• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL ILMIAH 1 II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL ILMIAH 1 II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Abstract-Seiring dengan meningkatnya tingkat polisi udara yang salah satunya disebabkan oleh berkembangnya industri otomotif yang sebagian besar masih menggunakan bahan bakar fosil bensin sebagai bahan bakar utama, dan juga makin meningkatnya tingkat pemakaian kendaraan berbahan bakar bensin seperti pada mobil, sepeda motor, kendaraan umum berakibat pada meningkatnya tingkat polusi udara. beberapa jenis emisi tersebut di antaranya Karbon Monoksida (CO),Hidrocarbon (HC), Nitrogen Dioksida (Nox) dan Sulfur Dioksida (SO2), yang memiliki dampak yang buruk terhadap kesehatan tubuh manusia dan mengikis lapisan ozon yang ada pada atmosfer,salah satu cara untuk mereduksi konsentrasi emisi gas buang adalah dengan pemasangan catalytic converter (CC), CC merupakan suatu jenis knalpot yang berfungsi sebagai pereduksi emisi gas buang pada kendaraan bermotor seperti menurunkan konsentrasi CO,HC,NOx,SOx dan sebagainya.Pada penelitian ini dilakukan rancang bangun knalpot catalytic converter dengan menggunbakan tembaga (Cu) berlapis mangan (Mn) sebagai katalis yang terpasang pada saluran knalpot,lalu dilakukan pengujian. Data hasil pengujian kemudian di analisa dan dibandingkan konsentrasi emisi antara knalpot normal dan knalpot catalytic converter. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah adanya reduksi konsentrasi emisi (CO,HC,O2) dan kenaikan konsentrasi CO2 setelah dilakukan perbandingan hasil perbandingan knalpot standar dengan knalpot catalytic converter.

Kata Kunci :

Catalytic,Emisi,Exhaust,Knalpot,Perbandingan,Analisa Pengurangan

I. PENDAHULUAN

Seiring dengan berkembangnya industri otomotif yang sebagian besar masih menggunakan bahan bakar fosil bensin sebagai bahan bakar utama, dan makin meningkatnya tingkat pemakaian kendaraan berbahan bakar bensin seperti pada mobil, sepeda motor, kendaraan umum berakibat pada meningkatnya tingkat polusi udara yang disebabkan oleh emisi dari kendaraan berbahan bakar bensin, beberapa jenis emisi tersebut di antaranya Karbon Monoksida (CO),Hidrocarbon (HC), Nitrogen Dioksida (Nox) dan Sulfur Dioksida (SO2), yang memiliki dampak yang buruk terhadap kesehatan tubuh manusia dan mengikis lapisan ozon yang ada pada atmosfer.Seiring dengan permasalahan meningkatnya produksi emisi gas buang dari kendaraan motor bensin beberapa alternatif sudah diterapkan salah satunya adalah dengan memodifikasi komponen mesin berbahan bakar bensin yang diharapkan mampu menekan angka emisi gas karbon monoksida dan gas-gas beracun lainnya seperti NO,HC SOx dan sebagainya .Namun perlu diketahui tidak hanya jenis mesin saja yang berpengaruh pada kenaikan tingkat emisi namun cara berkendarapun menjadi faktor yang berpengaruh pada meningkatnya

tingkat emisi yang di keluarkan oleh kendaraan bermotor.Salah satu cara untuk mereduksi tingkat emisi pada kendaraan bermotor berbahan bakar bensin adalah dengan menambah catalytic converter pada saluran knalpot, pada system kerja emisi gas buang dari exhaust manifold yang mampu merubah emisi gas buang sehingga mengeluarkan ouput yang aman bagi lingkungan. Catalyc converter terbuat dari bahan tembaga khusus yang bersifat cepat panas sehingga mampu mereduksi produksi gas-gas emisi semisal CO,NO,HC. Pada penelitian tugas akhir ini akan dilakukan rancang bangun catalytic converter selanjutnya dilakukan pengujian kemudian dilakukan suatu perbandingan analisa emisi antara knalpot normal dengan knalpot yang terpasang catalytic converter.

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polusi Udara dari Sektor Transportasi

Kebersihan Kondisi Udara adalah faktor yang sangat penting bagi kehidupan, namun seiring perkembangan Teknologi dan semakin banyaknya kendaraan bermotor yang menyebabkan polusi udara , pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri sehingga berpengaruh pada kualitas udara. Seiring dengan itu pula beberapa alternative sudah diterapkan salah satunya dengan memodifikasi komponen mesin berbahan bakar bensin yang diharapkan mampu menekan angka emisi gas karbon monoksida dan gas-gas beracun lainnya seperti NO dan HC yang merupakan bahan logam timah yang ditambahkan ke dalam bensin berkualitas rendah untuk menambah nilai oktan.

Seiring bertambahnya masyarakat khususnya yang ada di daerah-daerah perkotaan maka jelas sekali berperngaruh pada jumlah kendaraan yang setiap tahunnya, terutama sepeda motor semakin meningkat, dengan kata lain tingkat emisi kendaraan akan semakin meningkat setiap tahunnya , beberapa jenis emisi tersebut di antaranya Karbon Monoksida (CO),Hidrocarbon (HC), Nitrogen Dioksida (Nox) dan Sulfur Dioksida (SO2), guna untuk mengurangi tingkat emisi tersebut bisa dilakukan dengan cara pemasangan Catalytic Converter yang bertujuan mengurangi gas emisi bahan bakar menjadi gas yang ramah lingkungan dan diharapkan mampu meningkatkan performa dari mesin itu sendiri

Sektor transportasi merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam kontribusi bahan-bahan pencemar ke udara. Dari tabel 2.4, dapat dilihat bahwa transportasi memegang proporsi paling besar dalam masalah polutan yaitu sebesar 88,3 juta ton/tahun dibandingkan dengan sumber polutan lainnya, sedangkan proporsi gas pencemar terbesar adalah gas CO yaitu sebesar 69,1 juta ton/tahun.

