• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN RESILIENSI REMAJA PADA KELUARGA ORANG TUA TUNGGAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN RESILIENSI REMAJA PADA KELUARGA ORANG TUA TUNGGAL"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN RESILIENSI REMAJA PADA KELUARGA ORANG TUA TUNGGAL

NASKAH PUBIKASI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi dan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta

Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi dan Sarjana (S-1) Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh : Fariskha Noor Amalia F 100100085 / G 000100219

TWINNING PROGRAM

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)

ii

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN

RESILIENSI REMAJA PADA KELUARGA ORANG TUA TUNGGAL

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi dan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi dan Sarjana (S-1) Pendidikan Agama Islam

Disusun oleh :

FARISKHA NOOR AMALIA F 100 100 085 / G 000 100 219

TWINNING PROGRAM

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(3)
(4)
(5)

1

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN RESILIENSI REMAJA PADA KELUARGA ORANG TUA TUNGGAL

Fariskha Noor Amalia fariskhana@gmail.com

Fakultas Pikologi dan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta

Soleh Amini Yahman Najmuddin Zuhdi

ABSTRAKSI

Keluarga mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembangunan masyarakat dunia, orang tua yang dulunya lengkap dapat menjadi tidak lengkap yang disebabkan karena adanya perpisahan, yakni kematian, perceraian. Remaja memiliki emosi yang belum stabil, rasa ingin tahu yang besar, agresif, cenderung menantang dengan aturan-aturan dan tidak dekat dan tidak terbuka dengan keluarga terutama orang tua. Maka apabila terjadi permasalahan dan tidak terbuka oleh remaja sangatlah wajar terjadi. Resiliensi merupakan suatu kemampuan individu untuk mengatasi kesulitan dan melanjutkan perkembangan normalnya seperti semula. Salah satu faktor yang mempengaruhi resiliensi adalah konsep diri. Konsep diri yang positif akan menghasilkan resiliensi yang tinggi, begitu juga sebaliknya konsep diri yang negatif akan menghasilkan resiliensi yang rendah pula. Saat ini remaja yang mempunyai orang tua tunggal biasanya tidak terbuka terhadap keluarganyya terutama orang tua mereka ketika mereka mempunyai masalah.

Tujuan dalam penelitian ini, yaitu : untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan resiliensi remaja pada keluarga orang tua tunggal. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara konsep diri dengan resiliensi remaja pada orang tua tunggal. Subyek dalam penelitian ini sebanyak 52 orang remaja, penelitian ini memakai studi purposive random sampling yaitu peneliti menentukan jenis sampel berdasarkan karakteristik. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala konsep diri dan skala resiliensi. Teknik analisis data menggunkan korelasi product moment.

Hasil analisis yang diperoleh dari penelitian ini yaitu : ada hubungan positif yang sangat signifikan dengan resiliensi remaja pada keluarga orang tua tunggal, konsep diri bereran 48,9% dan koefisien derteminan ( ) = 0,699 dalam mempengaruhi resiliensi remaja dan tingkat konsep diri tergolong sedang, tingkat resiliensi tergolong sedang.

(6)

2 PENDAHULUAN

Dalam Firman-Nya Qs. At-tahrim ayat 6 :                                    

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (Qs.At-tahrim (66) :6)”.

Keluarga menurut Helmawati (2014) adalah kelompok kecil yang memiliki pemimpin dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing-masing anggotanya, sebuah keluarga tidak akan pernah menjadi keluarga ideal jika tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan terutama oelh agama dan hukum yang berlaku di negara dan masyarakat.

Keluarga yang tidak utuh akan berdampak pada remaja yang menurut Hurlock (dalam Kusumawardand, 2014) Salah satu

fenomena yang sering dijumpai dalam masyarakat saat ini adalah keberadaan orang tua tunggal. Kematian salah seorang dari kedua orang tua adalah salah satu kondisi yang sangat mungkin terjadi pada kehidupan setiap manusia. Hal tersebut merupakan penyebab seseorang terpaksa harus menjalani kehidupan seorang orang tua tunggal dan perbedaan pandangan, hal prinsip atau pengalaman buruk yang dialami selama menjalani masa berumah tangga. Terkadang menyebabkan seseorang terpaksa memilih berpisah dari pasangannya atau karena hadirnya pihak ketiga yang memaksa perpisahan harus terjadi.

