• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Spiritual

1.1 Defenisi spiritual

Spiritual atau keyakinan spiritual adalah keyakinan atau hubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi, kekuatan yang menciptakan, sesuatu yang bersifat ketuhanan, atau sumber energi yang terbatas. Seperti seseorang yang percaya pada “Tuhan”, “Allah”, “Sang Pencipta” atau “kekuatan yang lebih tinggi” (Kozier

et.al., 1997 dalam Syam, 2010). Menurut Mickley et.al., (1992, dalam Hamid

2008), spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa. Selanjutnya Stoll menguraikan bahwa spiritualitas sebagai konsep dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang. Dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimensi tersebut.

1.2 Konsep-konsep yang berkaitan dengan spiritual

Spiritual merupakan refleksi dari pengalaman internal (inner experience) yang diekspresikan secara individual, maka spiritual mempresentasikan dari banyak aspek dalam diri manusia antara lain agama, keyakinan/keimanan,

(2)

harapan, transendensi dan pengampunan (Kozier et.al., 2004). Beberapa konsep diatas diuraikan sebagai berikut:

1.2.1 Agama

Merupakan sistem dari kepercayaan dan praktik-praktik yang terorganisir. Agama menawarkan cara-cara mengekspresikan spiritual dengan memberikan panduan yang mempercayainya dalam merespon pertanyaan-pertanyaan dan tantangan-tantangan kehidupan. Hawari (2009) menjelaskan bahwa dalam agama islam terdapat dimensi kesehatan jiwa pada kelima rukun Islam.

1.2.2 Keyakinan/keimanan

Keyakinan adalah komitmen kepada sesuatu atau seseorang, Fowler (1981 dalam Kozier et.al., 2004) menjelaskan keimanan dapat ada baik pada orang yang beragama maupun orang yang tidak beragama. Keimanan memberikan makna hidup, memberikan kekuatan pada saat individu mengalami kesulitan dalam kehidupannya. Untuk klien yang sedang sakit, keimanan terhadap Tuhan, Allah, atau lainnya) dalam diri klien sendiri, dalam setiap anggota tim kesehatan, atau pada keduanya, dapat memberikan kekuatan dan harapan.

1.2.3 Harapan

Suatu konsep yang termaksud dalam spiritualitas. Harapan adalah inti dalam kehidupan dan merupakan dimensi esensial bagi keberhasilan dalam menghadapi dan mengatasi keadaan sakit dan kematian (Miller, 2007).

(3)

1.2.4 Trensendensi

Trensendensi adalah persepsi individu tentang dirinya yang menjadi bagian dari sesuatu yang lebih tinggi dan lebih luas dari keberadaannya dan ini merupakan salah satu aspek penting dalam spiritual. (Seaward, 2006 dalam Yampolsky, 2008).

1.2.5 Ampunan

Konsep ampunan (forgiveness) mendapat perhatian meningkat dari para professional pelayanan kesehatan. Bagi banyak klian, sakit atau kecacatan berkaitan dengan rasa malu dan rasa bersalah.

1.3 Tahap perkembangan spiritual

Tahap perkembangan spiritual individu menurut hamid (2008), sebagai berikut:

1.3.1 Bayi dan Toddler (0-2 tahun)

Tahap awal perkembangan spiritual adalah rasa percaya kepada yang mengasuh yang sejalan dengan perkembangan rasa aman dan dalam hubungan interpersonal, kerena sejak awal kehidupan manusia mengenal dunia melalui hubungannya dengan lingkungan, khususnya orang tua. Bayi dan toddler belum memiliki rasa salah dan benar, serta keyakinan spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan ritual tanpa mengerti arti kegiatan tersebut serta ikut ke tempat ibadah yang mempengaruhi citra diri mereka.

