• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2006:6). Saham suatu perusahaan didaftarkan dibursa efek dengan berbagi alasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2006:6). Saham suatu perusahaan didaftarkan dibursa efek dengan berbagi alasan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Teoritis

“Saham dapat didefenisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas” (Darmadji, 2006:6). Saham suatu perusahaan didaftarkan dibursa efek dengan berbagi alasan diantaranya adalah untuk ekspansi usaha, membayar utang atau membiayai kegiatan operasional perusahaan yang tidak dapat tertutupi dari pendapatan perusahaan.

Saham yang didaftarkan tersebut kemudian dibeli oleh investor untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang diberikan oleh saham adalah dividen yang dibayarkan oleh perusahaan dan capital gain yang diperoleh investor ketika menjual kembali saham tersebut.

Dividen adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Investor yang berhak menerima dividen adalah investor yang memegang saham hingga bats waktu yang ditentukan oleh perusahaan pada saat pengumuman dividen (Darmadji, 2006:11-12).

Besar dividen yang dibayarkan perlembar saham ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Investor yang ingin mendapatkan dividen harus setidaknya memegang saham perusahaan sampai periode dimana pembayaran dividen dilakukan.

(2)

Umumnya dividen merupakan salah satu daya tarik bagi pemegang saham dengan orientasi jangka panjang, misalnya investor institusi, dana pensiun, dan lain-lain. Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai (cash dividend), yaitu kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham, atau dapat pula berupa dividen saham (stock dividend), yaitu kepada setiap pemegang saham diberikan dividen dalam bentuk saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang investor akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut (Darmadji, 2006:12). Capital gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Umunya investor dengan orientasi jangka pendek mengejar keuntungan dari kepemilikan melalui capital gain. Investor seperti ini bisa saja membeli saham pada pagi hari, lalu menjualnya lagi pada siang hari jika saham mengalami kenaikan.

Disamping keuntungan tersebut, maka pemegang saham juga dimungkinkan untuk mendapatkan saham bonus. “Saham bonus merupakan saham yang dibagikan perusahaan kepada para pemegang saham yang diambil dari agio saham. Agio saham adalah selisih harga jual terhadap harga nominal saham pada saat perusahaan melakukan penawaran umum di pasar perdana” (Fahmi, 2012:12-13).

Saham dikenal dengan karakterisitik high risk – high return, Artinya, saham merupakan surat berharga yang memberikan peluang keuntungan dan potensi risiko yang tinggi. Saham memungkinkan investor untuk mendapatkan imbal hasil atau capital gain yang besar dalam waktu singkat. Namun, seiring berfluktuasinya harga saham, maka saham juga dapat membuat investor mengalami kerugian besar dalam waktu singkat.

(3)

Ada kalanya investor harus menjual saham dengan harga jual yang lebih rendah dari harga beli. Dengan demikian, seorang investor mengalami capital loss. Dalam jual beli saham, terkadang untuk mengahindari potensi kerugian yang semakin besar seiring terus menurunnya harga saham, maka seorang investor rela menjual saham dengan harga rendah. Istilah ini dikenal dengan istilah penghentian kerugian (cut loss) (Darmadji, 2006:14).

Di samping risiko di atas, seorang pemegang saham juga masih dihadapkan dengan potensi risiko lainnya, yaitu perusahaan bangkrut atau dilikuidasi. Jika perusahaan tersebut bangkrut, maka tentu saja akan berdampak secara langsung terhadap saham perusahaan tersebut. “Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di Bursa Efek, jika sebuah perusahaan bangkrut atau dilikuidasi, maka secara otomatis saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari bursa atau di delist” (Darmadji, 2006:14).

“Saham yang di-delist dari bursa umumnya dikarenakan kinerja yang buruk, misalnya dalam kurun waktu tertentu tidak pernah diperdagangkan, mengalami kerugian beberapa tahun, tidak membagikan dividen secara berturut-turut selama beberapa tahun, dan berbagai kondisi lainnya sesuai dengan Peraturan Pencatatan Efek di Bursa Efek Indonesia” (Darmadji, 2006:15).

Disamping risiko di atas, risiko lain yang juga “mengganggu” para investor untuk melakukan aktivitasnya adalah “jika suatu saham di-suspend atau dihentikan perdagangannya oleh otoritas Bursa Efek, yang menyebabkan investor tidak dapat menjual sahamnya hingga suspense tersebut dicabut.” (Darmadji, 2006:15).

(4)

Hal tersebut dilakukan otoritas bursa jika: suatu saham mengalami lonjakan harga yang luar biasa, suatu perusahaan dipailitkan oleh kreditornya, atau berbagai kondisi lain yang mengharuskan Otoritas Bursa menghentikan perdagangan saham tersebut untuk sementara sampai perusahaan yang bersangkutan memberikan konfimasi atau kejelasan informasi lainnya, hingga informasi yang belum jelas tersebut tidak menjadi ajang spekulasi. Jika telah didapatkan suatu informasi yang jelas, maka suspensi atas saham tersebut dapat dicabut oleh Bursa atau saham tersebut dapat diperdagangkan kembali seperti semula (Darmadji, 2006:15).