Menurut American Psychological association (dalam Djudiyah dkk, 2011) cara pandang diri negatif terhadap diri sendiri serta perasaan tidak berharga pada diri remaja dari keluarga orang tua tunggal ini akan berdampak pada perkembangan daya resiliensinya. Apabila remaja menganggap bahwa hidup ini kejam, hanya membuat dirinya menderita dan merasa tidak berdaya menghadapinya maka akan menyebabkan daya resilensinya tidak berkembang atau cenderung rendah. Namun bila remaja berusaha mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapinya dan berusaha bangkit dari keterpurukannya serta berusaha menerima apa yang dimilikinya saat ini maka daya resiliensinya akan dapat berkembang.

(7)

3 Ketika menghadapi berbagai kesulitan dan persoalan hidup manusia Allah melarang untuk berputus asa, dalam firman-Nya:

                                

Artinya: “Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir (Qs. Yusuf (12): 87)".

Menurut Evarall, dkk (dalam Hidayati, 2014) mengatakan bahwa remaja yang mempunyai resilien cenderung memiliki tujuan, harapan, dan perencanaan terhadap masa depan, gabungan antara ketekunan dan ambisi dalam mencapai hasil yang akan diperoleh.

Secara etimologis resiliensi diadaptasi dari kata dalam bahasa inggris resilience yang berarti kemampuan untuk kembali dalam bentuk semula (Aprilia, 2013). Sementara itu Grotberg (dalam Masdianah, 2010) mendefinisikan resiliensi adalah kemampuan atau kapasitas individu yang dimiki baik seseorang, kelompok atau masyarakat yang memungkinkan untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi

yang tidak menyenangkan atau bahkan mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi.

Dalam Islam sabar adalah wujud perilaku dari resiliensi, Ilyas (1999) mengemukakan secara etimologis sabar a(ash-shabr) berarti menahan dan mengekang (al-habs wa al-kuf). Secara terminologis sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah, Selain itu sabar menurut Quraish shihab (dalam Hafiz& Fahrul, 2012) adalah menahan diri dari sesuatu yang tidak berkenaan di hati. Dalam firman Allah Qs. Ali-imron: 125 yang berbunyi:

                        

Artinya: “Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda (Qs. Ali-imron (3): 125)”.

Resiliensi menurut Reivich & Shatte (dalam Hadiningsih, 2014) mencakup tujuh aspek, yaitu:

a. Regulasi emosi, adalah kemampuan untuk tetap tenang dalam kondisi yang penuh tekanan. Individu yang memiliki kemampuan meregulasi emosi

(8)

4 dapat mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan dapat mengatasi rasa cemas, sedih, atau marah sehingga mempercepat dalam pemecahan suatu masalah. Pengekspresian emosi, baik negatif ataupun positif, merupakan hal yang sehat dan konstruktif asalkan dilakukan dengan tepat. Pengekpresian emosi yang tepat merupakan salah satu kemampuan individu yang resilien.

b. Pengendalian impuls, merupakan kemampuan mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri seseorang. Individu dengan pengendalian impuls rendah sering mengalami perubahan emosi dengan cepat yang cenderung mengendalikan perilaku dan pikiran. Individu mudah kehilangan kesabaran, mudah marah, impulsif, dan berlaku agresif pada situasi-situasi kecil yang tidak terlalu penting, sehingga lingkungan sosial di sekitarnya merasa kurang nyaman yang berakibat pada munculnya permasalahan dalam hubungan sosial.

