• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROSES INFLEKSI VERBA BERPOLA FA ALA-YAF ULU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PROSES INFLEKSI VERBA BERPOLA FA ALA-YAF ULU"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

55

Pada bab ini akan dijelaskan tentang proses infleksi yang terjadi pada verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu serta modifikasi internal yang terjadi di dalamnya.

Dalam proses perubahan bentuk verba tersebut, terdapat modifikasi internal yang berupa penggantian, pemindahan ataupun penghapusan huruf dan harakat serta tadh‘i>f ‘peleburan satu huruf kepada huruf yang lain’. Modifikasi internal pada verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu dalam bahasa Arab lebih tercakup dalam pembahasan i‘la>l dan idgha>m.

Data verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu dalam penelitian ini diambil dari kamus al-Munawwir Arab-Indonesia cetakan tahun 1997. Data yang akan dianalisis berjumlah 8 verba. Data tersebut diambil berdasarkan jumlah terbanyak dari abjad alif hingga ya>’ menurut jenis verba shachi>ch dan mu‘tal dan memiliki variasi perubahan bentuk. Kemudian dari data verba yang paling banyak, diambil sampel verba secara acak. Setelah itu semua data verba tersebut dilakukan proses tashri>f lugha>wi> berdasarkan bentuknya yakni ma>dhi> ‘perfek’, mudha>ri’ ‘imperfek’, dan amr ‘imperatif’.

A. Proses Perubahan Bentuk Pada Fi‘l Shachi>ch Sa>lim

Dari verba jenis shachi>ch sa>lim verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu paling banyak terdapat dalam abjad nu>n dengan jumlah 118 verba. Sebagai sampel jenis ini yaitu verba

ثبن

nabatsa ‘marah’ (MNWR/1997/Hal:1376). Adapun pada verba jenis shachi>ch sa>lim ini tidak terdapat variasi perubahan bentuk.

(2)

Data 1 :

ثبن

nabatsa ‘marah’ (MNWR/1997/Hal:1376 /Nomor: 2)

Pada verba shachi>ch sa>lim dari jenis fi‘l tsula>tsi> ‘triliteral’, semua bentuk verbanya tidak akan mengalami perubahan bentuk (al-Ghula>yaini>, 2006: 168). Seperti pada verba

ثبن

nabatsa ini, ketika dilakukan tashri>f lugha>wi> pada bentuk ma>dhi> ‘perfek’, mudha>ri’ ‘imperfek’ dan amr ‘imperatif’ tidak mengalami proses perubahan bentuk. Karena semua bentuk verba tersebut tersusun dari huruf-huruf shachi>ch. Verba yang tersusun atas huruf-huruf shachi>ch tanpa ada huruf yang tadh‘i>f ‘dua huruf yang melebur jadi satu’, maka tidak akan mengalami perubahan bentuk. Maksud dari tidak terjadi perubahan yakni tidak mengalami perubahan bentuk ketika mengikuti standar wazn ‘polanya’ dalam

tashri>f, meskipun ketika disandarkan kepada ism dhami>r (tunggal, dual, plural) (2006: 168)

.

Hal ini dapat dilihat pada tabel proses tashri>f verba ma>dhi> ‘perfek’, mudha>ri’ ‘imperfek’, dan amr ‘imperatif’ berikut :

Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Perfek Shachi>ch Sa>lim Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba Perfek P.1 Verba Perfek P.2 Verba Perfek P.3

تْثَبَ ن

اَنْ ثَبَ ن

َتْثَبَ ن

اَم تْثَبَ ن

َ ن

ْم تْثَب

َثَبَ ن

اَثَبَ ن

اْو ثَبَ ن

تْثَبَ ن

اَم تْثَبَ ن

ن تْثَبَ ن

ْتَثَبَ ن

اَتَثَبَ ن

َنْثَبَ ن

(3)

Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperfek Shachi>ch Sa>lim Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba Imperfek P.1 Verba Imperfek P.2 Verba Imperfek P.3

ث بْ نَأ

بْنَ ن

ث

ث بْنَ ت

ناَث بْنَ ت

َنْو ث بْنَ ت

ث بْنَ ي

ناَث بْنَ ي

َنْو ث بْنَ ي

َْي ث بْنَ ت

ناَث بْنَ ت

َنْث بْنَ ت

ث بْنَ ت

ناَث بْنَ ت

َنْث بْنَ ي

Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperatif Shachi>ch Sa>lim Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba Imperatif P.1 Verba Imperatif P.2 Verba Imperatif P.3

-

ْث بْ ن ا

اَث بْ ن ا

او ث بْ ن ا

-

ْي ث بْ ن ا

اَث بْ ن ا

َنْث بْ ن ا

B. Proses Perubahan Bentuk Pada Verba Shachi>ch Mahmu>z Fa>’

Verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu dari jenis shachi>ch mahmu>z fa>’ paling banyak terdapat dalam abjad hamzah dengan jumlah 25 verba. Sebagai sampel

(4)

verba yaitu kata

ربأ

abara ‘memfitnah’ (MNWR/1997/Hal:2). Adapun pada verba jenis shachi>ch mahmu>z fa>’ ini tidak terdapat variasi perubahan bentuk. Data 2 :

ربأ

abara ‘memfitnah’ (MNWR/1997/Hal: 2/Nomor: 2)

Pada verba shachi>ch mahmu>z fa>’ dari jenis fi‘l tsula>tsi> ‘triliteral’ bentuk ma>dhi> ‘perfek’, semua bentuk verbanya tidak mengalami perubahan bentuk (al-Ghula>yaini>, 2006: 168). Seperti pada verba

ربأ

abara, ketika dilakukan tashri>f lugha>wi> pada bentuk ma>dhi> ‘perfek’nya tidak terjadi proses perubahan bentuk. Karena semua bentuk verba tersebut tersusun dari huruf-huruf shachi>ch. Verba yang tersusun atas huruf-huruf shachi>ch tanpa ada huruf yang tadh‘i>f, maka tidak akan mengalami perubahan bentuk. Maksud dari tidak terjadi perubahan yakni tidak mengalami perubahan bentuk ketika mengikuti standar wazn ‘polanya’

dalam tashri>f meskipun ketika disandarkan kepada ism dhami>r (tunggal, dual, plural) (2006: 168)

.

Sebagaimana yang terjadi pada verba shachi>ch sa>lim. Hal itu

dapat dilihat pada tabel proses tashri>f verba ma>dhi> ‘perfek’ berikut : Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Perfek Shachi>ch Mahmu>z Fa>’

Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu

Verba Perfek P.1 Verba Perfek P.2 Verba Perfek P.3

تْرَ بَأ

َأ

اَنْرَ ب

َتْرَ بَأ

اَ تُْرَ بَأ

ْ تْرَ بَأ

َرَ بَأ

اَرَ بَأ

اْو رَ بَأ

تْرَ بَأ

ِِ

اَ تُْرَ بَأ

نن تْرَ بَأ

ْتَرَ بَأ

اَتَرَ بَأ

َنْرَ بَأ

(5)

Verba dasar

ربأ

abara ketika berbentuk mudha>ri’ ‘imperfek’ seperti

ربأي

ya’buru, sejatinya ketika mengikuti standar polanya dia juga tidak akan mengalami proses perubahan bentuk dari pola dasarnya. Karena verba bentuk mudha>ri’ ‘imperfek’ tersusun dari huruf-huruf shachi>ch dan tanpa ada huruf yang tadh‘i>f. Akan tetapi pada verba bentuk ini hal tersebut tidak berlaku pada verba yang mengikuti pola

ل عْ فَأ

'af‘ulu yang mengandung dhami>r ana>, seperti verba

ربآ

'a>buru. Hal itu dapat dilihat pada penjelasan dan tabel tashri>f verba imperfek berikut ini :

(1)

ربآ

'a>buru ‘p1.n.s sedang memfitnah’

ربآ

'a>buru merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p1.n.s dari jenis fi‘l shachi>ch mahmu>z fa>’. Verba

ربآ

'a>buru asalnya adalah

ر

بأأ

'a’buru mengikuti pola

َأ

ل عْ ف

'af‘ulu

.