2.1.1. Jenis Saham

Menurut (Darmadji, 2006:7-9) saham yang dikenal sehari-hari merupakan saham biasa (common stock). Ada beberapa sudut pandang untuk membedakan saham, yaitu:

2.1.1.1. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim:

a. Saham Biasa (common stock), adalah surat saham yang menempatkan pemiliknya pada posisi paling junior dalam pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. Saham biasa mempunyai beberapa karakteristik, antara lain:

1. Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba. 

2. Memiliki hak suara dalam rapat umum pemegang saham (satu saham satu suara atau one share one vote). 

3. Memiliki hak terakhir (junior) dalam hal pembagian kekayaan perusahaan jika perusahaan tersebut dilikuidasi (dibubarkan) setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi. 

4. Memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sebesar proporsi sahamnya. 

5. Hak untuk memiliki saham baru yang diterbitkan oleh perusahaan terlebih dahulu (preemptive right). 

b. Saham Preferen (prefered stock), yaitu saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor.

(5)

1. Memiliki hak lebih dahulu memperoleh dividen. 

2. Memiliki hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditor, apabila perusahaan tersebut dilikuidasi (dibubarkan). 

3. Kemungkinan dapat memperoleh tambahan dari pembagian laba perusahaan di samping penghasilan yang diterima secara tetap. 

4. Dalam hal perusahaan dilikuidasi, memiliki hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan di atas pemegang saham biasa setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi. 

Saham preferen serupa dengan saham biasa karena dua hal, yaitu (i) mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis di atas lembaran saham tersebut; (ii) membayar dividen. Persamaan antara saham preferen dengan obligasi terletak pada tiga hal: (i) ada klaim atas laba dan aktiva sebelumnya; (ii) dividennya tetap selama masa berlaku (hidup) dari saham; dan (iii) memiliki hak tebus serta dapat dipertukarkan (convertible) dengan saham biasa. Oleh karena saham preferen diperdagangkan berdasarkan hasil yang ditawarkan kepada investor, maka secara praktis saham preferen dipandang sebagai surat berharga dengan pendapatan tetap dan karena itu akan bersaing dengan obligasi di pasar (Darmadji, 2006:7).

2.1.1.2. Dilihat dari cara peralihannya saham dapat dibedakan atas:

a. Saham Atas Unjuk (bearer stocks), artinya pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lain. Secara hukum, siapa yang memegang saham tersebut, maka dialah yang diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir dalam RUPS.

b. Saham Atas Nama (registered stocks), merupakan saham dengan nama pemilik yang ditulis secara jelas dan cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu.

2.1.1.3. Ditinjau dari kinerja perdagangan maka saham dapat dibedakan atas:

a. Saham Unggulan (Blue Chip Stock), yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai pemimpin (leader) di industri sejenis, memilki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen.

b. Saham Pendapatan (Income Stock), yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen yang lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur mampu membagikan dividen tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dan tidak mementingkan potensi pertumbuhan harga saham.

(6)

c. Saham Pertumbuhan (Growth Stock - well-known), yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yamg tinggi, sebagai pemimpin di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. Selain itu, terdapat juga growth stock (lesser-known), yaitu saham dari emiten yang tidak berperan sebagai leader dalam industry, namun memiliki ciri growth stock.

d. Saham Spekulatif (Speculative Stock) yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi memiliki kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang.

e. Saham Silikal (Cyclical Stock), yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi, harga saham ini tetap tinggi, di mana emitennya mampu memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten dalam memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa resesi. Emiten seperti ini biasanya bergerak dalam produk yang sangat dan selalu dibutuhkan masyarakat, seperti rokok dan barang-barang kebutuhan sehari-hari (consumer goods).

2.1.2. Harga Saham

Harga saham ditentukan oleh perkembangan perusahaan penerbitnya (Emitennya). Jika perusahaan emiten mampu menghasilkan keuntungan yang tinggi dan mampu menyisihkan sebagian dari keuntungannya itu sebagai dividen dengan jumlah yang tinggi. Hal tersebut akan menarik investor (masyarakat) untuk membeli saham perusahaan tersebut. Akibatnya, permintaan atas saham tersebut akan meningkat dan akan menaikkan harga saham perusahaan tersebut di Bursa. Sehingga memungkinkan bagi pemegang saham perusahaan tersebut untuk memperoleh capital gain. Capital gain juga mendorong naiknya harga saham di Bursa. Dengan demikian keuntungan perusahaan merupakan faktor penting sebuah saham.

Dapat dikatakan bahwa harga saham mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung, dan jika pasar sudah ditutup maka harga pasar tersebut adalah harga penutupannya. Untuk

(7)

memperkecil bahkan menghindari kerugian, setiap investor yang berinvestasi dalam saham dari waktu ke waktu harus rajin memantau perkembangan terakhir dari perusahaan emiten untuk dapat diketahui apakah perusahaan emiten mempunyai prospek yang bagus atau tidak .

Menurut (Fahmi, 2012:89) berikut adalah beberapa kondisi dan situasi yang menentukan suatu saham itu akan mengalami fluktuasi.