1.3.2 Prasekolah

Sikap orang tua tentang kode moral dan agama mengajarkan kepada anak tentang apa yang dianggap baik dan buruk. Anak prasekolah

(4)

meniru apa yang mereka lihat bukan yang dikatakan orang lain. Permasalahan akan timbul apabila tidak ada kesesuaian atau bertolak belakang antara apa yang dilihat dan yang dikatakan kepada mereka. Anak sekolah sering bertanya tentang moralitas dan agama, seperti perkataan atau tindakan tertentu dianggap salah. Juga bertanya “apa itu surga?” mereka meyakini bahwa orang tua mereka seperti tuhan. Pada usia ini metode pendidikan spiritual yang paling efektif adalah memberi indokrinasi dan memberi kesempatan kepada mereka untuk memilih caranya. Agama merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Mereka percaya bahwa Tuhan yang membuat hujan dan angin; hujan dianggap sebagai air mata Tuhan.

1.3.3 Usia sekolah

Anak usia sekolah mengharapkan Tuhan menjawab doanya, yang salah akan dihukum dan yang baik akan diberi hadiah. Pada masa prapubertas, anak sering mengalami kekecewaan karena mereka mulai menyadari bahwa doanya tidak selalu dijawab menggunakan cara mereka dan mulai mencari alasan tanpa mau menerima keyakinan begitu saja. Pada usia ini anak mulai mengambil keputusan akan melepaskan atau meneruskan agama yang dianutnya karena ketergantungannya kepada orang tua. Pada masa remaja, mereka membandingkan standar orang tua mereka dengan orang tua lain dan menetapkan standar apa yang akan diintegrasikan dalam perilakunya. Remaja juga membandingkan pandangan ilmiah dengan pandangan agama serta mencoba untuk

(5)

menyatukannya. Pada masa ini, remaja yang mempunyai orang tua berbeda agama, akan memutuskan pilihan agama yang akan dianutnya atau tidak memilih satupun dari kedua agama orang tuanya.

1.3.4 Dewasa

Kelompok usia dewasa muda yang dihadapkan pada pertanyaan bersifat keagamaan dari anaknya akan menyadari apa yang pernah diajarkan kepadanya pada masa kanak-kanak dahulu, lebih dapat diterima pada masa dewasa daripada waktu remaja dan masukan dari orang tua tersebut dipakai untuk mendidik anaknya. Usia dewasa muda ini akan cenderung mengklarifikasi keyakinan, pribadi, dan komitmennya berdasarkan pengalaman dan hubungannya pada masa lalu.

1.3.5 Usia pertengahan dan lansia

Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain (saudara, atau sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga, serta lebih dapat ditolak atau dihindarkan.

Lanjut usia yang telah pensiun, kehilangan pasangan atau teman, atau menjelang kematian merasa sangat sedih dan kehilangan. Pada masa ini walaupun membayangkan kematian mereka banyak menggeluti

(6)

spiritual sebagai isu yang menarik. Keyakinan spiritual yang terbangun dengan baik membantu lansia menghadapi kenyataan, berpartisipasi dalam hidup, merasa memiliki harga diri, dan menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari.

Lanjut usia sering merasa bahwa agama lebih penting bagi mereka dibanding orang yang lebih muda.

1.4 Karakteristik Spiritual

Karakteristik dan kesehatan spiritual mengandung arti yang sama. Menurut Burhardt (1993 dalam Kozier et.al., 2004) menjelaskan bahwa karakteristik spiritual mencakup empat dimensi yaitu:

1.4.1 Hubungan dengan diri sendiri

Kekuatan dalam diri atau kepercayaan diri sendiri yang meliputi pengenalan tentang diri sendiri (misalnya menjawab pertanyaan siapa saya, apa yang dapat saya lakukan) dan sikap pada diri sendiri, percaya pada kehidupan dan masa depan, ketentraman, dan harmonis dengan diri sendiri. Elemen spiritualitas pertama adalah menemukan makna dan tujuan hidup. (Hasselkus dalam Young, 2007) mengungkapkan dari mana makna hidup berasal? Mereka bersal dari lingkup personal dan sosial. Untuk sementara orang, makna hidup, berasal terlebih dari nilai dan sejarah yang dihayati pribadi dan unik, untuk orang lain makna hidup berakar dari komunitas dan lingkup budaya empatnya hidup. Dari sudut pandang tenang waktu hidup, sumber makna hidup dirasakan

(7)

sebagai lintasan atau garis perkembangan hidup yang membentang dalam hidup kita.