ANALISA PENGARUH KNALPOT

CATALYTIC CONVERTER

DENGAN KATALIS

TEMBAGA (Cu) BERLAPIS MANGAN (Mn) TERHADAP GAS BUANG PADA HONDA

SUPRA X 100 CC

Heri Purnomo

Jurusan Diploma III Teknik Mesin, Fakultas FTI Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Sukolilo, Surabaya 60111

(2)

Sumber Polutan (10 6 ton/tahun) CO Partikulat SOx HC NOx Transportasi 69.1 1.4 0.9 7.8 9.1 Pembakaran bahan bakar 2.1 1.4 19.0 0.3 10.6 Proses Industri 5.8 3.7 3.8 10.8 0.7 Pembuangan Limbah Padat 2.2 0.4 0.0 0.6 0.1 Pembakaran Alami 6.2 0.9 0.0 2.4 0.2

Tabel 1 Sumber-Sumber polusi Udara Sumber :Peavy,1985

Kendaraan bermotor berbahan bakar bensin merupakan salah satu kontributor adanya polusi udara dari sektor transportasi. Gambar 2.8 menunjukkan komposisi gas buang mesin bensin pada kondisi normal. Dengan kuantitas masing-masing sebagai berikut : N2 =72%, CO2 =18,1%, H2O = 8,2%, O2 dan gas mulia =1,1%, gas beracun = 1%. Dari 1% gas beracun tersebut terdiri atas 0,85% CO, 0,05% HC, 0,08% NO dan sisa nya bahan padat. Dari jumlah tersebut dapat dikatakan bahwa hampir 90% dari total polutan adalah gas karbon monoksida (Swisscontact,2000 :4).

Gambar 1 Komposisi Emisi Gas Buang Mesin Bensin Sumber : Swisscontact, 2000 :4

Kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan harus memenuhi batas mutu emisi yang telah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor :35/MENLH/10/1993 tanggal 15 oktober 1993 tentang tentang Ambang batas Emisi Gas buang Kendaraan bermotor. Hal ini untuk menjaga kualitas udara agar tetap dalam kondisi baik.

Tabel 2 Ambang Batas Baku Mutu Emisi Tipe Kendaraan BBM

Baku Mutu Emisi CO (%) HC (ppm) Asap (%) Mobil Bensin 4.5 1200 - Mobil Gas 4.5 1200 - Mobil/Bus/Truk Solar - - 50 Spd Motor 4 Tak Bensin 4.5 2400 - Spd Motor 2 Tak Bensin 4.5 3000 - Keterangan : Bahan bakar bensin dengan bilangan oktana >87, bahan bakar solar dengan bilangan cetana >45. Asap =

ketebalan asap atau angka opasitas. Sumber : Kep.35/MEHLH/10/1993 (Swisscontact,2000 :7)

2.2 Proses terbentuknya gas buang CO (Carbon Monoksida)

Bila karbon didalam bahan bakar terbakar dengan sempurna, akan terjadi reaksi yang menghasilkan CO2 sebagai berikut :

C + O2  CO2

Apabila unsur oksigen udara tidak cukup, pembakaran tidak sempurna sehingga karbon didalam bahan bakar terbakar dengan proses sebagai berikut :

C + ½ O2  CO

Emisi CO dari kendaraan banyak dipengaruhi oleh perbandingan campuran udara dengan bahan bakar yang masuk ke ruang bakar (AFR). Jadi untuk mengurangi CO, perbandingan campuran harus dikurangi atau dibuat kurus (excess air). Namun akibatnya HC dan Nox lebih mudah timbul serta output mesin menjadi berkurang.

Karakteristik Karbon Monoksida

Karbon Monoksida (CO) merupakan poluitan yang tak berwarna dan tak berbau. Karbon Monoksida merupakan racun. Apabila CO bercampur dengan oksigen dan terhirup oleh manusia, maka CO akan bereaksi dengan hemoglobin (Hb) yang menyebabkan kemampuan darah untuk mentransfer oksigen menjadi berkurang.

HC (Hidrocarbon)

Sumber emisi HC dapat dibagi menjadi dua bagian, sebagai berikut :

1. Bahan bakar yang tidak terbakar dan keluar menjadi gas mentah.

2. Bahan bakar terpecah karena reaksi panas berubah menjadi gugusan HC lain yang keluar bersama gas buang:

C8H18H + C + H ...(4)

Sebab utama timbulnya HC, sebagai berikut :

1. Sekitar dinding-dinding ruang bakar bertemperatur rendah, dimana temperatur itu tidak mampu melakukan pembakaran.

2. Missing (missfire)

3. Adanya overlaping katup (kedua katup bersama-sama terbuka) sehingga merupakan gas pembilas/pembersih.

Karakteristik HC

a) Hidrokarbon jenuh (paraffin). Hidrokarbon jenuh umumnya tidak berbau, mengandung efek narkotik dan menyebabkan iritasi ringan selapur lender b) Hidrokarbon tak jenuh (Olefins, Acetylenes).

Hidrokarbon tak jenuh umumnya agak berbau dan terkadang menyebabkan iritasi ringan pada selaput lender.

c) Hidrokarbon beraroma. Hidrokarbon jenis ini berbau, dapat meracuni urat syaraf, pada konsumsi rendah menyebabkan iritasipada mata dan hidung (Bosch 1988:307)

O2 (Oksigen)

Pembakaran yang tidak sempurna dalam mesin menyisakan oksigen keudara. Oksigen yang tersisa ini semakin kecil bila mana pembakaran terjadi makin sempurna.

(3)

Berikut adalah gambar tren grafik perbandingan emisi dengan AFR

Gambar 2 Grafik emisi dengan AFR Sumber : Obert, Edward F. (1973) 2.3 Nilai AFR

Emisi gas buang sangat tergantung pada perbandingan campuran bahan bakar dengan udara, jadi untuk mengetahui kadar emisi gas buang maka alat uji emisi dilengkapi dengan pengukur nilai λ (lambda) atau AFR (air-fuel ratio) yang dapat mengindikasikan campuran tersebut. Teori stoichiometric menyatakan, untuk membakar 1 gram bensin dengan sempurna diperlukan 14,7 gram oksigen.

