• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Salah satu hal yang penting bagi suatu organisasi adalah komunikasi. Dengan adanya komunikasi yang baik, suatu organisasi dapat berjalan lancar dan berhasil dan begitu pula sebaliknya. Kurangnya atau tidak adanya komunikasi, organisasi dapat macet atau berantakan. Karena pentingnya komunikasi dalam organisasi maka perlu menjadi perhatian pengelola agar dapat membantu dalam pelaksanaan tugasnya. Komunikasi yang efektif penting bagi semua organisasi. Oleh karena itu, para pimpinan organisasi dan para komunikator dalam organisasi perlu memahami dan menyempurnakan kemampuan komunikasi mereka. Komunikasi dalam organisasi atau disebut dengan komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah (dalam Muhammad, 2009).

Komunikasi juga berhubungan erat dengan budaya. Hubungan antara komunikasi dan budaya dapat diibaratkan seperti sekeping mata uang logam, artinya jika sekeping mata uang logam dilempar maka yang akan tampak kalau tidak gambar atau angka. Kata budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pikiran, akal budi atau adat-istiadat. Hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: komunikasi mempengaruhi budaya, artinya jika bukan karena kemampuan manusia untuk berkomunikasi (menciptakan bahasa simbolik) tidak dapat dikembangkan pengetahuan, makna, simbol, nilai-nilai, aturan dan tata upacara yang memberikan batasan dan bentuk pada hubungan-hubungan. Melalui komunikasi kita dapat mewariskan unsur-unsur kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya serta dari satu tempat ke tempat lain. Budaya mempengaruhi komunikasi, artinya komunikasi merupakan sarana yang dapat menjadikan individu sadar akan dan menyesuaikan diri dengan subbudaya-subbudaya atau kebudayaan asing yang dihadapinya.

Begitu pula halnya dengan komunikasi organisasi yang berhubungan erat dengan budaya organisas yang mewarnai setiap proses yang terjadi di dalam organisasi dan merupakan pedoman untuk memperjelas langkah organisasi dalam mencapai tujuannya. Budaya organisasi ini pula yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi lainnya. Untuk bisa mewujudkan tujuan, setiap anggotanya wajib berperilaku dan menjunjung tinggi budaya organisasi.

(2)

Pacanowsky dan O’Donnell Trujillo (dalam Turner, 2008: 317) berpendapat budaya adalah cara hidup di dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi mencakup iklim atau atmosfer emosional dan psikologis. Hal ini mungkin mencakup semangat kerja karyawan, sikap dan tingkat produktivitas. Budaya organisasi juga mencakup semua simbol (tindakan, rutinitas, percakapan dan seterusnya) dan makna-makna yang dilekatkan orang pada simbol-simbol ini. Simbol merupakan representasi untuk makna. Anggota-anggota organisasi menciptakan, menggunakan dan menginterpretasikan simbol setiap harinya. Simbol-simbol mencakup komunikasi verbal dan nonverbal di dalam organisasi. Sering kali, simbol-simbol ini mengomunikasikan nilai-nilai organisasi. Sejauh mana simbol-simbol ini efektif, bergantung tidak hanya pada media tetapi pada bagaimana anggota organisasi mempraktikkannya (dalam Turner, 2008: 320). Budaya organisasi berada di dua level. Di permukaan adalah benda-benda kasat mata dan perilaku yang bisa diteliti, yakni cara-cara orang bertindak dan memakai baju dan simbol-simbol, cerita-cerita, dan upacara-upacara yang dilakukan para anggotanya. Unsur-unsur budaya yang bisa dilihat mencerminkan beberapa nilai yang lebih dalam di benak para anggota organisasi. Beberapa proses nilai, asumsi, keyakinan, dan pemikiran adalah budaya yang sebenarnya. Untuk mengidentifikasikan dan mengartikan isi budaya, orang-orang membutuhkan kesimpulan berdasarkan benda-benda kasat mata. Upacara pemberian penghargaan dalam perusahaan atau organisasi mungkin mempunyai arti yang berbeda bagi perusahaan lain. Beberapa aspek budaya khusus dan penting yang bisa diteliti adalah tatacara dan upacara, cerita-cerita, simbol-simbol, dan bahasa.

1. Tatacara dan upacara. Peralatan budaya yang penting adalah tatacara dan upacara-upacara, yaitu beberapa kegiatan terencana yang mencakup peristiwa penting dan yang sering menunjukkan keuntungan yang didapat. Empat tipe tatacara yang muncul dalam organisasi yakni: alur tatacara ini mendukung peralihan pekerja memasuki peranan sosial baru, perbaikan tatacara menciptakan identitas sosial yang lebih kuat dan meningkatkan status para pekerja, pembaharuan tatacara mencerminkan aktivitas pelatihan dan pengembangan yang memperbaiki fungsi organisasi, serta integrasi tatacara menciptakan ikatan umum dan perasaan wajar di antara para pekerja dan memperkuat komitmen bagi organisasi.