Menurut Burkhardt (2002) memberkan pengertian makna hidup sebagai suatu ”misteri yang selalu menyingkapkan diri”. Kebutuhan akan tujuan dan makna hidup merupakan ciri universal dan barangkali menjadi hakikat hidup itu sendiri. Apabila seseorang tidak mampu menemukan tujuan dan makna hidupnya, seluruh aspek hidupnya akan rusak dan mengakibatkan penderitaan karena kesepian dan kehampaan. Kemudian mengalami distress

spiritual, dan akhirnya fisik. Orang yang memelihara hidup

spiritual secara sehat akan mampu menyelami hidup yang kaya makna dan bertujuan jelas dalam menjalani kehidupannya didunia daripada sesamanya yang tidak. Beberapa orang menemukan makna setelah mengalami perjalanan yang merugikan dan mampu mengolah pengalaman itu agar tetap sehat dan menjadi daya penyembuh. Makna hidup juga merupakan hasil oleh spiritual yang secara sefektif, terukur dan dapat diperoleh kreatif melalui puisi atau lukisan, ideologi yang berlawanan atau relasi dengan sesama. Hubungan dengan diri sendiri merupakan fundamental dalam eksplorasi atau penyelidikan spiritual.

1.4.2 Hubungan dengan orang lain

Hubungan dengan orang lain dimanifestasikan dengan berbagi waktu, pengetahuan, dan sumber daya dengan orang lain dan

(8)

membalas perbuatan baik orang lain. Hubungan ini juga dimanifestasikan dengan sikap peduli pada anak-anak, orang tua, dan orang yang sakit, menguatkan kembali makna kehidupan dan kematian dengan cara mengunjungi makam/kuburan. Hubungan dengan sesama dideskripsikan sebagai dimensi horizontal yang beririsan dengan hubungan vertikal dengan Tuhan.

Dyer (2001) mengakui adanya saling keterhubungan antara manusia satu dengan manusia lainnya dalam menjalani kehidupan. “Pada taraf kesadaran spiritual kita tahu bahwa kita terhubung dengan setiap manusia.” Relasi yang mencinta, penuh derita, mendukung dan sukar dengan keluarga, teman dan sesama. Memperhatikan orang lain dan diperhatikan oleh orang lain. Mengakui hubungan dengan sesama manusia sebagai sumber pertumbuhan dan perubahan. Spiritualitas juga melibatkan hubungan dengan seseorang atau sesuatu yang mengatasi diri sendiri. Orang atau sesuatu itu dapat menopang dan menghibur, membimbing dalam pengambilan keputusan, memaafkan kelemahan kita, dan merayakan perjalanan hidup kita. (Spaniol, 2002).

1.4.3 Hubungan dengan alam

Harmonisasi dengan alam, meliputi pengenalan tentang tumbuhan, tanaman, pepohonan, kehidupan alam, dan cuaca. Harmonisasi dengan alam seperti berkebun, berjalan, berada diluar dan

(9)

memelihara alam. Seluruh rangkaian hidup ada dalam jejaring saling keterhubungan, apa yang terjadi pada bumi mempengaruhi tiap manusia dan tiap perilaku manusia mempengaruhi bumi, maka amatlah penting untuk menyadari dan menghormati jejaring kesalingterhubungan hidup ini. Spiritualitas member sumbangsih besar dalam penyadaran dan penghormatan ini. (Spaniol 2002). Keserasian untuk menjaga harmonisasi alam dan lingkungan adalah hal penting.