c. Optimisme, individu yang resilien adalah individu yang optimis. Individu memiliki harapan di masa depan dan percaya dapat mengontrol arah hidupnya. Dibandingkan dengan

individu yang pesimis, individu yang optimis lebih sehat secara fisik, tidak mengalami depresi, berprestasi lebih baik di sekolah, lebih produktif dalam kerja, dan lebih berprestasi dalam olahraga. Optimisme mengimplikasikan bahwa individu percaya dapat menangani masalah-masalah yang muncul di masa yang akan datang.

d. Empati, menggambarkan bahwa individu mampu membaca tanda-tanda psikologis dan emosi dari orang lain. Empati mencerminkan seberapa baik individu mengenali keadaan psikologis dan kebutuhan emosi orang lain.

e. Analisis penyebab masalah, yaitu merujuk pada kemampuan individu untuk secara akurat mengidentifikasi penyebab-penyebab dari permasalahan individu. Jika individu tidak mampu memperkirakan penyebab dari permasalahannya secara akurat, maka individu akan membuat kesalahan yang sama.

f. Efikasi diri, merupakan keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif. Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses. Individu dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan

(9)

5 tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu karena memiliki kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya. Individu ini akan cepat menghadapi masalah dan mampu bangkit dari kegagalan yang dialami.

g. Peningkatan aspek positif. Resiliensi merupakan kemampuan yang meliputi peningkatan aspek positif dalam hidup. Individu yang meningkatkan aspek positif dalam hidup, mampu melakukan dua aspek ini dengan baik, yaitu: (1) mampu membedakan risiko yang realistis dan tidak realistis, (2) memiliki makna dan tujuan hidup serta mampu melihat gambaran besar dari kehidupan. Individu yang selalu meningkatkan aspek positifnya akan lebih mudah dalam mengatasi permasalahan hidup, serta berperan dalam meningkatkan kemampuan interpersonal dan pengendalian emosi.

Selain itu Everall (2006) mengemukakan ada tiga faktor yang mempengaruhi resiliensi, yaitu: a. Faktor individual, faktor

individual meliputi kemampuan

kognitif individu, konsep diri, harga diri, dan kompetensi sosial yang dimiliki individu.

b. Faktor keluarga, faktor keluarga meliputi dukungan yang bersumber dari orang tua, yaitu bagaimana cara orang tua untuk memperlakukan dan melayani anak. Selain dukungan dari orang tua struktur keluarga juga berperan penting bagi individu. c. Faktor komunitas, faktor

komunitas meliputi kemiskinan dan keterbatasan kesempatan kerja.

Menurut Rakhmat (dalam Hidayati, 2014), konsep diri adalah pandangan dan perasaaan kita tentang diri sendiri. Persepsi tentang diri ini bersifat psikologi, sosial, dan fisik. Untuk mengetahui konsep diri kita positif atau negatif, secara sederhana terangkum dalam tiga pertanyaan berikut, “bagaimana watak saya sebenarnya?”, “bagaimana orang lain memandang saya?’ dan “bagaimana pandangan saya tentang penampilan saya?”. Jawaban pada pertanyaan pertama menunjukkan persepsi psikologis, jawaban kedua menunjukkan persepsi sosial, dan jawaban pada pertanyaan ketiga menunjukkan persepsi fisik tentang diri kita.

Konsep diri dalam perspektif islam Sandiah (2014) adalah rasa iman dan taqwa kepada kekuatan eksternal, Allah SWT yang dapat dimanifestasikan secara sederhana maupun kompleks dalam bentuk

(10)

6 gagasan, ide, atau tindakan. Konsep diri perspektif islam dapat disebut dengan konsep diri muslim ideal.

Taqwa menurut Riyadhus Shalihin (2005) adalah istilah yang diambil dari kata wiqayah yang berarti menjadikan sesuatu yang dapat menjaga dari azab Allah dan sesuatu yang dapat menjaga dari azab dengan car melkanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya ketaqwaan diiringi dengan kebajikan, seperti yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzaab: 70           

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar (Al-Ahzaab (33) : 70)”

Menurut Calhoun & Acocella (dalam Manik, 2007) konsep diri terbagi menjadi dua jenis, yaitu konsep diri yang positif dan konsep diri yang negatif.

