• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPS 1 PADA MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) BERDASARKAN GAYA BELAJAR KOLB - UMBY repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPS 1 PADA MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) BERDASARKAN GAYA BELAJAR KOLB - UMBY repository"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas (SMA)

Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan (Hamalik, 2014: 37). Belajar secara sederhana dikatakan sebagai proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu yang terjadi dalam jangka waktu tertentu (Irwanto, 2002: 105). Dalam proses belajar terjadi hubungan peserta didik dengan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan adanya perubahan tingkah laku dari peserta didik. Gage dan Berliner (Dimyati & Mudjiono, 2015: 116) belajar merupakan suatu proses yang membuat seseorang mengalami perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman yang diperolehnya.

Belajar merupakan usaha peningkatan mental siswa (Dimyati & Mudjiono, 2015: 4). Siswa adalah subjek yang mengalami proses dan peningkatan kemampuan mental. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar dimana ukuran keberhasilannya adalah siswa mampu memecahkan masalah (Dimyati & Mudjiono, 2015: 8). Menurut Gagne (Dimyati & Mudjiono, 2015: 10) setelah belajar orang akan memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.

(2)

13

orang tersebut menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Bukti bahwa seseorang telah melakukan kegiatan belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, yang sebelumnya tidak ada atau tingkah lakunya tersebut masih lemah atau kurang. Perubahan tingkah laku dapat diamati dan berlaku dalam waktu relatif lama yang disertai usaha orang tersebut sehingga orang tersebut dari tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakan sesuatu.

Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku dan peningkatan mental siswa yang diperoleh dari lingkungannya yang menghasilkan ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2014: 57). Berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang sistem pendidikan nasional menjelaskan bahwa “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

(3)

14

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa, guru dalam suatu lingkungan dengan tujuan untuk mencapai suatu kompetensi dasar.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia (BSNP, 2006: 387). Matematika sebagai ilmu pengetahuan menjadi salah satu mata pelajaran yang perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar hingga pendidikan tinggi. Matematika mampu membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Matematika yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan tidak sama dengan matematika sebagai ilmu. Pembelajaran matematika memiliki tujuan menekankan kepada menata penalaran dan membentuk kepribadian siswa dan menekankan kepada kemampuan memecahkan masalah dan menerapkan matematika (Ekawati, 2011). Berdasarkan BSNP (2006: 388)

Tujuan pembelajaran matematika untuk jenjang sekolah menengah atas adalah agar peserta didik mempunyai kemampuan sebagai berikut:

(4)

15

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan pengertian di atas, pembelajaran matematika SMA membekali peserta didik dalam kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama dengan tujuan agar peserta didik mampu memahami konsep matematika, menggunakan penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

a. Pengertian Masalah Matematika

(5)

16

mengandung kesulitan bagi seseorang dan mendorongnya untuk mencari solusi. Menurut Hudojo (1988) menyatakan bahwa sesuatu disebut masalah bagi siswa jika: (1) pertanyaan yang dihadapkan kepada peserta didik harus dapat dimengerti oleh peserta didik tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawab dan (2) pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui peserta didik.

Cooney, dkk (1975) menyatakan bahwa:

“... for a question to be a problem, it must present a challenge that cannot

be resolved by some routine procedure known to the student”.

Artinya sebuah pertanyaan akan menjadi sebuah masalah apabila menjadi tantangan yang tidak dapat diselesaikan dengan beberapa cara yang telah diketahui siswa.

Menurut Saad & Ghandi (2008: 119), masalah matematika merupakan situasi yang memiliki tujuan yang jelas tetapi berhadapan dengan halangan akibat kurangnya algoritma yang diketahui untuk menguraikannya agar memperoleh sebuah solusi. Sementara itu, Polya (1973: 154-155) menjelaskan masalah matematika dalam dua jenis, yaitu masalah mencari (problem to find) dan masalah membuktikan (problem to prove). Masalah mencari yaitu masalah yang bertujuan untuk mencari, menentukan, atau mendapatkan nilai objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memberi kondisi yang sesuai. Sedangkan masalah membuktikan yaitu masalah dengan suatu prosedur untuk menentukan suatu pernyataan benar atau tidak benar.