1.4.4 Hubungan dengan Tuhan

Elemen spiritualitas lain yang hakiki adalah konsep tentang kepercayaan dan sistem kepercayaan. Dossey et. al (2000) menjelaskan kepercayaan sebagai, “ sikap sekunder”. Faktor kognitif yang melibatkan kepercayaan kurang berkorelasi dengan fakta dibandingkan perasaan. Faktor itu mengungkapkan kepercayaan diri atau iman akan validitas seseorang, benda atau gagasan. Iman dapat menjadi bagian penting dari kepercayaan seseorang dan keputusan yang dibuatnya dalam hidup. Iman dapat digambarkan sebagai kepercayaan akan Tuhan, yang member makna dan tujuan hidup. Iman yang bertumbuh selalu merupakan proses aktif dan berlangsung terus-menerus serta unik bagi masing-masing orang, karena tertanam dimasa lampau, sekarang dan harapan akan masa depan.

(10)

Bagi sebagian orang, kepercayaan spiritual secara eksklusif dikaitkan dengan agama, sehingga kepercayaan itu tidak pernah berkaitan dengan orang lain. Bukti menunujukan bahwa minat pada spiritualitas tidak terbatas pada mereka yang pergi kegeraja atau menjadi anggota kelompok agama saja (Shea, 2000). Jika Tuhan didefenisikan sebagai kontruk yang menunjukkan nilai utama dalam hidup seseorang, dan membentuk kepercayaan, nilai dan pilihan yang dianut orang itu, maka baik sistem kepercayaan religius dan non-religius harus dipandang sangat penting dalam eksplorasi tentang spiritualitas.

Hubungan dengan tuhan dapat juga dilihat dari religiusnya seseorang, seperti melakukan kegiatan doa atau meditasi, membaca kitab atau buku keagamaan, berpartisipasi dalam kelompok keagamaan. Hawari (2009) menjelaskan bahwa dalam agama Islam terdapat dimensi kesehatan jiwa pada rukun iman yaitu iman kepada Allah besar pengaruhnya bagi kesehatan jiwa manusia dimana orang yang beriman itu selalu ingat kepada Allah (dzikrullah/zikir) sehingga perasaan tenang/aman/terlindung selalu menyertainya. Pikiran, perasaan dan perilakunya baik dengan tidak melanggar hukum, norma, moral dan etika kehidupan serta tidak merugikan orang lain karena ia tahu benar dan yakin apa yang dilakukannya itu semua dicatat oleh malaikat. Mampu mengendalikan diri (self control) yang merupakan salah satu ajaran

(11)

nabi Muhammad, Yakni bahwa sesungguhnya Al-Qur’an merupakan “text book” kesehatan jiwa terlengkap dan sempurna di dunia, bagi mereka yang mengerti/menghayati/mengamalkannya akan memperoleh manfaat serta kesejahteraan lahir dan bathin serta selamat di dunia maupun di akhirat kelak.

1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual

Menurut Taylor et.al., 1997 dan Craven, 1996 (dalam hamid 2008), faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritual seseorang adalah pertimbangan tahap perkembangan, keluarga, latar belakang etnik dan budaya, pengalaman hidup sebelumnya, krisis, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral terkait dengan terapi, serta asuhan keperawatan yang kurang tepat. Untuk lebih jelas, faktor-faktor pening tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

Tahap perkembangan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat agama yang berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan sembahyang yang berbeda menurut usia, seks, agama, dan kepribadian anak.

Keluarga. Peran orang tua sangat menentukan perkembangan spiritual anak. Yang terpenting bukan apa yang diajarkan oleh orang tua kepada anaknya tentang Tuhan, tetapi apa yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, dan diri sendiri dari perilaku orang tua mereka. Karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman pertama anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia, pandangan anak pada umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan orang tua dan saudaranya.

(12)

Latar belakang etnik dan budaya. Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan social budaya. Pada umumnya, seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiaan keagamaan. Perlu diperhatikan apa pun tradisi agama dan sistem kepercayaan yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual adalah hal unik bagi tiap individu.

