• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Gender. Panduan Penyusunan. Bidang Pendidikan Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Profil Gender. Panduan Penyusunan. Bidang Pendidikan Daerah"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

● Panduan Penyusunan Profi l Gender Bidang Pendidikan Daerah

● Panduan Strategi Pengembangan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Responsif Gender ● Isu dan Solusi Gender Bidang Pendidikan

● Strategi Pengembangan Sekolah Responsif Gender ● Panduan Penyusunan Bahan Ajar Responsif Gender

● Panduan Umum Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan ● Panduan Kelompok Kerja (Pokja) PUG Bidang Pendidikan ● Buku Saku Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan

● Data dan Indikator Pendidikan Berwawasan Gender tahun 2010/2011 ● Bahasa dan Responsif Gender

Panduan

Penyusunan

(2)

Panduan

Penyusunan

(3)

Kata Sambutan

P

endidikan nasional sangat berperan bagi pembangunan manusia karena dapat menginvestasikan perwujudan manusia Indonesia yang berakhlak mulia, berkarakter produktif, dan berdaya saing sehingga dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Pendidikan sebagai hak azasi manusia tercantum pada pasal 28B ayat (2) UUD 1945 yang tertulis: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Pada Pasal 28C ayat (1) tertulis, “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.

Dalam upaya memenuhi hak-hak warga negara terhadap akses pendidikan yang bermutu, adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki serta kesempatan meningkatkan kualitas hidup, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal sebagai Koordinator Program PUG Bidang Pendidikan melakukan berbagai strategi dan program sehingga seluruh provinsi dan beberapa kabupaten/kota telah mengintegrasikan gender dalam bidang pendidikan melalui bantuan program dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pengintegrasian gender dalam bidang pendidikan juga dilakukan secara sinergi dan koordinatif dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya terutama dalam hal perencanaan dan penganggaran pendidikan responsif gender, audit gender, pengembangan pedoman, dan acuan teknis kegiatan yang disusun bersama-sama dengan pakar, para mitra, pokja kabupaten, kota dan provinsi. Sinergi dan koordinasi ini diharapkan akan menghasilkan peningkatan kapasitas pengarusutamaan gender bidang pendidikan secara lebih memadai.

Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT) Soedarti Surbakti

Panduan Penyusunan Profi l Gender Bidang Pendidikan Daerah/

Soedarti Surbakti, Kurniati Restuningih, Subi Sudarto; Editor, Ella Yulaelawati,

Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat-Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013

viii+ 40 hlm + illustrasi; 17,5 x 24,5 cm ISBN 978-602-1224-10-6

1. Wanita dalam pendidikan. I. Judul II. Kurniati Restuningih III. Subi Sudarto IV Ella Yulaelawati.

(4)

Kata Pengantar

Sampai pada tahun 2012, capaian kinerja layanan kabupaten/kota telah menerapkan pengarusutamaan gender (PUG) bidang pendidikan sebesar 57,34% lebih tinggi dari target Renstra Pembangunan Pendidikan Nasional 2010-2014 sebesar 54% dan angka disparitas gender penduduk tuna aksara sebesar 2,4% dari jumlah tuna aksara sebanyak 6.401.522 orang.

Penyusunan dan penerbitan sepuluh judul Buku PUG Bidang Pendidikan tahun 2012 merupakan komitmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam merealisasikan amanat Inpres No. 9 Tahun 2000 dan Permendiknas Nomor 84 tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan PUG Bidang Pendidikan sebagai wujud peningkatan kapasitas PUG bidang Pendidikan. Sebagai realisasi amanat Inpres tersebut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah memenuhi target Renstra Kemdikbud tahun 2012 yaitu tercapainya 54% Kabupaten/Kota melaksanakan PUG bidang Pendidikan.

Saya ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada berbagai pihak atas kontribusi dan perannya dalam penyusunan buku-buku tersebut. Akhirnya semoga Norma Standar Prosedur dan Kriteria yang disusun dengan kesungguhan, komitmen, dan keikhlasan ini dapat bermanfaat untuk kita semua, dengan harapan semoga Allah SWT berkenan memberikan rakhmat dan hidayahNya kepada kita semua. Amin.

Jakarta, November 2012 Direktur Jenderal

Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal,

Prof. Dr. Lidya Freyani Hawadi,Psikolog NIP 195703121982112001

S

ejak tahun 2002, kegiatan pengarusutamaan gender di bidang pendidikan

telah difasilitasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Upaya ini dilakukan dalam rangka mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam pembangunan pendidikan. Sampai tahun 2012 semua provinsi dan 294 kabupaten/kota telah melaksanakan pengarusutamaan gender dalam bidang pendidikan. Pencapaian ini tidak secara otomatis mampu menghilangkan kesenjangan dan ketidakadilan gender di masyarakat, karena persoalan gender berkait erat dengan konstruksi sosial budaya.

Menyadari bahwa akar masalah gender bersumber pada konstruksi sosial budaya masyarakat, upaya pengarusutamaan gender bidang pendidikan dilakukan dengan menyertakan berbagai elemen pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan pendidikan serta masyarakat stakeholders pendidikan. Berbagai kegiatan telah dilakukan, antara lain: 1) peningkatan kapasitas kelembagaan dan para perencana kebijakan dan teknis bidang pendidikan, 2)kemitraan dengan Pusat Studi Wanita/ Pusat Studi Gender untuk melakukan kajian studi kebijakan pendidikan yang berwawasan gender, 3)kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, khususnya dalam rangka mengembangkan pengalaman empirik pendidikan keluarga berwawasan gender dan life-skill perempuan, 4)penataan database dan sistem pendataan pendidikan yang berwawasan gender, 5)melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat luas melalui berbagai media massa, cetak maupun elektronik. Dalam upaya mendinamisasi dan melakukan penjaminan mutu program/ kegiatan pengarusutamaan gender bidang pendidikan tersebut, baik di tingkat pusat maupun daerah, telah dibentuk Pokja PUG Pendidikan.

(5)

Daftar Isi

KATA SAMBUTAN ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Sasaran ... 3

C. Tujuan ... 4

D. Ruang Lingkup ... 4

E. Pengertian Data, Data Terpilah dan Data Gender ... 4

BAB II INDIKATOR SEBAGAI TOLOK UKUR KINERJA PEMBANGUNAN PENDIDIKAN YANG RESPONSIF GENDER ... 8

A. Komitmen dalam Education for All (EFA ) ... 8

B. Komitmen dalam Millenium Development Goals (MDGs) ... 9

C. Permen PP dan PA Tentang Penyelenggaraan Data Gender dan Anak ... 9

D. Program PUG untuk Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender .. 10

BAB III PEMANFAATAN INDIKATOR GENDER BIDANG PENDIDIKAN ... 13

A. Perencanaan Penganggaran ... 14

B. Reformulasi Kebijakan ... 16

BAB IV SUMBER DATA ... 18

A. Data Sektoral dari Dinas Pendidikan ... 18

B. Data Dasar dari Badan Pusat Statistk ... 19

C. Data dari Sumber Lain ... 20

D. Perbedaan Data dari Berbagai Sumber ... 20 Pengalaman yang terjadi selama ini menunjukkan bahwa motivasi, wawasan, dan

ketersediaan sumberdaya pengelola di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota cukup beragam. Keadaan seperti ini terkadang menimbulkan kekurangefektifan program/kegiatan. Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan suatu pedoman, acuan dan bahan-bahan lain yang memudahkan para pengelola dan pengambil kebijakan dalam mengintegrasikan gender dalam pembangunan pendidikan. Untuk keperluan tersebut, tahun 2012 telah disusun 10 (sepuluh) buku bahan sosialisasi PUG Bidang Pendidikan

Mudah-mudahan dengan adanya bahan sosialisasi ini dapat meningkatkan kualitas kinerja program/kegiatan pengarusutamaan gender di bidang pendidikan secara keseluruhan.

