• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi Friesian Holstein. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari Belanda yaitu dari Provinsi North

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi Friesian Holstein. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari Belanda yaitu dari Provinsi North"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Sapi Friesian Holstein

Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari Belanda yaitu dari Provinsi North Holand dan West Friesland. Keunggulan sapi FH yaitu jinak, mudah menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan meskipun tidak tahan panas. Menurut Blakely dan Bade (1998), ciri-ciri sapi FH antara lain; warna bulu hitam dengan bercak-bercak putih, bulu ujung ekor berwarna putih, tanduknya pendek dan menjurus ke depan, ambing besar, kepala panjang sempit, sifat sapi betina cenderung lebih tenang dan jinak dibanding jantan, tidak tahan panas tetapi mudah beradaptasi dengan keadaan lingkungan. Sapi FH merupakan sapi perah terbesar di dunia dengan bobot standar betina 625-650 kg, dan jantan 900-1.000 kg.

Sapi FH yang dikembangkan di Indonesia dapat memproduksi susu 20 liter/hari, tetapi rata-rata produksinya hanya 10 liter/hari atau 3.050 kg susu untuk satu kali masa laktasi. Kadar lemak susu sapi FH berkisar antara 2,5-4,3%. Sapi jantan FH bisa mencapai bobot tubuh 1.000 kg, sedangkan bobot ideal sapi FH betina adalah 635 kg. Produksi susu sapi FH di Amerika lebih tinggi yakni mencapai lebih dari 7.000 kg dalam satu kali masa laktasi (Sudono et al., 2003).

Toelihere (1993) menyebutkan bahwa nilai S/C yang normal pada sapi

berkisar antara 1,6-2,0. Sementara itu, Bath et al. (1978) menyebutkan angka yang

lebih rendah yakni 1,3, tetapi bila disertai pertimbangan kematian fetus maka dapat mencapai 1,6. Masa kosong (days open) yang ideal bagi sapi perah adalah antara

(2)

90-5

105 hari dengan rata-rata 100 hari (Warwick dan Legates, 1979). Jarak beranak (calving interval) yang ideal pada sapi perah menurut Bath et al. (1978) adalah 12-13 bulan (12 bulan±15 hari). Dengan demikian sapi perah sebaiknya dikawinkan saat 60-90 hari setelah partus. Sapi FH memiliki sifat masak lambat (late maturity) yang mana sapi betina baru bisa dikawinkan pada umur antara 18-21 bulan.

Fisiologi Semen Sapi

Menurut Ismaya (2014), sperma (semen) terdiri dari sel sperma (spermatozoa) dan plasma sperma (seminal plasma). Sel sperma dihasilkan oleh tubulus seminiferus di testes sedangkan plasma sperma dihasilkan oleh kelenjar tambahan (accessory glands). Kelenjar tambahan terdiri dari kelenjar bulbourethralis, prostata dan vesikularis.

Toelihere (1979) menyebutkan bahwa komposisi plasma sperma pada semen sapi mencapai 90%, sedangkan bagian sel sperma hanya sekitar 10%. Komponen

semen berdasarkan sumbernya yaitu 5% dari epididimis dan vas deferens, 60% dari

kelenjar vesikularis, 20% dari kelenjar prostat dan 5% dari kelenjar bulbourethralis

(Hawker, 1984).

Fungsi plasma sperma yaitu sebagai penyanggah (buffer) dan sumber makanan sel sperma. Tekanan osmotik pada plasma sperma setara dengan 0,9% NaCl. Bahan sumber energi yang terdapat dalam plasma sperma yaitu fruktosa,

(3)

6

inorganik penting seperti sodium, chlorine, sedikit kalsium (Ca) dan magnesium

(Mg) (Ismaya, 2014).

Menurut Toelihere (1979), produksi sperma dan plasma semen oleh kelenjar-kelenjar kelamin dikontrol sepenuhnya oleh hormon. Pertumbuhan dan

perkembangan testes dipengaruhi oleh Folicel Stimulating Hormone (FSH) dan

Luteinizing Hormone (LH) yang dikendalikan dari hypofisa anterior. Testes memproduksi hormon testosteron yang kemudian mengontrol perkembangan dan sekresi kelenjar pelengkap.

