• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari kata sas- yang berarti mengarahkan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari kata sas- yang berarti mengarahkan,"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari kata sas- yang berarti mengarahkan, memberi petunjuk atau instruksi, sedangkan akhiran –tra berarti alat atau sarana. Pengertian ini kemudian ditambah dengan kata su- yang berarti indah atau baik. Jadilah kata susastra yang bermakna tulisan yang indah (Theew,1984:23).

Menurut Rene Wellek dalam Melani Budianto (1997:109) berpendapat bahwa sastra adalah lembaga sosial yang memakai bahasa sebagai medium bahasa dalam menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah kenyataan sosial. Menurut Boulton dalam Aminuddin (2000:37) mengungkapakan bahwa cipta sastra selain menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan batin pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan masalah keagamaan, filsafat, politik, maupun berbagai macam problem yang berhubungan dengan kompleksitas kehidupan ini.

Pada umumnya sastra terbagi menjadi dua jenis yaitu, karya sastra yang bersifat fiksi dan karya sastra yang berupa nonfiksi. Karya sastra fiksi antara lain berupa novel, cerpen, roman, essei, dan cerita rakyat. Karya sastra non fiksi meliputi puisi, drama, dan sebagainya.

Salah satu hasil karya sastra adalah novel. Menurut Suharso (2005:338) dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indoneia) novel merupakan karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya. Sedangkan menurut Jacob Sumardjo (1991:11-12), novel adalah genere sastra yang berupa cerita, mudah dibaca dan dicerna.

(2)

Menurut Henry Guntur dalam “The American Collage Dictionary” dalam Liza (2009:2), bahwa novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang tertentu yang melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan kehidupan nyata yang responsif, dalam suatu alur atau keadaan yang agak kacau atau kusut. Hal ini berarti di dalam suatu novel bercerita kisah nyata tentang keadaan yang terjadi dalam masyarakat. Karya sastra juga bersifat sosial karena mencerminkan masyarakat itu sendiri.

Pada umumnya, setiap karya sastra memiliki dua unsur yang berpengaruh dalam membangun karya sastra tersebut, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Yang dimaksud dengan unsur intrinsik adalah unsur–unsur yang membangun karya sastra itu sendiri atau unsur–unsur yang secara langsung membangun cerita. Unsur–unsur yang dimaksud misalnya, tema, plot, latar, penokohan, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain–lain. Sedangkan yang dimaksud ekstrinsik adalah unsur–unsur yang berada didalam karya sastra itu, tapi secara tidak langsung mempengaruhi karya sastra tersebut atau dapat dikatakan sebagai unsur–unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian didalamnya. Unsur–unsur ekstrinsik tersebut adalah kebudayaan, sosial, psikologis, ekonomi, politik, agama dan lain – lain yang mempengaruhi pengarang dalam karya yang ditulisnya. Berbicara tentang Ninjõ dalam suatu karya sastra berarti kita berbicara unsur ekstrinsik dari karya sastra tersebut.

Tokoh cerita menempati posisi yang strategis sebagai pembawa pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja disampaikan pengarang kepada pembaca. Seperti yang di ungapkan Abram dalam Nurgiantoro (1994:165) bahwa tokoh cerita adalah orang yang di tampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca di tafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu, seperti yang di ucapkan dari apa yang dilakukan dalam tindakan.

(3)

