• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENTINGNYA VERIFIKASI SIMULASI NUMERIK DENGAN UJI EMPIRIS STUDI KASUS: SISTEM SAMBUNGAN BARU PELAT TIPIS DENGAN WASHER KHUSUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENTINGNYA VERIFIKASI SIMULASI NUMERIK DENGAN UJI EMPIRIS STUDI KASUS: SISTEM SAMBUNGAN BARU PELAT TIPIS DENGAN WASHER KHUSUS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENTINGNYA VERIFIKASI SIMULASI NUMERIK DENGAN UJI EMPIRIS

STUDI KASUS: SISTEM SAMBUNGAN BARU PELAT TIPIS

DENGAN WASHER KHUSUS

Wiryanto Dewobroto1 1

Lektor Kepala, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan Blog : http://wiryanto.wordpress.com Email : wir@uph.edu

ABSTRAK

Teknologi simulasi numerik analisis struktur semakin maju, bahkan ada anggapan kalau semua kasus dapat dikerjakan secara otomatis. Itu benar, tapi terbatas kasus elastis-linier, untuk kasus inelastis-non-linier (keruntuhan), masih diragukan. Seperti sebutannya, yaitu ‘non-linier’ atau sesuatu yang tidak linier / lurus, yang berkonotasi sebagai ‘tidak pasti’. Jadi anggapan otomatis pada simulasi numerik tidaklah selalu benar. Apalagi jika kasusnya baru atau belum pernah ada. Bagaimanapun hasilnya tergantung mekanisme keruntuhan yang terjadi. Jika belum tahu, maka meskipun dapat dihasilkan berbagai macam keluaran simulasi numerik yang menarik secara visual tetapi statusnya masih hipotesis (dugaan) belaka. Untuk membuktikan bahwa hasilnya benar, perlu verifikasi dengan hasil uji empiris. Selanjutnya disampaikan fakta berkaitan dengan simulasi numerik dengan ABAQUS pada sistem sambungan baru (Dewobroto 2009), berdasarkan keluarannya dapat dihasilkan prediksi mekanisme keruntuhan sistem sambungan secara menyakinkan. Ternyata setelah diverifikasi dengan hasil uji eksperimen di laboratorium, meskipun keduanya sepintas mirip, tapi ternyata berbeda 180o. Baru setelah dilakukan reintreprestasi hasil

prediksi simulasi numerik dengan hasil uji empiris, maka diperoleh fakta yang sebenarnya, sehingga mekanisme yang diusulkan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi pada keruntuhan sistem sambungan baru tersebut. Pengalaman ini diharapkan dapat menjadi petunjuk berharga bagaimana memakai software rekayasa yang sesuai untuk riset numerik.

Kata kunci: simulasi numerik; inelastis-non-linier, sistem sambungan baru, verifikasi.

1. PENDAHULUAN

Teknologi komputer mengubah strategi kerja engineer. Jika sebelumnya berfokus pada perhitungan, sehingga harus

tahu metode dan teliti. Sekarang berfokus pada input data dan interprestasi hasil komputer, prosesnya diserahkan

saja ke komputer. Karena itu maka ada yang beranggapan bahwa semua kasus dapat diselesaikan otomatis. Itu benar untuk kasus elastis-linier, tapi kasus inelastis-non-linier yang umumnya terkait dengan perilaku keruntuhan struktur, maka anggapan tadi belum tentu benar. Apalagi kasusnya baru, dan belum terdokumentasi. Analisis inelastis-non-linier tergantung dari mekanisme keruntuhan yang terjadi. Jadi tanpa tahu benar tahapan-tahapan keruntuhan dan mekanismenya, maka hasilnya hanya hipotesis atau dugaan, sehingga perlu validasi dari pengujian empiris.

Makalah ini akan menyampaikan fakta berdasarkan pengalaman penulis dalam melaksanakan simulasi numerik untuk mendapatkan mekanisme keruntuhan sistem sambungan baru (Dewobroto 2009). Bagaimanapun telah diakui, bahwa simulasi numerik memberikan bantuan signifikan dalam penelitian disertasinya (Dewobroto et. al 2008). Saat ini teknologi komputer sudah semakin canggih, tampilan hasilnya sepintas bahkan mendekati kondisi real, meskipun demikian semuanya itu masih berupa hipotesis. Jika tidak hati-hati, akan terkecoh langsung memakainya. Faktanya, ada yang setelah diverifikasi dengan uji eksperimen di laboratorium, meskipun pada awalnya, keduanya sepintas mirip, tetapi ternyata berbeda 180o. Baru setelah dilakukan

reintreprestasi hasil prediksi simulasi numerik dengan

hasil uji empiris, maka mekanisme pengalihan gaya-gaya pada sambungan yang diusulkan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi pada keruntuhan sistem sambungan baru tersebut. Pengalaman ini diharapkan dapat menjadi petunjuk berharga bagaimana memakai software rekayasa yang sesuai untuk riset numerik dan tahu resikonya.