2. Cerita-cerita. Cerita-cerita adalah narasi berdasarkan kejadian yang sebenarnya yang secara teratur dibahas di antara para pekerja organisasi dan diceritakan kepada para pegawai baru untuk menginformasikan mereka tentang organisasi.

3. Simbol-simbol. Alat lain untuk mengartikan budaya adalah simbol. Simbol adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain. Di satu sisi, upacara-upacara, cerita-cerita, slogan-slogan dan tatacara-tatacara merupakan simbol. Mereka adalah simbol nilai yang lebih mendalam tentang organisasi. Simbol lain adalah benda-benda koleksi organisasi. Simbol-simbol fisik ini memiliki kekuatan karena mereka memusatkan perhatian pada hal tertentu.

4. Bahasa. Teknik akhir untuk mempengaruhi budaya adalah bahasa. Banyak perusahaan menggunakan perkataan khusus, slogan, metafora, atau bentuk bahasa lain untuk meyakinkan arti khusus bagi para pekerja (dalam Ndraha, 2005).

(3)

Mengingat bahwa budaya ada di dua level yaitu nilai-nilai dan asumsi-asumsi mendasar dan benda-benda tampak mata serta perilaku yang bisa diteliti. Slogan-slogan, simbol-simbol, dan upacara-upacara hanya menggambarkan benda-benda kasat mata yang mencerminkan nilai-nilai mendasar perusahaan. Benda-benda tampak mata dan perilaku-perilaku ini bisa dimanfaatkan para manajer untuk membentuk nilai-nilai perusahaan dan memperkuat budaya organisasinya (Ndraha, 2005).

Budaya organisasi yang kuat bisa mempunyai dampak pada kinerja perusahaan. Kekuatan budaya menunjukkan tingkat persetujuan di antara para anggota organisasi tentang pentingnya beberapa nilai khusus. Jika pentingnya nilai-nilai tersebut telah menjadi konsensus yang tersebar luas, maka budayanya terpadu dan kuat; jika ada kesepakatan yang minim, maka budayanya melemah. Budaya yang kuat secara khusus berhubungan dengan penggunaan upacara-upacara, simbol-simbol, cerita-cerita, para pahlawan, dan slogan-slogan. Beberapa unsur ini meningkatkan komitmen pegawai terhadap nilai-nilai dan strategi perusahaan. Lagipula, para manajer ingin menciptakan dan melestarikan budaya-budaya perusahaan yang kuat sering memberikan penekanan dalam seleksi dan sosialisasi para pegawainya. Dengan demikian, melalui pemaparan di atas dapat ditarik sebuah logika berpikir bahwa budaya organisasi yang kuat berhubungan erat dengan simbol budaya organisasi yang dibuat, dipahami dan diinterpretasikan dalam organisasi tersebut. Jika simbol budayanya kuat, maka budaya organisasinya juga akan kuat dan kemudian menciptakan efektivitas organisasi tersebut.

Menurut Steers, pada umumnya efektivitas hanya dikaitkan dengan tujuan organisasi, yaitu laba, yang cenderung mengabaikan aspek terpenting dari keseluruhan prosesnya, yaitu sumber daya manusia (dalam Sutrisno, 2010: 123). Sedangkan menurut Denison, budaya organisasi berpengaruh terhadap efektivitas perusahaan, terutama karena dalam budaya organisasi ada ketelibatan, konsistensi, adaptasi, dan kejelasan misi. Budaya organisasi yang kuat atau kukuh sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu organisasi. Ada tiga alasan mengapa budaya organisasi yang kuat itu menimbulkan keberhasilan perusahaan. Pertama, dalam suatu perusahaan yang budayanya kuat para karyawannya secara keseluruhan sadar terhadap pencapaian tujuan perusahaan yang harus mereka lakukan dengan pekerjaan masing-masing, meskipun dalam bentuk spesialisasipun. Kedua, dalam suatu perusahaan yang budayanya kuat para karyawan merasa senang bekerja di perusahaan itu, dan membuat mereka setia kepada perusahaan. Ketiga, dalam suatu perusahaan yang budayanya kuat terdapat struktur dan kontrol longgar tanpa terikat pada birokrasi formal yang dapat merusak motivasi dan inovasi (dalam

(4)