1) Konsep diri yang positif, yaitu peneriman diri bukan sebagai suatu kebangaan yang besar tentang dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain, seagaimana firman Allah Qs. At-taghabun ayat 16:                         

Artinya: “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu dan Barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung (Qs. At-taghabun (64) 16)”.

Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realiatas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan didepannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan. 2) Konsep diri negatif, terdapat dua

tipe yaitu:

a. Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaaan kestabilan dan keutuhan diri, individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahan atau yang dihargai dalam kehidupannya.

b. Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Biasa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras, sehingga menciptakan

(11)

7 citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang didalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.

Bronzky (dalam Fatimah, 2012) mengemukakan aspek-aspek konsep diri meliputi:

a. Aspek fisik, yaitu pandangan, pikiran, perasaan dan pemikiran individu terhadap fisiknya sendiri. Individu memiliki konsep diri yang positif bila memandang secara positif penampilanya, kondisi kesehatan kulitnya, ketampanan atau kecantikan serta ukuran tubuh ideal. Individu dipandang memililki konsep diri negatif bila memandang secara negatif mengenai penampilannya, kondisi kesehatan kulitnya, ketampanan atau kecantikan serta ukuran tubuh idealnya. b. Aspek psikis, yaitu pandangan,

pikiran, perasaan dan penilaian individu terhadap pribadinya sendiri. Seseorang digolongkan memiliki konsep diri positif bila memandang dirinya sebagai individu yang bahagia, optimis, mampu mengontrol diri dan memiliki berbagai kemampuan. Sebaliknya, individu digolongkan sebagai orang yang memiliki konsep diri negatif bila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak bahagia, pesimis, tidak mampu

mengontrol diri dan memiliki berbagai macam kekurangan. c. Aspek sosial, yaitu pandangan,

pikiran dan penilaian individu tehadap kecenderungan sosial yang ada pada dirinya sendiri. Konsep diri sosial berkaitan dengan kemampuan yang berhubungan dengan dunia di luar dirinya, perasaan mampu, dan berharga dalam lingkup interaksi sosial. Individu digolongkan memiliki konsep diri sosial positif bila memandang dirinya sebagai orang terbuka pada orang lain, memahami orang lain, merasa mudah akrab dengan orang lain, merasa diperhatikan, menjaga perasaan orang lain. Sebaliknya individu yang memiliki konsep diri sosial yang negatif bila tidak memberi perhatian terhadap orang lain dan tidak aktif dalam kegiatan sosial.

d. Aspek moral, yaitu pandangan, pikiran, perasaan dan penilaian individu terhadap moralitas diri sendiri. Konsep diri moral berkaitan dengan nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan seseorang. Digolongkan memiliki konsep diri moral positif bila memandang dirinya sebagai orang yang berpegang teguh pada nilai etik moral, namun sebaliknya individu digolongkan memiliki konsep diri moral negatif bila memandang dirinya

(12)

8 sebagai orang yang menyimpang dari standar nilai moral yang seharusnya diikutinya.

Menurut Burns (dalam Widodo, 2006) konsep diri dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

a. Citra diri, yang berisi tentang kesadaran dan citra tubuh, yang pada mulanya dilengkapi melalui persepsi inderawi. Hal ini merupakan inti dan dasar dari acuan dan identitas diri yang terbentuk.

b. Kemampuan bahasa, bahasa timbul untuk membantu proses diferensiasi terhadap orang lain yang ada di sekitar individu, dan juga untuk memudahkan atas umpan balik yang dilakukan oleh orang-orang terdekat (significant others).

c. Umpan balik dari lingkungan, khususnya dari orang-orang terdekat (significant others). Individu yang citra tubuhnya mendekati ideal masyarakat atau sesuai dengan yang diinginkan oleh orang lain yang dihormatinya, akan mempunyai rasa harga diri yang akan tampak melalui penilaian-penilaian yang terefleksikan.

d. Identifikasi dengan peran jenis yang sesuai dengan stereotip masyarakat, identifikasi berdasarkan penggolongan seks dan peranan seks yang sesuai dengan pengalaman masing-masing individu akan berpengaruh terhadap sejauh

mana individu memberi label maskulin atau feminin kepada dirinya sendiri.

e. Pola asuh, perlakuan, dan komunikasi orang tua, hal ini akan berpengaruh terhadap harga diri individu karena ada ketergantungan secara fisik, emosional dan sosial kepada orang tua individu (terutama pada masa kanak-kanak), selain karena orang tua juga merupakan sumber umpan balik bagi individu.