Pengalaman hidup sebelumnya. Pengalaman hidup, baik yang positif maupun pengalaman negative dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya, juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual kejadian atau pengalaman tersebut. Peristiwa dalam kehidupan sering dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan tuhan kepada manusia untuk menguji kekuatan imannya. Pada saat ini, kebutuhan spiritual akan meningkat yang memerlukan kedalaman spiritual dan kemampuan koping untuk memenuhinya.

Krisis dan perubahan. Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan bahkan kematian, khususnya pada klien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual selain juga pengalaman yang bersifat fisik dan emosional. Krisis dapat berhubungan dengan perubahan patofisiologi, terapi atau pengobatan yang diperlukan, atau siuasi yang mempengaruhi seseorang.

(13)

Terpisah dari ikatan spiritual. Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Klien yang dirawat merasa terisolasi dalam ruangan yang asing baginya dan merasa tidak aman. Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain, tidak dapat menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang biasa member dukungan setiap saat diinginkan. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual dapat berisiko terjadinya perubahan fungsi spiritualnya.

Isu moral terkait dengan terapi. Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara tuhan untuk menunjukkan kebesarannya walaupun ada juga yang menolak intervensi pengobatan. Prosedur medic sering kali dapat dipengaruhi oleh pengajaran agama, misalnya sirkumsisi, tranplantasi organ, pencegahan kehamilan, dan sterilisasi. Konflik anatara jenis terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga kesehatan.

Asuhan keperawatan yang kurang sesuai. Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat justru menghindar untuk member asuhan spiritual. Alasan tersebut, antara lain karena perawat merasa kurang menganggap penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi tugasnya, tetapi tanggung jawab pemuka agama.

(14)

Lima isu nilai yang mungkin timbul antara perawat danklien adalah

Pluralisme: perawat dan klien menganut kepercayaan dan iman dalam spektrum

yang luas.Fear: berhubungan dengan ketidakmampuan mengatasi situasi, melanggar privasi klien, atau merasa tidak pasti dengan sistem kepercayaan dan nilai diri sendiri.Kesadaran tentang pertanyaan spiritual: apa yang memberi arti dalam kehidupan, tujuan, harapan, dan merasakan cinta dalam kehidupan pribadi perawat.Bingung: bingung terjadi karena adanya perbedaan antara agama dan konsep spiritual.

2. Konsep Aktivitas Ritual 2.1 Defenisi Aktivitas Ritual

Ritual adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan terutama untuk tujuan simbolis. Ritual dilaksanakan berdasarkan suatu agama atau bisa juga berdasarkan tradisi dari suatu komunitas tertentu. Kegiatan-kegiatan dalam ritual biasanya sudah diatur dan ditentukan, dan tidak dapat dilaksanakan secara sembarangan. Sedangkan aktivitas ritual atau aktivitas keagamaan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang yang berkaitan dengan ibadah. Agama biasanya dipahami sebagai pengungkapan praktik spiritualitas, organisasi, ritual dan praktik iman seseorang. Diturunkan dari kata latin, religare yang berarti diikat kembali (Mueller et.al., 2001)

2.2 Aktivitas Ritual berbagai Agama

Agama Kristen, adalah ajaran yang mengajarkan satu Tuhan, Tritunggal yang Esa-Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Agama kristiani yang terdapat di semua Negara didunia mencakup tiga cabang utama: Gereja Katolok, Protestan dan

(15)

