• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPEMIMPINAN HJ RATU TATU CHASANAH SEBAGAI BUPATI KABUPATEN SERANG (Studi Kasus Pelayanan Publik Bidang Perlindungan Perempuan Dan Anak) - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KEPEMIMPINAN HJ RATU TATU CHASANAH SEBAGAI BUPATI KABUPATEN SERANG (Studi Kasus Pelayanan Publik Bidang Perlindungan Perempuan Dan Anak) - FISIP Untirta Repository"

Copied!
373
0
0

Teks penuh

(1)

KEPEMIMPINAN HJ RATU TATU CHASANAH

SEBAGAI BUPATI KABUPATEN SERANG

(Studi Kasus Pelayanan Publik Bidang Perlindungan Perempuan Dan Anak)

Skripsi

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Administrasi Publik pada Konsentrasi Kebijakan Publik

Program Studi Administrasi Publik

Oleh:

Nabila Nisa Syabrina NIM : 6661143248

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(2)

ABSTRAK

Nabila Nisa Syabrina, NIM. 6661143248.Skripsi. Kepemimpinan HJ Ratu Tatu Chasanah Sebagai Bupati Kabupaten Serang (Studi Kasus Pelayanan Publik Bidang Perlindungan Perempuan Dan Anak). Pembimbing I: H. Agus Sjafari, M.Si, Pembimbing II: Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si

Kepemimpinan Bupati Kabupaten Serang pada masa awal kepemimpinannya mengeluarkan Peraturan Bupati No 33 Tahun 2016 Tentang Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak.terbitnya Peraturan Bupati tersebut dikarenakan meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Serang. Kendati begitu, Peraturan Bupati tidak didukung oleh rencana yang matang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Serang Tahun 2016-2021. Bahkan program perlindungan perempuan dan anak tidak dijadikan program prioritas daerah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan Bupati Kabupaten Serang dalam perlindungan perempuan dan anak. Peneliti akan mencoba untuk menggambarkan kepemimpinan dengan teori kepemimpinan pelayan Greenleaf. Dalam penelitian ini peneliti akan mencoba menggambarkan karakteristik-karakteristik kepemimpinan pelayan yang dilakukan oleh seorang Kepala Daerah dalam memberikan sebuah pelayanan publik. Metode yang akan peneliti gunakan ialah metodologi penelitian kualitatif deskriptif. Adapun analisis data yang akan peneliti gunakan ialah dengan prosedur reduksi data, penyajian data, da menarik kesimpulan yang dikemukakan oleh Matthew B. Milles dan Michael Huberman. Hasil penelitian ini adalah Kepemimpinan Bupati Kabupaten Serang dalam pelayanan publik bidang perlindungan perempuan dan anak secara keseluruhan terlaksana dengan baik, akan tetapi jika dikaji dengan teori pemimpin pelayan Bupati Kabupaten Serang belum termasuk pemimpin pelayan karena program perlindungan perempuan dan anak tidak dijadikan program prioritas daerah sehingga kurang mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah.

(3)

ABSTRACT

Nabila Nisa Syabrina, NIM. 6661143248. Essay. Leadership of HJ Ratu Tatu Chasanah as Regent of Serang Regency (Case Study of Public Services in the Protection of Women and Children). Advisor I: H. Agus Sjafari, M.Si, Advisor II: Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Sc

The Regent of Serang District Leadership at the beginning of her leadership issued the Regent's Regulation No. 33 of 2016 concerning the Integrated Service

Center for Empowering Women and Children. The issuance of the Regent’s

Regulation was due to the increase in cases of violence against women and

children in Serang District. Even so, the Regent’s Regulations are not supported

by a mature plan in the 2016-2021 Serang District Medium-Term Development Plan. Even women's and children's protection programs are not used as regional priority programs. This research was conducted to find out how the leadership of the Serang District Regent in protecting women and children. Researchers will try to describe leadership with Greenleaf's servant leadership theory. In this study researchers will try to describe the characteristics of servant leadership carried out by a Regional Head in providing a public service. The method that the researcher will use is descriptive qualitative research methodology. The data analysis that the researcher will use is the data reduction procedure, data presentation, and drawing conclusions by Matthew B. Milles and Michael Huberman. The results of this study are the Regent of Serang District in the public service at the field of protection of women and children as a whole carried out

well, but if reviewed with the Servant Leadership theory, Serang District’s Regent

is not counted as a Servant Leader yet because of the protection program of women and children are not used as regional priority programs so that they receive less attention from the government.

(4)
(5)
(6)

Moto

&

Persembahan

“Undzur Ma Qala Wa La Tandzur Man Qala”

Skripsi ini dipersembahkan untuk Mamaku dan Ayahku yang

telah memberikan segalanya yang terbaik untukku, dan

untuk Nenek,Kakek serta keluarga besar yang senantiasa

(7)
(8)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Peneliti ucapkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala karena

dengan Rahmat, Karunia dan Taufik serta Hidayah-Nya Peneliti dapat

menyelesaikan penyusunan Skripsi ini yang diajukan untuk memenuhi syarat

memperoleh gelar Sarjana (S-1) dengan judul “Kepemimpinan Yang Melayani Hj

Ratu Tatu Chasanah Sebagai Bupati Kabupaten Serang Periode Tahun 2016-2020

(Studi Kasus Pelayanan Publik Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak)”.

Shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad

Shallalahu Alaihi Wassalam, kepada keluarga, sahabat, serta kepada kita yang

senantiasa istiqomah dan ikhlas untuk menjadi umatnya.

Dalam proses pengerjaan Skripsi ini penulis tidak lepas dari bantuan,

dukungan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Maka dari itu, dalam

kesempatan ini penulis dengan senang hati mengucapkan terima kasih kepada:

1 Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

2 Dr. H. Agus Sjafari, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3 Rahmawati, S.Sos., M.Si, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

4 Iman Mukhroman, S.Ikom., M.Ikom, Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial

(9)

5 Kandung Sapto Nugroho, M.Si, Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

6 Listyaningsih, S.Sos., M.Si, Ketua Program Studi Administrasi Publik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

7 Leo Agustino, Ph.D ,Selaku dosen pembimbing akademik saya

8 H. Agus Sjafari, M.Si ,selaku dosen pembimbing I skripsi yang senantiasa

memberikan arahan dan waktunya selama penyusunan penelitian ini.

9 Kandung Sapto Nugroho, M.Si ,selaku dosen pembimbing II skripsi yang

senantiasa memberikan arahan dan waktunya selama penyusunan

penelitian ini.

10 Seluruh Dosen Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa atas ilmu selama perkuliahan

dan proses keperluan administratif.

11 Pihak dari instansi lain yang menjadi narasumber dalam penelitian ini.

12 H. Sahrudin dan Siti Yayah Faojiah sebagai orang tua yang hebat, yang tak

pernah lelah mendidik anaknya sampai saat ini.

13 Keluarga besar H.Apandi yang tak hentinya mendoakan untuk kelancaran

proses penyusunan skripsi ini.

14 Dhany Damara yang selalu sabar mendengarkan keluh kesah dan selalu

membangkitkan semangat dalam proses penyusunan skripsi ini.

15 Golongan Kami (Sehan Ayash,Dimas Prayoga,Ibrahim Abimayu,Dhany

Damara,Sandhi Ade,Ratih Fatimah,Iffah Nurmaulidah) yang sudah

(10)

lain dan selalu menemani disetiap proses demi proses perkuliahan sampai

penyusunan skripsi.

16 Teman-teman angkatan 2014 Administrasi Publik, dan teman teman lain

yang mungkin luput tak tertulis, yang telah meluangkan waktunya dan

menjadi teman yang baik.

Semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan kebaikan dan keberkahan

bagi semuanya. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun

akan senantiasa penulis terima dengan lapang hati. Semoga penulisan ini dapat

berguna dan bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Serang, 2018

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iv

PERNYATAAN ORISINALITAS ... v

LEMBAR PENGESAHAN……….vi

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 13

1.3 Batasan Masalah ... 13

1.4 Rumusan Masalah ... 13

1.5 Tujuan Penelitian ... 14

1.6 Manfaat Penelitian ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

(12)

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan ...15

2.1.2 Pengertian Kebijakan Publik ...25

2.1.3 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik ...26

2.1.4 Pengertian Kekerasan terhadap Anak...29

2.1.5 Pengertian Kekerasan terhadap Perempuan ...30

2.2 Penelitian Terdahulu ... ...31

2.3 Kerangka Berfikir ... 32

2.4 Asumsi Dasar ... 39

BAB III METODE PENELITIAN... 40

3.1.Pendekatan dan Metode Penelitian ... 40

3.1.1 Metode Penelitian ... 40

3.2.Fokus Penelitian ... 41

3.3.Lokasi Penelitian ... 41

3.4.Variabel Penelitian ... 42

3.4.1 Definisi Konsep ... 42

3.4.2 Definisi Operasional ... 43

3.5.Instrumen Penelitian ... 44

3.6.Informan Penelitian ... 45

3.7.Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data ... 47

3.7.1 Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.7.2 Teknik Analisis Data... 51

(13)

BAB IV PEMBAHASAN……….54

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian……….54

4.1.1 Deskripsi wilayah Kabupaten Serang………...54

4.1.2 Deskripsi P2TP2A Kabupaten Serang ……….56

4.1.3 Deskripsi Dinas Kesehatan Kabupaten Serang……….57

4.1.4 Deskripsi DKBPPPA Kabupaten Serang………..60

4.1.5 Deskripsi Dinas Sosial Kabupaten Serang………61

4.1.6 Deskripsi LPA Kabupaten Serang……….62

4.1.7 Deskripsi Polres Kabupaten Serang………64

4.1.8 Deskripsi RSUD Kabupaten Serang………67

4.2 Deskripsi Data………..68

4.2.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian………..68

4.2.2 Deskripsi Informan……….71

4.2.3 Temuan Lapangan………73

4.3 Pembahasan……….…195

BAB V PENUTUP……….….219

(14)

5.2 Saran……….….221

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Kab.Serang ... 10

Tabel 1.2 Grafik Perlindungan Perempuan dan Anak di Provinsi Banten ... 11

Tabel 3.1 Daftar Informan... 40

Tabel 3.2 Pedoman Wawancara ... 42

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian... 51

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Surat Ijin Penilitian

2 Lampiran Gambar

3 Membercheck

4 Riwayat Hidup Peneliti

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain

atahu seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok

(Miftah Thoha (2003 : 9). Sedangkan menurut Kartini Kartono (2005 : 56),

pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan

kelebihan-kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan disuatu bidang sehingga dia

mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas

tertentu demi pencapaian suatu tujuan atahu beberapa tujuan.

Gaya kepemimpinan klasik di antaranya adalah gaya kepemimpinan

otoriter, dimana Gaya kepemimpinan ini menghimpun sejumlah perilaku atahu

gaya kepemimpinan yang bersifat terpusat pada pemimpin sebagai satu-satunya

penentu, penguasa dan pengendali anggota organisasidan kegiatannya dalam

usaha mencapai tujuan organisasi. Contohnya adalah soeharto dimana

Tahun-tahun pemerintahan Suharto diwarnai dengan praktik otoritarian di mana tentara

memiliki peran dominan di dalamnya. Kebijakan dwifungsi ABRI memberikan

kesempatan kepada militer untuk berperan dalam bidang politik di samping

perannya sebagai alat pertahanan negara. Demokrasi telah ditindas selama hampir

lebih dari 30 tahun dengan mengatasnamakan kepentingan keamanan dalam

negeri dengan cara pembatasan jumlah partai politik, penerapan sensor dan

(18)

perwakilan rakyat di Indonesia diberikan kepada militer, dan semua tentara serta

pegawai negeri hanya dapat memberikan suara kepada satu partai penguasa

Golkar. Pada masa Orde baru, gaya kepemimpinannya adalah Otoriter/militeristik.

Seorang pemimpinan yang otoriter akan menunjukan sikap yang menonjolkan

“keangkuhannya”, dengan cara Kecendurangannya memperlakkan para

bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan

dengan demikian kurang menghargai harkat dan maratabat mereka. dan

mempengaruhi orang banyak.

Gaya kepemimpinan lainnya yakni gaya kepemimpinan yang demokratis,

yakni Gaya kepemimpinan yang menempatkan manusia sebagai faktor pendukung

terpenting dalam kepemimpinan yang dilakukan berdasarkan dan mengutamakan

orientasi pada hubungan dengan anggota organisasi. Contoh nyatanya adalah

pada masa pemerintahan B.J Habibie ini, kebebasan pers dibuka lebar-lebar

sehingga melahirkan demokratisasi yang lebih besar. Pada saat itu pula

peraturan-peraturan perundang-undangan banyak dibuat. Pertumbuhan ekonomi cukup

tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya Habiebi sangat terbuka dalam

berbicara tetapi tidak pandai dalam mendengar, akrab dalam bergaul, tetapi tidak

jarang eksplosif. Sangat detailis, suka uji coba tapi tetapi kurang tekun dalam

menyelesaikan suatu pekerjaan. Dalam penyelengaraan Negara Habibie pada

dasarnya seorang liberal karena kehidupan dan pendidikan yang lama di dunia

barat.

Selain kedua gaya kepemimpinan tersebut dan lainnya, terdapat gaya

(19)

servant leadership, Servant leadership menurut Fernandes (1980: 2) yaitu, suatu

gaya kepemimpinan yang pada hakikatnya mengutamakan kebutuhan individu

iain di atas kebutuhan diri sendiri dan bertujuan untuk mengembangkan individu

lain di dalam organisasi untuk berkembang dan menjadi lebih baik. Orientasi

kepemimpinan yang melayani adalah untuk melayani pengikut dengan standar 2

moral spiritual. Para pemimpin-pelayan (servant leaders) biasanya menempatkan

kebutuhan pengikut sebagai prioritas utama dan memperlakukannya sebagai rekan

kerja, sehingga kedekatan diantara keduanya sangatlah erat karena saling terlibat

satu sama lain.

Pemimpin pelayan adalah seseorang yang menjadi pelayan lebih dulu.

Dimulai dari perasaan alami bahwa seseorang yang ingin melayani, harus terlebih

dulu melayani. Kemudian pilihan secara sadar membawa sesorang untuk

memimpin. Perbedaan yang jelas dalam penekanan bahwa melayani terlebih

dahulu, untuk memastikan kepentingan orang lain adalah prioritas untuk dilayani.

Kepemimpinan yang melayani merupakan gaya kepemimpinan yang sangat peduli

atas pertumbuhan dan dinamika kehidupan pengikut, dirinya serta komunitasnya.

Dimulai dari perasaan 21 natural yang ingin melayani. Oleh karena itu, ia

mendahulukan untuk melayani daripada pencapaian ambisi pribadi dan

kesukaannya semata.

Salah satu bahasan isu yang menarik dalam kepemimpinan adalah

pengaruh keragaman gender dalam kepemimpinan. Dalam sudut pandang gender,

terdapat stigma bahwa laki-laki dianggap lebih unggul daripada perempuan.

(20)

termasuk dalam hal kepemimpinan. Dikarenakan stigma tesebut, kemudian

muncul pandangan bahwa kekuasaan dan kepemimpinan merupakan domain

laki-laki yang terwujud dalam 3 identitas maskulin. Sebagai akibatnya, berkembanglah

resistensi terhadap kepemimpinan perempuan semakin berkembang. Hingga saat

ini, masyarakat masih cenderung bersikap skeptis terhadap pemimpin perempuan.

Hal tersebut tercermin dalam persentase pemimpin perempuan yang masih jauh

dibawah pemimpin laki-laki.

Seorang pemi mpin perempuan berpotensi menghadapi tantangan yang

lebih berat dibandingkan seorang pemimpin laki-laki. Kepemimpinan perempuan

seringkali dilihat dari kacamata maskulin. Perempuan dapat diterima sebagai

seorang pemimpin apabila mampu mengembangkan karakteristik maskulin dalam

kepemimpinannya. Selain itu, kepemimpinan perempuan yang dilegitimasi secara

sosial hanya lah kepemimpinan dalam organisasi atahu perkumpulan perempuan

seperti perkumpulan mahasiswi, perawat, dan sekolah perempuan.