Kapsul Gelatin Lunak

Menurut Ansel (1989), kapsul merupakan suatu bentuk sediaan padat, yang mana satu jenis bahan obat atau lebih dan atau bahan inert lainnya dikemas ke dalam cangkang yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai. Kapsul banyak digunakan sebagai cangkang antibiotik untuk pengobatan manusia dan hewan.

Gelatin merupakan campuran heterogen polipeptida yang diperoleh melalui hidrolisis parsial kolagen dari jaringan ikat hewan dengan perlakuan asam dan basa (GMIA, 2012). Gelatin digunakan sebagai istilah umum untuk campuran fraksi protein murni yang dihasilkan dengan hidrolisis parsial asam (tipe A) dan hidrolisis parsial basa (tipe B) dari bahan kolagen. Bahan kolagen bisa diperoleh dari tulang babi, kulit sapi, kulit babi, dan kulit ikan (Rowe et al., 2009).

Gelatin kaya akan kandungan asam amino glisin (Gly), prolin (Pro) dan 4-hydroksiprolin (4Hyd). Kandungan 4Hyd berpengaruh positif pada kekuatan gelatin. Demikian juga semakin tinggi kandungan asam amino, kekuatan gelatin semakin

(4)

7

baik. Menurut Agoes (2008), gelatin termasuk bahan yang sesuai untuk pembentukan cangkang kapsul karena edible dan larut, membentuk cangkang yang kuat, lapis tipis dan berubah dari bentuk larutan menjadi bentuk gel dan sedikit lebih tinggi dari suhu lingkungan. Gelatin segera larut dalam air pada suhu tubuh, dan tidak larut jika suhu

turun di bawah 30oC.

Kapsul gelatin lunak mempunyai cangkang yang terbuat dari gelatin ditambah bahan seperti gliserin atau alkohol polivalen dan sorbitol. Penambahan bahan-bahan ini bertujuan agar gelatin bersifat elastis seperti plastik. Kapsul gelatin lunak berbentuk elips dan bola.

Ansel (2005) mengemukakan kekurangan kapsul gelatin lunak yaitu mudah mengalami penguraian oleh mikroba bila kondisinya lembab atau ketika disimpan dalam larutan berair. Kode cangkang kapsul yang tersedia dibagi menjadi dua jenis berdasarkan objek penggunaannya yaitu untuk manusia; 000, 00, 0, 1, 2, 3, 4, 5 dan untuk hewan; 10, 11, 12 (Ditjen POM, 1995).

Faktor-Faktor Penentu Kualitas Semen

Menurut Ismaya (2014), kualitas sperma pada ternak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti genetik, umur pejantan, pakan, suhu lingkungan, frekuensi penampungan, libido, kondisi fisik, pengangkutan, besar skrotum dan kesehatan.

Genetik. Semen ternak sapi yang berbeda antar bangsa disebabkan oleh faktor genetika atau kebakaan. Karakteristik semen Sapi FH yaitu volume berkisar antara 5-8 ml, konsentrasi 500-2.000 juta/ml, pH sekitar 6,4-6,5-8, motilitas 40-47% dengan

(5)

8

normalitas 65-95% (Garner dan Hafez, 2008). Tingkat keasaman (pH) semen berkisar antara 6,2-7,8 (Ismaya, 2014).

Umur Pejantan. Umur pejantan berpengaruh terhadap kualitas semen. Hal ini karena faktor umur pejantan menentukan perkembangan testes sapi pejantan. Semakin tinggi umur pejantan, produksi hormon testosteron akan makin meningkat. Sapi jantan yang digunakan sebagai pejantan sebaiknya berumur 1,5-2,0 tahun (Ismaya, 2014).

Pakan. Pakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan sapi pejantan. Pertumbuhan dan perkembangan berkorelasi positif terhadap perkembangan organ reproduksi. Pakan dengan kualitas rendah menyebabkan

pertumbuhan menjadi lambat dan sehingga bisa menyebabkan atropi testes. Atropi

testes bisa menyebabkan penurunan produksi sperma. Pakan berkualitas rendah dapat juga menurunkan libido akibat produksi hormon testosteron yang rendah.