Di Jepang sendiri, sebagai salah satu negara yang memiliki karya-karya sastra yang terkenal di dunia juga mengenal novel sebagai salah satu karya sastranya. Dalam bahasa Jepang novel disebut dengan shosetsu. Dalam novel ini ada novel Jepang yang berjudul ‘‘Totto-chan’s Children’’ Karya Tetsuko Kuroyanagi. Dalam novel Tetsuko Kuroyanagi ini adalah satu novel yang dalam ranggka mengekspresikan mengenai pengalaman dia ketika mengunjungi Negara yang akan ditujunya dalam misi tugas kemanusiaan. Novel ‘‘Totto-chan’s Children’’ Karya Tetsuko Kuroyanagi bercerita tentang kisah perjalanan Tetsuko Kuroyanagi melalui seorang tokoh Totto-chan keberbagai Negara yang dikunjunginya dalam misi perjalanan kemanusiaan untuk anak-anak dunia melalui UNICEF ( United Nations Children’s Fund ). Kisah ini adalah kisah tentang cinta dan belas kasih, simpati untuk anak-anak di seluruh dunia, untuk setiap anak dan setiap yang ditemuinya dalam tugas kemanusiannya bersama UNICEF. Dalam novel ini juga ia berbagi perasaan dan pemahamanya yang mendalam, dalam konteks global, tentang kesengsaraan anak-anak di sebagian negara berkembang seperti Tanzania, Nigeria, India, Mozambik, Kamboja, Vietnam, Anggola, Banglades, Irak, Eitopia, Sudan, Rwanda, Haiti, Bosnia-Herzegovina. Anak-anak yang menjadi korban kemiskinan, kondisi kesehatan yang buruk, dan juga perang, sehingga muncul perasaan iba, belas kasihan terhadap manusia khususnya kepada anak-anak yang di temuinya di Negara itu. Dalam novel ini banyak yang mendominasi pengungkapan mengenai pengekspresian Ninjõ terhadap anak-anak dan juga orang-oarang yang ditemuinya melalui pengalaman pribadi Tetsuko Kuroyanagi dalam bentuk novel. Tindakan pengekspresian Tetsuko Kuroyanagi dalam karyanya ini adalah mengungkapkan Ninjõ.

Dilihat dari kanjinya ( 人情 ) Ninjõ terdiri dari dua karakter kanji yaitu ( 人 ) yang memiliki arti “orang” atau “manusia”, dan jõ ( 情 ) yang memiliki arti “emosi”, “perasaan”, atau

(4)

“perasaan hati”. Ninjõ ini timbul dari hati yang paling dalam karena adanya perasaan kemanusiaan itu sendiri sehingga menyebabkan munculnya suatu kebaikan. Ninjõ merupakan kasih sayang manusia yang dicurahkan kepada sesamanya. Perasaan ini adalah perasaan murni dari hati yang paling dalam dan dipunyai oleh setiap manusia di dunia ini.

Ninjõ adalah rasa keinginan dan rasa kasih sayang yang dipunyai manusia secara alami dan tidak dibuat-buat. Sedangkan menurut Befu, dalam Suyana (1994:27), Ninjõ merujuk kepada kecendrungan, perasaan dan keinginan-keinginan alamiah manusia.

Menurut Yamamoto Ikuo dalam Wahyuliana (2005:10) Ninjõ secara umum merupakan perasaan kemanusian yang merupakan perasaan kasih sayang, perasaan cinta, perasaan belas kasih, rasa simpati, rasa iba hati, yang dirasakan terhadap orang lain sepeerti hubungan orang dengan anaknya atau antara kekasihnya.

Menurut Nobuyaki Honna dalam Wahyuliana (2005:10) bahwa Ninjõ merupakan perasaan kemanusiaan dan semua orang Jepang mempercayai bahwa perasaan cinta, kasih sayang, belas kasihan, dan simpati adalah perasaan yang paling penting dalam menjaga hubungan kemanusiaan. Orang orang jepang sangat memperhatikan dan menjaga perasaan orang lain. Selain itu, orang jepang sangat berhati-hati dalam mengambil sikap dan bertindak, agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain, begitu juga dengan Tetsuko Kuroyunagai melalui tokoh Totto chan ini dia merealisasikannya kepada orang orang terutama anak-anak yang ditemuinya.

Untuk melihat bagaimana Tetsuko Kuroyanagi dalam mengekspresikan Ninjõ yang direalisasikan oleh Tetsuko Kuroyanagi melalui tokoh Totto-chan, maka hal ini sangat menarik

(5)

untuk dijadikan bahan atau objek pembahasan dalam skripsi ini. Karena budaya ini sangat menarik serta kondisi perilaku manusia yang mencerminkan budaya Ninjõ yang dilihat dalam kehidupan nyata, dapat diekspresikan atau diungkapkan dalam bentuk karya sastra yaitu novel. Salah satu diantaranya adalah dalam novel berjudul Totto-chan’s Children Karya Tetsuko Kuroyanagi . Dengan demikian penulis akan mencoba membahas tentang konsep Ninjõ dalam novel Tetsuko Kuroyanagi melalui skripsi yang berjudul “KONSEP NINJÕ DALAM NOVEL “TOTTO-CHAN’S CHILDREN” KARYA TETSUKO KUROYANAGI”.