(6)

17

terhalang karena kurangnya algorimta dalam mencari solusi. Terdapat dua jenis masalah matematika, yaitu masalah yang bertujuan untuk mencari nilai yang dicari dan masalah yang bertujuan untuk membuktikan suatu pernyataan dalam matematika benar atau tidak benar.

b. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Masalah adalah kondisi yang memerlukan penyelesaian. Setiap individu memiliki cara yang berbeda untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Perbedaan tersebut bergantung pada kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki oleh setiap individu. Polya (1973: 3) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan. Krulik dan Rudnick (1995: 4) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan sebuah sarana di mana individu menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang telah diperoleh untuk menyelesaikan masalah pada situasi yang tidak biasa. Menurut Fauziah dan Sukasno (2015: 12) pemecahan masalah adalah proses menyelesaikan soal yang tidak rutin yang kompleks dengan menggunakan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

Pimta, et al (2009: 381) menyatakan bahwa:

problem-solving is considered as the heart of mathematic learning because

the skill is not only for learning the subject but it emphasizes on developing

thinking skill method as well”.

(7)

18

Branca (Syaiful, 2011: 216) juga mengemukakan bahwa: (1) kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika; (2) pemecahan masalah meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika; dan (3) pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika. kemampuan memecahkan masalah menjadi sangat dibutuhkan oleh siswa. Karena pada dasarnya siswa dituntut untuk berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya sehingga menghasilkan pengetahuan yang bermanfaat.

Kemampuan memecahkan masalah matematika sangat dibutuhkan oleh siswa. Karena pada dasarnya siswa dituntut untuk berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya sehingga menghasilkan pengetahuan yang bermakna. Anderson (2009: 1) menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan ketrampilan hidup yang penting yang melibatkan berbagai proses termasuk menganalisis, menafsirkan, penalaran, memprediksi, mengevaluasi, dan merefleksikan. Wahyuningtyas (2014: 3) mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang meliputi kemampuan memahami masalah matematika, membuat rencana penyelesaian, menyelesaikan rencana penyelesaian, dan memeriksa kembali hasil penyelesaian yang didapat.

(8)

19

menerapkan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya untuk menemukan solusi dari situati yang tidak biasa.

c. Langkah-langkah Pemecahan Masalah Matematika

Menurut Polya (1973: 5-17) terdapat empat langkah yang harus dilakukan dalam memecahkan suatu masalah yaitu; (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahan, (3) melaksanakan rencana, (4) memeriksa kembali. Pemecahan masalah Polya dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Tahap Kemampuan Pemecahan Masalah Polya (Polya, 1973: 5) 1) Memahami masalah (understand the problem)

Langkah pertama dalam menyelesaikan masalah adalah memahami permasalahan itu sendiri. Siswa perlu mengidentifikasi apa yang diketahui, apa yang dicari, dan hubungan yang terkait antara apa yang diketahui dan apa yang akan dicari. Beberapa saran yang dapat membantu siswa dalam memahami masalah yang kompleks antara lain: (a) mengetahui apa yang diketahui dan dicari, (b) menjelaskan masalah seusai dengan kalimat sendiri, (c) menghubungkannya dengan masalah yang serupa, (d) fokus pada bagian masalah yang penting tersebut, (e) mengembangkan model, dan (f) menggambar diagram/gambar.

Understand the problem

Looking back Devise a plan

(9)

20

2) Membuat rencana penyelesaian (devise a plan)

Pada langkah ini siswa perlu menemukan strategi yang sesuai dengan permasalahan yang diberikan. Semakin sering siswa menyelesaikan masalah, maka siswa akan mudah menemukan strategi yang sesuai dengan masalah yang diberikan. Adapun hal-hal dilakukan oleh siswa adalah : (a) menebak, (b) mengembangkan sebuah model, (c) mensketsa diagram, (d) menyederhanakan masalah, (e) mengidentifikasi pola, (f) membuat tabel/diagram, (g) eksperimen dan simulasi, (h) bekerja terbalik, (i) menguji semua kemungkinan, (j) mengidentifikasi sub-tujuan, (k) membuat analogi, dan (l) mengurutkan data/informasi.