Suhu Lingkungan. Suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap reproduksi pejantan. Suhu lingkungan yang sangat tinggi atau rendah menyebabkan terganggunya fungsi skrotum sebagai termoregulator. Akibatnya suhu testes menjadi tidak ideal. Dengan demikian, terjadi gangguan pada proses spermatogenesis sehingga produksi dan produktivitas sperma menurun. Waktu siang yang panjang dapat menghambat produksi ICSH (Intertisial Cell Stimulating Hormone) sehingga menurunkan produksi sperma.

Frekuensi Penampungan. Penampungan semen sapi pejantan harus dibatasi. Pengaturan frekuensi penampungan dimaksudkan agar pejantan tidak mengalami kelelahan dan akibat lain seperti penurunan libido, volume sperma, dan konsentrasi

(6)

9

sperma. Almquist dan Hale (1956) dalam Ismaya (2014) melaporkan bahwa frekuensi ejakulasi berturut-turut sebanyak 20 kali dalam waktu 1,5-7,0 jam menurunkan volume semen dari 4,2 ml-2,1 ml antara ejakulasi pertama dan ejakulasi ke-20. Terjadi pula penurunan konsentrasi sperma dari 1.350 juta/ml-300 jut/ml. Menurut Foute (1969) dalam Toelihere (1993), frekuensi ejakulasi dalam seminggu yang tepat untuk mempertahankan libido dan kualitas semen adalah 4 ejakulasi dengan konsentrasi 30 milyar sel.

Libido. Libido pejantan dipengaruhi oleh genetik atau kebakaannya. Hal lain yang turut berpengaruh terhadap libido pejantan antara lain; kesehatan, kondisi lingkungan saat penampungan dan pergantian kolektor semen. Faktor eksternal yang turut mempengaruhi tingkat libido yaitu manajemen pemeliharaan pejantan dan kualitas pakan.

Ukuran Skrotum. Besar dan kecilnya ukuran skrotum berkorelasi positif terhadap libido dan produksi sperma. Besar skrotum menggambarkan ukuran dan berat testes. Karena itu, besar skrotum yang tampak dapat pula dijadikan dasar pendugaan produksi semen. Salah satu indikator dalam memilih sapi jantan yang akan digunakan sebagai pejantan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan ukuran dan berat skrotum.

Kesehatan Pejantan. Sapi pejantan harus bebas dari gangguan penyakit baik itu akibat gangguan mekanis, maupun genetis. Sapi jantan yang menderita kelainan

genetis seperti mengalami cryptorchidysmus (tertinggalnya testes di dalam rongga

(7)

10

Evaluasi Semen

1. Pemeriksaan Semen Segar

Pemeriksaan semen dilakukan untuk mengetahui kualitas semen secara objektif. Hasil pemeriksaan semen dipengaruhi oleh kualitas pejantan, kolektor semen, dan peralatan yang digunakan dalam penampungan dan pemeriksaan laboratorium. Parameter pengujian kualitas semen segar meliputi volume semen, warna, pH, konsistensi, motilitas, gerakan massa, konsentrasi sperma dan abnormalitas.

Volume Semen

Semen sapi dan domba memiliki volume yang rendah tetapi konsentrasinya tinggi sehingga tampak berwarna krem. Volume semen per ejakulat tergantung pada bangsa, umur, ukuran tubuh, pakan, frekuensi penampungan, dan faktor lain. Volume semen sapi berkisar antara 1,0-15,0 ml (Toelihere, 1993), dan 5,0-8,0 ml (Garner dan Hafez, 2008).

Ejakulasi yang sering pada pejantan mengakibatkan penurunan volume. Secara umum, volume semen pada ejakulat kedua lebih rendah bila dilakukan dua kali penampungan berturut-turut. Rata-rata volume ejakulat akan tinggi bila dilakukan prestimulasi secara cukup sebelum penampungan.

(8)

11

Warna Semen

Warna semen normal pada sapi adalah krem keputih-putihan dan keruh. Tingkat kekeruhan semen bergantung pada konsentrasi sperma. Sekitar 10% sapi pejantan menghasilkan semen yang normal berwarna kekuning-kuningan. Warna kuning disebabkan oleh pigmen riboflavin yang bersumber dari satu gen autosomal resesif. Warna yang timbul karena pigmen ini tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat fertilitas sperma (Waluyo, 2014).