1.2. Perumusan Masalah

Tetsuko Kuroyanagi adalah Sastrawan wanita yang terkenal di Jepang dewasa ini. Selain mengarang Panda and I, ia juga menjabat sebagai anggota dewan di Worldwide Fund for Nature Jepang. Salah satu karyanya adalah novel Totto-Chan’s Children. Novel Totto-Chan’s Children ini syarat akan konsep-konsep Ninjo yang selalu ada dalam kehidupan keseharian masyarakat Jepang. Dalam novel ini banyak konsep-konsep Ninjõ yang di ekspresikan oleh Tetsuko Kuroyanagi kepada anak-anak atau orang–orang yang ditemuinya dalam misinya menjalankan tugas kemanusiaannya bersama UNICEF, oleh sebab itu menarik untuk diteliti. Sehingga penulis akan meneliti “KONSEP NINJÕ DALAM NOVEL“TOTTO-CHAN’SCHILDREN” KARYA TETSUKO KUROYANAGI”, maka skripsi ini akan membahas Konsep Ninjõ yang direalisasikan oleh Tetsuko Kuroyanagi melalui tokoh Totto Chan yang terdapat dalam novel ini. Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji, maka masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep dan arti Ninjõ dalam masyarakat Jepang ?

(6)

melalui tokoh Totto Chan dalam novel “Totto-chan’s Children” karya

Tetsuko Kuroyanagi ?

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi ruang lingkup bahasanya yaitu pada hal yang berkaitan dengan penerapan konsep Ninjõ saja. Untuk membahas konsep Ninjõ ini penulis menggunakan novel “Totto-chan’s Children” karya Tetsuko Kuroyanagi.

Dalam analisisnya penulis memfokuskan pada perilaku Ninjõ yang dilakukan oleh tokoh Totto chan dalam novel Tetsuko Kuroyanagi. Untuk lebih akurat dalam menunjukkan sikap perilaku berlandaskan Ninjõ dari tokoh cerita, penulis sebelumnya juga menjelaskan tentang konsep Ninjõ, konsep novel, setting novel Totto-Chan Children, dan biografi Tetsuko Kuroyanagi.

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka

Setiap Negara mempunyai budaya yang harus dipelihara dan dilestarikan begitu juga dengan Jepang. Jepang adalah Negara yang sangat menjungjung tinggi kebudayaan bangsanya. Mereka selalu berusaha memelihara dan melestarikan kebudayaan-kebudayaan bangsanya. Negara Jepang umumnya dikenal sebagai bangsa yang mampu mengambil dan menarik manfaat dari hasil budi daya bangsa lain tanpa mengorbankan keperibadianya sendiri. Selain itu juga sifat bangsa jepang menunjukkan naluri yang sangat kuat untuk menjamin kelangsungna hidupnya dan meneruskan nilai-nilai budaya bangsanya. Banyak sikap dan sifat orang jepang yang berkaitan erat dengan nilai-nilai penting yang harus dipertahankan di dalam kehidupan

(7)

masyarakat Jepang (Suryohadiprojo,1982:192). Hal ini dapat terlihat jelas pada budaya Ninjõ yang merupakan Konsep moral bangsa Jepang yang telah tertanam dalam diri orang Jepang.

Hasil karya sastra Bangsa Jepang banyak sekali yang mencerminkan konsep budaya Ninjõ sebagai tema karyanya atau membuat cerita yang didalamnya terdapat konsep Ninjõ. Seperti Sastrawan terkenal Jepang yaitu Yasunari Kawabata yang pernah mendapat nobel bidang kesusasteraan. Beberapa karyanya yang terkenal didunia antara lain : Yuki Guni, Sembazuru, Yama no Oto, Meijin, dan Mizumi. Novel Yuki Guni itu dibuat pada tahun 1948. Kesedihan merupakan tema yang utama dalam karya-karya Yasunari Kawabata dikarenakan bagi Yasunari Kawabata dalam novel Yuki Guni ini bercerita tentang berbagai persoalan manusia, percintaan oarng dewasa dan keadaan serta keindahan alam Jepang yang menarik untuk dibaca. Setelah Novel Yuki Guni beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 1952 Yasunari Kawabata membuat Sembazuru. Bercerita tentang kisah cinta seorang pemuda yang sangat kompleks, dengan berbagai permasalahannya sampai kepada cinta segitiga. Dengan bertemakan permasalahan manusia dalam kehidupanya, yang menitikberatkan kepada masalah percintaan dan hubungan manusia, di dalam novel Sembazuru dapat dilihat situasi-situasi yang mencerminkan adanya Ninjõ yang dilakukan oleh para tokoh dalam novel tersebut.

