PEMBUATAN SALEP MINYAK ATSIRI DAUN JERUK LIMAU (Citrus amblycarpa (Hassk) ochse) DAN UJI STABILITAS
TERHADAP TIPE BASIS YANG DIGUNAKAN
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi
Oleh:
Nindya Nareswari M3508053
DIPLOMA 3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ini adalah hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar apapun di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar yang telah diperoleh dapat ditinjau dan / atau dicabut.
Surakarta, 1 Desember 2011
Nindya Nareswari NIM. M3508053
PEMBUATAN SALEP MINYAK ATSIRI DAUN JERUK LIMAU (Citrus amblycarpa (Hassk) ochse) DAN UJI STABILITAS
TERHADAP TIPE BASIS YANG DIGUNAKAN
INTISARI
Jeruk limau mempunyai kandungan minyak atsiri yang terdapat pada bagian daun dan kulitnya. Minyak atsiri dari daun jeruk limau mengandung β-pinena, linalool, sitronelal, sitronelol dan geraniol. Rendemen minyak atsiri daun jeruk limau sebesar 0.47% mampu menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus dengan nilai KBM dan KHM sebesar 0.039% (v/v).
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan metode Pre Test Post Test Control. Penggunaan minyak atsiri untuk pengobatan pada kulit harus dibuat sediaan yang praktis dan stabil. Salep merupakan sediaan semi padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Penggunaan minyak atsiri daun jeruk limau dibuat dalam sediaan salep dengan variasi 3 macam basis, yaitu basis larut air, basis serap dan basis hidokarbon untuk memudahkan dalam penggunaannya pada kulit. Ketiga formula diuji kestabilan sediaan salep dengan uji sifat fisik meliputi uji homogenitas, organoleptis, uji viskositas, uji daya lengket, uji daya sebar dan uji pH. Pengujian dilakukan selama 8 minggu untuk mengetahui basis salep yang paling stabil untuk pembuatan salep minyak atsiri daun jeruk limau (Citrus amblycarpa (Hassk) ochse). Kestabilan sediaan salep dilihat dari data hasil pengamatan dari minggu pertama sampai minggu kedelapan. Data pengamatan dianalisis statistik dengan Kolmogorov-Smirnov dan dilanjutkan dengan analisis ANOVA satu jalan dan uji tukey untuk mengetahui perbedaan yang terjadi antar formula.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga tipe basis yang digunakan dalam salep minyak atsiri daun jeruk limau mempunyai stabilitas fisik yang baik berdasarkan hasil uji viskositas, pH, daya sebar dan kelengketan.
Kata kunci: Minyak atsiri, Citrus amblycarpa (Hassk) ochse, tipe basis salep, stabilitas salep.
MAKING OF OINTMENT FROM THE ESSENTIAL OIL OF CITRUS LIME LEAF (Citrus amblycarpa (Hassk) ochse) AND STABILITY
TEST OF TYPES BASE THAT USED
Abstract
Citrus lime has a content of volatile oil contained in the leaves and the skin. Essential oils from the leaves of citrus lime-containing β-pinena, linalool, citronellal, and geraniol sitronelol. The yield of essential oil of citrus lime leaves 0,47% could inhibit the growth of bacteria S.aureus with KBM and the MIC values of 0,039% (v / v).
This research is desain experimental that used Pre Test Post Test Control Desain. The essential oil for skin medication has to be made in practical and stable preparation. Ointment is a semi solid preparation which is easy to be applied and to be used as the external medicine.The use of essential oil of citrus lime leaf was made in ointment preparation with three varieties of basis, those are water-soluble basis, absorptive bases and base hidokarbon, in order for the ointment to be easily applied into skin . The physical stability test series which consisted of the homegeneity, the organoleptic, the viscosity the adhesiveness, and the dispersiveness and the acidity level (pH) of the oinment preparation was tested for 8 weeks in order to investigate the most stable ointment basis out of the three formulae to make the ointment of the essential oil of citrus lime (Citrus amblycarpa (Hassk) ochse). Next, the stability of the ointment preparations was investigated from the data which contained the results of the observation from the first week to the eighth week. The data were analyzed statistically by using the Kolmogorov-Smirnovanalysis technique. Finally, the data were analyzed by using the one-way Analysis of Variance (ANOVA) in order to investigate the effect of the difference in the basis of the ointment on the stability of the ointment preparations.
The results of the research indicate that all three types of base oils used in ointment citrus lime leaves have a good physical stability test based on the results of the viscosity, the acidity level (pH), the dispersiveness and the adhesiveness. Keywords: Essential oils, Citrus amblycarpa (Hassk) ochse, type of ointment base, ointment stability.
MOTTO
Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain). Dan
hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Q.S Al-insyirah: 6-8)
Mulai adalah kata yang penuh kekuatan. Cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu adalah mulai. Tapi juga sangat mengherankan, pekerjaan apa yang dapat
kita selesaikan kalau kita hanya memulainya. (Clifford Waren)
Beranilah bermimpi dan yakini mimpi itu. Bermimpilah yang besar karena sesungguhnya hati dan pikiran kitalah yang akan menuntun kita untuk menggapai
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya kecil ini untuk:
Ibu, Bapak, mbak ringga, mas dhieka, mas dhita, eyi, tya, kartika, egha dan zainal. Terima kasih atas doa, kasih sayang, dukungan, semangat dan motivasinya yang membuatku tidak berputus asa dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Farmasi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret.
Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:
1. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc., PhD. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
2. Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt. selaku Ketua Prodi Program D3 Farmasi Universitas Sebelas Maret.
3. Anang Kuncoro, S,Si., Apt. selaku pembimbing tugas akhir yang senantiasa membimbing, mengarahkan dan berbagai petunjuk dalam penulisan tugas akhir ini.
4. Nestri Handayani, M, Si., Apt. selaku Pembimbing Akademik atas kesabaran dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama penulis menempuh studi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam universitas Sebelas Maret.
5. Anif Nur A, S.Farm, Apt dan Fea Prihapsara, S.Farm, Apt selaku Penguji I dan Penguji II atas masukan yang diberikan.
6. Bapak/Ibu Dosen Program Studi D3 Farmasi yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama di bangku kuliah.
7. Ibu dan Bapak tercinta, terima kasih atas segala doa, kasih sayang dan dukungan baik moral maupun materiil yang sangat berharga dan berarti bagi penulis.
8. Kakak-kakakku tersayang Ringga, Dhieka dan Radhita, yang selalu memberikan motivasi.
9. Sahabat-sahabatku Mery, Tya, Kartika dan Egha atas persahabatan yang kita jalin selama ini.
10. Teman-teman Kost Qurota’ayun Endah, Hanny, Ika, Mei, Ayu, Mbak Ari, Mbak Nurul, Mbak Siti, Mbak Laila, Mbak Asri, Komsi, Tia, Uswah, Mutia, Aminah, dan Yeni atas kebersamaan, keceriaan dan semangatnya. 11. Zainal atas doa dan perhatian yang telah diberikan selama ini.