2. PERILAKU INELASTIS-NON-LINIER

Perilaku keruntuhan struktur umumnya berperilaku inelastis-non-linier, sehingga memprediksi berdasarkan metode penyelesaian elastis-linier jelas tidak akan sesuai, meskipun digunakan komputer terkini sekalipun. Oleh karena itu, batasan struktur yang berperilaku inelastis-non-linier perlu dipahami terlebih dahulu. Ada tiga kategori utama pada

(2)

dan (3) perubahan kondisi batas (problem kontak). Jika salah satu saja mempunyai pengaruh, maka penyelesaian dengan cara elastis-linier sudah tidak valid lagi. Dalam prakteknya, pada prosedur perencanaan struktur yang umum, biasanya telah memuat langkah-langkah tertentu sehingga bisa terhindar dari masalah-masalah penyebab non-linier yang mungkin dapat terjadi, misalnya : lendutannya selalu di-check terhadap nilai tertentu, misal L/360; penampang struktur pada proses desain di-check terhadap suatu kondisi tegangan tertentu, dan biasanya karena lendutan yang terjadi relatif kecil maka perubahan kondisi batas juga dianggap tidak ada.

δ L geometri setelah dibebani geometri semula Beban σ ε batas proporsional E daerah valid perilaku material terhadap beban

a). Geometri Non-Linier b). Material Non-Linier

L Beban

gap

tumpuan rol menjadi sendi dinding menahan translasi horizontal

geometri semula (lentur dominan) geometri setelah dibebani (aksial dominan)

c). Problem Perubahan Kondisi Batas (Problem Kontak)

Gambar 1. Berbagai Perilaku Struktur Non-Linier (Cook et al. 2002)

Kondisi elastis-linier dianggap terjadi pada beban rencana (working load), adapun kondisi inelastis-non-linier terjadi

pada beban batas (ultimate load). Pada struktur yang ‘umum’, dianggap perilaku struktur pada kondisi batas

diketahui, sehingga hubungan antara beban rencana dan beban batas dapat dikaitkan dengan suatu safety factor

tertentu yang relatif sederhana, baik yang bersifat konstan untuk berbagai tipe beban (working load design) atau

berbeda-beda sebagai fungsi probabilitas tipe beban (ultimate load design). Oleh sebab itu, pada perencanaan

struktur yang ‘umum’ cukup memakai analisa struktur elastis linier, karena safety factor-nya telah diantisipasi dalam code-code perencanaan baku yang umumnya telah teruji secara empiris bahwa hasilnya cukup aman untuk dipakai.

Analisa struktur yang mempertimbangkan kondisi inelastis-non-linier diperlukan untuk struktur yang tidak umum, yang berbeda karena adanya modifikasi atau karena inovasi baru, untuk memastikan dan menjamin, apakah cara

perencanaan yang digunakan telah aman atau cukup ekonomis. Penyelesaian analisa struktur non-linier tidak mudah, ketika teknologi komputer belum semaju saat ini, maka info perilaku struktur pada kondisi batas dapat diakses dengan cara eksperimental, yang jika dilakukan secara benar, hasilnya tidak terbantahkan, karena merupakan

fakta empiris. Meskipun demikian konsekuensi biaya, waktu dan resikobahaya yang dihadapi, jelas lebih besar

jika dibanding dengan cara simulasi numerik berbasis komputer.

3. PENYELESAIAN SAMBUNGAN BARU BAUT PADA PELAT TIPIS COLD-FORMED DENGAN SIMULASI NUMERIK

Perkembangan teknologi komputer semakin canggih, baik dari segi hardware, software, dan harganya yang relatif

terjangkau. Selain itu banyak bukti (Noor and McComb 1981, Vecchio and Shim 2004, Van der Vegte et al. 2005, Omika et al. 2005, Karim and Fat 2005, Dewobroto 2005) bahwa hasilnya telah mendekati model fisik hasil uji eksperimental, sehingga simulasi numerik berbasis komputer menjadi pilihan yang banyak dipakai.

Latar belakang alasan tersebut menjadi dasar dalam memikirkankan strategi penyelesaian “sistem sambungan baut mutu tinggi pada pelat tipis” yang saat ini diketahui belum efisien (Dewobroto 2009). Belajar dari sistem yang ada,

juga dari berbagai hasil penelitian terdahulu maka dapat diusulkan suatu sistem yang dapat meningkatkan efisiensi sistem sambungan tersebut, yaitu dengan memanfaatkan suatu washer khusus. Untuk itu dibuat hipotesis, cara kerja sistem sambungan baru tersebut (Dewobroto 2009). Untuk membuktikan bahwa hipotesis tersebut benar, maka perlu data hasil uji empiris. Permasalahan yang ada dalam pembuktian hipotesis adalah bagaimana detail dari dimensi washer yang digunakan, karena untuk itu belum ada literatur atau informasi sebelumnya yang dapat digunakan sebagai bahan rujukan (Dewobroto 2009) . Oleh karena itu satu-satunya cara adalah dengan trial-and-error.