1. Kondisi mikro dan makro ekonomi. 

2. Kebijakan perusahaan dalam memutuskan untuk ekspansi (perluasan usaha), seperti membuka kantor cabang (branch office) dan kantor cabang pembantu (sub-branch office), baik yang dibuka di domestik maupun luar negeri. 

3. Pergantian direksi secara tiba-tiba. 

4. Adanya direksi atau pihak komisaris perusahaan yang terlibat tidak pidana dan kasusnya sudah masuk ke pengadilan. 

5. Kinerja perusahaan yang terus mengalami penurunan dalam setiap waktunya. 

6. Risiko sistematis, yaitu suatu bentuk risiko yang terjadi secara menyeluruh dan telah ikut menyebabkan perusahaan ikut terlibat. 

7. Efek dari psikologi pasar yang ternyata mampu menekan kondisi teknikal jual beli saham. 

2.2. Indeks Harga Saham

Menurut (Gumanti, 2011: 72-75) “Indeks Harga Saham merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga-harga saham”. Saat ini Bursa Efek Indonesia memiliki lima macam indeks harga saham, yaitu :

2.2.1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau Composite Stock Price Index pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 april 1983 sebagai indikator pergerakan harga saham yang tercatat di Bursa, baik saham biasa maupun saham preferen. Hari dasar penghitungan indeks adalah tanggal 10 Agustus 1982 dengan nilai 100, sedangkan jumlah saham yang tercatat pada waktu itu adalah sebanyak 12 saham. IHSG biasa digunakan sebagai proksi dalam pengukuran risiko pasar dalam model analisis harga saham. IHSG mencerminkan pergerakan perubahan harga saham harian seluruh saham yang tercatat di bursa saham Jakarta.

(8)

2.2.2. Indeks Sektoral

Indeks Sektoral BEJ adalah Sub indeks dari IHSG. Semua saham yang tercatat di BEJ diklasifikasikan ke dalam Sembilan sektor menurut klasifikasi industry yang telah ditetapkan BEJ, dengan nama JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Classification). Ada tiga sektor utama di Bursa Efek Indonesia, sedangkan pembagian sektor mencakup sembilan sektor dan masing-masing sektor masih dipecah lagi menjadi sub-sektor yang jumlah sub-sektor pada masing-masing sektor tidak sama.

a. Sektor-sektor primer (ekslaratif) 1. Pertanian

2. Pertambangan

b. Sektor-sektor sekunder (industri manufaktur) 3. Industri dasar dan kimia

4. Aneka Industri

5. Industri barang konsumen c. Sektor-sektor tertier (jasa)

6. Properti dan real estate 7. Transportasi dan infrastruktur 8. Keuangan

9. Perdagangan, jasa dan investasi 2.2.3. Indeks LQ45

Indeks LQ45 terdiri atas 45 saham dengan likuiditas (liquidity) tinggi, yang diseleksi melalui beberapa kriteria pemilihan. LQ45 dibaca Likuid 45. Saham-saham perusahaan yang masuk ke dalam kelompok ini dikenal dengan sebutan saham blue chip. Selain penilaian atas likuiditas, seleksi atas saham-saham tersebut mempertimbangkan kapitalisasi pasar. Untuk dapat masuk dalam pemilihan, suatu saham harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu, yang dalam hal ini ada empat kriteria-kriteria. Berikut ini adalah kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh calon perusahaan yang akan masuk ILQ45:

1. Masuk dalam urutan 60 terbesar dari total transaksi saham di pasar regular (rata–rata nilai transaksi selama 12 bulan terakhir).

2. Urutan berdasarkan kapitalisasi pasar (rata – rata nilai kapitalisasi pasar selama 12 bulan terakhir).

3. Telah tercatat di BEJ selama paling sedikit 3 bulan.

4. Kondisi keuangan dan prospek pertumbuhan perusahaan, frekuensi, dan jumlah hari transaksi di pasar reguler tertinggi dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain.

ILQ45 pertama kali diluncurkan pada tanggal 24 Februari 1997. Hari dasar untuk penghitungannya adalah 13 juli 1994 dengan nilai dasar 100. Untuk

(9)

seleksi awal digunakan data pasar dari bulan Juli 1993 sampai dengan bulan Juni 1994, hingga terpilih 45 emiten sesuai dengan empat kriteria di atas. Perusahaan-perusahaan yang masuk ke dalam ILQ45 secara agregat memiliki kapitalisasi sebesar 72% dari total kapitalisasi pasar dan memiliki nilai transaksi sebesar 72,5% dari total nilai transaksi di pasar reguler. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan yang masuk ke dalam ILQ45 mencerminkan kisaran 70% dari keseluruhan perusahaan yang ada di pasar modal. Artinya, kontribusi perusahaan-perusahaan ILQ45 hampir tiga perempat dari kekuatan bursa. Kondisi ini dapat mencerminkan bahwa pengamatan terhadap 34 perusahaan yang masuk dalam LQ45 cukup menggambarkan kinerja pasar secara keseluruhan.