Semen yang berwarna hijau kekuning-kuningan saat dibiarkan pada suhu

ruang mengindikasikan adanya infeksi kuman pseudomonas aeruginosa. Kondisi

semen yang berbentuk gumpalan, bekuan dan kepingan, mengindikasikan adanya nanah pada kelenjar-kelenjar pelengkap. Semen yang berwarna merah gelap hingga merah terang mengindikasikan adanya darah segar yang berasal dari saluran kelamin urethra atau penis. Sedangkan semen yang berwarna kecoklatan kemungkinan telah mengalami dekomposisi atau tercampur dengan feses.

Derajat Keasaman (pH)

Viabilitas sperma sangat dipengaruhi oleh derajat atau tingkat keasaman (pH). Perubahan pH disebabkan oleh metabolisme sperma dalam kondisi anaerob yang menghasilkan asam laktat. Semakin tinggi kandungan asam laktat dalam sperma, pH akan semakin turun.

Kadar pH semen sapi pada kondisi netral berkisar antara 6,0-7,0 (Waluyo, 2014), 6,4-7,8 (Hafez, 1993), 6,8 (Rizal dan Herdis, 2008), 6,2-7,5 (Toelihere, 1993), 6,4-6,8 (Garner dan Hafez, 2008) dan 6,2-7,8 (Ismaya, 2014). Kadar pH sangat

(9)

12

mempengaruhi daya hidup sperma. Tingkat pH 7,0 banyak ditemukan pada pejantan yang terlalu sering ditampung, ejakulasi tidak sempurna, dan kondisi patologik pada kelenjar-kelenjar pelengkap dan pendarahan.

Konsistensi Semen

Secara umum semen sapi berwarna krem keputih-putihan. Derajat kekeruhan atau kekentalan tergantung pada tingkat konsentrasi sperma dalam semen. Konsistensi semen menurut Waluyo (2014) dibagi menjadi tiga yaitu kental, sedang dan encer. Perkiraan konsentrasi semen pada konsistensi kental; sekitar >1.000 juta/ml, konsistensi sedang; sekitar 600-800 juta/ml dan konsistensi encer; sekitar 200-500 juta/ml.

Motilitas Spermatozoa

Motilitas individu adalah gerakan sel sperma progresif dan aktif maju ke depan. Motilitas dilihat sebagai ukuran kesanggupan sperma dalam membuahi ovum. Gerakan sperma yang berputar-putar di tempat mengindikasikan umur semen yang tua. Sedangkan gerakan melingkar dan maju mundur mengindikasikan sperma terkena cold shock atau media pengencer yang tidak isotonik.

Menurut Garner dan Hafez (2008), motilitas sperma sapi perah berkisar pada 40-47%, 40-75% (Hafez, 1993), dan 65% (Hafs et al., 1959) dalam Toelihere (1993). Menurut Toelihere (1993), persentase motilitas sperma <40% menunjukkan nilai semen yang kurang baik dan berhubungan dengan infertilitas karena kebanyakan pejantan fertil mempunyai 50-80% spermatozoa yang motil aktif progresif. Semen

(10)

13

dengan persentase motilitas >70% lebih tahan hidup dibandingkan bila <70% (Susilawati, 2000). SNI 4869.1:2008 mensyaratkan standar minimal persentase motilitas semen yang layak digunakan untuk IB yakni 40%.

Pengamatan motilitas sperma dapat dilakukan dengan pemeriksaan di bawah mikroskop dengan pembesaran 45 x 10. Menurut Ismaya (2014), penilaian motilitas dilakukan pada skala 0-5. Penentuan skala semen didasarkan pada daya gerak sperma yang teramati. Skala penilaian 5; gerakan sperma sangat progresif dan cepat, menunjukkan persentase motil 100%, skala 4; gerakan progresif dan cepat membentuk gelombang, menunjukkan persentase motil 90%, skala 3; bergerak progresif dan menghasilkan gerakan massa, menunjukkan persentase 50-80, skala 2; gerakan berayun dan melingkar, tidak ada gelombang, menunjukkan persentase kurang dari 50%, skala 1; gerakan sperma berputar di tempat, skala 0; sperma tidak bergerak (imotil).

