• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jawa Barat adalah Provinsi di Indonesia yang memiliki komoditas cukup besar. Terutama di bidang tekstil dan garment. Sehingga diperlukan suatu system transportasi untuk menunjang kegiatan perekonomian di Provinsi tersebut, guna menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi yang telah ada.

Untuk merealisasikan hal tersebut dibutuhkan suatu kajian mengenai transportasi khususnya transportasi barang yang mempunyai peranan cukup penting dalam kegiatan perekonomian. Sehinga penggunaan moda angkutan barang yang efektif dan efisien yang menjadi tuntutan berbagai kepentingan dapat terpenuhi.

Pengadaan dry port (pelabuhan kering) di Gede Bage merupakan salah satu usaha untuk menunjang kegiatan ekonomi di daerah Jawa Barat. Dry port memiliki fungsi seperti pelabuhan secara umum, juga berfungsi sebagai terminal peti kemas (TPK) dan tempat penyelesaian administrasi dokumen ekspor-impor. Dry port ditempatkan di sentra-sentra produksi yang memiliki jarak cukup jauh dari pelabuhan ekepor-impor. Dan dry port ini harus memiliki koneksi dengan jaringan transportasi. Salah satunya adalah jalan rel (kereta api).

Fenomena yang terjadi saat ini adalah kurang bersaingnya Terminal Peti Kemas Bandung (TKPB) Gede Bage, dalam hal ini menggunakan moda kereta api, dengan transportasi jalan raya (truk). Padahal pergerakan angkutan barang dengan KA melalui TKPB memiliki berbagai keuntungan, antara lain kapasitas angkutnya yang besar, fasilitas pengurusan dokumen, dan keamanan barang yang lebih terjamin.

Terminal peti kemas menjadi kurang efektif karena beralihnya pergerakan angkutan barang dari kereta api ke angkutan darat dengan menggunakan truk. Bahkan untuk saat ini, angkutan truk menguasai pergerakan angkutan barang. Data angkutan peti kemas dari wilayah Bandung Raya menunjukkan bahwa hanya 4,33% saja barang yang diangkut dengan kereta api dan sisanya diangkut melalui jalan raya menggunakan moda truk.

(2)

Throughput Petikemas Bandung Raya 6855 14733 23309 35645 52008 60918 62368 57834 61617 58569 50654 51399 47046 41213 35154 13515 9056 8225 8962 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Vo l. ( T EU S)

Gambar 1.1 Throughput petikemas Bandung Raya. (Sumber : TPKB)

Proses beralihnya moda angkutan barang dari kereta api ke truk bisa diakibatkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah kenyamanan, keamanan, dan fleksibilitas. Walaupun masih banyak variable lain yang dapat mempengaruhinya, tetapi salah satu variable yang cukup menentukan adalah biaya transportasi. Oleh karena itu, dalam penelitian tugas akhir ini, ingin diketahui total biaya intermodality dari moda angkutan barang yang digunakan dalam rute Bandung-Jakarta. Dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya biaya transportasi melalui jalur kereta api. Serta usaha perbaikan pelayanan moda kereta api untuk memperkecil total biaya moda tersebut, sehingga dapat bersaing dengan moda truk.

1.2 Identifikasi Masalah

Dalam mengangkut dari Bandung ke Jakarta (Tanjung Priok) atau sebaliknya, para eksportir/importir menggunakan dua alternatif moda. Dua alternatif moda tersebut adalah :

x Moda jalan raya, yaitu berupa truk-truk trailer, dan x Moda rel kereta, yaitu kereta api

Berdasarkan data dari penelitian studi sebelumnya menunjukan bahwa penggunaan transportasi barang di Pulau Jawa Barat, khususnya antara angkutan jalan dengan kereta api terdapat perbedaan yang sangat tinggi. Sebagai contoh, angkutan barang dari Bandung Raya menuju Jakarta hanya 4,33% saja yang menggunakan moda kereta dan sisanya sebanyak 95,67% menggunakan moda jalan raya.

Di Jawa Barat terjadi pertumbuhan angkutan barang dengan menggunakan moda angkutan jalan raya dengan sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dengan bertambah cepatnya pertumbuhan armada truk antar kota baik dalam jumlah maupun dalam daya angkutnya. Perkembangan moda jalan raya pada gilirannya cenderung memperkecil peran angkutan kereta api sedang dalam teorinya pengembangan kereta sangat mendukung perkembangan wilayah.

(3)

halnya dengan transportasi darat yang menggunakan moda truk. Sarana TPK tersebut dibangun untuk tujuan pertumbuhan perekonomian di suatu daerah khususnya, dan meningkatkan ekonomi Indonesia pada umumnya. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah : Masih adakah peluang kereta api sebagai moda

utama dalam pengangkutan peti kemas untuk koridor Bandung-Jakarta?Apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan hal itu?

1.3 Gambaran Daerah Studi

Pergerakan angkutan barang di Jawa Barat khususnya di Daerah cekungan Bandung (Kota dan Kabupaten Bandung) dilayani oleh berbagai macam moda, yaitu kereta api, truk, dan pesawat cargo. Dari ketiga moda tersebut, truk mendominasi sebagian besar pergerakan. Jawa Barat sebagai salah satu Provinsi yang besar memilik potensi ekonomi cukup tinggi, khususnya untuk komoditas-komoditas ekspor. Jenis-jenis komoditasnya juga merupakan komoditas yang menjadi andalan Provinsi Jawa Barat, yaitu tekstil, garment, furniture, dan barang-barang elektronik. Asal komoditas tersebut lebih banyak berasal dari wilayah Jawa Barat bagian utara seperti Bandung, Bekasi, Karawang, dan Bogor. Sedangkan sebagian lagi berasal dari sentra-sentra produksi di wilayah Jawa Barat bagian selatan, seperti Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis.

Hal ini cukup realistis dengan pemerintah mendirikan TPKB yang dapat memberikan pelayanan ekspor unggulan Jawa Barat pada umumnya kota dan Kabupaten Bandung pada khususnya agar tidak perlu dilakukan di Pelabuhan Tanjung Priok

.

Kunci pergerakan dengan kereta api adalah keberadaan Terminal Peti Kemas Dege Bage Bandung. TPK Gede Bage bandung (TPKB) memiliki kapasitas maksimum untuk satu rangkaian kereta adalah 33 TEUS peti kemas dan 1 TEU kabus (1 TEU = 1 kontainer 20 feet). Saat ini frekuensi keberangkatan dan kedatangan sebanyak 5 kali dalam satu hari dengan lama perjalanan kurang lebih 5-6 jam. Biaya yang dikenakan oleh PT. KAI sebagai operator angkutan KA meliputi biaya angkut samapai TPK Pasoso, bongkar muat dan

storage di TPK Pasoso, biaya angkut ke dermaga Pelabuhan Tanjung Priok, dan biaya

bongkar muat kontainer dan biaya storage di dermaga.

Sedangkan pergerakan truk memilik keunggulan dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Antara lain jadwal keberangkatan yang fleksibel, memiliki akses langsung ke konsumen (pabrik) dan waktu perjalanan yang lebih singkat.

Diharapkan dengan mengetahui besar biaya total dari pergerakan moda tersebut, kita dapat mengevaluasi kekurangan dari pergerakan dengan kereta api sehingga total cost dari moda

(4)

angkutan kereta api dapat ditekan seminimal mungkin. Agar TPKB dapat bersaing dengan angkutan barang menggunakan moda truk.

1.4 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini memiliki tujuan :

a. Membandingkan indikator performansi angkutan barang peti kemas dalam pengoperasian masing-masing moda.

b. Memaparkan dan mengevaluasi faktor-faktor penyebab kurang bersaingnya moda kereta dengan moda jalan raya.

c. Memberikan rekomendasi untuk pelayanan moda menggunakan dryport agar dapat bersaing dengan angkutan barang menggunakan moda jalan raya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup hal-hal sebagai berikut :

a. Rute angkutan barang yang ditinjau adalah rute Bandung-Jakarta dengan tujuan Pelabuhan Tanjung Priok.

b. Alternatif moda yang digunakan adalah moda kereta api dan truk dan indikator performansi yang digunakan adalah biaya dan waktu.

c. Komoditas utama Jawa Barat adalah tekstil dan garment, sehingga shippers yang dimaksud adalah perusahaan yang bergerak di bidang tekstil dan garment.

d. Perusahaan penyedia jasa (PT.Kereta Api, PT.MTI, PT.JICT dan perusahaan truking).

e. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan pengamatan di lapangan.

(5)

Gambar 1.2 Ruang lingkup penelitian 1.6 Sistematika Penulisan

Bab 1 Pendahuluan yang membahas latar belakang dan identifikasi masalah, gambaran daerah studi, maksud dan tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan laporan.

Bab 2 Kajian Pustaka, berisi uraian dasar-dasar teori yang mendukung analisis permasalahan yang akan dilakukan kemudian.

Bab 3 Metodologi Penelitian, membahas metodologi yang dilakukan, meliputi langkah penelitian, pendekatan studi yang dilakukan, teknik pengumpulan data dan pengolahan data.

Bab 4 Gambaran kondisi eksisting, bab ini menguraikan ruang lingkup dan kondisi wilayah studi yang dianalisis pada tugas akhir ini.

Bab 5 Analisis Data, berisi analisis dan pemecahan masalah terhadap hasil pengolahan data.

Bab 6 Analisis Kebijakan, berisi kebijakan yang ada selama ini dan pelaksanaannya di lapangan

(6)

Bab 7 Kesimpulan dan Saran, merupakan kesimpulan yang didapat dari bab sebelumnya, mengenai temuan-temuan dari butir-butir penting, untuk dijadikan pertimbangan serta saran tindak lanjut terhadap hasil yang diperoleh.

Gambar

Gambar 1.1 Throughput petikemas Bandung Raya. (Sumber : TPKB)
Gambar 1.2 Ruang lingkup penelitian 1.6 Sistematika Penulisan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini berjudul Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali, yang penelitiannya meliputi wawancara pada Masyarakat Suku Bali di Desa Cipta Dharma atau

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

Pendekatan dapat diartikan sebagai metode ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar yang kemudian dipergunakan sebagai sarana

Audit, Bonus Audit, Pengalaman Audit, Kualitas Audit. Persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik yang semakin ketat, keinginan menghimpun klien sebanyak mungkin dan harapan agar

Perbandingan distribusi severitas antara yang menggunakan KDE dengan yang menggunakan suatu model distribusi tertentu dilakukan untuk melihat secara visual, manakah dari

61 Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa dilema yang Jepang alami pada saat pengambilan keputusan untuk berkomitmen pada Protokol Kyoto adalah karena

2011 sangat memberi peluang optimalisasi diplomasi Indonesia dalam berperan memecahkan berbagai masalah yang ada baik di dalam negeri maupun di dalam kawasan

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah virus Covid-19 adalah dengan menerapkan perilaku Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di mana dalam penerapannya