Pemodelan Shielding Berbahan .... (Afifah Hana Tsurayya) 371
PEMODELAN BNCT SHIELDING BERBAHAN PARAFIN DAN ALUMINIUM
UNTUK FASILITAS MENGGUNAKAN SIMULATOR MCNP
A CONCEPTUAL SHIELDING DESIGN USING PARAFFIN AND ALUMINIUM FOR BNCT FACILITY BY MCNP SIMULATOR
Oleh:
Afifah Hana Tsurayya, Yosi Aprian Sari, Gede Sutresna Wijaya Email: afifahhnts@gmail.com
Abstrak
Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui laju dosis radiasi setelah melewati shielding berbahan parafin dan aluminium serta mengetahui material shielding yang tepat untuk keselamatan pekerja radiasi. Penelitian ini menggunakan simulator MCNP untuk memodelkan sumber neutron BNCT dan shieldingDesain shielding harus dapat menahan radiasi hingga batas laju dosis maksimal sebesar 10,42 µSv/jam dengan asumsi nilai tersebut merupakan batasan yang paling konservatif, yakni dengan lama waktu pekerja 1920 jam dalam satu tahun. Desain awal menghasilkan laju dosis yang masih di atas batas maksimal, maka dari itu dilakukan optimasi dengan menambahkan timbal pada bagian terluar shielding. Hasil yang diperoleh setelah optimasi adalah laju dosis menurun setelah diberi lapisan timbal dengan ketebalan tertentu. Beberapa lokasi yang masih di atas standar diatasi dengan aspek proteksi radiasi yang lain, yaitu jarak dan waktu. Parafin diberi aluminium sebagai casing yang bertujuan untuk memperkuat struktur shielding, dan timbal ditambahkan untuk menyerap radiasi gamma.
Kata kunci: BNCT, Shielding, Parafin, Aluminium, MCNP Abstract
The research was aimed to measure the radiation dose rate over the shielding which was made of paraffin
and aluminium and to know the right shielding material for safety of radiation workers. The examination used MCNP (Monte Carlo N-Particle) simulator to model the BNCT neutron source and the shielding. The shielding should reduce the radiation to less than the dose limit of 10.42 µSv/hour, which is assumed to be the most conservative limit, i.e. whileduration of workers was 1920 hours. The first design resulted the radiation dose rate which was still above the limit. Therefore, optimization was done by adding the lead on the outer of the shielding. After optimization by adding the leads with certain layer, the radiation dose rate were decreasing. Some locations over the limit could be overcome by the other radiation protection aspect, i.e. distance and time. The paraffin blocks were covered by aluminium to keep the shielding structure, then the lead was used to absorb the gamma rays.
Keywords: BNCT, Shieling, Paraffin, Aluminium, MCNP
PENDAHULUAN
Kanker atau tumor ganas adalah pembentukan secara cepat sel-sel abnormal yang tumbuh melampaui batas kemudian menyerang bagian tubuh dan menyebar ke organ lain. Berdasarkan website resmi World Health Organization (WHO), pada tahun 2015 tercatat kematian sebanyak 8,8 juta: kanker paru-paru 1,69 juta, kanker hati 788.000, kanker kolon dan rektum 774.000, kanker perut 754.000, dan
kanker payudara 571.000 (WHO Media Centre, 2017).
Prinsip pengobatan kanker yang berkembang saat ini adalah metode kemoterapi, radiasi, dan pembedahan (Benjamin, 2014). Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, aplikasi dari nuklir telah berkembang pesat. Salah satu aplikasinya di bidang kesehatan atau medis adalah telah dikembangkannya Boron Neutron Capture Therapy (BNCT).
BNCT adalah sebuah teknologi dalam pengobatan kanker yang berbasis target. Kelebihan BNCT adalah berkurangnya paparan radiasi pada jaringan normal secara serempak, sehingga tidak mengenai jaringan normal. Dasar dari BNCT adalah penggunaan fluks neutron epitermal dengan rentang energi 0,5 eV—10 keV (Guan, dkk, 2016). Teknik BNCT memanfaatkan nuklida yang tidak radioaktif, Boron (10B) untuk menangkap neutron termal melalui reaksi inti
10B(n,α)7
Li. Hasil dari reaksi ini memiliki karakteristik Linear Energy Transfer (LET) yang tinggi. Energi untuk partikel α sekitar 150 keVµm-1dan untuk ion 7Li sekitar175 keVµm-1. Partikel ini memiliki jangkauan yang berada pada jarak 4,5-10 µm sehingga energi terdeposisi terbatas pada jarak sebesar diameter sel tunggal (Moss, 2014).