Karena tidak diketahui dari mana untuk memulainya, maka jelas proses trial-and-error yang dikerjakan akan cukup

(3)

biaya dan waktu, maupun resiko bahaya yang dihadapi akan menjadi kendala. Untuk itulah simulasi numerik berbasis komputer menjadi pertimbangan, minimal untuk mendapatkan suatu parameter dari suatu uji sampel empiris yang benar-benar mendukung hipotesis, sehingga pelaksanaan uji empiris dapat menjadi tepat sasaran, yang artinya jumlah sampel dan waktu pelaksanaannya menjadi tertentu (pasti).

Gambar 2 memperlihatkan sistem sambungan uji. Meskipun terlihat sederhana tetapi agar simulasi numerik dapat melacak perilaku keruntuhannya maka teknologi komputer yang digunakan harus mampu memperhitungkan semua penyebab non-linier yang ada (Gambar 1). Cara simulasi numerik yang umum dipakai pada perancangan struktur tidak memadai lagi, karena umumnya hanya mengandalkan cara elastis-linier. Komponen struktur terpisah yang merupakan bentuk alami sistem sambungan merupakan penyebab timbulnya problem kontak, sekaligus geometri non-linier, selanjutnya material baja yang leleh pada kondisi ultimate mengakibatkan adanya material non-linier.

a) Komponen Sambungan Terurai b) Sambungan Terpasang Gambar 2. Sistem Sambungan Baru Baut Mutu Tinggi pada Pelat Tipis

Penelitian sambungan baja sebagian besar mengandalkan hasil uji eksperimen, tetapi sekarang pemakaian komputer dengan piranti lunak berbasis ‘metoda elemen hingga’ semakin banyak dan populer (AISI 2000, Citipitioglu et al. 2002, Komuro-Kishi-Chen 2004, Sabuwala 2005, Kim-Kuwamura 2007). Bahkan simulasi numerik memberikan pengamatan yang detail secara mudah, yang mana hal tersebut relatif susah dan mahal jika didapatkan secara eksperimental. Program komputer yang dipakai oleh para peneliti di atas adalah ABAQUS (Hibbit et al. 2004), yang sangat baik dalam menganalisis sifat-sifat non-linier material, geometri maupun kondisi batas.

Untuk evaluasi validitas simulasi maka akan dibandingkan dengan hasil uji eksperimental di laboratorium. Sampel uji eksperimen diperoleh dari pengembangan hasil simulasi numerik. Jadi pada tahap tersebut diharapkan tidak dijumpai lagi cara trial-and-error, tetapi langsung dapat menguji hipotesis yang disusun sebelumnya.

4. SIMULASI NUMERIK DAN PERILAKU STRUKTUR DENGAN BERBAGAI PARAMETER PENGAMATAN

Tahapan simulasi numerik adalah: input proses output. Tahapan proses dikerjakan komputer sepenuhnya,

sedangkan tahapan input dan output masih perlu campur tangan manusia, meskipun saat ini perkembangan teknologi komputasi cukup maju, dimana software sudah dilengkapi fasilitas antar muka berbasis grafik (graphical-interface)

yang user-friendly, bahkan lebih berkesan CAD (grafik) daripada FEM (numerik) dibanding program versi lama.

Hal penting pada tahapan input adalah menangkap fenomena struktur real untuk diungkap ke bentuk numerik agar dapat diproses komputer (pemodelan struktur). Untuk mengetahui parameter yang menentukan maka pemahaman perilaku struktur real secara kualitatif menjadi keharusan. Kecuali itu, pemahaman proses pada komputer sebaiknya juga diketahui, minimal tahu keterbatasannya. Bagaimanapun formulasi numerik maupun implementasinya pada program dapat berbeda satu dengan lainnya. Bahkan untuk memodelkan kasus yang sama dapat tersedia berbagai formulasi mirip yang mungkin dapat digunakan, sehingga bila tidak mengetahui lebih dalam akan membingungkan. Strategi dan pelaksanaan simulasi numerik perilaku “keruntuhan sambungan baru baut mutu tinggi pada pelat tipis” dipermudah dengan adanya acuan hasil penelitian terbaru dari Jepang (Kim-Kuwamura 2007). Konfigurasi benda uji sambungannya mirip dan paling mendekati, baik dalam hal jenis, fisik, maupun simulasi numerik yang memakai program ABAQUS. Menariknya adalah bahwa model tidak dibuat semirip mungkin dengan kondisi real tetapi mencari bentuk geometri yang paling sederhana tapi akurat dalam memprediksi perilaku struktur. Padahal program ABAQUS telah dilengkapi fasilitas CAD sehingga membuat model 3D yang kompleks bukan suatu masalah. Tujuan memakai model sederhana, termasuk bagaimana memanfaatkan efek simetri, yaitu agar diperoleh penghematan jumlah titik nodal dan element yang diperlukan. Itu akan mengurangi resiko kesalahan dan lamanya proses.