Proses

ربأأ

'a’buru berubah bentuk menjadi

ربآ

'a>buru yaitu sebagai berikut: Ketika terdapat dua hamzah yang berdampingan dalam satu kata dan kedua hamzah tersebut dalam keadaan yang pertama berharakat fatchah dan yang kedua sukun, maka sukun pada hamzah kedua diganti dengan huruf ma>d yang sesuai dengan harakat hamzah pertama yaitu huruf alif, sehingga menjadi

ربآ

'a>buru. Proses perubahan bentuk yang terjadi pada Verba

ربآ

'a>buru ini dinamakan i‘la>l hamzah. }

رب ْأ َأ

{  }

رب ا َأ

{  }

ربآ

{

(6)

Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperfek Shachi>ch Mahmu>z Fa>’ Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu

Verba Imperfek P.1 Verba Imperfek P.2 Verba Imperfek P.3

بآ ر

ر بْأَن

ر بْأَت

ناَر بْأَت

َنْو ر بْأَت

ر بْأَي

ناَر بْأَي

َنْو ر بْأَي

َنْي ر بْأَت

ناَر بْأَت

َنْر بْأَت

ر بْأَت

ناَر بْأَت

َنْر بْأَي

Adapun pada bentuk amr ‘imperatif’ dari verba jenis shachi>ch mahmu>z fa>’

ini semua verba mengalami proses perubahan bentuk, hal itu dapat dilihat pada penjelasan dan tabel tashri>f verba imperatif berikut ini :

Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperatif Shachi>ch Mahmu>z Fa>’ Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu

Verba Imperatif P.1 Verba Imperatif P.2 Verba Imperatif P.3

-

ر ب

ِ

اَر ب

اْو ر ب

-

ي ر ب

ِ

اَر ب

َنْر ب

(7)

(2)

رب

bur ‘fitnahlah p2.m.s’

رب

bur merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.m.s dari jenis fi‘l shachi>ch mahmu>z fa>’. Verba amr

رب

bur, merupakan bentukan dari verba mudha>ri

ر بْأَت

ta’buru. Untuk menjadi bentuk amr, maka huruf mudha>ra‘ah yang ada di awal kata dihapus kemudian ditambahkan hamzah washl yang berharakat dhammah, sehingga menjadi

ر بْأ ا

'u’buru. Kemudian karena verba ini termasuk verba imperatif p2.m.s jenis mahmu>z fa>’, maka keadaan mabni sukun verba ini dengan menjadikan sukun huruf terakhirnya, sehinggamenjadi

ْر بْأ ا

'u’bur mengikuti pola

ْل عْ ف ا

'uf‘ul. Pada keadaan tersebut, menurut Ghula>yaini> (2006: 79) apabila terdapat dua hamzah yang berdampingan dalam satu kata dalam keadaan hamzah yang pertama berharakat dhammah dan hamzah kedua sukun, maka hamzah kedua diganti dengan huruf wau untuk menyesuaikan dengan harakat hamzah pertama, sehingga menjadi

ربو ا

'u>bur

.

Pada verba bentuk

ربو ا

'u>bur, huruf wau dan

hamzah washl dihapus. Hal itu sesuai dengan teori Ghula>yaini> (2006: 80), apabila

kata tersebut merupakan bentuk amr ‘imperatif’ yang berasal dari jenis shachi>ch mahmu>z fa>’, maka hamzah wajib dihapus. Adapun wau tersebut dihapus untuk meringankan pengucapan, sehingga menjadi

رب

bur. Proses perubahan yang terjadi pada verba amr

رب

bur ini dianamakan dengan i‘la>l hamzah.

}

ُ رُب أَت

{  }

ُرُ ب أ )َت(

} {

ُرُ ب أُا

} {

رُ ب أُا

{ }

ر ُب أ ُا

{}

ُأ

و

ر ُب

} {

ُا

)

و

(

ر ُب

} {

ُا

ر ُب

} {

(

ُا

)

ر ُب

{ }

ر ُب

{ (3)

ارب

bura> ‘memfitnahlah p2.n.d’

ارب

bura> merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.n.d dari jenis fi‘l shachi>ch mahmu>z fa>’. Verba amr

ارب

bura>, merupakan bentukan dari verba imperfek

ناَر بْأَت

(8)

ta’bura>ni. Untuk menjadi bentuk amr, maka huruf mudha>ra‘ah yang ada di awal kata dihapus kemudian ditambahkan hamzah washl yang berharakat dhammah, sehingga menjadi

ناَر بْأ ا

'u’bura>ni. Kemudian karena verba ini termasuk verba imperatif p2.n.d jenis mahmu>z fa>’, maka keadaan mabni sukun verba ini dengan melesapkan atau menghapus huruf nu>n yang ada di akhir kata, sehingga menjadi

اَر بْأ ا

'u’bura> mengikuti pola

لا عْ ف ا

'uf‘ula>

.

Pada keadaan tersebut, menurut Ghula>yaini> (2006: 79) apabila terdapat dua hamzah yang berdampingan dalam satu kata dalam keadaan hamzah yang pertama berharakat dhammah dan hamzah kedua sukun, maka hamzah kedua diganti dengan huruf wau untuk menyesuaikan dengan harakat hamzah pertama, sehingga menjadi

اربوا

'u>bura>

.

Pada verba bentuk

اربوا

'u>bura>, huruf wau dan hamzah washl dihapus. Hal itu sesuai dengan teori Ghula>yaini> (2006: 80), apabila kata tersebut merupakan bentuk amr ‘imperatif’ yang berasal dari jenis shachi>ch mahmu>z fa>’, maka hamzah wajib dihapus. Adapun wau dihapus untuk meringankan pengucapan, sehingga menjadi

ارب

bura>. Proses perubahan yang terjadi pada verba amr

ارب

bura> ini dianamakan dengan i‘la>l hamzah. }

ناَرُ ب أَت

{  }

نارُب أ )َت(

}  {

ارُب أُا

)

ن

(

}  {

اَرُ ب أُا

{ }

ار ُب أ ُا

{  }

ُا

و

ارُب

}  {

ُا

)

و

(

ارُب

}  {

ُا

ارُب

}  {

(

ُا

)

ارُب

{ }

ارُب

{ (4)

اورب

buru>

‘memfitnahlah p2.m.p’

اورب

buru> merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.m.p dari jenis fi‘l shachi>ch mahmu>z fa>’. Verba amr

اورب

buru> merupakan bentukan dari verba mudha>ri

ناَر بْأَت

ta’bura>ni. Untuk menjadi bentuk amr, maka huruf mudha>ra‘ah yang ada di awal kata dihapus kemudian ditambahkan hamzah washl yang berharakat dhammah,

(9)

sehingga menjadi

ناَر بْأ ا

'u’bura>ni. Kemudian karena verba ini termasuk verba imperatif p2.m.p jenis mahmu>z fa>’, maka keadaan mabni sukunnya yaitu dengan melesapkan atau menghapus huruf nu>n yang ada di akhir kata, sehingga menjadi

أ ا

اورب

'u’buru> mengikuti pola

اْو

ل عْ ف ا

'uf‘ulu>

.

Pada keadaan tersebut, menurut Ghula>yaini> (2006: 79) apabila terdapat dua hamzah yang berdampingan dalam satu kata dalam keadaan hamzah yang pertama berharakat dhammah dan hamzah kedua sukun, maka hamzah kedua diganti dengan huruf wau untuk menyesuaikan dengan harakat hamzah pertama, sehingga menjadi

او

ربو ا

'u>buru>

.

Pada verba bentuk

او

ربو ا

'u>buru>, huruf wau dan hamzah washl dihapus. Hal itu sesuai dengan teori Ghula>yaini> (2006: 80), apabila kata tersebut merupakan bentuk amr ‘imperatif’ yang berasal dari jenis shachi>ch mahmu>z fa>’, maka hamzah wajib dihapus. Adapun wau dihapus untuk meringankan pengucapan, sehingga menjadi

اورب

buru>. Proses perubahan yang terjadi pada verba amr

اورب

buru> ini dianamakan dengan i‘la>l hamzah.

}

َن ورُب أَت

{  }

َن ورُب أ )َت(

}  {

َن ورُب أُا

}  {

)َن( ورُب أُا

}  {

ا ورُب أُا

{ }

اورُب أ ُا

{  }

ُا

و

اورُب

}  {

ُا

)

و

(

رُب

او

}  {

ُا

اورُب

}  {

(

ُا

)

اورُب

{ }

اورُب

{ (5)

يرب

buri> ‘fitnahlah p2.f.s’

يرب

buri> merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.f.s dari jenis fi‘l shachi>ch mahmu>z fa>’. Verba amr

يرب

buri> merupakan bentukan dari verba mudha>ri

َنْي ر بْأَت

ta’buri>na. Untuk menjadi bentuk amr, maka huruf mudha>ra‘ah yang ada di awal kata dihapus kemudian ditambahkan hamzah washl yang berharakat dhammah, sehingga menjadi

َنْي ر بْأ ا

'u’buri>na. Kemudian karena verba ini termasuk verba imperatif p2.f.s dari jenis shachi>ch mahmu>z fa>’, maka keadaan mabni sukun

(10)

verba ini yaitu dnegan huruf nu>n dihapus atau dilesapkan, sehingga menjadi

ْي ر بْأ ا

'u’buri> yang mengikuti pola

ي

ل عْ ف ا

'uf‘uli>

.

