BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Pendidikan sebagai upaya untuk membangun sumber daya manusia
memerlukan wawasan yang sangat luas, karena pendidikan menyangkut
seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam pemikiran maupun dalam
pengalamannya. Oleh karena itu, pembahasan pendidikan tidak cukup
berdasarkan pengalaman saja, melainkan dibutuhkan suatu pemikiran yang
luas dan mendalam (Sadulloh, 2011 : 1).
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa pendidikan merupakan
kegiatan yang hanya dilakukan manusia dengan lapangan yang sangat luas,
yang mencakup semua pengalaman serta pemikiran manusia tentang
pendidikan. Pendidikan sebagai suatu praktik dalam kehidupan, seperti halnya
dengan kegiatan-kegiatan lain, seperti kegiatan ekonomi, kegiatan hukum,
kegiatan agama, dan lain-lain, selain itu, kita dapat juga mempelajari
pendidikan secara akademik, baik secara empirik yang bersumber dari
pengalaman pengalaman-pengalaman pendidikan, maupun dengan jalan
perenungan-perenungan yang mencoba melihat makna pendidikan dalam
suatu konteks yang lebih luas (Sadulloh, 2011 : 1).
Menurut UU No.2 Tahun 1989 dan PP No. 73 Tahun 1991, pendidikan
diselenggarakan melalui dua jalur, yaitu jalur sekolah dan jalur luar sekolah.
(atau sistem) pendidikan sekolah, baik dilembagakan maupun tidak
dilembagakan, yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan. Dalam Uu
sisdiknas Tahun 2003 istilah pendidikan formal, nonformal dan informal
dipergunakan kembali. Dijelaskan bahwa pendidikan nonformal adalah jalur
pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan. Degan demikian, dapat dikatakan bahwa
pendidikan nonformal dilaksanakan di jalur nonformal dan informal
(Abdulhak, 2013 : 17).
Sedangkan pendidikan nonformal (nonformal education) menurut
coombs adalah setiap kegiatan pendidikan yang diorganisasikan di luar sistem
persekolahan yang mapan, dilakukan secara sengaja untuk melayani peserta
didik tertentu guna mencapai tujuan belajarnya (Abdulhak, 2013 : 19).
Berdasarkan penjelasan di atas maka salah satu program pendidikan
nonformal yang ada di Indonesia adalah pendidikan pondok pesantren. Dalam
PP No. 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Nonformal termasuk dalam satuan
pendidikan sejenis. Sehubungan dengan kebutuhan masyarakat tentang
pengetahuan keagamaan (Islam) maka dalam Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang sisdiknas, majelis taklim (pesantren) berdiri sendiri
menjadi satuan PNF. Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam najelis taklim
adalah kelompok yasinan, kelompok pengajian, taman pengajian Al-Qur’an,
Pondok pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang pada
awalnya mendapatkan sedikit perhatian di negeri ini. Mulai negara Indonesia
merdeka sampai dengan orde baru, pondok pesantren dipinggirkan dalam
berbagai hal oleh pemerintah, namun sampai sekarang ini pondok pesantren
mampu bertahan dan bermetamorfosa menjadi sekolah atau madrasah, bahkan
sekarang banyak pondok pesantren yang mempunyai lembaga pendidikan
tinggi.
Pondok pesantren mempunyai karakter dan ciri tersendiri bersama
dunianya mampu bertahan dan berkembang sampai sekarang. Pondok
pesantren berkembang sangat cepat berawal dari sikap non-kooperatif para
ulama terhadap kebijakan “Politik Etis” pada akhir abad-19 dengan
mendirikan pesantren yang jauh dari kota untuk menghindari intervensi
pemerintah kolonial, serta memberikan kesempatan pada rakyat yang belum
memperoleh pendidikan, tepatnya tahun 1860-an, menurut penelitian sartono
Kartodirdjo, jumlah pesantren mengalami peledakan yang luar biasa terutama
di jawa yang diperkirakan mencapai 300 buah. Martin Van Bruinessen
mengisyaratkan pesantren merupakan impor kelembagaan islamnya dari
mesir. Jamali mengeksplorasi dalam tulisannya pesantren lahir sebagai
menifestasi dari bertemunya dua kemauan : semangat orang yang ingin
menimba ilmu (santri) dan keikhlasan orang yang ingin mengamalkan
ilmunya yakni kiai (Hammid. 2015 :3).
Dalam perkembangan zaman dan kemajuan teknologi saat ini semakin
menjadi lembaga pendidikan islam yang di dalamnya mengajarkan dan
mendidik peserta didik tentang ilmu dan nilai-nilai agama. Tujuan pendidikan
pondok pesantren adalah membentuk akhlak atau kepribadian, penguatan
kompetensi santri dan penyebarluasan ilmu tentang islam. Dalam
perkembangannya pondok pesantren berusaha meningkatkan sistem
pendidikan tidak hanya memfokuskan kepada pendidikan agama saja tetapi
dengan memasukan pengetahuan umum. Pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan islam bukanlah lembaga baku, tetapi fleksibel, berkembang
menurut kehendak waktu dan tempat.
Kepercayaan masyarakat menjadi salah satu kunci kemajuan lembaga
pendidikan. Ketika masyarakat memiliki kepercayaan terhadap lembaga
pendidikan Islam, masyarakat akan mendukung penuh tidak saja dengan
memasukan putra-putrinya kedalam lembaga pendidikan tersebut, tetapi
bahkan mempengaruhi agar orang lain untuk melakukan hal yang sama.