2.2.4. Indeks Jakarta Islamic (JII)

Jakarta Islamic Index yang terdiri atas 30 saham perusahaan yang dipilih dari saham-saham yang sesuai dengan Syariah Islam. Penentuan kriteria pemilihan saham dalam Jakarta Islamic Index melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa Investment Management. Jakarta Islamic Index dimaksudkan dapat digunakan sebagai salah satu tolak ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham dengan basis syariah. Dengan adanya indeks Islam ini, diharapkan akan mampu meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam ekuitas secara syariah (tidak melanggar prinsip dan hukum Islam). Untuk dapat terpilih dan masuk dalam perhitungan indeks Islam, setiap saham yang akan dijadikan calon harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan (kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar).

2. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun dan yang memiliki rasio kewajiban terhadap aset maksimal 90%. 3. Memilih 60 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan

rata-rata kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama satu tahun terakhir.

4. Memilih 30 saham dengan ururtan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler selama satu tahun terakhir.

2.2.5. Indeks Individual

Indeks individual menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya.

(10)

2.3. Valuasi Harga Wajar Saham 2.3.1. Valuasi Saham Preferen

Menurut (Fatma, 2008:189) “Aliran kas yang diharapkan dari saham preferen terdiri atas pembayaran dividen tetap. Dengan anggapan bahwa modal saham itu akan tertanam dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas”. Maka nilai saham preferen adalah :

P

0 = Dp/kp P

0 = Nilai intrinsik (nilai wajar) saham preferen

Dp = Dividen saham preferen

kp = required rate of return atau discount rate

2.3.2 Valuasi Saham Biasa

Menurut (Fatma, 2008: 211) “Penilaian saham biasa didasarkan atas prinsip yang sama dengan penilaian obligasi maupun saham preferen, nilai saham biasa juga merupakan kapitalisasi return yang diharapkan di masa datang. Model penilaian n periode, investor akan menerima pembayaran dividen selama n periode dan menjual saham pada akhri tahun ke n”. Dapat disederhakan menjadi :

P 1 kD 1 Pk

Model penilaian periode, nilai saham pada akhir holding period (Pn)

tergantung atas nilai dividen setelah periode n. Nilai saham pada tahun ke nol (P0)

dipengaruhi secara langsung oleh penerimaan dividen selama holding period dan dipengaruhi secara tidak langsung oleh dividen setelah holding period melalui Pn.

(11)

Dalam melakukan analisis dan memilih saham, terdapat dua aspek atau pendekatan yang sering digunakan, yakni aspek fundamental dan aspek teknikal.

Menurut (Halim, 2005:21) analisis fundamental menyatakan bahwa saham memiliki nilai intrinsik (nilai yang seharusnya) tertentu. Analisis ini membandingkan antara nilai intrinsik suatu saham dengan harga pasarnya guna menentukan apakah harga pasar saham tersebut sudah mencerminkan nilai intrinsiknya atau belum. Nilai intrinsik suatu saham ditentukan oleh factor-faktor fundamental yang memengaruhinya. Ide dasar pendekatan ini adalah, bahwa harga saham akan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan, misalnya tingkat penjualan, pertumbuhan penjualan, kebijakan dividen, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), manajemen, kinerja, laba usaha, dan lain-lain. Kinerja perusahaan itu sendiri dipengaruhi oleh kondisi indutri dan perekonomian secara makro.

Menurut (Halim, 2005:29) “analisis teknikal dimulai dengan cara memerhatikan perubahan harga saham itu sendiri dari waktu ke waktu. Analisis ini beranggapan bahwa harga suatu saham akan ditentukan oleh penawaran dan permintaan terhadap saham tersebut”. Sehingga asumsi dasar yang berlaku dalam analisis ini adalah :

1. Harga pasar saham ditentukan oleh interaksi antara penawaran dan permintaan.

2. Penawaran dan permintaan itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang rasional maupun irrasional.

3. Perubahan harga saham cenderung bergerak mengikuti arah (trend) tertentu.

4. Tren tersebut dapat berubah karena bergesernya penawaran dan permintaan.

5. Pergeseran penawaran dan permintaan dapat dideteksi dengan mempelajari diagram dari perilaku pasar.

6. Pola-pola tertentu yang terjadi pada masa lalu akan terulang kembali di masa mendatang.

Pada hakekatnya, penilaian saham melalui analisis fundamental dapat dibedakan menjadi dua metode, yaitu pendekatan nilai sekarang (present value approach) dan pendekatan Price Earning Ratio (P/E Ratio). Pendekatan nilai sekarang menganggap bahwa harga teoritis (intrinsik) saham merupakan total nilai

(12)

sekarang dari seluruh aliran kas yang akan diterima selama periode pemegangan saham (holding period). Sementara itu, penghitungan harga teoritis saham dengan pendekatan P/E Ratio dilakukan dengan menentukan harga dari setiap Rupiah pendapatan yang akan diterima.

Pendekatan nilai sekarang juga disebut dengan metode kapitalisasi laba (capitalization income method), karena melibatkan proses kapitalisasi nilai-nilai masa depam yang didiskontokan menjadi nilai sekarang. Jika investor percaya bahwa nilai dari perusahaan tergantung dari prospek perusahaan tersebut di masa mendatang dan prospek ini merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan aliran kas di masa depan, maka nilai perusahaan tersebut dapat ditentukan dengan mendiskontokan nilai-nilai arus kas (cash flow) di masa depan menjadi nilai sekarang.