Di Indonesia bukanlah hal yang baru bahwa perempuan sering mengalami

proses ketidakadilan gender melalui marginalisasi, subornasi, stereotipe serta

menjadi korban kekerasan. Hal ini bersangkutan dengan tarik menarik antara

peran domestik dan peran publik perempuan. Proses marginalisasi, yang

mentidakibatkan kemiskinan banyak sekali terjadi dalam masyarakat dan negara

yang menimpa kaum laki-laki dan perempuan, misalnya penggusuran, bencana

alam, atahu proses ekploitasi.

Dalam kegiatan pembangunan kaum perempuan mempunyai peran untuk

(21)

perempuannya baik maka akan mencetak generasi yang baik dan bertanggung

jawab, perempuan turut perperan aktif dalam kegiatan pembanguan terhimpun

dalam Organisasi PKK dan Dharma Perempuan telah berperan aktif dalam

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, baik pembangunan dalam bidang

mental spiritual sampai kegiatan peningkatan ekonomi, kesejahteraan keluarga

dan masyarakat, melaksanakan kegiatan sosial, pendidikan, pelestarian

lingkungan dan pemanfatan lingkungan hidup. Perempuan turut menentukan arah

pembangunan Negara Indonesia, hal ini karena banyak kaum perempuan yang

duduk dalam pemerintahan, baik sebagai eksekutif maupun legislatif. Bahkan

kaum perempuan dapat memasuki semua lini jabatan dalam pemerintahan,

lembaga pemerintah maupun swasta. Dengan masuknya kaum perempuan dalam

organisasi pemerintah, swata, LSM dapat menentukan maju-mundurnya suatu

organisasi.

Demikianlah bahwa peran kaum perempuan dalam pembangunan, yang

terbukti telah mewarnai segala kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu

pandangan lama yang memarjinalkan kaum perempuan sebagai warga kelas dua.

Sebagai pihak yang hanya punya hak berkiprah di wilayah domestik, sementara

wilayah publik dipandang bukan menjadi hak kaum perempuan. Kaum perempuan

dipandang sebagai pihak yang lemah, emosional, tidak dapat menggunakan akal

budinya, dan tidak mampu mengembangkan kepemimpinan yang kuat dan efektif.

Kaum perempuan dipandang tidak akan mampu masuk ke wilayah politik

(22)

kompleks dan membutuhkan stamina fisik, sehingga tidak mungkin kaum

perempuan berkiprah di sana.

Pandangan lama harus digantikan dengan pandangan yang baru.

Pandangan baru yang dimaksud adalah pandangan yang melihat kaum perempuan

adalah manusia yang juga memiliki hak dan kesempatan yang sama. Dengan

pandangan baru ini segala bentuk diskriminasi yang membatasi ruang gerak

perempuan hendaknya dihapuskan dan digantikan dengan pandangan yang

memperluas ruang gerak kaum perempuan.

Para pemimpin perempuan, pada umumnya banyak belsajar bagaimana

berinteraksi dengan orang lain, menempatkan diri dalam posisi mereka. Itu

sebabnya, mereka dapat memberikan hukuman kepada seorang bawahan,

sekaligus menunjukkan rasa prihatin. Pemimpin perempuan didapati lebih banyak

dapat bersabar dalam menimba pengalaman, memperhatikan dan hingga

mendapatkan reputasi bahwa ia kompeten. Perempuan yang benar-benar bebas

menjadi diri sendiri dan merasa nyaman dalam posisi kepemimpinan, bebas untuk

mengizinkan orang lain mendapatkan lebih banyak kebebasan. Mereka tidak

menunjukkan sikap suka mersaja seperti yang masyarakat umum pikirkan.

Malahan, mereka sanggup berpikir mengenai tujuan jangka panjang dan

mengembangkan kepemimpinan yang kreatif dan khas.

Provinsi Banten merupakan provinsi yang memiliki keterwakilan

perempuan yang dianggap bersejarah karena sejarah telah mencatatkan bahwa

Ratu Atut Chosiyah berkiprah sebagai Gubernur Perempuan Pertama di Indonesia,

(23)

kemudian terpilih kembali untuk periode tahun 2012-2017 sehingga Ratu Atut

Chosiyah mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) atas

pencapaian tersebut pada tahun 2007. Perempuan kelahiran 16 Mei 1962 ini yang

merupakan putri sulung (alm) Tb. Chasan Shohib Penasehat Badan Koordinasi

(Bakor) Pembentukan Provinsi Banten (PPB), tidak hanya menjadi “Ratu” di jalur

penghubung perdagangan Sumatera-Jawa itu, namun Ratu Atut Chosiyah menjadi

satu-satunya perempuan di Indonesia yang pernah menduduki jabatan gubernur

adalah sebuah prestasi yang gemilang dan pantas diapresiasi.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Serang menurut kepanitiaan

terbagi menjadi 4 badan, yaitu badan musyawarah dan badan anggaran dengan

anggota masing-masing 26 orang, badan legislasi daerah sebanyak 24 orang serta

badan kehormatan sebanyak 5 orang. Dari jumlah tersebut hanya 8 orang berjenis

kelamin perempuan. Sementara anggota fraksi 50 orang yang berasal dari 11

partai, terbanyak partai Golkar dan Gerindra.

Di Provinsi Banten terdapat 8 wilayah yang terdiri dari 4 Kabupaten dan 4

kota yaitu Kabupaten Tangerang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak,

Kabupaten Serang,kota Tangerang,kota Tangerang Selatan, kota Cilegon dan Kota

Serang. Dari 8 wilayah di Banten, 4 wilayahnya dipimpin oleh perempuan, yaitu

Walikota Tangerang Selatan Airin Rahmi Diani, Bupati Lebak Iti Oktavia

Jayabaya, Bupati Pandeglang Irna Narulita dan Bupati Serang Ratu Tatu

Chasanah. Ini menunjukkan bahwa perempuan di Banten dalam berbagai dimensi

kehidupan berbangsa dan bernegara mampu menjadi motor penggerak dan motor

(24)

Fenomena ini menginspirasi Presiden ke-7 Jokowi Dodo untuk menyelenggarakan

acara puncak peringatan Hari Ibu ke-88 tahun 2016 tingkat nasional di Provinsi

Banten.

Salahsatu Kepala Daerah perempuan yang ada di Banten adalah Bupati

Kabupaten Serang, ibu Hj. Ratu Tatu Chasanah,SE,M.Ak. Ia terpilih menjadi

Bupati Serang untuk periode 2016-2021 dan sebelum menjabat menjadi Bupati

Serang ia mendampingi Tahufik Nuriman sebagai Wakil Bupati Serang periode

2010-2015. Ibu Hj. Ratu Tatu Chasanah lahir di Serang pada tanggal 23 Juli 1967.

Beliau sangat aktif diberbagai bidang organisasi dan tidak jarang beliau menjadi

ketua dari berbagai organisasi yang digelutinya. Beberapa di antara nya adalah

Ketua Palang Merah Indonesia Provinsi Banten periode 2007-2011 dan

2012-2017,Ketua Perwosi Provinsi periode 2007-2011,Ketua Badan Narkotika

Kabupaten Serang periode 2010-2015 dan Ketua DPD Partai Golakar Provinsi

Banten periode 2013-2015. (sumber: web.serangkab.go.id)

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Serang menurut kepanitiaan

terbagi menjadi 4 badan, yaitu badan musyawarah dan badan anggaran dengan

anggota masing-masing 26 orang, badan legislasi daerah sebanyak 24 orang serta

badan kehormatan sebanyak 5 orang. Dari jumlah tersebut hanya 8 orang berjenis

kelamin perempuan. Sementara anggota fraksi 50 orang yang berasal dari 11

partai, terbanyak partai Golkar dan Gerindra.

Sebagai seorang pemimpin beliau harus bisa melayani masyarakatnya

melalui pelayanan publik dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan

(25)

yang dilakukan Pemerintahan Daerah Kabupaten Serang. Sesuai dengan Peraturan

Daerah Kabupaten Serang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Publik tertulis bahwa pelayan publik adalah segala kegiatan atahu

rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak

hak sipil setiap warga masyarakat dan penduduk atas suatu barang , jasa dan atahu

pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayan publik.