Penelitian BNCT di Indoenesia dilakukan di reaktor Kartini yang terletak di Yogyakarta, dengan metode uji in vitro dan in vivo. Reaktor Kartini merupakan reaktor jenis TRIGA MARK-II dengan daya termal sebesar 100 kW yang dilengkapi berbagai fasilitas untuk penelitian BNCT metode in vivo dan in vitro (Warfi, 2015). Salah satu fasilitas pendukung reaktor Kartini adalah kolimator untuk menghasilkan fluks neutron yang sesuai standar IAEA (International Atomic Energy Agency) untuk BNCT, yaitu 1,0×109 n/cm2s (Sauerwein dan Moss, 2009). Penelitian mengenai desain kolimator telah dilakukan oleh Ranti Warfi (2015) yang merupakan hasil optimasi dari desain kolimator Nina Fauziah (2013). Kolimator ini yang dirancang untuk kolom termal reaktor Kartini dan telah menghasilkan fluks epitermal sebesar 1,13×109 n/cm2s.
Fasilitas yang memerankan nuklir harus diperhatikan karakteristik radiasi yang ditimbulkan dan diperlukan pemantauan rutin. Hal ini terkait dengan proteksi radiasi terhadap para pekerja nuklir dan makhluk hidup di sekitarnya, terutama manusia. Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) Nomor 4 Tahun 2013 menyebutkan bahwa nilai batas dosis efektif rata-rata pekerja radiasi, termasuk kulit sebesar 20 mSv pertahun dalam periode lima tahun, sehingga dosis yang terakumulasi selama lima tahun tidak boleh melebihi 100 mSv, dan dalam satu tahun tertentu tidak boleh melebihi 50 mSv (BAPETEN, 2013).
Fasilitas BNCT sama halnya dengan fasilitas instalasi nuklir lainnya yang memerlukan pengawasan terhadap radiasi yang dihasilkannya. Dalam meminimalkan paparan radiasi agar sesuai ketentuan BAPETEN diperlukan sistem proteksi radiasi pada fasilitas BNCT. Salah satu upaya untuk mengurangi paparan radiasi tersebut adalah dengan penambahan material shielding (perisai).
BATAN telah merancang desain shielding berbahan parafin yang tiap bloknya diberi aluminium setebal 3 mm. Tujuan pemberian aluminium adalah untuk menjaga struktur parafin tetap utuh sehingga tidak berubah bentuk ketika disusun menjadi shielding. Aluminium sering dimanfaatkan dalam aplikasi struktur bangunan karena sifatnya yang tahan korosi. Aluminium juga memiliki sifat mudah dibentuk, termasuk dalam bentuk kurva atau lengkungan (Mazzolani, 2012). Aluminium memiliki sifat yang kuat dan tahan korosi karena terdapat bentukan lapisan oksida pada permukaannya (Pokhmurskii, dkk, 2011).
Pemodelan Shielding Berbahan .... (Afifah Hana Tsurayya) 373 Penelitian ini menggunakan metode
simulasi dengan software MCNP dengan seri extended. MCNP adalah suatu computer code yang memiliki kemampuan untuk menyimulasikan probabilitas neutron, foton, dan elektron secara stokastik mulai dari pertama diproduksi hingga hilang, termasuk saat mengalami serapan, reaksi fisi, dan hamburan saat berinteraksi dengan materi (Xoubi, 2016). Dengan kemampuan MCNP tersebut, maka penelitian ini dapat disimulasikan karena berkaitan dengan interaksi radiasi terhadap material shielding. Penelitian ini melanjutkan program code dari reaktor dan kolimator yang telah dibuat Ranti Warfi (2015) dengan menambahkan shielding.
METODE PENELITIAN Subjek Penelitian
Penelitian ini menyimulasikan shielding berbahan parafin dan aluminium yang telah dirancang oleh BATAN yang digunakan untuk fasilitas BNCT di reaktor Kartini Yogyakarta. Laju dosis diukur pada bagian terluar shielding menggunakan soft tissue (jaringan sehat manusia) sebagai detektornya. Uji material dilakukan pada tiga bahan, yaitu parafin, aluminium, dan timbal untuk melihat kemampuan tiap bahan tersebut.
Prosedur
Penelitian ini menggunakan simulator Monte Carlo N-Particle (MCNP). MCNP adalah sebuah computer code yang digunakan untuk melakukan simulasi probabilitas neutron, foton, dan elektron, termasuk interaksinya (Xoubi, 2016).