1.4.2. Kerangka Teori

Sastra adalah gabungan kehidupan yang mencerminkan dan mengekspresikan hidup. Seorang sastrawan menulis dan menyusun bahan-bahan yang dipilih, diambilnya dari kehidupan yang berpedoman pada asa dan tujuannya melalui karya sastra dengan maksud memperdalam

(8)

dan menjernihkan penghayatan pembaca terhadap salah satu sisi kehidupan sehingga dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari karya sastra itu sendiri.

Menurut Rene Wellek dalam Melani Budianto (1997:109) bahwa Sastra merupakan lembaga sosial yang memakai medium bahasa dalam menampilkan gambaran kehidupan itu sendiri adalah kenyataan sosial. Novel sebagai salah satu karya sastra merupakan suatu bentuk kebudayaan. Jan Van Luxembrug (1986:46) menyatakan bahwa sastra mempunyai hubungan non sastra kepada riwayat hidup pengarang, kondisi zaman ketika karya terebut ditulis, dan dengan kenyataan yang dicerminkan dalam karya sastra tersebut. Dalam sebuah karya sastra banyak mengandung nilai-nilai budaya yang sangat tinggi. Suatu kebudayaan dapat diungkapkan melalui sebuah karya sastra, dengan menginterprestasikan makna yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Sebagi suatu bentuk karya sastra, novel merupakan jenis sastra yang dapat mengungkapkan nilai-nilai budaya.

Menurut Henry Guntur dalam “The American Collage Dictionary” dalam Liza (2009:2), bahwa novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang tertentu yang melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan kehidupan nyata yang responsif, dalam suatu alur atau keadaan yang agak kacau atau kusut. Hal ini berarti sebuah karya sastra biasanya mengungkapkan masalah-masalah manusia dan kemanusiaan, selain itu tentang makna hidup dan kehidupan. Sastra juga dapat mengungkapkan berbagi hal, termasuk kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat.

Ninjõ timbul dari hati yang paling dalam karena adanya perasaan kemanusiaan itu sendiri sehingga menyebabkan munculnya suatu kebaikan. Ninjõ dapat juga berarti perasaan kemanusiaan. Perasaan ini timbul dari hati yang paling dalam karena rasa iba atau kasihan sehingga ia mengeluarkan kebaikan dan kasih sayang. Ninjõ merujuk kepada kecendrungan, perasaan, dan keinginan alamiah manusia dan tidak di buat-buat.

(9)

Menurut Nobuyaki Honna dalam Wahyuliana (2005:10) menyatakan bahwa Ninjõ merupakan perasaan kemanusiaan dan semua orang Jepang mempercayai bahwa perasaan cinta, kasih sayang, belas kasihan dan simpati merupakan perasaan yang paling penting dalam menjaga hubungan kemanusiaan. Orang Jepang selalu mengukur sesuatu atau berusaha mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan perasaan manusiawi.

Menurut Yamamoto Ikuo dalam Wahyuliana (2005:10) Ninjõ secara umum merupakan perasaan kemanusiaan yang merupakan perasaan cinta, perasaan kasih sayang, perasaan belas kasih, rasa simpati, rasa iba hati yang dirasakan terhadap orang lain seperti hubungan orang tua dengan anaknya atau antara kekasihnya. Ninjõ merupakan perasaan kasih sayang manusia yang dicurahkan kepada sesamanya (Salecha, 1981:1).

Pembuktian untuk melihat budaya yang terdapat dalam novel ini yaitu dengan melihat perilaku tokoh yang mana saja dapat dikatakan mencerminkan konsep Ninjõ, akan menggunakan teori Semiotika.

Menurut Pradopo dkk (2001:71) mengatakan bahwa Semiotik itu ilmu yang mempelajari sistem-sitem, aturan-aturan, konveksi-konveksi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Tanpa memperhatikan sistem tanda, tanda dan maknanya, dan konveksi tanda, maka struktur karya sastra ataupun karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal. Menurut Jan Van Luxemburg (1986:46) semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda, lambang-lambang, sistem-sistem lambang dan proses-proses perlambangan. Tanda-tanda yang terdapat di dalam novel ini akan diinterpretasikan dan kemusian akan dipilih bagian mana saja yang merupakan tindakan maupun perbuatan tokoh yang mencerminkan konsep Ninjõ.

(10)

1.5.1. Tujuan Penelitian

Konsep budaya Ninjõ pada diri orang Jepang masih melekat sampai saat ini, khususnya dalam interaksi antara sesama manusia. Atas dasar itu penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendeskripsikan tentang konsep dan pengertian budaya Ninjõ dalam

masyarakat Jepang.

2. Mendeskripsikan konsep Ninjõ dalam Novel Totto-chan’s Children

karya Tetsuko Kuroyanagi.

1.5.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitaian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai konsep Ninjõ dalam

masyarakat Jepang.

2. Memberikan tambahan refrensi tentang budaya Jepang

3. Dapat memahami lebih dalam lagi bagaimana karakter orang Jepang itu

sesungguhnya.

1.6. Metode Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah penelitian bahasa dan sastra, yang di golongkan ke dalam penelitian sosial. Karena objek kerjanya adalah manusia dan interaksi manusia yang di ungkapkan dalam karya, pengarang, dan pembaca (Djojosuroto,2000:1). Dalam melakukan

(11)

sebuah penelitian, tentulah dibutuhkan metode sebagai penunjang untuk mencapai tujuan. Metode adalah salah satu cara untuk melakukan penelitian. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Deskriptif adalah tulisan yang menggambarkan bentuk objek pengamatan atau melukiskan perasaan ( Mulyadi, 2004 : 59 ).

Menurut Koentjaraningrat (1976: 30 ) bahwa penelitian bersifat deskriptif yaitu memberi gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Metode deskriptif juga merupakan suatu metode yang menggambarkan keadaan atau objek penelitian yang dilakukan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji, dan menginterprestasikan data. Deangan metode tersebut peneliti akan menjelaskan sejauh mana konsep Ninjõ yang terkandung dalam novel “Totto-chan’s Children” karya Tetsuko Kuroyanagi. Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotik untuk menunjukkan adanya perilaku yang mecerminkan Ninjõ di dalam novel.

Teknik penelitian yang digunakan adalah meneliti data berupa buku-buku yang berhubungan dengan kebudayaan dan sastra. Buku-buku ini akan dibaca dan dicari hubungan yang berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan. Objek penelitian adalah novel yang berjudul Totto-chan’s Children karya Tetsuko Kuroyanagi. Dalam novel inilah akan dicari dan dianalisa secara menyeluruh tentang konsep budaya Ninjo. Jadi penelitian ini bersifat studi kepustakaan atau liberary research.

Menurut Hadari (1991:133) studi kepustakaan adalah mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, yang dilakukan dengan cara menggumpulkan buku-buku atau refrensi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Buku berbahasa asing juga digunakan pada penelitian

(12)

ini. Jadi penerjemahan buku-buku tersebut juga menggunakan teori terjemahan. Menurut Nida dan Taber dalam Setiasih ( 1987:6 ), menerjemahkan adalah pemindahan pesan atau amanat yang terdapat dalam bahasa sumber kedalam bahasa sasaran dengan mencari padanan terdekat yaitu dari segi makna dan gaya bahasa. Membaca novel “Totto Chan Children’s sebanyak 322 halaman. Serta memanfaatkan berbagai fasilitas yang tersedia di perpustakaan umum Sumatera Utara dan juga pemanfaatan buku-buku pribadi penulis.

Referensi

Dokumen terkait

1) Siswa di dalam proses layanan bimbingan kelompok dengan teknik modeling pada siklus I memperoleh prosentase 51% dan termasuk pada kategori kurang. 2) Guru BK di

Untuk kepentingan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat, maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai

Metode ini akan menyediakan enkripsi pesan antara telepon seluler dengan server bank yang dituju sehingga faktor keamanan pada layanan SMS Banking dapat meningkat..

Banyak faktor yang menyebabkan beberapa penelitian tentang efisiensi perbankan mengalami perbedaan pada hasil penelitiannya diantaranya penggunaan metode pengukuran,

Perencanaan Strategis SI/TI Dengan Metode SWOT dan BSC Di Universitas XYZ bertujuan untuk dapat memberikan gambaran dan rekomendasi mengenai kondisi bisnis dan SI/TI internal

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi peningkatan konsentrasi pektin albedo jeruk bali dan gliserol yang ditambahkan terhadap karakteristik edible film

Banyak nama-nama unsur geografi yang berasal dari nama asing yang terucapkan dengan lidah Indonesia atau diterjemahkan secara harafiah dalam bahasa Indonesia atau diganti dengan

Berdasarkan permasalahan diatas sehingga dapat diidentifikasikan bahwa untuk mencapai tujuan perusahaan, gaya kepemimpinan dipandang sangat berperan terhadap