Ortodoks. Kekristenan menjadikan Kitab suci sebagai sumber inspirasi. Tujuan utama kekristenan adalah keselamatan. Mereka menghayati hidup Kristen dengan baik maka akan naik ke surga dan bersatu dengan Yesus kristus (Cristmas, 2002). Penggunaan doa umum digunakan oleh semua gereja dan senantiasa melakukan kebaktian. Orang Kristen mempunyai pandangan yang berbeda tentang apa yang terjadi setelah seseorang mati, tetapi mereka mempercayai tentang hidup sesudah kematian dan pada pengadilan terakhir Tuhan menentukan masa depan manusia disurga atau neraka. Dua ritual yang dipraktikan umum adalah komuni, menyantap roti dan anggur sebagai symbol tubuh dan darah Yesus, dan Baptis, mencelupkan atau memerciki tubuh dengan air sebagai tanda pembersihan dosa dan penerimaan dalam agama Kristen. (Taylor, 2002). Kepercayaan dan praktik kesehatan sangatlah berbeda diantara cabang-cabang Gereja Kristen itu. Kitab suci memuat banyak contoh Yesus menyembuhkan orang sakit dengan penumpangan tangan, penyembuhan karena iman, dan pengusiran roh jahat. Praktik-praktik khusus seperti menyumbangkan organ tubuh, bervariasi. Misalnya, kaum Kristen Protestan dengan senang hati mau menyumbangkan organ tubuh, sedangkan Saksi Yehovah mendukung sumbangan organ ini hanya sepanjang seluruh darah dipindahkan dari organ dan selaput sebelum organ itu ditransplantasikan.

Agama Hindu,agama hindu merupakan perpaduan berbagaimacam tradisi dan kepercayaan bersama (Jootun, 2002). Agama ini mencerminkan pemahaman metafisis dan cara hidup yang menentukan moral, adat, pengobatan, seni, musik dan tari. Salah satu filsafat utama bagi semua penganut agama Hindu adalah

(16)

bahwa segalanya adalah Brahma, ada Tertinggi atau Tuhan. Praktik pengobatan dalam kultur Hindu berdasarkan pada pemahaman akan prana, daya energy manusia. Dalam agama Hindu, Chakra (pusat energi) dikaitkan dengan kesadaran dan fungsi tubuh. Ketika daya-daya ini harmonis, orang menjadi sehat. Ketika daya-daya itu tidak harmonis orang mengalami sakit. (Taylor 2002). Adat, kepercayaan dan nilai dalam agama Hindu didasarkan pada pemahaman bahwa makhluk hidup memiliki jiwa yang berputar melalui perputaran kelahiran dan kelahiran kembali. Agama Hindu memandang manusia sebagai perpaduan jiwa, tubuh dan roh yang ada dalam konteks keluarga, budaya dan lingkungan dan kesucian sangat dijunjung tinggi. (Jootun, 2002). Ritual keagamaannya mencakup penggunaan api, air, cahaya, wewangian, suara, bunga, sikap badan, gerak dan mantra. Banyak penganut agama Hindu adalah kaum vegetarian karena alasan spiritual. Mereka tidak memakan daging sapi atau babi karena meyakini bahwa sapi adalah hewan suci dan babi adalah pemakan bangkai yang dagingnya “kotor” (Taylor, 2002).

Agama Budha, adalah agama yang terdapat banyak aliran dan sakte.Akan tetapi kepercayaan inti tertentu mempersatukan agama ini, agama budha tidak mengakui ada yang agung dan Personal yang tiap sabdanya harus diikuti. Agama budha mengajarkan bahwa Sang budha mampu menunjukkan jalan ke pencerahan, tetapi jalan itu tergantung pada masing-masing untuk melaksanakan jalan hidup yang menekankan belas kasih, pengendalian jiwa, transformasi pikiran negative, dan usaha meraih kebijaksanaan tertinggi. Tujuan utama agama budha adalah meraih Hakikat-Tunggal, keadaan dimana yang mengikuti konsep ajaran ilahi dan

(17)

keberadaan manusia yang damai dan harmonis. Kepercayaan dan praktik kesehatan bermakna sama dan mencakup beberapa hal diantaranya: meditasi, mendaras, vegatarianisme, menghindari alcohol dan tembakau, obat dan ramuan. Ritual buddhis meliputi: puja bhakti atau kebaktian yang biasa dilakukan setiap minggu atau upacara-upacara tertentu seperti pelimpahan jasa, berulang-ulang mengucapkan nama budha dengan sepenuh hati, Pai chan (ksamayati), dan sebagainya.

