• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI

PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET

6.1. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum proses mixing dan analisa hasil mixing melalui uji pembakaran dengan pembutan kali ini, antara lain:

1. Mengetahui konsep mixing pada proses preparasi dalam skala laboratorium.

2. Menentukan komposisi yang pas serta perbandingan campuran yang sesuai dengan permintaan untuk proses mixing.

3. Mengetahui hasil analisa mixing batubara non-karbonisasi dan karbonisasi dalam proses pembuatan dan uji pembakaran pada briket batubara karbonisasi dan briket batubara non-karbonisasi.

4. Membandingkan hasil briket batubara non-karbonisasi dan karbonisasi sebelum dan sesudah proses mixing. 6.2. Dasar Teori

Bahan bakar adalah bahan yang jika terbakar yaitu berkontak dan bereaksi dengan udara (oksigen) akan timbul panas, dengan syarat bahan bakar tersebut mengandung unsur karbon dan hidrogen atau senyawa karbon-hidrogen. Suatu bahan yang mengandung unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan sulfur berpotensi digunakan sebagai bahan bakar (fuel) sebab unsur-unsur tersebut memberikan kontribusi terhadap panas pembakaran, khususnya unsur carbon. Berdasarkan kriteria ini batubara dengan kandungan

(2)

utama adalah karbon dan hidrogen dengan sifat yang mudah terbakar (combustible), maka batubara dapat dikatagorikan sebagai bahan bakar padat dan sumber energi dengan kandungan kalori sekitar 4000-8000 kkal/kg.

Batubara sebagai bahan bakar telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai kebutuhan, antara lain untuk pemakaian sehari-hari (skala kecil) dalam dapur-dapur pemanas dan rumah tangga, dalam industri furnace, dan pembuatan gas. Sedangkan pemakaian batubara sebagai pembangkit tenaga telah digunakan untuk penggerak mesin kapal, kereta api, listrik dan lain-lain. Sekitar 70% produksi batubara dunia digunakan sebagai sumber pembangkit tenaga listrik, inipun baru memenuhi sekitar 40% kebutuhan pembangkit tenaga listrik. Sekitar 12% produksi batubara dunia digunakan sebagai coke untuk keperluan 70% produksi baja. Sisanya 18% produksi batubara dunia digunakan untuk keperluan industri dan domestik.

(Aladin, 2011)

Batubara sebagai salah satu jenis bahan bakar untuk pembangkit energi, di samping gas alam dan minyak bumi. Batubara terbentuk dengan cara yang sangat kompleks dan memerlukan waktu yang sangat lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) dibawah pengaruh fisika, kimia ataupun keadaan geologi. Oleh sebab itu, komposisi dan kualitas batubara berbeda-beda sesuai dengan tingkatannya.

Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui terlebih dahulu kualitasnya antara lain total sulfur (TS), ash content (AC), volatile matter (VM), inherent moisture (IM), fixed carbon (FC), calorific value (CV), dan total moisture

(3)

(TM). Hal ini dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau peralatan yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar sesuai dengan mutu batubara yang akan digunakan, sehingga mesin-mesin tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama.

Adapun perbedaan mixing dan blending, mixing didefinisikan sebagai penataan ulang partikel secara acak dengan bantuan energi mekanik, misalnya alat yang dengan energi putar dalam volume tetap. Jejak komponen individu masih terdapat dan berada dalam jumlah yang kecil dari bahan yang telah dicampurkan (dua atau lebih jenis bahan). Biasanya diaplikasikan untuk penyimpanan skala kecil. Sedangkan blending didefinisikan sebagai integrasi dari sejumlah bahan baku dengan sifat fisik atau kimia yang berbeda untuk membuat suatu spesifikasi yang dibutuhkan untuk konsumen. Tujuannya adalah untuk mencapai produk akhir, misalnya, dua atau lebih jenis batubara, yang memiliki komposisi kimia yang terdefinisi dengan baik di mana unsur-unsur yang sangat merata dan tidak ada yang dapat diidentifikasi. Ketika proses sampling, isi rata-rata dan standar deviasi rata-rata adalah sama. Biasanya diplikasikan menggunakan berbagai jenis batubara untuk komposisi tertentu. (Anonim, 2014).