Jakarta, November 2012

Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat,

Ella Yulaelawati, M.A., Ph.D. NIP.195804091984022001 Pembinaan Pendidikan Maaaaaaaaaaaaaaaaaassssssssssssssssssssssssssssyyyar

(6)

Pendahuluan

BAB I

BAB V PENYAJIAN PROFIL GENDER BIDANG PENDIDIKAN ... 22

A. Dasar Penentuan Jenis Data ... 22

B. Rumus Penghitungan Indikator yang Penting ... 23

C. Penyajian Tabel menurut Jenis Kelamin ... 24

D. Penyajian Narasi ... 25

E. Penyajian Gambar ... 27

BAB VI ISI BUKU PROFIL GENDER BIDANG PENDIDIKAN DAERAH ... 32

A. Kata Pengantar ... 32

B. Pendahuluan ... 32

C. Dukungan Daerah terhadap Pelaksanan PUG ... 33

D. Pembangunan Pendidikan Daerah Berwawasan Gender ... 33

E. Perluasan dan Pemerataan Pendidikan ... 34

F. Peningkatan Mutu dan Relevansi Pendidikan ... 34

G. Pengelolaan Pendidikan ... 35

H. Pemanfaatan Indikator dan Analisis Gender ... 35

BAB VII PENUTUP ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

DAFTAR LAMPIRAN TABEL DUMMY ... 38

A. Latar Belakang

Walaupun pembangunan pendidikan di Indonesia telah dilakukan selama hampir enampuluh tahun, masih terdapat kesenjangan yang ditemukan, baik antarwilayah, antarjenis kelamin, antar-status sosial ekonomi maupun antar-kelompok lainnya. Pada tingkat nasional kesenjangan nilai indikator pendidikan antarjenis kelamin memang tidak perlalu besar, namun demikian bila pemilahan indikator tersebut dilakukan menurut wilayah, maka variasi nilainya terlihat besar. Sebagai contoh adalahnya indikator yang berkaitan dengan disparitas gender angka partisipasi murni (APM) di berbagai jenjang sekolah. Menurut BPS (2010), pada tingkat nasional rasio APM perempuan dengan APM laki-laki pada jenjang sekolah yang sederajat dengan SD, SMP, dan SMA/SMK berturut-turut adalah sebesar 99,86 persen, 102,02 persen dan 96,04 persen. Nilai indikator ini sangat berbeda bila dipilah menurut provinsi. Bila dipilih dua provinsi yang rasionya paling rendah, maka partisipasi perempuan yang lebih rendah daripada partisipasi laki-laki pada jenjang SD terdapat di Provinsi Papua Barat (96,92 persen) dan Provinsi Maluku Utara (98,78 persen), pada jenjang SMP terdapat di Provinsi Papua (90,08 persen) dan Provinsi Maluku Utara ( 93,74 persen), dan pada jenjang SMA terdapat di Provinsi Papua Barat (68,73 persen) dan Provinsi DKI Jakarta (78.87 persen).

Partisipasi sekolah oleh perempuan yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki cenderung terdapat di daerah perdesaan dan pada kelompok penduduk berpendapatan rendah (BPS, 2010). Partisipasi perempuan yang lebih rendah daripada laki-laki di daerah perdesaan biasanya terkait dengan masalah ketersediaan fasilitas pendidikan yang menyebabkan keengganan orang tua menyekolahkan anaknya ke tempat yang jauh. Sementara itu partisipasi perempuan yang lebih rendah pada kelompok penduduk miskin biasanya terkait dengan prioritas anak perempuan yang

(7)

rendah daripada anak laki-laki dalam keluarga yang mempunyai keterbatasan sumber dana.

Upaya negara untuk mening-katkan pemerataan pendidikan telah dilakukan melalui beberapa jalur. UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang mengharuskan pemerintah untuk mengadakan pendidikan dasar tanpa dipungut biaya, diharapkan akan meningkatkan partisipasi sekolah terutama perempuan. Dengan adanya kemudahan ini anak perempuan tidak harus berkompetisi dengan

saudara laki-lakinya untuk mendapat sumber dana yang terbatas dalam keluarga. Upaya lain adalah upaya dalam bentuk Wajib Belajar 6 Tahun dan Wajib Belajar 9 Tahun yang masing-masing dicanangkan pada tahun 1984 dan 1994. Pencanan-gan ini diharapkan dapat mempercepat terwujudnya perluasan kesempatan belajar yang merata bagi seluruh penduduk. Keseriusan pemerintah dalam program wajib belajar ini tersurat dalam berbagai dokumen perencanaan seperti Rencana

Pem-bangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Renstra 2004-2009 serta RPJM dan Renstra 2010-2014 yang antara lain menegaskan tiga pilar pembangunan pendidikan untuk mewujudkan pemerataan dan perluasan pendidikan, penin-gkatan mutu dan relevansi pendidikan dan perbaikan

mana-jemen di semua jenjang pendidikan.

Seperti halnya pemerataan di bidang lainnya, strategi yang digunakan dalam upaya pemerataan di bidang pendidikan antar jenis kelamin adalah strategi pengarusutamaan gender (PUG) yang tertuang dalam Inpres No. 9 Tahun 2000. PUG adalah suatu strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan

perspektif gender dalam seluruh tahapan manajemen kementerian dan lembaga (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( KPP dan PA), 2002). Melalui pengintegrasian aspirasi, kondisi, kebutuhan dan permasalahan laki-laki dan perempuan ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi di seluruh aspek pembangunan, diharapkan kesetaraan dan keadilan gender akan dapat dicapai lebih cepat daripada sebelumnya. Pengarusutamaan gender ini merupakan satu dari tiga strategi pengarusutamaan yang tertuang dalam Perpres 5/2010 tentang RPJMN 2010-2014. Dua pengarusutamaan lainnya adalah pembangunan berkelanjutan dan tata kelola pemerintahan yang baik.

Pengaturan umum pelaksanaan PUG di daerah telah diatur dalam Permendagri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG di Daerah yang mengatur implementasi PUG di daerah, konsep perencanaan dan penganggaran responsif gender, dan kelembagaan PUG. Kelompok kerja PUG yang dibentuk di setiap provinsi dan kabupaten/kota beranggotakan, salah satunya, adalah kepala dinas pendidikan masing-masing provinsi dan kabupaten/kota.

Sementara itu, pelaksanaan PUG bidang pendidikan di daerah diatur dengan Permendiknas No. 84 Tahun 2008: Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan menegaskan, antara lain, pada Pasal 1: Setiap satuan kerja bidang pendidikan yang melakukan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pembangunan pendidikan agar mengintegrasikan gender di dalamnya, dan pada Pasal 2: Satuan kerja pendidikan yang terbukti melaksanakan pengarusutamaan gender tidak sesuai dengan ketentuan di Pasal 1 akan diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

B. Sasaran

Sasaran buku panduan ini adalah dinas pendidikan daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota yang selanjutnya disebut sebagai Dinas. Dengan merujuk pada buku panduan ini Dinas diharapkan dapat menyusun profi l gender daerahnya masing-masing. Pembakuan metodologi yang disajikan dalam buku ini memungkinkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melakukan perbandingan antardaerah dan melakukan proses komputasi terhadap data yang dihasilkan daerah menjadi data tingkat provinsi dan nasional.

(8)

C. Tujuan

Tujuan buku panduan ini adalah mendorong dan memandu disusunnya profi l gender bidang pendidikan pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Tujuan ini diharapkan dapat tercapai dengan:

1. Memberikan pemahaman tentang adanya isu gender di bidang pendidikan 2. Memperkenalkan indikator gender pendidikan yang dapat mengukur

akses, kontrol, partisipasi dalam pembangunan di bidang pendidikan dan manfaatnya terhadap laki-laki dan perempuan,

3. Menyajikan metode penghitungan indikator gender pendidikan,

4. Menemukenali sumber data untuk memperoleh data yang relevan untuk menyusun indikator gender penddikan,

5. Memberikan alternatif cara penyajian data profi l gender bidang pendidikan, dan 6. Mengenalkan kondisi sosial budaya setempat yang berpengaruh terhadap

pembangunan pendidikan.

Dengan disusunnya profi l gender bidang pendidikan yang berisi data/statistik dan indikator gender, baik yang kuantitatiif maupun kualitatif, maka diharapkan akan tersusun pula berbagai analisis gender bidang pendidikan yang sangat bermanfaat bagi para perencana dalam penyusunan penganggaran yang responsif gender (PPRG) melalui gender budget statement (GBS) dan dalam reformulasi kebijakan melalui, antara lain, gender analysis pathway (GAP).

D. Ruang Lingkup

Buku panduan ini, utamanya, merangkum identifi kasi jenis data dan indikator yang dibutuhkan dalam penyusunan profi l gender bidang pendidikan yang terkait, terutama, dengan tiga pilar pembangunan pendidikan, program PUG bidang pendidikan, berbagai komitmen internasional dan kesepakatan nasional lainnya. Hasil identifi kasi ini akan merupakan bahan untuk penyusunan profi l gender bidang pendidikan di daerah.

E. Pengertian Data, Data Terpilah dan Data Gender

Data adalah kumpulan datum atau nilai karakteristik objek yang diteliti. Nilai ini dapat berupa angka-angka, yang disebut sebagai data kuantitatif atau berupa atribut,

kategori dan pernyataan, yang disebut sebagai data kualitatif. Ditinjau dari berbagai sudut data dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Menurut cara memperolehnya terdapat dua jenis data, yaitu (1) data primer adalah jenis data yang secara langsung diambil dari obyek penelitian melalui pendataan, sensus atau survei oleh peneliti perorangan maupun organisasi, (2) data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari lapangan, tetapi telah dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode.

Menurut UU Statistik No. 16 Tahun 1997, jenis data dibagi tiga, yaitu (1) data dasar adalah jenis data yang pemanfaatannya ditujukan untuk keperluan yang bersifat luas baik oleh pemerintah dalam kebijakan publik maupun masyarakat. Data jenis ini umumnya dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistk (BPS). Contoh data jenis ini adalah data melek aksara yang merupakan hasil Sensus Penduduk 2010, (2) data sektoral adalah jenis data yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan instansi tertentu dalam rangka penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan sektor. Data ini umumnya dikumpulkan oleh instansi melalui catatan administrasinya, misalnya data nilai ujian nasional SD, (3) data khusus adalah jenis data yang dikumpulkan oleh masyarakat untuk kepentingan spesifi k seperti dunia usaha dan lainnya. Jenis data khusus ini umumnya tidak disiapkan untuk konsumsi publik.

Menurut objek pendataanya data seri dibagi menjadi dua jenis, yaitu (1) data panel adalah data yang dikumpulkan dari objek pendataan yang sama secara berulang–ulang, dan (2) data cross section adalah data yang dikumpulkan dari objek pendataan yang berbeda dari waktu ke waktu.

Data dan informasi terpilah adalah data kuantitatif atau kualitatif yang dikelompokkan berdasarkan berbagai ciri, seperti wilayah, status sosial ekonomi, umur, waktu dan jenis kelamin. Pengelompokan ini penting untuk lebih mendalami permasalahan yang terjadi dalam beberapa kelompok yang dibuat. Berbagai analisis kesenjangan dapat dibuat berdasarkan pemilahan tersebut dan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk melakukan intervensi kebijakan. Contoh berikut dapat menunjukkan pentingnya dibuat data terpilah.

Pemilahan data hasil pembangunan pendidikan menurut wilayah dapat menggambarkan status kemajuan pembangunan berbagai wilayah; suatu informasi

(9)

yang dapat digunakan untuk melakukan analisis spasial. Pemilahan data penduduk menurut status ekonomi dapat membantu pemerintah dalam menentukan sasaran program kegiatan pengentasan kemiskinan, misalnya program bantuan langsung tunai (BLT) dan program keluarga harapan (PKH). Pemilahan data penduduk menurut umur dapat membantu Kemendiknas dalam menentukan jenis kebutuhan fasilitas pendidikan bagi penduduk. Bila data terpilah semacam ini dikumpulkan secara teratur waktunya, maka akan dapat diketahui kecenderungan kondisi wilayah atau masyarakat dari waktu ke waktu melalui analisis time series.

Data terpilah dan informasi terpilah berdasarkan jenis kelamin adalah data kuantitatif atau data/informasi kualitatif yang dipilah berdasarkan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Bila pemilahan tersebut juga dapat disertai dengan perbedaan/ kesamaan kondisi, status, peran dan kebutuhan laki-laki dan perempuan, maka data terpilah tersebut dinamakan data gender. Data gender dapat disusun dari berbagai jenis data.

Data yang disusun secara terpilah dapat disusun dalam bentuk bagan sehingga mudah dibaca dan mudah dicerna.

Gender oleh orang awam sering disamakan dengan perempuan. Padahal perempuan termasuk salah satu kelompok menurut jenis kelamin, sedangkan gender adalah suatu ciri yang berbeda dengan jenis kelamin. Jenis kelamin adalah sifat biologis yang membedakan dua kelompok manusia, laki-laki dan perempuan, yang ditandai oleh perbedaan fi sik alat kelamin. Perbedaan fi sik alat kelamin laki-laki dan perempuan tentu saja mempunyai perbedaan fungsi biologis, yaitu fungsi reproduksi. Perempuan dapat mengalami menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui, sedangkan pria tidak. Gender adalah sifat sosial budaya yang membedakan dua kelompok manusia, yaitu maskulin dan feminin, berdasarkan tanggung jawab, kekuasaan, peran, status, pola perilaku, dan ciri-ciri kualitas lainnya.

Batas antara jenis kelamin dan gender kadang sulit dilihat karena begitu manusia lahir kedua sifat tersebut sudah menempel bersamanya. Sebagai contoh seorang anak laki-laki yang lahir di kalangan masyarakat patriarkhat sudah berhak mewarisi tanah adat milik ayahnya, sedangkan perempuan tidak. Berbeda dengan jenis kelamin yang bersifat tetap, maka gender dapat berubah antara lain menurut kondisi etnis, tempat, dan waktu. Untuk mengetahui adanya perbedaan tanggung

jawab, kekuasaan, peran, status, pola perilaku, dan ciri-ciri kualitas lainnya antara laki-laki dan perempuan diperlukan data, baik kuantitatif maupun kualitatif.

Isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan laki-laki dan perempuan atau ketimpangan gender yang biasanya cenderung menguntungkan atau merugikan salah satu kelompok tersebut. Keadaan ini menunjukkan adanya perbedaan antara kondisi yang diharapkan dan kondisi objektif di lapangan.

Kesetaraan gender adalah kesamaan untuk memperoleh kesempatan dan hak-hak sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, dan kesetaraan dalam menikmati hasil pembangunan (KPP dan PA, 2009).

Bila dilihat dari sisi per-lakuan yang diberikan, maka kondisi ini sama dengan kea-dilan gender, yaitu perlakuan yang menggambarkan adanya persamaan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan seba-gai individu, anggota keluarga, masyarakat, dan warga negara (KPP dan PA, 2010)

Dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempu-an RI No. 06 Tahun 2009 TentPerempu-ang Penyelenggaraan Data Gender dan Anak disebutkan pentingnya menyusun data gender di ber-bagai bidang termasuk bidang pendidikan. Dengan memiliki data tentang berbagai karakteristik dan dipilah menurut jenis kelamin, maka akan dapat dilakukan suatu analisis gender yang menjadi prasyarat utama dilakukannya perencanaan penganggaran yang responsif gender dan peyusunan reformulasi kebi-jakan agar responsif gender.