12. Teman-teman seperjuangan D3 Farmasi angkatan 2008.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam persiapan ujian tugas akhir. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, namun dengan segala kerendahan hati atas kekurangan itu, penulis menerima kritik dan saran dalam rangka perbaikan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Surakarta, November 2011
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... …ii
HALAMAN PERNYATAAN ...iii
INTISARI ... .iv
ABSTRACT ... ... v
HALAMAN MOTTO ... . vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... . vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ...4 1.3 Tujuan Penelitian ...4 1.4 Manfaat Penelitian ...4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jeruk Limau ... 5
2.1.2. Morfologi Tanaman ...6
2.1.3. Kandungan Kimia ...6
2.2. Minyak Atsiri ...6
2.2.1. Metode Penyulingan ...9
2.2.2. Metode penyulingan dengan cara destilasi……….9
2.2.3. Metode penyulingan dengan cara ekstraksi …………..11
2.4. Salep ...11
2.4.1. Pengertian dan Fungsi Salep ...11
2.4.2. Penggolongan Dasar Salep ...14
2.4.3. Faktor-faktor Pelepasan Obat dari Salep ...15
2.4.4. Pembuatan Salep ...17
2.5. Kerangka Pemikiran ...18
2.6. Hipotesis ...19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ... 20
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ...20
3.2.1. Tempat Penelitian ...20
3.2.2. Waktu Penelitian ...20
3.3. Variable Penelitian ...20
3.3.1. Identifikasi variable penelitian ...20
3.3.2. Klasifikasi Variabel Utama ...21
3.4. Bahan dan Alat ...21
3.4.2. Alat ...21
3.5. Cara Kerja Penelitian ...22
3.6. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ...27
3.7. Diagram Alir Kerja ...28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... .. 30
BAB V PENUTUP 5.1.Kesimpulan ... .. 40
5.2.Saran ... .. 40
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Tabel Formulasi Salep ... 24
Tabel II. Hasil Homogenitas Salep minyak atsiri daun jeruk limau selama 8 minggu ... 30
Tabel III. Hasil Uji Viskositas Selama 8 Minggu ... 31
Tabel IV. Hasil Uji Organoleptis Selama 8 Minggu ... 33
Tabel V. Hasil Uji pH Salep Selama 8 Minggu ... 33
Tabel VI. Hasil Daya Sebar Salep Selama 8 Minggu ... 36
Tabel VII. Hasil Daya Lekat Selama 8 Minggu ... 37
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Gambar Jeruk Limau Citrus amblycarpa (Hassk.) Ochse...5
Gambar 2. Gambar Biosintesis Terpen ... 8
Gambar 3. Diagram Pembuatan Minyak Atsiri Daun Jeruk Limau ...28
Gambar 4. Diagram Pembuatan Salep dengan Basis Larut Air ...28
Gambar 5. Diagram Pembuatan Salep dengan Basis Serap ...29
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Hasil Determinasi Jeruk Limau
(Citrus amblycarpa (Hassk) ochse)... 43
Lampiran 2. Hasil Perhitungan Berat Jenis dan Indeks Bias Minyak Atsiri Daun Jeruk Limau (Citrus amblycarpa (Hassk) ochse) ... 44
Lampiran 3. Hasil Perhitungan Rendemen Minyak Atsiri Daun Jeruk Limau (Citrus amblycarpa (Hassk) ochse) ... 45
Lampiran 4. Hasil Uji Homogenitas Selama 8 Minggu ... 46
Lampiran 5. Hasil Uji Viskositas Selama 8 Minggu ... 47
Lampiran 6. Hasil Uji Organoleptis Selama 8 Minggu ... 48
Lampiran 7. Hasil Uji pH Selama 8 Minggu ... 49
Lampiran 8. Hasil Uji Daya Sebar selama 8 Minggu ... 50
Lampiran 9. Hasil Uji Daya Lekat Selama 8 Minggu ... 51
Lampiran 10. Hasil Pengamatan Uji Iritasi ... 52
Lampiran 11. Hasil Analisa Statistik Uji Viskositas ... 53
Lampiran 12. Hasil Analisa Statistik Uji pH ...62
Lampiran 13. Hasil Analisa Statistik Uji Daya Sebar ... 71
Lampiran 14. Hasil Analisa Statistik Uji Daya Lekat ... 80
Lampiran 15. Gambar Formulasi Salep ... 89
Lampiran 16. Gambar Hasil Uji Iritasi ... 90
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penggunaan bahan yang berasal dari alam sebagai obat bukan hal yang baru. Sejak dahulu manusia mencoba mengobati penyakit yang dideritanya dengan menggunakan bahan alam. Pada saat ini banyak orang telah kembali pada pengobatan tradisional dengan menggunakan tanaman obat, baik untuk mengobati atau menjaga kesehatan. Trend gaya hidup yang mengarah kembali ke alam (back to nature) membuktikan bahwa hal-hal yang alami bukanlah yang ketinggalan jaman atau kampungan. Dalam dunia kedokteran banyak yang kembali mempelajari obat-obat tradisional, tanaman obat ditelaah dan dipelajari secara ilmiah. Hasilnya mendukung bahwa tanaman obat memang memiliki kandungan zat-zat atau senyawa yang secara klinis terbukti bermanfaat bagi kesehatan. Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman tanaman terutama hasil pertanian dan rempah-rempah. Hal ini didukung oleh keadaan geografis Indonesia yang beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata tinggi sepanjang tahun. (Muhlisah, 2004).
Beberapa tanaman dari marga Citrus suku Rutaceae seperti C. Limau, dan C.Reticulo telah dimanfaatkan sebagai aromaterapi dengan efek antiseptik dan meringankan stress atau relaksasi (Keville,1999). Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap tumbuhan Citrus diantaranya adalah efek apoptosis pada cell line A549 kanker paru-paru dari nobeletinnya (Luo et al.,2008). Penelitian efek pencegahan 8 tanaman Citrus terhadap bahaya kanker lambung (Bae et al.,2008),
juga penelitian mengenai efek ekstrak C. aurantium terhadap peningkatan anti oksidan dan penurunan kerusakan pada hepar (Jiao et al., 2007). Di Indonesia banyak terdapat tanaman Citrus yang lain, salah satunya adalah C. Amblycarpa (Hassk) Ochse (jeruk limau). Menurut Agusta (2000), kulit buah jeruk limau segar mengandung minyak atsiri yang komponen penyusunnya terdiri dari α-pinena, β-pinena, β-mirsena, linalool, limonena, mirsenol, kamfena hidrat, dan α-terpineol.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Mulyani (2009) tentang Analisis GC-MS dan daya anti bakteri minyak atsiri Citrus amblycarpa (Hassk) Ochse menyatakan bahwa minyak atsiri daun jeruk limau lebih aktif terhadap Staphylococcus aureus dibandingkan dengan kulitnya. Rendemen minyak atsiri dari daun jeruk limau sebesar 0.47% mampu menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus dengan nilai KBM dan KHM sebesar 0.039% (v/v). Pengujian dari Sri Mulyani (2009) tentang minyak atsiri daun jeruk limau ini belum dibuat dalam bentuk sediaan salep, sehingga perlu dikembangkan lagi agar lebih mudah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sediaan yang cocok untuk sediaan topikal adalah salep (Ansel, 1989). Penggunaan salep dapat memungkinkan kontak dengan tempat aplikasi lebih lama sehingga pelepasan zat aktif minyak atsiri akan lebih maksimal. Selain itu sediaan salep juga lebih disukai karena lebih mudah, praktis, menimbulkan rasa dingin, melindungi daerah yang terluka dari udara luar dan mempermudah perbaikan kulit, menjadikan kulit lebih lembab atau untuk menghasilkan efek emolient serta menghantarkan obat pada kulit untuk efek khusus topikal atau sistemik (Tjay dan Rahardja, 2002).
Pelepasan obat dari bentuk sediaan salep sangat dipengaruhi oleh faktor antara lain jenis basis salep, kelarutan, karakteristik dari obat, konsentrasi obat dalam basis, waktu difusi kekentalan dan viskositas (Tjay dan Rahardja, 2002). Basis dan bahan pembantu salep harus memenuhi persyaratan umum yaitu tidak tersatukan dengan bahan pembantu lainnya dan juga dengan bahan obat yang digunakan dalam terapi salep. Basis salep biasanya memiliki daya sebar yang baik dan menjamin pelepasan bahan obat yang memuaskan (Voigt, 1984).
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian tentang pembuatan salep minyak atsiri yang dibuat dengan 3 macam basis salep yang berbeda. Salep minyak atsiri daun jeruk limau (Citrus Amblycarpa (Hassk) Ochse ) dibuat dengan basis larut air, basis serap dan basis hidrokarbon. Perbedaan basis ini dilakukan untuk mengetahui apakah ketiga basis tersebut mempunyai stabilitas fisik yang baik berdasarkan pengujian sifat fisik salep yang dilakukan selama 8 minggu. Basis salep yang paling stabil dalam uji sifat fisik selama 8 minggu merupakan basis salep yang baik untuk pembuatan salep minyak atsiri daun jeruk limau (Citrus Amblycarpa (Hassk) Ochse ). Pengujian iritasi salep dilakukan pada minggu ke 8 untuk mengetahui salep aman digunakan untuk sediaan topikal dan tidak terjadi iritasi.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah basis yang digunakan dalam salep minyak atsiri mempunyai stabilitas fisik yang baik?
2. Basis salep manakah yang mempunyai stabilitas fisik paling baik? 1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui stabilitas tipe basis yang digunakan dalam salep minyak atsiri daun jeruk limau.