METODE PENELITIAN Subyek yang diambil dalam penelitian adalah remaja yang masih sekolah usia 13-17 tahun, memiliki orang tua tunggal baik yang bercerai atau meninggal dan masih tinggal bersama orang tua. Menggunakan teknik pengambilan sampel purposive random sampling yaitu peneliti menentukan jenis sampel berdasarkan ciri-ciri atau karakteristik yang telah ditentukan. Metode pengumpulkan data menggunakan pengukuran skala konsep diri dan resiliensi. Teknik analisis data menggunakan korelasi product moment.

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment pearson maka diperoleh hasil nilai koefisien korelasi ) sebesar 0,699 dengan signifikan 0,000 (p < 0,01) artinya ada hubungan positif yang sangat

(13)

9 signifikan antara konsep diri dengan resiliensi. semakin positif konsep diri maka semakin tinggi resiliensi,semakin negatif konsep diri maka semakin rendah resiliensinya.

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Djudiyah (2011) konsep diri yang positif merupakan salah satu faktor konstribusi bagi resiliensi pada remaja. Ketika remaja memiliki konsep diri yang positif peran orang tua cukup besar pada perkembangan remaja, apabila remaja mampu dan mau melakukan hubungan interpersonal yang harmonis terhadap orang tuanya maka remaja akan merasa aman untuk bereksplorasi atau potensi yang dimilikinya disamping penerimaan terhadap tidak lengkapnya orang tua tunggal.

Pada remaja yang memiliki orang tua tunnggal memiliki konsep diri yang positif. Menurut America Psychological Association (dalam Djudiyyah, 2011) menyatakan bahwa cara pandang diri negatif terhadap diri sendiri serta peasaan tidak beharga pada diri remaja dari keluarga orang tua tunggal ini akan berdampak pada perkembangan resiliensinya. Apabila remaja menganggap bahwa hidup ini kejam hanya membuat dirinya menderita dan merasa tidak berdaya menghadapinya maka akan menyebabkan daya resiliensinya tidak berkembang atau cenderung rendah, namun bila remaja berusaha

bangkit dari keterpurukannya serta berusaha menerima apa yang dimilikinya saat ini maka daya resiliensinya akan dapat berkembang.

Berdasarkan penelitian dari Murphey (2010) menyatakan seorang remaja yang mempunyai resiliensi yang baik akan memasuki masa dewasa dengan baik untuk mengatasi masalah dengan baik jika ia telah mengalami keadaan yang sulit dalam hidupnya, seperti hubungan mereka dengan orang tua yang baik.orang tua yang bersama mereka hidup dan menjaga komunikasi terbuka dengan remaja.

Sebuah peneliitian yang dilakukan oeh Prihartani, Sulistiyanto, Purwanto, Partini, Aunillah dan Haq (2009) kepada 573 subyek yang berasal dari siswa sekolah dasar sampai sekolah menengah atas diperoleh bahwa masalah keluarga mempunyai hubungan erat dengan resiliensi. kondisi yang baik tidak memiliki banyak masalah, menunjukkan ketegaran siswa yang tinggi. Hal ini menjelaskan pendapat banyak orang mengenai pentingnya peran keluarga dalam membentuk kepribadian seseorang.