Pondok pesantren selain sebagai tempat pendidikan Islam, pondok
pesantren juga memiliki fungsi sosial bagi masyarakat sekitar. Disadari atau
tidak, keberdaan pondok pesantren telah mempengaruhi dinamika kehidupan
masyarakat yang ada di sekitarnya. Pondok pesantren dapat dinilai sebagai
lembaga kemasyarakatan, dalam arti memiliki pranata yang memiliki
hubungan fungsional dengan masyarakat dan hubungan tata nilai dengan
kultur masyarakat, khususnya yang berada dalam lingkungan pengaruhnya.
Kehidupan masyarakat yang mulai berkembang seiring dengan perkembangan
generasi-generasi penerus yang berperilaku sesuai dengan ketentuan agama
dan niai moral yang berkembang dalam masyarakat, di samping itu pondok
pondok pesantren juga dituntut untuk menyesuaikan dengan perkembangan
yang ada dalam masyarakat.
Dalam masyarakat sering kali terjadi kenakalan-kenakalan yang
dilakukan oleh para pemuda, seperti minum-minuman keras dan perkelahian
diantara mereka. Kegiatan negatif yang dilaksanakan oleh pemuda-pemuda ini
menyangkut tingkat tinggi rendahnya moralitas yang dimilikinya. Tentunya
menjadi sebuah pertanyaan apakah mereka tidak memiliki pendidikan moral
atau memiliki pendidikan moral yang diperoleh dari keluarga maupun dari
jalur pendidikan formal maupun non formal.
Moralitas remaja ini penting diperhatikan, sebab akan menentukan
nasib masa depan mereka serta kelangsungan hidup bangsa Indonesia
umumnya. Dapat dikatakan bahwa penanggulangan terhadap masalah-masalah
moral remaja merupakan salah satu penentu masa depan mereka dan
bangsanya.
Dengan sering terjadinya kenakalan-kenakalan yang di lakukan oleh
para pemuda, tidak sedikit orang tua yang memasukan anaknya kedalam
pondok pesantren, karena menurut mereka, pondok pesantren merupakan
“bengkel” perbaikan moral bagi putra/putrinya. Eksistensinya pondok
pesantren semakin diperhitungkan dalam dunia pendidikan nasional. Hal ini
tentunya karena dilihat dari peranan pendidikan yang ada dalam pelaksanaan
Dalam hal ini terdapat pondok pesantren yang memberikan pendidikan
moral melalui pendidikan formal dan pendidikan non formal, pondok
pesantren pendidikan Islam yang terletak di desa Pesawahan kecamatan
Rawalo, Banyumas ini bukan hanya memberikan pendidikan melalui materi
agama saja tetapi juga memberikan pendidikan kepada santrinya materi-materi
pembelajaran umum. Sehingga santri bukan hanya mendapatkan pendidikan
moral berdasarkan materi aga saja namun juga diselngi tentang pendidikan
moral berdasarkan pendidikan umum. Namun dalam pelaksanaanya masih
mengalami banyak kesulitan, Biasanya anak yang di masukan ke dalam
pondok pesantren merupakan anak-anak yang kurang memiliki moral,
sehingga diharapkan anak-anak tersebut mampu menjadi lebih baik dalam
ahlak dan moral sebagai modal untuk hidup baik di dalam lingkungan
masyarakat.
Tujuan diadakan penelitian di pondok pesantren pendidikan Islam
Miftahul Huda Rawalo guna mengkaji tentang pendidikan moral serta
mengetahui bentuk pendidikan moral yang ada dalam Pondok Pesantren
Pendidikan Islam Miftahul Huda.
Di dalam keseharian para santri dituntut agar tumbuh menjadi sosok
yang mandiri dan mampu membaur kedalam masyarakat secara baik, dalam
kenyataannya para santri masih mengikuti pendidikan secara formal yang
tersebar di sekitar rawalo. Di dalam pesantren tidak adanya jurang pemisah,
antara pendidikan di sekolah dan diluar sekolah, antara guru dan murid atau
sekitarnya. Proses pembentukan watak dan nilai-nilai berjalan secara
bersamaan dengan proses belajar dalam memperoleh ilmu dan ketrampilan,
sehingga membentuk suatu kehidupan yang harmonis. Kondisi ini mendorong
peneliti untuk lebih jauh mengetahui tentang kajian Pondok Pesantren dalam
pelaksanaan pendidikan moral.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas maka peneliti mengambil rumusan masalah
sebagai berikut
1. Bagaimana model pembelajaran moral di Pondok Pesantren?
2. Bagaimana penanaman nilai-nilai moral di Pondok Pesantren?
3. Bagaimana kendala penanaman nilai-nilai moral di Pondok Pesantren?
4. Bagaimana upaya mengatasi kendala penanaman moral di pondok
pesantren?
C. Tujuan penelitian
Tujuan diadakannya penelitian pada pondok pesantren Miftahul huda
adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan tentang model pembelajaran moral di pondok pesantren.
2. Menjelaskan tentang penanaman nilai-nilai moral di pondok pesantren.
3. Menjelaskan tentang kendala dalam penanaman nilai-nilai moral yang
ada dalam pendidikan pondok pesantren.
4. Menjelaskan tentang upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi
D. Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain :
1. Bagi Pondok Pesantren
Agar dapat mengembangkan metode pendidikan moral dan fasilitas
pendukungnya yang dapat menunjang moral santri menjadi lebih baik.
2. Bagi Guru/kyai
Agar dapat meningkatkan kinerja sebagai pendidik santri Khususnya
dalam penguasaan materi moral agar dapat menunjang sikap moral santri.
3. Bagi orangtua santri
Orangtua subjek pendukung (santri), sehingga orang tua menyadari