Arus kas merupakan komponen di dalam penentuan nilai perusahaan. Arus kas merupakan kas yang diterima oleh perusahaan emiten. Sebagai alternatif dari arus kas, laba perusahaan (earnings) juga dapat digunakan untuk menghitung nilai intrinsik. Earnings yang diperoleh perusahaan dapat ditahan sebagai sumber dana internal (retained earnings) atau dibagikan dalam bentuk dividen. Arus dividen dapat dianggap sebagai arus kas yang diterima oleh investor. Dengan alasan bahwa dividen merupakan satu-satunya arus pendapatan yang diterima oleh investor, model diskonto dividen (Dividend Discount Model) dapat digunakan sebagai pengganti model diskonto arus kas untuk menghitung nilai intrinsik saham.

(13)

Penilaian harga wajar saham dengan menggunakan pendekatan dividen ini dapat dibedakan menjadi :

2.3.2.1. Model Tanpa Petumbuhan (zero growth model)

(Fahmi, 2012:102) “Zero growth model atau yang lebih banyak investor menyebutnya model tidak bertumbuh. Kondisi Zero growth model merupakan kondisi yang harus hati-hati untuk dipahami oleh pihak investor karena bagi investor, naik turun, dan konstannya saham di pasar akan memberikan sinyal positif dan negative”. Model ini berasumsi bahwa dividen yang dibayarkan perusahaan tidak akan mengalami pertumbuhan. Dengan kata lain, jumlah dividen yang dibayarkan akan tetap sama dari waktu ke waktu. Jika perusahaan membayar dividen secara konstan yang nilainya sama dari waktu ke waktu, yaitu sebesar D, maka nilai intrinsik harga saham menjadi :

1 1 ⋯ 1

dan dapat disederhanakan menjadi :

D = Dividen yang akan diterima dalam jumlah konstan selama periode pembayaran dividen dimasa datang.

(14)

2.3.2.2. Model Pertumbuhan Konstan (Constan Growth Model)

(Fahmi, 2012:103) “Model ini dipakai untuk menentukan nilai saham, jika dividen yang akan dibayarkan mengalami pertumbuhan secara konstan selama waktu tak terbatas. Jika dividen periode awal adalah D0, maka dividen periode

kesatu adalah D0(1+g) dan periode kedua adalah D0 (1+g) (1+g) atau D0(1+g)2 dan

seterusnya”. Untuk kasus pembayaran dividen yang bertumbuh secara konstan ini, rumus nilai intrinsik saham menjadi :

∗ 1 1 1 1 … 1 1 Rumus ini disederhanakan menjadi :

∗ 1

Po = nilai intrinsik atau nilai teoritis saham

D = dividen yang diharapkan pada tahun n

K = required rate of return yang dihasilkan melalui CAPM g = pertumbuhan dividen

2.3.2.3. Model Pertumbuhan Berganda atau Supernormal (multiple growth model)

Asumsi perusahaan akan membayarkan dividen secara konstan dalam kenyataannya kadangkala kurang tepat karena pada beberapa tahun awal selama masa pertumbuhan fantastis, perusahaan mungkin akan mampu membayarkan dividen dengan pertumbuhan di atas normal dan setelah melewati masa pertumbuhan fantastis di tahun awal tersebut, pertumbuhan tingkat dividen (g)

(15)

yang akan dibayarkan perusahaan mungkin akan menjadi lebih rendah dibanding masa sebelumnya dan selanjutnya akan bertumbuh secara tetap.

Menurut (Fatma, 2008:193) “Hal yang penting dalam model ini adalah proyeksi pertumbuhan supernormal selama periode tertentu. Dalam model penilaian surat berharga telah dijelaskan bagaimana model pertumbuhan tersebut”.

∗ 1

1

1 1

1 dimana :

Po = harga intrinsik saham

D0 = dividen saat ini

gt = pertumbuhan dividen di atas normal

gc = pertumbuhan dividen normal

k = required rate of return

n = periode pertumbuhan dividen di atas normal dn = dividen pertumbuhan normal

2.4. Relative Valuation Techniques

Selain menggunakan arus kas atau arus dividen dalam menghitung nilai intrinsik saham dapat juga menggunakan nilai laba perusahaan (earnings). Dengan penggunaan metode Relative Valuation Techniques. Melalui pendekatan ini, penulis menggunakan metode Price Earnings Ratio dan Price Book Value Ratio.

(16)

2.4.1. Price Earnings Ratio

Menurut (Darmadji, 2006:198) “price earning ratio (P/E Ratio) menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. PER dihitung dalam satuan kali”. Misalnya, jika suatu saham memiliki PER sebesar 10 kali, berarti pasar menghargai 10 kali atas kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Bagi investor, semakin kecil PER suatu saham, semakin bagus, karena saham tersebut termasuk dalam kategori murah.