2. Mengetahui tipe basis salep yang paling baik ditinjau dari hasil uji stabilitas fisik.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi Ilmu Pengetahuan dibidang industri farmasi. Memberikan informasi kepada masyarakat dalam upaya mengembangkan salep minyak atsiri daun jeruk limau sehingga dapat memudahkan dalam penggunaan tanpa mengurangi keamanan, khasiat dan mutu daun jeruk limau sebagai tanaman obat tradisional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jeruk Limau
2.1.1. Sistematika Tanaman
Kedudukan jeruk limau dalam sistematika tumbuhan adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Tanaman jeruk limau
Divisi : Magnoliophyta Sub divisi : Spermatophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Sapindales Famili : Rutaceae Genus : Citrus
Spesies : Citrus amblycarpa (Hassk.) Ochse
2.1.2. Morfologi Tanaman
Pohon tinggi 3 - 10 m. Ranting berduri, duri pendek berbentuk paku. Tangkai daun panjang 0.5 sampai 3.5 cm. Helaian daun bulat telur, ellipitis atau memanjang, dengan ujung tumpul atau meruncing tumpul, kerapkali melekuk kedalam lemah, tepi beringgit melekuk kedalam, panjang 2 - 15 cm. Mahkota bunga putih atau putih kekuningan. Buah bentuk bola atau bentuk bola bertekanan, diameter 4 - 7.5 cm, kuning kotor, orange atau hijau dengan kuning, kulit 0.3 – 0.5 cm tebalnya, daging buah kuning muda orange kuning atau kemerah – merahan, dengan gelembung yang bersatu, satu dengan yang lain ( Backer, 1965).
2.1.3. Kandungan Kimia
Komponen penyusun minyak daun jeruk limau yang dapat diidentifikasi adalah β-pinena, linalool, sitronelal, sitronelol dan geraniol. Minyak kulit buah jeruk limau tersusun dari β-pinena, simena, limonena dan sitronelal. Tiga komponen utama dalam minyak atsiri kulit buah jeruk umumnya adalah limonena, terpinena, dan linalil asetat, sementara komponen penyusun minyak atsiri daun adalah linalool, γ-terpinena, dan metil-N-metil antranilat. (Lota et al,2001).
2.2.Minyak atsiri
Minyak atsiri atau sering disebut minyak eteris adalah minyak yang bersifat mudah menguap, yang terdiri dari campuran zat yang berbeda-beda. Minyak atsiri banyak digunakan dalam industri sebagai bahan pewangi atau penyedap (flavoring), terutama oleh bangsa-bangsa yang telah maju dan sudah digunakan sejak beberapa abada yang lalu. Minyak atsiri juga dapat digunakan dalam bidang
kesehatan. Beberapa minyak atsiri dapat digunakan sebagai antiseptic internal atau eksternal, sebagai bahan analgesik, hemolitik atau sebagai zat anti zimatik, sebagai sedative, stimulan untuk obat sakit perut. Minyak atsiri juga digunakan sebagai bahan parfum dan ada beberapa jenis minyak atsiri lainnya yang digunakan sebagai obat cacing (Agusta, 2000). Minyak atsiri secara umum banyak digunakan untuk wangi-wangian, pemberi aroma pada makanan minuman, juga dipakai didalam dunia pengobatan sebagai antiseptik, antimikroba, dan antifungi (Guenther, 1987).
Umumnya minyak atsiri terdiri dari campuran senyawa yang kompleks. Minyak atsiri dari simplisia biasanya terdiri dari alkohol, hidrokarbon, aldehid, fenol, keton,eter, fenolik, dan lain-lain. Sebagian minyak atsiri terdiri dari terpen-terpen yang merupakan turunan hidrokarbon. Minyak atsiri tersebut mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi atau peruraian, mempunyai rasa getir, umumnya larut dalam pelarut organik dan atau larut dalam pelarut air . Menurut biosintesisnya komponen minyak atsiri dapat digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu:
a. Terpen, yang ada hubungan dengan isoprene atau isopentena.
Terpen secara lebih luas meliputi senyawa yang mempunyai rumus bangun dengan unit kimia sederhana (C5H8) dan secara lebih terbatas meliputi senyawa dengan jumlah atom C10 yang diturunkan dari C10H16 Anggota dari C10 tersebut disebut monoterpene dapat disusun dari dua rantai isopentene jika tiga unit isopentene terdapat dalam satu molekul persenyawaan tersebut disebut sesquiterpen. Senyawa terpena dibangun dari unit isoprene yang aktif yang
disebut isopentil pirofosfat yang dibentuk dari asam asetat melalui jalur asam mevalonat. Biosentesis senyawa terpen dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2. Biosintesis senyawa terpen b. Persenyawaan berantai lurus, tidak mengandung rantai cabang.
Kelompok kedua ini hanya mengandung hidrokarbon rantai lurus dan turunannya yang mengandung oksigen yaitu : alkohol, aldehid, keton, asam, ester dan eter. Dalam kelompok ini juga termasuk asam-asam lemak bebas ataupun diesterifikasi dengan alkohol yang mempunyai panjang rantai dan derajat kejenuhan berbeda.
c. Turunan Benzen
Kelompok ketiga dari komponen minyak atsiri meliputi zat pemberi rasa dan minyak parfum yang merupakan turunan benzen atau lebih spesifik lagi n-propil benzene.
d. Bermacam-macam persenyawaan lainnya, missal metal sinamat (Guenther, 1987).
2.2.1.Metode Penyulingan
Penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau padatan dari 2 macam campuran atau lebih, berdasarkan perbedaan titik uapnya dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air. Jumlah minyak yang menguap bersama-sama dengan uap air ditentukan oleh 3 faktor yaitu besarnya tekanan uap yang digunakan, berat molekul masing-masing komponen dalam minyak dan kecepatan minyak yang keluar dari bahan yang mengandung minyak (Guenther,1987).Minyak atsiri dapat diperoleh dengan dua cara yaitu destilasi dan ekstraksi.
2.2.2. Metode penyulingan dengan cara destilasi Metode penyulingan atau destilasi ada tiga macam : I) Penyulingan dengan air (water destilation)
Pada penyulingan dalam air, bahan kontak langsung dengan air mendidih, air dipanaskan dengan metode pemanasan biasanya dilakukan pemanasan langsung, mantel uap pipa melingkar tertutup atau pipa uap terlingkar terbuka atau berlubang.
2) Penyulingan dengan uap air (water and steam destilation)
Dengan penyulingan ini bahan diletakkan di atas atau saringan berlubang, katel suling diisi dengan air permukaan air berada tidak jauh dibawah saringan, air dipanaskan dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh basah dan bertekanan rendah.
3) Penyulingan dengan uap langsung (steam destilation)
Penyulingan ini, air tidak diisikan dengan katel, uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap yang sangat panas pada tekanan lebih dari 1 atm. Uap dialiri melalui pipa uap melingkar yang berpori yang terletak dibawah bahan, dan uap bergerak keatas melalui bahan yang terletak diatas jaringan (Agusta, 2000). Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang menyolok pada ketiga alat penyulingan tersebut. Namun demikian pemilihan tergantung pada cara yang digunakan, karena reaksi tertentu dapat terjadi selama penyulingan (Sastrohamidjojo, 2004).
Pada waktu penyimpanan, minyak atsiri harus dipisahkan dari benda-benda asing seperti logam, dijernihkan dan dibebaskan dari air terlebih dahulu, karena air merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadaap kerusakan minyak atsiri. Minyak atsiri juga ditempatkan dalam wadah tertutup rapat dan berwarna gelap. Minyak atsiri dapat didehidrasi dengan menambahkan natrium sulfat anhydrous, lalu dikocok, kemudian didiamkan dan disaring (Guenther, 1987).
Fungsi pemisahan minyak atsiri adalah memisahkan secara sempurna minyak atsiri dan air yang terkondensasi/terembunkan karena kuantitas/volume air yang terembunkan biasanya selalu lebih banyak daripada minyak atsiri yang dihasilkan. Minyak atsiri yang mudah menguap dengan air akan terpisah dengan sendirinya karena minyak atsiri tidak mau larut dalam air karena berbeda berat jenisnya. Kedua cairan tersebut membentuk dua lapisan yang terpisah biasanya minyak atsiri lebih ringan, mengambang diatas air (Sastrohamidjojo, 2004).
2.2.3. Metode penyulingan dengan cara ekstraksi
Cara ekstraksi dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu ekstraksi dengan pelarut menguap, ekstraksi dengan lemak dingin, dan ekstraksi dengan lemak panas. Ekstraksi minyak atsiri secara komersial umumnya dilakukan dengan pelarut menguap (solvent extraction).