Jika penelitian Kim-Kuwamura (2007) adalah menyelidiki perilaku tumpu (bearing) pada sambungan baut pelat

baja tipis dan parameternya, maka penelitian penulis setingkat lebih maju karena meneliti usulan baru suatu bentuk washer khusus yang dapat meningkatkan kinerja / kekuatan sistem sambungan pelat baja tipis dengan baut tersebut.

(4)

Dalam pemodelan struktur, dianggap keruntuhan / kerusakan hanya akan terjadi pada pelat baja tipis oleh karena itu baut dapat dimodelkan sebagai element rigid yang tidak dapat berdeformasi. Sedangkan pelat baja tipis yang dapat

rusak memakai element yang berdeformasi. Penelitian Kim-Kuwamura (2007) mencoba dua element yang tersedia

pada ABAQUS, yaitu elementshell (S4R) dan element solid (C3D8R). Dalam penelitian tersebut dapat diketahui

bahwa fenomena curling tidak bisa diamati jika dipakai elementshell (S4R). Karena fenomena curling sangat perlu

diteliti pada pelat baja tipis maka akhirnya hanya pemodelan dengan element solid (C3D8R) yang dapat digunakan.

Selanjutnya dalam pemodelan struktur, selain tipe element yang dipilih, maka penempatan boundary condition

(kondisi tumpuan / restraint), termasuk juga opsi Rigid Body constraint dan opsi Tie constraint yang tersedia,

sangat membantu mewujudkan model yang sederhana tapi mewakili kondisi real. Bentuk model struktur yang digunakan pada penelitian ini juga memanfaatkan efek simetri sbb:

a) Model tanpa Meshing b) Model dengan Meshing

Gambar 3. Model Sistem Sambungan Baru Subjek Penelitian

Model washer (separuh) memakai Discrete Rigid Element (R3D4 element 4-nodal 3-D bilinier rigid qualidrilateral)

yang pemodelannya sama seperti element solid lain, yaitu perlu meshing. Pada model tidak terlihat bentuk fisik baut

mutu tinggi karena fungsinya diambil alih oleh rigid body reference node (RF) model rigid washer melalui kondisi

batas DOF yang sesuai bilamana ingin menekan pelat-pelat sambungan yang merupakan efek dari baut tersebut. Memakai model yang sama, hanya berbeda parameter yang dipakai, maka dari simulasi numerik dapat dipelajari berbagai kondisi geometri maupun efek parameter tersebut terhadap kinerja sistem sambungan dengan baik. Dari berbagai bentuk profil washer akhirnya dapat dipilih bentuk yang paling optimal. Unsur utama agar washer dapat optimal adalah tingkat presisi alur terhadap ketebalan pelat sambungan. Jika dapat dihasilkan profil washer

yang tepat membentuk alur pada pelat sambungan sehingga cukup rapat dan tidak ada celah, maka efek jepit akan lebih baik untuk gaya pretensioning dan koefisien friksi bahan yang sama. Persyaratan itu menyebabkan bentuk washer yang akan dibuat tergantung ketebalan pelat yang disambung, tidak bisa bersifat generik sehingga satu

profil washer hanya cocok untuk satu ketebalan pelat, meskipun mungkin ukuran baut dan mutunya sama.

Kecuali tingkat presisi yang tinggi dari profil washer, dapat juga diketahui bahwa akibat kombinasi antara dimensi profil washer dan ketebalan pelat sambungan maka dapat saja terjadi kegagalan dalam pembentukan alur pada pelat. Itu diakibatkan terjadinya efek seperti balok tinggi, yaitu transfer gaya tidak berupa lentur (dan geser) tetapi berupa gaya aksial langsung dari ujung atas washer laki ke bagian bawah washer bini. Terjadilah mekanisme arching pada

pelat saat meneruskan gaya-gaya tekan pada washer, karena pelat tidak bisa melentur maka kegagalan terjadi. Fenomena tersebut dapat dengan mudah digambarkan sebagai berikut.