Gerakan Massa

Menurut Waluyo (2014), gerakan massa menandakan motilitas dan konsentrasi sperma. Sperma dalam suatu kelompok cenderung bergerak ke suatu arah. Pergerakan sperma yang menyerupai gelombang-gelombang tebal atau tipis dengan pergerakan yang cepat atau lambat dipengaruhi oleh konsentrasi sperma. Semakin tinggi konsentrasi sperma, gelombang sperma akan makin tebal dan pekat dengan pergerakan makin cepat. Syarat minimal gerakan massa sperma yang layak digunakan untuk IB sesuai SNI 4869.1:2008 adalah ++.

(11)

14

Penilaian gerakan massa dapat dilakukan pada pemeriksaan di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10. Menurut Ismaya (2014), penilaian gerakan massa dibedakan menjadi empat yaitu; sangat baik (+++) ditandai dengan adanya gelombang besar, banyak, gelap, tebal dan aktif menyerupai awan hitam dan pergerakannya cepat. Keadaan tersebut diperkirakan mengandung 80-100% sel sperma motil progresif. Baik (++); tampak seperti gelombang-gelombang kecil, tipis, jarang, kurang jelas dan pergerakannya lamban. Diperkirakan mengandung 60-79% sel sperma motil. Cukup (+); tidak tampak gelombang, hanya tampak gerakan individual yang aktif. Diperkirakan mengandung 30-59% sel sperma motil. Buruk (0); tidak tampak gelombang. Diperkirakan mengandung <30% sel sperma motil.

Konsentrasi Spermatozoa

Konsentrasi sperma pada setiap volume semen merupakan salah satu bagian penting dalam menilai kualitas semen sapi. Tingkat konsentrasi sperma menjadi dasar dalam menghitung dan menentukan jumlah pengencer semen. Penentuan konsentrasi sperma pada semen hasil penampungan bisa dilakukan dengan berbagai metode. Konsentrasi sperma pada semen sapi berkisar antara 800-2.000 juta/ml (Hafez, 1993), 300-2.500 juta/ml (Toelihere, 1993) dan lebih dari 1.000 juta/ml (Susilawati, 2000).

Toelihere (1993) menyebutkan beberapa metode penentuan konsentrasi sperma yakni dengan menghitung jarak antar kepala sperma, penghitungan dengan haemocytometer, penghitungan dengan kolorimeter fotoelektrik, penghitungan secara elektronik dan pewarnaan diferensial. Dari metode-metode tersebut, metode yang

(12)

15

paling sering digunakan karena kemudahan dan kepraktisannya adalah metode penghitungan jarak antar kepala sperma.

Viabilitas Spermatozoa

Menurut Ihsan (2008), viabilitas sperma dipengaruhi oleh keutuhan membran sperma. Rusaknya membran sperma dapat menyebabkan terganggunya proses metabolisme intraseluler sehingga sperma melemah dan terjadi kematian. Lopes (2012) menyebut batas kisaran nilai viabilitas sperma yang masih bisa diproses berkisar pada 50-69%.

Pengamatan dan pengujian viabilitas sperma penting dilakukan untuk mengetahui jumlah sel hidup. Perbedaan afinitas zat warna antara sel-sel sperma yang mati dan yang hidup digunakan untuk menghitung jumlah sperma yang hidup secara objektif. Sperma hidup ditandai dengan kepala berwarna putih atau bening sedangkan sperma mati, kepala berwarna merah karena menyerap zat pewarna.

Abnormalitas Spermatozoa

Abnormalitas sperma merupakan penyimpangan bentuk atau morfologi dari sperma normal. Persentase abnormalitas sperma sapi yang baik tidak lebih dari 20%. Abnormalitas sperma dibagi menjadi dua bagian penting yaitu abnormal primer dan abnormal sekunder. Tingkat abnormalitas sperma sekitar 30-35% mengindikasikan bahwa sapi pejantan tersebut tidak subur atau infertil (Toelihere, 1993).

Ismaya (2014) menyebutkan bahwa abnormalitas primer merupakan bentuk tidak normal pada sperma akibat gangguan pada testikuler (tubulus seminiferus).

(13)

16

Sedangkan abnormalitas sekunder adalah bentuk tidak normal pada sperma akibat

kurang matangnya sperma di dalam epydidimis. Abnormalitas sekunder dapat juga

disebabkan oleh efek pendinginan dan pemanasan.