Contoh dari pelayanan publik atas suatu barang adalah pelayanan listrik,

pelayanan air bersih, pelayanan telepon, contoh dari pelayanan publik atas jasa

adalah pelayanan angkutan darat, laut dan udara, pelayanan kesehatan, pelayanan

perbankan, pelayanan pos dan pelayanan pemadaman kebakaran dan contoh dari

pelayanan publik atas administrasi adalah pelayanan sertifikat tanah, pelayanan

IMB, pelayanan administrasi kependudukan (KTP, NTCR, akta

kelahiran/kematian).

Salah satu pelayanan yang vital pada tanggungan pemerintahan adalah

pelayanan jasa. Pelayanan jasa berbentuk abstrak sehingga membutuhkan analisa

khusus untuk mengukurnya. Salah satu pelayanan jasa di Kabupaten serang yang

menarik perhatian peneliti adalah pelayanan jasa di bidang perlindungan

perempuan dan anak yaitu Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan perempuan

dan anak yang tertulis pada peraturan Bupati nomor 33 tahun 2016 tentang Pusat

Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Peraturan Bupati

tersebut dibuat berdasarkan aturan atahu Undang-Undang sebelumnya, yaitu

(26)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga.

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten

Serang yang selanjutnya disingkat P2TP2A Kabupaten Serang adalah salah satu

bentuk wahana pelayanan bagi perempuan dan anak dalam upaya pemenuhan

informasi dan kebutuhan dibidang keterampilan, kesehatan, ekonomi, politik,

hukum, perlindungan dan penangulangan tindak kekerasan serta perdagangan

perempuan dan anak.

Maksud dibentuknya P2TP2A yaitu untuk melaksanakan sebagian tugas

pemerintah daerah dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dengan

mengintegrasikan strategi pengarusutamaan gender dalam berbagai kegiatan

pelayanan terpadu bagi peningkatan peran,kesejahteraan dan pemberdayaan.

Pelayaan perempuan serta perlindungan perempuan dan anak. Tujuan

dibentuknya P2TP2A yaitu untuk memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan

terpadu dalam rangka pemberdayaan perempuan serta perlindungan perempuan

dan anak yang rentang terhadap tindak kekerasan.

Berdasarkan hasil pra survey yang dilakukan oleh peneliti, peneliti

menemukan pertama kasus kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten Serang

dari tahun 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun

(27)

Tabel 1.1

Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Kabupaten Serang

DATA KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK TAHUN 2015

DATA KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK TAHUN 2016

Dilihat dari tabel di atas menunjukkan peningkatan dari tahun 2015 sampai

tahun 2016. Hal ini membuktikan bahwa kurangnya perhatian dari Pemerintahan

Kabupaten Serang terhadap perlindungan Perempuan dan Anak. Jika dilihat dari

Kepala Daerah Kabupaten Serang yang dipimpin oleh seorang perempuan

sekaligus ibu dari anak-anaknya yang seharusnya mempunyai sifat keibuan

dimana ia dapat meningkatkan perlindungan perempuan dan anak dari tindak

kekerasan.

Kedua, tidak ada nya program prioritas untuk bidang perlindungan

perempuan dan anak di Kabupaten Serang. Terbukti dalam penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Mengengah Daerah (RPJMD) program perlindungan

(28)

sedangkan data di lapangan sesuai tabel di atas menunjukkan ada nya peningkatan

kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Kabupaten Serang.

Ketiga, berdasarkan database Perlindungan Perempuan dan Anak Korban

Kekerasan di Banten dalam kerjasama penelitian antara Pusat Gender dan Anak

IAIN SMH dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Desa

Banten pada tahun 2016,tingkat perlindungan perempuan dan anak di Kabupaten

Serang pun rendah. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 1.2

Grafik Perlindungan Perempuan dan Anak di Provinsi Banten

Database Pusat Gender dan Anak IAIN SMH dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Desa Banten pada tahun 2016

Tabel 1.2 menjelaskan bahwa pemerintah Kabupaten Serang merupakan

pemerintah yang paling kurang mempunyai perhatian dan kepedulian terhadap

kondisi perempuan dan anak. Bahkan Kabupaten Serang berada di peringkat ke-8

dari 8 wilayah yang ada di Provinsi Banten. Kabupaten Serang memiliki Kepala

Daerah perempuan akan tetapi peringkat perlindungan perempuan dan anak nya

berada pada peringkat terakhir se-Provinsi Banten. Jika suatu wilayah dipimpin

oleh seorang perempuan seharusnya dapat memprioritaskan atahu membuat

(29)

terlepas dari sosok kepemimpinannya, melekat pula sifat kelembutan seorang

perempuan dan sifat keibuan dalam dirinya.

Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang

Kepemimpinan Hj Ratu Tatu Chasanah Sebagai Bupati Kabupaten Serang (Studi Kasus Pelayanan Publik Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak)

1.2 Identikasi Masalah

1. Minimnya perhatian Bupati Kabupaten Serang terhadap kualitas

pelayanan publik di Kabupaten Serang.

2. Program Pemerintah yang kurang tanggap terhadap kasus kekerasan

perempuan dan anak di Kabupaten Serang.

3. Kurangnya sistem pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan

anak di Kabupaten Serang.

1.3 Batasan Masalah

Peneliti menyadari bahwa permasalahan yang diteliti cukup luas. Namun

dalam penelitian ini dibatasi pada pelayanan publik bidang perlindungan

perempuan dan anak

1.4 Rumusan Masalah

Bagaimana kepemimpinan Hj.Ratu Tatu Chasanah sebagai Bupati

Kabupaten Serang (studi kasus pelayanan publik bidang perlindungan perempuan

(30)

1.5 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kepemimpinan Hj.Ratu Tatu Chasanah sebagai Bupati

Kabupaten Serang Periode 2016-2021 (studi kasus pelayanan publik bidang

perlindungan perempuan dan anak)

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat baik teoritis maupun praktis

tentang bagaimana kepemimpinan Hj.Ratu Tatu Chasanah sebagai Bupati

Kabupaten Serang (studi kasus pelayanan publik bidang perlindungan perempuan

dan anak)

1. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan keilmuan

dan pengetahuan karena akan memperkaya pengetahuan dalam dunia

akademis khususnya ilmu administrasi Publik, terutama yang berkaitan

dengan kebijakan.

2. Secara Praktis

Bagi penulis, diharapkan penelitian ini dapat mengembangkan

kemampuan dan penguasaan ilmu-ilmu yang pernah diperoleh peneliti

selama mengikuti pendidikan di Program Studi Administrasi Publik.

Selain itu, karya peneliti dapat dijadikan bahan informasi dan referensi

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Teori

Deskripsi teori digunakan untuk memperkuat uraian sebelumnya. Pada

pembahasan ini peneliti akan menggunakan teori untuk mendukung masalah

dalam penelitian, penggunaan teori merupakan cara yang tepat untuk mengelola

sumber daya dan waktu singkat untuk menyelesaikan pekerjaan serta alat yang

tepat untuk memperingan pekerjaan. Pada pembahasan ini peneliti akan

menjelaskan secara teoritis tentang kepemimpinan Hj.Ratu Tatu Chasanah sebagai

Bupati Kabupaten Serang (studi kasus pelayanan publik bidang perlindungan

perempuan dan anak).

2.1.1 Kepemimpinan

A. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan inti daripada suatu organisasi karena

kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi sumber-sumber dan alat-alat

manusia dan alat lainnya dalam suatu organisasi. Demikian pentingnya

kepemimpinan dalam usaha untuk mecapai tujuan suatu organisasi sehingga

dikatakan bahwa sukses atahu kegagalan yang dialami oleh organisasi sebagian

besar ditentukan oleh kualitan kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-orang

yang diserahi tugas memimpin dalam organisasi tersebut.

Menurut P.Pigors (1935) kepemimpinan adalah suatu proses saling

(32)

mengontrol daya manusia dalam mengejar tujuan bersama. Sedangkan menurut

Ordway Tead (1929) kepemimpinan sebagai perpaduan perangai yang

memungkinkan seseorang mampu mendorong pihak lain menyelesaikan tugasnya.