Blending merupakan suatu cara untuk mendapatkan nilai kalori batubara yang sesuai dangan permintaan konsumen yang dilakukan dangan cara mencampur tipe jenis batubara yang tidak hanya dari satu jenis tipe saja tetapi dipakai dengan dua tipe atau lebih agar mendapatkan nilai kalori yang sesuai permintaan pasar (Anonim, 2014).

(4)

Seiring dengan meningkatnya permintaan batubara oleh konsumen dengan kualitas tertentu, ini menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan pertambangan batubara. Dikarenakan kualitas batubara di Pit itu berbeda-beda, maka perlu adanya pencampuran batubara (coal blending) dan kontrol kualitas (quality control) untuk memperoleh kualitas tertentu yang diminta konsumen.

Pencampuran batubara tidak serta merta dilakukan begitu saja. Namun perlu diketahui terlebih dahulu kualitas batubara dari tiap seam yang akan di blending melalui analisis Laboratorium. Sehingga melalui perhitungan tertentu akan diperoleh pendugaan kualitas hasil blending. Namun kualitas hasil blending kadang kala tidak sesuai dengan yang direncanakan. Hal ini dikarenakan oleh banyak hal antara lain banyaknya seam batubara dengan ragam kualitas sehingga pencampuran menjadi sulit, tercampurnya batubara dengan material pengotor dan stockpile management yang kurang baik.

(Anonim, 2014).

Greatly Pencampuran batubara atau Coal Blending adalah penggabungan atau penimbunan secara bersamaan dan terus-menerus dalam waktu tertentu dari dua atau lebih material (batubara beda kualitas), yang dianggap mempunyai komposisi yang konstan (parameter kualitas konstan) dan terkontrol proporsinya. Dalam hal ini pencampuran dilakukan terhadap batubara yang berbeda nilai kalori, kandungan sulfur dan kandungan abu, sehingga kualitas batubara hasil campuran merupakan perpaduan dari parameter kualitas batubara yang dicampur. Atau dengan kata lain batubara yang memiliki kualitas rendah (nilai kalori rendah dan

(5)

kandungan sulfur tinggi), dapat dicampur dengan batubara yang memiliki kualitas tinggi (nilai kalori tinggi dan kandungan sulfur rendah) dan dapat memenuhi batasan-batasan persyaratan untuk memenuhi permintaan konsumen. Pencampuran batubara dilakukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan, dengan komposisi yang homogen, secara teoritis parameter kualitas campurannya dapat didekati dengan persamaan berikut :

...……….(6.1) Keterangan : X = Berat batubara a Y = Berat batubara b A = Kalori batubara a B = Kalori batubara b

Z = Nilai kalori yang diinginkan

(Anonim, 2014)

Kualitas batubara merupakan faktor dasar dalam pengambilan keputusan oleh pihak konsumen untuk memilih produk yang dihasilkan oleh perusahaan pertambangan. Dengan kualitas yang memenuhi permintaan konsumen maka dapat memuaskan konsumen dan juga dapat meningkatkan pendapatan perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu perlu adanya harga standar terhadap kualitas batubara yang diinginkan konsumen dengan yang telah dimiliki oleh perusahaan.

Untuk dapat mengetahui serta memperoleh data kualitas batubara yang dihasilkan selama proses produksi perlu dilakukan kegiatan pengukuran kualitas batubara.Untuk memaksimalkan pemanfaatan batubara nilai kalori rendah

(6)

dengan memperhatikan batas-batas persyaratan yang diinginkan konsumen, maka salah satu diantaranya dilakukan pencampuran batubara atau lebih dikenal dengan blending. Dalam hal ini pencampuran batubara dilakukan terhadap batubara yang kualitasnya berbeda-beda, sehingga kualitas hasil pencampuran merupakan perpaduan dari beberapa parameter kualitas batubara yang dicampur, umumnya parameter yang serinng digunakan adalah nilai kalori, kandungan abu dankandungan sulfur. Kualitas batubara sangat ditentukan oleh beberapa faktor yaitu keadaan alami batubara, perlakuan/penanganan yang dialami batubara seperti dalam kegiatan penambangan, penimbunan dan pencampuran serta keadaan cuaca. Dengan dilakukannya penanganan yang baik mulai dari penambangan hingga penimbunan, diharapkan akan diperoleh kualitas batubara yang dapat memenuhi permintaan konsumen.

Dalam menyusun suatu blending plan, hal-hal yang perlu diperhatikan danditentukan adalah:

1. Parameter yang bersifat kualitatif

Tidak semua parameter kualitas batubara dapat disimulasikan dengan perhitungan kumulatif biasa. Ada dua jenis parameter yang berbeda dalam melekakukan blending batubara, yaitu :

a. Parameter aditif yaitu parameter yang apabila kita melakukan blending 1000 ton batubara yang mempunyai kandungan ash 14% dengan 1000 ton batubara yang mempunyai kandungan ash 16%, akan diperoleh 2000 ton batubara dengan kandungan ash 15%. Parameter-parameter yang mempunyai sifat aditif antara lain, kandungan ash, moisture dan total sulfur.

(7)

b. Parameter yang mempunyai sifat non-aditif maupun aditif, misalkan bila kita mencampurkan 1000 ton batubara yang mempunyai indeks HGI 48 dengan 1000 ton batubara yang mempunyai indeks HGI 52 mungkin saja tidak diperoleh 2000 ton batubara yang indeks HGI 50. Untuk mengetahui hasil blending ini harus diadakan percobaan. Parameter-parameter dalam batubara yang mempunyai sifat aditif maupun non-aditif antara lain Hardgrove Grindability Index, Ash Fusion Temperature, Crucible Swelling Number, Plasticity, Gray King Coke.

2. Strategi Pencampuran

Pencampuran batubara yang ideal adalah dengan mencampurkan dua batubara atau lebih dengan menggunakan unit loading rate terkecil. Sistem pencampuran batubara yang mungkin terjadi dengan tingkat homogenitas yang mengecil secara berurutan. (Anonim, 2014)

Penelitian pemanfaatan batubara Indonesia jenis coking dan non-coking sebagai bahan baku industri metalurgi dikonsentrasikan kepada peningkatan kualitas batubara. Pengembangan proses ini dilakukan dengan cara metode coal blending yaitu pencampuran batubara coking dan non-coking dengan perbandingan tertentu. Hal ini dikarenakan jumlah batubara coking relatif rendah dibandingkan dengan batubara non-coking. Pencampuran ini diutamakan pada produksi kokas untuk kekuatan yang sesuai terutama coke strength after reaction (CSR), meskipun kehilangan sejumlah masa. Teknologi pembuatan kokas dari batubara jenis coking telah dikenal, namun penggunaannya terhadap batubara

(8)

Indonesia untuk menghasilkan kokas dengan kualitas yang memenuhi persyaratan masih belum diperoleh, Karena jenis batubara yang terdapat di Indonesia kebanyakan hanya batubara non coking, sehingga pengolahannya hanya semikokas saja. Secara umum pertimbangan volatile matter dalam pencampuran batubara sekitar 26-29% baik untuk pengkokasan. Oleh karena itu, perbedaan tipe batubara, dicampur secara proportional untuk memperoleh tingkat volatility sebelum pengkokasan dimulai. Istilah-istilah dalam proses pembuatan kokas, adalah Plastic Properties, crucible swelling number (CSN), Fluidity, Dilation, Plasticity.

Plasticity merupakan kemampuan untuk mengalami proses pelunakan, reaksi kimia, pembebasan gas, dan memadat kembali dalam coke oven. Plasticity sangat dibutuhkan dalam proses coke blend untuk menentukan kekuatan akhir dari produk kokas. Fluiditas dari sifat plastis merupakan faktor utama untuk menentukan berapa banyak batubara yang digunakan untuk pencampuran. Crucible swelling number (CSN) adalah salah satu tes plasticity untuk mengamati caking properties batubara, yang paling sederhana dan mudah dilakukan. Caking adalah kemampuan batubara membentuk gumpalan yang mengembang selama proses pemanasan. Pada proses kaarbonisasi, batubara pada awalnya mengkerut, kemudian mengembang ketika volatile matter mulai menguap dan akhirnya terbentuklah gumpalan kokas. Dilatasi merupakan perubahan volume yang terjadi pada proses karbonisasi. Proses ini sangat penting untuk diketahui, agar ppenentuan jumlah batubara konsumsi coke oven dap pat dilakukan dengan tepat sehingga prosesn nya

(9)

menjadi aman. Audibert-Arnu dilatometry adalah alat untuk mengukur perubahan volume yang terjadi pada proses karbonisasi. Proses perubahan volume kokas. Coke yield adalah perolehan kokas dan perolehan produk sampingan dari beberapa proses pembuatan kokas utamanya ditentukan saat kokas diproduksi dan saat kondisi karbonisasi. Coke yield diperoleh dari perhitungan berat kokas yang masih stabil setelah proses karbonisasi terhadap berat batubara awal yang diumpankan. Coke yield berhubungan dengan volatile matter, jika semakin tinggi volatile matter maka kecenderungan coke yield semakin menurun.

(Anonim, 2014).

Dalam pelaksanaannya pencampuran (blending) dapat dilakukan dengan beberapa system, berikut adalah beberapa system pencampuran (blending):

1. Roof type Stockpile (Chevron Method), material yang akan diblending ditumpahkan selapis demi selapis secara bergantian sepanjang blending bed.

2. Areal Stockpile, material yang akan diblending dicurahkan selapis demi selapis secara horisontal dimana setiap perlapisan diratakan dulu baru kemudian dicurahkan lapisan berikutnya demikian seterusnya.

3. Axial Stockpile, lapisan material yang dicurahkan disusun secara longitudinal dilakukan dengan menggeser posisi curahan lebih tinggi dan menyamping.

4. Continous stockpile, hampir sama dengan metode axial stockpile tetapi ukuran material tumpukan yang dicurahkan relatif sama tinggi dan sejajar ke samping.

(10)

5. Alternative Stockpile, material blending ditumpahkan pada dua tempat dalam jarak tertentu, lapisan selanjutnya dicurahkan secara bergantian sehingga bertemu ditengah. (Anonim, 2014).

Dalam suatu blending sistem pencampuran atau blending merupakan yang terpenting. Blending harus dilakukan dengan proporsi unit pencampuran yang terkecil untuk mendapatkan batubara hasil blending yang homogen. Berikut adalah beberapa sistem pencampuran tingkat homogenitas yang meningkat yaitu :

1. Blending Barge By Barge

2. Blending Bucket Loader By Bucket loader 3. Blending conveyor.

4. Blending On Truck atau Truck by Truck, Merupakan salah satu dari metode pencampuran batubara, dimana yang digunakan sebagai pembanding pencampuran adalah jumlah truck. Kapasitas daritruck yang digunakan diusahakan agar sama, sehingga akan mempermudah dalamperhitungan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam metode pencampuranini adalah alat angkutnya, kapasitas truck. Waktu edar truck (cycle time), dankualitas dari batubara yang akan di campur nanti. Formulasi dan pengaturan yang tepat dari semua faktor ini, akan memberikan hasil yang baik terhadap kualitasdari pencampuran batubara.

Hasil suatu blending yang homogen sangat diperlukan terutama bagi end user. Ketidak homogenan dalam suatu blending akibatnya akan terasa langsung oleh end user pada saat batubara tersebut digunakan. Kesempurnaan dari suatu blending adalah ketepatan dalam pencapaian target kualitas hasil blending dan homogenitas hasil pencampura.

Referensi

Dokumen terkait

Kemiringan lereng di Kecamatan Sukasada, dapat dilihat bahwa dari beragamnya kenampakan lereng yang ada di Kecamatan Sukasada yang tersebar di setiap

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan yuridis sosiologis, yaitu pendekatan terhadap masalah yang menitikberatkan pada penelitian yang dilakukan di

f.. 23 Berdasarkan ruang lingkup pekerjaan, asumsi-asumsi, data dan informasi yang diperoleh dari manajemen Perseroan yang digunakan dalam penyusunan laporan pendapat

Secara teoritis, peneliti-peneliti yang memberi perhatian terhadap perkembangan sistem keuangan Islam, menunjukan bahwa konsep bagi hasil lebih baik daripada instrumen suku

Uji Pengolahan Validitas Item Penguasaan Keterampilan Attending Instrumen yang disusun untuk mengungkap penguasaan mahasiswa terhadap keterampilan attending dibuat tiga

Hasil prediksi prestasi peserta didik menggunakan jaringan syaraf tiruan backpropagation didapatkan arsitektur optimal dengan fungsi aktivasi lapisan input ke lapisan tersembunyi

Untuk memperolehi keputusan akhir bagi mendapatkan perhubungan diantara ujian Proba JKR dan Ujian Penusukan Piawai, data-data yang telah dianalisis daripada ketiga-tiga tapak

(1) Yang  dimaksud  dengan  Surat  Perjanjian  Kerja  Sama  ini  adalah  perjanjian  dimana  PIHAK  KESATU  mengikat  PIHAK  KEDUA    sebagaimana  pula  PIHAK