Bentuk-bentuk sperma yang termasuk abnormal primer yaitu kepala kecil, kepala besar, kepala dua, ekor dua, kepala pyriformis, adanya pertautan abaxial, dan bagian tengah dan ekor sperma dalam posisi melingkar. Bentuk-bentuk sperma yang mengalami abnormal sekunder yaitu kepala dan ekor terputus, bagian tengah saling membelit dan immature.

2. Pengenceran Semen

Pengenceran semen dilakukan untuk tujuan preservasi atau pengawetan. Preservasi yang baik dan tepat bisa memperpanjang umur simpan semen, mempertahankan kualitas semen dan memudahkan dalam distribusi semen. Untuk menjamin komponen fisik dan kimia semen, pemilihan dan penggunaan bahan pengencer perlu dilakukan dengan teliti.

Fungsi dan Syarat Pengencer

Menurut Toelihere (1979), pengencer semen berfungsi menyediakan zat

makanan sebagai sumber energi bagi sperma, melindungi sperma dari cold shock,

menyediakan bahan penyanggah (buffer), mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit, mencegah pertumbuhan kuman dan memperbanyak volume semen.

Syarat-syarat pengencer menurut Toelihere (1979) yakni; murah, sederhana dan praktis dalam pembuatan, mengandung unsur fisik dan kimiawi yang menyerupai

(14)

17

semen, tidak bersifat toksik terhadap semen dan organ reproduksi betina, dapat mempertahankan dan tidak membatasi fertilitas sperma dan memungkinkan penilaian sperma setelah pengenceran.

Jenis-Jenis Pengencer

Menurut Ismaya (2014), jenis-jenis pengencer yang sering digunakan dalam pengenceran semen yaitu; sitrat-kuning telur, fosfat-kuning telur, susu skim atau susu

segar, Tris (hydroxymethyl) aminomethane, air kelapa-madu dan NaCl fisiologis.

Bahan pengencer lain yang dilaporkan Toelihere (1993) yaitu Illini Variable

Temperatur (IVT), Cornell University Extender (CUE), air kelapa-kuning telur. Modifikasi bahan pengencer semen yang dilaporkan antara lain; sitrat-kuning telur dan sari buah tomat (Rosmaidar et al., 2013), Tris-aminomethane dan β-karoten (Rizal, 2005), senyawa antioksidan Vitamin C pada semen beku sapi (Beconi et al.,

1993), Vitamin C pada semen beku kelinci (Yousef et al., 2003), Vitamin E dan

Butylated hydroxytoluene (BHT) pada semen beku domba St. Croix (Feradis, 1999).

Kadar Pengenceran

Penentuan kadar pengenceran bertujuan memperbanyak volume semen dan menjamin tiap volume semen yang akan digunakan dalam inseminasi ternak betina mengandung cukup sperma. Dengan demikian diharapkan terjadi fertilisasi pada induk sapi yang diinseminasi. Kadar pengenceran semen tergantung pada volume ejakulat, konsentrasi sperma, persentase viabilitas dan persentase motil progresif (Toelihere, 1993).

(15)

18

Penentuan kadar pengencer dilakukan setelah pemeriksaan semen segar secara makroskopis dan mikroskopis untuk mengetahui kualitas semen. Rizal dan Herdis (2008) merekomendasikan rumus yang dapat digunakan untuk menghitung kadar pengenceran semen yaitu;

JP (ml) = (VS x PSM x KS x VK) - VS DI

Keterangan

JP : Jumlah Pengencer (ml)

VS : Volume Semen (ml)

PSM : Persentase Sperma Motil (%)

KS : Konsentrasi Sperma (juta/ml)

VK : Volume Kemasan (ml)

DI : Dosis Inseminasi (Jumlah konsentrasi yang diinginkan dalam tiap IB)

Pengemasan Semen

Pengemasan semen ke dalam kapsul dapat dilakukan menggunakan mesin dan secara manual. Ukuran kapsul untuk manusia dan hewan berbeda-beda. Kode kapsul yang tersedia dibagi menjadi dua jenis berdasarkan objek penggunaannya yaitu untuk manusia dengan kode 000, 00, 0, 1, 2, 3, 4, 5 dan untuk hewan 10, 11, 12 (Ditjen POM, 1995). Kode kapsul dan volume sesuai masing-masing kode dapat dilihat pada tabel 1.