Dengan kata lain, perbandingan campuran ideal 14,7 : 1.Perbandingan campuran ini disebut AFR atau perbandingan udara dan bensin (bahan bakar). Untuk membandingkan antara teori dan kondisi nyata, dirumuskan suatu perhitungan yang disebut dangan istilah lambda (λ), secara sederhana, dituliskan sebagai berikut

Jika jumlah udara sesungguhnya 14,7, maka: λ = 14,7 / 14,7 : 1

λ = 14,7 / 14,7 = 1,0 Artinya :

λ = 1; berarti campuran ideal

λ > 1; berarti campuran kurus (lebih banyak udara) λ < 1; berarti campuran kaya (kaya bahan bakar) Hubungan antara AFR dengan gas buang, diasumsikan mesin dalam kondisi normal dengan kecepatan dalam pengujian motor, baik massa udara m dan laju aliran massa udara

a

m , maupun massa bahan bakar

m

f laju

aliran massa bahan bakar,

f

m merupakan variabel yang dapat diukur. Rasio dari massa dan laju aliran ini bermanfaat untuk menjelaskan kondisi operasi motor. Rasio udara/bahan bakar stoikiometri:

f f a a f a f a st

M

N

M

N

m

m

m

m

F

A

Dengan Na = Mol Udara

Ma = Berat Molekul Udara Ba = Mol Bahan Bakar

Mf = Berat Molekul Bahan Bakar Rasio bahan bakar/udara stoikiometri:

a a f f a f a f st

M

N

M

N

m

m

m

m

A

F

Pada kondisi operasi normal, Nilai (A/F)st dan (F/A)st

motor bensin berada dalam kisaran

12

A

F

18

atau

0

.

056

F

A

0

.

083

.[4]

Rasio udara/bahan bakar relative, λ:

st akt

F

A

F

A

/

/

2.4 catalytic Converter

Catalytic Converter merupakan salah satu alternatif teknologi yang dapat digunakan untuk menurunkan polutan dari emisi kendaraan bermotor, khususnya untuk motor berbahan bakar bensin (Heisler, 1995). Catalytic Converter berfungsi untuk mempercepat oksidasi emisi hidrokarbon (HC) dan karbon monoksida (CO), serta mereduksi nitrogen oksida (NOx). Tujuan pemasangan catalytic converter adalah merubah polutan-polutan yang berbahaya seperti CO, HC, dan NOx menjadi gas yang tidak berbahaya, seperti karbondioksida (CO2), uap air (H2O) dan nitrogen (N2) memlaui reaksi kimia. Pengkonversian polutan-polutan berbahaya tersebut tergambar pada reaksi sebagai berikut.

1. CO → CO2 2. HC → H2O + CO2 3. NOx → N2 + O2

Pada reaksi nomor 1 dan 2 terjadi reaksi oksidasi (penambahan oksigen), sedangkan pada reaksi nomor 3 memerlukan pengeluaran oksigen (reduksi).

Catalytic converter terdiri atas bahan-bahan yang bersifat katalis yaitu bahan yang bisa mempercepat terjadinya reaksi kimia yang tidak mempengaruhi keadaan akhir kesetimbangan reaksi dan komposisi kimia katalis tersebut tidak berubah. Bahan dasar dari catalytic converter adalah logam katalis. Logam katalis yang biasa digunakan adalah Platinum (Pt) dan Rhodium (Rh). Alasan pemilihan bahan ini bahn ini karena Platinum mempunyai keaktifan yang tinggi selama proses oksidasi karbon monoksida (CO) dan hidrokarbon (HC), sedangkan Rhodium sangat aktif selama proses reduksi nitrogen oksida (NOx).

Temperatur gas buang pada mesin penyalaan cetus (Spark Ignition Engine) bervariasi antara 300-4000C pada putaran idle, sedangkan pada pengoperasian penuh dapat mencapai 9000C, dan temperatur yang umum adalah 400-6000C. Umumnya, pengoperasian mesin penyalaan cetus pada perbandingan campuran bahan bakar dan udara (F/A) antara 0,9-1,2. Namun, terkadang pada kondisi pengoperasian tertentu terjadi pembakaran pada kondisi campuran miskin atau campuran kaya yang menyebabkan terbentuknya CO, HC, dan NOx.

Untuk diketahui bahwa oksidasi HC pada fase tanpa katalis dibutuhkan waktu oksidasi lebih 50ms dan temperatur lebih dari 6000C. Untuk oksidasi CO dibutuhkan temperatur lebih besar dari 7000C (Heywood, 1988:616). Sedangkan pada proses oksidasi CO dan HC serta reduksi NOx dengan katalis pada saluran gas buang dapat terjadi pada temperatur yang lebih rendah, yaitu mulai 3000C (Heisler, 1995:698).

2.4.1 Jenis-Jenis Catalytic converter

Adapun jenis catalytic converter yang telah ada adalah sebagai berikut:

(4)

1. Catalytic Converter Oksidasi

Catalytic converter oksidasi atau single bed oxidation catalytic converter beroperasi pada keadaan udara berlebih dan mengubah HC dan CO menjadi H2O dan CO2. Namun catalytic converter ini tidak memberikan pengaruh terhadap NOx.

2. Catalytic Converter Dua jalan

Sistem ini terdiri dari dua sistem katalis yang dipasang segaris. Dimana gas buang pertama mengalir melalui catalytic reduksi dan kemudian catalytic oksidasi. Sistem yang pertama (Bagian depan) merupakan katalis reduksi yang berfungsi untuk menurunkan emisi NOx. Sedangkan sistem yang kedua (bagian belakang) merupakan katalis oksidasi yang dapat menurunkan emisi HC dan CO. Namun, sistem ini tidak optimal dalam mengonversikan gas NOx. Terdapat dua sistem katalis yang terpasang segaris, terdapat reaksi sebagai berikut :

a) Oksidasi karbon monoksida menjadi karbon dioksida : 2CO + O2 —–> 2CO2

b) Oksidasi senyawa hidrokarbon (yang tidak terbakar / terbakar parsial) menjadi karbon dioksida dan air : CxH2x+2 + [(3X+1)/2] O2 —–> xCO2 + (x+1) H2O

Konverter jenis ini secara luas dipakai pada mesin diesel untuk mengurangi senyawa hidrokarbon dan karbon monoksida.