ini diawali dengan Penilitian pengumpulan data yang berkaitan dengan fasilitas
BNCT di Reaktor Kartini. BATAN telah mendesain shielding yang dibuat dari parafin dengan casing aluminium setebal 3 mm. dimensi tiap blok parafin adalah (40 × 40 × 24) cm. Laju dosis maksimum dari BAPETEN dikonversi sebagai berikut. ̇
Reaktor Kartini dengna daya 100 kW digunakan untuk menghitung faktor multiplikasi sebagai berikut. ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
Model reaktor Kartini dan kolimator yang dibuat Ranti Warfi ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 1. Pemodelan Reaktor Kartini di MCNP (Ranti Warfi, 2015)
Kolimator tersebut dipilih karena telah memenuhi kriteria output IAEA yang ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 1. Nilai Output Kolimator BNCT Ranti Warfi (2015) Parameter Nilai Standar IAEA (Sauerwein and Moss, 2009) (n/cm2s) 1,13 109 > 1,00 109 ̇ (Gy.cm2/n) 1,45 10-13 < 2,0 10-13 ̇ (Gy.cm2/n) 1,76 10-13 < 2,0 10-13 0,0108 < 0,05 0,75 > 0,7
Komponen shielding terdiri dari parafin dan aluminium dengan dimensi (40×40×24) cm. shielding disimulasikan dengan program MCNP yang ditampilkan pada gambar berikut.
Gambar 3. Formasi Shielding Tampak Atas
Gambar 4. Formasi Shielding Tampak Bawah
Laju dosis diukur pada soft tissue dengan ketebalan 5 cm. komponen soft tissue mengacu pada ICRP (International Commision Radiation Protection). Tally F4 (fluks rerata yang melewati sel) dikalikan dengan koefisien Kerma sehingga menghasilkan besaran laju dosis yang bersatuan
Gy/s, kemudian dikalikan dengan faktor bobot radiasi sehingga menjadi Sv/s.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebelum mengukur pada bagian terluar shielding, dilakukan pengukuran laju dosis pada mulut kolimator untuk mengetahui laju dosis mula-mula, dan dihasilkan 45118,80 µSv/jam. Soft tissue diletakkan pada permukaan luar shielding untuk mengukur laju dosis setelah melewati shielding. Kemampuan tiap komponen dibandingkan melalui uji material dengan variasi ketebalan. Hasil dari uji material ditunjukkan pada grafik berikut.
Gambar 5. Grafik Penurunan Laju Dosis terhadap Ketebalan Bahan
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa parafin relatif paling baik dalam menurunkan radiasi dibanding material yang lain. Maka dari itu bahan utama shielding ini adalah parafin. Parafin diberi aluminium untuk memperkuat strukturnya. Akan tetapi, reaksi antara neutron dengan aluminium menghasilkan radiasi gamma akibat hamburan inelastik (Padalino, dkk, 1999). Maka dari itu shielding ditambahkan timbal dengan ketebalan tertentu untuk menurunkan radiasi gamma. Timbal memiliki nomor atom dan densitas yang tinggi sehingga efektif untuk menurunkan radiasi gamma (Zeb, dkk, 2010).
0.00E+00 5.00E+04 1.00E+05 1.50E+05 2.00E+05 - 2 0 4 0 6 0 8 0 1 0 0 1 2 0 Pb Al Par
Sumber neutron dari kolimator
Sumber neutron dari kolimator
Laju dosis(µSv/jam)
Pemodelan Shielding Berbahan .... (Afifah Hana Tsurayya) 375 Hasil laju dosis yang diperoleh sebelum dan
sesudah optimasi adalah sebagai berikut.
Gambar 6. Desain Shielding BATAN (Sumber: dokumentasi BATAN)
Tabel 2 (a). Laju dosis bagian kiri
Soft tissue Laju Dosis (µSv/hr) Awal Pb (cm) Akhir Kiri tengah 1 108,36 3,5 26,26 2 14,40 - 14,40 3 95,09 0,7 14,26 Kiri atas 1 43,164 0,2 0,00 2 2,58 - 2,58 3 2,14 - 2,14 Kiri bawah 1 37,58 0,2 0,00 2 102,24 0,2 0,00 3 22,27 - 22,27
Tabel 2 (b). Laju dosis bagian Kanan
Soft tissue Laju dosis (µSv/hr) awal Pb (cm) Akhir Kanan tengah 1 82,08 2,4 3,24 2 40,32 0,3 17,28 3 126 3,5 18,3 Kanan atas 1 21,97 2,5 20,52 2 2,48 - 2,48 3 3,28 - 3,28 Kanan bawah 1 146,8 3,3 0,00 2 124,92 1,5 57,60 3 48,6 0,2 14,86
Tabel 2 (c). Laju dosis bagian depan
Soft tissue Laju Dosis (µSv/hr) Awal Pb (cm) Akhir Depan tengah 1 720 9 12,60 2 1251 9,5 9,36 3 745,2 12 12,96 Depan atas 1 98,28 5 24,84 2 284,04 6,5 3,08 3 73,33 4,5 23,40 Depan bawah 1 236,52 8,5 23,11 2 1152 7,5 11,88 3 205,2 4 9,72
Tabel 2 (d). Laju dosis bagian atas
Soft tissue Laju dosis (µSv/hr) Awal Pb (cm) Akhir Atas 1 27,29 1 14,4 2 37,49 0,3 8,64 3 8,64 - 8,64 4 20,27 2 11,59
Nilai dosis terbesar berada pada shielding bagian depan. Hal ini karena berada tepat di depan sumber radiasi. Dinding shielding bagian depan juga lebih tipis dibanding dengan yang lain. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa laju
Kanan atas Kanan tengah Kanan bawah Kiri atas Kiri tengah Kiri bawah Atas Depan atas Depan tengah Depan bawah
dosis telah menurun setelah diberi lapisan timbal dengan ketebalan tertentu. Beberapa lokasi yang masih di atas 10,42 µSv/jam dapat diatasi dengan aspek proteksi radiasi yang lain, yaitu jarak dan waktu. Salah satu upaya untuk memperolah posisi yang aman adalah dengan memperhitungkan hubungan radiasi dengan jarak pekerja dengan sumber, dimana fluks radiasi berbanding terbalik dengan kuadrat jarak, atau (Ahmed, 2007).