Lalu menurut Dr. Kartini Kartono di dalam buku Pemimpin dan

Kepemimpinan, teori kepemimpinan adalah penggeneralisasian satu seri perilaku

pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar

belakang historis, sebab-musabab timbulnya kepemimpinan, persyaratan menjadi

pemimpin, sifat-sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya, serta etika

profesi kepemimpinan.

Menurut Miftah Thoha (2003 : 9) mengatakan bahwa kepemimpinan

adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atahu seni

mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Sedangkan

menurut Kartini Kartono (2005 : 56), pemimpin adalah seorang pribadi yang

memiliki kecakapan dan kelebihan-kelebihan, khususnya kecakapan dan

kelebihan disuatu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk

bersama-sama melakukan aktivitas tertentu demi pencapaian suatu tujuan atahu

beberapa tujuan.

B. Servant Leadership (kepemimpinan yang melayani)

Servant Leadership (Kepemimpinan Pelayan) adalah sebuah konsep

kepemimpinan etis yang diperkenalkan oleh Robert K. Greenleaf sejak tahun

1970. Dalam bukunya yang berjudul Servant Leadership beliau menyebutkan

bahwa Kepemimpinan pelayan adalah suatu kepemimpinan yang berawal dari

(33)

yaitu untuk menjadi pihak pertama yang melayani. Pilihan yang berasal dari suara

hati itu kemudian menghadirkan hasrat untuk menjadi pemimpin. Perbedaan

manifestasi dalam pelayanan yang diberikan, pertama adalah memastikan bahwa

kebutuhan pihak lain dapat dipenuhi, yaitu menjadikan mereka sebagai

orang-orang yang lebih dewasa, sehat, bebas, dan otonom, yang pada akhirnya dapat

menjadi pemimpin pelayan berikutnya.

W.I.M Poli (2011 : 258) juga dalam bukunya yang berjudul Manajemen

Stratejik mendefinisikan servant leadership sebagai proses hubungan timbal balik

antara pemimpin dan yang dipimpin dimana di dalam prosesnya pemimpin

pertama-tama tampil sebagai pihak yang melayani kebutuhan mereka yang

dipimpin yang akhirnya menyebabkan ia diakui dan diterima sebagai pemimpin.

Konsep kepemimpinan pelayan sebenarnya sudah diterapkan oleh tokoh-tokoh

pemimpin dunia sejak lama.

Menurut Neuschel (dalam Aorora 9: 2009), pemimpin pelayan adalah

orang dengan rasa kemanusiaan yang tinggi. Bukan nasib pemimpin untuk

dilayani, tetapi adalah hak istimewanya untuk melayani. Harus ada sejumlah

elemen atahu pemahaman tentang hidup dalam kepemimpinan berkualitas tinggi

karena tanpa karakter pemimpin pelayan ini, kepemimpinan dapat tampak

menjadi-dan sebenarnya menjadi-termotivasi untuk melayani diri sendiri dan

mementingkan kepentingannya sendiri.

Menurut Greenleaf (2003) terdapat sepuluh karakteristik kepemimpinan pelayan

(34)

1. Mendengarkan

Pemimpin memiliki komitmen yang mendalam untuk

mendengarkan dengan penuh perhatian kepada orang lain.

2. Empati

Berusaha untuk memahami dan berempati dengan orang lain.

3. Menyelesaikan Masalah

Belsajar untuk menyelesaikan masalah adalah sebuah kekuatan

yang besar untuk transformasi dan integrasi. Salah satu kekuatan

besar dari servant leadership adalah potensi untuk menyelesaikan

masalah sendiri dan orang lain.

4. Kesadaran

Kesadaran umum dan terutama kesadaran diri, memperkuat

pelayan pemimpin.

5. Persuasif

Seorang servant leader lebih mengutamakan tindakan-tindakan

persuasif daripada menggunakan otoritas posisional seseorang.

6. Konseptual

Servant leader berusaha untuk memupuk kemampuan mereka

untuk mimpi yang besar. Kemampuan untuk melihat masalah

(atahu organisasi) dari perspektif konseptual berarti bahwa kita

(35)

7. Visi

Kemampuan untuk memahami pelsajaran dari masa lalu, realitas

masa kini, dan kemungkinan konsekuensi dari keputusan untuk

masa depan.

8. Stewardship

Komitmen atas kepercayaan yang lain.

9. Komitmen terhadap Perkembangan Individu

Servant leader merupakan pemimpin yang memiliki komitmen

untuk mengembangkan setiap individu yang ada di dalam

organisasinya.

10. Membangun tim

Membangun kebersamaan tim di dalam organisasi yang dipimpin

merupakan salah satu tujuan dari seorang servant leader.

C. Kepemimpinan Perempuan

Kepemimpinan perempuan dalam jabatan publik dapat diartikan sebagai

serangkaian perilaku yang dilakukan oleh perempuan sesuai dengan

kedudukannya sebagai pemimpin dalam jabatan publik. Apabila perempuan telah

masuk dan terlibat dalam sektor publik khususnya memegang peranan sebagai

pemimpin dalam jabatan publik, ada beberapa hal fundamental yang

mempengaruhi posisinya, antara lain:

(36)

Nilai sosial dimaksudkan sebagai pengendalian perilaku manusia.

Nilai sosial ini merupakan ukuran-ukuran di dalam menilai tindakan

dalam hubungannya dengan orang lain. Menurut Soedjito, dengan

nilai-nilai sosial ini orang yang satu dapat memperhitungkan apa yang

dilakukan oleh orang lain. Sementara Soejono Soekanto

mendefinisikan sebagai konsepsi abstrak di dalam diri manusia

mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Dari

definisi di atas terlihat bahwa nilai-nilai sosial ini menjadi patokan

atahu ukuran dari masyarakat yang bersangkutan, yang bertujuan

untuk mengadakan tata atahu ketertiban.

Nilai-nilai yang ada dalam suatu masyarakat bersifat dinamis. Ia akan

selalu mengalami perubahan, bersamaan dengan meningkatnya

pengalaman, baik yang diperoleh dari luar masyrakatnya atahu

perkembangan pola pikir yang selaras dengan tuntutan zaman. Hal ini

akan berakhir pada berubahnya nilai-nilai sosial yang dianut. Namun

begitu ada nilai-nilai tertentu yang relatif sulit mengalami perubahan,

misalnya agama.

b. Status Sosial

Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya

masing-masing. Status meruoakan perwujudan atahu pencerminan dari hak

dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status sosial sering

pula disebut sebagai kedudukan atahu posisi, peringkat seseorang

(37)

terdapat berbagai macam kedudukan atahu status, seperti anak, istri,

dan sebagainya.

c. Komunikasi

Dalam organisasi, komunikasi memiliki empat fungsi. Pertama,

menyediakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan anggota

organisasi untuk membuat keputusan. Kedua, sebagai alat untuk

memotivasi anggota. Komunikasi dibutuhkan untuk menjelaskan

tujuan organisasi, memberikan umpan balik terhadap pencapaian

tujuan dan penguatan terhadap perilaku anggota. Ketiga, sebagai alat

untuk mengendalikan perilaku. Keempat, sebagai media untuk

mengungkapkan emosi antara lain rasa kecawa, rasa puas dan

lain-lain.

d. Pendidikan

Peningkatan dalam dunia kerja ternyata ditunjang dengan oeningkatan

tingkat pendidikan perempuan. Mereka yang berpendidikan cukup

tinggi memiliki pengetahuan dan informasi lebih baik dibandingkan

dengan mereka yang berpendidikan lebih rendah atahu tidak sekolah.

Dengan model tersebut, mereka yang bependidikan tinggi lebih

memahami makna kehidupan politik sehingga lebih cenderung terlibat

dalam kegiatan publik. Pekerjaan yang lebih baik yang dimiliki

seseorang mencerminkan kemampuan orang tersebut, terutama dalam

(38)

e. Pengalaman Kerja

Ada dua sudut pandang yang berbeda menyebabkan para perempuan

memilih untuk tetap bekerja meskipun sudah menikah. Pertama untuk

meningkatkan standar ekonomi keluarga dalam arti karena adanya

kebutuhan ekonomi, dan yang kedua untuk meningkatkan kualitas

hidup seperti keingginan untuk memuaskan diri senidri, ketertarikan

dalam melakukan sesuatu, atahu mentidaktualisasikan kemampuan

yang ada. Pengalaman kerja menentukan kesusksesan sesorang dalam

karir yang dipengaruhi oleh bentuk dan jenis tugas serta jenis

pekerjaan yang spesifik, sehingga mendorong orang mencapai

penyelesaian yang sempurna dan lebih baik dibandingkan orang lain..

2.1.2 Pelayanan Publik

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)

keperluan orang atahu masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi

itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana

telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah

pelayanan kepada masyarakat. Karenanya Birokrasi publik berkewajiban dan

bertanggung jawab untuk memberikan layanan yang baik dan profesional (Tesis

Irsan, 2012 : 9).

Menurut Moenir (2001:13) Pelayanan publik adalah kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang atahu sekelompok orang dengan landasan faktor

material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam usaha memenuhi

(39)

mempersiapkan pelayanan publik tersebut yang dikehendaki atahu dibutuhkan

oleh publik, dan bagaimana menyatakan dengan tepat kepada publik mengenai

pilihannya dan cara mentidaksesnya yang direnecanakan dan disediakan oleh

pemerintah.

2.1.3 Kebijakan Publik

Kebijakan adalah sebuah instrument pemerintahan,bukan saja dalam arti

government,(hanya menyangkut aparatur Negara),melainkan pula governance

yang menyentuh berbagai kelembagaan,baik swasta,dunia usaha maupun

masyarakat.

Frederickson sebagaimana dikutip oleh Agustino (2016:8)

mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan atahu kegiatan yang

diusulkan seseorang,kelompok atahu pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu

dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitam-kesulitan) dan

kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka

mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan

melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang

penting dari definisi kebijakan,karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan

apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa

kegiatan pada suatu masalah.

Eyestone sebagaimana dikutip oleh Agustino (2016:15) mendefinisikan

kebijakan publik sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan

(40)

luas untuk dipahami, karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat

mencakup banyak hal.

Easton sebagaimana dikutip oleh Agustino (2016:16) memberikan

definisi kebijakan publik sebagai “the authorative allocation of values for the

whole society”. Definisi ini menegaskan bahwa hanya pemilik otoritas dalam

system politik (pemerintah) yang secara syah dapat berbuat sesuatu diwujudkan

dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai. Hal ini disebabkan karena pemerintah

termasuk kedalam “authorities in a political system” yaitu para penguasa dalam

system politik yang terlihat dalam urusan sistem politik sehari-hari dan

mempunyai tanggung jawab dalam suatu masalah tertentu dimana pada suatu titik

mereka dminta untuk mengambil keputusan dikemudian hari kelak diterima serta

mengikat sebagian besar anggota masyarakat selama waktu tertentu.

2.1.3 Kekerasan Pada Anak

Pengertian kekerasan terhadap anak adalah segala sesuatu yang membuat

anak tersiksa, baik secara fisik, psikologis maupu mental. Oleh para ahli,

pengertian kekerasan terhadap anak ini banyak definisi yang berbeda-beda. Di

bawah ini akan diberikan beberapa definisi pengertian kekerasan terhadap anak

oleh beberapa ahli.

Kekerasan terhadap anak menurut Andez (2006) adalah segala bentuk

tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual termasuk hinaan

meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk, Eksploitasi termasuk eksploitasi

seksual, serta trafficking/ jual-beli anak. Sedangkan Child Abuse adalah semua

(41)

bertanggung jawab atas anak tersebut atahu mereka yang memiliki kuasa atas

anak tersebut, yang seharusnya dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga

dekat, dan guru.

Sedangkan Nadia (2004) memberikan pengeritian kekerasan terhadap anak

sebagai bentuk penganiayaan baik fisik maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah

tindakan-tindakan kasar yang mencelakakan anak, dan segala bentuk kekerasan

fisik pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua

tindakan merendahkan atahu meremehkan anak. Alva menambahkan bahwa

penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh orangtua atahu pengasuh

yang seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi anaknya untuk tumbuh dan

berkembang.

2.1.4 Kekerasan Pada Perempuan

Pengertian Kekerasan pada perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan

perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atahu penderitaan

perempuan secara fisik, seksual, psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu,

pemaksaan, atahu perampasan kemerdekaan secara sewenang–wenang, baik yang

terjadi di depan umum atahu dalam kehidupan pribadi. (pasal 1 Deklarasi

Penghapusan Kekerasan terhadap perempuan 1993).

Menurut Martha dalam Perempuan, Kekerasan dan Hukum,kekerasan pada

perempuan yaitu setiap tindakan kekerasan berdasarkan gender yang

menyebabkan kerugian atahu penderitaan fisik, seksual atahu psikologis terhadap

(42)

kehidupan masyarakat dan pribadi.Tindak kekerasan terhadap perempuan dapat

terjadi sepanjang siklus kehidupan perempuan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Pada penelitian ini, peneliti memaparkan penelitian sebelumnya yang

dianggap relevan dengan permasalahan yang akan diteliti mengenai

Kepemimpinan Hj. Ratu Tatu Chasanah sebagai Bupati Kabupaten Serang (studi

kasus pelayanan public bidang perlindungan perempuan dan anak). Penelitian

sebelumnya juga dijadikan sebagai sumbangsih pemikiran kepada peneliti agar

penelitian yang dilakukan tepat sasaran dan sesuai dengan kaidah penelitian.

Menurut Firda Amalia (2018) dalam penelitiannya berjudul

Kepemimpinan Perempuan dalam Jabatan Publik di Provinsi Banten (studi kasus

Bupati Lebak Periode 2014-2019 menyebutkan bahwa Kurangnya komunikasi

pemimpin dalam memberikan instruksi yang baik antara pemimpin dan bawahan

sehingga tidak sesuai dengan tujuan pemimpin, Lemahnya dalam mengkontrol

emosi, Kurang maksimalnya dalam realisasi visi dan misi pemerintah Kabupaten

Lebak terhadap prioritas kebutuhan pendanaan, Keterlibatan bawahan (Kepala

Dinas/Kepala OPD) untuk ikut serta dalam kegiatan pemimpin Kabupaten Lebak

menyebabkan kurang efektifnya dalam bekerja. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui bagaimana kepemimpinan Bupati Lebak periode 2014-2019.

Penelitian ini mempunyai persamaan yaitu sama sama meneliti tentang

kepemimpinan perempuan dalam jabatan publik serta penelitian ini menggunakan

metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal yang membedakan

(43)

penelitian terdahulu berlocus di Kabupaten Lebak dan penelitian selanjutnya di

Kabupaten Serang.

2.3 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir merupakan alur pemikiran peneliti dalam penelitian dan

sebagai kelanjutan dari teori memberikan penjelasan dari penelitian

kepemimpinan Hj.Ratu Tatu Chasanah sebagai Bupati Kabupaten Serang (studi

kasus pelayanan publik bidang perlindungan perempuan dan anak), maka dalam

penelitian ini dibuatkan kerangka berfikir. Sehingga dengan adanya kerangka

berfikir ini, baik peneliti maupun pembaca mudah memahami dan mengetahui

tujuan yang ingin dicapai dari penelitian.

Adapun masalah-masalah yang ada terkait penelitian kepemimpinan

Hj.Ratu Tatu Chasanah sebagai Bupati Kabupaten Serang (studi kasus pelayanan

publik bidang perlindungan perempuan dan anak), diantaranya:

1. Minimnya perhatian Bupati Kabupaten Serang terhadap kualitas

pelayanan publik di Kabupaten Serang.

2. Program Pemerintah yang kurang tanggap terhadap kasus kekerasan

perempuan dan anak di Kabupaten Serang.

3. Kurangnya sistem pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan

anak di Kabupaten Serang.