Agama Islam, adalah agama sekaligus ideologi, yang diturunkan Allah kepada rasulullah Muhammad saw sebagai rahmat bagi seluruh alam. Kepercayaan utama agama Islam ialah” tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul-Nya. Islam memandang manusia sebagai mahkota penciptaan. Bagi para penganutnya tugas dan kewajiban sangatlah penting.Tujuan para penganut agama islam mencakup perlindungan terhadap jiwa, agama, keluarga, dan harta milik (Taylor 2002). Kaum muslim memandang penyakit sebagai penderitaan karena dosa, mereka tidak memandang sebagai hukuman atau ungkapan kemarahan Allah, kaum muslim juga memandang kematian adalah pintu perjumpaan langsung dengan Sang Maha Pencipta yaitu Allah SWT. “Lima rukun Iman” merupakan ritual dan praktik keagamaan dalam islam dan mencakup hal-hal berikut (Akhtar, 2002 dalam young 2007).

a. Syahadat: Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah rasul-Nya. Ini disebut sebagai syahadat.

b. Shalat: Shalat wajib dilakukan lima kali sehari dengan berkiblat ke kota Mekkah (pada subuh, dzuhur, ashar, magrib, dan isya). Islam juga

(18)

mengajarkan para penganutnya untuk melaksanakan shalat sunnah baik, sunnah rawatib, tahajud, dhuha disamping shalat wajib.

c. Zakat: Zakat merupakan bentuk penyucian diri dan pertumbuhan iman. Harta disucikan dengan menyisihkan sebagian bagi mereka yang miskin. d. Puasa: Puasa dipandang sebagai cara mencapai kesucian diri dan

mencakup doa, refleksi, dan berpikir positif akan orang lain. Puasa harian mulai dari dini hari hingga terbenamnya matahari selama bulan Ramadhan berarti menjauhkan diri dari makan, minum, dan relasi seksual. Anak-anak mulai berpuasa setelah mencapai akil baligh.

e. Menunaikan ibadah haji: menunaikan ibadah haji di Makkah di kerajaan Arab Saudi seharusnya dilaksanakan sekali seumur hidup, jika mampu mereka yang menunaikan ibadah haji mengenakan pakaian sederhana sehingga tiada perbedaan dihadapan Allah karena status, kelas sosial atau warna kulit.

Selain itu, islam adalah agama yang sangat menganjurkan para penganutnya untuk senantiasa melakukan aktivitas-aktivitas yang bernilai ibadah dalam pandangan Sang pencipta-Nya. Seperti, menyantuni anak yatim, fakir miskin, berdzikir, bermuhasabah/memperbaiki, memperdalam ilmu islam secara rutin, menjalin silah ukhuwah, saling menasehati dalam kebaikan, berbakti kepada kedua orangtua dan semua aktivitas sehari-hari yang diniatkan karena Allah SWT.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data penelitian yang telah dilakukan tentang Pengaruh susunan lamina komposit berpenguat serat E-glass dan serat Carbon terhadap kekuatan tarik

DARUSSALAM 1990.. Us£he untuk r.cneiptalwn kebersihan ling lwngan hidup. p ortisipDSi semua wa.rgn o8.syera!tat un - tuk nendukung pro~rem tersebut. Penelitian lni

mempengaruhi bagaimana mereka mempersepsikan mengenai model pembelajaran blended learning yang mereka jalankan, yang mana persepsi didefinisikan oleh Atkinson (2000)

dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayahdan/ataukebijakan, rencana, dan/atau

Dengan kondisi tersebut masyarakat memerlukan suatu ruang yang dapat mewadahi segala aktivitas kesenian, khususnya kesenian tradisonal untuk menambah pengetahuan

kelompok dan bukan individunya. Alasan penulis menggunakan kelas VIII C sebagai kelompok eksperiment dan kelas VIII B sebagai kelompok kontrol didasarkan pada

Dalam banyak kasus, sebuah perusahaan e-commerce bisa bertahan tidak hanya mengandalkan kekuatan produk saja, tapi dengan adanya tim manajemen yang handal, pengiriman yang tepat

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah