata–rata 4-6 kali untuk ke kamar mandi dan setelah itu sulit untuk tertidur lagi. Kondisi lain yang di alami lansia sehingga terbangun pada malam hari dikarenakan merasakan nyeri, tebangun karena mimpi dan keadaan lingkungan yang berisik. Keluhan lain yang dialami lansia adalah merasa kurang segar setelah bangun di pagi hari, mengantuk di siang hari namun ada 2 lansia yang mengeluh tidak bisa tidur disiang hari waluapun sudah mengantuk dan ada keinginan untuk tidur.

Studi eksperimen awal yang dilakukan peneliti terhadap 3 orang responden berusia 60-74 tahun yang mempunyai kualitas tidur buruk dengan merendam kaki pada air hangat bersuhu 39oC dalam waktu 15

(8)

menit selama 2 hari berturut-turut, semua responden mengatakan merasa nyaman, rileks dan ingin tidur.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “pengaruh terapi rendam kaki air hangat terhadap peningkatan kualitas tidur lansia di Desa Argopeni Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen”.

B. Rumusan Masalah

Tidur merupakan proses fisiologi yang amat penting untuk manusia dan merupakan kebutuhan yang mesti dipenuhi oleh manusia. Pada lansia jumlah tidur total tidak berubah sesuai pertambahan usia akan tetapi kualitas tidur terlihat menjadi berubah pada kebanyakan lansia. Pemenuhan kebutuhan tidur terlihat dari parameter kualitas tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk tidur, frekuensi terbangundan beberapa aspek subyektif, seperti kedalaman tidur, perasaan segar dipagi hari, kepuasan tidur serta perasaan lelah siang hari. Terapi rendam kaki air hangat dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengatasi gangguan tidur pada lansia. Dari pernyataan ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

“Adakah pengaruh terapi rendam kaki air hangat terhadap peningkatan kualitas tidur lansiadi Desa Argopeni Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen?”

(9)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh terapi rendam kaki air hangat terhadap peningkatan kualitas tidur lansia di Desa Argopeni Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

a. Mengetahui karakteristik responden, meliputi: jenis kelamin, usia, pendidikan, riwayat pekerjaan dan riwayat penyakit.

b. Mengetahui kualitas tidur lansia sebelum dilakukan terapi rendam kaki air hangat pada kelompok intervensi dan kelompok kontol. c. Mengetahui kualitas tidur lansia sesudah dilakukan terapi rendam

kaki air hangat pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. d. Mengetahui pengaruh terapi rendam kaki air hangat terhadap

(10)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi lansia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membatu memberi masukan kepada lansia untuk melakukan terapi sendiri dengan merendam kaki dengan air hangat agar dapat mengatasi gangguan tidur.

2. Bagi peneliti

Bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian khususnya mengenai pengaruh terapi rendam kaki air hangat terhadap peningkatan kualitas tidur lansia.

3. Bagi Instasi

Menambah wawasan bagi mahasiswa dan sebagai study literatur di perpustakaan atau referansi mengenai kualitas tidur lansia dan manfaat terapi rendam kaki air hangat.

4. Bagi penelitian selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan pemikiran kritis lainnya terhadap penelitian selanjutnya tentang kualitas tidur lansia dan terapi rendam kaki air hangat.

(11)

E. Penelitian Terkait

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu:

1. Khadijeh Nasiri & Hossein Kalantri et.al. (2013) berjudul “The Effect of Footbath on Sleep Quality of the Elderly: A Blinded Randomized Clinical Trial”. Metode penelitian Quasi Experiment dengan pre-test dan post-test dengan menggunakan kelompok kontrol. Kesimpulan penelitian ada perbandingan perubahan kualitas tidur lansia menunjukkan durasi tidur dan kualitas tidur keseluruhan telah meningkat secara signifikan pada kelompok eksperimen (p < 0.05).Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terletak pada subyek penelitian yaitu sama-sama meneliti kualitas tidur lansia. Perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti yaitu lokasi penelitian, dalam penelitian ini di Desa Argopeni Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen dan pada penelitian Nasiri di Tabriz, Iran.

2. Wen-Chun L, Ming-Jang C, & Carol A L, et.al. (2008) berjudul “A Warm Footbath before Bedtime and Sleep in Older Taiwanese with Sleep Disturbance”. Metode penelitian desain Crossover eksperimental tunggal kelompok digunakan untuk menguji efek dari baskom hangat pada tubuh. Kesimpulan penelitian ada peningkatan onset tidur dan meningkatkan kualitas tidur secara keseluruhan pada lansia. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti

(12)

adalah variabel bebas yaitu terapi rendam kaki air hangat. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu disain penelitian yang digunakan. Dalam penelitian ini menggunakan rancangan Pra Experiment One Group Pretest Posttet sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan rancangan True Experiment dengan rancangan Pretest Posttest Control Group Design. 3. W C Liao, Lee Wang, & Ching-Pyng K, et.al. (2013) berjudul “Effect of a warm footbath before bedtime on body temperature and sleep in older adults with good and poor sleep: An experimental crossover trial”. Metode penelitian Dua kelompok dan desain silang eksperimental. Hasil penelitian menujukan rendaman kaki pada air hangat dengan suhu 40 oC selama 20 menit sebelum tidur meningkatkan suhu kaki dan suhu kulit untuk memfasilitasi dilatasi pembuluh dan meningkatkan suhu inti untuk memberikan beban panas pada tubuh. Rendaman kaki pada air hangat tidak mengubah tidur pada orang dewasa yang lebih tua dengan tidur yang baik dan yang buruk. 4. Khotimah (2012), berjudul “Pengaruh Rendam Air Hangat Pada Kaki

Dalam Meningkatan Kuantitas Tidur Lansia”. Tujuan penelitian menganalisis pengaruh terapi rendam air hangat padakaki dalam meningkatkan kuantitas tidur pada lansia. Desain penilitian pra-eksperimendengan pendekatan One-Group Pre-Test-Post test desain. Populasi 20 lansia insomniaberusia diatas 60 tahun, Sampel 20 responden. Pengambilan sampel menggunakan totalsampling, analisis

(13)

data dengan uji statistik Anova dengan tingkat kemaknaan α = 0,05.Hasil analisis menunjukan kuantitas tidur lansia yang dilakukan rendam air hangat padakaki mengalami peningkatan, dengan nilai signifikansi α = 0,0001 (α = 0,05) artinya adapengaruh rendam air hangat pada kaki dalam meningkatkan kuantitas tidur pada lansia.Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendam air hangat pada kaki efektif digunakanuntuk meningkatkan kuantitas tidur pada lansia yang mengalami gangguan tidur.Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu pada variabel bebas pengaruh rendam air hangat pada kaki dan subyek penelitian lansia.Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah penelitian ini meneliti tentang pengaruh rendam pada kaki terhadap peningkatan kuantitas tidur lansia, sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu meneliti pengaruh rendaman kaki pada air hangat terhadap kualitas tidur lansia. Selain itu desain penelitian yang digunakan juga berbeda, peneliti menggunakan desain

Quasi Experiment Pretest Posttest With Control Group dan

pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Uji statistik yang digunakan oleh peneliti Uji Paired T-test dan uji independent sample test.

5. Linda Pribowati Christina (2012), berjudul “Pengaruh Terapi Rendam Kaki Air Hangat Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Pre

(14)

Eksperimental dengan rancangan One Group Pre test-Post test design. Kelompok subyek merupakan penderita hipertensi di Wilayah Kedinding Tengah Jaya Kecamatan Kenjeran Surabaya. Sebelum dilakukan intervensi peneliti melakukan pengukuran tekanan darah, setelah itu dilakukan intervensi berupa pemberian rendam kaki menggunakan air hangat. Setelah penderita hipertensi direndam kakinya dengan air hangat, dilakukan posttest dengan melakukan pengukuran tekanan darah. Kesimpulan dari penelitian ini ada perbedaan yang signifikan atau ada pengaruh pemberian terapi rendam kaki air hangat terhadap perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi. Persamaan penelitian ini adalah menggunakan terapi rendam kaki air hangat. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu subyek penelitian dimana pada penelitian Christina penderita hipertensi, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan lansia yang mempunyai gangguan kualitas tidur.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem investigasi kematian yang wajib telah banyak diterapkan pada Negara berkembang (seperti Australia, Japan, USA, dan Eropa). Sistem memeriksa mayat sudah diberlakukan, sedangkan

Besarnya pengaruh permainan lari estafet terhadap kerjasama siswa dalam pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 4 Kota

Abstrak : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan pendidikan karakter religius pada anak usia 5-6 tahun melalui sikap berdoa di TK Negeri Pembina

but no more effective between SEFT and keroncong music reduce depression in elderly. SEFT and keroncong music therefore can be used as complementary therapy in nursing for elderly

[r]

Benda, Harry J., “Christian Snouck Hurgronje dan Landasan Kebijakan Belanda Terhadap Islam di Indonesia”, dalam Ahmad Ibrahim dkk., Islam Asia Tenggara:

478 Berdasar hasil SPSS versi 16.0 dapat diketahui bahwa F hitung sebesar 8,438 yang memiliki nilai lebih besar dari F tabel yaitu 2,816 dengan tingkat

Jika dilihat dari kejadian bencana yang terjadi di Kota Bandung dalam 10 tahun terakhir terdapat 27 kejadian bencana dimana kejadian bencana paling banyak