Prinsip metode ekstraksi dengan pelarut menguap adalah melarutkan minyak atsiri di dalam bahan pelarut organik yang mudah menguap. Pelarut yang dapat digunakan di antaranya alkohol, heksana, benzena, dan toluena. Selain itu, dapat juga menggunakan pelarut non-polar seperti metanol, etanol, kloroform, aseton, petroleum eter, dan etilasetat dengan kadar 96%.
Alat yang digunakan dalam metode ini adalah ekstraktor yang terdiri dari tabung ekstraktor berputar dan tabung evaporator (penguap). Tabung ekstraktor dan evaporator ini dilengkapi dengan penunjuk tekanan dan suhu. Di dalam ekstraktor berputar terdapat saluran masuk pelarut organik dan pompanya. Sementara itu, saluran masuk evaporator dibuat tertutup agar pelarut tidak mudah menguap. Berikut tahapan pembuatan minyak dengan metode ekstraksi dengan pelarut (Syahbana, 2010).
2.4. Salep
2.4.1. Pengertian dan fungsi salep
Salep merupakan sediaan semi padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam salep yang cocok (Anonim, 1979).
Pada umumnya salep ditujukan untuk pengobatan lokal, walaupun salep dapat pula dipergunakan untuk sistemik dengan bentuk salep atau bentuk yang berangkat dari sediaan salep yaitu plester. Dalam sediaan salep komposisi basis merupakan hal yang penting karena akan mempengaruhi kecepatan pelepasan obat dari basisnya secara langsung akan mempengaruhi khasiat dari obat yang dikandungnya, karena untuk dapat berkhasiat obat harus terlepas dahulu dari basis salepnya. Kecepatan pelepasan ini dipengaruhi oleh faktor kimia fisika baik dari basis maupun dari bahan obatnya, misalnya konsentrasi obat, kelarutan obat dalam basis, viskositas massa salep, ukuran partikel bahan obat, formulasi dan lain-lain. Salep bisa digunakan sebagai pelindung, pelunak kulit dan sebagai vehiculum (pembawa). Salep yang baik seharusnya stabil dalam penyimpanan, lunak, mudah dipakai, protektif, basis yang cocok dan homogen. Pelepasan obat dari basis salep secara invitro dapat digambarkan dengan kecepatan pelarutan obat yang dikandungnya dalam medium tertentu. Ini disebabkan karena kecepatan pelarutan (mass transfer) merupakan langkah yang menentukan dalam proses berikutnya. Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari basis yaitu kelarutan obat dalam basis, konsentrasi obat, koefisien obat dalam basis medium pelepasan (Anief, 2000).
Salep terdiri dari basis salep yang berupa sistem sederhana atau dari komposisi yang lebih kompleks bermasssa bahan aktif atau kombinasi atau bahan aktif (Voigt, 1984). Basis salep merupakan pembawa dalam penyiapan salep menjadi obat (Ansel, 1989). Maka sebaiknya basis salep memiliki daya sebar yang baik dan dapat menjamin pelepasan bahan obat pada daerah yang diobati, dan tidak
menimbulkan rasa panas, juga tidak ada hambatan pada pernafasan kulit (Voigt, 1984).
Formulasi salep yang ideal harus bersifat antara lain tidak toksik, tidak mengiritasi, tidak menyebabkan alergi, tidak meninggalkan bekas, dan tidak melukai. Salep dapat berfungsi sebagai:
I) Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk kulit. 2) Sebagai pelumas pada kulit
3) Sebagai pelindung kulit untuk mencegah kontak permukaan kulit dengan rangsang kulit.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh sediaan salep diantaranya:
1. Stabil secara fisik maupun kimiawi, lunak karena digunakan untuk kulit yang teriritasi, inflamasi, dan eskariasi.
2. Mudah dipakai yang diharapkan tidak terlalu keras dan tidak terlalu encer, sehingga mudah diambil dan enak dipakai.
3. Terdispersi merata karena homogenitas merupakan syarat pokok yang harus dipenuhi oleh sediaan terutama untuk obat yang mempunyai dosis maksimal.
4. Bahan aktif yang harus terdistribusi merata dalam basis salep sehingga di setiap bagian dari salep mengandung sejumlah zat aktif yang sama. 5. Basis yang dipakai kondisi fisika dan kimianya harus sesuai dengan bahan
6. Basis salep tidak merusak atau menghambat efek terapi dari bahan obat serta jangan menimbulkan kerja sampingan dan dipilih basis yang mampu melepaskan obat pada daerah yang diinginkan (Ansel, 1989).
2.4.2. Pengolongan dasar salep
Pada metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep berdasarkan komposisinya, dasar salep dapat digolongkan sebagai berikut : I) Dasar salep berminyak (hidrokarbon)
Dasar salep hidrokarbon (minyak) bebas air, perparat yang berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit. Bila lebih akan sukar larut. Dasar salep minyak dapat dipakai terutama untuk efek emolien. Dasar salep tersebut bertahan pada kulit untuk waktu yang lama dan tidak memungkinkan hilangnya lembab ke udara serta sukar dicuci dengan air. Dasar salep berminyak terdiri dari minyak hidrofob seperti; vaselin, paraffin cair, minyak tumbuh-tumbuhan dan silicon. Basis hidrokarbon bersifat melunakkan lapisan kulit (emollient) karena meninggalkan lapisan dipermukaan kulit sehingga akan meningkatkan hidratasi kulit dengan menghambat penguapan air pada lapisan kulit. Akibat hidratasi lapisan kulit mungkin akan meningkatkan aktivitas obat, tetapi basis hidrokarbon kurang nyaman karena berlemak dan kotor.
2) Dasar salep absorbsi
Dasar salep absorbsi dapat menjadi dua tipe : (1) yang memungkinkan percampuran larutan berair, hasil dari pembentukan emulsi air dan minyak (misalnya Petrolatum Hidrofilik dan Lanolin Anhidra); dan (2) yang sudah menjadi emulsi air minyak (dasar emulsi), memungkinkan bercampurnya sedikit
penambahan jumlah larutan berair (misalnya Lanolin dan Cold Cream ). Dasar salep ini berguna sebagai emolien walaupun tidak menyediakan derajat penutup seperti yang dihasilkan dasar salep berlemak. Dasar salep absorbsi sukar dihilangkan dengan air. Dasar salep ini dalam farmasi untuk pencampuran larutan berair ke dalam larutan berlemak. Misalnya larutan berair mula-mula dapat diabsorbsi ke dalam dasar salep absorbi, kemudian campuran ini dengan mudah dicampurkan ke dalam dasar salep berlemak.
3) Dasar salep tercuci oleh air
Dasar salep ini mudah dibersihkan dengan air, merupakan emulsi minyak dalam air yang dapat tercuci dari kulit dan pakaian dengan air. Atas dasar ini bahan tersebut sering dikatakan sebagai bahan dasar salep “tercuci air”. Dasar salep ini nampaknya seperti krim dapat diencerkan dengan air atau larutan berair. 4) Dasar salep larut air
Dasar salep yang larut dalam air biasanya disebut greaseless karena tidak mengandung bahan berlemak. Dasar salep ini sangat mudah melunak dengan penambahan air ,maka larutan air tidak efektif dicampurkan ke dalam dasar salep ini. Nampaknya dasar salep ini lebih baik digunakan untuk dicampurkan dengan bahan tidak berair atau bahan padat (Ansel, 1989).
2.4.3. Faktor-faktor Pelepasan Obat dari Salep
Pelepasan dari bentuk-bentuk sediaan dan kemudian absorbsi dalam tubuh dikontrol oleh sifat fisika kimia dari obat dan bentuk yang diberikan, serta sifat-sifat kimia dan fisiologi dari sistem biologi (Susanti, 2007). Faktor-faktor yang dapat memenuhi pelepasan obat dari salep pada dasarnya sama dengan
faktor-faktor absorbsi pada saluran cerna dengan laju difusi yang sangat tergantung pada sifat fisika kimia obat (Ansel, 1989).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat tersebut diantaranya : a) Kelarutan dari bahan obat (afinitas obat) terhadap bahan pembawa
Obat yang sangat larut dalam bahan pembawa pada umumnya mempunyai afnitas kuat terhadap bahan pembawa dapat menunjukkan bahwa koefisien aktifitasnya rendah, sehingga pelepasan obat dari bahan pembawanya menjadi lambat demikian sebaliknya (Voigt, 1984).