3. Catalytic converter tiga jalan

Sistem ini dirancang untuk mengurangi gas-gas polutan, seperti CO, HC, NOx yang keluar dari sistem gas buang dengan cara mengubahnya melalui reaksi kimia menjadi CO2,uap air (H2O), dan nitrogen (N2). Terdapat tiga reaksi simultan, terdapat reaksi sebagai berikut:

a) Reaksi reduksi nitrogen oksida menjadi nitrogen dan oksigen : 2NOx —–> xO2 + N2 b) Reaksi oksidasi karbon monoksida menjadi karbon

dioksida : 2CO + O2 —–> 2CO2 c) Reaksi oksidasi senyawa hidrokarbon yang tidak

terbakar menjadi karbon dioksida dan air : CxH2x+2 + [(3x+1)/2]O2 → xCO2 + (x+1)H2O Ketiga reaksi ini berlangsung paling efisien ketika campuran udara – bahan bakar (air to fuel ratio) mendekati ideal (stoikiometri) yaitu antara 14,6 – 14,8 berbanding 1. Oleh karena itu, CC sulit diaplikasikan pada mesin yang masih menggunakan karburator untuk pemasukan bahan bakar.CC paling ideal digunakan dengan mesin yang telah menggunakan closed loop feedback fuel injection.

4. Denox Catalytic Converter (Learn Burn)

Sistem ini memilikisistem yang hampir sama dengan tree way catalytic converter, tetapi NOx yang ada diubah pada daerah udara yang

berlebih. Catalytic converter ini memiliki efisiensi penurunan NOx hingga 50%.

2.5 Katalis

Wilhwlm Oswald pada tahun 1895 memberikan definisi katalis sebagai suatu zat yang mempengaruhi kecepatan reaksi tetapi tidak dikonsumsi dalam reaksi dan tidak mempengaruhi kesetimbangan pada akhir reaksi. Sifat-sifat katalis adalah :

1. Komposisi kimia katalis tidak berubah pada akhir reaksi.

2. Katalis yang diperlukan dalam suatu reaksi sangat sedikit.

3. Katalis tidak mempengaruhi keadaan akhir suatu kesetimbangan reaksi.

Katalis tidak memulai suatu reaksi tetapi mempengaruhi laju reaksi. Secara umum, kenaikan konsentrasi katalisator juga menaikkan kecepatan reaksi. Katalisator juga menurunkan tenaga aktivasi hingga menyebabkan kecepatan reaksi meningkat.

Ada dua tipe katalis, yaitu :

1. Katalis Homogeneous (katalis pada phase yang sama)

Katalis ini tertuju pada proses dengan sedikitnya satu reaktan dalam larutan yang bersifat sebagai katalis. Sebagai contoh kehomogenan katalis adalah proses industri Oxo untuk membuat isobntil-aldehyde normal. Reaktan terdiri dari propylene, karbon monoksida, dan hidrogen sedangkan kobalt kompleks fase cair sebagai katalisnya.

2. Katalis Heterogeneous (katalis pada pahse berbeda, biasanya gas pada solid)

Katalis ini terdiri lebih dari satu phase, umumnya phase katalisnya adalah padat sedangkan reaktan dan produk adalah phase cair atau gas. Sebagai contoh adalah pada pembuatan benzene umumnya diproduksi dari dehidrogenerasi (dehydrogeneration) ikloheksana (diperoleh dari petroleum kotor) dengan mengunakan katalis platinum-on-alumina.

Dengan kedua tipe katalis ini, yang paling sering digunakan adalah katalisis heterogen. Pemisahan dengan cara sederhana maupun lengkap campuran produk fluida dari katalis padat sangat menarik secara ekonomi, khususnya karena banyak katalis harganya mahal dan penggunaan yang berulang-ulang. Reaksi katalitik heterogen terjadi pada atau sangat dekat dengan interface cair-padat. Karakteristik dan sifat-sifat katalis adalah sebagai berikut:

1. Tidak terjadi perubahan dalam massa dan komposisi kimia secara signifikan pada akhir dari suatu reaksi. 2. Secara umum, dibutuhkan sejumlah kecil katalis untuk

menghasilkan reaksi yang hampir tak terbatas.

3. Katalis dapat lebih efektif bila ditentukan dengan baik. 4. Katalis bekerja /bereaksi secara spesifik.

5. Pada umumnya, katalis tidak dapat memulai suatu reaksi.

6. Katalis tidak mempengaruhi posisi akhir dari kesetimbangan, akan tetapi memperpendek waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan.

7. Perubahan temperatur dapat mengubah laju dari reaksi katalitik,

(5)

II. METODE 3.1 Penelitian

Dalam pendahuluan telah disebutkan bahwa tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui perbedaan Tingkat Emisi yang dihasilkan mesin antara knalpot standar dengan knalpot catalytic converter pada mesin Honda Supra X 100 cc. Guna mencapai tujuan tersebut maka dilakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian eksperimental yaitu metode dengan cara membandingkan antara pengunaan knalpot standar dan knalpot catalytic converter dengan perlakuan variable kecepatan putaran mesin dan pembebanan mesin dengan waterbrake dynometer.

Gambar 3 Rangkaian Percobaan Pengujian

a. Sebelum pengujian mesin terlebih dahulu dipanaskan selama ±10 menit pada putana idle (±1500 rpm).

b. Blower pendingin dihidupkan.

c. Beban dinamometer diatur dengan membuka katub air masuk sampai engine menunjukkan putaran yang diinginkan.

d. Beban dinamometer diatur dengan membuka katub air masuk sampai engine menunjukkan putaran yang diinginkan.

e. Pengambilan data pada pengujian meliputi :  Putaran mesin.

 Data emisi gas buang  Lamda

f. lakukan langkah d (semua pengambilan data) dengan variasi putaran dari putaran 8000-3000 rpm.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Data pengukuran menggunakan emisi gas buang ini menggunakan peralatan gas analyzer bersamaan dengan Dynotest jenis waterbrake. Dalam percobaan ini menggunakan metode variasi putaran roda (rpm) dan katup fully open serta mengetahui perbedaan waktu yang diperlukan untuk menghabiskan 10 cc bahan bakar. Dari pengukuran akan didapat besarnya presentase emisi gas buang (HC,CO2,CO dan O2) dan nilai λ (lambda). Data yang sudah diperoleh disajikan dalam bentuk tabel untuk mempermudah penganalisaan.

