4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keragaman dan Kelimpahan Nisbi Larva Anopheles spp.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 11 spesies Anopheles yang ditemuka n berdasarkan survei larva, 10 spesies di Kecamatan Rajabasa dan sembilan spesies di Kecamatan Padangcermin. Sepuluh spesies Anopheles ditemuka n di Rajabasa yaitu A. sundaicus, A. subpictus, A. vagus, A. kochi, A.
annularis, A. aconitus, A. barbirostris, A. tessellatus, A. minimus dan A. indefinitus. Sembilan spesies Anopheles ditemukan di Padangcermin yaitu A. sundaicus, A. subpictus, A. vagus, A. kochi, A. aconitus, A. barbirostris, A. indefinitus, A. maculatus dan A. tessellatus. Larva A. sundaicus merupakan
spesies terbanyak, dengan kelimpahan nisbi 56,82% di Rajabasa dan 64,2% di Padangcermin (Gambar 4.1).
Gambar 4.1 Angka Kelimpahan Nisbi Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan dan Padangcermin Pesawaran, Agustus - September 2008
Larva A. sundaicus ditemukan sebagai spesies terbanyak di wilayah permukiman, dengan angka kelimpahan nisbi sebesar 60,07 % di Rajabasa dan 62,13 % di Padangcermin. Di wilayah persawahan Rajabasa larva A. vagus ditemukan sebagai spesies terbanyak sebesar 61,49 %, demikian juga di Padangcermin sebesar 42,57 %. Di wilayah semak belukar Rajabasa A. vagus ditemukan sebagai spesies terbanyak sebesar 36,24 %, sedangkan di semak belukar Padangcermin terbanyak A. sundaicus sebesar 81,06 %. Di wilayah hutan Rajabasa A. barbirostris dan A. vagus ditemukan sebagai spesies terbanyak sebesar 39,44 % dan 35,21 %, sedangkan di Padangcermin tidak ditemukan larva
Anopheles. Di wilayah pantai Rajabasa larva A. sundaicus ditemukan sebagai
spesies terbanyak sebesar 94,33 %, demikian juga di Padangcermin sebesar 89,05 % (Tabel 4.1).
Nyamuk A. sundaicus merupakan satu-satunya vektor malaria di Rajabasa dan Padangcermin, banyak ditemukan di wilayah permukinan dan pantai. Vektor malaria yang jumlahnya meningkat dapat meningkatkan infeksi malaria, sehingga potensi infeksi malaria di Rajabasa dan Padangcermin terutama terjadi di wilayah permukiman dan pantai.
Jenis larva Anopheles yang ditemukan terbanyak di wilayah semak belukar berbeda antara di Rajabasa dan Padangcermin. Spesies terbanyak di semak belukar Rajabasa adalah A. vagus sedangkan di Padangcermin A. sundaicus. Hal ini disebabkan semak belukar di Rajabasa terletak di wilayah berdekatan dengan hutan yang merupakan habitat A. vagus dan A. barbirostris, sedangkan semak belukar di Padangcermin terletak di wilayah berdekatan dengan pantai yang merupakan habitat utama A. sundaicus.
Tabel 4.1 Angka Kelimpangan Nisbi Larva Anopheles spp. Berdasarkan Area Tata Guna Lahan di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan dan Padangcermin, Pesawaran, Agustus 2008 - September 2009
No Area Tata Guna Lahan
Rajabasa Padangcermin
Spesies Anopheles Kelimpahan
Nisbi (%) Spesies Anopheles
Kelimpahan Nisbi (%)
1 Permukiman A.sundaicus 60,07 A.sundaicus 62,13
A.vagus 12,05 A.subpictus 12,12 A.annularis 5,66 A.vagus 8,36 A.subpictus 5,36 A.maculatus 6,53 A.barbirostris 4,82 A.kochi 5,79 A.aconitus 4,32 A.barbirostris 4,25 A.kochi 3,36 A.tessellatus 0,82 A.tessellatus 3,35 A.minimus 1,01
2 Persawahan A.vagus 61,49 A.vagus 42,57
A.kochi 36,04 A.aconitus 22,39 A.subpictus 2,47 A.kochi 20,62 A.barbirostris 14,41 3 Semak belukar A.vagus 36,24 A.sundaicus 81,06 A.aconitus 34,23 A.vagus 18,94 A.barbirostris 17,45 A.minimus 12,08 4 Hutan A.barbirostris 39,44 0 0 A.vagus 35,21 A.aconitus 25,35
5 Pantai A.sundaicus 94,33 A.sundaicus 89,05
A.subpictus 4,97 A.subpictus 5,51
A. indefinitus 0,70 A.vagus 4,57
A.indefinitus 0,87
Indeks keragaman larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa tertinggi di wilayah permukiman sebesar 0,631, selanjutnya semak belukar 0,351, pantai 0,319, hutan 0,318 dan persawahan 0,302. Indeks keragaman larva Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin tertinggi di area permukiman sebesar 0,542, selanjutnya persawahan 0,357, semak belukar 0,255, pantai 0,231 dan hutan 0,00 (Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Indeks Keragaman Larva Anopheles spp. Berdasarkan Area Tata Guna Lahan di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan dan Padangcermin, Pesawaran, Agustus 2008 - September 2009
No Area Tata Guna Lahan
Indeks Keragaman Rajabasa Padangcermin 1 Permukiman 0,631 0,542 2 Persawahan 0,302 0,357 3 Semak belukar 0,351 0,255 4 Hutan 0,318 0 5 Pantai 0,319 0,392
Keragaman larva Anopheles spp. di daerah permukiman Rajabasa dan Padangcermin lebih tinggi dibandingkan dengan area tata guna lahan lainnya, disebabkan sifat antropofilik nyamuk. Nyamuk banyak berkumpul di lingkungan permukiman yang terdapat banyak manusia, untuk mendapatkan darah guna pematangan telur dan kelangsungan hidupnya. Nyamuk betina memerlukan gula sebagai sumber energi (Koella dan Sorensen 2002), nyamuk betina juga membutuhkan darah untuk proses pematangan telur (Clements 1999), sehingga nyamuk terbang mendatangi sumber darah yaitu manusia atau binatang berdarah panas. Clements (1999) menyatakan nyamuk tertarik pada CO2 yang merupakan
hasil proses pernapasan manusia atau binatang. Sementara itu Reisent et al. (2002) melaporkan di New Jercy California nyamuk juga tertarik pada cahaya, sehingga di wilayah permukiman nyamuk akan lebih banyak berkumpul karena terdapat lebih banyak CO2 dan cahaya. Hakim dan Sugianto (2009) melaporkan
ada hubungan bermakna antara kepadatan penduduk dengan kepadatan populasi
A. sundaicus di Sukaresik Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Hal ini disebabkan
semakin banyak penduduk, volume CO2
Keberadaan habitat perkembangbiakan larva Anopheles dapat meningkatkan keragaman nyamuk. Di lingkungan permukiman banyak terdapat kobakan, kubangan, kolam dan bak air sehingga Anopheles lebih bervariasi jenisnya,
yang dihasilkan semakin besar, sehingga nyamuk lebih banyak berkumpul.
sedangkan di lingkungan hutan Kecamatan Padangcermin jarang ditemukan perairan yang dapat berfungsi sebagai habitat perkembangbiakan sehingga tidak ditemuka n larva Anopheles.
Hasil perhitungan statistik pada α = 0,05 menunjukkan ada perbedaan bermakna keragaman larva Anopheles spp. pada wilayah tata guna lahan yang berbeda, baik di Rajabasa (p = 0,003) maupun di Padangcermin (p = 0,026) (Tabel 4.3). Keragaman Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p = 0,345) (Tabel 4.3).
Keragaman Anopheles tidak berbeda antara wilayah Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin, karena karakteristik ke dua wilayah hampir sama. Kedua kecamatan sama-sama terletak pada wilayah yang berbatasan dengan pantai, mempunyai suhu dan kelembaban yang relatif tinggi. Rawa-rawa, lagun dan area pertambakan banyak terdapat di kedua kecamatan. Di Kecamatan Rajabasa tambak berupa bak yang digunakan untuk pemeliharaan benur udang, sedangkan di Kecamatan Padangcermin jenis tambak yang ada digunakan untuk pembesaran, dengan spesies terbanyak yang sama, yaitu A. sundaicus.
Adanya perbedaan indeks keragaman di antara wilayah tata guna lahan yang berbeda, dikarenakan adanya perbedaan jumlah spesies dan spesies terbanyak. Hasil ini serupa dengan pengamatan Hans et al. (2002) bahwa perubahan pemanfaatan hutan akibat aktifitas ekonomi di Thailand dapat meningkatkan heterogenitas lansekap, yang mengakibatkan penurunan keragaman jenis
Anopheles. Sementara itu di Provinsi Chantaburi Thailand Kaew et al. (2000)
melaporkan ada korelasi antara penutupan lahan hutan dengan kejadian malaria. Di Provinsi tersebut pada tahun 1985 kasus malaria ditemukan sebanyak 100.000 penduduk dengan luas hutan 85334 Ha, kasus ini menurun 22 % seiring dengan penurunan luas hutan menjadi 48.549 Ha pada tahun 1991.
Tabel 4.3 Perbedaan Indeks Keragaman Larva Anopheles spp. pada Tata Guna Lahan yang Berbeda di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan dan Padangcermin, Pesawaran, Agustus 2008 - September 2009
No Variabel Nilai p (α=0,05)
1 Indeks keragaman Anopheles spp. pada area tata guna lahan yang berbeda di Rajabasa
0,003*
2 Indeks keragaman Anopheles spp. pada area tata guna lahan yang berbeda di Padangcermin
0,026*
3 Perbedaan indeks keragaman Anopheles spp. di Rajabasa dan Padangcermin
0,345
Ket : * = terdapat perbedaan bermakna
4.2 Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp.