Gambar 4. Efek Arching Penyebab Kegagalan Clamping Pelat dengan Lubang Oversized

Sedangkan jika lubang pelat diperkecil, berarti panjang pelat pada ujung washer bini semakin panjang sehingga saat menyalurkan gaya clamping akan terjadi sebagai perilaku lentur, akhirnya pelat dapat melentur dan membentuk alur.

Setelah proses clamping berhasil, sistem sambungan diuji tarik dan direkamlah P-Δ untuk memperlihatkan perilaku

sistem sambungan saat dibebani. Jika berbagai macam parameter dapat ditinjau pada simulasi tersebut, maka tentu dapat diperoleh pemahaman parameter-parameter tersebut khususnya dikaitkan dengan kinerja sambungan.

(5)

0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000 50,000 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 displacement (mm) te nsi o n f o rces ( N )

plain washer - LOAD plain washer - DISP F4 washer - LOAD F4 washer - DISP 2.00 mm F4 washer - DISP 2.0117 mm F4 washer - DISP 1.9 mm

Gambar 5. Perilaku Sambungan Tipe Washer dan Strategi Analisis

Gambar 5 memperlihatkan hasil simulasi numerik sistem sambungan dengan memberikan parameter pengamatan yang berbeda. Plain washer – LOAD untuk sambungan dengan washer standar dengan pretensioning pada

simulasinya berupa pemberikan gaya tetap (Load Control), sedang plain washer - DISP untuk kasus yang sama

dengan Displacement Control, yang terpengaruh adanya efek poisson, sedangkan yang LOAD tidak terpengaruh.

Jadi pemberian simulasi pretensioning dengan Displacement control lebih mendekati kondisi real. Selanjutnya

konsep tersebut diterapkan pada washer yang diteliti (F4 washer), dan terbukti bahwa pengaruh pretensioning cukup

signifikan memberikan peningkatan kekuatan. Displacementcontrol ( DISP) yang lebih besar akan berimbas pada

peningkatan gaya pretensioning, pada kurva di Gambar 5 juga memberikan peningkatan P-∆. Selanjutnya dengan

melihat kurva P-Δ hasil simulasi dan membandingkan dengan rumusan tumpu cara konvensional maka akan terlihat bahwa sistem sambungan memberikan suatu peningkatan kinerja. Artinya efisiensi alat sambung baut meningkat.

Gambar 6. Kontur Regangan Plastis Ekivalent (PEEQ) saat Ultimate

Adanya kontur regangan saat ultimate membantu memprediksi perilaku sambungan baru. Gambar 6 memperlihatkan

bagian pelat yang rusak, letaknya jauh dari tepi lubang baut, yang kenyataannya memang terbukti (lihat Gambar 8b). Itu berbeda dibanding sambungan baut biasa (tanpa washer khusus), dimana bagian pelat yang rusak di tepi lubang baut. Jelasnya, meskipun memakai alat sambung baut mutu tinggi yang sama, ternyata penggunaan washer khusus

(6)

mengubah perilaku sambungan. Tidak dipakainya bagian tepi lubang baut dalam menghasilkan mekanisme tumpu

menyebabkan gap antara lubang dan baut tidak berpengaruh. Sistem baru tidak memerlukan fenomena slip untuk memulai bekerjanya, sehingga menghasilkan sistem sambungan yang lebih kaku. Selanjutnya berdasarkan hasil simulasi numerik yang terlihat ‘sukses’ maka dapat dapat diperkirakan mekanisme kerja sistem sambungan dan rumus untuk memprediksi peningkatan kinerja sistem sambungan baru sebagai berikut (Dewobroto 2009):

alur hole

mekanisme transfer gaya tepi luar washer laki-bini d pelat-1 pelat-2 d P P

Gambar 7. Mekanisme Transfer Sistem Sambungan Baru – Tampak Atas Usulan formula baru bagi sistem sambungan di atas mengambil platform rumusan AISI yaitu

t d F C Pn = ⋅ ualur⋅ ... (1) Dimana

Pn kuat tumpu nominal (N)

C konstanta yang merupakan rerataan hasil penelitian empiris

Fu kuat tarik ultimate lembaran baja cold-rolled (MPa) dalur diameter nominal rata-rata alur (mm)

t tebal lembaran baja cold-rolled tanpa coating (mm)

Parameter Pn dalam rumus (1) dianggap sebagai kuat tumpu, yaitu fenomena gaya desak pada elemen sambungan.

Pada tahap ini, jika tidak ada data lain lebih lanjut, maka seakan-akan hasil simulasi numerik dengan ABAQUS ‘dianggap benar’ (final), karena sesuai hipotesis yang ada (Dewobroto 2009), alasannya karena perilaku realnya memang belum ada sehingga hanya dibandingkan dengan baut mekanisme tumpu biasa yang sepintas mirip.