Data-data yang didapat dari hasil pengujian emisi dengan knalpot standardd an knalpot catalytic converter adalah sebagai berikut :

Knalpot Standar RPM CO CO2 HC O2 λ 8000 7.579 4.24 191 7.04 1.361 7000 8.557 3.7 228 7.34 1.273 6000 9.397 6.38 249 9.2 1.325 5000 9.277 5.16 258 9.56 1.28 4000 5.97 6.44 246 12.9 1.551 3000 5.23 6.91 205 10.09 1.42 Rata-Rata 8.17 5.47 229.50 9.36 1.37

Tabel 3 Data pengukuran Presentase Emisi Supra X 110 cc knalpot standart (%)(Percobaan I)

Pada pengujian knalpot standar seperti ditunjukan pada table 3 didapatkan nilai konsentrasi emisi dan nilai λ per putaran mesin dari knalpot standar, konsentrasi emisi yang diperoleht baik CO,CO2,HC dan O2 maupun nilai lamda, yang perlu diperhatikan dari hasil pengujian adalah nilai CO yang hamper semuanya memiliki nilai diatas ambang batas baku emisi dengan limit maksimum sebesar 4,5 %,sedangkan HC masih pada level yang cukup aman dibawah 1200, hasil pengujian yang didapat kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah adanya kemungkinan karena pembebanan mesin yang tidak stasioner, suhu ruang pembakaran yang belum optimum, campuran bahan bakar dan udara , baik itu campuran terlalu miskin atau campuran terlalu kaya, namun bisa kita lihat dari table diatas nilai lamda hampir disetiap putaran >1 (campuran miskin) ,yang artinya udara lebih banyak daripada bensin, yang memungkinkan pengaruhnya terhadap konsentrasi emisi gas buang, walaupun masih ada kemungkinan lain yang berpengaruh pada konsentrasi emisi gas buang, termasuk bukaan katup pada setiap putaran mesin.

Data yang didapat diatas kurang bagus bila dibandingkan pada kondisi idealnya , sebagai catatan uji coba dilakukan mulai dari putaran paling tinggi yaitu 8000 rpm ke putaran rendah hingga 3000 rpm), untuk validasi data makan akan dilakukan perhitungan AFR (Air fuel ratio) dari data nilai lamda yang didapat dari hasil pengujian yang ditunjukan pada table 3

Knalpot Catalytic converter

RPM CO CO2 HC O2 λ 8000 4.212 6.43 139 6.84 1.107 7000 4.188 5.34 128 7.09 1.023 6000 5.234 5.22 215 8.48 1.007 5000 4.455 6.73 206 8.71 1.09 4000 3.833 7.2 221 9.08 1.1 3000 3.247 7.35 227 11.37 1.571 Rata-rata 4.28 6.38 177.67 8.60 1.15

Tabel 4 Data pengukuran Emisi Supra X 100 cc knalpot Catalytic (%) (Percobaan II)

Dari data table 4.2 diperoleh nilai lamda dan konsentasi emisi per putaran mesin, variasi putaran mesin

(6)

dimulai dari putaran yang paling tinggi yaitu 8000 rpm ke putaran yang lebih rendah hingga 3000 rpm.Dari data emisi diperoleh beberapa penurunan konsentrasi emisi (CO,HC dan O2) namun terjadi kenaikan konsentrasi CO2 yang disebabkan oleh beberapa faktor termasuk kemungkinan pengaruh besarnya nilai AFR,pengaruh katalis dan pembebanan pada mesin uji (stasioner atau tidak stasioner) dan juga suhu pada ruang pembakaran, namun perlu diperhatikan bahwa konsentrasi CO berada dibawah ambang batas baku emisi dengan limit maksimum sebesar 4,5 %. Untuk validasi data maka akan dilakukan perhitungan nilai AFR (Air Fuel Ratio) dari data nilai lamda yang didapat dari hasil pengujian yang ditunjukan pada table 4 4.1 Analisa Kemampuan Katalis Tembaga (Cu) Berlapis Manganese (Mn) Terhadap Emisi CO

Grafik 4.1 Perbandingan Konsentrasi CO dan Putaran Mesin

Pada grafik 4.1 titik warna biru menunjukan konsentrasi emisi terhadap putaran mesin pada knalpot standar dan titik warna merah menunjukan konsentrasi emisi terhadap putaran mesin pada knalpot catalytic converter,selanjutnya akan dilakukan akan analisa terhadap emisi gas CO per setiap putaran mesin ,grafik disajikan dalam perbandingan RPM dan konsentrasi CO dari knalpot standar dan knalpot yang menggunakan catalytic converter, gas CO terbentuk apabila unsur oksigen udara tidak cukup, pembakaran tidak sempurna sehingga karbon didalam bahan bakar terbakar dengan proses sebagai berikut :

C + ½ O2  CO

Adanya CO pada gas buang diakibatkan oleh karena pembakaran yang terjadi di dalam ruang bakar tidak sempurna, yang disebabkan oleh kurangnya jumlah udara dalam campuran yang masuk kedalam ruang bakar atau bisa juga kurangnya waktu yang tersedia untuk menyelesaikan waktu pembakaran. Konsentrasi polutan CO tinggi ketika idling dan mencapai minimum ketika akselerasi dan pada kecepatan konstan. Penutupan throtle yang mana akan mereduksi suplai oksigen (O2) ke ruang bakar adalah faktor utama timbulnya CO, sehingga perlambatan dari kecepatan tinggi akan menghasilkan CO tertinggi pada gas buang kendaraan bermotor.

CO juga sangat ditentukan oleh kualitas campuran, homogenitas dan perbandingan udara dan bahan bakar. Kurangnya O2 dalam campuran akan mengakibatkan karbon bereaksi tidak sempurna, sehingga terbentuk CO. CO juga cenderung bereaksi pada temperature pembakaran yang tinggi. Meskipun campuran miskin jika temperatur pembakaran terlalu tinggi, maka O2 yang telah terbentuk

dalam karbon dioksida (CO2) bisa berdisosiasi membentuk CO dan O2.

Dari perbandingan data diatas kinerja knalpot catalytic converter pada saluran gas buang akan menurunkan konsentrasi polutan CO, hal ini bisa dipahami bahwa dengan adanya katalis tembaga di dalam saluran gas buang, maka, katalis akan menjadi naik temperaturnya. Dengan naiknya temperatur katalis maka kecepatan reaksi untuk terbentuknya CO2 semakin cepat, sehingga sebagian gas CO akan bereaksi dengan O2 untuk membentuk gas CO2. Dengan terbentuknya CO2, maka konsentrasi polutan CO dalam gas buang akan menurun,kinerja katalis bisa dikatakan baik yang berarti katalis sangat berpengaruh pada reduksi konsentrasi CO. Untuk validasi lebih lanjut akan dilakukan perbandingan terhadap AFR.