Sutrisno, 2010:157 dan 160). Sebaliknya budaya organisasi yang lemah memiliki dapat menyebabkan mudah terbentuk kelompok-kelompok yang bertentangan satu sama lain, kesetiaan kepada kelompok melebihi kesetiaan kepada organisasi, serta anggota organisasi tidak segan-segan mengorbankan kepentingan organisasi untuk kepentingan kelompok atau kepentingan diri sendiri (Robbins, 1996). Hal ini jelas bertolakbelakang dengan cara untuk menciptakan efektivitas organisasi. Artinya jika budaya organisasi pada organisasi lemah, maka organisasi tersebut tidak akan berhasil atau efektif. Para manajer bertanggungjawab dalam penggunaan sumber daya organisasi dengan cara memaksimalkan kemampuannya menciptakan keuntungan, penting untuk memahami cara mereka menilai efektivitas organisasinya. Suatu organisasi dikatakan efektif jika (1) mengamankan skill dan sumber daya langka dari luar; (2) secara kreatif mengkoordinasikan sumber daya dengan skill karyawan untuk menemukan produk dan berselaras dengan perubahan kebutuhan konsumen (pendekatan sistem-sistem internal); dan (3) secara efisien mengubah skill dan sumber daya menjadi barang dan jasa. Organisasi yang efektif adalah organisasi yang mendesain struktur dan kulturnya dalam memenuhi kebutuhan para pengelola sehingga mendapat keuntungan kompetitif dan bertahan. Hingga, keefektivan suatu organisasi akan membuat organisasi tersebut berumur panjang dan memiliki eksistensi dibanding organisasi lainnya (dalam Nurhasanah, 2005: 26 dan 30). Selain itu, organisasi tersebut akan menjadi sebuah organisasi yang memiliki kredibilitas di masyarakat pada umumnya dan relasi mereka khususnya.

Organisasi merupakan birokrasi. Sekecil apapun organisasi harus memiliki birokrasi atau pedoman atau budaya organisasi. Sayangnya hanya organisasi besar, profesional dan komersial yang memiliki budaya organisasi serta simbolnya. Mereka pasti tak mau sembarangan menjalankan organisasinya. Hal ini karena organisasi mereka bicara tentang untung dan rugi. Namun berbeda halnya dengan organisasi kecil atau nonprofesional seperti organisasi kampus. Mereka jarang sekali memiliki budaya organisasi serta simbol yang tegas. Mereka ada dan berjalan seadanya. Berkumpul dan membentuk organisasi hanya atas dasar kesamaan minat.

Tapi tak begitu dengan sebuah organisasi di Universitas Sumatera Utara (USU) bernama Pers Mahasiswa SUARA USU. Ia adalah salah satu unit kegiatan mahasiswa di USU yang dibawahi Pembantu Rektor III. SUARA USU berdiri pada 1 Juli 1995 dan sampai saat ini merupakan satu-satunya Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang mengelola bidang penerbitan dan pers di tingkat universitas. Sebagai salah satu UKM, SUARA USU mendapatkan subsidi dana dari universitas. Pers Mahasiswa SUARA USU memiliki tiga unit bagian, yaitu Redaksi, Perusahaan, dan Penelitian dan Pengembangan. Masing-masing bagian tersebut bekerja sama

(5)

untuk meningkatkan mutu dari produk yang dihasilkan (www.suarausu.co). SUARA USU menerapkan budaya organisasi semi profesinal. Artinya tiap anggotanya bekerja secara profesional seperti layaknya bekerja di perusahaan profesional. Mereka harus mengabdi dan menomorsatukan SUARA USU dibanding kegiatan atau organisasi lain. SUARA USU hanya memberi tiga dispensasi yakni urusan akademis, sakit dan urusan keluarga yang sangat penting. Di luar ketiga hal tersebut, anggotanya tak boleh mangkir dari kewajiban. Bedanya mereka tak menerima gaji. Tiap anggotanya bekerja berdasarkan rasa cinta terhadap organisasi. SUARA USU tak pernah mengubah budaya organisasinya demi anggota. Jika mereka tak sanggup, maka akan ada sanksi atau bahkan seleksi alam yang berlaku. Singkatnya, SUARA USU memegang teguh dan menjalankan dengan tegas budaya organisasi. Pun diikuti oleh simbol budaya organisasi yang dianut. Salah satu contoh simbol budaya organisasi yang wajib diikuti tiap anggota adalah rapat harian setiap hari Rabu mulai pukul 15.00 WIB dan hari Sabtu mulai pukul 14.00 WIB. Jika anggota tidak hadir tanpa alasan atau alpa tiga kali berturut-turut maka akan langsung dijatuhkan surat peringatan. Anggota dianggap alpa jika tidak hadir di luar tiga hal yang didispensasi. Selain itu, SUARA USU juga memiliki logo yang selalu ada di produknya. Apapun tema yang diangkat serta bagaimanapun desain sampul tabloid dan majalah yang mereka terbitkan, desain logo SUARA USU tak akan pernah diganti. Bahkan tingkat kontras warna logo turut menjadi perhatian. Jika ada perubahan warna sedikit saja, maka akan menjadi bahan evaluasi. Berbeda halnya jika dibandingkan dengan majalah Tempo yang fleksibel saja mengganti warna logo mereka sesuai dengan desain sampul majalahnya. Prinsip ini jelas menjadi faktor utama penentu efektivitas SUARA USU. Menurut pengamatan sementara peneliti, Pers Mahasiswa SUARA USU sejauh ini terlihat bisa mempertahankan eksistensinya. Dilihat dari usianya yang menginjak 18 tahun dengan kondisi keanggotaan, keuangan, kualitas produk yang fluktuatif. SUARA USU tetap mampu terus ada, menghasilkan produk yang sama walau dengan kondisi keanggotaan yang ‘gemuk’ dan dapat terus mencetak produk dan melakukan kegiatan-kegiatan walau kestabilan keuangan mereka naik-turun.