Pelepasan zat aktif dari basis salep dapat tercapai lebih baik lagi jika bahan obat sedikit larut dalam basis tidak membentuk akumulasi panas dan harga PH fase airnya dapat memungkinkan terbentuknya konsentrasi tinggi zat aktif terdisosiasi. Bahan obat terlarut biasanya memberikan kuota absorbansi larutan yang lebih rendah daripada bahan obat yang tersuspensi dalam pembawa (Voigt, 1984).
b) Waktu difusi
Semakin cepat waktu difusi akan semakin besar obat yang dilepas, sebaliknya obat dilepas akan semakin kecil bila waktu difusi semakin lambat (Voigt, 1984). c) Jenis basis salep
Basis salep yang satu mempunyai sifat yang berbeda dengan jenis basis salep lainnya, misalnya pH, polaritas, viskositas dan sebagainya, sehingga pemilihan basis sangat penting karena kesesuaian basis salep sangat berpengaruh pada proses pelepasannya. Jenis basis salep dengan viskositas tinggi menyebabkan
koefisien difusi obat dalam basis rendah sehingga pelepasan obat akan menjadi kecil.
Formulasi salep untuk dapat memberikan efek penyembuhan, maka obatnya harus lepas dari basis salep kemudian berpenetrasi ke dalam kulit mempunyai afinitas rendah terhadap bahan pembawa akan menunjukkan koefisien yang tinggi, sehingga pelepasan obat dari bahan pembawa akan tinggi (Lachman, 1994).
2.4.4. Pembuatan Salep
Salep dibuat dengan dua metode umum : campuran dan pelelehan. Metode untuk pembuatan tertentu terutama tergantung pada sifat-sifat bahannya.
I) Pencampuran
Dalam metode pencampuran, komponen dari dasar salep dicampur dengan segala cara sampai sediaan yang rata tercapai.
2) Peleburan
Dicampurkan dengan melebur bersama-sama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental. Komponen-komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada cairan yang sedang mengental setelah didinginkan. Bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir bila temperatur dari campuran telah cukup rendah tidak menyebabkan penguraian atau penguapan dari komponen (Ansel, 1989).
2.5. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Mulyani (2009) tentang Analisis GC-MS dan daya anti bakteri minyak atsiri Citrus amblycarpa (Hassk) Ochse menyatakan bahwa minyak atsiri daun jeruk limau lebih aktif terhadap S.aureus dibandingkan dengan kulitnya. Rendemen minyak atsiri dari daun jeruk limau sebesar 0.47% mampu menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus dengan nilai KBM dan KHM sebesar 0.039% (v/v). Pengujian dari Sri Mulyani (2009) tentang minyak atsiri daun jeruk limau ini belum dibuat dalam bentuk sediaan salep, sehingga perlu dikembangkan lagi agar lebih mudah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada penelitian ini dibuat sediaan salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan menggunakan berbagai macam tipe basis salep yaitu basis salep larut air, basis salep serap dan basis salep hidrokarbon. Perbedaan tipe basis salep dimaksudkan untuk mencari tahu apakah ketiga tipe basis salep yang digunakan mempunyai stabilitas fisik yang baik untuk salep minyak atsiri daun jeruk limau dan basis yang mempunyai stabilitas paling baik.
Masing-masing formula salep dilakukan uji homogenitas, uji viskositas, uji organoleptis, uji pH, uji daya sebar, uji daya lekat dan uji iritasi. Setelah dilakukan uji-uji diatas kita dapat menentukan tipe basis mana yang paling baik dan stabil untuk pembuatan salep minyak atsiri daun jeruk limau.
2.6. Hipotesis
1. Tipe basis salep yang digunakan dalam salep minyak atsiri daun jeruk limau yaitu tipe basis larut air, serap dan hidrokarbon diduga mempunyai stabilitas fisik yang baik.
2. Tipe basis salep yang diduga paling baik untuk salep minyak atsiri daun jeruk limau (Citrus amblycarpa (hassk) ochse
)
adalah kombinasi basis larut air PEG 400 dan PEG 4000 dengan persentase 70:30.BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan metode Pre Test Post Test Control. Dalam metode terdapat kelompok kontrol yang dipakai sebagai perbandingan terhadap kelompok yang diberi perlakuan eksperimental.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua laboratorium. Untuk penyulingan minyak atsiri dilakukan di laboratorium Universitas Setia Budi sedangkan untuk pembuatan dan uji sifat fisik salep dilakukan di laboratorium Farmasetika Universitas Sebelas Maret.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada pertengahan bulan Mei sampai pertengahan bulan Juli.
3.3. Variabel Penelitian
3.3.1. Identifikasi variabel penelitian
Basis salep larut air, basis salep serap dan basis salep hidrokarbon dibuat sediaan salep dan diuji sifat fisik salep meliputi uji homogenitas, uji viskositas, uji organoleptis, uji pH, uji daya sebar, uji daya lekat dan uji iritasi.
3.3.2. Klasifikasi Variabel Utama
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbedaan tipe basis salep dalam salep minyak atsiri daun jeruk limau (Citrus amblycarpa (Hassk) ochse
)
yaitu basis larut air, basis serap dan basis hidrokarbon.Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah mutu fisik salep meliputi organoleptis, homogenitas, daya sebar, daya lengket, daya sebar, pH dan iritasi. Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah proses pembuatan salep minyak atsiri daun jeruk limau (Citrus amblycarpa (Hassk) ochse
)
.3.4. Bahan dan Alat 3.4.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a) Daun jeruk limau segar 2 kg yang diambil dari tanaman berumur 6 bulan, dari daerah ceper, Klaten.
b) Vaselin album c) Parafin encer
d) Basis salep berupa lanolin ( adeps lanae dan aquadest; 75:25)
e) Basis salep berupa unguentum simplex (cera flava dan minyak wijen; 30:70)
f) Basis salep berupa PEG 400 dan PEG 4000 dengan perbandingan 70:30. 3.4.2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a) Seperangkat alat destilasi uap air
b) Labu erlemeyer ukuran 1000 ml (pyrex) c) Corong pisah (pyrex)
d) Gelas ukur 10 ml (pyrex) e) Timbangan digital (HWH)
f) Kaca arloji g) Kaca objek
h) Mortir dan stamper i) Water bath (Termo star) j) pH meter (Friwo inolab) k) Alat uji daya sebar salep
l) Viskotester (VT-04 E-RION CO)
m) Anak timbang 10 gr, 20 gr, 50 gr, dan 500 gr. 3.5. Cara Kerja Penelitian
1. Pembuatan Minyak Atsiri Daun Jeruk Limau
Daun jeruk limau segar sebanyak 2 kg yang sudah dicuci bersih dimasukkan ke dalam dandang alat destilasi uap air seluruhnya . Alat destilasi dirangkai dengan pendingin (kondensor), kemudian dipanaskan dengan suhu yang sesuai. Air dialirkan pada kondensor dan dijaga agar air terus mengalir. Temperatur dijaga sehingga dihasilkan destilat minyak atsiri. Minyak atsiri kemudian ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat untuk memurnikan minyak atsiri dengan
cara menarik air yang masih bercampur dengan minyak atsiri. Minyak atsiri yang sudah ditambahkan Na2SO4 anhidrat kemudian disaring sehingga didapat minyak
atsiri murni.
2. Penentuan bobot jenis minyak atsiri daun jeruk limau
Penentuan bobot jenis minyak atsiri dihitung dengan piknometer ukuran 10 ml. Berat piknometer kosong kemudian ditimbang dan dicatat beratnya. Timbang piknometer yang sudah berisi minyak atsiri daun jeruk limau dicatat beratnya. Piknometer yang sudah berisi air ditimbang dan dicatat beratnya.