Penyimpanan kapsul di tempat yang lembab akan menyebabkan kapsul menjadi lunak dan lengket serta sukar dibuka. Hal ini disebabkan karena kapsul menyerap air dari udara yang lembab. Sedangkan jika kapsul disimpan pada wadah yang terlalu kering, maka kapsul akan kehilangan air dan cangkangnya menjadi rapuh

(16)

19

dan mudah pecah. Karena itu kapsul disimpan pada ruangan dan wadah yang kelembabannya sedang, tidak terlalu kering, dan disimpan dalam botol kaca atau botol plastik yang tertutup rapat dan diberi pengering atau silika (Ditjen POM, 1995).

Tabel 1. Kode dan Volume Kapsul.

Kapsul Untuk Manusia Kapsul Untuk Hewan

Kode Volume (ml) Kode Volume (ml)

000 1,36 10 30 00 0,95 11 15 0 0,67 12 7,5 1 0,50 2 0,37 3 0,30 4 0,21 5 0,12

Sumber: Ansel, 1989 dan Ditjen POM, 1995.

Penyimpanan Semen

Ditjen POM (1995) melaporkan bahwa kandungan air pada cangkang kapsul gelatin lunak sekitar 10-15% dan 12-16% (Syamsuni, 2006). Jika disimpan di tempat yang lembab, kapsul akan menjadi lunak dan melengket satu sama lain serta sulit dibuka sebab kapsul menyerap air dari udara yang lembab. Sebaliknya, jika disimpan di tempat yang terlalu kering, kapsul akan kehilangan air sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah.

Syamsuni (2006) menyebutkan bahwa penyimpanan kapsul sebaiknya pada ruang atau wadah yang tidak terlalu lembab atau dingin dan kering, wadah penyimpanan terbuat dari botol gelas, tertutup rapat, dan diberi bahan pengering

(17)

20

(silika gel) atau wadah penyimpanan terbuat dari aluminium-foil dalam blister atau strip.

Semen cair pada umumnya disimpan dalam lemari es dengan suhu 3-5oC.

Iswari (2002) melaporkan bahwa semen cair domba garut dengan pengencer Tris

yang disimpan pada suhu 22oC hanya bertahan selama 24 jam. Sementara itu,

penyimpanan semen cair domba garut dalam lemari es pada suhu 3-5oC dengan

pengencer Tris dan susu skim (Kusno, 2000; Arisandy, 2003; Sugianto, 2003; Kristanto, 2004; Ikhsanudin, 2002) dan pengencer Andromed (Rizal dan Herdis, 2008), dapat bertahan selama 3-5 hari dengan persentase motilitas >40%. Affhandy et al. (2007) melaporkan bahwa semen cair sapi dengan pengencer tris-kuning telur

yang dikemas dalam straw dan disimpan dalam cooler bersuhu 5oC mampu bertahan

Gambar

Tabel 1. Kode dan Volume Kapsul.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Total

Hasil penelitian yang dilakukan Jesi Indriani (2017) menyatakan bahwa City Branding “Purwakarta istimewa” mempunyai pengaruh terhadap City Image dan keputusan berkunjung

1. Ketekunan pengamatan akan dilakukan dengan cara peneliti mengadakan pengamatan secara teliti, rinci dan terus menerus selama proses penelitian di MI Miftahul

Hal ini dapat di maklumi mengingat pelabuhan Bima selain sebagai jembatan penghubung antara wilayah Barat Nusantara (Malaka, Jawa), wilayah Utara (Kalimantan,.. Makassar)

Berikut ini adalah code dari file hal1.php, hal2.php, dan hal3.php sehingga dapat menampilkan nama user yang telah disimpan dalam session.. Misalkan terdapat lebih dari satu

Menurut Sangadji (2016) step dalam model pembelajaran group investigation adalah pemilihan topik, rencana dalam proses pembelajaran, implementasi, analisis dan

gambut di daerah penelitian yang dibuat berdasarkan penggunaan lahan, karakteristik fisik gambut, dan karakteristik sosial ekonomi masyarakat, sehingga dapat dijadikan landasan

Fungsi media tersebut dalam mengembangkan kompetensi peserta didik pada aspek tarikh dan kebudayaan Islam adalah memudahkan peserta didik dalam memahami materi