Selanjutnya karena diyakini bahwa hasil di atas masih berupa hipotesis (hanya lebih detail hasilnya) maka dibuatlah data-data kualitatif tiap-tiap parameter sistem sambungan baru. Selanjutnya data itu digunakan sebagai dasar dalam menetapkan dimensi dan ukuran sampel uji eksperimental sistem sambungan baru yang real pada tahap berikutnya.

5. UJI EKSPERIMENTAL SISTEM SAMBUNGAN BARU

Berdasarkan data masukan dari hasil simulasi numerik yang dilakukan, maka dapat dibuatlah sebanyak ±14 sampel sambungan untuk dilakukan uji eksperimen, salah satu hasilnya diperlihatkan pada gambar berikut.

(a) masih terpasang (b) komponen sambungan dilepas

Gambar 8. Sampel Uji Sistem Sambungan Baru dan Hasilnya (Dewobroto 2009)

Meskipun jumlah sampel uji digunakan relatif sedikit, tetapi karena telah dilakukan simulasi numerik yang cukup efektif sebagai pendahuluan maka hasilnya relatif memuaskan. Bahkan prediksi dari hasil simulasi numerik bahwa kerusakan akan terjadi di luar lubang baut (lihat Gambar 6) ternyata secara empiris terbukti (lihat Gambar 8b).

(7)

Bahkan untuk mendukung, telah dilakukan uji empiris sistem sambungan konvensional sebagai pembanding dari sistem sambungan baru. Dari perbandingan tersebut (Dewobroto et.al 2008, Dewobroto 2009), dapat terlihat jelas, bahwa telah terjadi peningkatan yang signifikan (hampir 2 x), baik dari segi kekuatan maupun kekakuan sistem.

Tabel 1. Perbandingan Kinerja Sistem Lama dan Baru (Dewobroto et. al 2008) Notasi P ultimate Δultimate Keterangan

UPH-C1ON-A UPH-C1ON-B UPH-C1ON-C 23425 N 23590 N 24365 N 1 x 1 x 1 x 1.71 mm 2.23 mm 0.35 mm 1.0 x 1.3 x 0.2 x

Sistem Sambaungan Baut LAMA (washer standar) UPH-Wstd-B UPH-Wstd-C 46975 N 48220 N 2 x 2 x 30.22 mm 46.02 mm 17.7 x 26.9 x

Sistem Sambungan Baut BARU (washer laki-bini)

0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000 50,000 0 10 20 30 40 50 60 perpindahan (mm) ga y a ( N ) UPH-Wstd-B UPH-Wstd-C C1ON-A C1ON-B C1ON-C

Gambar 9. Perilaku P-Δ Sambungan Sistem Lama dan Sistem Baru (Dewobroto et. al 2008)

6. PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME SISTEM SAMBUNGAN BARU

Gambar 9 hasil uji empiris sampel UPH-Wstd memperlihatkan perilaku real P-∆ yang mirip dengan perilaku P-∆

hasil simuluasi numerik (Gambar 5), dimana sifat keruntuhannya daktail. Itu jelas berbeda sekali dengan mekanisme konvensional (sampel C1ON-x Gambar 9) yang daktilitasnya relatif terbatas. Jika demikian mekanisme perilakunya tidak persis sama dengan sistem sambungan konvensional. Kecuali itu, adanya frakture pada pelat sambungan menunjukkan bahwa mekanisme keruntuhannya bukan tekan tetapi tarik, sehingga mekanisme awal (Gambar 7)

perlu ditinjau ulang, dimana asumsi semula akibat adanya gaya tekan ternyata menjadi gaya tarik pelat, sehingga adanya fraktur yang menyebabkan pelat berlobang dapat dijelaskan dengan baik, sebagai berikut.

dalur aksi Pelat sambungan daerah kritis transfer gaya-gaya efek jepit akibat washer laki-bini tegangan tarik pd pelat akibat gaya luar

reaksi reaksi reaksi

Kondisi awal Kondisi akhir

efek jepit dari washer laki-bini

Gambar 10. Tegangan Kritis Pelat Saat Transfer Gaya-gaya dan terjadinya Frakture (Dewobroto 2009) Keruntuhan tarik mempunyai perilaku yang tidak dipengaruhi oleh buckling (tekuk), sehingga dapat memanfaatkan

material dengan lebih baik, yaitu daktail dari baja. Jadi terjawab sudah, mengapa perilaku sistem sambungan baru lebih daktail dibanding sistem lama yang masih mengandalkan mekanisme tumpu (akibat gaya tekan). Selanjutnya dengan membatasi pada mekanisme keruntuhan akibat leleh (yielding) maka dapat dibuatlah rumus pendekatan yang

(8)

dalur gaya c .t dalur gaya

a). Kondisi Elastis b). Kondisi Plastis

aktual rerata

Gambar 11. Distribusi Tegangan Daerah Kritis

Fakta empiris, sobek setempat pelat menunjukkan bahwa ketika distribusi tegangan plastis belum lengkap terbentuk di sepanjang penampang, tetapi karena ε > εputus maka pelat mengalami sobek terlebih dahulu (lihat Gambar 8 dan

10). Selanjutnya panjang kritis tegangan plastis yang menghasilkan kuat nominal disederhanakan sebagai Ctdalur.