Grafik 4.2 Perbandingan Konsentrasi CO dan AFR Pada grafik 4.5 titik warna biru menunjukan konsentrasi emisi terhadap putaran mesin pada knalpot standar dan titik warna merah menunjukan konsentrasi emisi terhadap putaran mesin pada knalpot catalytic converter.

Emisi CO dari kendaraan banyak dipengaruhi oleh perbandingan campuran udara dengan bahan bakar yang masuk ke ruang bakar (AFR) C + ½ O2  CO pada grafik diatas adalah perbandingan nilai AFR knalpot standart dan knalpot catalytic dengan konsentrasi CO, nilai AFR didapatkan dari besarnya nilai lamda per putaran mesin, pada knalpot standar yang ditunjukan titik warna biru, pada putaran 5000 rpm dengan nilai AFR sebesar 18.816 dengan konsentrasi CO sebesar 9.277, pada 7000 rpm dengan nila AFR sebesar 18.7131dengan nilai persentase CO sebesar 8.557%.

Pada putaran 3000 rpm pada knalpot Catalytic dengan AFR 23.0937 berada pada presentase 3.247% sedangkan pada putaran 7000 rpm dengan AFR 15.0381 berada pada presentase 4.188 %. Pada grafik diatas pemasangan catalyc converter berpengaruh pada reduksi konsentrasi CO.

Apabila AFR sedikit saja lebih kaya dari angka idealnya (AFR ideal = lambda = 1.00) maka emisi CO akan naik secara drastis. Jadi tingginya angka CO menunjukkan bahwa AFR terlalu kaya dan ini bisa disebabkan antara lain karena masalah di fuel injection system seperti fuel pressure yang terlalu tinggi, sensor suhu mesin yang tidak normal, air filter yang kotor, PCV system yang tidak normal, karburator yang kotor atau setelannya yang tidak tepat.

0 2 4 6 8 10 0 5000 10000 K o n sen tr asi CO RPM Standar CC 0 2 4 6 8 10 0 10 20 30 K o n sen tr asi CO AFR Standar CC

(7)

4.2 Analisa Kemampuan Katalis Tembaga (Cu) Berlapis Manganese (Mn) Terhadap Emisi HC

Grafik 4.3Perbandingan Konsentrasi HC dan Putaran Mesin

Pada grafik 4.3 titik warna biru menunjukan konsentrasi emisi terhadap putaran mesin pada knalpot standar dan titik warna merah menunjukan konsentrasi emisi terhadap putaran mesin pada knalpot catalytic converter.

Pada analisa ini akan dilakukan analisa terhadap emisi gas HC per setiap putaran mesin ,grafik disajikan dalam perbandingan RPM dan konsentrasi HC dari knalpot standard dan knalpot yang menggunakan catalytic converter. Sumber emisi HC adalah disebabkan karena bahan bakar yang tidak terbakar dan keluar menjadi gas mentahsehingga bahan bakar terpecah karena reaksi panas berubah menjadi gugusan HC lain yang keluar bersama gas buang

C8H18H + C + H

Sebab utama timbulnya HC adalah sekitar dinding-dinding ruang bakar bertemperatur rendah, dimana temperatur itu tidak mampu melakukan pembakaran, missing (missfire) dan adanya overlaping katup (kedua katup bersama-sama terbuka) sehingga merupakan gas pembilas/pembersih.

Dari perbandingan data diatas kinerja knalpot catalytic converter bisa diaktakan baik yang berarti katalis sangat berpengaruh pada reduksi konsentrasi HC. Untuk validasi lebih lanjut akan dilakukan perbandingan terhadap AFR.

Grafik 4.4 Perbandingan Konsentrasi HC dan AFR Pada grafik 4.4 titik warna biru menunjukan konsentrasi emisi terhadap putaran mesin pada knalpot standar dan titik warna merah menunjukan konsentrasi emisi terhadap putaran mesin pada knalpot catalytic converter.

Pada knalpot standar disaat putaran mesin 5000 rpm (AFR 18.816) berada pada presentase HC sebesar 258, pada putaran 8000 rpm (AFR 20.0067) berada presentase 191.

Pada knalpot catalytic converter disaat putaran mesin 5000 rpm (AFR 16.023) berada pada presentase HC

sebesar 206, pada putaran 8000 rpm (AFR 16.2729) berada presentase 139. Dengan perbandingan AFR terhadap perubahan konsentrasi HC secara fluktuatif dan cenderung tidak konstan.

Apabila CC bekerja dengan normal tapi HC tetap tinggi, maka hal ini menunjukkan gejala bahwa AFR yang tidak tepat atau terjadi misfire. AFR yang terlalu kaya akan menyebabkan emisi HC menjadi tinggi.

Apabila emisi HC tinggi, menunjukkan ada 3 kemungkinan penyebabnya yaitu CC yang tidak berfungsi, AFR yang tidak tepat (terlalu kaya) atau bensin tidak terbakar dengan sempurna di ruang bakar

.

4.3 Analisa Kemampuan Katalis Tembaga (Cu) Berlapis Manganese (Mn) Terhadap Konsentrasi CO2

Grafik 4.5 Perbandingan Konsentrasi CO2 dan Putaran

Mesin

Pada grafik 4.5 titik warna biru menunjukan konsentrasi emisi terhadap putaran mesin pada knalpot standar dan titik warna merah menunjukan konsentrasi emisi terhadap putaran mesin pada knalpot catalytic converter.

Pembakaran sempurna terjadi bila seluruh iso oktana (C8H18) dapat bereaksi seluruhnya menjadi CO2 dan H20. Persamaan kimia reaksi pembakaran sempurna iso oktana (C8H18) adalah sebagai berikut.