4.2.1 Jenis-jenis Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp.
Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. yang ditemukan di Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin sebanyak 13 jenis, 10 di antaranya di Kecamatan Rajabasa dan 11 di Kecamatan Padangcermin (Tabel 4.4). Habitat perkembangbiakan larva Anopheles yang ditemukan di Kecamatan Rajabasa yaitu sawah, parit, kobakan, kolam, kubangan, lagun, rawa-rawa, bak benur terbengkalai, bak air dan sumur (Gambar 4.2), sedangkan di Kecamatan Padangcermin yaitu tambak terbengkalai, sumur, sawah, kobakan, kolam, parit, kubangan, lagun, rawa-rawa, sungai dan saluran irigasi (Gambar 4.3).
Tabel 4.4 Jenis-jenis Habitat Perkembangbiakan dan Sebaran Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan dan Padangcermin Pesawaran, Agustus - September 2008
No Jenis habitat Spesies Anopheles
Rajabasa Padangcermin
1 Tambak terbengkalai Tidak ditemukan
tambak
A. sundaicus, A. barbirmaostris, A. subpictus, A. indefinitus
2 Bak benur terbengkalai A. sundaicus,
A. indefinitus
Tidak ditemukan bak benur 3 Kolam A. sundaicus, A. barbirostris, A. annularis, A. aconitus, A. vagus, A. subpictus A. barbirostris, A. kochi, A. vagus, A. maculatus 4 Lagun A. annularis, A. vagus A. sundaicus 5 Rawa-rawa A. sundaicus, A. barbirostris, A. aconitus, A. vagus, A.subpictus A. sundaicus, A. vagus, A. subpictus 6 Parit A. barbirostris, A. annularis, A. minimus, A. kochi, A. aconitus, A. vagus A. barbirostris, A. vagus 7 Sungai 0 A. vagus 8 Sawah A. annularis, A. kochi, A. aconitus, A. vagus, A. subpictus A. barbirostris, A. aconitus, A. vagus
9 Saluran irigasi 0 A. barbirostris,
A. vagus 10 Sumur A. sundaicus, A. annularis, A. kochi, A. vagus A. sundaicus, A. vagus
11 Kubangan A. vagus A. barbirostris,
A. vagus 12 Kobakan A. barbirostris, A. minimus, A. vagus A.sundaicus, A.barbirostris, A.kochi, A. tessellatus, A.vagus
13 Bak air A. sundaicus,
A. barbirostris, A. tessellatus, A. vagus
1) Bak benur terbengkalai 2) Kolam 3) Lagun
4) Rawa-rawa 5) Parit 6) Sawah
7) Sumur 8) Kubangan 9) Kobakan
10) Bak air
Gambar 4.2 Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus - September 2008
1) Tambak terbengkalai 2) Kolam 3) Lagun
4) Rawa-rawa 5) Parit 6) Sungai
7) Sawah 8) Saluran irigasi 9) Sumur
10) Kubangan 11) Kobakan
Gambar 4.2 Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, Agustus - September 2008
Larva A. sundaicus sebagai spesies terbanyak di Kecamatan Rajabasa ditemukan pada habitat bak benur terbengkalai, rawa-rawa, kolam, sumur dan bak air, sedangkan di Kecamatan Padangcermin pada habitat tambak terbengkalai, lagun, rawa-rawa, sumur, kobakan dan bak air. Larva A. subpictus di Rajabasa ditemuka n pada habitat kolam, rawa-rawa dan sawah, sedangkan di Padangcermin pada habitat tambak terbengkalai dan rawa-rawa. Larva A. vagus di Rajabasa ditemuka n pada habitat kolam, lagun, rawa-rawa, parit, sawah, sumur, kubangan, kobakan dan bak air, sedangkan di Padangcermin pada habitat kolam, rawa-rawa, parit, sungai, sawah, saluran irigasi, sumur, kubangan dan kobakan. Larva A.
kochi di Rajabasa ditemukan pada habitat sawah dan sumur, sementara itu di
Padangcermin pada habitat kolam dan kobakan. Larva A. annularis hanya ditemukan di Kecamatan Rajabasa pada habitat kolam, sawah, lagun dan kubangan. Larva A. aconitus di Rajabasa ditemukan pada habitat kolam, rawa-rawa dan parit, sedangkan di Padangcermin pada habitat sawah. Larva A.
barbirostris di Rajabasa ditemukan pada habitat rawa-rawa, kobakan, bak air dan
kolam, sedangkan di Padangcermin pada habitat kolam, parit, sawah, saluran irigasi, kubangan dan kobakan. Larva A. tessellatus di Rajabasa ditemukan pada habitat bak air, sementara itu di Padangcermin pada habitat kobakan. Larva A.
minimus hanya ditemukan di Rajabasa pada habitat kobakan. Larva A. indefinitus
di Rajabasa ditemukan pada habitat bak benur terbengkalai, sedangkan di Padangcermin pada tambak terbengkalai. Larva A. maculatus hanya ditemukan di Padangcermin pada habitat kolam (Tabel 4.4).
Larva A. sundaicus sebagian besar ditemukan pada habitat yang berbeda antara di Rajabasa dan Padangcermin. Di Rajabasa A. sundaicus banyak ditemukan pada habitat bak benur terbengkalai, sedangkan di Padangcermin pada tambak terbengkalai. Meskipun berbeda, namun kedua habitat tersebut banyak menyediakan sumber makanan bagi larva Anopheles. Sumber makanan larva yang diperkirakan ada di bak benur adalah sisa-sisa plankton pakan benur. Adapun sumber makanan larva Anopheles pada habitat tambak benur terbengkalai adalah plankton hasil pembusukan lumut. Lumut dan tumbuhan air lainnya yang membusuk di sekitarnya banyak ditemukan plankton (Rao 1981).
4.2.2 Luas, Ketinggian dan Kedalaman Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp.
Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa luasanya antara 1-120.000 m2, kedalaman antara 1-200 cm dan ketinggian antara 9-139 mdpl. Larva A. sundaicus sebagai spesies terbanyak ditemukan pada habitat dengan luas antara 2-2.000 m2, kedalaman antara 10-200 cm, dan ketinggian antara 9-100 mdpl. Habitat larva A. sundaicus terkecil adalah sumur dengan luas 2 m2, sedangkan terluas adalah rawa-rawa dengan luas 2.000 m2
Luasan habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin bervariasi antara 0,5-50.000 m
. Sembilan spesies
Anopheles lain nya bervariasi luas, tinggi dan kedalaman habitatnya (Tabel 4.5).
2
Larva A. sundaicus ditemukan maksimal pada ketinggian 100 mdpl di Rajabasa dan 64 m dpl di Padangcermin. Di hampir seluruh wilayah Indonesia, lingkungan pantai dengan ketinggian 0-200 mdpl banyak ditemukan larva A.
sundaicus dan A. subpictus (Depkes 2010). Pada wilayah tersebut banyak terdapat
rawa-rawa, lagun dan tambak yang merupakan habitat potensial vektor malaria di wilayah pantai.
, kedalaman antara 5-300 cm dan ketinggian antara 9-64 mdpl. Larva A. sundaicus sebagai spesies terbanyak ditemukan pada habitat dengan luas 0,5-10.000 m², kedalaman 5-300 cm, dan ketinggian 9-64 mdpl (Tabel 4.6). Kobakan dengan luasan 0,5 m² merupakan jenis habitat terkecil bagi A. sundaicus di Padangcermin, sedangkan tambak dengan luas hingga satu Ha adalah habitat terluas bagi A. sundaicus.
Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin mempunyai kedalaman relatif dangkal, antara 5-300 cm. Perairan yang dangkal terdapat persediaan oksigen cukup banyak, sehingga memudahkan hewan air berkembangbiak, termasuk plankton (Suwignyo 1989 dalam Susanna 2005). Plankton merupakan makanan larva Anopheles. Beberapa penelitian lain yang melaporkan larva Anopheles pada perairan dangkal, antara lain penelitian di Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang Jawa Barat larva A. sundaicus ditemuka n pada perairan dengan kedalaman air 15 cm, larva A. vagus dan A. kochi pada kedalaman air 10 cm (Mardiana et al. 2007). Larva A. barbirostris dan A.
aconitus di Langkap Jaya Kabupaten Sukabumi Jawa Barat ditemukan pada
perairan dengan kedalaman 5-10 cm (Munif et al. 2007). Larva A. farauti di Doro Halmahera Selatan terdapat pada perairan dengan kedalaman antara 5-120 cm (Mulyadi 2010).