(10)

Responsif Gender

yang

BAB II

Indikator

Sebagai

Tolak Ukur

Kinerja

Pembangunan

Pendidikan

A. Komitmen dalam Education for All (EFA)

Suatu inisiatif internasional yang diawali di Jomtien, Thailand pada tahun 1990, banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, telah bersepakat bahwa pendidikan adalah hak setiap orang dalam masyarakat, tidak memandang umur, jenis kelamin, agama, etnis, status sosial ekonomi, dan wilayah tempat tinggal. Mengingat lambatnya kemajuan selama 10 tahun maka pada tahun 2000 telah dibangkitkan kembali komitmen internasional di Dakkar, Senegal. Ada enam penyempurnaan tujuan yang hendak dicapai dalam kesepakatan ini, yaitu hal-hal yang terkait dengan:

1. Memperluas pendidikan anak usia dini

2. Menyediakan pendidikan gratis dan wajib belajar pendidikan dasar

3. Memasyarakatkan pembelajaran dan life skill untuk orang muda dan dewasa 4. Meningkatkan melek aksara orang dewasa sebesar 50% pada tahun 2015 5. Menghilangkan disparitas gender pada pendidikan dasar pada tahun 2005

dan mencapai kesetaraan dalam pendidikan pada tahun 2015 6. Meningkatkan kualitas pendidikan.

Untuk memantau dan mengevaluasi status capaian EFA telah disepakati indikator kuantitatif, khususnya tujuan satu, dua, tiga, empat, dan lima, antara lain sebagai berikut:

1. APM (Angka Partisipasi Murni) pendidikan dasar (SD dan SMP atau sederajat) 2. AMH (Angka Melek Huruf) 15 ke atas.

3. GEI (gender EFA index)

4. GPI (gender parity index) adult literacy 5. Angka bertahan sampai kelas 5

B. Komitmen dalam Millenium Development Goals (MDGs)

Ada dua dari delapan tujuan pembangunan milenium yang disepakati 189 pimpinan dunia, termasuk Indonesia, dalam Konferensi Tingkat Tinggi PBB di New York yang mengacu pada masalah gender dan pendidikan. Masalah pertama adalah tujuan yang diprioritaskan kedua setelah masalah kemiskinan, yaitu 1, pendidikan untuk semua yang tertuang dalam Tujuan. 2, masalah gender yang tertuang dalam Tujuan 3 MDGs, yaitu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan (Surbakti, 2007).

Beberapa indikator telah diangkat sebagai alat ukur untuk melihat, memantau dan mengevaluasi keberhasilan upaya untuk mencapai tujuan pembangunan milenium ini pada tahun 2015. Indikator-indikator yang disepakati tersebut adalah:

a. Angka partisipasi murni pendidikan dasar,

b. Proporsi murid kelas 1 yang berhasil mencapai kelas 6, dan

c. Angka melek huruf penduduk lelaki dan perempuan berusia 15-24 tahun Untuk mengukur keberhasilan guna mencapai tujuan ini ada tiga jenis indikator, yaitu terkait dengan pendidikan, ketenagakerjaan dan peran dalam pengambilan keputusan di sektor publik. Indikator kuantitatif yang dianjurkan untuk dipakai adalah

a. Rasio jenis kelamin APM pada jenjang pendidikan dasar, menengah dan tinggi, b. Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor nonpertanian, dan c. Persentase perempuan dalam keanggotaan parlemen.

Komitmen Indonesia untuk mempercepat pencapaian pembangunan MDGs telah dituangkan dalam Inpres No.1 Tahun 2010 tentang Pembangunan yang Berkeadilan

C. Permen PP dan PA tentang Penyelenggaraan Data Gender dan Anak

Permen ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam menyelenggaraan data gender dan anak. Hal tersebut diperlukan karena data sektoral yang berasal dari laporan daerah yang sejak tahun 2000 terhambat alurnya dari daerah ke pusat, perlu dibakukan dan

(11)

dirinci menurut jenis kelamin. Jenis indikator yang disarankan untuk dikumpulkan daerah di bidang pendidikan adalah:

1. APK (Angka Partisipasi Kasar) SD, SLTP, SLTA. 2. APS (Angka Partisipasi Sekolah) SD, SLTP, SLTA. 3. APM (Angka Partisipasi Murni) SD, SLTP, SLTA. 4. AMH (Angka Melek Huruf) usia 15-60 tahun. 5. Angka putus sekolah SD, SLTP, SLTA

6. Pendidikan tertinggi yg ditamatkan 7. Rata-rata lama sekolah

8. Akses terhadap IT (Information technology) a. Jumlah pelanggan telepon,

b. Jumlah pengguna PC (personal computer), dan c. Jumlah pengguna internet

D. Program PUG untuk Mewujudkan Kesetaran dan Keadilan Gender

Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender (KKG) bidang pendidikan, pada tahun 2003, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menempuh cara multifacet intervention kepada semua pihak yang terkait dengan kegiatan pendidikan. Pada Gambar 1 terlihat bahwa untuk mewujukan KKG berbagai unsur telah menjadi target kegiatan pembangunan gender, meliputi

1. Pemegang kebijakan pusat/provinsi/kabupaten/kota

Melalui kegiatan pembangunan kapasitas SDM berupa workshop, round

table discussion dan focus group discussion, mereka diharapkan dapat

menghasilkan a) kebijakan yang responsif gender dan b) position paper berupa data gender yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan rencana aksi nasional (RAN) dan rencana aksi daerah (RAD) bidang pembangunan gender pendidikan. Data gender yang dimaksud dalam buku panduan ini akan menjadi bahan utama dari position paper yang disusun

Sumber: Pesan Standar Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan, 2006. CAPACITY BUILDING STUDI KEBIJAKAN KEMITRAAN PSW KEMITRAAN LSM PENGUATAN STAKEHOLDERS DATA & WEBSITE Penerbit/ Penulis/ Satuan Pend/ Stakeholders LSM Org. Perempuan PT/PSW WORKSHOP, RTD, FGD STUDI, WORKSHOP PENG. MODEL SOSIALISASI Perencana & Pengelola Program Pemegang Kebijakan Pusat/ Prov/Kab-Kota KEADILAN DAN KESETARAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN Kebijakan Responsif Gender Position Paper/ RAN - RAD Rencana & Program Responsif Gender Analisis situasi/ Profi l Gender Pendidikan Database/ Website Uploading PKBG/ Life Skills Perempuan Masyarakat Berwawasan Gender Panduan BA/ Pembelajaran

Pengelolaan Satuan Pend. Responsif Gender

MEDIA KIE

PENGEMB. PENDATAAN

Kerangka Kerja

Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan

2. Perencana dan pengelola program

Di samping ditujukan kepada para pemegang kebijakan, kegiatan pembangunan kapasitas juga ditujukan kepada para perencana dan pengelola program. Agar para perencana dan pengelola program dapat menghasilkan rencana dan progran yang responsif gender, mereka juga perlu menjalin kemitraan dengan PT dan PSW dalam melakukan studi kebijakan. 3. Perguruan tinggi (PT) dan pusat studi wanita/gender (PSW/PSG)

Bermitra dengan para perencana dan pelaksana program pendidikan, PT/PSW/ PSG diharapkan dapat melakukan studi yang menelorkan berbagai analisis situasi dan analisis gender di bidang pendidikan. Di samping itu kemitraan untuk mewujudkan KKG juga perlu dilakukan dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi wanita. Di sinilah peran data gender yang dikumpulkan dengan panduan ini sangat besar karena merupakan prasyarat dilakukannya analisis situasi dan analisis gender tersebut.

(12)

4. LSM dan organisasi wanita

Kemitraan PT/PSW/PSG dengan LSM dan organisasi wanita dapat memadukan kemampuan membangun model akademis dan pengalaman LSM dan organisasi wanita dalam berbagai aspek kehidupan yang ditimbulkan oleh adanya kesenjangan gender di bidang pendidikan. Kerjasama yang intensif dari dua kelompok lembaga ini diharapkan dapat membuahkan suatu pemikiran yang tepat di bidang pendidikan keluarga yang responsif gender dan pendidikan ketrampilan hidup bagi perempuan.

5. Penerbit, penulis, satuan pendidikan, dan stakeholders lainnya

Kelompok sasaran yang terakhir ini bukan berarti kurang penting. Kelompok ini sama perannya dengan kelompok lain dalam mewujudkan KKG. Melalui bahar ajar dan pembelajaran yang responsif gender, para guru dapat menyampaikan pesan-pesan tentang KKG dan anak didik dapat secara gradual memahami pesan tersebut serta dapat merasakan aplikasinya dalam sekolah yang responsif gender. Untuk mendukung upaya mewujudkan KKG, peran data dan media sangat penting. Tanpa data yang lengkap dan berkualitas, maka profi l gender, analisis situasi dan analisis gender bidang pendidikan tidak akan sempurna disusun. Hal ini akan membawa dampak pada tidak sempurnanya kebijakan dan perencanaan termasuk perencanaan penganggaran yang disusun. Peran media juga penting dalam penyebarluasan atau sosialisasi pemahaman tentang gender kepada masyarakat.

Untuk memantau dan mengevaluasi status capaian KKG bidang pendidikan indikator kuantitatif yang harus disusun menyangkut keterlibatan unsur laki-laki dan perempuan sebagai input dan dalam proses kegiatan pembangunan pendidikan yang tertera dalam kerangka kerja. Bila KKG telah tercapai, maka indikator yang menjadi tolok ukur akan dapat menunjukkan bahwa output pembangunan pendidikan dapat dirasakan atau dimanfaatkan baik oleh laki-laki maupun perempuan secara seimbang.

Berkaitan dengan kebijakan tiga pilar pembangunan pendidikan, yaitu (1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan, (2) peningkatan mutu dan relevansi, dan (3) tata kelola dan akuntabilitas, maka tercapainya KKG akan tergambar dari kesetaraan dan keadilan laki-laki dan perempuan dalam mendapatkan manfaat dari output kegiatan pembangunan yang terkait dengan tiga pilar pembangunan tersebut.

BAB III

Bidang

Pendidikan

Pemanfaatan

Indikator

Gender

Walaupun buku panduan ini, seperti telah disebutkan sebelumnya, ditujukan kepada dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota agar dapat menghimpun data dari berbagai pihak lalu menyusunnya dalam profi l gender, namun jangkauan terbitan profi l gender diharapkan jauh lebih luas dari itu. Pihak konsumen data dan stakeholders pendidikan dapat menggunakannya untuk kepentingan mereka, misalnya sebagai baseline data untuk melihat

trend atau kecenderungan kesenjangan gender dan

bagaimana mengurangi kesenjangan itu. Dengan demikian profi l gender bidang pendidikan akan merupakan suatu kebutuhan yang secara teratur perlu disusun.

Pasca penyusunan data/statistik dan indikator gender, akan terbuka wawasan tentang ada tidaknya kesenjangan gender di bidang pendidikan. Agar buku profi l gender yang akan disusun berdasarkan panduan ini dapat dimanfaatkan secara maksimal, perlu juga disinggung bagaimana memanfaatkan data/statistik dan indikator gender yang ada di dalammya. Salah satu pemanfaatannya adalah untuk menyusun analisis gender.

(13)

Analisis gender adalah proses penganalisisan data dan informasi secara sistematis tentang kondisi dalam berbagai aspek kehidupan laki-laki dan perempuan untuk mengidentifi kasi dan mengungkap kedudukan, fungsi, peran dan tangung jawab dalam proses pembangunan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi akses, kontrol, partisipasi dan manfaat pembangunan (KPP dan PA, 2009). Dalam kegiatan analisis ini, ada tuntutan untuk mengurai dan membandingkan relasi kondisi, status, peran dan kepentingan antara laki-laki dan perempuan secara cermat dan mendalam. Hal ini penting agar para pengambil kebijakan dapat mengambil inti permasalahan kesenjangan gender dan bagaimana cara untuk menghilangkan atau menguranginya. Analisis semacam ini juga dapat bermanfaat untuk memastikan peran serta laki-laki dan perempuan yang sesuai dengan segala kemampuan dan kebutuhan dan kelemahannya dalam pembangunan.

Kelompok penentu kebijakan publik sangat berkepentingan terhadap tersedianya analisis gender bidang pendidikan, yaitu para perencana yang akan menyusun Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) dan mengevaluasi kebijakan bidang pendidikan, yang uraiannya akan disajikan berikut.

A. Perencanaan Penganggaran

Perencanaan dan penganggaran adalah suatu kegiatan yang melibatkan unit perencana dalam menentukan tindakan masa depan yang tepat, kegiatan dan keluaran yang jelas melalui urutan pilihan dengan memperhatikan sumber daya, manusia, dana dan peralatan, yang tersedia. Penganggaran perlu secara transparan direncanakan dan dialokasikan. Berkaitan dengan PPRG, ada dua hal yang perlu dicakup dan diprioritaskan, yaitu:

1. Keadilan bagi laki-laki dan perempuan (dengan mempertimbangkan peran dan hubungan gendernya) dalam memperoleh akses, manfaat (dari program pembangunan), berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan mempunyai kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan atau biasa disingkat dengan AKPM.

2. Kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan dalam memperoleh kesempatan/ peluang dalam memilih dan dalam menikmati hasil pembangunan.

Seperti telah disebutkan, isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan laki-laki dan perempuan atau ketimpangan gender yang biasanya cenderung menguntungkan atau merugikan salah satu kelompok tersebut. Karena keadaan ini menunjukkan adanya perbedaan antara kondisi yang diharapkan dan kondisi objektif di lapangan, maka dalam usulan kegiatan, perlu dikemukakan upaya untuk mempersempit kesenjangan ini. Upaya ini dituangkan dalam suatu kerangka kerja yang akan diusulkan anggarannya.

Kerangka acuan kerja atau terms of reff erence (KAK atau TOR) merupakan dokumen pendukung yang memberi informasi mengenai keluaran kegiatan yang akan dicapai sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga yang memuat latar belakang, penerima manfaat, strategi pencapaian, waktu pencapaian, dan biaya yang diperlukan. Gender Budget Statement (GBS) adalah dokumen yang merupakan bagian dari KAK atau TOR, yang menginformasikan suatu output kegiatan telah responsif terhadap isu gender yang ada. Hanya pada komponen input yang langsung mendukung upaya mewujudkan kesetaraan gender yang perlu dijelaskan sebagaimana rencana aksi dalam dokumen GBS. Secara ringkas langkah-langkah kegiatan penyusunan GBS yang terkait dengan isi profi l gender adalah sebagai berikut:

1. Menyajikan data/statistik dan indikator terpilah menurut jenis kelamin. Sajian Informasi ini diuraikan dalam latar belakang permasalahan TOR, termasuk isu gender, dalam rangka pencapaian output.

2. Menemukenali faktor-faktor yang terkait dengan kesenjangan gender berdasarkan akses, kontrol, pertisipasi dan manfaat pembangunan (AKPM). 3. Menemukali faktor penyebab kesenjangan gender yang berasal dari dalam

(14)

4. Menemukali faktor penyebab kesenjangan gender yang berasal dari luar organisasi yang terjadi pada proses pelaksanaan program dan kegiatan, seperti sosial budaya, dan

5. Menyusun suatu kegiatan untuk menghilangkan atau mengurangi kesenjangan yang ditemukan pada butir dua tersebut di atas.

Pada bagian pelaksanaan kegiatan (termasuk time table) dalam TOR diuraikan komponen input yang mendukung langsung perbaikan ke arah kesetaraan gender. Dengan kata lain bahwa komponen input yang mendukung pencapaian output kegiatan yang berperspektif gender harus dapat menjelaskan upaya perbaikan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok sasaran, baik laki-laki maupun perempuan

B. Reformulasi

Kebijakan

Suatu kebijakan/program/kegiatan seringkali diklaim sebagai netral gender yang tidak memihak kepada salah satu kelompok jenis kelamin, karena sasaran kebijakan/program /kegiatan ditujukan kepada siapa saja tidak memandang laki-laki atau perempuan. Pernyataan tersebut akan terbukti kebenarannya apabila telah dilakukan suatu analisis gender terhadap tahapan kegiatan, mulai dari input, proses dan output kegiatan. GAP merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk meneliti/menganalisis apakah suatu kebijakan/program atau kegiatan yang telah dilaksanakan responsif gender atau tidak. Materi dasar yang digunakan sebagai

entry point adalah adalah output kegiatan (Rosalin dkk.,2001).

Metode GAP dapat memberikan manfaat pada:

1. Penetapan program pembangunan yang responsif gender, atau perencanaan yang memperhitungkan kepentingan laki-laki dan perempuan.

2. Penetapan prioritas permasalahan dan membuat solusi alternatif untuk mengatasi masalah gender.

KPP dan PA (2009) mencatat langkah-langkah penting yang perlu ditempuh dalam analisis gender dengan metode GAP ada 9 seperti berikut.

1. Memilih kebijakan program/kegiatan yang akan dianalisis dan memeriksa tujuan kegiatan pembangunan

2. Menyajikan data/statistik dan indikator terpilah menurut jenis kelamin, sebagi

pembuka wawasan. Sajian Informasi ini diuraikan dalam latar belakang permasalahan TOR, termasuk isu gender, dalam rangka pencapaian output. 3. Menemukenali faktor-faktor yang terkait dengan kesenjanjangan gender

berdaarkan AKPM.

4. Menemukali faktor penyebab kesenjangan gender yang berasal dari dalam lembaga, seperti budaya organisasi,

5. Menemukali faktor penyebab kesenjangan gender yang berasal dari luar organisasi yang terjadi pada proses pelaksanaan program dan kegiatan, seperti sosial budaya,

6. Menyusun suatu kegiatan untuk menghilangkan atau mengurangi kesenjangan yang ditemukan pada butir dua tersebut di atas.

7. Menyusun rencana aksi dan sasarannya dengan merujuk pada isu gender yang telah diidentifi kasi. Fokus utama dari rencana aksi ini adalah menghilangkan atau, paling sedikit, mengurangi kesenjangan gender.

8. Menetapkan baseline data untuk memantau perkembangan

9. Menetapkan indikator gender untuk dikumpulkan di masa mendatang.

Sumber : Diverdikasi dari Bappenas, Revisi 2007 ANALISIS KEBIJAKAN YANG RESPONSIF GENDER

1. Pilih kebijakan/program/kegiatan yang akan dianalisis:

- Identifi kasi dan tuliskan tujuan kebijakan/program/ kegiatan pembangunan

2. Sajikan data pembuka wawasan terpilah menurut jenis kelamin: - Kuantitatif

- Kualitatif PELAKSANAAN DAN EVALUASIMONITORING

ISU GENDER - Apa? - Dimana? - Mengapa? - Bagaimana? 3. Temukenali isu gender di proses p e r e n c a n a a n k e b i j a k a n / p r o g r a m / k e g i a t a n pembangunan: - Akses, - Partisipasi, - Kontrol, - Manfaat. PENGUKURAN HASIL PERUMUSAN KEBIJAKAN DAN RENCANA AKSI

6. R u m u s k a n kembali tujuan k e b i j a k a n / program/kegiatan pembangunan 7. Susun Rencana Aksi yang responsif gender 8. T e t a p k a n basline 7. T e t a p k a n Indikator Gender 4. Te m u ke n a l i isu gender di internal lembaga dan/ atau budaya organisasi. 5. Te m u ke n a l i isu gender di eksternal lembaga.

(15)

Sumber

Data

BAB IV

A. Data Sektoral dari Dinas Pendidikan

Menurut UU Statistik No. 16 tahun 1997, data yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan instansi tertentu dalam rangka penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan sektor dinamakan data sektoral. Data ini umumnya dikumpulkan oleh instansi sektor melalui catatan administrasinya. Misalnya data yang harus dimiliki oleh Kemdikbud adalah data yang berkaitan dengan gedung sekolah, guru dan peseta didik serta kegiatan belajar-mengajar. Untuk itu suatu sistem pendataan telah diterapkan di semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pendidikan. Instrumen pendataan yang dipakai di semua SKPD pendidikan telah dibakukan agar data antardaerah yang terkumpul dapat dibandingkan dan dilakukan komputasi terhadapnya. Instrumen pendataan yang dipakai terdiri dari beberapa kuesioner atau formulir, di antaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:

1. LI-TK/RA/BA : Laporan Individu Taman Kanak-kanak

2. RC TK/RA/BA : Rangkuman Data Taman Kanak-kanak Tingkat Kecamatan. 3. RK TK/RA/BA : Rangkuman Data Taman Kanak-kanak Tingkat Kabupaten/

Kota.

4. RP TK/RA/BA : Rangkuman Data Taman Kanak-kanak Tingkat Provinsi 5. LI SLB : Laporan Individu Sekolah Luar Biasa

6. RP SLB : Rangkuman Data Sekolah Luar Biasa Tingkat Provinsi 7. LI SD/MI : Laporan Individu Sekolah Dasar

8. RCS D/MI : Rangkuman Data Sekolah Dasar Tingkat Kecamatan 9. RK SD/MI : Rangkuman Data Sekolah Dasar Tingkat Kabupaten/Kota

10. RP SD/M : Rangkuman Data Sekolah Dasar Tingkat Provinsi

11. LI SM : Laporan Individu Sekolah Menengah Pertama dan Menengah 12. RK SM : Rangkuman Data Sekolah Menengah Pertama dan Menengah

Tingkat Kabupaten/Kota

13. RK SMPT : Rangkuman Data Sekolah Menengah Pertama Terbuka Tingkat

Kabupaten/Kota

14. RP SM : Rangkuman Data Sekolah Menengah Pertama dan Menengah

Tingkat Provinsi

15. RP SMPT : Rangkuman Data Sekolah Menengah Pertama Terbuka Tingkat

Provinsi

16. K PNF : Kuesioner Pendidikan Nonformal Tingkat Kabupaten/Kota 17. RP PNF : Rangkuman Data Pendidikan Nonformal Tingkat Provinsi

Pusat Data dan Statistik Pendidikan (PDSP) data yang dikumpukan oleh seluruh SKPD pendidikan di Indonesia dirangkum dan dipublikasikan.

B. Data Dasar dari Badan Pusat Statistk

Data yang pemanfaatannya ditujukan untuk keperluan yang bersifat luas baik oleh pemerintah maupun masyarakat dan umumnya dikumpulkan oleh BPS. Data dasar pokok bidang pendidikan yang berasal dari BPS merupakan hasil kegiatan survei tahunan, antara lain adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Kor. Jenis data tahunan yang utama dikumpulkan meliputi, antara lain, data tentang pendidikan yang ditamatkan, melek aksara, partisipasi sekolah, lama sekolah, putus sekolah, dan status sekolah yang sedang diikuti. Sementara itu data rinci yang dapat dipakai untuk mendukung informasi pokok berasal dari Susenas Modul Pendidikan yang kegiatannya dilakukan tiga tahun sekali. Jenis data modul meliputi antara lain jarak sekolah moda transportasi yang dipakai ke sekolah, biaya sekolah, kelengkapan buku dan kelengkapan alat sekolah. Untuk saat ini jenis data modul belum dapat dihasilkan pada tingkat kabupaten/kota karena ukuran sampel tidak memadai untuk itu.

(16)

C. Data dari Sumber Lain

Melalui sistem pendataan SKPD Pendidikan dan BPS di atas, data yang dihasilkan merupakan data kuantitatif. Untuk lebih melengkapi informasi tentang kesetaraan atau kesenjangan gender yang terjadi di bidang pendidikan, data kualitatif diperlukan dari sumber lain, seperti dari Balitbang, Pusat Data Statistik Pendidikan (PDSP), Kemdikbud dan Pusat Studi Gender atau Pusat Studi Wanita.

D. Perbedaan Data dari Berbagai Sumber

Sumber data di atas dihasilkan dari kegiatan pengumpulan data dengan metode yang berbeda-beda sehingga hasilnya pun berbeda. Pendataan yang dilakukan SKPD pendidikan memakai metode sensus dengan pendekatan sekolah dalam lingkup Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mencakup penduduk di wilayah pelayanan (catchment area). Metode pengumpulan data bidang pendidikan yang dipakai oleh BPS umumnya pendataan sampling, memakai pendekatan rumah tangga dalam lingkup wilayah administrasi dan sekolah yang dicakup meliputi sekolah kedinasan. Perbedaan metode inilah yang sering menyebabkan adanya perbedaan estimasi data BPS dengan hasil pendataan yang dilakukan oleh SKPD pendidikan, antara lain, berkaitan dengan hal-hal berikut:

1. Metode pencacahan

Metode sampling yang dipakai BPS akan menyebabkan kesalahan sampling yang dapat ditekan antara lain dengan besarnya ukuran sampel dan metode stratifi kasi serta kesalahan nonsampling dapat diperkecil antara lain dengan pelatihan petugas yang intensif. Metode sensus hanya akan menyebabkan kesalahan non-sampling (kesalahan yang disebabkan oleh faktor petugas, responden dan defi nisi operasional) yang seperti telah diutarakan dapat dikendalikan dengan pelatihan petugas.

2. Cakupan Wilayah

Walaupun bedanya mungkin tidak besar, data pendidikan dari SKPD dapat mewakili kondisi pendidikan di suatu wilayah pelayanan tetapi bukan wilayah administrasi. Di samping itu, pada waktu menghitung indikator seperti APM dan APK, SKPD sering memakai data penduduk wilayah administrasi tanpa , mempertimbangkan faktor koreksi.

Dalam formulir pendaftaran siswa terdapat informasi tentang alamat siswa; bila alamat siswa ini diolah, maka akan diperoleh data sektoral yang mewakili wilayah administrasi. Data SKPD pendidikan beberapa kabupaten di Sumatera Utara telah dicoba untuk diolah berdasarkan wilayah administrasi, yang ternyata pengolahan tersebut tidak sulit untuk dilakukan (Siti Sofi ah dan Ida Kintamani, 2008).

3. Cakupan Sekolah

Perbedaan ini hanya menyangkut jenjang sekolah setingkat SM/SMK ke atas. BPS mencatat semua penduduk yang mengikuti pendidikan kedinasan seperti sekolah perawat, sekolah pelayaran dan sekolah pertanian menengah atas sebagai berpartisipasi sekolah. Perbedaan cakupan ini menyebabkan nilai indikator angka partisipas pendidikan yang dihasilkan BPS lebih besar daripada nilai yang dihasilkan Dinas.

Studi mendalam atau pengumpulan data kualitatif biasanya hanya menyangkut jumlah kasus yang terbatas, dengan wawancara yang mendalam. Generalisasi data kuantitatif yang biasanya ikut dikumpulkan dalam studi mendalam tidak dapat dilakukan untuk menggambarkan suatu wilayah administrasi yang besar.

Di samping mempunyai kelemahan, masing-masing kegiatan pengumpulan data pendidikan mempunyai kelebihan. Selama semua pihak yang berkepentingan dapat menyikapi perbedaan tersebut dengan bijaksana, maka semua data tersebut akan saling komplemen satu sama lain.

(17)

Dalam Rencana Aksi Nasional terkait dengan pendidikan untuk semua telah ditetapkan arah kebijakan yang meliputi tiga pilar pembangunan pendidikan (Kemdibud, 2011) sebagai berikut:

1. Perluasan dan pemerataan akses pendidikan yang bermutu dan berwawasan gender bagi semua anak laki-laki dan perempuan,

2. Peningkatan mutu dan relevansi, menurunkan tingkat keniraksaraan penduduk dewasa terutama penduduk perempuan melalui peningkatan kinerja pendidikan pada setiap jenjang pendidikan baik melalui pendidikan persekolahan maupun pendidikan luar sekolah, pendidikan kesetaraan dan pendidikan keaksaraan fungsional bagi penduduk dewasa, dan

3. Tata kelola dan akuntabilitas, meningkatkan kemampuan kelembagaan pendidikan dalam mengelola dan mempromosikan pendidikan yang berwawasan gender.

Oleh karena itu, jenis data gender yang utama perlu ditampilkan dalam profi l gender berhubungan dengan perluasan dan pemerataan, peningkatan mutu dan relevansi dan tata kelola dan akuntabilitas. Mengingat adanya komitmen internasional dan nasional yang perlu dipantau dan dievaluasi, masih terbuka kemungkinan penambahan jenis data dan indikator yang ditampilkan selain yang tertera dalam lampiran buku panduan ini (Lihat lampiran tabel dummy). Data lainnya yang berkaitan dengan kegiatan atau hasil kegiatan oleh para stakeholder pendidikan dapat juga disajikan.

B. Rumus Penghitungan Indikator yang Penting

Rumus yang disajikan berikut tidak lengkap disajikan menurut jenjang pendidikan, wilayah atau kelompok umur penduduk. Pengguna buku ini dapat menerapkan rumus untuk setiap jenjang pendidikan, wilayah dan kelompok umur penduduk yang diinginkan. Di samping itu, rumus yang menyangkut persentase tidak disajikan satu per satu di sini karena terlalu sederhana. Persentase= (subpopulasi yang mempunyai ciri tertentu yang sedang dibicarakan) dibagi populasi. Penjelasan indikator di bawah ini dapat dilihat di Glossary

1. AMH (Angka Melek Huruf)

AMH15-24 = Banyaknya penduduk usia 15-24 th yang melek huruf

Banyaknya penduduk usia 15-24 tahun x 100%

2. APS (Angka Partisipasi Sekolah)

APS 4-6 Tahun = Banyaknya anak usia 4-6 tahun yang sekolah

Banyaknya penduduk usia 4-6 tahun x 100%

3. APM (Angka Partisipasi Murni)

APM SD = Banyaknya siswa SD usia 7-12 tahun

Banyaknya penduduk usia 7-12 tahun x 100%

4. APK (Angka Partisipasi Kasar)

APM SMP = Banyaknya siswa SMP

Banyaknya penduduk usia 13-15 tahun x 100%

5. AL (Angka kelulusan)

AL = Banyaknya lulusan

Banyaknya siswa tingkat tinggi x 100%

6. AptS (Angka Putus Sekolah)

AptS SD = Banyaknya siswa SD yang putus sekolah

Banyaknya siswa SD seluruhnya x 100%

7. AptS (Komulatif angka putus sekolah penduduk kelompok usia )

AptS7-12 = Banyaknya penduduk usia 7-12 th yang tidak sekolah

Banyaknya penduduk usia 7-12 tahun x 100%

BAB V

Bidang

Pendidikan

Penyajian

Profi l

Gender

(18)

8. AM (Angka Melanjutkan ke )

AM SMP = Banyaknya siswa baru tingkat 1 SMP

Banyaknya lulusan SD x 100%

9. AB (Angka Bertahan di Kelas 6

AB 6 tahun = Banyaknya siswa pada kelas 6 SD

Banyaknya siswa kelas 1 SD, enam tahun yang lalu x 100% 10. Indeks Disparitas Gender atau Rasio APM SM

Rasio APM SM = APM SM Perempuan

APM SM Laki-laki x 100%

11. Indeks Paritas Gender Melek Huruf

Rasio AMH = AMH Perempuan

AMH Laki-laki x 100%

12. Gender EFA Index

GEI = Rasio APM SD + Rasio APM SMP + Rasio AMH

3 x 100%

C. Penyajian Tabel menurut Jenis Kelamin

Penyajian tabel seperti lampiran, untuk menggambarkan komposisi keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam suatu kegiatan; dilakukan dengan membandingkan indikator untuk laki-laki dan perempuan. Tabel yang berisi indikator provinsi yang disajikan hendaknya merupakan gabungan tabel seluruh kabupaten/kota. Dengan menampilkan indikator kinerja provinsi dan kabupaten/kota dapat secara langsung dibandingkan (lihat lampiran tabel).