Agar konstanta kuat tarik, Ct valid maka dikalibrasi dengan hasil percobaan laboratorium. Akhirnya rumus khusus

memprediksi kuat tarik nominal sistem sambungan baru dapat diusulkan sebagai berikut (Dewobroto 2009) : t F d C Pn = taluru⋅ ... (2) Dimana

Pn kuat tarik nominal (N) dengan keruntuhan pada pelat sambungan

C konstanta yang merupakan rerataan hasil penelitian empiris

Fu kuat tarik ultimate lembaran baja cold-rolled (MPa) dalur diameter nominal rata-rata alur (mm)

t tebal lembaran baja cold-rolled tanpa coating (mm)

Jadi meskipun sepintas rumus (1) dan rumus (2) hampir mirip tetapi ternyata berbeda 180o, yaitu dari hasil simulasi

numerik diperoleh kesimpulan awal bahwa mekanisme tumpu adalah yang menyebabkan keruntuhan sambungan, padahal berdasarkan fakta baru hasil pengujian empiris, diketahui bahwa yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu tarik. Sehingga peningkatan kinerja sambungan dari segi kekuatan dan daktilitas, dapat diterangkan secara jelas.

7. KESIMPULAN

ABAQUS (Hibbit et al. 2004) dapat dipakai dengan baik untuk simulasi numerik perilaku keruntuhan sambungan. Meskipun demikian dalam menginterprestasikan hasilnya diperlukan pemahaman yang benar, tidak hanya pada cara kerja dan keterbatasan program tersebut, tetapi juga pemahaman engineer terhadap perilaku strukturnya sendiri.

Karena bagaimanapun yang diproses oleh program hanya model berdasarkan data-data numerik yang diberikan.

Untuk tahu perilaku struktur yang benar, maka data empiris memegang peran penting. Pada makalah ini telah

disajikan bagaimana hasil simulasi numerik dengan ABAQUS, yang seakan-akan telah memberikan data-data yang mengesankan akan kebenarannya, ternyata masih mendapatkan koreksi berdasarkan data empiris laboratorium.

8. UCAPAN TERIMA KASIH

Data-data yang digunakan merupakan hasil penelitian eksperimental Jurusan Teknik Sipil UPH, Lippo Karawaci, yaitu Penelitian No: P-008A-FDTP/I/2008 dan No: P-009-FDTP/I/2008. Keduanya dilaksanakan dengan dukungan dana Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Pelita Harapan (LPPM UPH), Lippo Karawaci. Adapun pelaksanaannya di Laboratorium Struktur Jurusan Teknik Sipil, Unika Parahyangan, Bandung. Untuk itu diucapkan terima kasih kepada kedua institusi tersebut sehingga fakta empiris ini dapat diketahui.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Sahari Besari, promotor pada program S3 di Unpar, karena ide, pemikiran dan petunjuk beliau maka penulis dapat berkecipung dalam topik penelitian seperti ini, juga rekan sejawat di Unpar, khususnya Dr. Ir. Paulus Kartawijaya, dan bapak Cucun, serta rekan-rekan JTS-UPH, yaitu Dipl.Ing. Joe Kwan Hoei, Hendrik Wijaya, Anthony Natanael, Rendi, Jerry Atmaja, Firtz, dan Frederik Anggi. Berkat bantuannya maka pekerjaan berat jadi terasa ringan. Semoga Tuhan membalaskan budi baik anda semua.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

AISI. (2000). “A Design Approach for Complex Stiffeners”, Research Report RP00-3, Committee on Specifications for the Design of Cold-Formed Steel Structural Members, Rev. Ed. 2006 American Iron and Steel Institute

Citipitioglu, A.M., Haj-Ali, R.M. , White, D.W. (2002)."Refined 3D finite element modeling of partially restrained connections including slip", Journal of Constructional Steel Research 58 (2002) 995–1013

Cook, Malkus, Plesha and Witt (2002), “Concept and Applications of Finite Element Analysis 4th Ed”., John Wiley

Dewobroto, W. (2005). “Simulasi Keruntuhan Balok Beton Bertulang Tanpa Sengkang dng ADINA”, Seminar Nasional Rekayasa Material dan Konstruksi Beton 2005, ITENAS, Grand Aquilla, Bandung.