C8H18 + 12,5O2 + 47N2 → 8CO2 + 9H2O + 47N2 Pada analisa grafik ini akan dibandingkan pengaruh terbentuknya CO2 pada knalpot standard dan knapot yang terpasang catalytic converter. Pada knalpot standart konsentrasi CO2 paling tinggi pada putaran 3000 rpm yaitu sebesar 6.91 % dan memiliki konsentrasi paling rendah pada saat putaran 7000 rpm (3.7 %). Dengan rata-rata pengengeluaran konsentrasi CO2 dari enam variasi putaran yaitu 5.47%

Ketika knalpot dengan pemasangan catalytic converter terjadi kenaikan persentase konsentrasi CO2 ,yaitu persentase tertinggi pada saat 3000 rpm sebesar 7,35% dan presentasi terendah pada 6000 rpm sebesar 5,22% dengan total keseluruhan rata-rata per variasi putaran (3000 rpm-6000 rpm) sebesar 6,38%,dengan pemasangan catalytic semakin menambah konsentrasi CO2 yang dihasilkan dengan mengalami kenaikan dari 5.57% menjadi 6.38%., jumlah konsentrasi dari CO2 sangat diperngaruhi oleh kondisi suhu pembakaran.

Kondisi ini baik mengingat bahwa bila konsentrasi CO2 lebih banyak daripada CO maka catalytic converter bekerja dengan baik. 0 50 100 150 200 250 300 0 2000 4000 6000 8000 10000 K o n sen tr asi H C RPM Standar CC 0 50 100 150 200 250 300 0 10 20 30 K o n sen tr asi H C AFR Standar CC 0 2 4 6 8 10 0 5000 10000 K o n sen tr asi CO2 RPM Standar CC

(8)

Grafik 4.6 Perbandingan Konsentrasi CO2 dan AFR

Pada grafik 4.6 titik warna biru menunjukan konsentrasi emisi terhadap putaran mesin pada knalpot standar dan titik warna merah menunjukan konsentrasi emisi terhadap putaran mesin pada knalpot catalytic converter.

Pada knalpot catalytic disaat putaran mesin 5000 rpm (AFR 16.023) berada pada presentase CO2 sebesar

6.73%, pada putaran 8000 rpm (AFR 16.2729) berada presentase 6.43 %.

Pada knalpot standar disaat putaran mesin 5000 rpm (AFR 18.816) berada pada presentase CO2 sebesar

5.16%, pada putaran 8000 rpm (AFR 20.0067) berada presentase 4.24 %.

Konsentrasi CO2 menunjukkan secara langsung status proses pembakaran di ruang bakar. Semakin tinggi maka semakin baik. Saat AFR berada di angka ideal, emisi CO2 berkisar antara 12% sampai 15%. Apabila AFR terlalu kurus atau terlalu kaya, maka emisi CO2 akan turun secara drastis.

Perlu diingat bahwa sumber dari CO2 ini hanya ruang bakar. Apabila CO2 terlalu rendah tapi CO dan HC normal, menunjukkan adanya kebocoran exhaust pipe. 4.4 Analisa Kemampuan Katalis Tembaga (Cu) Berlapis Manganese (Mn) Terhadap Konsentrasi O2

Grafik 4.7 Perbandingan Konsentrasi O2 dan Putaran

Mesin

Pada grafik 4.7 titik warna biru menunjukan konsentrasi emisi terhadap putaran mesin pada knalpot standar dan titik warna merah menunjukan konsentrasi emisi terhadap putaran mesin pada knalpot catalytic converter.

Dalam proses pembakaran gas O2 merupakan polutan yang sifatnya termasuk kategori tidak beracun, banyaknya O2 yang terbentuk menunjukan presentasi udara pembakaran yang tidak digunakan dalam proses pembakaran, pada grafik diatas ditunjukan perbandingan antara presentase konsentrasi O2 pada knalpot standar (titik biru) dengan knalpot catalytic (titik merah).

Pada knalpot standart konsentrasi gas O2 tertinggi pada putaran 4000 rpm sebesar 12.9 % dan terendah pada 8000 rpm yaitu sebesar 7.04 %

Pada knalpot catalytic presentase O2 tertinggi pada saat putaran mencapai 3000 rpm sebesar 11.37% dan presentase terendah pada putaran 8000 rpm sebesar 6.84 % dengan rata-rata presentase per variasi putaran sebesar 8.60%.Dengan pemasangan catalytic sesuai dari hasil analisa data mengurangi presentase emisi dari rata-rata 9.36 % mejadi 8.60% (Kaya Udara).

Analisa ini menunjukan bahwa lebih banyak kandungan udara yang terdapat pada ruang pembakaran pada pengujian knapot catalytic converter yang tidak ikut terbakar. Namun O2 bukan merupakan emisi yang berbahaya bagi lingkungan.

Grafik 4.8 Perbandingan Konsentrasi O2 dan AFR

Pada grafik 4.8 titik warna biru menunjukan konsentrasi emisi terhadap putaran mesin pada knalpot standar dan titik warna merah menunjukan konsentrasi emisi terhadap putaran mesin pada knalpot catalytic converter.

Pada knalpot standar disaat putaran mesin 5000 rpm (AFR 18.816) berada pada presentase O2 sebesar 9.2%, pada putaran 8000 rpm (AFR 20.0067) berada presentase 7.04 %.

Pada knalpot catalytic converter disaat putaran mesin 5000 rpm (AFR 16.023) berada pada presentase O2 sebesar 8.71 %, pada putaran 8000 rpm (AFR 16.2729) berada presentase 6.84%.sehingga dengan penggunaan catalyc per variasi putaran rata-rata mereduksi konsetrasi O2 pada gas buang.

Konsentrasi dari O2 di gas buang kendaraan berbanding terbalik dengan konsentrasi CO2. Untuk mendapatkan proses pembakaran yang sempurna, maka kadar oksigen yang masuk ke ruang bakar harus mencukupi untuk setiap molekul hidrokarbon.

Dalam ruang bakar, campuran udara dan bensin dapat terbakar dengan sempurna apabila bentuk dari ruang bakar tersebut melengkung secara sempurna. Kondisi ini memungkinkan molekul bensin dan molekul udara dapat dengan mudah bertemu untuk bereaksi dengan sempurna pada proses pembakaran. Tapi sayangnya, ruang bakar tidak dapat sempurna melengkung dan halus sehingga memungkinkan molekul bensin seolah-olah bersembunyi dari molekul oksigen dan menyebabkan proses pembakaran tidak terjadi dengan sempurna.