Selain itu, price earning ratio ini menunjukkan berapa besar investor menilai harga dari saham terhadap kelipatan dari earnings. Bagi investor semakin tinggi rasio harga terhadap laba (price earning ratio) maka pertumbuhan laba yang diharapkan juga akan mengalami kenaikan. Dengan demikian, rasio harga terhadap laba adalah perbandingan antara harga pasar per lembar saham (market price per share) dengan earning per share (laba per lembar saham). Misalnya nilai P/E Ratio adalah lima, maka ini menunjukkan bahwa harga saham perusahaan merupakan kelipatan dari lima kali earnings perusahaan tersebut. Misalnya earnings yang digunakan adalah earnings tahunan dan semua earnings dibagikan dalam bentuk dividen, maka nilai P/E Ratio sebesar lima juga menunjukkan lama investasi pembelian saham akan kembali selama lima tahun. Rumus P/E Ratio dapat djelaskan sebagai berikut :

(17)

D1/E1 = rasio pembayaran dividen terhadap earnings (disebut dividend

payout ratio)

k = tingkat keuntungan yang diharapkan g = tingkat pertumbuhan dividen normal

Rumus di atas menunjukkan faktor-faktor yang menentukan besarnya P/E Ratio , yaitu:

1. P/E Ratio berhubungan positif dengan rasio pembayaran dividen terhadap earnings (dividend payout ratio).

2. P/E Ratio berhubungan negatif dengan tingkat pengembalian atau keuntungan yang diharapkan.

3. P/E Ratio berhubungan positif dengan tingkat pertumbuhan dividen. 2.4.2. Price Book Value Ratio

Menurut (Darmadji, 2006:199) “Price book value ratio menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Semakin tinggi rasio ini, maka pasar semakin percaya akan prospek perusahaan tersebut”. Semakin rendah PBV Ratio suatu saham, maka semakin besar kemungkinan saham tersebut masuk dalam kategori saham yang undervalued, yang disebabkan oleh turunnya harga saham yang berakibat pada nilai buku lebih lebih tinggi dari harga sahamnya.

Menariknya, price book value ratio ini juga memberikan sinyal kepada investor apakah harga yang dibayar/investasikan kepada perusahaan tersebut terlalu tinggi atau tidak jika diasumsikan perusahaan tiba-tiba bangkrut (bankrupt immediately). Karena jika perusahaan bangkrut, maka kewajiban utamanya

(18)

membayar hutang terlebih dahulu, baru sisa aset (kalau ada) dibagikan kepada para pemegang saham. Ada kelemahan rasio keuangan ini, dimana nilai ekuitas dipengaruhi langsung oleh saldo laba perusahaan yang diakumulasi dari laba/rugi pada income statement.

Jadi konsep utama price book value ratio adalah kapitalisasi pasar dibagi oleh nilai buku. Nilai buku dengan basis seluruh perusahaan atau persahamnya saja. Rasio ini membandingkan nilai pasar terhadap nilai perusahaan berdasarkan laporan keuangan (financial statements). Maka dapat diartikan bahwa semakin tinggi nilai price book value ratio suatu saham mengindikasikan persepsi pasar yang berlebihan terhadap nilai perusahaan dan sebaliknya jika price book value ratio rendah maka diartikan sebagai sinyal good investment opportunity dalam jangka panjang.

Rumus price book value ratio dapat dijelaskan sebagai berikut :

2.5. Strategi Berinvestasi di Bursa Efek

Menurut (Fahmi, 2012:107-108), ada beberapa cara yang dapat membantu investor untuk lebih tenang membaca situasi, yaitu sebagai berikut:

1. Amati dulu reaksinya terhadap pergerakan bursa kejadian. Jika bursa tidak mengalami penurunan yang sangat tajam, ada kemungkinan bursa akan pulih dalam waktu yang tidak terlalu lama. 

2. Biasanya yang “mengguyur” bursa adalah para investor asing. Hal ini juga merupakan indikator analisis bagi investor atau perusahaan investasi di Indonesia. Untuk itu, coba perhatikan analisis pergerakan investor asing menjelang penutupan sesi kedua perdagangan apakah

(19)

mereka kembali masuk atau tidak. Jika mereka kembali masuk, investor dapat terus mempertahankan sahamnya (blue chip). 

3. Perhatikan kondisi bursa keesokan harinya. Jika bursa positif atau hanya minus sedikit hal ini menunjukkan bahwa bursa cukup kuat terhadap kejadian tersebut, investor masih bisa tetap mempertahankan sahamnya (blue chip). 

4. Jika investor kecil memiliki saham selain blue chip sebaiknya segera menjual saham tersebut pada guyuran pertama, dan menukarkannya pada saham blue chip yang paling banyak terkoreksi. Atau, jika mau lebih aman, beli saham blue chip yang kembali dikumpulkan oleh investor asing mendekati penutupan bursa sesi kedua. 

5. Jika pasar saat investor memiliki dana tunai (tidak sedang memiliki saham), investor dapat membeli saham-saham blue chip yang terkoreksi dalam yang memiliki kapitalisasi pasar besar. 

Ada berbagai sebab mengapa investor yang bermain di pasar bursa saham sering mengalamai kegugupan atau kegelisahan yang tinggi ketika sahamnya mengalami kejatuhan dan pasar berada dalam kondisi sangat fluktuatif. Salah satu penyebabnya adalah pemahaman investor tersebut sangat sederhana dalam memahamai pasar saham. Ia bahkan cenderung melihat dan mempelajari semua itu hanya dari segi teknis semata, padahal faktor fundamental memiliki pengaruh besar untuk dipahami. Termasuk salah satunya kondisi pergerakan politik, sosial, budaya, hukum, teknologi, konflik militer, dan tentunya perekonomian. Termasuk pula dengan mempelajari kondisi pergerakan indeks regional dan dunia serta khususnya Amerika Serikat.

Alasan perlunya pemahaman terhadap kondisi ekonomi Amerika Serikat adalah karena Amerika dapat dikatakan sebagai rujukan ekonomi dunia dan hampir seluruh perusahaan Amerika Serikat terlibat investasi di berbagai negara. Demikian pula sebaliknya, banyak perusahaan dari berbagai negara di dunia ikut berinvestasi di Amerika.

(20)

2.6. Penelitian Terdahulu

Manurung (2008) melakukan penelitian dengan judul ”Valuasi Harga Wajar Saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk”. Penelitian ini bertujuan mengetahui kewajaran harga saham PT. Telkom yang dinilai dari dividen dan laba per saham yang dibayar emiten pada periode 2002-2006 kepada pemegang saham dengan menggunakan analisis fundamental yaitu Dividend Discount Model Pertumbuhan Supernormal dengan time horizon (jangka waktu berinvestasi) selama 5 tahun untuk tiap perhitungan nilai wajar saham dan Price Earning Ratio serta pengujian signifikan perbedaan dengan uji beda sampel independen (uji t sampel independen). Penelitiannya menggunakan metode analisis deskriptif dan uji beda dengan mengolah data sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga pasar saham perusahaan yang berlaku di lantai bursa dinilai wajar (undervalued) pada tahun 2002-2003 dan pada tahun 2004-2006 dinilai tidak wajar (overvalued) bila dibandingkan dengan dengan harga wajarnya yang dihitung dengan Dividend Discount Model pertumbuhan supernormal sedangkan harga pasar saham perusahaan yang berlaku di lantai bursa pada tahun 2002-2006 dinilai wajar (undervalued) bila dibandingkan dengan metode Price Earning Ratio (P/E Ratio). Hasil pengujian signifikansi perbedaan adalah perbedaan harga pasar saham yang berlaku di lantai bursa dengan harga wajar saham yang dievaluasi dengan metode Dividend Discount Model Pertumbuhan Supernormal dan Price Earning Ratio tidak memiliki beda yang signifikan atau perbandingan rata-rata harga pasar saham dan rata-rata harga wajar tidak terlalu beda jauh.

(21)

Erawan (2002) melakukan penelitian dengan judul “Penilaian Harga Saham Pada Sektor Industri Rokok Yang Go Public Selama Tahun 1995-1999 Dengan Menggunakan Analisa Fundamental Price Eaning Ratio (PER)” menemukan bahwa:

3. Berdasarkan harga wajar saham PT.BAT Indonesia,Tbk maka dapat disimpulkan bahwa nilai pasar untuk saham BAT Indonesia selama bulan Januari hingga April 2000 lebih tinggi (overvalued) dibandingkan dengan nilai intrinsik dari saham tersebut. Sedangkan untuk periode Mei hingga Juli 2000, saham BAT Indonesia jika dilihat memiliki harga pasar yang lebih kecil dari nilai intrinsiknya (undervalued). Pada bulan Agustus 2000 harga pasar saham BAT Indonesia mengalami kesamaan nilai (correctly valued) dengan nilai intrinsik saham tersebut.

4. Penilaian Harga Saham PT Gudang Garam dan PT HM Sampoerna dapat disimpulkan bahwa saham-saham perusahaan tersebut selama periode Januari hingga Agustus 2000 memiliki nilai pasar yang lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai intrinsik saham PT.Gudang Garam dan PT.HM Sampoerna.

5. Saham untuk PT Gudang Garam dan PT.HM sampoerna layak untuk dijadikan investasi karena bila nilai intrinsik saham tersebut lebih besar dari harga pasarnya maka investasi akan menghasilkan keuntungan bagi investor. Sedangkan saham PT.BAT Indonesia tidak layak untuk dijadikan investasi karena harga saham yang tidak stabil dan harga saham yang selalu tinggi.

(22)

BANK

Bank Mandiri

Harga Saham

Price Earning

Ratio Value RatioPrice Book

Bank Rakyat Indonesia Harga Saham Price Earning

Ratio Value RatioPrice Book

2.7. Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan, maka model kerangka konseptual dapat digambarkan pada Gambar 2.1 berikut ini:

Kerangka Konseptual Gambar 2.1

Dari kerangka konseptual di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian dilakukan untuk melihat perbedaan antara penilaian harga saham yang dinilai dengan price earnings ratio dan price book value ratio dengan harga wajar sahamnya, yang pada penelitian ini objek penelitannya adalah pada sektor perbankan, khususnya PT. Bank Mandiri, Tbk dan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. Dari masing-masing bank tersebut penulis akan mengumpulkan terlebih dahulu harga saham yang sudah terjadi di pasar. Baik itu harga saham PT. Bank

(23)

Mandiri, Tbk (BMRI) dan juga pada harga saham PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BBRI). Setelah mendapatkan harga sahamnya, penulis akan menghitung nilai kewajaran saham perusahaan tersebut, untuk menilai apakah harga saham kedua perusahaan tersebut dijual overvalued, undervalued, atau relative atas harga wajarnya. Dengan itu, penulis menggunakan dua metode penilaian yakni Price Earning Ratio dan Price Book Value Ratio. Pendekatan Price Earning Ratio atau disebut juga dengan pendekatan earning multiplier merupakan salah satu pendekatan yang lebih populer digunakan dalam analisis fundamental di kalangan analis saham dan para praktisi. Pendekatan ini menggunakan nilai earnings untuk mengestimasi nilai intrinsik suatu saham.