Dari uji material, parafin relatif paling baik di antara dua material yang lain, maka dari itu parafin digunakan sebagai bahan utama. Sementara itu aluminium berperan dalam menjaga struktur parafin, sedangkan timbal berperan dalam menyerap dosis gamma akibat reaksi neutron dengan aluminium.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Sebelum ditambahkan timbal, laju dosis masih relatif tinggi di atas batas maksimal. Laju dosis telah menurun setelah diberi lapisan timbal dengan ketebalan tertentu.
Parafin sangat efektif untuk menyerap radiasi neutron karena memiliki kandungan hidrogen. Parafin diberi aluminium sebagai casing yang bertujuan untuk memperkuat struktur shielding. Timbal ditambahkan untuk menyerap radiasi gamma akibat neutron yang berinteraksi dengan aluminium.
Saran
Dalam penelitian langsung di lapangan, salah satu upaya untuk memperolah posisi yang aman adalah dengan memperhitungkan hubungan radiasi dengan jarak pekerja dengan sumber, dimana fluks radiasi berbanding terbalik dengan kuadrat jarak, atau .
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, N. A. (2007). Physics & Engineering of Radiation Detection. Amsterdam: Elsevier. Benjamin, D. J. (2014). The Effiaci of Surgical
Treatment of Cancer—20 Years Later. Medical Hypotheses.
Fauziah, N. 2013. A Conceptual Design of Neutron Collimator in The Thermal Column Of Kartini Research Reactor for Boron Neutron Capture Therapy. Skripsi, tidak dipublikasikan. Universitas Gajah Mada.
Guan, X.C., Manabe, M., Tamaki, S., Liu, S., Sato, F., Murata, I., Wang, T. (2016). Experimental Study on the Performance of an Epithermal Neutron FluxMonitor for BNCT. Applied Radiation and Isotopes 113. Mazzolani, F. M. (2012). 3D Aluminium
Structures. Thin Walled Structures 61. Moss, R. L. (2014). Critical Review, with an
Optimistic Outlook, in Boron Neutron Capture Therapy (BNCT). Applied Radiation and Isotop.
Padalino S., Oliver, H., Nyquist, J. (1999). DT Neutron Yield Measurement Using Neutron Activation of Aluminium. New York: The State University of New York.
Pokhmurskii, V. I., Zin, I. M., Vynar, V. A., Bily L. M. (2011). Contradictory Effect of Chromate Inhibitor on Corrosive Wear of Aluminium Alloy. Corrision Science 53. Sauerwein, W.A.G., Moss, R. L. (2009).
Requirements for Boron Neutron Caputure Therapy (BNCT) at a Nucelar Research Reactor. Netherlands: European Communities.
Pemodelan Shielding Berbahan .... (Afifah Hana Tsurayya) 377 Warfi, R., Harto, A. W., Sardjono, Y. (2015).
Optimization of Neutron Collimator in the Thermal Column of Kartini Research Reactor for In Vitro and In Vivo Trials Facility of Boron Neutron Capture Therapy Using MCNP-X Simulator. Proseding Simposium Internasional BNCT, The Application of Nuclear Technology to Support National Sustinable Development. WHO Media Centre. 2017. Diakses di
http://www.who.int/mediacentre/factsheets pada 29 Maret 2017.
Xoubi, N. (2016). “Calculation of The Power and Absolute Flux of A Source Driven Subcritical Assembly Using Monte Carlo MCNP Code”. Annals of Nuclear Energy. Zeb, J., Arshed, W., Rashid,A., Akhter, P. (2010).
Gamma Shielding by Aluminum (Al-Shielder Manual). Islamabad, Pakistan: Pakistan Institute of Nuclear Science and Technology.