Tabel 4.5 Luas, Ketinggian dan Kedalaman Habitat Perkembangbiakan Larva
Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus
- September 2008 No Spesies Anopheles Luas (m²) Ketinggian (mdpl) Kedalaman (cm) 1 A. sundaicus 1,5-2.000 9-100 10-200 2 A. subpictus 1,5-40.000 16-100 10-200 3 A. vagus 2-120.000 9-139 1-200 4 A. kochi 1-120.000 16-139 10-300 5 A. annularis 4-120.000 9-139 10-200 6 A. aconitus 10-120.000 16-139 10-200 7 A. barbirostris 2-500 18-124 1-200 8 A. tessellatus 2-6 23-27 100-200 9 A. minimus 2-500 22-117 1-100 10 A. indefinitus 2 15 10
Tabel 4.6 Luas, Ketinggian dan Kedalaman Habitat Perkembangbiakan Larva
Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, Agustus -
September 2008 No Spesies Anopheles Luas (m²) Ketinggian (mdpl) Kedalaman (cm) 1 A. sundaicus 0,5-10.000 9-64 5-300 2 A. barbirostris 0,5-10.000 9-64 5-300 3 A. vagus 0,5-50.000 14-46 5-300 4 A. subpictus 1-10.000 9-25 20-200 5 A. kochi 0,5-60 14-64 5-300 6 A. maculatus 4-60 14-46 50-150 7 A. indefinitus 24-10.000 9-25 20-150 8 A. aconitus 60-50.000 16-28 10-15 9 A. tessellatus 10 21 5
4.2.3 Dasar Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp.
Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin sebagian besar ditemukan pada perairan dengan dasar lumpur (Tabel 4.7 dan Tabel 4.8). Hal ini disebabkan pada perairan dengan dasar lumpur banyak terdapat tumbuhan air, seperti ganggang, lumut, rumput, teratai, kangkung, lompong dan pakis. Tumbuhan dapat digunakan sebagai tempat persembunyian larva Anopheles dari serangan hewan predator, selain itu tumbuhan air juga menyediakan mikro dan makro fauna yang penting untuk kehidupan larva Anopheles. Beberapa penelitian lain yang melaporkan larva Anopheles pada perairan dengan dasar lumpur antara lain di Langkap Jaya Kabupaten Sukabumi Jawa Barat sawah dengan dasar lumpur merupakan habitat A. vagus, A. barbirostris dan A. aconitus, saluran irigasi habitat A. vagus dan A. aconitus, kubangan habitat A. barbirostri dan A.
maculatus serta bekas tapak kaki habitat A. kochi (Munif et al. 2007). Selain itu di
Sayong Kabupaten Lombok NTB larva A. subpictus ditemukan pada habitat dengan dasar lumpur, yaitu tambak, sungai dan saluran irigasi, sedangkan di Longlongan pada habitat sawah, sungai, kobakan air dan saluran irigasi (Sukowati 2000). Di Mayong Kabupaten Jepara Jawa Tengah larva Anopheles spp. ditemukan pada habitat sawah, sungai dan kobakan/bekas telapak kaki dengan dasar tanah (Mardiana et al. 2005). Di Doro Halmahera Selatan larva A. farauti juga ditemukan pada habitat kolam dengan dasar lumpur (Mulyadi 2010).
Tabel 4.7 Dasar Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus - September 2008
No Spesies Anopheles Dasar perairan
1 A. sundaicus Lumpur (41%), pasir (6%) dan semen (54%)
2 A. subpictus Lumpur (79%) dan semen (31%)
3 A. vagus Lumpur (82%), pasir (6%) dan batu sedang
(12%)
4 A. kochi Lumpur (100%)
5 A. annularis Lumpur (81%), pasir (12%) dan batu sedang
(7%)
6 A. aconitus Lumpur (92%) dan batu sedang (8%)
7 A. barbirostris Lumpur (100%)
8 A. tessellatus Semen (100%)
9 A. minimus Lumpur (76%) , pasir (8%) dan batu sedang
(16%)
10 A. indefinitus Semen (100%)
Tabel 4.8 Dasar Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, Agustus - September 2008
No Spesies Anopheles Dasar perairan
1 A. sundaicus Lumpur (67%), pasir (25%) dan semen (8%)
2 A. barbirostris Lumpur (78%), pasir (17%) dan semen (5%)
3 A. vagus Lumpur (90%), pasir (6%) dan semen (4%)
4 A. subpictus Lumpur (63%) dan pasir (37%)
5 A. kochi Lumpur (82%) dan semen (18%)
6 A. maculatus Lumpur (100%)
7 A. indefinitus Lumpur (78%) dan pasir (22%)
8 A. aconitus Lumpur (100%)
4.2.4 Salinitas, Suhu dan pH Air pada Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp.
Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa ditemuka n pada hábitat dengan suhu air 26-34 ºC, salinitas 0-11 ‰ dan pH air 6-7 (Tabel 4.9), sedangkan di Kecamatan Padangcermin ditemukan pada suhu air 26-40 ºC, salinitas 0-34 ‰ dan pH air 5,2-8,5 (Tabel 4.10). Larva A. sundaicus di Kecamatan Padangcermin terdapat pada perairan dengan salinitas 0-34 ‰ (Tabel 4.9), sedangkan di Kecamatan Rajabasa ditemukan pada salinitas 0-11 ‰ (Tabel 4.10). Kondisi suhu dan pH di kedua wilayah relatif sama untuk kehidupan larva Anopheles, namun ada perbedaan pada kondisi salinitas. Salinitas di Padangcermin relatif lebih tinggi sebesar 0-34 ‰ dibandingkan di Rajabasa sebesar 0-11 ‰. Hal ini disebabkan jenis habitat yang ada di Padangcermin banyak ditemukan perairan yang berbatasan dengan pantai, seperti tambak terbengkalai dan rawa-rawa. Pada habitat tersebut pasang air laut menggenangi perairan sehingga salinitas air lebih tinggi.
Derajat keasaman (pH) habitat larva Anopheles spp. di Rajabasa dan Padangcermin bervariasi dengan rentang 5,2-8,5. Kondisi ini merupakan habitat yang banyak ditemukan hewan air untuk bereproduksi. Derajat keasaman air yang kondusif bagi hewan air untuk bereproduksi adalah 6,5-9 (Swingle 1961 dalam Boyd 1990). Beberapa penelitian lain yang hasilnya serupa dengan hasil penelitian ini antara lain penelitian di Jengkalang Flores larva A. subpictus dan A.
aconitus ditemuka n hidup di perairan dengan pH 4,5-7,0 (Hoedojo 1992 dalam
Mulyadi 2010). Di Bengal India larva A. sundaicus ditemuka n pada perairan dengan pH 7,7-8,5 atau rata-rata 8,2 (Sent 1938 dalam Rao 1981). Sementara itu di Mae Sot Thailand larva A. dirus, A. minimus, A. maculatus, A. kochi, A.
jamesii, A. peditaeniatus, A. barbirostris, A. campestris dan A. vagus
pertumbuhannya berhubungan dengan pH air. Larva tersebut tumbuh optimal pada kisaran pH 4-8. Pada pH kurang dari empat dan lebih dari delapan jarang ditemuka n larva Anopheles (Kengluecha et al. 2005).
Setiap jenis Anopheles memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda-beda terhadap derajat salinitas air. Salinitas optimum perkembangan A. sundaicus di
Indonesia adalah 12-18 ‰, dan tidak dapat berkembang pada salinitas 40 ‰ ke atas (Bonne-Wepster dan Swellengrebel 1953). Hasil penelitian lain yang serupa dengan hasil penelitian ini antara lain di Bangsring Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur larva A. sundaicus ditemukan pada perairan dengan salinitas 0-4 ‰, sedangkan di Panggul Kabupaten Trenggalek ditemuka n pada salinitas air 9 ‰ (Mardiana et al. 2002). Sementara itu Sukowati (2000) melaporkan A. subpictus di Sayong Lombok NTB ditemukan pada habitat dengan salinitas 5-35 ‰, sedangkan di Longlongan kisaran salinitas 10-35 ‰.
Tabel 4.9 Salinitas, Suhu dan pH Air pada Habitat Perkembangbiakan Larva
Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus -
September 2008
No Spesies Anopheles Salinitas air (‰) Suhu air (ºC) pH air
1 A. sundaicus 0-11 26-34 6-7 2 A. subpictus 0-6 26-32 6-7 3 A. vagus 0-1 27-32 6-7 4 A. kochi 0 27-32 6,2-7 5 A. annularis 0-1 27-31 6,2-7 6 A. aconitus 0 27-32 6-7 7 A. barbirostris 0-5 27-32 6-7 8 A. tessellatus 0 27-32 6-6,5 9 A. minimus 0 27-30 6,5-7 10 A. indefinitus 0 28 6,5
Tabel 4.10 Kondisi Salinitas, Suhu dan pH Air pada Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, Agustus - September 2008
No Spesies Anopheles Salinitas air (‰) Suhu air (ºC) pH air
1 A. sundaicus 0-34 26-40 5,2-8,5 2 A. barbirostris 0-16 27-40 5,2-8 3 A. vagus 0 27-38 5,2-9,5 4 A. subpictus 0-16 29-40 6,2-8,5 5 A. kochi 0 27-38 5,2-8 6 A. maculatus 0 27-38 5.8-7 7 A. indefinitus 0-16 29-40 6.2-8.5 8 A. aconitus 0 30-34 6.2-7 9 A. tessellatus 30-34 28-30 6,5-7
4.2.5 Arus Air Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp.
Larva Anopheles spp. sebagian besar ditemuka n hidup pada kondisi arus air yang tidak mengalir (0 m/menit) dan mengalir lambat (0,1-10 m/menit), baik di Kecamataran Rajabasa maupun Padangcermin. Hanya beberapa spesies ditemukan pada habitat yang mengalir sedang (10,1-25 m/menit). Larva
Anopheles tidak ditemukan pada perairan yang mengalir cepat (>25 m/menit)
(Tabel 4.11 dan Tabel 4.12). Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan larva
Anopheles melawan arus air. Pada umumnya hewan air dengan tulang belakang
yang kuat yang mampu mencari makan pada perairan deras, sedangkan larva
Anopheles tidak memiliki tulang belakang.
Pengamatan serupa dilakukan di Doro Halmahera Selatan dengan hasil bahwa larva Anopheles ditemukan pada perairan yang tidak mengalir dan mengalir lambat. Larva A. farauti ditemukan pada habitat tidak mengalir antara lain di parit, kobakan, kubangan, kolam, sumur dan kali. Adapun sungai yang mengalir lambat ditemukan larva A. farauti, A. punctulatus, A. vagus dan A.
Tabel 4.11 Arus Air pada Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus - September 2008
No Spesies Anopheles Arus air
1 A. sundaicus Tidak mengalir (66%) dan mengalir lambat
(34%)
2 A. subpictus Tidak mengalir (69%) dan mengalir lambat
(31%)
3 A. vagus Tidak mengalir (76%) dan mengalir lambat
(24%)
4 A. kochi Tidak mengalir (68%), mengalir lambat (27%)
dan mengalir sedang (5%)
5 A. annularis Tidak mengalir (72%), mengalir lambat (21%)
dan mengalir sedang (7%)
6 A. aconitus Tidak mengalir (68%) , mengalir lambat (24%)
dan mengalir sedang (8%)
7 A. barbirostris Tidak mengalir (53%), mengalir lambat (42%)
dan mengalir sedang (5%)
8 A. tessellatus Tidak mengalir (78%) dan mengalir lambat
(22%)
9 A. minimus Tidak mengalir (89%) dan mengalir sedang
(11%)
Tabel 4.12. Arus Air pada Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, Agustus - September 2008
No Spesies Anopheles Arus air
1 A. sundaicus Tidak mengalir (63%) dan mengalir lambat
(37%)
2 A. barbirostris Tidak mengalir (57%), mengalir lambat (37%)
dan mengalir sedang (6%)
3 A. vagus Tidak mengalir (68%) , mengalir lambat (24%)
dan mengalir sedang (8%)
4 A. subpictus Tidak mengalir (67%) dan mengalir lambat
(33%)
5 A. kochi Tidak mengalir (77%) dan mengalir lambat
(23%)
6 A. maculatus Tidak mengalir (75%) dan mengalir lambat
(25%)
7 A. indefinitus Tidak mengalir (69%) dan mengalir lambat
(31%)
8 A. aconitus Tidak mengalir (100%)
9 A. tessellatus Tidak mengalir (100%)
4.2.6 Keberadaaan Gulma Air pada Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp.
Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa ditemukan pada perairan yang ada maupun tidak ada gulma air, yaitu A. sundaicus, A. subpictus, A. vagus, A.
kochi, A. annularis, A. aconitus dan A. barbirostris. Sementara itu larva A. tessellatus hanya ditemukan pada perairan yang tidak terdapat gulma air,
sedangkan larva A. minimus dan A. indefinitus hanya ditemukan pada perairan yang terdapat gulma air (Tabel 4.13). Di Kecamatan Padangcermin hanya larva A.
indefinitus dan A. tesselatus yang ditemukan pada perairan yang terdapat gulma
kochi, A. maculatus dan A. aconitus ditemukan pada perairan yang terdapat atau
tidak terdapat gulma air (Tabel 4.14).
Gulma air pada habitat larva Anopheles spp. di Rajabasa dan Padangcermin bervariasi, antara lain lumut (Spirogyra), ganggang (Enteromorpha sp. dan
Heteromorpha sp.), rumput (Imperata sp.), teratai (Nymphaea alba), kangkung
(Ipomoea aquatica), lompong (Caladium bicolor) dan pakis (Alsophila glauca). Tinggi gulma air antara 1-80 cm, dengan kerapatan jarang, sedang, rapat ataupun sangat rapat (Tabel 4.13 dan 4.14). Gulma air pada habitat sangat berperan terhadap keberadaan larva nyamuk Anopheles. Hal ini disebabkan gulma air dapat berfungsi sebagai tempat menambatkan diri bagi larva nyamuk sewaktu istirahat di permukaan air dan tempat berlindung dari serangan predator. Ganggang dan gulma air lainnya yang membusuk di permukaan air sangat membantu perkembangan larva, karena mikrofauna dan mikroflora sebagai bahan makanan larva di sekitar tanaman (Rao 1981).
Tabel 4.13 Gulma Air pada Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus - September 2008
No Spesies
Anopheles Gulma air
Tinggi gulma air
(cm)
Rapatan gulma air 1 A. sundaicus Spirogyra, Enteromorpha
sp., Heteromorpha sp.,
Imperata sp., Ipomoea aquatica,
1-60 Jarang, sedang, rapat
2 A.subpictus Spirogyra, Enteromorpha
sp., Heteromorpha sp., Imperata sp., Ipomoea aquatica, 1-60 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat
3 A.vagus Spirogyra, Enteromorpha
sp., Heteromorpha sp., Imperata sp., Ipomoea aquatica, 1-80 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat
4 A.kochi Imperata sp. 1-80 Jarang,
sedang, rapat, sangat rapat 5 A.annularis Imperata sp., Ipomoea
aquatica, Caladium bicolor 1-80 Jarang, sedang dan rapat 6 A.aconitus Spirogyra, Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Imperata sp., Ipomoea aquatica, Caladium bicolor, 1-80 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat
7 A.barbirostris Spirogyra, Enteromorpha
sp., Heteromorpha sp., Imperata sp., Ipomoea aquatica, Caladium bicolor, 1-20 Jarang, sedang, rapat
8 A.tessellatus Tidak ada - -
9 A.minimus Imperata sp. 1-20 Jarang,
sedang, rapat 10 A.indefinitus Spirogyra, Enteromorpha
sp., Heteromorpha sp.
1 Sedang
Ket : Spirogyra (lumut), Enteromorpha sp. (ganggang sutera), Heteromorpha sp. (ganggang perut ayam), Imperata sp. (rumput), Ipomoea aquatica (kangkung) dan Caladium bicolor (lompong).
Tabel 4.14 Gulma Air pada Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, Agustus - September 2008 No Spesies
Anopheles
Gulma air Tinggi
gulma air (cm)
Rapatan gulma air 1 A.sundaicus Spirogyra, Enteromorpha
sp., Heteromorpha sp., Imperata sp., Ipomoea aquatica 1-80 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat
2 A.barbirostris Spirogyra, Enteromorpha
sp., Heteromorpha sp.,
Imperata sp., Ipomoea aquatica, Nymphaea alba, Alsophila glauca
1-80 Jarang, sedang, rapat
3 A.vagus Spirogyra, Enteromorpha
sp., Heteromorpha sp.,
Imperata sp, Ipomoea aquatica, Nymphaea alba, Alsophila glauca,
1-50 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat
4 A.subpictus Spirogyra, Enteromorpha
sp., Heteromorpha sp., Imperata sp., Ipomeoa aquatica 1-50 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat
5 A.kochi Spirogyra, Enteromorpha
sp., Heteromorpha sp.,
Imperata sp., Ipomoea aquatica, Nymphaea alba, Caladium bicolor,
Alsophila glauca,
1-60 Jarang, rapat
6 A.maculatus Spirogyra, Enteromorpha
sp., Heteromorpha sp.,
Imperata sp., Nymphaea alba, Alsophila glauca,
1-50 Jarang, rapat 7 A.indefinitus Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Imperata sp. 1-50 Jarang, sedang, rapat
8 A.aconitus Imperata sp. 1-20 Rapat
9 A.tesselatus Imperata sp. 80 Sedang
Ket : Spirogyra (lumut), Enteromorpha sp. (ganggang sutera), Heteromorpha sp. (ganggang perut ayam), Imperata sp. (rumput), Ipomoea aquatica (kangkung), Nymphaea alba (teratai), Caladium bicolor (lompong) dan
4.2.7 Tambak Benur Sebagai Habitat Perkembangbiakan Larva A. sundaicus
Tambak benur terbengkalai merupakan habitat utama larva A. sundaicus, hanya ditemukan di Kecamatan Rajabasa. Tambak benur ditemukan berjumlah 18 buah. Setiap lokasi tambak terdapat beberapa bak benur, antara 4-46 bak, dengan jumlah total bak benur sebanyak 229 buah (Tabel 4.15). Sebagian bak digunakan untuk memelihara benur dan sebagian lagi terbengkalai menjadi habitat larva A.
sundaicus.
Tabel 4.15 Tambak Benur yang Ditemukan Larva A. sundaicus di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan
Tambak
Bak terbengkalai Bak terpakai
Jumlah (%) (+) larva (%) (-) larva (%) (+) larva (%) (-) larva (%) Tambak 1 1 (6,7) 0 (0) 0 (0) 14 (93,3) 15 (100) Tambak 2 - - 0 (0) 8 (100) 8 (100) Tambak 3 - - 0 (0) 10 (100) 10 (100) Tambak 4 - - 0 (0) 12 (100) 12 (100) Tambak 5 - - 0 (0) 8 (100) 8 (100) Tambak 6 - - 1 (6,3) 15 (93,7) 16 (100) Tambak 7 1 (8,3) 0 (0) 0 (0) 11 (91,7) 12 (100) Tambak 8 - - 0 (0) 10 (100) 10 (100) Tambak 9 1 (10) 0 (0) 0 (0) 9 (90) 10 (100) Tambak 10 0 (0) 15 (100) - - 15 (100) Tambak 11 - - 0 (0) 10 (100) 10 (100) Tambak 12 - - 0 (0) 4 (100) 4 (100) Tambak 13 - - 0 (0) 8 (100) 8 (100) Tambak 14 - - 0 (0) 46 (100) 46 (100) Tambak 15 - - 0 (0) 10 (100) 10 (100) Tambak 16 0 (0) 11 (100) - - 11 (100) Tambak 17 - - 0 (0) 12 (100) 12 (100) Tambak 18 - - 0 (0) 12 (100%) 12 (100) Jumlah 3 (1,3) 26 (11,4) 1(0,4) 199 (86,9) 229 (100) Keterangan :
Bak benur terbengkalai merupakan habitat utama A. sundaicus di Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan. Bak benur terbengkalai yang tidak ditemukan larva Anopheles karena dimanfaatkan untuk memelihara ikan. Sementara itu bak benur produktif yang ditemuka n larva A. sundaicus adalah yang digunakan untuk memelihara plankton pakan benur. Bak plankton produktif ditemuka n larva A. sundaicus, hal ini disebabkan plankton merupakan sumber makanan larva Anopheles. Bak yang produktif untuk memelihara benur tidak menjadi habitat larva A. sundaicus.