Price Earning Ratio adalah cerminan dari sikap optimis pasar tentang prospek pertumbuhan perusahaan. Menggunakan model diskonto dividen pertumbuhan yang konstan pada Price Earning Ratio untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas. Dividen merupakan arus kas yang diperoleh investor sepanjang saham tersebut dipegang investor. Oleh karena itu, dividen sebagai arus kas kepada investor dapat dipergunakan dalam penilaian saham.

Price Earning Ratio dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung prospek perusahaan serta sebagai ukuran relatif nilai saham perusahaan. Setelah mengestimasi nilai intrinsik suatu saham dengan pendekatan Price Earning Ratio, investor dapat mengetahui perbandingan antara nilai intrinsik saham perusahaan dengan harga sahamnya dan atas dasar perbandingan tersebut investor dapat mengetahui saham-saham mana yang murah, tepat nilainya dan mahal. Harga saham yang lebih kecil dari nilai intrinsik menunjukkan bahwa saham tersebut

(24)

undervalued sehingga layak dibeli. Sedangkan, harga saham yang lebih besar dari nilai intrinsik menunjukkan bahwa saham tersebut overvalued sehingga layak dijual.

Selain itu, price book value ratio juga merupakan sebuah indikator penting dalam investasi walaupun sebagian menganggap sudah kurang relevan lagi karena berbagai alasan. Namun price book value ratio ini merupakan rasio yang secara luas dipakai diberbagai analisis sekuritas dunia. price book value ratio ini didefinisikan sebagai perbandingan nilai pasar suatu saham (stock’s market value) terhadap nilai bukunya sendiri (persaham). Perhitungannya dilakukan dengan membagi harga saham (closing price) pada kuartal tertentu dengan nilai buku kuartal persahamnya. Beberapa pihak menyebutnya dengan “price-equity ratio”.

Semakin rendah nilai P/BV suatu saham maka saham tsb dikategorikan undervalued yang mana sangat baik untuk investasi jangka panjang. Nilai rendah rasio ini harus disebabkan oleh rendahnya harga saham, sehingga harga saham berada dibawah nilai bukunya atau nilai sebenarnya. Namun rendahnya nilai P/BV ini juga dapat mengindikasikan menurunnya kualitas dan kinerja fundamental emiten yang bersangkutan (fundamentally wrong). Oleh karena itu, nilai P/BV harus kita bandingkan juga dengan P/BV sektor yang bersangkutan. Apabila terlalu jauh perbedaannya dengan P/BV industrinya maka sebaiknya perlu dianalisis lebih dalam lagi.

2.8. Hipotesis

Berdasarkan pada kerangka konseptual dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan oleh peneliti sebagai berikut:

(25)

H1 : Terdapat perbedaan antara Harga wajar saham PT Bank Mandiri, Tbk, dan

PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk periode 2009-2012 yang dinilai dengan price earning ratio terhadap harga saham.

H2 : Terdapat perbedaan antara harga wajar saham PT Bank Mandiri, Tbk, dan

PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk periode 2009-2012 yang dinilai dengan price book value ratio terhadap harga saham.

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan (selisih) land rent ( sewa lahan dan pendapatan) antara lahan HKR dan berbagai pola konversi penggunaan lahan menunjukkan besarnya nilai kesempatan atau

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen variabel yang paling dominan dipertimbangkan konsumen dalam keputusan pembelian

Misalnya, durasi film yang sama akan terasa lebih lama jika dalam fim tersebut. menggunakan efek transisi daripada penggunaan

Selain itu, rendahnya etika kerja dalam kalangan kakitangan perkhidmatan awam juga boleh memberi kesan kepada tingkah laku pekerja yang lain seperti komitmen terhadap

22 siswa berada pada tahap visual, 4 siswa berada pada tahap peralihan dari tahap berpikir visual ke analisis dan 1 siswa berada pada tahap analisis, sedangkan kualitas berpikir

persentase 69,8% dan kepala keluarga yang tidak memberikan daun sirih ketika anggota keluarganya mengalami mata merah sebanyak 16 responden dengan persentase

Dalam pene- litian ini variabel inflasi tersebut secara statis- tik dinyatakan dengan simbol X 2 dengan satu- an persentase (%). Variabel Endogen : 1) Pe- ngangguran terbuka atau

adalah penjelmaan dewa.Semar merupakan pengasuh para pandawa,dan memiliki nama lain Hyang Ismaya.Semar dalam filosofi jawa adalah sebagai Badranaya dari kata