Pada keadaan tersebut, menurut Ghula>yaini> (2006: 79) apabila terdapat dua hamzah yang berdampingan dalam satu kata dalam keadaan hamzah yang pertama berharakat dhammah dan hamzah kedua sukun, maka hamzah kedua diganti dengan huruf wau untuk menyesuaikan dengan harakat hamzah pertama, sehingga menjadi

ْي ر بْو ا

'u>buri>. Pada verba bentuk

ْي ر بْو ا

'u>buri>, huruf wau dan hamzah washl dihapus. Hal itu sesuai dengan teori Ghula>yaini> (2006: 80), apabila kata tersebut merupakan bentuk amr ‘imperatif’ yang berasal dari jenis shachi>ch mahmu>z fa>’, maka hamzah wajib dihapus. Adapun wau dihapus untuk meringankan pengucapan, sehingga menjadi

يرب

buri>. Proses perubahan yang terjadi pada verba amr

ي

رب

buri> ini dianamakan dengan i‘la>l hamzah.

}

َن يِرُب أَت

{  }

َن يِرُب أ)َت(

}  {

ُا

َن يِرُب أ

}  {

ُا

)َن( يِرُب أ

}  {

ُا

يِرُب أ

{ }

أ ُا

يرُب

{  }

ُا

و

يرُب

}  {

ُا

)

و

(

يرُب

}  {

ُا

يرُب

}  {

(

ُا

)

يرُب

{ }

يرُب

{ (6)

نرب

burna ‘memfitnahlah p2.f.p’

نرب

burna merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.f.p dari jenis fi‘l shachi>ch mahmu>z fa>’. Verba amr

نرب

burna merupakan bentukan dari verba mudha>ri’

َنْر بْأَت

ta’burna. Untuk menjadi bentuk amr, maka huruf mudha>ra‘ah yang ada di awal kata dihapus kemudian ditambahkan hamzah washl yang berharakat dhammah, sehingga menjadi

َنْر بْأ ا

'u’burna. Kemudian karena verba ini termasuk verba imperatif p2.f.p dari jenis shachi>ch mahmu>z fa>’, maka keadaan mabni sukun

verba ini dengan huruf nu>n yang berada di akhir kata tidak dihapus atau dilesapkan, sehingga menjadi

َنْر بْأ ا

'u’burna yang mengikuti pola

ن

ل عْ ف ا

'uf’ulna.

(11)

Pada keadaan tersebut, menurut Ghula>yaini> (2006: 79) apabila terdapat dua hamzah yang berdampingan dalam satu kata dalam keadaan hamzah yang pertama berharakat dhammah dan hamzah kedua sukun, maka hamzah kedua diganti dengan huruf wau untuk menyesuaikan dengan harakat hamzah pertama, sehingga menjadi

َنْر بْو ا

'u>burna. Pada verba bentuk

َنْر بْو ا

'u>burna, huruf wau dan hamzah washl dihapus. Hal itu sesuai dengan teori Ghula>yaini> (2006: 80), apabila kata tersebut merupakan bentuk amr ‘imperatif’ yang berasal dari jenis shachi>ch mahmu>z fa>’, maka hamzah wajib dihapus. Adapun wau dihapus untuk meringankan pengucapan, sehingga menjadi

نرب

burna. Proses perubahan yang terjadi pada verba amr

نرب

burna ini dianamakan dengan i‘la>l hamzah.

}

َن رُ ب أَت

{  }

َن رُ ب أ)َت(

}  {

ُا

َن رُ ب أ

{ }

ُا

نر ُب أ

{  }

ُا

و

نرُب

}  {

ُا

)

و

(

نرُب

}  {

ُا

نرُب

}  {

(

ُا

)

نرُب

{ }

نرُب

{

C. Proses Perubahan Bentuk Pada Verba Shachic>h Mahmu>z ‘Ain

Dari jenis shachi>ch mahmu>z ‘ain verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu hanya terdapat dalam abjad ba>’ dengan jumlah 1 verba yakni verba

قأب

ba‘aqa

‘tertimpa bencana’ (MNWR/1997/Hal:54). Oleh sebab itu verba jenis ini tidak terdapat variasi proses perubahan bentuk pada verba yang lain.

Data 3 :

قأب

ba‘aqa ‘tertimpa bencana’ (MNWR/1997/Hal: 54/Nomor: 1)

Pada verba shachi>ch mahmu>z ‘ain dari jenis fi‘l tsula>tsi>‘triliteral’, semua bentuk verbanya tidak akan mengalami perubahan bentuk (al-Ghula>yaini>, 2006: 168). Seperti pada verba

قأب

ba‘aqa ini, ketika dilakukan tashri>f lugha>wi> pada bentuk ma>dhi> ‘perfek’, mudha>ri’ ‘imperfek’ dan amr ‘imperatif’ tidak mengalami

(12)

proses perubahan bentuk. Karena semua bentuk verba tersebut tersusun dari huruf-huruf shachi>ch. Verba yang tersusun atas huruf-huruf shachi>ch tanpa ada huruf yang tadh‘i>f ‘dua huruf yang melebur jadi satu’, maka tidak akan mengalami perubahan bentuk. Maksud dari tidak terjadi perubahan yakni tidak mengalami perubahan bentuk ketika mengikuti standar wazn ‘polanya’ dalam

tashri>f, meskipun ketika disandarkan kepada ism dhami>r (tunggal, dual, plural) (2006: 168). Sebagaimana yang terjadi pada verba jenis shachi>ch mahmu>z ‘ain. Berikut ini tabel proses tashri>f verba ma>dhi> ‘perfek’, mudha>ri’ ‘imperfek’ serta amr ‘imperatif’ dari jenis ini :

Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Perfek Shachi>ch Mahmu>z ‘Ain Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu

Verba Perfek P.1 Verba Perfek P.2 Verba Perfek P.3

تْقَأَب

اَنْ قَأَب

َتْقَأَب

اَم تْ قَأَب

ْم ُْقَأَب

َقَأَب

اَقَأَب

اْو قَأَب

تْقَأَب

اَم تْ قَأَب

ن تْ قَأَب

ْتَقَأَب

اَتَ قَأَب

َنْقَأَب

(13)

Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperfek Shachi>ch Mahmu>z ‘Ain Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu

Verba imperfek P.1 Verba Imperfek P.2 Verba imperfek P.3

ق ؤْ بَأ

ق ؤْ بَ ن

ق ؤْ بَ ت

ناَق ؤْ بَ ت

َنْو ق ؤْ بَ ت

ق ؤْ بَ ي

ناَق ؤْ بَ ي

َنْو ق ؤْ بَ ي

َْي ق ؤْ بَ ت

ناَق ؤْ بَ ت

َنْق ؤْ بَ ت

ق ؤْ بَ ت

ناَق ؤْ بَ ت

َنْق ؤْ بَ ي

Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperatif Shachi>ch Mahmu>z ‘Ain

Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu

Verba Imperatif P. 1 Verba Imperatif P.2 Verba Imperatif P.3

-

ْق ؤب ا

اَق ؤْ ب ا

اْو ق ؤْ ب ا

-

ْي ق ؤْ ب ا

اَق ؤْ ب ا

َنْق ؤْ ب ا

D. Proses Perubahan Bentuk Pada Verba Shachic>h Mahmu>z La>m

Dari jenis shachi>ch mahmu>z la>m verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu paling banyak terdapat dalam abjad ra>’ dengan jumlah 2 verba. Sebagai contoh verba

(14)

jenis ini yaitu verba

أثر

ratsa’a ‘mencampurkan’ (MNWR/1997/Hal: 472). Adapun pada verba jenis shachi>ch mahmu>z la>m ini tidak terdapat variasi perubahan bentuk pada verba yang lain.

Data 4 :

أ ثر

ratsa’a ‘mencampurkan’ (MNWR/1997/Hal: 472/Nomor: 18) Pada verba shachi>ch mahmu>z la>m dari jenis fi‘l tsula>tsi>‘triliteral’, semua bentuk verbanya tidak akan mengalami perubahan bentuk (al-Ghula>yaini>, 2006: 168). Seperti pada verba

أثر

ratsa’a ini, ketika dilakukan tashri>f lugha>wi> pada bentuk ma>dhi> ‘perfek’, mudha>ri’ ‘imperfek’ dan amr ‘imperatif’ tidak mengalami proses perubahan bentuk. Karena semua bentuk verba tersebut tersusun dari huruf-huruf shachi>ch. Verba yang tersusun atas huruf-huruf shachi>ch tanpa ada huruf yang tadh‘i>f ‘dua huruf yang melebur jadi satu’, maka tidak akan mengalami perubahan bentuk. Maksud dari tidak terjadi perubahan yakni tidak mengalami perubahan bentuk ketika mengikuti standar wazn ‘polanya’ dalam

tashri>f, meskipun ketika disandarkan kepada ism dhami>r (tunggal, dual, plural) (2006: 168)

.