Berdasarkan hasil analisis diketahui variabel konsep diri mempunyai rerata empirik sebesar 85,38 dan rerta hipotetik sebesar 95 yang berarti konsep diri pada subyek tergolong sedang. Kondisi sedang ini dapat diinterpretasikan bahwa subyek penelitian pada dasarnya

(14)

10 memiliki sikap yang terbentuk dari aspek yang melibatkan aspek fisik yang meliputi pandangan, pikiran, perasaan dan pemikiran individu terhadap fisiknya sendiri memiliki konsep diri yang positif bila memandang secara positif penampilanya, kondisi kesehatan kulitnya, ketampanan atau kecantikan serta ukuran tubuh ideal. kemudian aspek psikis pandangan, pikiran, perasaan dan penilaian individu terhadap pribadinya sendiri memiliki konsep diri positif bila memandang dirinya sebagai individu yang bahagia, optimis, mampu mengontrol diri dan memiliki berbagai kemampuan. Aspek sosial berkaitan dengan kemampuan yang berhubungan dengan dunia di luar dirinya, perasaan mampu, dan berharga dalam lingkup interaksi sosial. Individu digolongkan memiliki konsep diri sosial positif bila memandang dirinya sebagai orang terbuka pada orang lain, memahami orang lain, merasa mudah akrab dengan orang lain, merasa diperhatikan, menjaga perasaan orang lain. Aspek moral pandangan, pikiran, perasaan dan penilaian individu terhadap moralitas diri sendiri berkaitan dengan nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan seseorang, moral positif bila memandang dirinya sebagai orang yang berpegang teguh pada nilai etik moral.

Variabel resiliensi memiliki rerata empirik sebesar 85,71 dan rerata

hipotetik sebesar 90, yang berarti reiliensi subyek tergolong sedang. Kondisi sedang ini dapat diartikan aspek-aspek yang terdapat dalam resiliensi remaja antara lain karena aspek regulasi emosi individu yang memiliki kemampuan meregulasi emosi dapat mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan dapat mengatasi rasa cemas, sedih, atau marah sehingga mempercepat dalam pemecahan suatu masalah, pengekpresian emosi yang tepat merupakan salah satu kemampuan individu yang resilien.

Kemudian aspek pengendalian impuls merupakan kemampuan mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri seseorang. Individu yang memiliki aspek optimisme memiliki harapan di masa depan dan percaya dapat mengontrol arah hidupnya. Individu yang memiliki aspek empati mencerminkan seberapa baik individu mengenali keadaan psikologis dan kebutuhan emosi orang lain. Aspek Analisis penyebab masalah kemampuan individu untuk secara akurat mengidentifikasi penyebab-penyebab dari permasalahan individu. Selanjuutnya individu yang memiliki efikasi diri yaitu keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses karena memiliki komitmen dalam memecahkan

(15)

11 masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil.

Berdasarkan kategorisasi skala konsep diri diketahui konsep diri diketahui bahwa terdapat 1,9% (1 orang) yang tergolong sangat rendah konsep dirinya, 34,6% (34 orang) yang tergolong rendah konsep dirinya, 61,6% (32 orang) yang tergolong sedang konsep dirinya, 1,9% (1 orang) yang tergolong tinggi konsep dirinya. Menurut Calhoun&Aocella (dalam Manik, 2007) remaja yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realiatas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan didepannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan. Didalam Al-Quran Allah menerangkan bahwa manusia ketika hidup didunia diberi cobaan agar senantiasa bersabar dalam menghadai cobaan, dalam firman-Nya :                                                            Artinya : “dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buahbuahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dn rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah

orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah (2) 155-157). Berdasarkan kategorisasi skala skala resiliensi diketahui bahwa tidak terdapat remaja yang memiliki resiliensi yang sangat rendah.ditunjukkan dengan nilai 0% (0 orang) yang tergolong sangat rendah resiliensinya, 19,2% (10 orang) yang tergolong rendah, 77% (40 orang) yang tergolong sedang, 3,8% (2 orang) yang tergolong tinggi. Jumlah dan prosentasi terbanyak menempati kategori sedang. Subyek dalam kategori ini dapat diartikan bahwa subyek tidak lepas dari resiliensi yang tentunya berpengaruh tinggi bagi kehidupan. Menurut Everall (2006) faktor individual, faktor keluarga dan faktor komunitas merupakan tiga faktor yang mempengaruhi resilliensi. Menurut Everall dkk (dalam Hidayati, 2014) menyatakan bahawa remaja yang memiliki tujuan,

(16)

12 harapan, dan perencanaan terhadap masa depan dengan gabungan antara ketekunan dan ambisi dalam mencapai hasil yang akan diperoleh.