Bak benur sebagai habitat larva A. sundaicus memiliki karakteristik air pH kisaran 6,2-7, salinitas kisaran 0-9 ‰, suhu kisaran 29-34 0
Bak benur terbengkalai dapat menjadi habitat larva Anopheles, karena bak diisi air dan ditumbuhi lumut. Bak diisi air supaya tidak retak, namun disisi lain menjadi media A. sundaicus untuk berkembangbiak. Pada saat bak produktif, benur dipelihara dengan makanan plankton. Sebagian plankton masih tertinggal di dalam bak pada saat bak terbengkalai. Bak terbengkalai dengan kondisi air payau, terdapat lumut dan sisa plankton pakan benur merupakan habitat yang disenangi larva A. sundaicus.
C, 50 % terdapat sampah, 50 % terdapat gulma air dan 25% terdapat ikan (Tabel 4.16).
Tabel 4.16 Karakteristik Bak Benur Sebagai Habitat Perkembangbiakan Larva
A. sundaicus di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan Lokasi Bak Status Bak pH Salinitas (‰) Suhu Air (o Serasah C) Gulma air Ikan Tambak 1 Terbengkalai 7 0 29 + + + Tambak 6 Terpakai sebagai bak plankton 7 11 32 + - - Tambak 7 Terbengkalai 7 0 32 - + - Tambak 9 Terbengkalai 6,2 5 34 - - -
Hasil perhitungan tingkat risiko didapat nilai OR = 20,7, artinya bak yang terbengkalai mempunyai risiko 20,7 kali lebih tinggi sebagai habitat perkembangbiakan larva A. sundaicus, dibandingkan dengan bak yang terpakai memelihara benur (Tabel 4.17). Hal ini menunjukkan bahwa bak yang terbengkalai berpotensi menjadi habitat perkembangbiakan larva A. sundaicus. Di wilayah tambak benur, larva A. sundaicus hanya ditemukan pada habitat bak yang dasarnya tidak langsung berhubungan dengan tanah. Larva ini tidak ditemukan pada kobakan atau kolam di sekitar tambak. Plankton yang tertinggal di dalam bak, menjadi daya tarik A. sundaicus meletakkan telur untuk mempertahankan generasinya.
Tabel 4.17 Faktor Risiko Bak Benur Terbengkalai Sebagai Habitat Larva A.
sundaicus di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan
Bak Keberadaan larva Total OR Positif Negatif Terbengkalai (tdk produktif) 3 (10,3%) 26 (89,7%) 29 (100%) 20,7 Terpakai (produktif) 1 (0,5%) 199 (99,5%) 200 (100%)
Tabel 4.18 Faktor Risiko Serasah, Gulma Air dan Ikan pada Bak Terbengkalai Sebagai Habitat Larva A. sundaicus di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan
Faktor Risiko Keberadaan larva Total OR Positif Negatif
Serasah Ada 1 (12,5%) 7 (87,5%) 8 (100%) 1,3 Tidak ada 2 (9,5%) 19 (90,5%) 21 (100%)
Gulma air Ada 2 (33,3%) 4 (66,7%) 6 (100%) 7,7 Tidak ada 1 (4,3%) 22 (95,7%) 23 (100%)
Ikan Tidak ada 2 (11,8%) 15 (88,2%) 17 (100%) 1,4 Ada 1 (8,3%) 11 (91,7%) 12 (100%)
Keberadaan serasah pada bak terbengkalai meningkatkan risiko sebagai habitat larva A. sundaicus 1,3 lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak terdapat sampah. Keberadaan gulma air (ganggang/lumut) meningkatkan risiko 7,7 lebih tinggi sebagai habitat larva A. sundaicus dibandingkan dengan tidak ada lumut. Keberadaan ikan pada bak benur yang terbengkalai menurunkan risiko 1,4 sebagai habitat larva A. sundaicus dibandingkan dengan yang tidak ada ikan (Tabel 4.18). Berdasarkan keterangan tersebut maka keberadaan gulma air merupakan faktor risiko tertinggi keberadaan larva A. sundaicus pada habitat bak terbengkalai. Hal ini dikarenakan, selain ganggang/lumut sebagai tempat persembunyian larva dari ikan pemangsa, lumut juga merupakan sumber makanan bagi larva. Ganggang dan lumut yang membusuk menyediakan mikrofauna dan mikroflora sebagai bahan makanan larva (Rao 1981).
4.2.8 Tambak Terbengkalai Sebagai Habitat Perkembangbiakan Larva A. sundaicus
Tambak terbengkalai hanya ditemukan di Kecamatan Padangcermin. Tambak ini merupakan habitat utama perkembangbiakan larva A. sundaicus. Karakteristik tambak terbengkalai di Padangcermin antara lain dasar perairan lumpur dan pasir, aliran air tidak mengalir dan mengalir lambat, terdapat gulma air, rapatan gulma air jarang, sedang dan rapat, tinggi gulma air 1-50 cm, tanaman sekitar berupa rerumputan dan semak, kedalaman 20-150 cm, luasnya 24-10.000 m², terdapat ikan kepala timah, mujair dan nila, serta bejarak 10-300 m dengan rumah terdekat.
Jumlah tambak terbengkalai yang ditemukan sebanyak tujuh buah, kecuali pada bulan Desember bertambah satu buah menjadi delapan buah. Hal ini dikarenakan pada bulan Desember curah hujan meningkat dibandingkan dengan bulan lainnya, tambak yang tadinya tertimbun lumpur dan ditumbuhi semak belukar menjadi lebih berair, kemudian menjadi habitat larva Anopheles.
Rata-rata suhu air tambak terbengkalai berkisar antara 28,43-34 ºC, rata-rata tertinggi pada bulan Mei-Juni sebesar 34 ºC dan terendah bulan November-Desember sebesar 28,43 ºC. Rata-rata suhu air polanya hampir mirip dengan
rata-rata kadar garam, terendah pada bulan November-Desember sebesar 11,29 ‰ dan tertinggi 13,71 ‰ pada bulan Mei. pH air tertinggi pada bulan November-Desember sebesar 7,56 dan terendah bulan Maret dan Juni sebesar 6,86 (Tabel 4.19). Hasil ini memberikan arti bahwa peningkatan suhu air berbanding lurus dengan kadar garam dan berbanding terbalik dengan pH air, pada saat suhu air meningkat kadar garam juga ikut meningkat, sebaliknya pH air menurun. Kondisi dengan karakteristik tersebut merupakan habitat yang disenangi oleh larva A.
sundaicus. Spesies ini tumbuh optimum pada suhu air 28-36 ºC (Epstein et al.
1998), salinitas optimum 12-18 ‰ (Bonne-Wepster 1953) dan pH optimum 7,7-8,5 (Rao 1981). Di area penelitian perubahan suhu, salinitas dan pH berkorelasi dengan hujan. Curah hujan yang tinggi menyebabkan suhu dan salinitas menurun, sedangkan pH naik. Hal ini dikarenakan penambahan volume air hujan menyebabkan pengenceran salinitas dan penurunan suhu air.
Rata-rata luas tambak terbengkalai yang ditemukan hampir sama setiap bulannya, kecuali pada bulan Desember. Pada bulan Desember tambak terbengkalai lebih luas sebesar 30,6 Ha, jika dibandingkan pada bulan lainnya sebesar 25,6 Ha. Hal ini disebabkan indeks curah hujan pada bulan Desember meningkat menjadi 22 ml per hari. Curah hujan yang meningkat menyebabkan peningkatan luasan habitat perkembangbiakan larva Anopheles, sehingga jumlah
A. sundaicus hinggap di badan juga meningkat pada bulan Desember sebesar 108
per orang per malam.
Tabel 4.19 Kondisi Suhu, Salinitas dan pH pada Tambak Terbengkalai di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran
Bulan Suhu air (ºC) Salinitas air (‰) pH air
Rentang Rata-rata Rentang Rata-rata Rentang Rata-rata
November 28-29 28,43 0-22 11,29 7-8 7,56 Desember 28-29 28,43 0-22 11,29 7-8 7,56 Januari 28-29 28,5 0-22 12,38 7-8 7,53 Februari 29-34 30,14 2-20 13,29 7-8 7,43 Maret 32-36 33,71 2-22 12,29 6-8 6,86 April 30-37 33,86 2-24 13,29 6-7 6,71 Mei 31-36 34 0-25 13,71 7 7 Juni 33-36 34 3-23 13,29 6,5-7 6,86
No Spesies
Anopheles Jenis habitat
Luas (m²) Dalam (cm) Tinggi (m dpl) Dasar perairan Suhu air (ºC) Salinitas
air (‰) pH air Arus air Gulma air
Tinggi gulma air (cm)
Rapatan gulma air 1 A.sundaicus Bak benur, kolam,
rawa-rawa, sumur, bak air 1,5-2.000 10-200 9-100 Lumpur (41%), pasir (6%), semen (54%) 26-34 0-11 6-7 Tidak mengalir (66%) dan mengalir lambat (34%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomoea aquatica 1-60 Jarang, sedang, rapat
2 A.subpictus Kolam, rawa-rawa, sawah 1,5-40.000 10-200 16-100 Lumpur (79%), semen (31%) 26-32 0-6 6-7 Tidak mengalir (69%) dan mengalir lambat (31%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomoea aquatica 1-60 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat
3 A.vagus Kolam, lagun, parit, sawah, sumur,
kubangan, kobakan, bak air, rawa-rawa 2-120.000 1-200 9-139 Lumpur (82%), pasir (6%), batu sedang (12%) 27-32 0-1 6-7 Tidak mengalir (76%) dan mengalir lambat (24%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomoea aquatica 1-80 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat
4 A.kochi Parit, sawah, sumur 1-120.000 10-300 16-139 Lumpur (100%) 27-32 0 6,2-7 Tidak mengalir (68%), mengalir lambat (27%) dan mengalir sedang (5%) Imperata sp. 1-80 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat
5 A.annularis Kolam, lagun, parit, sawah, kubangan 4-120.000 10-200 9-139 Lumpur (81%), pasir (12%), batu sedang (7%) 27-31 0-1 6,2-7 Tidak mengalir (72%), mengalir lambat (21%) dan mengalir sedang (7%) Imperata sp., Ipomoea aquatica, Caladium bicolor 1-80 Jarang, sedang, rapat
6 A.aconitus Kolam, rawa-rawa, parit, sawah 10-120.000 10-200 16-139 Lumpur (92%), batu sedang (8%) 27-32 0 6-7 Tidak mengalir (68%) , mengalir lambat (24%) dan mengalir sedang (8%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomoea aquatica, Caladium bicolor 1-80 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat
No Spesies
Anopheles Jenis habitat
Luas (m²) Dalam (cm) Tinggi (m dpl) Dasar perairan Suhu air (ºC) Salinitas
air (‰) pH air Arus air Gulma air
Tinggi gulma air (cm)
Rapatan gulma air 7 A.barbirostris Kolam, rawa-rawa,
parit, kobakan, bak air
2-500 1-200 18-124 Lumpur (100%) 27-32 0-5 6-7 Tidak mengalir (53%), mengalir lambat (42%) dan mengalir sedang (5%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomoea aquatica, Caladium bicolor 1-20 Jarang, sedang, rapat
8 A.tessellatus Bak air 2-6 100-200
23-27 Semen (100%) 27-32 0 6-6,5 Tidak mengalir (78%) dan mengalir lambat (22%)
Tidak ada - -
9 A.minimus Parit, kubangan 2-500 1-100 22-117 Lumpur (76%), pasir (8%), batu sedang (16%) 27-30 0 6,5-7 Tidak mengalir (89%) dan mengalir sedang (11%) Imperata sp. 1-20 Jarang, sedang, rapat
10 A.indefinitus Bak benur 2 10 15 Semen (100%) 28 0 6,5 Tidak mengalir (100%)
Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra
No Spesies
Anopheles Jenis Habitat
Luas (m²) Dalam (cm) Tinggi (m dpl) Dasar perairan Suhu air (ºC) Salinitas
air (‰) pH air Arus air Gulma air
Tinggi gulma air (cm)
Rapatan gulma air 1 A.sundaicus Tambak terbengkalai,
lagun, rawa-rawa, sumur, kobakan 0,5-10.000 5-300 9-64 Lumpur (67%), pasir (25%), semen (8%) 26-40 0-34 5,2-8,5 Tidak mengalir (63%) dan mengalir lambat (37%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomoea aquatica 1-80 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat
2 A.barbirostris Tambak terbengkalai, kolam, parit, sawah, saluran irigasi, kubangan, kobakan 0,5-10.000 5-300 9-64 Lumpur (78%), pasir (17%), semen (5%) 27-40 0-16 5,2-8 Tidak mengalir (57%), mengalir lambat (37%) dan mengalir sedang (6%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomoea aquatica, Nymphaea alba, Alsophila glauca 1-80 Jarang, sedang, rapat
3 A.vagus Kolam, rawa-rawa, parit, sungai, sawah, saluran irigasi, sumur, kubangan, kobakan 0,5-50.000 5-300 14-46 Lumpur (90%), pasir (6%), semen (4%) 27-38 0 5,2-9,5 Tidak mengalir (68%) , mengalir lambat (24%) dan mengalir sedang (8%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp, Ipomoea aquatica, Nymphaea alba, Alsophila glauca 1-50 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat
4 A.subpictus Tambak terbengkalai, rawa-rawa 1-10.000 20-200 9-25 Lumpur (59%), pasir (32%), semen(9%) 29-40 0-16 6,2-8,5 Tidak mengalir (67%) dan mengalir lambat (33%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomeoa aquatica 1-50 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat
5 A.kochi Kolam, kobakan 0,5-60 5-300 14-64 Lumpur (82%), semen (18%) 27-38 0 5,2-8 Tidak mengalir (77%) dan mengalir lambat (23%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomoea aquatica, Nymphaea alba, Caladium bicolor, Alsophila glauca 1-60 Jarang, rapat
No Spesies
Anopheles Jenis Habitat
Luas (m²) Dalam (cm) Tinggi (m dpl) Dasar perairan Suhu air (ºC) Salinitas
air (‰) pH air Arus air Gulma air
Tinggi gulma air (cm)
Rapatan gulma air 6 A.maculatus Kolam 4-60 50-150 14-46 Lumpur
(100%) 27-38 0 5.8-7 Tidak mengalir (75%) dan mengalir lambat (25%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Nymphaea alba, Alsophila glauca 1-50 Jarang, rapat
7 A.indefinitus Tambak terbengkalai, 24-10.000 20-150 9-25 Lumpur (78%), pasir (22%) 29-40 0-16 6.2-8.5 Tidak mengalir (69%) dan mengalir lambat (31%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Imperata sp. 1-50 Jarang, sedang, rapat 8 A.aconitus Sawah 60-50.000 10-15 16-28 Lumpur (100%) 30-34 0 6.2-7 Tidak mengalir (100%) Imperata sp. 1-20 Rapat
9 A.tessellatus Kobakan 10 5 21 Lumpur
(100%)
28-30 30-34 6,5-7 Tidak mengalir (100%)
4.3 Kepadatan Anopheles spp.
Nyamuk Anopheles spp. yang berkontak dengan manusia pada 15 dusun di Kecamatan Rajabasa sebanyak 10 spesies, yaitu A. sundaicus, A. vagus, A.
tessellatus, A. aconitus, A. subpictus, A. annularis, A. kochi, A. minimus, A. barbirostris dan A. maculatus. Nyamuk A. sundaicus ditemukan sebagai spesies
terbanyak, sebagaimana ditunjukkan oleh rata-rata angka hinggap di badan (MBR) sebesar 32,29 per orang per malam, melebihi spesies lainnya (Gambar 4.4). Pada 15 dusun di Kecamatan Padangcermin ditemukan sebanyak delapan spesies Anopheles yang berkontak dengan manusia, yaitu A. sundaicus, A.
subpictus, A. barbirostris, A. kochi, A. aconitus, A. tessellatus, A. vagus dan A. hyrcanus group. Nyamuk A. sundaicus juga ditemukan sebagai spesies terbanyak,
dengan rata-rata angka hinggap di badan (MBR) sebesar 54,26 per orang per malam, melebihi spesies lainnya (Gambar 4.5).
Gambar 4.4 Rata-rata Anopheles spp. Hinggap di Badan Per Orang Per Malam (MBR) pada 15 Dusun di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan
Gambar 4.5 Rata-rata Anopheles spp. Hinggap di Badan Per Orang Per Malam (MBR) pada 15 Dusun di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran Nyamuk A. sundaicus sebagai spesies terbanyak di wilayah pantai juga ditemuka n di beberapa daerah lain. Rosa et al. (2009) melaporkan A. sundaicus ditemuka n terbanyak di wilayah pantai Sukamaju Teluk Betung Bandar Lampung. Sementara itu A. sundaicus ditemukan terbanyak di Pantai Purwodadi Kabupaten Purworejo (Sukowati dan Shinta 2009). Nyamuk A. sundaicus banyak ditemukan di wilayah pantai karena banyak lagun, rawa-rawa dan tambak terbengkalai yang merupakan habitat potensial bagi larva A. sundaicus.
Rata-rata nyamuk A. sundaicus hinggap di badan lebih banyak di Padangcermin sebesar 54,26 per orang per malam dibandingkan dengan di Rajabasa sebesar 32,29 per orang per malam. Hal ini berkaitan dengan luasan habitat perkembangbiakan larva A. sundaicus. Semakin luas habitat perkembangbiakan larva, maka semakin tinggi kepadatan nyamuk hinggap di badan. Larva A. sundaicus di Padangcermin mempunyai habitat lebih luas dibandingkan dengan di Rajabasa. Di Padangcermin habitat utama larva A.
sundaicus berupa tambak terbengkalai yang luas keseluruhan mencapai 30,6 Ha,
sedangkan di Rajabasa habitat utama larva A. sundaicus adalah bak benur terbengkalai luasan total hanya 1,4 Ha.
4.3.1 Aktivitas A. sundaicus Menghisap Darah
Nyamuk A. sundaicus di Desa Canti Kecamatan Rajabasa hinggap di badan sepanjang malam, dengan puncak aktivitas pukul 03.00-04.00. Angka hinggap di badan per orang per jam (MHD) di luar rumah selalu lebih tinggi dengan rata-rata 2,78 per orang per malam dibandingkan dengan di dalam rumah dengan rata-rata 2,25 per orang per malam. (Gambar 4.6 dan Tabel 4.22). Seperti halnya di Desa Canti Kecamatan Rajabasa, di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin A.
sundaicus juga hinggap di badan sepanjang malam, jam 18.00-06.00, mencapai
puncaknya pada jam 02.00-03.00. Nyamuk ini hinggap di badan lebih banyak di luar rumah dengan rata-rata 4,81 per orang per malam dibandingkan dengan di dalam rumah dengan rata-rata 3,88 per orang per malam (Gambar 4.7 dan Tabel 4.23). 0 1 2 3 4 5 6 Jam pengamatan MH D MHD di luar rumah 1.77 1.4 1.31 1.76 2.32 2.72 3.51 3.89 4.05 5.23 3.47 1.89 MHD di dalam rumah 1.55 1.01 0.95 1.28 1.83 2.19 3.02 3.31 3.45 4.37 2.8 1.21 MHD Rata-rata 1.66 1.21 1.13 1.52 2.08 2.46 3.27 3.60 3.75 4.80 3.14 1.55 18-19 19-20 20-21 21-22 22-23 23-24 24-01 01-02 02-03 03-04 04-05 05-06
Gambar 4.6 Nyamuk A. sundaicus Hinggap di Badan Per Orang Per Jam (MHD) di Desa Canti Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, September 2008 - September 2009
Tabel 4.22 Jumlah Nyamuk A. sundaicus Hinggap di Badan di Desa Canti Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, September 2008 - September 2009
Jam Penangkapan Jumlah Nyamuk
Di Luar Rumah Di Dalam Rumah Total
18-19 276 242 518 19-20 218 158 376 20-21 204 148 353 21-22 275 200 474 22-23 362 285 647 23-24 424 342 766 24-01 548 471 1019 01-02 607 516 1123 02-03 632 538 1170 03-04 816 682 1498 04-05 541 437 978 05-06 295 189 484 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 Jam pengamatan MH D MHD di luar rumah 4.09 3.22 2.91 3.44 4.56 5.43 6.64 6.71 6.97 6.21 4.43 3.08 MHD di dalam rumah 3.66 2.71 2.31 2.76 3.78 4.48 5.21 5.49 5.69 4.99 3.33 2.12 MHD Rata-rata 3.88 2.97 2.61 3.10 4.17 4.96 5.93 6.10 6.33 5.60 3.88 2.60 18-19 19-20 20-21 21-22 22-23 23-24 24-01 01-02 02-03 03-04 04-05 05-06
Gambar 4.7 Nyamuk A. sundaicus Hinggap di Badan Per Orang Per Jam (MHD) di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, September 2008 - September 2009
Tabel 4.23 Jumlah Nyamuk A. sundaicus Hinggap di Badan di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, September 2008 - September 2009
Jam Penangkapan Jumlah Nyamuk
Di Luar Rumah Di Dalam Rumah Total
18-19 638 571 1209 19-20 502 423 925 20-21 454 360 814 21-22 537 431 967 22-23 711 590 1301 23-24 847 699 1546 24-01 1036 813 1849 01-02 1047 856 1903 02-03 1087 888 1975 03-04 969 778 1747 04-05 691 519 1211 05-06 480 331 811
Di Desa Canti Kecamatan Rajabasa dan di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin A. sundaicus hinggap di badan sepanjang malam mulai jam 18.00-06.00, kepadatan A. sundaicus di luar lebih tinggi dibandingkan di dalam rumah. Hal ini berarti potensi penularan malaria di Desa Canti Kecamatan Rajabasa dan Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin dapat berlangsung sepanjang malam, baik di luar maupun di dalam rumah, dengan puncak transmisi Plasmodium jam 03.00-04.00 di Canti dan jam 02.00-03.00 di Lempasing. Plasmodium ditularkan ke tubuh manusia lebih banyak terjadi di luar rumah dibandingkan di dalam rumah.
Nyamuk A. sundaicus hinggap di badan per orang per malam (MBR) sepanjang bulan, baik di Desa Canti Kecamatan Rajabasa maupun di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin. MBR tertinggi pada bulan November
sebesar 101 per orang per malam di Canti dan bulan Desember sebesar 108 per orang per malam di Lempasing (Gambar 4.8 dan Gambar 4.9).
Nyamuk A. sundaicus merupakan vektor malaria di Desa Canti Kecamatan Rajabasa dan Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin. Berdasarkan fluktuasi kepadatan A. sundaicus (Gambar 4.8 dan Gambar 4.9) dapat dinyatakan bahwa kasus malaria akan meningkat pada bulan November di Canti dan Desember di Lempasing, dengan anggapan daya tahan tubuh masyarakat stabil setiap bulan.
Gambar 4.8 Nyamuk A. sundaicus Hinggap di Badan Per Orang Per Malam (MBR) di Desa Canti Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, September 2008 - September 2009
Gambar 4.9 Nyamuk A. sundaicus Hinggap di Badan Per Orang Per Malam (MBR) di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, September 2008 - September 2009
Jumlah A. sundaicus yang meningkat pada bulan Desember sebesar 108 per orang per malam berkaitan dengan curah hujan. Indeks curah hujan meningkat pada bulan Desember sebesar 22 ml, menyebabkan jumlah dan luas perairan sebagai habitat larva A. sundaicus meningkat. Tambak terbengkalai pada musim hujan bertambah luasannya dari 25,6 Ha menjadi 30,6 Ha. Bak terbengkalai yang sebelumnya kering menjadi berisi air, rawa-rawa yang sebelumnya kadar garamnya sangat tinggi menjadi lebih payau, kobakan dan kubangan menjadi lebih banyak. Tipe perairan tersebut merupakan habitat utama A. sundaicus.
4.3.2 Paritas A. sundaicus
Paritas merupakan jumlah nyamuk parus di antara nyamuk parus dan nuliparus. Paritas Anopheles diperoleh dari hasil pembedahan nyamuk. Pembedahan dilakukan terhadap nyamuk yang kosong darah (unfed). Nyamuk A.
sundaicus sebagai spesies terbanyak memiliki fluktuasi paritas yang bervariasi,
tertinggi pukul 01.00-04.00 di Desa Canti Kecamatan Rajabasa dan di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin. Di Desa Canti persentase paritas A.
sundaicus jam 18.00-02.00 lebih tinggi di dalam rumah dengan nilai 34,27-75,82
%, sedangkan jam 02.00-06.00 lebih tinggi di luar rumah dengan nilai 75,54-45,67 %. Adapun paritas A. sundaicus di Padangcermin jam 18.00-03.00 lebih tinggi di dalam rumah dengan nilai 36,21-77,84 %, dan jam 03.00-06.00 lebih tinggi di luar rumah sebesar 75,51-46,21 % (Gambar 4.10 dan Gambar 4.11).
Paritas berbanding lurus dengan umur nyamuk (Gilles dan Warel 1993). Paritas digunakan untuk menganalisis kemampuan nyamuk dalam menularkan
Plasmodium. Semakin tinggi nilai paritas maka umur nyamuk semakin lama,
berarti kemampuan nyamuk untuk menularkan Plasmodium semakin besar. Berdasarkan Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 dapat disimpulkan bahwa A.
sundaicus sebagai vektor malaria menularkan Plasmodium sepanjang malam,
tertinggi pada pukul 01.00-04.00, baik di Desa Canti Kecamatan Rajabasa maupun Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin.
Gambar 4.9 Paritas A. sundaicus Per Jam di Desa Canti Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, September 2008 - September 2009
Gambar 4.10 Paritas A. sundaicus Per Jam di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, September 2008 - September 2009 Fluktuasi paritas A. sundaicus rendah pada pukul 18.00-22.00, meningkat di atas pukul 22.00, dan mencapai puncak pukul 24.00-04.00. Hal ini memberikan prediksi bahwa pada pukul 18.00-22.00 lebih banyak aktivitas nyamuk muda (emerge siang hari), sementara itu waktu tengah malam hingga dini hari (pukul 24.00-04.00) lebih banyak aktivitas nyamuk yang sebelumnya pernah menghisap darah.
Angka paritas tertinggi pada bulan November, dengan rata-rata 68,21% di Canti Kecmatan Rajabasa dan 73,71% di Lempasing Kecamatan Padangcermin (Gambar 4.12 dan Gambar 4.13). Fluktuasi paritas identik dengan fluktuasi kepadatan A. sundaicus, dengan puncak pada bulan November-Desember, dengan demikian hasil ini memperkuat prediksi sebelumnya, bahwa kasus malaria meningkat pada Bulan November.
Gambar 4.11 Paritas A. sundaicus Per Bulan di Desa Canti Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, September 2008 - September 2009
Gambar 4.12 Paritas A. sundaicus Per Bulan di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, September 2008 - September 2009
Pembedahan A. sundaicus istirahat malam hari mempuny ai hasil yang hampir sama dengan dengan hasil pembedahan A. sundaicus hinggap di badan, persentase paritas tertinggi pada pukul 24.00-04.00 (Gambar 4.14). Fluktuasi paritas A. sundaicus istirahat hasil pengamatan per bulan hampir sama dengan fluktuasi paritas hasil penangkapan nyamuk hinggap di badan dengan puncak kepadatan Bulan November (Gambar 4.15).