Berdasarkan dari permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka

dikiranya dibutuhkan suatu alat untuk mengetahui kepemimpinan Hj.Ratu Tatu

Chasanah sebagai Bupati Kabupaten Serang (studi kasus pelayanan publik bidang

(44)

dalam sebuah penelitian tidal akan menemukan kesimpulan jika tidak diimbangi

denganteori yang berkaitan dengan masalah yang ada di lapangan. Dibawah ini

akan dijelaskan mengenai yang menjadi titik acuan untuk mengetahui

kepemimpinan Bupati Kabupaten Serang dengan menggunakan 10 karateristik

kepemimpinan yang melayani yang membantu menentukan Servant Leadership

yang efektif yaitu:

1. Mendengarkan

Pemimpin memiliki komitmen yang mendalam untuk

mendengarkan dengan penuh perhatian kepada orang lain.

2. Empati

Berusaha untuk memahami dan berempati dengan orang lain.

3. Menyelesaikan Masalah

Belsajar untuk menyelesaikan masalah adalah sebuah kekuatan

yang besar untuk transformasi dan integrasi. Salah satu kekuatan

besar dari servant leadership adalah potensi untuk menyelesaikan

masalah sendiri dan orang lain.

4. Kesadaran

Kesadaran umum dan terutama kesadaran diri, memperkuat

pelayan pemimpin.

5. Persuasif

Seorang servant leader lebih mengutamakan tindakan-tindakan

(45)

6. Konseptual

Servant leader berusaha untuk memupuk kemampuan mereka

untuk mimpi yang besar. Kemampuan untuk melihat masalah

(atahu organisasi) dari perspektif konseptual berarti bahwa kita

harus berpikir di luar realitas keseharian.

7. Visi

Kemampuan untuk memahami pelsajaran dari masa lalu, realitas

masa kini, dan kemungkinan konsekuensi dari keputusan untuk

masa depan.

8. Stewardship (amanah)

Komitmen atas kepercayaan yang lain.

9. Komitmen terhadap Perkembangan Individu

Servant leader merupakan pemimpin yang memiliki komitmen

untuk mengembangkan setiap individu yang ada di dalam

organisasinya.

10. Membangun tim

Membangun kebersamaan tim di dalam organisasi yang dipimpin

merupakan salah satu tujuan dari seorang servant leader.

Berdasarkan teori tentang Servant Leadership beserta indikator yang

menentukan kepemimpinan seseorang, maka penulis mencoba untuk mengkaji

dan menganalisis kepemimpinan yang dianggap sesuai dengan kondisi di

Kabupaten Serang dengan menggunakan teoru Greenleaf (2003), bahwa

(46)

kepemimpinan yang melayani pada suatu organisasi publik adalah mendengarkan,

empati, meyelesaikan masalah, kesadaran, persuasive, konseptual, visi,

(47)

KERANGKA BERFIKIR

Teori Servant Leadership a. Mendengarkan

b. Empati

c. Menyelesaikan Masalah d. Kesadaran

e. Persuasif f. Konseptual g. Visi

h. Stewardship

i. Komitmen Terhadap Perkembangan Individu j. Membangun Tim

(Greenleaf,2003)

Gambaran Kepemimpinan Hj Ratu Tatu Chasanah Sebagai Bupati Kabupaten Serang (Studi Kasus Pelayanan Publik Bidang Perlindungan

Perempuan dan Anak)

Identifikasi masalah kepemimpinan Hj.Ratu Tatu Chasanah sebagai

Bupati Kabupaten Serang (studi kasus pelayanan publik bidang perlindungan perempuan dan anak)

1. Minimnya perhatian Bupati Kabupaten Serang terhadap kualitas pelayanan publik di Kabupaten Serang.

2. Program Pemerintah yang kurang tanggap terhadap kasus kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten Serang.

(48)

2.4 Asumsi Dasar

Berdasarkan masalah-masalah dan kerangka berfikir di atas, maka peneliti

berasumsi bahwa penerapan pelayanan publik di Kabupaten Serang belum

berjalan optimal,apabila Bupati Kabupaten Serang menerapkan kepemimpinan

pelayan (Servant Leadership) melalui Peraturan Bupati No 33 Tahun 2016

Tentang P2TP2A maka pelayanan publik di Kabupaten Serang akan berjalan lebih

baik dan optimal.

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode dan Pendekatan Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian yang berjudul kepemimpinan

Hj.Ratu Tatu Chasanah sebagai Bupati Kabupaten Serang Periode (studi kasus

pelayanan publik bidang perlindungan perempuan dan anak) ini adalah metode

penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, Menurut Bogdan dan Taylor

(2010) dalam Fuad dan Nugroho (2014:54) Metode penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif bermaksud untuk mendalami dan menghayati suatu obyek.

Mengidentifikasi metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data desk riptif berupa kata-kata tertulis atahu lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, dan pendekatan ini diarahkan pada latar

dan individu tersebut secara holistic (utuh).

3.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian ditetapkan agar penelitian dapat terlaksana dengan

batasan yang jelas dan hasil analisa yang mendalam. Dengan itu maka, fokus

penelitian diharapkan dapat memudahkan peneliti untuk mengkaji secara tepat

masalah-masalah yang hendak diteliti, yaitu mengenai “kepemimpinan Hj.Ratu

Tatu Chasanah sebagai Bupati Kabupaten Serang (studi kasus pelayanan publik

(50)

Fokus penelitian didasarkan pada pemaparan yang terdapat pada latar

belakang masalah, dimana dijabarkan secara ringkas dalam identifikasi masalah.

Adapun, fokus dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan secara mendalam,

fenomena kepemimpinan Hj.Ratu Tatu Chasanah sebagai Bupati Kabupaten

Serang (studi kasus pelayanan publik bidang perlindungan perempuan dan anak).

3.3 Lokasi Penelitian

Locus penelitian di Kabupaten Serang Provinsi Banten. Peneliti tertarik

mengambil lokasi penelitian di Kabupaten Serang karena Kabupaten Serang

menduduki peringkat terendah seProvinsi Banten untuk penanganan kasus

kekerasan perempuan dan anak

3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Definisi Konsep

Dalam penelitian ini,peneliti akan melakukan penelitian yang berkaitan

dengan kepemimpinan Hj.Ratu Tatu Chasanah sebagai Bupati Kabupaten Serang

(studi kasus pelayanan publik bidang perlindungan perempuan dan anak). Adapun

teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Sevant Leadership menurut

Greenleaf, menjelaskan terdapatnya empat variabel yang membantu menentukan

kepemimpinan yang efektif yaitu:

(51)

Pemimpin memiliki komitmen yang mendalam untuk

mendengarkan dengan penuh perhatian kepada orang lain.

2. Empati

Berusaha untuk memahami dan berempati dengan orang lain.

3. Menyelesaikan Masalah

Belsajar untuk menyelesaikan masalah adalah sebuah kekuatan

yang besar untuk transformasi dan integrasi. Salah satu kekuatan

besar dari servant leadership adalah potensi untuk menyelesaikan

masalah sendiri dan orang lain.

4. Kesadaran

Kesadaran umum dan terutama kesadaran diri, memperkuat

pelayan pemimpin.

5. Persuasif

Seorang servant leader lebih mengutamakan tindakan-tindakan

persuasif daripada menggunakan otoritas posisional seseorang.

6. Konseptual

Servant leader berusaha untuk memupuk kemampuan mereka

untuk mimpi yang besar. Kemampuan untuk melihat masalah

(atahu organisasi) dari perspektif konseptual berarti bahwa kita

harus berpikir di luar realitas keseharian.

(52)

Kemampuan untuk memahami pelsajaran dari masa lalu, realitas

masa kini, dan kemungkinan konsekuensi dari keputusan untuk

masa depan.

8. Stewardship (amanah)

Komitmen atas kepercayaan yang lain.

9. Komitmen terhadap Perkembangan Individu

Servant leader merupakan pemimpin yang memiliki komitmen

untuk mengembangkan setiap individu yang ada di dalam

organisasinya.