Bobot minyak atsiri dihitung dengan perhitungan sebagai berikut: Berat pikno kosong : A (gram)
Berat pikno + minyak atsiri : B (gram) Berat pikno + air : C (gram)
Berat jenis minyak atsiri = B-A = .... gram/ml ... (1) C-A
3. Penentuan Indeks Bias Minyak Atsiri Daun Jeruk Limau
Penentuan indeks bias minyak atsiri menggunakan alat refraktometer. Tetesi refraktometer dengan aquadest, kemudian bersihkan sisa aquadest dengan tisu. Teteskan minyak atsiri daun jeruk limau pada permukaan kaca prisma pada refraktometer. Lihat ditempat yang bercahaya dan pada suhu ruangan sekitar 25-28°C. Akan terlihat berapa nilai indeks bias pada skala dalam refraktometer. 4. Penghitungan Rendemen Minyak Atsiri
Penghitungan rendemen minyak atsiri dihitung dengan % v/b : Volume minyak atsiri : vol (ml)
Berat jenis minyak atsiri : BJ (gram/ml) Berat daun segar : M (gram)
% Kadar minyak atsiri = Vol x 100 % ... (2) M
5. Perhitungan Dosis Minyak Atsiri Daun jeruk limau
Minyak atsiri daun jeruk limau aktif pada bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 0.039 % v/v (Mulyani,2009). Hal ini berarti:
6. Formulasi Salep
Tabel I. Formulasi salep minyak atsiri daun jeruk limau
No. Bahan Formula I Formula II Formula III 1 Minyak atsiri 0.01 ml 0.01 ml 0.01 ml
2 PEG 400 17.46 gram - -
3 PEG 4000 7.48 gram - -
4 Lanolin - 14.9 gram -
5 Ungt. Simplek - 10.1 gram -
6 Paraffin cair - - 23.6 gram
7 Vaselin album - - 1.3 gram
8 Nipagin 0.025 gram 0.025 gram 0.025 gram 9 Nipasol 0.025 gram 0.025 gram 0.025 gram
Jumlah 25 gram 25 gram 25 gram
7. Pembuatan Salep Minyak Atsiri Daun Jeruk Limau dengan Basis Larut Air
PEG 4000 dilelehkan diatas waterbath kemudian ditambahkan PEG 400 masukkan dalam mortir panas sekitar suhu 80°C, digerus sampai dingin dan terbentuk masa salep. Tambahkan minyak atsiri daun jeruk limau aduk sampai homogen. Masukkan dalam pot salep. Kemudian dilakukan uji sifat fisik salep yang dilakukan setiap satu minggu sekali selama 2 bulan.
8. Pembuatan Salep Minyak Atsiri Daun Jeruk Limau dengan Basis Serap Adeps lanae 70 bagian ditambahkan air 30 bagian diaduk sampai homogen. Cera flava dan minyak wijen dilelehkan bersamaan di atas waterbath, kemudian ditambahkan dalam lanolin. Minyak atsiri ditambahkan dalam basis dan diaduk sampai homogen. Masukkan dalam pot salep. Kemudian dilakukan uji sifat fisik salep yang dilakukan setiap satu minggu sekali selama 2 bulan.
9. Pembuatan Salep Minyak Atsiri Daun Jeruk Limau dengan Basis Salep Hidrokarbon
Vaselin album dan paraffin cair dilebur diatas waterbath secara bersamaan sambil diaduk. Kemudian dituang dalam mortir panas sekitar suhu 80°C, digerus sampai homogen dan tambahkan minyak atsiri. Basis yang sudah dicampurkan minyak atsiri diaduk sampai homogen. Masukkan dalam pot salep. Kemudian dilakukan uji sifat fisik salep yang dilakukan setiap satu minggu sekali selama 2 bulan.
10. Pemeriksaan kestabilan fisik
Sediaan salep diamati secara organoleptis untuk mengetahui homogenitas,warna dan bau setiap minggu selama delapan minggu pada suhu kamar.
a) Uji Homogenitas
Sediaan diuji homogenitasnya dengan mengoleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan yang cocok. Diamati sediaan salep menunjukan susunan yang homogen. Cara diatas diulangi masing-masing 3 kali (Anonim, 1974)
b) Uji daya sebar salep
Di timbang 0.5 gram salep, kemudian diletakkan di tengah alat (kaca bulat). Ditimbang dahulu kaca yang satunya. Kaca di letakkkan diatas massa salep dan dibiarkan selama 1 menit. Kemudian diukur berapa diameter salep yang menyebar (dengan mengambil panjang rata-rata diameter dari beberapa sisi). Ditambahkan 10 gram beban tambahan, diamkan selama 1 menit dan
dicatat diameter salep yang menyebar seperti sebelumnya. Diteruskan dengan menambah tiap kali dengan beban tambahan 10 gram sampai salep tidak menyebar dan dicatat diameter salep yang menyebar. Uji ini diulang masing-masing 3 kali untuk tiap salep yang diperiksa.
c) Uji daya melekat salep
Salep diletakkan secukupnya diatas gelas objek yang telah diketahui luasnya. Diletakkan gelas objek yang lain diatas salep tersebut. Kemudian ditekan dengan beban 500 kg selama 5 menit. Dipasang gelas objek pada alat tes. Kemudian dilepaskan beban seberat 50 gram dan dicatat waktunya hingga kedua gelas objek ini terlepas. Dilakukan tes untuk formula salep dengan masing-masing 3 kali percobaan.
d) Uji Viskositas
Uji viskositas salep dilakukan dengan alat viskotester. Viskotester dipasang pada klemnya dengan arah horizontal atau tegak lurus dengan arah klem. Rotor kemudian dipasang viskotester dengan menguncinya berlawanan arah dengan jarum jam. Mangkuk diisi sampel salep yang akan diuji, rotor ditempatkan tepat berada ditengah-tengah yang berisi salep, kemudian alat dihidupkan dan ketika rotor mulai berputar jarum penunjuk viskositas secara otomatis akan bergerak menuju kekanan kemudian setelah stabil, viskositas dibaca pada skala dari rotor yang digunakan. Cara diatas diulangi masing-masing 3 kali.
e) Pemeriksaan pH
Sebanyak 0,5 gram sediaan salep dilarutkan dalam 30 ml aquadest. Diukur nilai pH-nya menggunakan pH meter sampai menunjukkan nilai pH yang konstan. Pemeriksaan pH dilakukan setiap minggu selama delapan minggu pada suhu kamar.
f) Uji iritasi
Uji iritasi dilakukan dengan mengoleskan salep ke kulit tangan sukarelawan. Dibiarkan selama 5 menit. Pengujian keamanan sediaan salep yang dibuat dilakukan terhadap dua puluh orang sukarelawan dengan uji tempel terbuka (patch test), yakni : Sejumlah sediaan uji dioleskan pada punggung tangan kanan sukarelawan dan dibiarkan terbuka selama 5 menit. Punggung tangan kanan diolesi sediaan basis salep. Selanjutnya perubahan warna yang terjadi pada punggung tangan kanan masing-masing sukarelawan diamati. Jika tidak terjadi reaksi (tidak merah dan tidak bengkak) diberi tanda (-), jika terjadi reaksi (kulit memerah) diberi tanda (+), selanjutnya jika terjadi pembengkakan diberi tanda (++) . Pada punggung tangan dilihat apakah tampak adanya iritasi (kemerahan) ada kulit yang dioleskan salep tersebut dibandingkan dengan kontrol yaitu punggung tangan kiri (Padmadisastra dkk, 2007).
3.6. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari uji sifat fisik salep dianalisis secara statistik untuk mengetahui data terdistribusi secara normal atau tidak menggunakan
Kolmogrof-Smirnov. Hasil data yang diperoleh dilanjutkan dengan analisis ANOVA satu jalan dan uji tukey.
3.7. Diagram Alir Cara Kerja
Pembuatan Minyak Atsiri Daun Jeruk Limau
Dimasukkan
diperoleh
Gambar 3. Diagram Pembuatan Minyak Atsiri Daun Jeruk Limau
Pembuatan Salep dengan Basis Larut Air dilebur ditambah
dituang diaduk ad homogen ditambah
Gambar 4. Diagram Pembuatan Salep dengan Basis Larut Air Daun segar
Minyak atsiri Alat destilasi uap
PEG 400 Waterbath
PEG 4000
Masukkan
pot salep Minyak atsiri daun jeruk limau
Pembuatan Salep dengan Basis Serap dilebur dituang
ditambah diaduk ad homogen
ditambah dan di aduk
dimasukkan
Gambar 5. Diagram Pembuatan Salep dengan Basis Serap
Pembuatan Salep dengan Basis Hidrokarbon dilebur dituang
ditambah
diaduk ad homogen
Gambar 6. Diagram Pembuatan Salep dengan Basis Hidrokarbon
Mortir panas ± 80°C Unguentum
simplex
Water bath
Campuran lanolin dan
unguentum simplek lanolin
Minyak atsiri daun
jeruk limau pot salep
Vaselin album dan
parafin cair Water bath Mortir panas ± 80°C
Masukkan dalam pot salep
Minyak atsiri daun jeruk limau
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Determinasi Tanaman
Determinasi daun jeruk limau (Citrus amblycarpa (Hassk) ochse)dilakukan di Laboratorium Morfologi Sistematik Tumbuhan Universitas Setia Budi. Hasil determinasi daun jeruk limau (Citrus amblycarpa (Hassk) ochse) dapat dilihat pada lampiran 1.