Sumbangan efektif variabel konsep diri terhadap resiliensi remaja sebesar 48,9% ditunjukkan oleh koefisien determinan ( ) sebesar 0,699. Hal ini memiliki arti bahwa terdapat 51,1% faktor lain yang mempegaruhi diluar faktor individual meliputi kemampuan kognitif individu, harga diri, kompetensi sosial yang dimiliki individu. faktor keluarga meliputi dukungan yang bersumber dari orang tua, yaitu bagaimana cara orang tua untuk memperlakukan dan melayani anak. Selain dukungan dari orang tua struktur keluarga juga berperan penting bagi individu. faktor komunitas meliputi kemiskinan dan keterbatasan kesempatan kerja (Everall, 2006). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep diri dengan segala aspek yang terkandung didalamnya memang memberikan kontribusi terhadap resiliensi remaja meskipun resiliensi tidak hanya dipengaruhi oleh variabel tersebut, dalam hal ini konsep diri memiliki konstribusi yang positif terhadap resiliensi remaja pada orang tua tunggal, sehinga semakin positif maka semakin tinggi resiliensi remaja tersebut, sebaliknya semakin negatif konsep diri maka semakin rendah resiliensi remaja teersebut, sehingga hal ini mencerminkan bahwa

memiliki konsep diri menjadi salah satu cara untuk dapat meningkatan daya resiliensi yang ada didalam individu.

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa konsep diri dapat digunakan sebagai prediktor resiliensi remaja pada orang tua tunggal di Surakarta, namun generalisasi dari penelitian-penelitian ini terbatas pada populasi dimana tempat penelitian dilakukan. Penerapan pada ruang lingkup yang lebih luas dengan karakteristik yang berbeda kiranya perlu dilakukan penelitian lagi dengan menggunakan atau menambah variabel-variabel lain yang belum disertakan dalam penelitian. Kelemahan penelitian ini adalah alat ukur atau alat pengumpulan data yang digunakan hanya menggunakan skala sehingga belum mampu mengungkapkan aspek-aspek karakteristik kepribadian secara mendalam. Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya perlu melengkapi dengan tekhnik pengumpulan data lain, misalnya wawancara dan observasi.

KESIMPULAN DAN SARAN a) Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan seluruhnya, dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara konsep diri dengan resiliensi remaja pada orang tua tunggal yang artinya semakin positif konsep

(17)

13 diri maka resiliensi remaja semakin baik, sebaliknya semakin negatif konsep diri maka resiliensi semakin buruk. 2. Peran konsep diri remaja pada

penelitian ini tergolong sedang yaitu dapat dililhat dari rerata empirik (RE) sebesar 85,38 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 95. 3. Tingkat resiliensi remaja

tergolong sedang yaitu dapat dilihat dari rerata empirik (RE) sebesar 85,71 Rerata hipotetik (RH) 90 .

4. Konsep diri memiliki sumbangn efektif sebesar 48,9% terhadap resiliensi remaja pada keluarga orang tua tunggal.

b) Saran

Diharapkan hasil dari penelitian ini sebagai refrensi, untuk bahan masukan, pertimbangan, informasi tambahan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis, sehingga dapat menjadi acuan dalam penyempurnaan penelitian yang sejenis.

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, Winda. (2013). Resiliensi Dan Dukungan Sosial Pada Orang Tua Tunggal (Studi Kasus Pada Ibu Tunggal Di Samarinda). Jurnal.

Christiani, Lintang Citra. (2010). Komunikasi Pengasuhan Antara Orang Tua Tunggal Dengan Anak Dalam Kultur Kolektivisik. Jurnal. Semarang: Fakultas Ilmu

Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro. Djudiyah & Yuniardi, M. (2011).