10. Membangun tim

Membangun kebersamaan tim di dalam organisasi yang dipimpin

merupakan salah satu tujuan dari seorang servant leader

3.4.2 Definisi Oprasional

Teori Servant Leadership , Greenleaf (2003) berikut sub dimensi dari

10 dimensi teori Servant Leadership:

1. Mendengarkan

a. Memberikan akses untuk masyarakat dan bawahan untuk berbicara

b. Dapat mendengarkan pendapat bawahan atahu masyarakat

2. Empati

a. Dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat dan bawahan dalam

suatu permasalahan

3. Menyelesaikan Masalah

(53)

b. Ikuserta dalam penyelesaian masalah

4. Kesadaran

a. Sadar terhadap kualitas pelayanan publik yang diberikan

b. Mempunyai tingkat kesadaran diri dalam memimpin masyarakat dan

bawahan

5. Persuasif

a. Dapat mempengaruhi seseorang dengan tindakan persuasif tanpa

mengandalkan posisi atahu jabatan yang di emban

6. Konseptual

a. Dapat membantu seseorang untuk melihat masalah dari berbagai

perspektif sehingga menemukan solusi yang kreatif

7. Visi

a. Memiliki visi yang didasari pengalaman masa lalu,realitas masa kini, dan

berorentasi ke masa depan

8. Stewardship

a. Dapat memegang amanah yang telah diberikan oleh orang lain

9. Komitmen terhadap perkembangan individu

a. Mempunyai komitmen yang tinggi dalam mengembangkan individu

seseorang

10.Membangun tim

a. Dapat bekerjasama dengan baik dalam mencapai tujuan organisasi

(54)

3.5 Instrumen Penelitian

Irawan (2006) dalam Fuad dan Nugroho (2014) menjelaskan bahwa

satu-satunya instrumen terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri.

Peneliti mungkin menggunakan alat-alat bantu untuk mengumpulkan data seperti

tape recorder, video kaset, atahupun kamera. Tetapi alat-alat ini benar-benar

tergantung pada peneliti untuk menggunakannya. Peneliti sebagai instrument ini

(disebut “participant-observer”) disamping memiliki kelebihan-kelebihan, juga

mengandung beberapa kelemahan. Kelebihannya antara lain, pertama peneliti

dapat langsung melihat, merasakan, dan mengalami apa yang terjadi pada

objek/subjek yang ditelitinya. Dengan demikian peneliti lambat laun akan

“memahami” makna-makna apa saja yang tersembunyi di balik realita yang kesat

mata. Ini adalah salah satu tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian

kualitatif. Kedua, peneliti akan mampu menentukan kapan penyimpulan data telah

mencukupi, data telah jenuh, dan penelitian diberhentikan. Dalam penelitian

kualitatif pengumpulan data tidak dibatasi oleh instrument yang sengsaja

membatasi penelitian pada variabel-variabel tertentu saja. Ketiga, peneliti dapat

langsung melakukan pengumpulan data, menganalisisnya, melakukan refleksi

secara terus menerus, dan secara gradual “membangun” pemahaman yang tuntas

tentang sesuatu hal. Karena dalam penelitian kualitatif, peneliti memang

“mengkontruksi” realitas yang tersembunyi “tacit” di masyarakat.

Adapun kelemahan dimana peneliti sebagai instrument utama adalah

pertama, sungguh tidak mudah menjaga objektifitas dan neteralitas peneliti

(55)

Tapi jika tidak hati-hati peneliti akan secara tidak sadar mencampuradukan antara

data lapangan dengan hasil observasi dengan pikiran-pikiran sendiri. Kedua,

sangat dipengaruhi oleh kemampuan peneliti dalam menulis, menganalisis, dan

melaporkan hasil penelitian. Peneliti juga harus memiliki sensifitas dan “insight

untuk menangkap symbol-simbol dan makna-makna yang tersembunyi. Lyotard

(1989) dalam Fuad dan Nugroho (2014:56) mengatakan “lantaran pengalaman

belsajar ini sifatnya sangat pribadi, peneliti seringkali mengalami kesulitan untuk

mengungkannya dalam bentuk tertulis”. Ketiga, peneliti harus memiliki cukup

kesabaran untuk mengikuti dan mencatat perubahan-perubahan yang terjadi pada

objek/subjek yang ditelitinya. Dalam penelitian kualitatif, penelitian dianggap

telah selesai jika kesimpulan telah diambil dari hipotesis telah diketahui statusnya,

diterima atahu ditolak.

3.6 Informan Penelitian

Dalam penelitian kepemimpinan Hj.Ratu Tatu Chasanah sebagai Bupati

Kabupaten Serang (studi kasus pelayanan publik bidang perlindungan perempuan

dan anak), peneliti menggunakan Teknik purposive. Menurut Sugiyono (2005)

dalam Fuad dan Nugroho (2014:58) teknik purposive adalah teknik pengambilan

sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya

orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atahu

mungkin dia sebagai penguasa sehingga memudahkan peneliti menjelsajahi

objek/situasi sosial yang diteliti. Maka yang menjadi informan dalam penelitian

(56)

Tabel 3.1 Daftar Informan

No Informan Keterangan Kode Informan

1. Kepala Bidang

Secondary Informan I3

4. Kepala Dinas Sosial Kabupaten Serang

Secondary Informan I4

5. Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Serang

Seondary Informan I5

6. Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Kabupaten Serang

Secondary Informan I6

7. Kepala RSUD Serang Secondary Informan I7

8. Kepala Bagian

Kesejahteraan Rakyat Komisi II DPRD Kabupaten Serang

Secondary Informan I8

9. P2TP2A Kecamatan Kibin Secondary Informan I9

10. Masyarakat Kecamatan Kibin

Secondary Informan I10

11 Masyarakat Kecamatan Kibin

Secondary Informan I11

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Denzin dan Lincoln (2009) dalam Nugroho (2014:59) pendapat kaum

kontruksionis memberikan pengertian bahwa peneliti social, melalui pola interaksi

(57)

dikumpulkan dan dianalisis. Di tempai inilah, praktik interpretif dari penelitian

kualitatif dapat diterapkan. Praktik inilah yang kemudian disebut metode dan

teknik memproduksi data-data empiris dan berbagai interpretasi teoritis.

3.7.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan dari pada penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data

demi keberlangsungan penelitian. Teknik yang digunakan peneliti dalam

pengumpulan data penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Wawancara

Merupakan bentuk komunikasi antar 2 (dua) orang, melibatkan seseorang

yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2008;180).

Wawancara dilakukan dengan cara mendapat berbagai informasi terkait masalah

yang diajukan dalam penelitian, dan wawancara dilakukukan pada informan yang

dianggap menguasai penelitian. Wawancara dilakukan dengan cara

mempersiapkan terlebih dahulu berbagai keperluan yang akan dibutuhkan yaitu

sampel informan, kriteria informan, dan pedoman wawancara yang telah disusun

dengan baik dan dapat dipahami oleh peneliti.

b) Observasi

Merupakan bagian dari pengumpulan data. Dalam tradisi kualitatif, data tidak

dapat diperoleh dibelakang meja, tetangga, organisasi, dan komunitas. Data yang

(58)

keseluruhan interaksi antar manusia. Metode observasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode observasi non-participant. Dalam hal ini, peneliti

datang ke lokasi penelitian namun tidak ikut terlibat dalam kegiatan yang

dilakukan oleh subjek penelitian.

c) Studi Dokumentasi

Merupakan pengumpulan data yang bersumber dari dokumen yang resmi dan

relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Dokumen tersebut dapat berupa

tulisan, gambar, atahu lain sebagainya.

3.7.1.1Pedoman Wawancara

Tabel 3.2 Pedoman Wawancara Pedoman Wawancara

Teori Dimensi Sub Dimensi Pertanyaan

Kepemimpinan

(59)

2. Dapat

(60)

2. dimana Bupati

5. siapa yang menjadi target Bupati saat ia turun langsung

menyelesaikan masalah?

6. bagaimana efek dari turun langsungnya Bupati terhadap

(61)

2. Dapat memberi

(62)
(63)
(64)
(65)

Gambar

Tabel 1.1 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Kabupaten Serang
Grafik Perlindungan Perempuan dan Anak di Provinsi Banten
Tabel 3.1 Daftar Informan
Tabel  3.2
+7

Referensi

Dokumen terkait