Dewobroto, W. (2009). “Pengaruh Bentuk dan Ukuran Washer (Ring) pada Perilaku Sambungan Baut Mutu Tinggi dengan Pretensioning di Baja Cold-Rolled”, DISERTASI pada Program Doktor Teknik Sipil, Universitas

Katolik Parahyangan, Bandung (unpublished)

Dewobroto, W., Paulus Kartawijaya and Sahari Besari. (2008). “Signifikasi Simulasi Numerik Berbasis Komputer pada Riset Orisinil - Studi Kasus : Sistem Sambungan Baru Pelat Tipis dengan Washer Khusus”, Simposium Nasional RAPI VII, FT Universitas Muhamadiyah Surakarta, Surakarta, 18 Desember 2008

Hibbit, Karlsson and Sorensen (2004). “ABAQUS/Standard User’s and Theory Manuals”, Ver. 6.5

Karim, M.R. and Hoo Fatt, M.S. (2005). “Impact of the Boeing 767 Aircraft into the World Trade Center”, ASCE J. Eng. Mech, 131(10), 1066-1072

Kim, T.S., H. Kuwamura.(2007)."Finite element modeling of bolted connections in thin-walled stainless steel plates under static shear", Thin-Walled Structures 45 (2007)

Komuro, M., Kishi, N., Chen, W.F.(2004). “Elasto-Plastic FE Analysis on Moment-Rotation Relations of Top-and Seat-Angle Connections”, Connections in Steel Structures V - Amsterdam - June 3-4, 2004

Noor, A.K. and H.G. McComb, Ir. (1981). “Computational methods in Nonlinear Structural and Solid Mechanics”,

Symposium on Computational Methods in Nonlinear Structural and Solid Mechanics, 6 - 8 October 1980,

Washington DC, Pergamon Press Ltd.

Sabuwala, T., Daniel Linzell, Theodor Krauthammer. (2005). "Finite element analysis of steel beam to column connections subjected to blast loads", International Journal of Impact Engineering 31 (2005) 861–876

Yukihiro Omika; Eiji Fukuzawa; Norihide Koshika; Hiroshi Morikawa dan Ryusuke Fukuda. (2005). “Structural Responses of World Trade Center under Aircraft Attacks”, ASCE J. Struct. Eng., 131(1), 6-15

Van der Vegte, Choo, Liang, Zettlemoyer and Liew. (2005). “Static Strength of T-Joints Reinforced with Doubler or Collar Plates. II: Numerical Simulations”, ASCE J. Struct. Eng., 131(1) , 129 – 138

Vecchio, F.J. and Shim, W. (2004).“Experimental and Analytical Re-examination of Classic Concrete Beam Tests”,

(10)

KoNTe

kS 3, UPH – UAJY

Jaka

Gambar

Gambar 1. Berbagai Perilaku Struktur Non-Linier (Cook et al. 2002)
Gambar 2 memperlihatkan sistem sambungan uji. Meskipun terlihat sederhana tetapi agar simulasi numerik dapat  melacak perilaku keruntuhannya maka teknologi komputer yang digunakan harus mampu memperhitungkan semua  penyebab non-linier yang ada (Gambar 1)
Gambar 4. Efek Arching Penyebab Kegagalan Clamping Pelat dengan Lubang Oversized
Gambar 5. Perilaku Sambungan Tipe Washer dan Strategi Analisis
+4

Referensi

Dokumen terkait

Namun hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian dari Mulyanto (2014) yang menyatakan bahwa karakteristik pekerjaan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap

Sebagian besar zat gizi yang kita makan diserap tubuh melalui vili (jonjot) usus halus. Vili adalah tonjolan kecil seperti jari yang berguna dalam penyerapan zat gizi. Kita

Dapat juga dikemukakan bahwa layanan ini bertujuan untuk membimbing seluruh siswa agar (a) memiliki kemampuan untuk merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan

Strategi lain yang secara tidak langsung mendorong penurunan perkawinan anak berfokus pada komunikasi, informasi, dan edukasi dilakukan oleh berbagai instansi, antara

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) karakteristik modul berbasis model pembelajaran NTGD; (2) kelayakan modul berbasis model pembelajaran NTGD; (3)

Menurut Permanasari dan Yulistiani (2015) Gula cair dapat dihasilkan dari hidrolisis pati dengan bantuan α-amilase dan glukoamilase pada perbandingan 1:1.Kecepatan hidrolisis

Pada penelitian ini, ekstraksi dijalankan dengan rasio volum pelarut -berat rumput laut adalah 1:30 (g/mL) pada 90 o C menggunakan shacker water bath menunjukkan peningkatan

Bila mengacu pada konflik besar di abad ke-17 antara kerajaan Gowa-Tallo [mewakili etnis Makassar dan umumnya dikenal sebagai Kerajaan Makassar] yang didukung oleh