2. Hasil Penentuan Rendemen Minyak Atsiri
Daun jeruk limau segar sebanyak 2 kg (2.000 gram) didestilasi dengan destilasi uap air dan didapat minyak atsiri 15 ml. Bobot jenis minyak atsiri daun jeruk limau didapat 0,928 gram/ml. Hasil perhitungan bobot jenis minyak atsiri daun jeruk limau dapat dilihat pada lampiran 2. Rendemen minyak atsiri daun jeruk limau didapat sebesar 0,696 %. Hasil perhitungan rendemen minyak atsiri daun jeruk limau dapat dilihat pada lampiran 3.
3. Hasil Uji Sifat Fisik Salep Minyak Atsiri Daun jeruk limau 3.1. Homogenitas Salep
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui homogenitas dari formula salep yang diteliti. Hasil uji homogenitas dari ketiga formula salep dapat dilihat pada tabel II.
Tabel II. Hasil Homogenitas Salep minyak atsiri daun jeruk limau selama 8 minggu
No Formula Hasil Uji
1 Formula I Homogen
2 Formula II Homogen
3 Formula III Homogen
Keterangan :
Formula I : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis larut air Formula II : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis absorbsi / serap Formula III : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis hidrokarbon Masing-masing formula direplikasi 3 kali dengan kontrol negatif untuk tiap formula
Hasil pengujian homogenitas masing-masing formula salep saat dioleskan pada sekeping kaca menunjukkan hasil yang homogen yaitu olesan terlihat rata dan tidak ada perbedaan warna. Selama waktu delapan minggu, salep disimpan dalam suhu kamar dan saat diamati salep tetap homogen dan konsistensi bentuknya tidak mengalami perubahan yaitu tidak ada pemisahan komponen ataupun ketidakseragaman bentuknya. Hasil pengujian homogenitas ini sesuai dengan persyaratan Ekstra Farmakope Indonesia 1974 yaitu jika salep dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan susunan yang homogen yang dapat dilihat dengan tidak adanya partikel yang bergerombol dan menyebar secara merata. Hal ini berarti ketiga tipe basis salep yang digunakan dalam pembuatan salep minyak atsiri daun jeruk limau mempunyai homogenitas yang baik.
3.2 Uji Viskositas Salep
Viskositas merupakan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Semakin besar tahanan, maka viskositasnya semakin besar. Hasil uji viskositas salep minyak atsiri daun jeruk limau dapat dilihat pada tabel III.
Tabel III. Hasil Uji Viskositas Selama 8 Minggu No Formula x ± Sd
1 I 618.96 ± 2.944
2 II 225 ± 8.9078
3 III 311.46 ± 7.635 Keterangan :
Formula I : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis larut air Formula II : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis absorbsi / serap Formula III : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis hidrokarbon Masing-masing formula direplikasi 3 kali dengan kontrol negatif untuk tiap formula Data hasil viskositas ketiga formula tersebut kemudian diuji menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui data terdistribusi secara normal atau
tidak. Hasil yang diperoleh dari analisis Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa besarnya signifikan untuk Formula I, Formula II dan Formula III terhadap kontrolnya yaitu sebesar 0.062, 0.061, dan 0.060 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan data terdistribusi secara normal. Selanjutnya, untuk mengetahui adanya pengaruh penambahan minyak atsiri daun jeruk limau terhadap viskositas basis salep yang digunakan maka dilakukan uji ANOVA satu jalan. Hasil perhitungan analisis anova didapat nilai F hitung untuk Formula I, Formula II dan Formula III terhadap kontrolnya masing masing sebesar 0.146, 0,131 dan 0.272 dengan nilai signifikans masing-masing 0.931, 0.941 dan 0.704. Nilai F tabel (df 3-28) pada tingkat signifikansi 0,05 adalah 2.95. Nilai F hitung (0.931, 0.941, 0.704) < F tabel (2.95). Artinya tidak ada pengaruh penambahan minyak atsiri daun jeruk limau terhadap ketiga basis salep yang digunakan. Selanjutnya dilakukan uji Post Hoc Test yaitu metode Tukey. Dipilih metode tukey karena sebelumnya data dianalisa dengan ANOVA dimana jika data diuji menggunakan ANOVA selanjutnya diteruskan dengan uji Post Hoc Test metode Tukey. Salah satu fungsi uji Post Hoc Test adalah mengetahui lebih lanjut perbedaan yang terjadi antar kelompok variabel. Dari hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok variabel. Tidak adanya tanda bintang (*) pada mean difference menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kontrol dan formula. Dapat disimpulkan tidak ada pengaruh penambahan minyak atsiri daun jeruk limau terhadap viskositas ketiga basis salep yang digunakan. Hasil analisa statistik pengujian viskositas dapat dilihat pada lampiran 11.
3.3. Uji Organoleptis Salep
Pengujian organoleptis salep minyak atsiri daun jeruk limau meliputi bentuk warna dan bau. Hasil uji organoleptis dapat dilihat pada tabel IV.
Tabel IV. Hasil Uji Organoleptis Selama 8 Minggu
Uji Formula I Formula II Formula III
Warna putih Agak kekuningan putih
Bau Khas minyak atsiri Khas minyak atsiri Khas minyak atsiri Bentuk Konsistensi salep Konsistensi salep Konsistensi salep Keterangan :
Formula I : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis larut air Formula II : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis absorbsi / serap Formula III : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis hidrokarbon Masing-masing formula direplikasi 3 kali dengan kontrol negatif untuk tiap formula Hasil pengujian menunjukkan kestabilan warna, bau dan bentuk yang tidak mengalami perubahan selama 8 minggu. Dari hasil yang didapat, sediaan salep dengan basis larut air, adsorbsi dan hidrokarbon dapat dikatakan memiliki kestabilan yang cukup baik.
3.4 Uji pH
Pemeriksaan pH adalah salah satu bagian dari kriteria pemeriksaan sifat kimia dalam memprediksi kestabilan sediaan salep. Hasil pengamatan uji pH selama 8 minggu dapat dilihat pada tabel V.
Tabel V. Hasil Uji pH Salep Selama 8 Minggu No Formula x ± Sd
1 I 7.26 ± 0.0185
2 II 6.64 ± 0.0383
3 III 6.29 ± 0.0372
Keterangan :
Formula I : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis larut air Formula II : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis absorbsi / serap Formula III : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis hidrokarbon Masing-masing formula direplikasi 3 kali dengan kontrol negatif untuk tiap formula
Dari tabel 4 diatas dapat dlihat tidak terjadi penurunan pH yang signifikan dari minggu ke minggu untuk masing-masing formula salep. Besarnya nilai pH telah memenuhi persyaratan nilai pH basis salep yang baik yaitu antara 5,5 hingga 7 (Troy et al, 2005). Penurunan yang terjadi karena ketidakstabilan suhu dan kondisi penyimpanan pada waktu pengamatan.
Uji pH penting dilakukan untuk mengetahui stabilitas pH salep dan pH harus sesuai dengan pH kulit supaya tidak terjadi iritasi pada kulit. Kestabilan pH harus stabil dari minggu ke minggu agar salep aman digunakan pada kulit.
Data hasil pH ketiga formula tersebut kemudian diuji menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui data terdistribusi secara normal atau tidak. Hasil yang diperoleh dari analisis Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa besarnya signifikan untuk Formula I, Formula II dan Formula III terhadap kontrolnya yaitu sebesar 0.061, 0.152, dan 0.053 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan data terdistribusi secara normal. Selanjutnya, untuk mengetahui adanya pengaruh penambahan minyak atsiri daun jeruk limau terhadap pH basis salep yang digunakan maka dilakukan uji ANOVA satu jalan. Hasil perhitungan analisis anova didapat nilai F hitung untuk Formula I, Formula II dan Formula III terhadap kontrolnya masing masing sebesar 0.301, 0,506 dan 0.196 dengan nilai signifikans masing-masing 0.824, 0.681 dan 0.898. Nilai F tabel (df 3-28) pada tingkat signifikansi 0,05 adalah 2.95. Nilai F hitung (0.301, 0.506, 0,196) < F tabel (2.95). Artinya tidak ada pengaruh penambahan minyak atsiri daun jeruk limau terhadap ketiga basis salep yang digunakan. Selanjutnya dilakukan uji Post Hoc Test yaitu metode Tukey. Dipilih metode tukey karena sebelumnya data
dianalisa dengan ANOVA dimana jika data diuji menggunakan ANOVA selanjutnya diteruskan dengan uji Post Hoc Test metode Tukey. Salah satu fungsi uji Post Hoc Test adalah untuk mengetahui lebih lanjut perbedaan yang terjadi antar kelompok variabel. Dari hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok variabel. Tidak adanya tanda bintang (*) pada mean difference menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kontrol dan formula. Dapat disimpulkan tidak ada pengaruh penambahan minyak atsiri daun jeruk limau terhadap pH ketiga basis salep yang digunakan. Hasil analisa statistik pengujian pH dapat dilihat pada lampiran 12.
3.5 Daya Sebar Salep
Daya sebar salep dapat didefinisikan sebagai kemampuan menyebarnya salep pada permukaan kulit yang akan diobati. Suatu sediaan salep diharapkan mampu menyebar dengan mudah ditempat pemberian, tanpa menggunakan tekanan yang berarti. Semakin mudah dioleskan maka luas permukaan kontak obat dengan kulit semakin besar, sehingga absorbsi obat ditempat pemberian semakin optimal. Daya menyebar berhubungan dengan viskositas, semakin besar viskositas salep maka daya penyebarannya menjadi semakin kecil. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan peningkatan beban yang ditambahkan merupakan karakterisktik daya sebar salep. Luas penyebaran berbanding lurus dengan kenaikan beban yang ditambahkan, semakin besar beban yang ditambahkan maka luas penyebarannya semakin lama.
Hasil uji daya sebar salep minyak atsiri daun jeruk limau dapat dilihat pada tabel VI.
Tabel VI. Hasil Daya Sebar Salep Selama 8 Minggu No Formula x ± Sd 1 I 2,44 ± 0,0259 2 II 5.56 ± 0,0988 3 III 4.28 ± 0,0309 Keterangan :
Formula I : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis larut air Formula II : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis absorbsi / serap Formula III : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis hidrokarbon Masing-masing formula direplikasi 3 kali dengan kontrol negatif untuk tiap formula Hasil pengujian menunjukkan bahwa luas penyebaran pada formula II memberikan hasil penyebaran yang paling besar, karena formula II memiliki viskositas yang paling rendah. Formula I memiliki daya sebar paling kecil karena formula I memiliki viskositas yang paling besar.
Data hasil penyebaran ketiga formula tersebut kemudian diuji menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui data terdistribusi secara normal atau tidak. Hasil yang diperoleh dari analisis Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa besarnya signifikan untuk Formula I, Formula II dan Formula III terhadap kontrolnya yaitu sebesar 0.052, 0.135, dan 0.052 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan data terdistribusi secara normal. Selanjutnya, untuk mengetahui adanya pengaruh penambahan minyak atsiri daun jeruk limau terhadap diameter penyebaran basis salep yang digunakan maka dilakukan uji ANOVA satu jalan. Hasil perhitungan analisis anova didapat nilai F hitung untuk Formula I, Formula II dan Formula III terhadap kontrolnya masing masing sebesar 0.467, 1.031 dan 0.246 dengan nilai signifikansi masing-masing 0.708, 0.394 dan 0.864. Nilai F tabel (df 3-28) pada tingkat signifikansi 0,05 adalah 2.95. Nilai F hitung (0.467, 1.031, 0.246) < F tabel (2.95). Artinya tidak ada pengaruh penambahan minyak atsiri daun jeruk limau terhadap diameter penyebaran ketiga basis salep yang
digunakan. Selanjutnya dilakukan uji Post Hoc Test yaitu metode Tukey. Dipilih metode tukey karena sebelumnya data dianalisa dengan ANOVA dimana jika data diuji menggunakan ANOVA selanjutnya diteruskan dengan uji Post Hoc Test metode Tukey. Salah satu fungsi uji Post Hoc Test adalah untuk mengetahui lebih lanjut perbedaan yang terjadi antar kelompok variabel. Dari hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok variabel. Tidak adanya tanda bintang (*) pada mean difference menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kontrol dan formula. Dapat disimpulkan tidak ada pengaruh penambahan minyak atsiri daun jeruk limau terhadap diameter penyebaran ketiga basis salep yang digunakan. Hasil analisa statistik pengujian pH dapat dilihat pada lampiran 13.
3.6 Daya Lekat Salep
Pengujian daya lekat salep dilakukan untuk mengetahui kemampuan salep untuk menempel pada permukaan kulit. Semakin besar daya lekat salep maka absorbsi obat akan semakin besar karena ikatan yang terjadi antara salep dengan kulit semakin lama, sehingga basis dapat melepaskan obat lebih optimal. Hasil uji daya lekat salep minyak atsiri daun jeruk limau dapat dilihat pada tabel VII.
Tabel VII. Hasil Daya Lekat Selama 8 Minggu No Formula x ± Sd
1 I 6.26 ± 0,0185
2 II 1.73 ± 0,0709
3 III 3.42 ± 0,0555
Keterangan :
Formula I : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis larut air Formula II : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis absorbsi / serap Formula III : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis hidrokarbon Masing-masing formula direplikasi 3 kali dengan kontrol negatif untuk tiap formula
Pada data pengamatan menunjukkan formula I memiliki daya lekat yang paling lama dibanding formula yang lainnya. Hal ini dikarenakan formula I juga memiliki viskositas yang besar, sehingga kemampuan melekatnya pada kulit juga semakin lama. Formula II memiliki daya melekat yang paling kecil. Hal ini dikarenakan formula I memiliki viskositas yang paling rendah.
Data hasil daya lekat ketiga formula tersebut kemudian diuji menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui data terdistribusi secara normal atau tidak. Hasil yang diperoleh dari analisis Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa besarnya signifikan untuk Formula I, Formula II dan Formula III terhadap kontrolnya yaitu sebesar 0.060, 1.175, dan 0.058 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan data terdistribusi secara normal. Selanjutnya, untuk mengetahui adanya pengaruh penambahan minyak atsiri daun jeruk limau terhadap daya lekat basis salep yang digunakan maka dilakukan uji ANOVA satu jalan. Hasil perhitungan analisis anova didapat nilai F hitung untuk Formula I, Formula II dan Formula III terhadap kontrolnya masing masing sebesar 0.115, 1.083 dan 0.520 dengan nilai signifikansi masing-masing 0.951, 0.373 dan 0.672. Nilai F tabel (df 3-28) pada tingkat signifikansi 0,05 adalah 2.95. Nilai F hitung (0.115, 1.083, 0.520) < F tabel (2.95). Artinya tidak ada pengaruh penambahan minyak atsiri daun jeruk limau terhadap daya lekat ketiga basis salep yang digunakan. Selanjutnya dilakukan uji Post Hoc Test yaitu metode Tukey. Dipilih metode tukey karena sebelumnya data dianalisa dengan ANOVA dimana jika data diuji menggunakan ANOVA selanjutnya diteruskan dengan uji Post Hoc Test metode Tukey. Salah satu fungsi uji Post Hoc Test adalah untuk mengetahui lebih lanjut
perbedaan yang terjadi antar kelompok variabel. Dari hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok variabel. Tidak adanya tanda bintang (*) pada mean difference menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kontrol dan formula. Dapat disimpulkan tidak ada pengaruh penambahan minyak atsiri daun jeruk limau terhadap daya lekat ketiga basis salep yang digunakan. Hasil analisa statistik pengujian pH dapat dilihat pada lampiran 13.
3.7 Uji Iritasi
Uji iritasi dilakukan pada akhir minggu ke delapan. Hasil uji iritasi dapat dilihat pada tabel VIII di bawah ini
Tabel VIII. Hasil Pengamatan Uji Iritasi
No Formula Hasil Uji
1 Formula I (-)
2 Formula II (-)
3 Formula III (-)
Keterangan :
Formula I : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis larut air Formula II : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis absorbsi / serap Formula III : Salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan basis hidrokarbon Masing-masing formula direplikasi 3 kali dengan kontrol negatif untuk tiap formula Dari data hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa setiap formula sediaan salep minyak atsiri daun jeruk limau dengan variasi basis salep tidak memberikan reaksi iritasi baik reaksi kemerahan maupun pembengkakan pada tangan kanan yang dioleskan dibandingkan dengan tangan kiri sebagai kontrol pada kulit sukarelawan sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan salep minyak atsiri daun jeruk limau aman untuk digunakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan salep minyak atsiri daun jeruk limau aman untuk digunakan.