Bergabung dalam organisasi menjadi salah satu cara manusia memenuhi hakikatnya sebagai makhluk sosial, yang membutuhkan orang lain untuk dapat bertahan hidup. Banyak pula alasan lain yang melatarbelakangi seseorang memilih organisasi. Mulai dari sekedar mencari teman, pengalaman, link dan lain-lain. Max Weber mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem kegiatan interpersonal bertujuan yang dirancang untuk mengkoordinasikan tugas individu. Organisasi memiliki sistem yang mengatur yaitu birokrasi (dalam Morrisan, 2009: 28). Maka organisasi adalah kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan

(6)

yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Oleh karena itu, organisasi haruslah diisi oleh orang-orang yang memiliki tujuan yang sama terhadap organisasi tersebut.

Pemaparan mengenai pentingnya budaya dan simbol organisasi serta keteguhan SUARA USU mempertahankan budaya dan simbol organisasinya menjadi menarik untuk membuktikan asumsi di atas serta melihat pembuktian tentangnya pentingnya simbol budaya organisasi dan pengaruhnya terhadap keefektivan SUARA USU sendiri. Serta bagaimana mereka menciptakan efektivitas organisasi dengan menerapkan simbol budaya organisasi tersebut.

1.2 Fokus Masalah

Fokus Masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicari jawabannya. Dapat juga dinyatakan bahwa perumusan masalah merupakan pernyataan yang lengkap dan terinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah (Pohan, dkk, 2012: 10).

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana penerapan simbol-simbol budaya organisasi Pers Mahasiswa SUARA USU terhadap efektivitas organisasi tersebut?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui simbol-simbol budaya organisasi yang terdapat di Pers Mahasiswa SUARA USU.

2. Untuk mengetahui tingkat keefektifan penerapan simbol-simbol budaya organisasi yang terdapat di Pers Mahasiswa SUARA USU.

3. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas organisasi Pers Mahasiswa SUARA USU dengan penerapan simbol-simbol budaya organisasi tersebut.

(7)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan berguna dalam memperluas khazanah pengetahuan peneliti dalam bidang komunikasi organisasi, khususnya dalam mengetahui pengaruh penerapan budaya organisasi serta simbol-simbolnya dalam sebuah organisasi. 2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya penelitian

tentang organisasi di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

3. Sebagai arsip yang bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi, terutama yang fokus pada organisasi atau mengambil program studi hubungan masyarakat.

4. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada Pers Mahasiswa SUARA USU khususnya, dan organisasi-organisasi yang ada di USU pada umumnya tentang pengaruh budaya organisasi.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal praktis penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan di bidang pengembangan kepariwisataan yang

Maka dari pada itu, adanya ukuran kebijakan yang maksimal, sumber daya manusia yang kompeten, komunikasi yang baik yang merupakan bagian dari turunan dari dimensi

menggunakan panduan dari buku-buku praktek gitar dan beberapa referensi yang sesuai dengan masalah tersebut sehingga pada akhirnya hasil dari penelitian ini

Mengacu pada tema kegiatan Konstruksi Indonesia dari BP Konstruksi Kementerian PU tahun 2011, maka sub tema dari Kegiatan Lomba Karya Tulis Konstruksi Indonesia 2011 ini adalah :

Cibeyawak 6.48 Cipondok S.Cipasanggrahan 5.46 Cipasaparan Cipondok 1.39 Cisero S.

Oleh karena soal pretest dan posttest yang digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini seluruhnya berjenjang kemampuan kognitif C4 (analisis), dengan level analisis

Redesain bangunan Polres Purwa Balikpapan ini dengan sasaran yang di utamakan adalah penataan kembali ruang menjadi lebih baik, memberikan wajah baru dari

Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pancoran yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat