• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUMPULAN ABSTRAK TESIS DISERTASI DOKTOR 2005 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KUMPULAN ABSTRAK TESIS DISERTASI DOKTOR 2005 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KUMPULAN ABSTRAK

TESIS – DISERTASI DOKTOR

2005

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

SEKOLAH PASCASARJANA

Jl. Tamansari No. 64 Bandung 40116

Gedung CCAR lt. IV

Telp. : +6222 251 1495; Fax. : +6222 250 3659

E-mail : pasca@itb.ac.id; http://www.pps.itb.ac.id

(2)

i

Kata pengantar

Dengan memanjatkan puji syukur k Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, pada kesempatan ini Sekolah

Pascasarjana telah menerbitkan buku kumpulan abstrak Program Magister dan Doktor tahun

2005

Buku kumpulan abstrak tesis ini memuat abstrak tesis/disertasi dari Program Studi Magister dan

Doktor yang ada di lingkungan Sekolah Pascasarjana ITB, lulusan periode Wisuda bulan Maret,

Juli, September 2005

Penerbitan buku kumpulan abstrak tesis Sekolah Pascasarjana ITB tahun 2005 merupakan salah

satu upaya untuk menyebar luaskan informasi ilmiah yang di hasilkan dari penelitian para

mahasiswa Sekolah Pascasarjana ITB, dengan harapan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh

masyarakat. Bagi para mahasiswa kumpulan abtrak ini dapat dipakai sebagai sumber rujukan

bagi penelitian yang akan mereka lakukan.

Kami menyampaikan ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam

proses penerbitan buku ini. Kritik membangun dan saran-saran kami harapkan dari para pembaca

yang terhormat. Hal tersebut akan sangat berguna untuk menyempurnakan abtrak tesis yang akan

kami terbitkan kemudian.

Bandung, 15 Februari 2006

Sekolah Pascasarjana – ITB

Dekan,

Prof.Dr.Ir. Ofyar Z. Tamin, M.Sc.

NIP. 131 286 861

(3)

Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

ii

Sekilas Tentang Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

Sekolah Pascasarjana ITB menyelenggarakan pendidikan pascasarjana dalam jenjang Magister

dan Doktor. Program pendidikan Magister ini bertujuan untuk meningkatkan taraf penguasaan

ilmu dan kemampuan yang diperoleh peserta selama pendidikan Sarjana, agar lebih aktif dan

mantap berperan, baik dalam pandangan ilmunya maupun dalam penerapannya. Untuk mencapai

tujuan ini, walaupun terbuka untuk memilih salah satu bidang khusus tertentu, tetap dijaga

penguasaan wawasan program secara menyeluruh, agar para lulusannya tetap dapat bergerak

secara lincah di dalam lingkup pekerjaannya. Program pendidikan Magister yang

diselenggarakan di ITB memiliki arah orientasi bersifat akademik/ilmiah, yang lebih ditekankan

pada kemampuan ilmu secara lebih mendalam. Pendidikan Magister Profesional pada saat ini

masih dijajaki oleh beberapa team dan/atau komisi dari berbagai disiplin ilmu.

Jangka waktu pendidikan untuk program pendidikan Magister adalah dua tahun, yang terbagi atas

4 (empat) semester. Beban studi normal pada setiap semester berkisar antara 9 SKS hingga

maksimum 12 SKS. Beban akademik keseluruhan program Magister adalah adalah 36 SKS,

sehingga jangka waktu belajar dapat ditempuh dalam 3 semester. Jangka waktu studi maksimum

program Magister tidak lebih dari 3 (tiga) tahun.

Program Dktor bertujuan menghasilkan lulusan yang mempunyai sikap akademik, mampu

meneliti secara mandiri, dan mampu memberi sumbangan berarti kepada khasanah ilmu

pengetahuan, ilmu pengetahuan teknik, atau ilmu seni rupa dan desain. Penelitian yang mengarah

kepada gelar Doktor dapat dilakukan dalam Ilmu Pengetahuan Teknik, Ilmu Matematika dan

Pengetahuan Alam, Ilmu Seni Rupa dan Desain. Gelar Doktor diberikan setelah

promovendus/promovenda menunjukkan penguasaan pengetahuan secara mendalam dalam

cabang keilmuan tersebut di atas, menunjukkan kemampuan dan ketrampilan meneliti secara

mandiri dalam satu atau lebih cabang yang tercakup ke dalam salah satu bidang tersebut di atas

dan penelitian itu bersifat orisinil atau mengungkapkan suatu kebaharuan. Hasil penelitian itu

menambah khasanah ilmu pengetahuan/ilmu teknik/ilmu seni rupa/desain yang telah ada atau

mengungkapkan masalah baru yang menurut kaidah ilmu pengetahuan teknik/seni rupa dan

desain, dapat dibuktikan dalam disertasi sehingga tidak meragukan.

Jangka waktu pendidikan untuk program pendidikan Doktor adalah tiga tahun, yang terbagi atas

6 (enam) semester. Beban studi normal pada setiap semester berkisar antara 9 SKS hingga

maksimum 12 SKS. Beban akademik keseluruhan program Doktor adalah 40-60 SKS. Jangka

waktu studi maksimum program Doktor tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

Sejarah pendidikan pascasarjana ITB berjalan seiring dengan sejarah perkembangan ITB itu

sendiri, yakni sejarah didirikannya Technische Hogeschool te Bandung (Th) pada tanggal 3 Juli

1920. Tercatat bahwa lulusan pascasarjana pertama pada waktu itu adalah N.H. Van Harpen yang

memperoleh gelar Doktor bidang ilmu teknik dengan kekhususan Sipil pada tahun 1930.

Sebelumnya J.W. Ijerman memperoleh gelar Doktor honoris causa pada bidang yang sama tahun

1925.

(4)

iii

Seiring dengan perjalanan sejarah Negara Indonesia, pada tahun 1950 didirikan Universitas

Indonesia sebagai hasil integrasi Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia (19 Agustus 1945)

dan Universiteit van Indonesia (1947) berdasarkan Undang-Undang Darurat no. 7 tahun 1950.

Institut Teknologi Bandung (ITB) diresmikan tanggal 2 Maret 1959 dan merupakan gabungan

dua fakultas yang merupakan bagian dari Universitas Indonesia yang berada di Bandung, yaitu

fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam ditambah Balai Universiter Guru

Gambar.

Pada saat masih berstatus sebagai Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam,

Universitas Indonesia, pendahulu ITB ini telah menghasilkan 17 orang Doktor dalam bidang

Teknik SIpil, Teknik Kimia, Geologi, Fisika, Farmasi, Matematika dan Kimia. Lulusan Doktor

ITB yang pertama J.A. Katili , Geologi, yang menyelesaikan studinya tahun 1960. Sejak itu

sampai tahun 2005 telah dihasilkan 404 orang Doktor, termasuk 3 orang Doktor honoris causa,

yaitu Dr.Ir. Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia, Dr.Ir. Sediatmo, dan Prof.Dr.Ir.

Rooseno.

Pada tahun 1976 berdiri Sekolah Pascasarjan di Institut Teknologi Bandung, yang selanjutnya

berubah menjadi Program Pascasarjana, dan namanya kembali menjadi Sekolah Pascasarjana di

tahun 2005. Lulusan program Doktor pertama dari Sekolah Pascasarjana adalah Ir. Sri Hardjoko

yang memperoleh gelar Doktor di tahun 1979 untuk bidang studi Teknik Mesin dengan

Pembimbing/Promotor Prof.Ir. Samudro, Prof.Dr. R. Van Hasselt dan Prof.Ir. Handojo.

Program Magister di Institut Teknologi Bandung dimulai tahun 1979 dengan tiga program studi

yaitu program studi Fisika, Matematika, dan Teknik Mesin. Selanjutnya pada tahun 1980

berkembang menjadi 11 program studi karena dibuka 8 (delapan) program studi baru yaitu

program studi Arsitektur, Biologi, Elektroteknik, Farmasi, Kimia, Teknik Kimia, Teknik Sipil,

dan Teknik dan Manajemen Industri. Saat ini secara keseluruhan terdapat 33 program studi

Magister di lingkungan Sekolah Pascasarjana ITB. Sejak tahun akademik 1979/1980 hingga

bulan September 2005 Sekolah Pascasarjana ITB telah menghasilkan sebanyak 12.714 lulusan

program Magister (S2) dari berbagai program studi.

(5)

Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

iv

DAFTAR ISI

Kata pengantar dari Dekan Sekolah Pascasarjana ITB

I

Pendahuluan

II

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

• Program Studi Matematika

01

-

45

• Program Studi Fisika

46

-

97

• Program Studi Kimia

98

-

132

• Program Studi Aktuaria

133

-

143

Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati

• Program Studi Biologi

144

-

190

Sekolah Farmasi

• Program Studi Farmasi

191

-

241

Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral

• Program Studi Geologi

242

-

279

• Program Studi Rekayasa Pertambangan

280

-

316

• Program Studi Perminyakan

317

-

364

• Program Studi Geofisika Terapan

365

-

376

• Program Studi Sains Kebumian

377

-

393

Fakultas Teknologi Industri

• Program Studi Teknik Kimia

394

-

441

• Program Studi Teknik Mesin

442

-

469

• Program Studi Teknik Fisika

470

-

488

• Program Studi Teknik Manajemen dan Industri

489

-

576

(6)

v

Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

• Program Studi Teknik Elektro

584

-

701

• Program Studi Informatika

702

-

812

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan

• Program Studi Pembangunan

813

-

856

• Program Studi Transportasi

857

-

868

• Program Studi Arsitektur

869

-

963

• Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

964

-

1061

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan

• Program Studi Teknik Sipil

1062 -

1202

• Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika

1203 -

1257

• Program Studi Teknik Lingkungan

1258 -

1297

• Program Studi Sistem dan Teknik Jalan Raya

1298 -

1353

Fakultas Seni Rupa dan Desain

• Program Studi Seni Rupa

1354 -

1384

• Program Studi Desain

1385 -

1411

Sekolah Bisnis dan Manajemen

(7)

Kimia – FMIPA

Kumpulan Abstrak

Sekolah Pascasarjana Institut

Tenologi Bandung

108

Hasnah Muin – NIM. 30594001

Program Studi Kimia

MEMASUKKAN GUGUS FUNGSI PADA RANTAI LLDPE (LINEAR LOW DENSITY

POLYETHYLENE) UNTUK MEMUDAHKAN DEGRADASI

Plastik merupakan suatu kelompok polimer yang banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Linear

Low Density Polyethylene (LLDPE) merupakan salah satu jenis plastik yang banyak digunakan sebagai

bahan pengemas. Senyawa ini bersifat inert dan sangat sulit untuk diuraikan oleh mikroba tanah. Data yang ada menunjukkan bahwa polimer yang dapat terbiodegradasi, adalah polimer yang pada rantai utamanya mengandung gugus-gugus fungsi yang mudah terhidrolisa atau teroksidasi lanjut oleh enzim yang mengkatalis terjadinya proses biodegradasi.

Penelitian ini bertujuan memodifikasi LLDPE melalui oksidasi, fotooksidasi dan grafting, guna memasukkan gugus-gugus fungsi yang dapat terhidrolisa atau teroksidasi lanjut pada rantai utama LLDPE. Untuk memasukkan gugus-gugus fungsi dimaksud, telah dilakukan oksidasi dengan KMnO4 dan

K2Cr2O7/H2SO4, fotooksidasi dengan sinar UV, dan grafting dengan anhidrida maleat. Analisa gugus

fungsi dan sifat-sifat fisika dari LLDPE sebelum dan sesudah modifikasi dilakukan dengan IR, UV, photo SEM, XRD, pengukuran kekuatan tarik dan perpanjangan saat putus.

Untuk mengatasi masalah perbedaan fasa, pada oksidasi serbuk LLDPE dengan KMnO4 dalam suasana

netral dilakukan penambahan N-cetil-N,N,N trimetilamonium bromida sebagai PTC (Phase Transfer

Catalyst). Oksidasi film LDPE dengan K2Cr2O7/H2SO4 oleh peneliti terdahulu menunjukkan bahwa

oksidasi hanya terjadi pada permukaan LDPE. Disebabkan LLDPE lebih kaku dari LDPE, maka serbuk LLDPE digunakan untuk mempercepat proses oksidasi di bagian dalam polimer (bulk polymer). Dalam menganalisa kemungkinan masuknya gugus fungsi ke dalam LLDPE, dilakukan analisa gugus fungsi sebelum dan sesudah hasil oksidasinya dicuci dengan HCl dan HNO3. Analisa FTIR dan UV pada hasil

oksidasi LLDPE dengan KMnO4 dalam suasana netral maupun dengan K2Cr2O7/H2SO4 menunjukkan

adanya gugus OH yang terikat secara ikatan hidrogen, ikatan rangkap dan dua kelompok gugus karbonil. Terjadinya reaksi ditunjang oleh adanya kerusakan dan pembentukan struktur yang mengandung oksigen pada permukaan film LLDPE, naiknya derajat kristalinitas dan titik leleh, serta turunnya kekuatan tarik dan perpanjangan saat putus. Naiknya derajat kristalinitas dan titik leleh, disebabkan karena masuknya gugus polar yang dapat menyebabkan terjadinya ikatan hidrogen pada rantai utama LLDPE. Turunnya kekuatan tarik dan perpanjangan saat putus, disebabkan karena masuknya gugus karbonil yang mengakibatkan berkurangnya kekompakan antar molekul pada rantai utama LLDPE.

LLDPE adalah suatu senyawa yang inert sehingga sukar teroksidasi oleh sinar UV. Untuk mengatasi masalah tersebut pada penelitian ini dilakukan penambahan benzofenon sebagai fotosensitizer sebelum penyinaran. Analisa FTIR dan UV hasil blending LLDPE dengan benzofenon yang telah disinari UV menunjukkan adanya gugus hidroksil, hidroksi peroksida, gugus karbonil, ikatan rangkap, eter dan ikatan rangkap ujung. Penelitian ini menunjukkan turunnya kekuatan tarik, dan naiknya perpanjangan saat putus akibat penyinaran.

Grafting LDPE (Low Density Polyethylene) dengan anhidrida maleat dengan menggunakan benzoil

peroksida (sebanyak 2% berat) sebagai inisiator dalam pelarut xilen oleh peneliti terdahulu, menunjukkan terjadinya grafting anhidrida suksinat pada rantai LDPE.

Karena adanya anhidrida suksinat tidak begitu diharapkan dalam pembuatan polimer yang dapat terbiodegradasi, maka pada penelitian ini dilakukan grafting dengan menggunakan dikumil peroksida (sebanyak 5% berat) sebagai inisiator. Analisa FTIR dan UV menunjukkan terjadinya anhidrida linier dan

(8)

Kumpulan Abstrak

Kimia - FMIPA

Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

109

asam keto pada grafting LLDPE dengan anhidrida maleat dalam pelarut xilen.

Mekanisme reaksi yang terjadi dalam alat ekstruder merupakan mekanisme yang sangat rumit. Untuk mempelajari kemungkinan reaksi dan mekanisme reaksi yang terjadi, pada penelitian ini telah dipelajari apa yang terjadi pada LLDPE, campuran LLDPE dengan anhidrida maleat dan campuran LLDPE, anhidrida maleat dan DCP (Dicumyl peroxide) sebagai inisiator selama proses dalam laboplastomil. Analisa FTIR dan UV menunjukkan terjadinya anhidrida linier dan asam keto pada grafting LLDPE dengan anhidrida maleat dalam laboplastomil dengan penambahan inisiator, sedangkan pada grafting LLDPE dengan anhidrida maleat tanpa penambahan inisiator dalam laboplastomil diketemukan anhidrida linier, asam keto, ester dan ikatan rangkap. Ditemukan bahwa urutan dan waktu penambahan inisiator dan anhidrida maleat dapat mempengaruhi hasil grafting. Diketemukan bahwa grafting LLDPE dengan anhidrida maleat dapat terjadi tanpa penambahan inisiator, dan menunjukkan kenaikan perpanjangan saat putus. Dibandingkan dengan LLDPE semula kekuatan tarik dan perpanjangan saat putus pada grafting LLDPE dengan anhidrida maleat dalam pelarut xilen dan dalam laboplastomil yang ditambah inisiator mengalami penurunan, sedangkan derajat kristalinitas dan titik leleh mengalami kenaikan.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa modifikasi LLDPE dengan cara yang dilakukan di atas, dapat menghasilkan gugus fungsi yang dapat terhidrolisa dan teroksidasi lanjut pada rantai LLDPE, sebagai langkah awal dalam modifikasi LLDPE untuk pembuatan material yang dapat terbiodegradasi. Studi ini memberikan informasi baru mengenai oksidasi LLDPE dengan KMnO4 dengan menambahkan

PTC dalam larutan netral, oksidasi LLDPE dengan K2Cr2O7/H2SO4, fotooksidasi LLDPE dengan sinar

UV, dan grafting LLDPE dengan anhidrida maleat dengan dan tanpa pelarut. Pada penelitian ini telah dipelajari kemungkinan mekanisme reaksi, sifat-sifat fisika dan hubungannya dengan perubahan gugus fungsi yang terbentuk akibat modifikasi.

Plastic is one group of polymers that is widely used in daily life. Linear Low Density Polyethylene (LLDPE) is one type of plastic widely used in packaging. It is chemically inert and extremely difficult to be degraded by soil microorganisms. Several data indicated that to be biodegradable, the polymer chain must contain chemical bonds susceptible to enzymatic hydrolysis or oxidation initiating the biodegradation process.

This research aimed to modify LLDPE through oxidation, photooxidation, and grafting, to create hydrolysable and utilizable functional groups along the LLDPE main chain. To create this function, oxidation with KMnO4 and K2Cr2O7/H2SO4, photooxidation by UV light and grafting with maleic

anhydride had been done. Analysis of functional groups and physical properties of LLDPE before and after modification had been done by IR, UV, photo SEM, XRD, tensile strength and elongation at break. To overcome the problem of phase differences in the oxidation of granular LLDPE with KMnO4 in

neutral solution, the addition of N-cetyl-N,N,N trimethylamonium bromide as PTC (Phase Transfer Catalyst) was done.

Previous research indicated that oxidation of LDPE film in K2Cr2O71H2SO4 solution occurred only at the

surface. Since LLDPE is more rigid than LDPE in this research, LLDPE granules were used to facilitate the oxidation process in the bulk polymer, and analysis of the expected functional groups was conducted towards the oxidation results before and after treatment with HCl and HNO3. FTIR and UV analysis on

the result of oxidation with KMnO4 in neutral solution or K2Cr2O7/H2SO4, indicated the existence of OH

forming hydrogen bonds, double bonds and two classes of carbonyl functional groups. The occurrence of reaction was supported by the existence of damages and the formation of oxygenated structure at the

(9)

Kimia – FMIPA

Kumpulan Abstrak

Sekolah Pascasarjana Institut

Tenologi Bandung

110

surface of LLDPE film, increase of the degree of crystallinity and melting points, and decrease of tensile

strength and elongation at break. The increase of the degree of crystallinity and melting points was due to the presence of polar functional groups causing hydrogen bond at LLDPE main chain. The decrease of tensile strength and elongation at break was due to the presence of carbonyl groups causing decrease in molecular compactness of the LLDPE main chain.

LLDPE is an inert compound and is extremely difficult to be oxidated by UV-irradiation. To solve this problem, in this research benzophenone as photosensitizer was added before UV-irradiation. Analysis of functional groups of a mixture of LLDPE with benzophenone in laboplastomill after UV irradiation by FTIR and UV indicated the existence of hydroxyl groups, hydroxyl peroxides, carbonyl groups, double bonds, ether and double bond at end groups. The research results indicated the decrease of tensile strength and the increase of elongation at break.

Grafting of maleic anhydride on LDPE by using benzoil peroxide (2% weight) as initiator in xylene solution which had been done by previous investigators, indicated the succinic anhydride group in LDPE. Since succinic anhydride can not be expected to make a biodegradable polymer, in this research grafting of LLDPE used dicumyl peroxide (5% weight) as initiator. FTIR and UV analysis indicated the occurrence of non-cyclic anhydride and keto acid at the grafting of LLDPE with maleic anhydride in xylene solution.

The reaction mechanism in extruder is more complicated. To study the possible reaction and reaction mechanism that might occur, the LLDPE, blending of LLDPE with maleic anhydride, and the blending of LLDPE with maleic anhydride and DCP (Dicumyl peroxide) in the laboplastomill were carried out. It was found the sequence of addition of initiator and maleic anhydride influenced the results of grafting. FTIR and UV analysis indicated the occurrence of non-cyclic anhydride and keto acid at the grafting of LLDPE in laboplastomill by adding initiator. Non-cyclic anhydride, double bond, keto acid and ester groups were found as the result of grafting LLDPE with maleic anhydride without initiator in a laboplastomill. It was also found that grafting LLDPE with maleic anhydride in laboplastomill can occur without initiator, indicating the increase in elongation at break.

Compared to the original LLDPE, there was a decrease in tensile strength and elongation at break as the result of LLDPE modification with maleic anhydride and initiator both in xylene solution and laboplastomill, but the crystallinity and melting points were increased.

From this research, it can be concluded that this modification can create hydrolizable and oxydizable groups in the main chain of LLDPE, expected as an initial step to the preparation of biodegradable material.

This study provide new information on the oxidation of LLDPE with KMnO4 by adding PTC in neutral solution, oxidation of LLDPE with K2Cr2O7/H2SO4, photo oxidation of LLDPE with UV light and

grafting of LLDPE with maleic anhydride with or without a solvent. This research gives the probable of reaction mechanism, physical properties, and functional groups created by the modification.

(10)

Kumpulan Abstrak

Kimia - FMIPA

Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

111

I Nyoman Tika NIM 30595006

Program Studi Kimia

STUDI BIOKIMIA ENZIM DNA POLIMERASE TERMOSTABIL

DARI BAKTERI TERMOFILIK ISOLAT LOKAL

DNA polimerase I ( DNA pol I) merupakan enzim dengan sub unit tunggal tetapi mempunyai beberapa aktivitas seperti eksonuklease 5 ’ Æ 3 ’ , eksonuklease 3 ’ Æ 5 ’ dan polimerase 5 ’ Æ 3 ’ . Penggunaan enzim DNA Pol I dalam teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) menyebabkan teknik ini berkembang sangat pesat. Saat ini beberapa DNA Pol I termostabil telah tersedia secara komersial, walaupun masing-masing enzim mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing-masing-masing tergantung pada penggunaannya. Untuk itu adanya sumber-sumber DNA Pol I alternatif dengan sifat-sifat yang khas masih sangat diperlukan.

Indonesia yang secara geografis terletak di daerah tropis serta dikelilingi oleh berbagai pegunungan berapi merupakan tempat yang sangat baik bagi habitat alami bakteri termofilik. Bakteri ini merupakan sumber yang baik untuk menyediakan enzim termostabil, termasuk DNA Pol I termostabil.

Beberapa bakteri termofilik telah diisolasi dari sumber air panas Cimanggu Bandung Jawa Barat. Suhu permukaan sumber air panas Cimanggu berkisar antara 75-80°C dengan pH antara kisaran 2-5. Dua puluh biakan dengan kode BTC 1-BTC20 telah diisolasi dan tumbuh dengan baik pada media ½ x LB dengan suhu 70°C. Salah satu dari biakan ini (BTC16), telah dikarakterisasi dan selanjutnya digunakan untuk sumber penghasil DNA Polimerase yang dipelajari.

Karakterisasi pertumbuhan isolat BTC16 pada media ½ x LB menunjukkan suhu pertumbuhan berkisar antara 45-84°C dengan pertumbuhan optimum pada suhu 70°C. Identifikasi bakteri secara fisiologi/biokimia menyarankan bahwa isolat BTC16 merupakan Bacillus thermophilus. Analisis terhadap kemampuan untuk mereduksi nitrit dari isolat ini menyarankan adanya dua sub spesies bakteri yang berbeda, yaitu Bacillus thermophilus sspl dan Bacillus thermophilus ssp2. Di samping itu Bacillus

thermophilus sspl mempunyai spora yang terletak di tengah sel dan mampu mereduksi nitrit, sedangkan Bacillus thermophilus ssp2 mempunyai spora yang terletak di ujung sel dan tidak mampu mereduksi

nitrit.

Isolasi protein ekstrak kasar dari isolat BTC16 telah dilakukan dengan menggunakan metode mekanis. Pemurnian DNA Pol termostabil dari ekstrak kasar telah dilakukan secara bertahap melalui fraksionasi ammonium sulfat, kolom kromatografi selulosa fosfat, kromatografi heparin sefarosa, kromatografi. Karakterisasi DNA Pol isolat BTC16 meliputi variasi pH, suhu, pengaruh ion Mg+2, Mn+2, dan K+.

Aktivitas polimerase tertinggi ditunjukkan pada pH 7,8, suhu 80°C, [Mg+2] = 3 mM, [Mn+2] = 3 mM dan

[K+] = 25 mM. Analisis aktivitas polimerase dengan variasi konsentrasi substrat dNTP menunjukkan

Vm a k s terhadap dNTP sebesar 1,15 unit mg -1 dan harga Km sebesar 1,37 x 10-4 M serta kcat sebesar 1,55 x

10-2 detik-1 dan kcat/Km 11,31 x 101 detik-1 M-1. Aktivitas DNA Pol BTC16 dapat diinhibisi oleh

aphidicolin dan N-etilmaleimida (NEM), dengan nilai IC50 berturut-turut 9,35 µg/mL dan 32.89 µg/mL.

Dari data-data kinetika di atas dan kemampuan senyawa aphidicolin dan N-etilmaleimida menginhibisi enzim ini, menunjukkan bahwa DNA Pol BTC 16 mempunyai kemiripan sifat dengan DNA Pol kelompok B dan mempunyai residu sistein pada sisi katalitiknya. Hasil-hasil yang diperoleh menyarankan bahwa DNA Pol BTC 16 merupakan DNA Pol yang relatif baru dengan sifat-sifat yang berbeda dari DNA Pol I genus Bacillus.

(11)

Kimia – FMIPA

Kumpulan Abstrak

Sekolah Pascasarjana Institut

Tenologi Bandung

112

DNA Pol I is a single sub unit enzyme with multiple catalytic activities, such as exonucleolytic 5’ Æ 3’, exonucleolytic 3 ’ Æ 5 ’ , and polymerase 5 ’ Æ 3 ’ , respectively. The application of DNA Pol I in PCR (polymerase chain reaction) method had great influence on the development of the method. So far several thermostable DNA Pol I are available commercially for many applications, however each enzyme has advantages and disadvantages depending on its application. So the availability of the alternative DNA Pol I which has unique properties need to be explored.

Indonesia as one of tropical countries that is surrounded by active volcanoes is an excellent place for the natural habitat of thermophilic microorganisms. The organisms are good sources for thermostable enzymes, including thermostable DNA Pol I.

A few thermophilic bacteria were isolated from the hot spring in Cimanggu, West Java. The hot spring's temperature was around 75-80°C with pH around 2-5. Twenty cultures coded BTC1-BTC20 was isolated from the hot spring and grows on ½ x LB media at 70°C. One of the isolate, BTC16, was characterized and used as sources of DNA Pol in this study.

Growth characterization of BTC16 in ½ x LB media showed growth temperature at around 45-84°C, with optimum growth at 70°C. Physiological/biochemical identification of this isolate suggested that the isolate is Bacillus thermophilus. Further characterization through the ability of nitrite reduction at the isolate suggested that BTC16 contained two different sub species Bacillus thermophilus sspl and Bacillus

thermophilus ssp2. Bacillus thermophilus sspl has spore position in the middle of the cell in addition to its

capability for nitrite reduction while the position of the spore in Bacillus thermophilus ssp2 lied in the terminal of the cell and could not reduce nitrite compound.

Isolation of protein crude extract from BTC16 was carried out by mechanical analysis method. The thermostable DNA Pol was purified through stepwise strategy, including ammonium sulphate fractionation, cellulose phosphate column chromatography, heparine sepharose chromatography, blue sepharose chromatography and gradient sucrose centrifugation. After the above purification, the gradient sucrose active fraction showed specific activity at 45.630 unit mg-1, that is 232 times higher compared to

that of the crude extract (0.197 unit mg-1) with a yield of 15.4%.

Characterizations of DNA Pol from BTC 16 were performed, including pH, temperature, [Mg+2], [Mn+2]

and [K+] variation. The optimum polymerase activity was shown at pH 7.8; 80° C, [Mg+2]= 3 mM, [Mn+2]

= 3 mM and [K+] = 25 mM. Analysis of polymerase activities with variation of [dNTP] showed that the

VmaX was 1.15 unit mg-1, Km was 1.37 x 10-4 M and kcat was 1.55 x 10-2 S-1 and kcat / Km 11.31 x 101 S-1 M -1.The activity of DNA Pol BTC 16 was inhibited by aphidicolin an N-ethylmaleimide (NEM) with IC

50

9.35 µg/mL and 32.89 µg/mL, respectively.

From the above kinetics data and the ability to be inhibited by aphidicolin a N-ethylmaleimide (NEM) showed that DNA Pol BTC16 has a close similarity of the properties of DNA Pol from B group. In addition the catalytic site of the enzyme has sisteine residue.

From all of the data obtained suggesting that DNA Pol BTC16 is relatively a new DNA Pol with has properties slightly different with DNA Pol I of Bacillus.

(12)

Kumpulan Abstrak

Kimia - FMIPA

Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

113

Marlina – NIM. 30500014

Program Studi Kimia

PEMANFAATAN MINYAK JARAK (CASTOR OIL) UNTUK PEMBUATAN

MEMBRAN POLIURETAN

Minyak jarak dari biji pohon jarak jenis Ricinus communis L., yang termasuk famili Euphorbiacea berasal dari Propinsi Nangroe Aceh Darussalam, diisolasi melalui proses sokhletasi menggunakan n-heksana sebagai pelarut. Minyak yang diperoleh bersifat kental, jernih, berwarna kuning pucat, dengan rendemen sebesar 40 – 48 % (b/b). Minyak ini mempunyai sifat dan kemurnian yang sama dengan minyak standar yang diberikan oleh The Association of Official Analytical Chemistry (AOAC) dan American Standard for Testing Material (ASTM). Hal ini dibuktikan oleh sifat fisiko-kimianya, namun bilangan asamnya lebih besar dari standar, dan aktifitas enzim lipase yang dikandungnya. Hasil analisis menggunakan alat spektrometer inframerah (IR) dan kromatografi gas-spektroskopi masa (GC-MS) menunjukkan bahwa minyak jarak tersebut mengandung ester gliserol dan asam-asam lemak bebas, yaitu asam risinoleat sebagai komponen utama, asam palmitat, asam linoleat dan asam oleat.

Asam lemak bebas dipisahkan dari ester gliserol dengan cara mereaksikan minyak jarak dengan natrium hidroksida (NaOH) dengan konsentrasi 10 %, kemudian dimurnikan dengan cara ekstraksi menggunakan kloroform sebagai pelarut. Hasil penelitian menunjukkan perolehan asam lemak sebesar 19,9 % (b/b) dan ester gliserol sebesar 55,5 % (b/b), sedangkan sisanya dapat berupa asam lemak bebas yang mudah menguap, gliserol, dan fosfolipida yang larut dalam air, serta zat warna alami. Kemurnian dari ester gliserol ditunjukkan oleh bilangan asam sama dengan nol. Sifat fisiko-kimia asam lemak bebas yang diperoleh menunjukkan bahwa gugus hidroksi dan gugus ikatan rangkap lebih banyak berada dalam asam lemak bebas sama dengan sifat-sifat dari asam risinoleat yang diberikan ASTM. Hal ini membuktikan bahwa asam risinoleat merupakan komponen utama dalam minyak jarak.

Membran poliuretan (PU) dibuat dari berbagai bahan dasar minyak jarak hasil sokletasi, asam lemak bebas dan ester gliserol yang dikandungnya serta minyak jarak komersil dengan 2,4-tolulen diisosianat (TDI). Studi awal menunjukkan bahwa minyak jarak komersil dan ester gliserol tidak dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan membran poliuretan.

Untuk menghasilkan membrane dengan kerapatan pori sesuai dengan kriteria membran osmosa balik, maka struktur ikatan rangkap minyak jarak dan asam lemak bebas dimodifikasi agar menghasilkan gugus-gugus hidroksi (-OH), yaitu dengan cara hidroksilasi. Hidroksilasi dilakukan dengan cara reaksi hidrasi dengan air dalam suasana asam, dan oksidasi menggunakan kalium permanganate dalam suasana basa. Untuk tujuan tersebut di atas, maka konsentrasi pereaksi divariasikan dari 0 sampai 35 %. Selama proses hidroksilasi berlangsung, diperkirakan terjadi reaksi samping antara gugus –OH yang ada dalam minyak jarak dengan pereaksi yang digunakan, untuk itu gugus –OH tersebut harus dilindungi (proteksi). Proses proteksi dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu asetilasi menggunakan asetat anhidrida dan piridin sebagai katalis pada temperatur 20 °C, dan metilasi menggunakan dimetil sulfat dalam suasana basa yang direfluks selama 7 jam. Proses deproteksi untuk melepaskan gugus asetil dilakukan dengan penambahan larutan NaOH 10 %, sedangkan untuk melepaskan gugus metal digunakan larutan asam sulfat 5 %. Dari hasil hidroksilasi di atas dapat disimpulkan bahwa proses proteksi asetilasi terjadi lebih baik pada minyak dibandingkan pada asam lemak bebas, yaitu dapat menurunkan bilangan hidroksi minyak jarak sebesar 33,3 % dan asam lemak bebas sebesar 22,29 %.

(13)

Kimia – FMIPA

Kumpulan Abstrak

Sekolah Pascasarjana Institut

Tenologi Bandung

114

bilangan hidroksi dan menurunkan bilangan iod yang besar. Kondisi optimum yang diperoleh untuk minyak jarak adalah proses oksidasi menggunakan larutan KMnO4 10 % (b/v) KMnO4 melalui proteksi

asetilasi dengan bilangan iod sebesar 23,9 g/g dan bilangan hidroksi sebesar 943,9 mg/g. Sedangkan untuk asam lemak adalah proses oksidasi menggunakan larutan KMnO4 15 % (b/v) melalui proteksi

metilasi dengan bilangan iod sebesar 9,6 g/g dan bilangan hidroksi sebesar 784 mg/g.

Untuk mendapatkan membran poliuretan dengan kinerja optimum yang dapat diaplikasikan pada proses osmosa balik, maka komposisi monomer, temperatur dan waktu polimerisasi divariasikan. Membran dibuat dengan cara mencetak larutan dope poliuretan di atas plat kaca, dicuring dalam oven pada temperatur 80 °C selama 3 jam. Membran yang dihasilkan dilepas dari cetakan di dalam air yang mengalir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam lemak bebas merupakan komponen dari minyak jarak yang sangat menentukan sifat membran PU. Dari hasil penelitian telah diperoleh membran dengan kinerja optimal sebagai material baru, yaitu membran hasil sintesis poliuretan dari minyak jarak oksidasi-terasetilasi dan tolulen diisosianat dengan perbandingan komposisi 1,2 : 0,84 (mol/mol) yang diaplikasikan pada proses osmosa balik (RO) dengan tekanan 20 kgf/cm2, menggunakan umpan larutan NaCl 2500 ppm sesuai dengan kadar air payau. Karakteristik membran adalah sebagai berikut : reaksi kimia berlangsung sempurna, hydrogen bonding index (HBI) atau indeks ikatan hidrogen sebesar 1,25; temperatur transisi gelas 97,9 °C; temperatur dekomposisi 426,3 °C; kristalinitas 63,3 %; tegangan sebesar 304,1 Mpa, regangan 15,8 %, ketahanan jebol 592 kPa, fluks 96,4 L/m2 jam dan koefisien rejeksi

74,0 %, morfologi yang seragam dan rata, baik sebelum dan sesudah diaplikasikan pada proses RO. Penggunaan membran PU ini selama 100 jam, menunjukkan bahwa sifat-sifat membran tidak berubah selama perlakuan yang ditunjukkkan oleh nilai fluks yang relatif stabil, dan factor rejeksi yang sedikit meningkat akibat adanya deposit garam pada permukaan membran serta tidak terjadinya deformasi pada permukaan membran. Aplikasi membran PU dengan kinerja optimum pada desalinasi air laut menunjukkan fluks 31,6 L/m2 jam dan koefisien rejeksi sebesar 91,6 % pada tekanan 20 kgf/cm2.

Berdasarkan hasil penelitian dapat direkomendasikan bahwa membran poliuretan dengan kinerja optimum mempunyai sifat elastis, kuat, tahan pada tekanan yang tinggi pada waktu pemakaian yang lama, sehingga cocok digunakan untuk proses osmosa balik (reverse osmosis) untuk desalinasi air garam.

Kata kunci : Minyak jarak, asam lemak bebas, ester gliserol,2,4-tolulen diisosianat, poliuretan, membrane.

THE USE OF CASTOR OIL FOR POLYURETHANE MEMBRANE PREPARATION

Oil is derived from Ricinus communis L. seeds, belonging to Euphorbiacea family from Nangroe Aceh Darussalam, by soxhletation process using n-hexane as a solvent. Oil rendement per gram of castor bean is 45 – 48 % with viscosity with viscosity and the same properties as the standard oil and the same properties as the standard oil resulted by The Association of Official Analytical Chemistry (AOAC) and American

Standard for Testing Materials (ASTM), which is indicated by physico-chemiscal properties. The acid

number is higher than the standard one, wich is coused by this caused of methods of extraction, water contain, aging, and enzyme activity.

Oil analysized by FTIR spectroscopy and gas chromatography-mass spectroscopy showed that the main components in castor oil are ester of glycerol and free fatty acids, i.e resinoleic, palmitic, oleic, and linoleic acids.

(14)

Kumpulan Abstrak

Kimia - FMIPA

Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

115

10 % (w/v), and purified by solvent extraction. The results gave a rendement of free fatty acid of 19.9 % and ester glycerol of 55.5 %, and the rest were volatile free fatty acid, glycerol and pigment. Ester glycerol purity was given by an acid number of absolutely zero. Analysis of physico-chemical properties of fatty

acid shows that hydroxyl and double bonds are much more available in free fatty acid than in ester glycerol, and free fatty acid properties are identical with ricinoleic acid properties given by ASTM. This confirms that ricinoleic acid is the main component in castor oil.

To make a membrane with dense pores according to reverse osmosis membrane criteria, so the double bond structure of castor oil and free fatty acid had to be modified by hydroxylation process to obtain hydroxyl groups (-OH). Hydroxylation was carried out by hydration using water in acid condition at 20 °C, with a variation of reagent concentration from 0 to 35 % (w/v). During hydroxylation process, it was assumed that side reaction between hydroxyl group of castor oil or fatty acid with reagent might occur, so that hydroxyl groups must be protected. Protection could be carried out in two ways i.e. by acetylation using an acetyl anhydrate and pyridine as a base catalyst at temperature of 20 °C, or methylation using dimethyl sulphate in basic condition and reflux for 7 hours. After hydroxylation process, the acetyl groups must be released using NaOH solution of 10 %, and methyl groups using H2SO4 solution of 5 %. The

research of protected-hydroxylation process resulted that acetylation occurs well on hydroxyl group of free fatty acid, i.e. can decreased hydroxyl number almost 33.3 % of castor oil and 22.29 % of free fatty acids. Oxidation occurs well than hydration both on cator oil or free fatty acid. The optimum condition showed that oxidated-methylation free fatty acid gave an iodine number of 9.6 g/g and hydroxyl number of 784 mg/g at permanganate concentration of 15 % (b/v).

To obtained an optimum performance of membrane in reverse osmosis application, so monomer composition, temperature and time of polymerization process were varied. The optimum result of reverse osmosis application at 20 kgf/cm2, was a new material of PU membrane synthesized from

oxidated-acethylated castor oil and 2,4-toylulene diisocyanate with a composition of 1.2 : 0.84 (mol/mol), with potassium chloride solution of 2500 ppm as a feed solution.

From the detained results it could be concluded that free fatty acid was the most important compound that determines the polyurethane membrane properties. Membrane characteristics were as follows: complete polymerization reaction, hydrogen bonding index (HBI) of 1.25; glass transition temperature of 97.9 °C; decomposition temperature of 426.3 °C; crystallinity of 63.3 %; stress of 304.1 Mpa, strain of 15.8 %, bursting strength of 592 kPa, flux 96.4 L/m2 h and rejection factor of 74.03 %, homogenous and smooth

morphology before and after reverse osmosis application. Membrane properties did not change after applications for 100 hours, indicating a stability of flux and an increase of rejection factor caused by a salt deposit on the membrane top surface. Application of PU membrane with optimum performance on sea water desalination showed a flux of 31.6 L/m2 h and a rejection coefficient of 91.6 %.

From this research it can be recommended that optimum polyurethane membrane with elastic, strong, high pressure resistant properties at long applications could be used in reverse osmosis for desalination of salty water.

(15)

Kimia – FMIPA

Kumpulan Abstrak

Sekolah Pascasarjana Institut

Tenologi Bandung

116

Diah Mardiana - NIM 30597012

Program Studi Kimia

PENGARUH PENAMBAHAN GLISEROL PADA PEMBENTUKAN POLIESTER DARI

MONOMER 1,3-PROPANADIOL

Bahan polimer saat ini memiliki penggunaan yang luas karena kemudahannya untuk diproses. Pada dua dekade mendatang, diperkirakan kebutuhan bahan polimer akan menyebabkan produksi meningkat dua hingga tiga kali, sebagai akibat meningkatnya konsumsi plastik. Sejalan dengan meningkatnya jumlah produksi plastik, bahan buangan plastik telah menimbulkan masalah lingkungan di seluruh kawasan, tidak hanya di negara-negara maju tetapi juga di berbagai negara yang sedang berkembang. Karenanya, telah dikembangkan polimer yang dapat dibiodegradasi sebagai salah satu pendekatan untuk mengatasi masalah ini, mengingat jenis polimer ini dapat memasuki siklus bahan di alam.

Poliester, terutama jenis poliester alifatik merupakan bahan polimer yang cukup kompetitif untuk dikembangkan sebagai polimer yang dapat dibiodegradasi. Akhir-akhir ini, sintesis poliester alifatik dengan bahan baku dari sumber tumbuhan yang dapat diperbaharui menarik dikembangkan sebagai alternatif pengganti polimer berbahan baku minyak bumi, yang diketahui tak dapat dibiodegradasi. Hasil olahan dari industri oleokimia menunjukkan bahwa lemak dan minyak tumbuhan memungkinkan memiliki perkembangan yang kompetitif serta dapat digunakan untuk produk yang bersifat ramah lingkungan. Umumnya bahan baku yang digunakan dalam industri ini adalah senyawa turunan asam lemak, sehingga akan diperoleh hasil samping gliserol. Dengan demikian gliserol juga merupakan bahan yang cukup potensial bila digunakan sebagai sumber yang dapat diperbaharui.

Gliserol, diketahui dapat digunakan sebagai substrat oleh mikroba untuk menghasilkan 1,3-propanadiol, yang dapat dikembangkan sebagai sumber diol dalam polikondensasi. Produksi 1,3-propanadiol oleh

Clostridium butyricum baru mencapai 45% sehingga bila digunakan sebagai sumber diol, terdiri atas

campuran propanadiol dan gliserol, yang dapat bereaksi dengan suatu asam dikarboksilat membentuk poliester. Poliester dapat diperoleh secara polikondensasi langsung antara suatu polihidroksi dengan asam dikarboksilat. Sintesis dua jenis asam dikarboksilat dengan 1,3-propanadiol dapat membentuk kopoliester dengan karakteristik berbeda dengan homopoliester. Pembentukan poliester dengan konversi yang tinggi dapat diperoleh bila digunakan monomer dengan kemurnian yang tinggi, sehingga pada penelitian ini monomer utama yang digunakan merupakan produk sintetik karena polihidroksi hasil fermentasi diketahui mengandung hasil samping asam butirat. Atas dasar hal ini, maka tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan kedua jenis polihidroksi pada pembentukan poliester.

Seluruh sintesis poliester pada penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, masingmasing pada tekanan berbeda dengan temperatur pemanasan tetap 130°C. Reaksi dilakukan dalam atmosfir nitrogen dengan pengadukan secara kontinu dan air yang terbentuk selama reaksi dikeluarkan ke dalam penampung kondensat. Campuran reaksi terdiri atas polihidroksi:asam dikarboksilat pada perbandingan mol 1:1 dengan jumlah katalis 1% dari mol monomer. Pemurnian produk sintesis dilakukan secara pelarutan dalam toluen dan diendapkan menggunakan nonpelarut metanol dilanjutkan fraksinasi dengan penurunan temperatur.

Penentuan komposisi polihidroksi atas dasar bentuk produk yang dihasilkan menunjukkan bahwa perbandingan yang sesuai untuk mempermudah pemrosesan polimer pada percobaan selanjutnya adalah

(16)

Kumpulan Abstrak

Kimia - FMIPA

Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

117

dengan perbandingan mol propanadiol:gliserol 10:1, 20:1 dan 30:1.

Penentuan kondisi optimum didasarkan pada jenis monomer asam masing-masing asam adipat dan asam sebasat serta jenis katalis asam p-toluensulfonat dan katalis organologam di-butiltimah oksida. Hasil yang diperoleh menunjukkan penggunaan asam dengan rantai yang lebih panjang dapat meningkatkan

perolehan poliester dan dihasilkan polimer dengan titik leleh lebih tinggi, sehingga pada penelitian ini digunakan asam sebasat. Hasil penentuan katalis menunjukkan bahwa perbedaan kedua jenis katalis tidak mempengaruhi pola spektrum FTIR dan spektrum NMR sehingga keduanya memiliki struktur kimia yang mirip dengan gugus hidroksil pada posisi ujung.

Tetapi katalis di-butiltimah oksida mempunyai kereaktifan yang lebih tinggi dibandingkan dengan katalis

p-toluensulfonat. Karenanya untuk komposisi polihidroksi 30:1 dapat dihasilkan poliester dengan massa

molekul relatif, Mn, yang lebih tinggi yaitu 14.000 g/mol dan distribusi yang lebih sempit dengan indeks

polidispersitas 1,8.

Pengaruh perbedaan komposisi polihidroksi tidak berpengaruh pada struktur molekul poliester. Tetapi komposisi terbaik diperoleh untuk perbandingan polihidroksi 20:1 karena dihasilkan poliester dengan massa molekul relatif, paling tinggi, 24.400 g/mol dan rantai lebih homogen dengan indeks polidispersitas 1,2. Di samping itu diperoleh poliester dengan titik leleh paling tinggi, yaitu 69,2°C.

Demikian pula hasil uji biodegradasi menggunakan bakteri Pseudomonas aeruginosa dalam media LB padat memperlihatkan bahwa komposisi polihidroksi 20:1 merupakan komposisi optimum karena memiliki biodegradabilitas tertinggi. Karakterisasi poliester setelah biodegradasi selama 30 hari menunjukkan bahwa proses biodegradasi menyebabkan terjadinya pemutusan rantai secara acak sehingga dihasilkan penurunan massa molekul relatif poliester menjadi 13.600 g/mol dan peningkatan indeks polidispersitas menjadi 1,5. Degradasi poliester terutama terjadi pada daerah amorf sehingga mengakibatkan peningkatan derajat kristalinitas sebesar 10%.

Dengan demikian, sebagai hasil secara umum diketahui bahwa pada perbandingan mol propanadiol:gliserol sebesar 20:1 dapat diperoleh poliester yang dapat dibiodegradasi dengan massa molekul relatif yang paling tinggi.

Kata kunci: poliester alifatik 1,3-propanadiol, gliserol

Polymeric materials are currently widely accepted because of their ease of process-ability. Future expectations for polymeric materials demand in the next two decades are in favor of two or three fold increase in production because of the increase of the plastics consumption. Along with the increase in the quantity of plastics production, waste from plastics has become a worldwide environmental problem, not only in developed countries but also in developing countries. Therefore, development of biodegradable polymers has been promoted as one of the approaches to solve the problems, since biodegradable polymers would enter the material cycles in the environment.

Polyesters, particularly aliphatic polyester, are considered competitive of the biodegradable polymers. Recently, the synthesis of aliphatic polyester derived from renewable plant resources offer an alternative to conventional, non-biodegradable petroleum-based polymers from an environmental perspective. Production of oleo-chemical industries shows that the use of vegetables fats and oils allows the development of a competitive and friendly environment. With regard to product developments based on the derivatives of fatty acid, glycerol can be produced as a by-product. Therefore, glycerol could be used as a potential renewable raw material.

On the other hand, it has been known that glycerol is the natural substrate for microbial production of propanediol, which is considerably expanded as a diol for various polycondensates. Yields of 1,3-propanediol from glycerol by Clostridium butyricum are slightly 45%. Therefore, this raw material

(17)

Kimia – FMIPA

Kumpulan Abstrak

Sekolah Pascasarjana Institut

Tenologi Bandung

118

contains not only propanediol but also glycerol, which could be reacted with dicarboxylic acid to produce polyesters, synthesized by direct polycondensation. Synthesis of 1,3-propanediol with two types of dicarboxylic acid could obtain a copolyester with different properties compared with its homopolyester. In order to form high conversion polymers, a high purity of monomers is required. Therefore, in this

experiment the main monomers used were synthetic materials, because of the existence of butyric acid as a by-product contained in fermented polyol. Based on this result, the main objective of this research was to study the effect of polyol composition on the synthesis of polyester.

The synthesis of polyesters was carried out at a two-step reaction with different pressures and constant temperature of 130°C. Reaction was purged with N2 and stirred continuously and water generated was

distilled off and collected into a condensate flask. The monomers were polyol and dicarboxylic acid with composition of 1:1 and by adding 1% mole of catalyst. All the products were purified by dissolution methods using toluene as a solvent and non-solvent methanol, followed by fractionation at reduced temperature.

Based on the product formed, the compositions suitable for further experiments were 10:1, 20:1 and 30:1. The monomers used in this experiment are 1,3-propanediol as a diol component and adipic acid and sebasic acid as dicarboxylic acid. As catalyst, p-toluenesulphonic acid and di-butyltinoxide were chosen. It was shown that using sebacic acid could increase the yield and a higher melting point polyester was obtained. On the other hand, it also revealed that di-butyltinoxide was more reactive than p-toluenesulphonic acid as catalyst. Therefore, the 30:1 composition of polyol gave the higher relative molecular weight, Mn of 14,000 g/mol and the narrower distribution with a polydispersity index of 1.8.

There was no effect of polyol composition toward the molecular structure of synthesized polyester. In this experiment, the optimum composition was 20:1 since the highest relative molecular weight with the narrowest polydispersity index could be obtained. The values were 24,400 g/mol and 1.2, respectively. Furthermore, it has the highest melting point of 69.2°C.

Biodegradation of the synthesized polyesters, tested by Pseudomonas aeruginosa bacteria using Luria Bertani solid media, showed that the highest biodegradability was 20:1 of polyol composition. After 30 days of polyester biodegradation, the randomly enzymatic hydrolysis will occur and the relative molecular weight, Mn, decreased until 13,600 g/mol, but increased the distribution until 1.5. It seems, that degradation started at the amorphous area since an increase of 10% of degree of crystallinity occurred.

In general, it could be concluded that the 20:1 of polyol composition of synthesized polyester could give the highest relative molecular weight biodegradable polyester.

(18)

Kumpulan Abstrak

Kimia - FMIPA

Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

119

Muktiningsih - NIM 30599011

Program Studi Kimia

PRODUK GEN carA Salmonella typhi BERUKURAN 42 kDa

YANG DIDETEKSI DENGAN ANTIBODI ANTI-PROTEIN FUSI

Salmonella typhi adalah bakteri penyebab penyakit demam tifoid pada manusia. Penyakit ini masih

membebani dunia terutama pada negara berkembang termasuk Indonesia, hal ini antara lain disebabkan karena informasi patogenesis tingkat molekul bakteri ini belum tuntas dipelajari. Studi awal patogenesis S.

typhi galur Lister (NCTC 786, BCC 712) telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya melalui pendekatan

homologi. Pada studi ini telah berhasil ditentukan urutan nukleotida sepanjang 1149 pasang basa yang diduga sebagai gen carA S. typhi [GenBank, AF012246] dan diketahui urutan nukleotida tersebut mempunyai homologi sebesar 95 % dengan gen carA Salmonella typhimurium LT2. Pendekatan ini ditempuh karena inang bakteri S. typhi adalah manusia sehingga metode In Vivo Expression Technology (IVET) yang berhasil untuk studi patogenesis gen ivi S. typhimurium tidak dapat digunakan. Homologi yang cukup tinggi antara urutan nukleotida gen carA S. typhi dengan gen carA S. typhimurium menimbulkan dugaan bahwa pada S. typhi gen ini turut berkontribusi pada proses patogenesis seperti gen

carA S. typhimurium. Namun demikian dugaan ini belum dapat dibuktikan karena belum ada

informasi apakah urutan nukleotida yang diduga sebagai gen carA S. typhi dapat terekspresi, dan bila dapat terekspresi apakah produk gennya mempunyai ukuran yang sesuai dengan hasil translasinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang terekspresi atau tidaknya gen carA S. typhi dan ukuran protein yang dihasilkannya bila gen tersebut terekspresi. Studi ekspresi gen carA S. typhi dilakukan melalui pemanfaatan fenomena interaksi protein-protein menggunakan teknik Western

immunoblotting. Strategi yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian ini meliputi isolasi molekul

gen carA S. typhi, pembuatan molekul protein fusi CarA S. typhi dengan teknik overekspresi yang akan digunakan sebagai antigen, produksi antibodi anti-protein fusi CarA S. typhi sebagai alat deteksi studi ekspresi gen carA S. typhi.

Penelitian ini menunjukkan adanya pita protein berukuran 42 kDa hasil interaksi antara ekstrak protein S.

typhi dengan antibodi anti-protein fusi CarA S. typhi. Dikenalinya pita protein tersebut memberi arti

bahwa antibodi anti-protein fusi dapat berinteraksi dengan salah satu protein yang terdapat dalam ekstrak protein S. typhi. Massa molekul protein yang dideteksi antibodi anti-protein fusi CarA S. typhi memberikan indikasi bahwa protein berukuran 42 kDa ini merupakan produk fragmen DNA sepanjang 1149 pb yang diduga sebagai gen carA S. typhi [GenBank, AF012246]. Beberapa alasan yang melandasinya meliputi protein ekstrak yang digunakan adalah protein yang berasal dari biakan S. typhi, antibodi yang digunakan sebagai alat deteksi adalah antibodi yang diproduksi menggunakan antigen protein fusi CarA S. typhi dan secara spesifik dapat mengenali protein fusi CarA S. typhi sebagai antigennya, protein fusi sebagai antigen ini merupakan hasil overekspresi molekul gen carA S. typhi pada

E. coli. Gen ini merupakan hasil amplifikasi Polymerase Chains Reaction (PCR) dengan primer spesifik

yang membatasi gen struktural carA S. typhi sepanjang 1149 pasang basa dari kromosom S. typhi galur Lister (NCTC 786, BCC 712). Baik molekul gen carA sebagai pembawa informasi genetik, maupun protein fusi CarA S. typhi sebagai antigen telah divalidasi melalui metode sekuensing DNA dan Asam Amino dengan hasil sesuai dengan urutan in scripto-nya. Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa ada konsistensi antara massa molekul yang terdeteksi oleh antibodi dengan hasil perhitungan massa

(19)

Kimia – FMIPA

Kumpulan Abstrak

Sekolah Pascasarjana Institut

Tenologi Bandung

120

molekul relatif dengan program DNAstar. Penelitian ini juga melaporkan bahwa antibodi anti-protein fusi CarA S. typhi dapat mengenali protein berukuran 59 kDa dalam ekstrak protein darah manusia sehat. Analisis homologi dengan protein database SWISSPROT memberikan keterangan protein berukuran 59 kDa tersebut adalah enzim karbamoil fosfat sintetase atau CPS-ase subunit A pada manusia [PYR1-Human

P27708], yang memiliki epitop homolog dengan protein CarA S. typhi. Berdasarkan hasil ini maka terbuka kesempatan untuk mempelajari patogenesis S. typhi lebih lanjut dengan menggunakan antibodi anti-protein fusi CarA S. typhi sebagai alat deteksi, karena diketahui ada perbedaan posisi antara anti-protein CarA yang dimiliki S. typhi dengan manusia sebagai inangnya melalui teknik Western immunobloting.

Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan penelitian ini telah berhasil membuktikan bahwa gen carA S. typhi dengan ukuran 1149 pasang basa dapat terekspresi dan ukuran hasil ekspresinya adalah 42 kDa. Dibuktikannya ekspresi gen carA S. typhi ini membuka kesempatan untuk mempelajari patogenesis S. typhi melalui penentuan tingkat ekspresi dengan cara membandingkan intensitas pita protein berukuran 42 kDa melalui teknik Western immunoblotting. Berdasarkan pendekatan yang ditempuh maka penelitian ini juga telah berhasil memberikan sumbangan dalam membuka alur baru untuk mengungkap hal-hal lain yang berkaitan dengan protein CarA S. typhi. Pada tingkat DNA, penelitian ini telah berhasil mengkonstruksi plasmid rekombinan yang mengandung urutan gen carA baik pada vektor non ekspresi maupun vektor ekspresi. Studi lebih lanjut dapat dilakukan pada tingkat ekspresi dengan memutasi urutan gen carA bakteri ini. Selain itu penelitian ini juga telah menghasilkan protein fusi CarA

S. typhi dalam bentuk murni sehingga studi kristalisasi protein CarA merupakan langkah yang dapat

ditempuh pada tahap berikutnya, dengan diketahuinya struktur kristal protein CarA maka kontribusi protein tersebut dalam proses patogenesis diharapkan dapat lebih cepat terungkap. Semua informasi yang diperoleh pada penelitian ini belum pernah dilaporkan sebelumnya, sehingga diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan protein CarA S. typhi. Hasil ini juga merupakan landasan dalam mengungkap peranan protein CarA S. typhi dalam proses infeksi, dengan dasar adanya informasi bahwa gen carA pada S. typhimurium memiliki sifat terinduksi in vivo dan berkontribusi pada mekanisme patogenesis penyakit mirip tifoid pada mencit. Di samping itu pendekatan yang digunakan dapat dijadikan acuan dalam pengkajian protein-protein lain yang diduga berkontribusi pada proses patogenesis S. typhi maupun bakteri patogen lainnya, serta sebagai landasan dalam pengembangan alat deteksi yang bersifat lebih spesifik berdasarkan pada interaksi antigen-antibodi.

Kata kunci: S. typhi, gen carA, protein CarA, protein fusi CarA S. typhi, antibodi anti-protein fusi CarA S.

typhi

A 42 kDa SALMONELLA TYPHI car A GENE PRODUCT DETECTED BY

ANTI- FUSION PROTEIN ANTIBODY

Salmonella typhi is the important etiological agent of typhoid fever, a serious invasive bacterial disease of

humans with annual global burden including in Indonesia. One of the reasons for this is the information of pathogenesis mechanism of S. typhi has not been resolved. Salmonella-ITB research team used DNA homology approach to study pathogenesis of S. typhi strain Lister (NCTC 786, BCC 712). At this level, the sequence of S. typhi carA gene has been determined [GenBank, AF012246] and it is known that S.

typhi carA and S. typhimurium LT-2 carA gene showed 95% homology. The homology approach was

chosen because the host of S. typhi is human specific, therefore pathogenesis mechanism of S. typhi carA gene could not be determined by In Vivo Expression Technology (IVET). Since S. typhi and S.

(20)

Kumpulan Abstrak

Kimia - FMIPA

Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

121

pathogenesis mechanism of S. typhi. Unfortunately, this suggestion has not been clarified because information whether the carA gene can be expressed has not been reported. The aim of this research is to gain information about carA gene expression and the size of the expression product, by use of protein– protein specific interaction phenomenon between extract protein of S. typhi as antigen with anti-fusion protein antibody through Western immunoblotting technique. This approach comprises isolation of S.

typhi carA gene, preparation of S. typhi CarA fusion protein as antigen using over expression technique,

production of S. typhi CarA anti-fusion protein antibody, and used the antibody for expression study of S.

typhi carA gene.

Result of the experiment showed a 42 kDa protein band as the product of interaction between S. typhi protein with S. typhi CarA anti-fusion protein antibody. It was indicate that the 42 kDa protein was the product of 1149 bp S. typhi DNA fragment which was predicted as carA gene [GenBank, AF012246]. Rationales for this indication were: the antibody produced using fusion protein antigen that generated through over expression of S. typhi carA gene in E. coli. The gene was isolated from S. typhi chromosome strain Lister (NCTC 786, BCC 712) by Polymerase Chain Reaction technique using specific primer for

carA structural gene. Both carA gene as genetic information and S. typhi CarA fusion protein molecule as

antigen had been validated scientifically by DNA sequencing and Amino acid sequencing. The specificity of S. typhi CarA anti-fusion protein antibody was also assessed to recognize S. typhi CarA fusion protein as positive control. The molecule mass which detected by antibody was consistent with calculated relative molecule mass. The research also demonstrated there is an interaction between the antibody and one of human blood protein with 59 kDa size. Homology analysis using SWISSPROT protein database gave information that this human protein is subunit A of the carbamoyl phosphate synthetase or CPS-ase [PYR1-Human P27708], which epitop homologues with in scripto data of S. typhi CarA protein. Calculation of Human CPSase subunit A molecule mass was consistent with the protein size detected by antibody. The result has given the possibility to study pathogenesis of S. typhi using its CarA anti-fusion protein antibody as detection tool, because Western immunoblotting profile can show the size difference between S. typhi and host CarA protein.

Based on these results, it can be concluded that the research has succeeded to prove that S. typhi carA gene which size1149 nucleotides can be expressed and produce a 42 kDa protein. The result has opened the opportunity to study pathogenesis of S. typhi through determination of its expression level by comparing the intensity of 42 kDa protein bands using Western immunoblotting technique. The study can be performed because the size of human CarA protein is different from S. typhi. The approach were used in this research has contributed new path to reveal important information related with S. typhi CarA protein. In DNA level the research has constructed recombinant plasmid that contain carA gene, both in expression vector and non-expression vector. Further study can be performed in expression level by mutating carA gene. The research has also produce pure S. typhi fusion protein that can be used for crystallization study. All of the information obtained from this research has not been reported before, and hopefully can be regarded as contributions to the body of knowledge related to S. typhi CarA protein and as keystone to investigate the role of CarA protein in S. typhi pathogenesis mechanism. This possibility is based on information that S. typhimurium carA gene is in vivo induced and contribute to pathogenesis mechanism of typhoid-like disease in mice. The approach used in this research can be used as basis to study other proteins which contribute to pathogenesis of S. typhi or other pathogenic bacteria.

Keyword: S. typhi, carA gene, S. typhi CarA protein, S. typhi CarA fusion protein, S. typhi CarA anti-fusion protein antibody

(21)

Kumpulan Abstrak

Kimia - FMIPA

Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

133

Keyword: S. typhi, carA gene, S. typhi CarA protein, S. typhi CarA fusion protein, S. typhi CarA anti-fusion protein antibody

Referensi

Dokumen terkait

Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik di Lingkungan Pemerintah Kota Sukabumi yang selanjutnya disebut Kompetisi adalah kegiatan seleksi, penilaian, dan pemberian

Untuk membagi sudut menjadi 2 bagian yang sama besar ikuti langkah-langkah berikut ini dengan berpedoman pada gambar.. Sudut BAC dibagi menjadi 2 bagian

• Mesin Stencil merk “SJ”, pada tiap men- stencil 2000 lembar akan membuat kerusakan selembar.. • Hipergeometrik : Contoh:

3. Penyuluh pertanian adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas melakukan pembinaan kepada petani dan peternak sapi diwilayah kerjannya. Peranan penyuluh adalah keterlibatan

Beberapa faktor yang merupakan peluang dan mendukung prospek pengembangan usahtani jeruk siam di Kecamatan Samarang adalah (1) pengembangan usahatani dalam format

6) Seorang kontraktor sedang menyelesaikan perbaikan jalan. Pekerjaan itu dapat tertunda jika ada pemogokan para pekerja. Hasil peluang terjadinya pemogokan 0,6

Bila ada lebih dari dua keluaran yang mungkin dari suatu event atau kejadian, maka keluaran itu dapat dikelompokan menjadi kelompok keluaran yang mewakili kejadian

Jika badan pelajar, atau Majlis Eksekutifnya, atau mana-mana jawatankuasa ad hoc badan pelajar, atau mana-mana pemegang jawatan atau ahli badan pelajar, tidak mematuhi apa-apa