Sebagaimana hal tersebut terjadi pada verba jenis shachi>ch sa>lim dan

shachi>ch mahmu>z ‘ain. Berikut tabel proses tashri>f verba ma>dhi> ‘perfek’, mudha>ri’ ‘imperfek’ serta amr ‘imperatif’ dari jenis ini :

Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Perfek Shachi>ch Mahmu>z La>m Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu

Verba Perfek P.1 Verba Perfek P.2 Verba perfek P.3

أَثَر

ُت

َثَر أ

اَن

أَثَر

َت

أَثَر

اَمُت

أَثَر

مُت

أَثَر

َِ

آَثَر

ا وُؤَ ثَر

(15)

أَثَر

ِت

أَثَر

اَمُت

أَثَر

نُت

َأَثَر

ت

َأَثَر

اَت

أَثَر

َن

Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperfek Shachi>ch Mahmu>z La>m Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu

Verba Imperfek P.1 Verba Imperfek P.2 Verba Imperfek P.3

ُؤُ ث رَأ

ُؤُ ث رَ ن

ُؤُ ث رَ ت

ِنآُث رَ ت

َن وُؤُ ث رَ ت

ُؤُ ث رَ ي

ِنآُث رَ ي

َن وُؤُ ث رَ ي

َن يِئُث رَ ت

ِنآُث رَ ت

َن ؤُ ث رَ ت

ُؤُ ث رَ ت

ِنآُث رَ ت

ن ؤُ ث رَ ي

Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperatif Shachi>ch Mahmu>z La>m Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu

Verba Imperatif P.1 Verba Imperatif P.2 Verba Imperatif P.3

-

ؤُ ث رُا

آُث رُا

ا وُؤُ ث رُا

(16)

E. Proses Perubahan Bentuk Pada Verba Shachi>ch Mudha>‘af

Dari jenis shachi>ch mudha>‘af verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu, paling banyak terdapat dalam abjad ba>’ dengan jumlah 16 verba. Sebagai sampel yaitu verba

ثب

batstsa ‘menyiarkan berita’ (MNWR/1997/Hal: 56).

Data 6 :

ثب

batstsa ‘menyiarkan berita’ (MNWR/1997/Hal: 56/Nomor: 6) Verba

ثب

batstsa yang merupakan verba shachi>ch mudha>‘af ketika disandarkan pada dhami>r persona singular, dual, dan pluralpada bentuk ma>dhi> ‘perfek’, dia akan mengalami proses perubahan bentuk. Verba tersebut mengalami proses perubahan bentuk yaitu karena terdapat huruf yang tadh‘i>f pada verba tersebut. Diantara bentuk verba ma>dhi> ‘perfek’ dari

ثب

batstsa yang mengalami

proses perubahan bentuk yaitu verba yang mengikuti pola mengikuti pola

لعف

fa‘ala,

َلاَعَ ف

fa‘ala>,

اْو لَعَ ف

fa‘alu>,

ْتَلَعَ ف

fa‘alat,

َاتَلَعَ ف

fa‘alata>.Adapun verba yang tidak mengalami proses perubahan yaitu yang mengikuti pola

َنْلَعَ ف

fa‘alna,

َتْلَعَ ف

fa‘alta,

اَم تْلَعَ ف

fa‘altuma>,

ْم تْلَعَ ف

fa‘altum,

تْلَعَ ف

fa‘alti,

ن تْلَعَ ف

fa‘altunna,

تْلَعَ ف

fa‘altu dan

اَنْلَعَ ف

fa‘alna>, seperti pada verba berikut:

َنْثَثَ ب

batsatsna,

َتْثَثَ ب

batsatsta,

اَم تْثَثَ ب

batsatstuma>,

ْم تْثَثَ ب

batsatstum,

تْثَثَ ب

batsatsti,

ن تْثَثَ ب

batsatstunna,

تْثَثَ ب

batsatstu dan

اَنْ ثَثَ ب

batsatsna>. Pada verba jenis shachi>ch mudha>‘af bentuk

perfek tersebut, ketika bersambung dengan dhami>r rafa’ mutacharrikah bentuk verba kembali ke bentuknya yang semula sesuai dengan pola yang diikuti.

يِئُث رُا

آُث رُا

َن ؤُ ثرُا

(17)

Karena hal itu, keadaan verba tersebut menjadi tempat tidak bolehnya dilakukan idgha>m. Sebagaimana teori Ghulayainai (2006: 69-70) salah satu tempat dilarang untuk melakukan idgha>m yaitu ketika salah satu huruf yang sejenis itu bersukun bukan dengan sukun asli dikarenakan bertemu dengan dhami>r rafa’ mutacharrikah sedangkan huruf yang pertama berharakat dengan harakat asli. Sebagaimana yang dapat dilihat pada tabel tashri>f verba perfek berikut dan berikuti ini penjelasan verba yang mengalami proses perubahan bentuk :

Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Perfek Shachi>ch Mudha>‘af Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba Perfek P.1 Verba Perfek P.2 Verba Perfek P.3

تْثَثَ ب

اَنْ ثَثَ ب

َتْثَثَ ب

ْثَثَ ب

اَم ت

ْم تْثَثَ ب

نثَب

انثَ ب

اْوُّ ثَ ب

تْثَثَ ب

اَم تْثَثَ ب

ن تْثَثَ ب

ْتنثَ ب

اَتنثَ ب

َنْثَثَ ب

(7)

نثَب

batstsa ‘p3.m.s telah menyiarkan berita’

ثب

batstsa merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p3.m.s dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya

َثَثَ ب

batsatsa yang mengikuti pola

لعف

fa‘ala

.

Proses perubahan bentuk

َثَثَ ب

batsatsa menjadi

ثب

batstsa yaitu karena terdapat dua huruf tsa>’yang sama-sama berharakat fatchah, saling berdampingan,

serta tidak ada pemisah antara keduanya seperti

َثَثَ ب

batsatsa. Maka harakat huruf tsa>’ yang pertama yakni yang menempati la>m fi‘l dihilangkan dengan menjadikannya sukun, sehingga menjadi

َث

ْثَ ب

batstsa. Hal itu dilakukan sebagai

(18)

syarat menjadikannya idgha>m. Kemudian tsa>’ pertama yang bersukun

diidgha>mkan kepada tsa>’ kedua yang berharakat fatchah yaitu tsa>’ yang menempati la>m fi‘l, sehingga menjadi

ثب

batstsa

.

Proses perubahan yang terjadi pada verba

ثب

batstsa ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya wajib. }

َث َث َب

}  {

َث ث َب

}  {

ث َب

{

(8)

ا ثب

batstsa> ‘p3.m.d telah menyiarkan berita’ ’

ا ثَ ب

batstsa> merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p3.m.d dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya

اَثَثَ ب

batsatsa>> yang mengikuti pola

َلاَعَ ف

fa‘ala>

.

Proses perubahan bentuk

اَثَثَ ب

batsatsa>> menjadi

ا ثب

batstsa> yaitu karena terdapat dua huruf tsa>’ yang sama-sama berharakat fatchah, saling berdampingan, serta tidak ada pemisah antara keduanya seperti

اَثَثَ ب

batsatsa>>,. Maka harakat huruf tsa>’ yang pertama dihilangkan dengan menjadikannya sukun, sehingga menjadi

اَثْثَ ب

batstsa>>. Hal itu dilakukan sebagai syarat menjadikannya idgha>m. Kemudian tsa>’ pertama diidgha>mkan kepada tsa>’ yang kedua, sehingga menjadi

ا ثب

batstsa>. Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>mkabi>r yang hukumnya wajib.

}

اَث َث َب

}  {

اَث ث َب

}  {

ا ث َب

{

(9)

اْوُّ ثَ ب

batstsu>

‘p3.m.p telah menyiarkan berita’

اْوُّ ثَ ب

batstsu> merupakanverba ma>dhi> ‘perfek’ p3.m.p dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya

ا

ْو ثَثَ ب

batsatsu> yang mengikuti pola

اْو لَعَ ف

fa‘alu>

.

Proses perubahan bentuk

اْو ثَثَ ب

batsatsu> menjadi

اْوُّ ثَ ب

batstsu> yaitu apabila terdapat dua huruf tsa>’ yang saling berdampingan dan sama-sama berharakat

(19)

dalam keadaan tsa>’ yang pertama berharakat fatchah dan tsa>’ yang kedua berharakat dhammah, seperti

اْو ثَثَ ب

batsatsu>. Maka harakat huruf tsa>’ yang pertama dihilangkan dengan menjadikannya sukun sehingga menjadi

اْو ثْثَ ب

batstsu>. Hal itu dilakukan sebagai syarat menjadikannya idgha>m. Kemudian tsa>’ pertama diidgha>mkan kepada tsa>’ yang kedua sehingga menjadi

اْوُّ ثَ ب

batstsu>. Proses perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya wajib.

}

ا و ُث َث َب

}  {

ا و ُث ث َب

}  {

ا و ُّث َب

{

(10)

ْتنثب

batstsat ‘p3.f.s telah menyiarkan berita’ ’

ْتنثَ ب

batstsat merupakanverba ma>dhi> ‘perfek’ p3.f.s dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya

ْتَثَثَ ب

batsatsat yang mengikuti pola

ْتَلَعَ ف

fa‘alat

.

Proses perubahan

ْتَثَثَ ب

batsatsat menjadi

ْتنثَ ب

batstsat yaitu apabila terdapat dua huruf tsa>’ yang sama-sama berharakat fatchah, yang saling berdampingan serta tidak ada pemisah antara keduanya seperti

ْتَثَثَ ب

batsatsat, maka harakat huruf tsa>’ yang pertama dihilangkan dengan menjadikannya sukun sehingga menjadi

ْتَثْثَ ب

batstsat. Hal itu dilakukan sebagai syarat menjadikannya idgha>m. Kemudian tsa>’ pertama diidgha>mkan kepada tsa>’ yang kedua sehingga menjadi

ْتنثب

batstsat. Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya wajib. }

َث َب

تَث

}  {

تَث ث َب

}  {

ت ث َب

{

(11)

اَتنثَ ب

batstsata> ‘p3.f.d telah menyiarkan berita’

اَتنثَ ب

batstsata> merupakanverba ma>dhi> ‘perfek’ p3.f.d dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya

اَتَثَثَ ب

batsatsata> yang mengikuti pola

َاتَلَع

َ ف

fa‘alata>

.

(20)

Proses perubahan

اَتَثَثَ ب

batsatsata> menjadi

اَتنثَ ب

batstsata>> yaitu apabila terdapat dua huruf tsa>’ yang sama-sama berharakat fatchah, yang saling berdampingan, serta tidak ada pemisah antara keduanya seperti

اَتَثَثَ ب

batsatsata>, maka harakat huruf tsa>’ yang pertama dihilangkan dengan menjadikannya sukun sehingga menjadi

اَتَثْثَ ب

batstsata>. Hal itu dilakukan sebagai syarat menjadikannya idgha>m. Kemudian tsa>’ pertama diidgha>mkan kepada tsa>’ yang kedua sehingga menjadi

اَتنثَ ب

batstsata>>

.

Proses perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya wajib.

}

اَت َث َث َب

}  {

اَت َث ث َب

}  {

اَت ث َب

{

Verba

ثب

batstsa yang merupakan verba shachi>ch mudha>‘af. Ketika dilakukan tashri>f lugha>wi> pada bentuk mudha>ri’ ‘imperfek’nya, verba akan mengalami proses perubahan bentuk. Verba tersebut mengalami perubahan bentuk karena terdapat huruf yang tadh‘i>f pada huruf penyusunnya. Sebagaimana hal tersebut dapat dilihat pada tabel proses tashri>f verba imperfek berikut ini serta berikut penjelasan proses perubahan bentuk yang terjadi pada verba tersebut :

Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperfek Shachi>ch Mudha>‘af Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu

Verba Imperfek P.1 Verba Imperfek P.2 Verba Imperfek P.3

ُّث بَأ

ُّث بَ ن

ُّث بَ ت

نانث بَ ت

َنْوُّ ث بَ ت

ُّث بَ ي

نانث بَ ي

َنْوُّ ث بَ ي

َْيِّ ث بَ ت

ُّث بَ ت

(21)

نانث بَ ت

َنْث ثْبَ ت

نانث بَ ت

َنْث ثْبَ ي

(12)

ُّث بَ ي

yabutstsu

‘p3.m.s sedang menyiarkan berita’

ُّث بَ ي

yabutstsu merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.m.s dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya

ث ثْبَ ي

yabtsutsu yang mengikuti pola

ل عْفَ ي

yaf‘ulu

.

Proses perubahan

ث ثْبَ ي

yabtsutsu menjadi

ُّث بَ ي

yabutstsu yaitu apabila terdapat dua huruf tsa>’ yang sejenis sama-sama berharakat, saling berdampingan dan tidak ada pemisah antara keduanya seperti

ث ثْبَ ي

yabtsutsu, maka huruf tsa>’ yang pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf shachi>ch sebelumnya yakni huruf ba>’ kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi

ثْث بَ ي

yabutstsu. Kemudian huruf tsa>’ yang pertama dengan yang kedua diidgha>mkan sehingga menjadi

ُّث بَ ي

yabutstsu. Perubahan yang terjadi pada

ُّث بَ ي

yabutstsu ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang wajib.

}

ُث ُث ب َي

}  {

ُث ث ُب َي

}  {

َ ي

ُّثُب

{

(13)

نانث بَ ي

yabutstsa>ni ‘p3.m.d sedang memotong’

نانث بَ ي

yabutstsa>ni merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.m.d dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya

ناَث ثْبَ ي

yabtsutsa>ni yang mengikuti pola

نَلا عْفَ ي

yaf‘ula>ni

.

Proses perubahan

ناَث ثْبَ ي

yabtsutsa>ni menjadi

نانث بَ ي

yabutstsa>ni yaitu apabila terdapat dua huruf tsa>’ yang sejenis sama-sama berharakat, saling berdampingan dan tidak ada pemisah antara keduanya seperti

ناَث ثْبَ ي

yabtsutsa>ni, maka huruf tsa>’ yang pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf

(22)

sebelumnya yakni huruf ba>’ kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi

ناَثْث بَ ي

yabutstsa>ni

.

Kemudian huruf tsa>’ yang pertama dengan tsa>’ yang kedua diidgha>mkan sehingga menjadi

نا

نث بَ ي

yabutstsa>ni. Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>mkabi>r yang wajib.

}

ِناَث ُث ب َي

}  {

ِناَث ث ُب َي

}  {

ِنا ثُبَ ي

{

(14)

َنْوُّ ث بَ ي

yabtsutsu>na

‘p3.m.p sedang memotong’

َنْوُّ ث بَ ي

yabutstsu>na merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.m.p dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya

َنْو ث ثْبَ ي

yabtsutsu>na yang mengikuti pola

َنْو ل عْفَ ي

yaf‘ulu>na

.

Proses perubahan

َنْو ث ثْبَ ي

yabtsutsu>na menjadi

َنْوُّ ث بَ ي

yabutstsu>na yaitu apabila terdapat huruf yang sejenis sama-sama berharakat, saling berdampingan dan tidak ada pemisah antara keduanya, maka huruf tsa>’ yang pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf shachi>ch sebelumnya kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi

َنْو ثْث بَ ي

yabutstsu>na

.

Kemudian huruf tsa>’ yang pertama dengan tsa>’ yang kedua diidgha>mkan sehingga menjadi

َنْوُّ ث بَ ي

yabutstsu>na. Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya wajib. }

َن و ُث ُث ب َي

}  {

َن و ُث ث ُب َي

}  {

َن وُّ ثُب َي

{

(15)

ُّث بَ ت

tabutstsu ‘p3.f.s sedang memotong’

ُّث بَ ت

tabutstsu merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.f.s dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya

ث ثْبَ ت

tabtsutsu yang mengikuti pola

ل عْفَ ت

taf‘ulu

.

(23)

Proses perubahan

ث ثْبَ ت

tabtsutsu menjadi

ُّث بَ ت

tabutstsu yaitu apabila terdapat huruf yang sejenis sama-sama berharakat, saling berdampingan dan tidak ada pemisah antara keduanya, maka huruf tsa>’ yang pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf shachi>ch sebelumnya kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi

ثْث بَ ت

tabutstsu

.

Kemudian huruf tsa>’ yang pertama dengan yang kedua diidgha>mkan sehingga menjadi

ُّث بَ ت

tabutstsu

.

Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya wajib.

}

ُث ُث ب َت

}  {

ُث ث ُب َت

}  {

ُّثُبَ ت

{

(16)

نانث بَ ت

tabutstsa>ni ‘p3.f.d sedang menyiarkan berita’

نانث بَ ت

tabutstsa>ni merupakanverba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.f.d dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya

ناَث ثْبَ ت

tabtsutsa>ni yang mengikuti pola

نَلا عْفَ ت

taf‘ula>ni

.

Proses perubahan

ناَث ثْبَ ت

tabtsutsa>ni

menjadi

نانث بَ ت

tabutstsa>ni

yaitu apabila terdapat dua huruf tsa>’ yang sama-sama berharakat, saling berdampingan dan tidak ada pemisah antara keduanya seperti

ناَث ثْبَ ت

tabtsutsa>ni, maka huruf tsa>’ yang pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf shachi>ch sebelumnya yakni huruf ba>’kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi

ناَثْث بَ ت

tabutstsa>ni

.

Kemudian huruf tsa>’ yang pertama dengan yang kedua diidgha>mkan sehingga menjadi

نانث بَ ت

tabutstsa>ni

.

Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>mkabi>r yang hukumnya wajib.

}

ِناَث ُث ب َت

}  {

ِناَث ث ُب َت

}  {

ِنا ثُبَ ت

{

(24)

(17)

ُّث بَ ت

tabutstsu ‘p2.m.s sedang memotong’

ُّث بَ ت

tabutstsu

merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p2.m.s dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya

ث ثْبَ ت

tabtsutsu yang mengikuti pola

ل عْفَ ت

taf‘ulu

.

Proses perubahan

ث ثْبَ ت

tabtsutsu menjadi

ُّث بَ ت

tabutstsu yaitu apabila terdapat huruf yang sejenis sama-sama berharakat, saling berdampingan dan tidak ada pemisah antara keduanya, maka huruf tsa>’ yang pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf shachi>ch sebelumnya kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi

ثْث بَ ت

tabutstsu

.

Kemudian huruf tsa>’ yang pertama dengan yang kedua diidgha>mkan sehingga menjadi

ُّث بَ ت

tabutstsu

.

Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya wajib.

}

ُث ُث ب َت

}

 {

ُث ث ُب َت

}

 {

ُّثُبَ ت

{

(18)

نانث بَ ت

tabutstsa>ni

‘p2.n.d sedang menyiarkan berita’

نانث بَ ت

tabutstsa>ni merupakan

verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p2.n.d dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya

ناَث ثْبَ ت

tabtsutsa>ni yang mengikuti pola

نَلا عْفَ ت

taf‘ula>ni

.

Proses perubahan

ناَث ثْبَ ت

tabtsutsa>ni menjadi

نانث بَ ت

tabutstsa>ni yaitu apabila terdapat dua huruf tsa>’ yang sama-sama berharakat, saling berdampingan dan tidak ada pemisah antara keduanya seperti

ناَث ثْبَ ت

tabtsutsa>ni, maka huruf tsa>’ yang pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf shachi>ch sebelumnya yakni huruf ba>’kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi

ناَثْث بَ ت

tabutstsa>ni

.

Kemudian huruf tsa>’ yang pertama dengan yang kedua

(25)

diidgha>mkan sehingga menjadi

نانث بَ ت

tabutstsa>ni

.

Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya wajib.

}

ِناَث ُث ب َت

}  {

ِناَث ث ُب َت

}  {

ِنا ثُبَ ت

{

(19)

َنْوُّ ث بَ ت

tabutstsu>na ‘p2.m.p sedang menyiarkan berita’

َنْوُّ ث بَ ت

tabutstsu>na merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p2.m.p dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya

َنْو ث ثْبَ ت

tabtsutsu>na yang mengikuti pola

َنْو ل عْفَ ت

taf‘ulu>na

.

Proses perubahan

َنْو ث ثْبَ ت

tabtsutsu>na menjadi

َنْوُّ ث بَ ت

tabutstsu>na yaitu apabila terdapat dua huruf tsa>’ yang sejenis sama-sama berharakat dan tidak ada pemisah antara keduanya, maka huruf tsa>’ yang pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf shachi>ch sebelumnya yakni huruf ba>’ kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi

َنْو ثْث بَ ت

tabutstsu>na

.

Kemudian huruf tsa>’ yang pertama dengan yang kedua diidgha>mkan sehingga menjadi

َنْوُّ ث بَ ت

tabutstsu>na

.

Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya wajib. }

َن وُ ث ُث ب َت

}

 {

َن و ُث ث ُب َت

}

 {

َن وُّ ثُبَ ت

{

(20)

َْيِّ ثت بَ ت

tabutstsi>na ‘p2.f.s sedang menyiarkan berita’

َْيِّ ث بَ ت

tabutstsi>na merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p2.f.s dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya

َْي ث ثْبَ ت

tabtsutsi>na yang mengikuti pola

َْي ل عْفَ ت

taf‘uli>na

.

Proses perubahan

َْي ث ثْب

َ ت

tabtsutsi>na menjadi

َْيِّ ث بَ ت

tabutstsi>na yaitu apabila terdapat dua huruf tsa>’ yang sejenis sama-sama berharakat, saling berdampingan

(26)

dan tidak ada pemisah antara keduanya seperti

َْي ث ثْبَ ت

tabtsutsi>na, maka huruf tsa>’ yang pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf shachi>ch sebelumnya yakni huruf ba>’ kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi

َْي ثْث بَ ت

tabutstsi>na

.

Kemudian karena huruf tsa>’ yang pertama diidgha>mkan kepada huruf tsa>’ yang kedua sehingga menjadi

َْيِّ ث بَ ت

tabutstsi>na

.

Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>mkabi>r yang hukumnya wajib.

}

َن ي ِث ُث ب َت

}  {

َن ي ِث ث ُب َت

}  {

َن يِّ ثَ ت

{

(21)

ُّث بَأ

'abutstsu ‘p1.n.s sedang menyiarkan berita’

ُّث بَأ

'abutstsu merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p1.n.s dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya

ث ثْ بأ

'abtsutsu yang mengikuti pola

ل عْ ف

َأ

'af‘ulu

.

Proses perubahan

ث ثْ بأ

'abtsutsu menjadi

ُّث بَأ

'abutstsu yaitu apabila terdapat huruf tsa>’ yang sama-sama berharakat, saling berdampingan dan tidak ada pemisah antara keduanya seperti

ث ثْ بأ

'abtsutsu, maka huruf tsa>’ yang pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf shachi>ch sebelumnya yakni huruf ba>’ kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi

ثْث بأ

'abutstsu. Kemudian huruf tsa>’ yang pertama dengan yang kedua diidgha>mkan sehingga menjadi

ُّث بَأ

'abutstsu

.

Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya wajib.

}

ُث ُث بأ

}  {

ُث ث ُبأ

}  {

ُّثُبَأ

{

(22)

ُّث بَ ن

nabutstsu ‘p1.n.p sedang menyiarkan berita’

ُّث بَ ن

nabutstsu merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p1.n.p dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya

ث ثْبَ ن

nabtsutsu yang mengikuti pola

ل عْفَ ن

naf‘ulu

.

(27)

Proses perubahan

ث ثْبَ ن

nabtsutsu menjadi

ُّث بَ ن

nabutstsu yaitu apabila terdapat dua huruf tsa>’ yang sama-sama berharakat, saling berdampingan dan tidak ada pemisah antara keduanya seperti

ث ثْبَ ن

nabtsutsu, maka huruf tsa>’ yang pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf shachi>ch sebelumnya yakni huruf ba>’ kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi

ثْث بَ ن

nabtsutsu

.

Kemudian huruf tsa>’ yang pertama dengan yang kedua diidgha>mkan sehingga menjadi

ُّث بَ ن

nabutstsu

.

Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang wajib.

}

ُث ُث ب َن

}  {

ُث ث ُب َن

}  {

ُّثُبَ ن

{

Adapun verba

ثب

batstsa ketika berbentuk mudha>ri’ ‘imperfek’ dan mengikuti pola

نلعفي

yaf‘ulna dan

نلعفت

taf‘ulna dia tidak akan mengalami proses perubahan bentuk. Karena pada verba tersebut ada salah satu tempat tidak bolehnya melakukan idgha>m. Sebagaimana teori Ghulayainai (2006: 69-70) salah satu tempat dilarang untuk melakukan idgha>m yaitu ketika salah satu huruf yang sejenis itu bersukun bukan dengan sukun asli dikarenakan bertemu dengan dhami>r rafa’ mutacharrikah sedangkan huruf yang pertama berharakat dengan harakat asli. Seperti pada verba imperfek shachi>ch mudha‘af berikut:

َنْث ثْبَ ي

yabtsutsna dan

َنْث ثْبَ ت

tabtsutsna dhami>r rafa’ mutacharrikah tersebut berupa nu>n niswah.

Verba

ثب

batstsa ketika berbentuk amr ‘imperatif’ dan dilakukan tashri>f lugha>wi> pada bentuk amr ‘imperatif’nya, semua verba mengalami perubahan bentuk dari pola dasanya kecuali verba yang mengikuti pola

َنْل عْ ف ا

'uf‘ulna, yakni

َنْث ثْ ب ا

'ubtsutsna ‘rindukanlah p2.f.p’. Pada verba tersebut tidak terjadi perubahan

(28)

bentuk yaitu karena pada verba tersebut ada salah satu tempat tidak bolehnya

melakukan idgha>m. Sebagaimana teori Ghula>yainai> (2006: 69-70) salah satu tempat dilarang untuk melakukan idgha>m yaitu ketika salah satu huruf yang sejenis itu bersukun bukan dengan sukun asli dikarenakan bertemu dengan dhami>r rafa’ mutacharrikah sedangkan huruf yang pertama berharakat dengan harakat asli. Sebagaimana hal tersebut dapat dilihat pada tabel tashri>f verba bentuk amr ‘imperatif’ berikut serta berikut penjelasan verba yang mengalami perubahan bentuk :

Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperatif Shachi>ch Mudha>‘af Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu

Verba Imperatif P.1 Verba Imperatif P.2 Verba Imperatif P.3

-

نث ب

انث ب

ْوُّ ث ب

ا

-

ْيِّث ب

انث ب

َنْث ثْ ب ا

(23)

نث ب

butstsa ‘siarkanlah berita p2.m.s’

نث ب

butstsa merupakan verba amr ‘imperatif’ p1.n.p dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af. Verba amr

نث ب

butstsa, merupakan bentukan dari verbamudha>ri

ث ثْبَ ت

tabtsutsu. Untuk menjadi bentuk amr

نث ب

butstsa, maka huruf mudha>ra‘ah yang ada di awal kata pada verba

ث ثْبَ ت

tabtsutsu dihapus, kemudian ditambahkan hamzah washl yang berharakat dhammah, sehingga

(29)

menjadi

ث ثْ ب ا

'ubtsutsu. Karena verba ini termasuk verba verba amr ‘imperatif’ p1.n.p dari jenis shachi>ch mudha>‘af, maka keadaan mabni sukun verba ini yaitu dengan fatchah karena lebih ringan, sehingga menjadi

َث ثْ ب ا

'ubtsutsa. Kemudian karena terdapat dua huruf tsa>’ yang sejenis berkumpul dalam satu kata dan sam-sama berharakat, maka harakat dhammah pada huruf tsa>’ yang pertama dipindah kepada huruf shachi>ch sebelumnya yakni huruf ba>’ hal ini dilakukan sebagai syarat idgha>m sehingga menjadi

َثْث ب ا

'ubutstsa

.

Kemudian huruf tsa>’ yang pertama diidgha>mkan pada tsa>’ yang kedua sehingga menjadi

نث ب ا

'ubutstsa. Pada

bentuk

نث ب ا

'ubutstsa hamzah washl dihapus karena huruf yang terletak setelah

hamzah wahsl berupa huruf yang berharakat, sehingga menjadi

نث ب

butstsa

.

Hamzah washl pada fi‘l amr hanya digunakan ketika huruf yang menempati posisi fa>’ fi’l berupa huruf yang bersukun. Proses perubahan yang terjadi pada verba ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya diperbolehkan. Hal itu sebagaimana teori al-Ghula>yaini> yaitu apabila fa>’ fi‘l suatu verba dibaca dhammah, maka huruf yang diidgha>mkan boleh dibaca dengan dengan dhammah, fatchah, ataupun kasrah. Adapun menurut pendapat yang kuat yakni membacanya dengan fatchah atau dengan dhammah (2006:68).

}

ُثُث بَ ت

{ }

ُثُث ب)َت(

{  }

ُثُث بُا

{ }

َثُث بُا

{

}

َث ُث بُأ

{ }

َث ث ُبُأ

{ }

ثُبُأ

{ }

(

ُأ

)

ثُب

{ }

ثُب

{

(24)

اَُنث ب

butstsa> ‘siarkanlah berita p2.n.d’

اَُنث ب

butstsa> merupakan verba amr ‘imperatif’ p1.n.p dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af. Verba amr

انث ب

butstsa>, merupakan bentukan dari verba mudha>ri’

ناَث ثْبَ ت

tabtsutsa>ni. Untuk menjadi bentuk amr

انث ب

butstsa>, maka huruf

(30)

mudha>ra‘ah yang ada di awal kata pada verba

ناَث ثْبَ ت

tabtsutsa>ni dihapus. Kemudian ditambahkan hamzah washl yang berharakat dhammah, sehingga menjadi

ناَث ثْ ب ا

'ubtsutsa>ni. Karena verba ini termasuk verba amr ‘imperatif’ p1.n.p dari jenis shachi>ch mudha>‘af, maka keadaan mabni sukun verba ini yaitu dengan menghapus atau melesapkan huruf nu>n yang ada di akhir kata, sehingga menjadi

اَث ثْ ب ا

'ubtsutsa> yang mengikuti pola

َلا عْ ف ا

'uf‘ula>

.

Kemudian karena terdapat dua huruf tsa>’yang sejenis berkumpul dalam satu kata dan yang pertama berharakat sedang yang kedua bersukun atau mati, maka harakat huruf tsa>’ yang pertama dipindah ke shachi>ch sebelumnya yakni huruf ba>’. Hal ini dilakukan sebagai syarat idgha>m sehingga menjadi

اَثْث ب ا

'ubutstsa>

.

Kemudian huruf tsa>’ pertama diidgha>mkan pada tsa>’ yang kedua sehingga menjadi

انث ب ا

'ubutstsa>. Pada bentuk

انث ب ا

'ubutstsa> hamzah washl dihapus karena huruf yang terletak setelah

hamzah wahsl berupa huruf yang berharakat, sehingga menjadi

انث ب

butstsa>.

Hamzah washl pada fi‘l amr hanya digunakan ketika huruf yang menempati posisi fa>’ fi’l berupa huruf yang bersukun. Proses perubahan yang terjadi pada verba ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya diperbolehkan. Hal

itu sebagaimana teori al-Ghula>yaini> yaitu apabila fa>’ fi‘l suatu verba dibaca dhammah, maka huruf yang diidgha>mkan boleh dibaca dengan dengan dhammah, fatchah, ataupun kasrah. Adapun menurut pendapat yang kuat yakni membacanya dengan fatchah atau dengan dhammah (2006:68).

}

ناَثُث بَ ت

 { }

(

َت

)

ناَثُث ب

{  }

ناَثُث بُا

{  }

اَثُث بُا

(

ن

)

{  }

اَثُث بُا

{ }

اَث ُث بُا

}  {

اَث ث ُبُا

}  {

ا ث ُبُا

)

}  {

ُا

(

ا ث ُب

}  {

ا ثُ ب

{

(31)

(25)

اوُّث ب

butstsu>

‘siarkanlah berita p2.m.p’

اوُّث ب

butstsu> merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.m.p dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af. Verba amr

اوُّث ب

butstsu> merupakan bentukan dari verba mudha>ri

َنْو ث ثْبَ ت

tabtsutsu>na. Untuk menjadi bentuk fi‘l amr

اوُّث ب

butstsu>, maka huruf mudha>ra‘ah yang ada di awal kata pada verba

َنْو ث ثْبَ ت

tabtsutsu>na dihapus. Kemudian ditambahkan hamzah washl yang berharakat dhammah, sehingga menjadi

َنْو ث ثْ ب ا

'ubtsutsu>na. Karena verba ini termasuk verba amr ‘imperatif’ p2.m.p dari jenis shachi>ch mudha>‘af, maka keadaan mabni sukun verba ini yaitu dengan menghapus huruf nu>n atau melesapkannya, sehingga menjadi

اْو ث ثْ ب ا

'ubtsutsu> yang mengikuti pola

اْو ل عْ ف ا

'uf‘ulu>

.

Kemudian karena pada verba bentuk

اْو ث ثْ ب ا

'ubtsutsu> terdapat dua huruf tsa>’ yang berkumpul dalam satu kata, saling berdampingan dalam keadaan huruf tsa>’ yang pertama berharakat sedang yang kedua bersukun atau mati, maka harakat huruf tsa>’ yang pertama dipindah pada huruf shachi>ch sebelumnya yakni huruf ba>’. Hal ini dilakukan sebagai syarat idgha>m sehingga menjadi

اْو ثْث ب ا

'ubutstsu>

.

Kemudian huruf tsa>’ yang pertama diidgha>mkan pada tsa>’ yang kedua sehingga menjadi

اوُّث ب ا

'ubutstsu>. Pada bentuk

اوُّث ب ا

'ubutstsu>, hamzah washl dihapus karena huruf yang terletak setelah hamzah wahsl berupa huruf yang berharakat, sehingga menjadi

اوُّث ب

butstsu>

.

Hamzah washl pada fi‘l

amr hanya digunakan ketika huruf yang menempati posisi fa>’ fi’l berupa huruf yang bersukun. Proses perubahan yang terjadi pada verba ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya diperbolehkan. Hal itu sebagaimana teori al-Ghula>yaini> yaitu apabila fa>’ fi‘l suatu verba dibaca dhammah, maka huruf yang diidgha>mkan boleh dibaca dengan dengan dhammah, fatchah, ataupun kasrah.

(32)

Adapun menurut pendapat yang kuat yakni membacanya dengan fatchah atau dengan dhammah (2006:68). }

ن وُ ثُث بَ ت

 { }

(

َت

)

ن وُ ثُث ب

{  }

ن وُ ثُث ب

{  }

ن وُ ثُث بُا

{  }

وُ ثُث بُا

(

ن

)

{ }

ا وُ ثُث بُا

{

}

ا و ُث ُث بُا

}  {

ا و ُث ث ُبُا

}  {

اوُّث ُبُا

)

}  {

ُأ

(

اوُّث ُب

}  {

اوُّث ُب

{

(26)

ْيِّث ب

butstsi>

‘siarkanlah berita’ p2.f.s’

ْيِّث ب

butstsi> merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.f.s dari jenis fi‘l shachi>ch mudha>‘af.Verba amr

ْيِّث ب

butstsi>, merupakan bentukan dari verba mudha>ri’

َْي ث ثْبَ ت

tabtsutsi>na. Untuk menjadi bentuk amr

ْيِّث ب

butstsi>, maka huruf mudha>ra‘ahyang ada di awal kata pada verba

َْي ث ثْبَ ت

tabtsutsi>na dihapus. Kemudian ditambahkan

hamzah washl yang berharakat dhammah, sehingga menjadi

َْي ث ثْ ب ا

'ubtsutsi>na. Karena verba ini termasuk verba amr ‘imperatif’ p2.f.s dari jenis shachi>ch mudha>‘af, maka keadaan mabni sukun verba ini yaitu dengan menghapus atau melesapkan huruf nu>n yang ada di akhir kata, sehingga menjadi

ْي ث ثْ ب ا

'ubtsutsi> yang mengikuti pola

ْي ل عْ ف ا

uf‘uli>. Kemudian karena terdapat dua huruf yang sejenis berkumpul dalam satu kata dan yang pertama berharakat sedang yang kedua bersukun atau mati, maka harakat huruf tsa>’ yang pertama dipindah pada huruf sebelumnya yakni huruf ba>’. Hal ini dilakukan sebagai syarat idgha>m sehingga menjadi

ْي ثْث ب ا

'ubutstsi>

.

Kemudian huruf tsa>’ yang pertama diidgha>mkan

pada tsa>’ yang kedua sehingga menjadi

ْيِّث ب ا

'ubutstsi>. Pada bentuk

ْيِّث ب ا

'ubutstsi> hamzah washl dihapus karena huruf yang terletak setelah hamzah wahsl berupa huruf yang berharakat, sehingga menjadi

ْيِّث ب

butstsi>

.

Hamzah washl pada fi‘l

amr hanya digunakan ketika huruf yang menempati posisi fa>’ fi’l berupa huruf yang bersukun.Perubahan yang terjadi pada verba ini dinamakan dengan

(33)

Idgha>m kabi>r yang hukumnya diperbolehkan. Hal itu sebagaimana teori al-Ghula>yaini> yaitu apabila fa>’ fi‘l suatu verba dibaca dhammah, maka huruf yang diidgha>mkan boleh dibaca dengan dengan dhammah, fatchah, ataupun kasrah. Adapun menurut pendapat yang kuat yakni membacanya dengan fatchah atau dengan dhammah (2006:68). }

َن يِثُث بَ ت

 { }

(

َت

)

َن يِثُث ب

{  }

َن يِثُث بُا

{  }

يِثُث بُا

(

ن

)

{ }

يِثُث بُا

{

}

ي ِث ُث بُا

}  {

ي ِث ث ُبُا

}  {

يِّث ُبُا

}  {

(

ا

)

يِّثُ ب

}  {

يِّثُ ب

{

Adapun pada verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu jenis shachi>ch mudha>‘af ini terdapat variasi perubahan bentuk pada verba yang fa>’ fi‘lnya berupa huruf

hamzah. Variasi perubahan bentuk tersebut ketika verba berbentuk amr

‘imperatif’. Sebagai sampel verba yang berasal dari abjad alif yaitu verba

نبَأ

'abba ‘rindu’ (MNWR/1997/Hal:1).

Data 6 :

بَأ

'abba ‘rindu’ (MNWR/1997/Hal:1/Nomor: 1)

Proses perubahan bentuk pada verba dasar

نبَأ

'abba ketika disandarkan

dhami>r persona singular, dual dan plural pada bentuk ma>dhi> ‘perfek’ dan mudha>ri’ ‘imperfek’ sama dengan proses yang terjadi pada verba bentuk ma>dhi> ‘perfek’ dan mudha>ri’ ‘imperfek’ dari verba

ثب

batstsa. Variasi proses perubahan bentuk tersebut yaitu ketika verba berbentuk amr ‘imperatif’. Sebagaimana yang dapat dilihat pada tabel proses tashri>f verba bentuk perfek, imperfek dan imperitif dari verba

نبَأ

'abba berikut ini :

(34)

Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Perfek Shachi>ch Mudha>‘af Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba Perfek P. Verba Perfek P.2 Verba Perfek P.3

تْبَ بَأ

اَنْ بَ بَأ

َتْبَ بَأ

اَم تْبَ بَأ

ْم تْبَ بَأ

نبَأ

انبَأ

اْوُّ بأ

تْبَ بَأ

اَم تْبَ بَأ

ن تْبَ بَأ

ْتنبَأ

اَتن بَأ

َْبَ بَأ

Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperfek Shachi>ch Mudha>’af

Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu

Verba Imperfek P.1 Verba Imperfek P.2 Verba Imperfek P.3

ُّبُؤَأ

ُّبُؤَ ن

ُّبُؤَ ت

ِنا بُؤَ ت

َن وُّ بُؤَ ت

ُّبُؤَ ي

ِنا بُؤَ ي

َن وُّ بُؤَ ي

َن يِّ بُؤَ ت

ِنا بُؤَ ت

َن بُ ب أَت

ُّبُؤَ ت

ِنا بُؤَ ت

َن بُ ب أَي

Adapun untuk verba bentuk amr ‘imperatif’ jenis ini, ketika telah dilakukan tashri>f lugha>wi> pada bentuk amr ‘imperatif’nya, semua mengalami proses

(35)

dua huruf hamzah yang satu berharakat dan yang lainnya bersukun yang saling berdampingan yang menyebabkan penggantian dari huruf shachi>ch menjadi huruf

‘illah wau. Sebagaimana hal itu dapat dilihat pada tabel proses tashri>f verba imperatif berikut ini serta berikut penjelasan proses perubahan bentuk yang terjadi pada verba tersebut :

Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperatif Shachi>ch Mudha>‘af Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu

Verba Imperatif P.1 Verba Imperatif P.2 Verba Imperatif P.3

-

ْب بْو ا

اَب بْو ا

اْو ب بْو ا

-

ْ ب بْو ا

اَب بْو ا

َْب بْو ا

(27)

ْب بْو ا

'u‘bb

‘rindukanlah p2.m.s’

ْب بْو ا

'u>bub merupakanverba amr ‘imperatif’ p2.m.sdarijenisfi‘l shachi>ch mudha>‘af. Verba amr

ْب بْو ا

'u>bub, merupakan bentukan dari verba mudha>ri

ب بْأَت

ta‘bubu. Untuk menjadi bentuk amr

ْب بْو ا

'u>bub, maka huruf mudha>ra‘ah yang ada di awal kata dihapus kemudian ditambahkan hamzah washl yang berharakat

dhammah, sehingga menjadi

ب بْؤ ا

'u’bubu. Karena verba ini termasuk verba amr ‘imperatif’ p2.m.s dari jenis shachi>ch mudha>‘af’, maka keadaan mabni sukun verba ini yaitu dengan menjadikan sukun huruf terakhirnya, sehingga menjadi

ْب بْؤ ا

'u‘bub yangmengikutipola

ْل عْ ف ا

'uf‘ul.Kemudiankarena pada verba bentuk

Referensi

Dokumen terkait