Gambar 4.14 Paritas A.sundaicus Istirahat Per Jam di Desa Canti Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan dan Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, September 2008 - September 2009
Gambar 4.15 Paritas A. sundaicus Istirahat Per Bulan di Desa Canti Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan dan Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, September 2008 - September 2009
4.4 Perilaku Anopheles spp.
4.4.1 Perilaku Anopheles spp. Menghisap Darah
Nyamuk Anopheles spp. hinggap di badan di Kecamatan Rajabasa lebih banyak di luar rumah dibandingkan dengan di dalam rumah, kecuali A. annularis lebih banyak di dalam rumah (Gambar 4.16). Sementara itu semua Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin lebih banyak hinggap di badan di luar rumah (Gambar 4.17). Meskipun nyamuk lebih banyak hinggap di badan di luar rumah, akan tetapi apabila tidak mendapatkan orang di luar rumah, maka nyamuk akan masuk ke dalam rumah untuk mencari darah. Hasil ini serupa dengan laporan Sukowati dan Shinta (2009) yang menyatakan A. sundaicus di Purwodadi Kabupaten Purworejo Jawa Tengah lebih banyak menghisap darah di luar rumah dibandingkan di dalam rumah. Demikian juga laporan Mardiana et al. (2007) di Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang A. sundaicus lebih banyak menghisap darah di luar rumah. Garjito et al. (2004) melaporkan di Kasimbar Kabupaten Parigi-Mouton Sulawesi Tengah Anopheles spp. lebih banyak menghisap darah di luar rumah dibandingkan di dalam rumah. Penelitian lain di Lengkong Kabupaten Sukabumi Jawa Barat bahwa mendapatkan A. aconitus, A. maculatus dan A.
Gambar 4.16 Persentase Nyamuk Anopheles spp. Hinggap di Badan di Dalam dan Luar Rumah di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan
Gambar 4.17 Persentase Nyamuk Anopheles spp. Hinggap di Badan di Dalam dan Luar Rumah di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran
4.4.2 Perilaku Anopheles spp. Beristirahat
Hasil penangkapan nyamuk Anopheles spp. beristirahat pada pagi hari pukul 06.00-09.00, di Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin mendapatkan empat spesies yang sama, yaitu A. sundaicus, A. annularis, A. vagus dan A. barbirostris. Nyamuk Anopheles tersebut ditemukan beristirahat di dalam dan di luar (Tabel 4.24 dan Tabel 4.25). Di Kecamatan Rajabasa, nyamuk A. sundaicus ditemukan beristirahat di luar seperti di rerumputan, ujung atap rumah dan tumpukan kayu, sedangkan di dalam rumah beristirahat di jaring yang digantung, kelambu, pakaian digantung, dinding dalam rumah dan rak rak sepatu. Nyamuk A.
annularis hanya ditemukan beristirahat di dinding luar rumah. Nyamuk A. vagus
di luar rumah beristirahat di dinding kandang, daun pisang kering, tumpukan kayu dan semak kering, sedangkan di dalam rumah beristirahat di atap rumah bagian dalam dan dinding dalam rumah. Nyamuk A. barbirostris hanya ditemukan beristirahat di luar rumah di rerumputan sekitar rumah (Tabel 4.24).
Di Kecamatan Padangcermin nyamuk A. sundaicus di luar rumah beristirahat di rerumputan dan dinding luar rumah, sedangkan di dalam rumah beristirahat di jaring yang digantung, kelambu, pakaian yang digantung, dinding dalam rumah dan sapu lidi. Nyamuk A. annularis di luar rumah beristirahat di dinding luar rumah, sedangkan di dalam rumah beristirahat di tumpukan kayu kering dan dinding dalam rumah. Nyamuk A. vagus hanya ditemukan beristirahat di dalam rumah di kelambu, pakaian menggantung, dinding rumah bagian dalam. Nyamuk A. barbirostris di luar rumah beristirahat pada rerumputan di sekitar rumah dan tambak, sedangkan di dalam rumah di pakaian kotor yang digantung di dapur (Tabel 4.25).
Rata-rata Anopheles spp. beristirahat pagi hari di Kecamatan Rajabasa dan Desa Lempasing Padangcermin lebih banyak ditemukan di dalam rumah dibandingkan di luar rumah. Di Canti Kecamatan Rajabasa Anopheles spp. di dalam rumah lebih banyak beristirahat di kelambu (33,74 %) dan dinding dalam rumah (32,1 %), selebihnya pakaian menggantung (16,87 %), jaring menggantung (10,29 %), atap dalam rumah (4,53 %) dan rak sepatu (2,47 %). Di Lempasing Kecamatan Padangcermin Anopheles spp. di dalam rumah beristirahat pagi hari
lebih banyak ditemukan di dinding (32,55 %) dan kelambu (30,5 %), selebihnya pakaian menggantung (15,25 %), tumpukan kayu (13,32 %) dan sapu lidi (9,38 %) (Tabel 4.26 dan Tabel 4.37).
Nyamuk Anopheles spp. pada umumnya dapat beristirahat baik di luar maupun di dalam rumah. Beberapa penelitian lain yang mempunyai hasil serupa dengan hasil penelitian ini antara lain penelitian di Kokap Kabupaten Kulonprogo DIY nyamuk A. maculatus dan A. balabacensis ditemukan beristirahat di luar rumah, di semak-semak dan tebing parit (Mahmud 2002). Sementara itu di Loano Kabupaten Purworejo Jawa Tengah A. aconitus ditemuka n di dalam rumah beristirahat di kamar tidur dan ruang tamu, sedangkan di luar rumah banyak beristirahat pada lubang-lubang buatan (Riyanti 2002). Di Moshi bagia utara Tanzania nyamuk A. arabiensis ditemukan lebih banyak beristirahat di luar rumah sebesar 80,7 % dibandingkan A. gambiae sebesar 59,7 % dan Culex spp. sebesar 60,8 % (Mahande et al. 2007).
Tabel 4.24 Tempat Anopheles spp. Beristirahat Pagi Hari di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus 2008 - September 2009
Spesies
Anopheles
Tempat beristirahat
Di luar rumah Di dalam rumah
A. sundaicus Rerumputan pinggiran
tambak, pinggiran atap bagian luar, tumpukan kayu
Gantungan jaring, kelambu, pakaian mengantung, dinding rumah, rak sepatu
A. annularis Dinding rumah bagian luar Tidak ditemuka n
A. vagus Dinding kandang, daun
pisang kering, tumpukan kayu, semak kering
Atap rumah bagian dalam, dinding rumah
A. barbirostris Rerumputan di sekitar permukiman
Tabel 4.25 Tempat Anopheles spp. Beristirahat Pagi Hari di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, Agustus 2008 - September 2009
Spesies
Anopheles
Tempat beristirahat
Di luar rumah Di dalam rumah
A. sundaicus Rerumputan pinggiran
tambak dan rumah, dinding luar rumah
Gantungan jaring, kelambu, pakaian mengantung, dinding rumah bagian dalam, sapu lidi
A. annularis Dinding luar rumah Tumpukan kayu kering di
dapur, dinding rumah
A. vagus Tidak ditemuka n Kelambu, pakaian
menggantung, dinding rumah bagian dalam
A. barbirostris Rerumputan di sekitar permukiman dan tambak
Pakaian kotor yang digantung di dapur
No Tempat Anopheles Beristirahat
Jumlah (2008) Jumlah (2009)
Total Persen Agt Sep Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep
1 Luar Rumah
- Rumput 2 2 0 0 0 4 2 3 1 1 4 4 2 25 17,86
- Pinggir atap luar 2 1 0 0 1 3 2 2 3 3 2 3 2 24 17,14
- Dinding luar rumah 1 2 1 1 1 2 1 2 3 4 3 3 2 26 18,57
- Dinding kandang 2 2 4 3 2 3 3 3 2 5 1 3 2 35 25
- Tumpukan kayu 0 1 0 0 2 1 2 0 1 0 2 1 1 11 7,86
- Daun pisang kering 1 1 0 0 0 1 1 2 1 1 0 2 0 10 7,14
- Semak kering 0 1 0 0 0 2 1 1 0 0 2 0 2 9 6,43
Jumlah 8 10 5 4 6 16 12 13 11 14 14 16 11 140 100
2 Dalam Rumah
- Kelambu 6 5 10 10 10 7 5 5 6 5 4 5 4 82 33,74
- Pakaian menggantung 4 3 3 5 5 2 2 2 4 2 2 3 4 41 16,87
- Dinding dalam rumah 6 4 8 10 4 5 6 5 8 5 5 4 8 78 32,1
- Jaring menggantung 1 0 3 5 3 2 2 2 1 2 0 2 2 25 10,29
- Rak sepatu 0 0 0 0 0 0 1 1 1 2 1 0 0 6 2,47
- Atap rumah 0 2 2 0 1 1 0 0 2 0 1 0 2 11 4,53
No Tempat Anopheles Beristirahat
Jumlah (2008) Jumlah (2009)
Total Persen Agt Sep Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep
1 Luar Rumah
- Rumput 6 3 1 1 2 2 5 3 5 5 3 6 5 47 44,34
- Dinding luar rumah 7 6 2 2 1 5 6 4 7 5 4 3 7 59 55,66
Jumlah 13 9 3 3 3 7 11 7 12 10 7 9 12 106 100
2 Dalam Rumah
- Kelambu 8 8 11 13 8 7 8 6 5 7 7 9 7 104 30,5
- Pakaian menggantung 4 3 6 6 2 3 2 6 2 3 6 3 6 52 15,25
- Dinding dalam rumah 8 8 14 16 7 8 7 5 9 6 7 7 9 111 32,55
- Sapu lidi 2 3 3 3 1 1 3 2 4 3 2 3 2 32 9,38
- Tumpukan kayu 3 3 4 3 2 2 3 4 3 2 4 4 5 42 12,32