3) Melaksanakan rencana penyelesaian (carry out the plan)

Pada langkah ini siswa menjalankan perencanaan yang telah dibuat pada langkah sebelumnya. Langkah ini menekankan adanya pelaksanaan rencana penyelesaian antara lain: (a) memeriksa setiap langkah apakah sudah benar atau belum, (b) membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar, dan (c) melaksanakan perhitungan seusai dengan rencana yang dibuat.

4) Memeriksa kembali (looking back)

(10)

21

Menurut Saad & Ghani (2008: 121), tahap pemecahan masalah menurut Polya dapat dianggap sebagai langkah-langkah pemecahan masalah yang mudah dipahami dan banyak digunakan dalam kurikulum matematika di seluruh dunia.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menggunakan tahap pemecahan masalah menurut Polya. Sementara itu, indikator tahap pemecahan masalah menurut Polya yang akan diteliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Indikator memahami masalah, meliputi: (a) mampu menentukan apa yang

diketahui dan apa yang ditanyakan pada masalah, dan (b) mampu menjelaskan masalah dengan bahasa dan kalimat sendiri.

2) Indikator merencanakan penyelesaian, meliputi: (a) mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, dan (b) mampu menentukan rumus yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, 3) Indikator melaksanakan rencana penyelesaikan, meliputi: (a) mampu

menerapkan setiap langkah yang direncanakan untuk menyelesaikan masalah, dan (b) mampu menerapkan setiap rumus yang telah ditentukan untuk menyelesaikan masalah.

4) Indikator memeriksa kembali, meliputi: (a) mampu menentukan kesimpulan dari masalah, (b) mampu memeriksa kembali rencana dan perhitungan yang telah dilakukan.

(11)

22

kurang. Kategori tiap tahapan pemecahan masalah Polya pada penelitian dideskripsikan sebagai berikut.

1) Memahami masalah

a) Baik, ketika siswa mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah serta mampu menjelaskan masalah dengan bahasa dan kalimat sendiri.

b) Cukup, ketika siswa mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah atau mampu menjelaskan masalah dengan bahasa dan kalimat sendiri.

c) Kurang, ketika siswa tidak mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah serta tidak mampu menjelaskan masalah dengan bahasa dan kalimat sendiri.

2) Merencanakan penyelesaian

a) Baik, ketika siswa mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dan mampu menentukan rumus yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.

b) Cukup, ketika siswa mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah atau mampu menentukan rumus yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.

(12)

23

a) Baik, ketika siswa mampu menerapkan setiap langkah yang direncakanan untuk menyelesaikan masalah dan mampu menerapkan setiap rumus yang telah ditentukan untuk menyelesaikan masalah. b) Cukup, ketika siswa mampu menerapkan setiap langkah yang

direncanakan untuk menyelesaikan masalah atau mampu menerapkan setiap rumus yang telah ditentukan untuk menyelesaikan masalah. c) Kurang, ketika siswa tidak mampu menerapkan setiap langkah yang

direncanakan untuk menyelesaikan masalah dan tidak mampu menerapkan setiap rumus yang telah ditentukan untuk menyelesaikan masalah.

4) Memeriksa kembali

a) Baik, ketika siswa mampu menentukan kesimpulan dari masalah dan mampu memeriksa kembali rencana dan perhitungan yang telah dilakukan.

b) Cukup, ketika siswa mampu menentukan kesimpulan dari masalah atau mampu memeriksa kembali rencana dan perhitungan yang telah dilakukan.

(13)

24

3. Model Pembelajaran Missouri Mathemathics Project (MMP)

a. Pengertian Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP)

Model pembelajaran adalah suatu pola interaksi siswa dan guru di dalam kelas yang terdiri dari strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegaitan pembelajaran di kelas ( Lestari & Yudhanegara, 2017: 37). Joyce & Weil dalam Santyasa (2007: 7) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. demikian pula Toeti Soekamto dan Winataputra dalam Shadiq (2009: 7) menjelaskan bahwa model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Berdasarkan defisini-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menjadi pedoman pembelajaran dan menggambarkan prosedur sistematis pembalajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menerapkan suatu model pembelajaran yang tepat dapat memberikan kesempatan siswa untuk dapat berperan aktif dalam mengkomunikasikan pengetahuan yang dimilikinya. Alba et al (2014: 108) mengemukakan bahwa salah satu model pembelajaran yang memberi peluang bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah adalah model pembelajaran

(14)

25

MMP adalah suatu model pembelajaran yang dirancang untuk membantu guru secara efektif dalam menggunakan latihan-latihan agar guru dapat membantu meningkatkan pencapaian siswa dalam belajar. Good & Grouws (1979: 357) menyatakan bahwa model pembelajaran MMP difokuskan untuk meningkatkan pencapaian siswa dalam belajar melalui daily review,

development, seatwork, homework assignment dan special reviews yang

diberikan oleh guru.

Menurut Krismanto (2003: 11) MMP merupakan salah satu model yang terstruktur seperti halnya Struktur Pengajaran Matematika (SPM). Model ini memberikan ruang kepada siswa untuk bekerja dalam kelompok dalam latihan terkontrol dan mengaplikasikan pemahaman sendiri dengan cara bekerja mandiri dalam seatwork. Krismanto (2003: 9) menyebutkan bahwa SPM antara lain:

1) Pendahuluan, meliputi apersepsi atau revisi, motivasi, dan introduksi. 2) Pengembangan meliputi pembelajaran konsep atau prinsip.

3) Penerapan meliputi pelatihan penggunaan konsep atau prinsip, pengembangan skill, evaluasi.

4) Penutup meliputi penyusunan rangkuman dan penugasan.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project

(MMP)

(15)

26

1) Review

Pada tahap review ini adalah meninjau ulang materi pembelajaran yang lalu. Terutama yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari pada pembelajaran tersebut, seperti membahas soal pada PR (jika ada) yang dianggap sulit oleh siswa dan memotivasi siswa mengenai pentingnya materi yang akan dipelajari.

2) Pengembangan

Tahap kedua ini adalah melakukan kegiatan berupa penyajian ide-ide baru dan perluasannya, diskusi, kemudian menyertakan demonstrasi dengan contoh konktret. Maksudnya adalah menyampaikan materi baru yang merupakan kelanjutan dari materi sebelumnya. Kegiatan ini juga dapat dilakukan melalui diskusi kelas, karena pengembangan akan lebih baik jika dikombinasikan dengan latihan terkontrol untuk meyakinkan bahwa siswa mengikuti dan paham mengenai penyajian materi ini.

3) Latihan terkontrol

Pada latihan terkontrol ini siswa diminta membentuk suatu kelompok untuk merespon soal atau menjawab pertanyaan yang diberikan dengan diawasi oleh guru. Pengawasan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran. Selain itu, guru harus memasukkan rincian khusus tanggung jawab setiap kelompok dan ganjaran individual berdasarkan pencapaian materi yang dipelajari. Dari kegiatan belajar kelompok ini dapat diketahui setiap siswa bekerja secara sendiri (individu) atau berkelompok.

(16)

27

Siswa secara individu diberikan beberapa soal atau pertanyaan sebagai latihan atas perluasan konsep materi yang telah dipelajari pada langkah pengembangan. Dari tahap ini, guru mengetahui seberapa besar materi yang akan mereka pahami.

5) Penugasan / Pekerjaan Rumah (PR)

Pada langkah ini, siswa beserta guru bersama-sama membuat kesimpulan (rangkuman) atas materi pembelajaran yang telah didapatkan. Rangkuman ini bertujuan untuk mengingatkan siswa mengenai materi yang baru saja didapatkan. Selain itu, guru juga memberikan penugasan kepada siswa berupa PR sebagai latihan tambahan untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi tersebut.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model pembelajaran Missouri

Mathematics Project sebagai model pembelajaran yang dapat mendukung

kemampuan pemecahan masalah siswa. 4. Gaya Belajar Siswa

(17)

28

Menurut Dunn dan Dunn (Cavas, 2010: 48), mengidentifikasikan gaya belajar sebagai cara seseorang untuk berkonsentrasi, memproses, dan menguasai informasi-informasi baru dan sulit pada saat pembelajaran. Sedangkan menurut Honey dan Mumfors (Aljaberi, 2015: 154), menyatakan bahwa gaya belajar merupakan sesuatu yang mendeskripsikan sikap dan tingkah laku dalam belajar. Menurut Felder (Sengul, et al . (2013: 1), gaya belajar merupakan kecenderungan siswa dalam mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya belajar merupakan cara seseorang dalam mengumpulkan dan menguasai informasi yang baru dan sulit selama proses belajar.

Terdapat beberapa model gaya belajar yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi tipe gaya belajar siswa. Menurut Montgomery & Groat (1998: 1-5) ada tiga model gaya belajar yang lazim digunakan dalam peneltian terkait gaya belajar yaitu gaya belajar Myres-Briggs, gaya belajar Kolb, dan gaya belajar Felder Silverman. Adapun gaya belajar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah gaya belajar Kolb.

Gaya belajar Kolb merupakan gaya belajar yang dikembangkan oleh David Kolb, Ph. D dan dinamakan LSI (learning style inventory) pada tahun 1971 (Pratiwi, et al. 2010: 2). Gaya belajar ini berdasarkan pada teori belajar experiental

learning dimana belajar merupakan proses terbentuknya pengetahuan melalui

(18)

29

gaya belajarnya menurut Kolb, siswa diharapkan dapat menyesuaikan proses belajar sesuai dengan gaya belajar mereka agar siswa menjadi lebih percaya diri, sukses, dan mudah dalam belajar.

Adapun tahap belajar pada gaya belajar Kolb dalam Montgomery & Groat (1998: 1-5) adalah sebagai berikut:

a. Concrete Experience/ Pengalaman Konkrit (CE)

Tahap ini fokus pada keterlibatan siswa pada situasi sehari-hari, pengalaman konkret, imajinatif, dan inovatif. Kemampuan untuk menjadi open-minded dan fleksibel untuk melakukan perubahan sangat penting ketika belajar. Pendeknya,

concrete experience adalah tahap dimana proses belajar didapat dengan

menggunakan perasaan.

b. Reflective Observation/ Observasi Reflektif (RO)

Tahap ini, siswa memahami ide-ide dan kondisi dari sudut pandang yang berbeda. Siswa memiliki kecenderungan terhadap kesabaran, keobyektifan, dan pertimbangan teliti tetapi mereka tidak memilih untuk mengambil tindakan. Singkatnya, tahap ini adalah tahap dimana proses belajar didapat melalui pengamatan atau dengan menyimak suatu masalah.

c. Abstract Conceptualization/ Konseptualisasi Abstrak(AC)

(19)

30

d. Active Experimentation/ Eksperimentasi Aktif (AE)

Siswa mulai menjadi aktif pada tahap ini. Ada sebuah pendekatan praktis bahwa apa yang benar-benar dikerjakan adalah penting. Pada intinya, tahap ini merupakan tahap dimana belajar didapat dengan tindakan.

Selanjutnya, Kolb menyatakan bahwa kebanyakan orang melewati tahap-tahap ini dalam urutan concrete experiences, reflective observation, abstract

conceptualization, dan active experimentation. Ini berarti bahwa siswa memiliki

pengalaman nyata, kemudian mengamati lalu merefleksikannya dari berbagai sudut pandang, kemudian membentuk konsep abstrak dan menggeneralisasikan ke dalam teori-teori dan akhirmya secara aktif mengalami teori-toeri tersebut dan menguji apa yang telah mereka pelajari pada situasi yang kompleks. Sedangkan empat tipe gaya belajar Kolb adalah sebagai berikut:

a. Diverger (Diverger)

Merupakan kombinasi elemen pengalaman konkrit dan observasi reflektif. Individu dengan gaya belajar ini mampu melihat situasi konkrit dari beragam perspektif. Ia memiliki minat budaya yang sangat luas serta senang mengumpulkan informasi. Minat sosialnya tinggi, cenderung imajinatif, dan perasaannya amat peka. Dalam situasi belajar formal, ia lebih suka bekerja dalam kelompok dan menerima umpan balik yang bersifat personal. Ia mampu mendengar dengan pikiran yang terbuka.

b. Assimilator (Asimilator)

(20)

31

ke dalam bentuk yang pasti dan logis. Kurang berfokus pada manusia, lebih berminat pada ide dan konsep abstrak. Secara umum, ia lebih mementingkan keunggulan logis sebuah teori daripada nilai praktisnya, dalam situasi belajar formal, ia lebih suka membaca, mengajar, mengeksplorasi model analitis, dan memanfaatkan waktu untuk memikirkan berbagai hal secara mendalam/.

c. Converger (Konverger)

Merupakan kombinasi konseptualisasi abstrak dan ekperimentasi aktif. Individu ini paling baik dalam menemukan kegunaan praktis dari ide dan teori. Ia mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan secara efektif. Lebih suka menangani masalah dan tugas-tugas teknis daripada isu sosial dan interpersonal. Dalam situati belajar formal, ia cenderung melakukan eksperimen dengan ide baru, simulasi, dan aplikasi praktis.

d. Accomodator (Akomodator)

(21)

32

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis akan melakukan penelitian mengenai klafisikasi gaya belajar kelas XI IPS 1 serta menganalisa kemampuan pemecahan masalah siswa untuk setiap gaya belajar berdasarkan gaya belajar Kolb.

B. Penelitian yang Relevan

Diantaranya penelitian yang relevan adalah sebagai berikut:

1. Zeni Rofiqoh (2015) dengan penelitian tentang “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas X dalam Pembelajaran Discovery Learning Berdasarkan Gaya Belajar Siswa” dengan diperoleh hasil 37,5% keberadaan

tipe gaya belajar konvergen, 25% divergen, 18,75% akomodator, dan 18,75% tipe belajar asimilator. Masing-masing tipe gaya belajar mampu memahami masalah dengan mengetahui apa yang diketahui dan ditanyakan pada masalah serta menjelaskan masalah dengan kalimat sendiri.

2. Tri Marginingsih (2012) dengan penelitian tentang “Hubungan Antara Gaya Belajar Model David Kolb dengan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas S SMA BAE Kudus Semester II Tahun Ajaran 2011/2012” dengan hasil

diperoleh 22 siswa dengan gaya belajar diverger, 16 siswa dengan gaya belajar akomodator, 15 siswa dengan gaya belajar konverger, dan 9 siswa dengan gaya belajar asimilator, serta hasil perhitungan hipotesis tidak terdapat hubungan yang positif signifikan antara gaya belajar model David Kolb dengan prestasi belajar matematika siswa kelas X SMA BAE Kudus.

3. Synthia Hotnida Halobo (2016) tentang “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa pada Model Pembelajaran Missouri

(22)

33

masalah siswa dengan gaya kognitif fielddependent berkategori baik pada tahap pemecahan masalah dan memeriksa kembali, berkategori cukup untuk tahap merencanakan penyelesaian, serta berkategori kurang pada tahap melaksanakan rencana penyelesaian, 2) kemampuan pemecahan masalah siswa dengan gaya koginitif field independet berkategori baik pada tahap memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian, serta berkategori cukup pada tahap memeriksa kembali, 3) kemampuan pemecahan masalah siswa dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project mencapai ketuntasan secara klasikal.

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah peneliti menganalisis kemampuan pemecahan masalah siswa kelas XI berdasarkan gaya belajar dalam pembelajaran Missouri Mathematics Projcet (MMP).

C. Kerangka Berpikir

(23)

34

Hal ini menjadi sebuah PR besar bagi dunia pendidikan matematika. Guru harus mengusahakan pembelajaran efektif yang menjadikan siswa sebagai problem

solver. Guru dapat membimbing siswa agar siswa mampu membangun

pengetahuan mereka sendiri, serta mencari pemecahan masalah. Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mencari pemecahan masalah adalah model Missouri Mathematics Project (MMP). Model pembelajaran

Missouri Mathematics Project merupakan suatu model pembelajaran yang

dirancang untuk membantu guru secara efektif menggunakan latihan-latihan agar guru dapat membantu meningkatkan pencapaian siswa dalam belajar. selain itu, pada model MMP banyaknya latihan membuat siswa terbiasa menyelesaikan beragam soal dan semakin terampil dalam memecahkan masalah matematika.

Kurangnya kemampuan pemecahan masalah juga dipengaruhi oleh faktor lain, salah satunya gaya belajar siswa. Setiap siswa tentu memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Sangatlah penting bagi guru untuk menganalisis dan mengetahui gaya belajar siswa yang menyebabkan kurangnya kemampuan pemecahan masalah siswa. Karena tipe gaya belajar yang berbeda dapat menyebabkan kemampuan pemecahan masalah matematika yang berbeda pula.

Kemampuan pemecahan masalah yang kurang serta perbedaan gaya belajar siswa perlu dikaji lebih lanjut. Dengan mengarahkan siswa pada pembelajaran

Missouri Mathematics Project serta tahap kemampuan pemecahan masalah Polya,

(24)

35

yang kurang jika setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Adapun alur kerangka berpikir disajikan dalam Gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Alur Kerangka Berpikir Kemampuan pemecahan

masalah matematika sebagian besar siswa masih kurang

Siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda menyebabkan kemampuan pemecahan masalah yang

berbeda

Analisis kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas XI

IPS 1 dalam model pembelajaran MMP

Analisis gaya belajar siswa kelas XI IPS 1

Gaya belajar Kolb KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIKA

Kemampuan Pemecahan Masalah Polya

Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas XI IPS 1 untuk Setiap Gaya Belajar menurut Kolb

(25)

36 D. Pertanyaan Penelitian

Inti dari pokok kajian penelitian ini dapat digambarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah klasifikasi gaya belajar siswa kelas XI IPS 1 di SMA Negeri 1 Imogiri para tahun pelajaran 2017/2018 berdasarkan gaya belajar Kolb? 2. Bagaimanakah mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah

Gambar

Gambar 2.1 Tahap Kemampuan Pemecahan Masalah Polya (Polya, 1973: 5)
Gambar 2.2 Alur Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

1. Kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika masih rendah karena siswa cenderung hanya menghapalkan rumus tanpa memahami konsep dan proses dalam menemukan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan mengenai kemampuan pemecahan masalah antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model

kemampuan malaksanakan rencana pemecahan masalah sangat baik, siswa dalam menuliskan jawaban pada tahap melaksanakan rencana mampu menyelesaikan dengan langkah-langkah yang

Untuk SR2 tidak semua indikator pengetahuan metakognisi pada setiap langkah pemecahan masalah terpenuhi, SR2 hanya mampu memenuhi indikator pengetahuan metakognisi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) dengan strategi Think Talk Write (TTW) terhadap kemampuan pemecahan

Sedangkan pada kelas indikator kemampuan berpikir kritis, dari 5 soal yang diberikan pada tahapan menginterpretasi sebesar 73,38% hal ini menunjukkan bahwa dalam

Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa dengan Gaya Kognitif Impulsif Subjek dengan gaya kognitif impulsif dalam menyelesaikan masalah tahap membaca masalah mampu memenuhi indikator

Jawaban siswa kemampuan pemecahan masalah rendah dalam menyelesaikan permasalahan 3 Dari penyelesaian soal tersebut dapat terlihat bahwa subjek 3 mampu untuk memahami masalah dengan