Model Pengembangan Konsep Diri Dan Daya Resiliensi Melalui Support Group Therapy: Upaya Meminimalkan Trauma Psikis Remaja Dari Keluarga Single Parent. Jurnal. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Everall, R.D. (2006). Creating A

Future: A Study Of Resilience In Suicidal Female Adolescent. Journal Of Cuonseling And Development, Vol 84, 461-470.

Fatimah, Siti Nur. (2012). Dinamika Konsep Diri Pada Orang Dewasa. Jurnal Vol.1 No.1. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Hadiningsih, Tyas Tiatmi. (2014).

Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Resiliensi Pada Remaja Di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta. Skripsi. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hafiz, Subhan, Fahrul Rozi, Ilham

Mundzir & Lila Pratiwi. (2012). Konstruk Psikologi Kesabaran Dan Peranannya. Naskah Publikasi. Fakultas Psikologi Universitas

(18)

14 Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta.

Hidayati, Nurfitria Laili.(2014). Hubungan Antara Self-Esteem Dengan Resiliensi Pada Remaja Di Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah Surakarta. Skripsi. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Ilyas,Yunahar. (1999). Kuliah

Akhlaq. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Kusumamawardand, Arifah. (2014).

Pelatihan Resiliensi Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan Akademik Pada Remaja. Tesis. Surakarta: Program Pendidikan Magister Profesi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Manik, Christa Gumanti. (2007).

Analisa Faktor-Faktor Yang Mempenaruhi Konsep Diri Pada Narapidana Remaja Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas Iia Tanjung Gusta Medan. Skripsi. Medan: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Masdianah. (2010). Hubungan Antara Resiliensi Dengan Prestasi Belajar Anak Binaan Yayasan Smart Ekselensia Indonesia. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Nawawi, Imam. (2005). Riyadhus Shalihin. Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i.

Prihartanti, Nanik, Meddy Sulistiyanto, Setiyo Purwanto, Partini, Fi Aunillah, Dan Aniq Hudiyah Bill Haq. (2009). Pendidikan Kepribadian Berbasis Psikologi Indigenous. Laporan Penelitian Insentif Pemberdayaan Riset Unggulan (Tidak Diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Retnowati, Yuni. (2008). Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal Dalam Membentuk Kemandirian Anak. Jurnal Volume 6, No.3. Yogyakarta: Akademi Komunikasi Indonesia. Sandiah, Fauzan Anwar. (2014).

Konsep Diri Santri Waria. Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Bimbingan Dan Konseling Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Widodo, Prasetyo Budi. (2006).

Konsep Diri Mahasiswa Jawa Pesisiran Dan Pedalaman. Jurnal Psikologi Vol.3 No.2. Semarang: Universitas Diponegoro.

Referensi

Dokumen terkait

MUHAMMAD ILYASA NAZRI: Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq. ) Terhadap Komposisi Media Tanam dan Beberapa Dosis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit di

MENGGUNAKAN PROGRAM KHUSUS / JADILAH FILM YANG CUKUP MENARIK UNTUK DITONTON // ITULAH YANG DILAKUKAN KARANG TARUNA / KHUSUSNYA DI JURUGAN / BANGUNKERTO / TURI / SLEMAN /.

seluruh warga korban gempa kategori rusak sedang / KHUSUSNYA di kecamatan kotagede / akhirnya menerima dana bantuan rekonstruksi masing-masing sebesar 4 juta rupiah /// menurut

[r]

Hasil penelitian berupa model pelembagaan partisipasi masyarakat untuk pemanfaatan sistem informasi desa berbasis kelompok yang kemudian mendapat dukungan fasilitasi pihak lain

[r]

Hal- hal yang berhubungan dengan etika berbahasa ini di antaranya kaidah-kaidah dan norma sosial yang berlaku pada masyarakat tempat seseorang berkomunikasi dengan orang lain,

Produksi anggur Indonesia masih rendah, sehingga untuk memenuhi permintaan konsumen (pasar) dalam negeri harus mengimpor dari luar negeri. Tingginya impor anggur Indonesia