0 2 4 6 8 10 0 10 20 30 K o n sen tr asi CO2 AFR Standar CC 0 5 10 15 0 5000 10000 K o n sen tr asi O2 RPM Standar CC 0 5 10 15 0 10 20 30 K o n sen tr asi O2 AFR Standar CC

(9)

IV. KESIMPULAN

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa pemasangan Catalytic converter berbahan campuran tembaga (Cu) dan manganese (Mn) sangat berpengaruh pada pengurangan konsentrasi gas buang ,secara umum dengan pemasangan catalyc converter ini diperoleh hasil sebagai berikut :

a) Dengan pemasangan catalytic converter berhasil menurunkan kadar emisi CO dari rata-rata konsentrasi 8.17 % menjadi 4,28 % yang berarti katalis bekerja dengan baik.

b) Dengan pemasangan catalytic converter berhasil menurunkan kadar emisi HC dari rata-rata 229.50 menjadi 177,67, yang berarti katalis bekerja dengan baik.

c) Dengan pemasangan catalytic converter berhasil mengurangi presentase emisi dari rata-rata konsentrasi 9.36 % mejadi 8.60%, yang berarti katalis bekerja dengan baik.

d) Dengan pemasangan catalytic semakin menambah konsentrasi CO2 yang dihasilkan dengan mengalami kenaikan dari 5.57% menjadi 6.38%, yang berarti katalis bekerja dengan baik, karena konsentrasi CO2 lebih banyak daripada konsentrasi CO.

e) Ketika dibandingkan dengan AFR nilai yang didapat sangat flkutuatif dan jauh dari kondisi ideal dikarenakan beberapa faktor termasuk kondisi mesin bila dibandingkan dengan jumlah emisi, jumlah emisi tidak lagi sebanding dengan nilai AFR, namun dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya suhu mesin dan pemasangan katalis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arismunandar, Wiranto, 2002, Penggerak Mula Motor Bakar, Bandung, ITB.

2. Team Toyota Astra Motor, 1995, Buku Pedoman Pelatihan, Jakarta, PT. Toyota – Astra Motor. 3. Jurnal SMARTek, Vol. 4, No. 4, Nopember 2006:

260 – 266.

4. Swisscontact, 1998, Program Udara Bersih Uji Emisi, Seri Otomotif, Jakarta.

5. Warju. (2003) Eksperimen tentang Pengaruh Penggunaan Catalytic Converter tembaga (Cu) Berlapis Mangan (Mn) terhadap Emisi Gas Buang (CO dan HC), Dan Unjuk kerja mesin, Thesis yang Tidak Dipublikasikan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

6. Data Pertamina Jakarta, (2001).

7. Obert, Edward F. (1973) Internal Combustion Engine dan Air Pollution. Third. Edition. Harper & Row, Publisher, Inc., New York.

8. Dowden, D.A. at. all. (1970) Catalytic Hand Book. Verlag New york, Inc.

9. Suyanto, Wardan. (1989) Teori Motor Bensin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta. 10. Heisler, Heinz. (1995) Advanced Engine

Technology. Edward Arnold, London.

11. Husselbee, W. L. (1985) Automotive Cooling, Exhaust, Fuel and Lubricating System. Reston

Publishing Co., Virginia.

12. Jenbacher. (1996) Combustion Engines

13. Mathur, Sharma L. (1975) Internal Combustion Engine. MacGraw-Hill Book Company, Inc., New York.

14. Scafer F (1995). Reduced Emissions and fuel

Consumtion in Automobile

Engine,Springer-verlag Wien, New- york, 1995.

15. Ananta dan Purbianto. (1989) Kimia 3, Program Ilmu-ilmu Fisik dan Biologi. Intan Pariwara, Jakarta.

16. I Komang. (2000) Studi Eksperimental tentang Pengaruh Penggunaan Tembaga sebagai Catalytic Muffler terhadap Emisi CO, HC, dan

NOx pada Mesin Bensin 4 Langkah,

Tugas Akhir yang Tidak Dipublikasikan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. 17. Yayasan Toyota – Astra. (1985) Materi Pelajaran

Engine Group. PT. Toyota Astra Motor, Jakarta. 18. Sutantra, I Nyoman. (2001) Teknologi Otomotif

Teori dan Aplikasinya Guna Widya, Surabaya. 19. Riza Bayu Krisnanda ( 2012) Pengaruh

Penambahan Adiktif pada Premium dengan

Variasi Konsentrasi Terhadap Unjuk Kerja

Engine PutaranVariabel Karisma 125 CC, Tugas Akhir yang Tidak Dipublikasikan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Gambar

Gambar 1 Komposisi Emisi Gas Buang Mesin Bensin Sumber : Swisscontact, 2000 :4
Gambar 2 Grafik emisi dengan AFR Sumber : Obert, Edward F. (1973) 2.3 Nilai AFR
Tabel 4 Data pengukuran Emisi Supra X 100 cc knalpot  Catalytic (%) (Percobaan II)
Grafik 4.1 Perbandingan Konsentrasi CO dan Putaran  Mesin
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kalau tidak kita sia-siakan, kita lihat nanti sejarah yang akan mencatat, membuktikan 5, 10 tahun mendatang, dengan kerja tepat kita semua, policy yang tepat, program yang tepat,

Selain itu, tipologi hubungan representamen dengan tanda akan membantu penelitian ini dalam mendeskripsikan representamen dari tanda-tanda yang terdapat pada beberapa binatang

Dalam upaya meningkatkan efektifitas pembiayaan kesehatan maka pendanaan kesehatan jiwa diutamakan untuk peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan jiwa

Septum deviasi adalah kelainan yang menyebabkan gangguan mekanik perubahan aliran udara serta akan menyebabkan kelainan berupa proses pelemahan transpor mukosiliar

pengetahuan untuk melaksanakan modul tersebut... Dari segi masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan Modul Bersepadu MBKPPI, dapatan kajian menunjukkan masih

Vahel jõutakse üle suurte jõgede juba siis, kui need on veel jääs ja seetõttu kerged ületada.. Nad leiavad jõe peal instinktiivselt paksema

Setelah melihat kondisi awal tentang kemampuan membaca anak di Taman Kanak- kanak Padang, peneliti melakukan tindakan untuk memperbaiki pembelajaran membaca melalui

Dalam sistem demokrasi yang sihat, peranan kerajaan bukan sahaja menyediakan peluang untuk rakyat terlibat dalam sistem pilihan raya, bahkan kerajaan perlu