Dalam lampiran yang berisi tabel dummy tentang profi l gender yang disajikan dalam tiga kelompok tabel, yaitu menyangkut:

1. Pemerataan dan perluasan pendidikan, termasuk hal-hal yang dapat mempengaruhi partisipasi sekolah anak laki-laki dan perempuan, seperti persebaran sekolah SD, SMP, dan SMA/SMK;

2. Mutu dan relevansi pendidikan, dan 3. Menejemen pengelolaan pendidikan.

D. Penyajian Narasi

Penyajian data dalam bentuk narasi atau uraian dalam buku data terpilah dimaksudkan untuk memberikan penjelasan kepada pembaca tentang cara membaca tabel, arti data yang mungkin dapat menggambarkan isu gender, dan sepanjang memungkinkan mencari faktor-faktor yang terkait dengan isu tersebut. Di samping itu penyajian dengan narasi dapat menampung informasi kualitatif yang tak dapat dinyatakan dengan angka-angka. Informasi kualitatif ini dapat merupakan hasil penelitian dari SKPD atau PSW/PSG, badan penelitian lembaga, maupun hasil diskusi yang diselenggarakan SKPD berkaitan dengan isu gender yang ditunjukkan oleh data kuantitatif. Oleh karena itu perlu ditekankan bahwa sebelum melakukan pengumpulan data ke masyarakat ada beberapa hal yang dilakukan, di antaranya;

a. Melakukan analisis awal terhadap data kuantitatif untuk menemukenali adanya gap atau perbedaan antara perempuan dan laki-laki, atau

b. Melakukan studi kualitatif agar memperoleh penjelasan mengapa ada perbedaan tersebut , antara lain dengan desk review , rapid assessment,

focus group discussion, observasi atau lainnya.

1. Desk Review dari Dokumen

Tidak kalah penting dari metode-metode lain, adalah metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya, yang memuat tentang isu gender, isu perempuan dan menggambarkan kesenjangan dari waktu ke waktu Dalam menggunakan metode dokumentasi ini peneliti memegang check-list untuk mencari variabel yang sudah ditentukan. Misalnya informasi tentang kerentanan trafi king perempuan dan anak atau persoalan perempuan kepala keluarga. Untuk mencatat hal-hal yang bersifat bebas atau belum ditentukan dalam daftar variabel peneliti dapat menggunakan kalimat bebas.

2. Rapid Assessment (RA)

RA adalah suatu metode pengumpulan data secara cepat ke lapangan. Rapid

(19)

untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang permasalahan yang ada di kalangan masyarakat, termasuk isu gender, secara cepat. Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif, mulai dari yang sederhana yaitu atribut, kemudian narasi, sampai yang paling lengkap yaitu cerita tentang sebab/ akibat terjadi isu gender. Karena sifatnya yang harus cepat dan efi sien maka RAP tentu tidak dapat meliput responden atau informan yang banyak dan seperti umumnya cakupan studi kuantitatif. Faktor representativeness untuk masyarakat luas, sementara ini, tidak menjadi hal yang penting. Oleh karena itu hasil RAP hanya menunjukkan kecenderungan dan tidak dapat digeneralisasi pada populasi yang besar. Selain sebagai alternatif pilihan untuk mengisi kekosongan data kuantitatif, RAP sebagai suatu metode banyak dimanfaatkan untuk berbagai hal antara lain untuk:

a. Menjaring pendapat tentang sesuatu fenomena yang terjadi dalam masyarakat,

b. Menjadi embrio penelitian mendalam yang bersakala lebih besar, c. Melengkapi hasil pengumpulan data kuantitatif tentang sebab-sebab dan

bagaimana suatu fenomena yang ditunjukkan hasil studi kuantitaif dapat terjadi.

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada RAP adalah antara lain wawancara pada sekelompok orang secara mendalam (Indepth Interview,

IDI) satu per satu atau perorangan dan secara berkelompok. Selain dana, waktu yang tersedia untuk melakukan penilaian juga menjadi faktor utama untuk menentukan besarnya responden yang dipilih. Pemilihan responden atau informan tidak dilakukan secara random melainkan secara purposif sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian.

3. Focus Group Discussion (FGD)

FGD adalah suatu metode pengumpulan data kualitatif melalui suatu diskusi yang interaktif. Pengumpul data bertindak sebagai fasilitator bukan pewawancara dalam diskusi yang mengambil topik tertentu sebagai fokus. Sebagai fasilitator, pengumpul data hanya melontarkan topik yang akan didiskusikan dan untuk selanjutnya dikupas oleh seluruh paserta FGD. Apa

yang dibicarakan dalam diskusi merupakan data kualitatif yang masih harus disarikan oleh pengumpul data.

Peserta diskusi sekitar 8-15 orang, laki-laki dan perempuan, yang sebaiknya mengetahui permasalahan pendidikan yang dialami laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Variasi ciri peserta perlu dijaga tidak terlalu lebar namun tidak juga homogen. Bila gap peserta terlalu lebar, seperti hadirnya seorang kepala satuan kerja dan anak buahnya, dikhawatirkan pihak yang merasa lebih rendah tidak akan berani mengeluarkan pendapat. Bila kepala satuan kerja tidak hadir tentu tidak ada halangan mental yang membatasi seorang peserta diskusi untuk mengemukakan pendapatnya. Informasi dan jenis data yang akan digali ditentukan setelah ada analisis awal dari data kuantitatif dan desk review.

4. Observasi

Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun berisi butir-butir tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi. Dari peneliti berpengalaman diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi bukanlah sekadar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian ke dalam suatu skala bertingkat.

E. Penyajian

Gambar

Penyajian data dalam bentuk gambar sangat membantu pembaca dengan secara cepat menerima pesan yang digambarkan data mengenai fakta di lapangan. Gambar lebih mudah dimengerti dan mudah dimanfaatkan untuk menarik kesimpulan daripada angka dan bentuk penyajian data yang lain. Ini disebabkan oleh manipulasi warna atau bentuk yang dapat dibuat untuk menggambarkan isu yang ada. Tidak semua tabel perlu digambarkan. Beberapa jenis gambar yang dapat ditampilkan dalam buku profi l gender, seperti:

1. Diagram batang: dipakai untuk membandingkan indikator antarkelompok masyarakat seperti, jenis kelamin, jenjang sekolah dan wilayah. Diagram batang ini dapat disajikan secara vertikal (colomn chart), seperti Gambar 1 maupun horizontal (bar chart).

(20)

Gambar 1. APM SD menurut Provinsi, Tahun 2009 Aceh 100 9523 80 60 40 20 0 Ja w a T imur Bengkulu Sulawesi T enggar a Maluku Kalimantan Bar at Maluku Utar a Nusa T enggar a T imur Kalimantan T engah INDONESIA Lampung Jaw a Bar at DI Y ogy akarta K epulauan Riau Sulawesi T engah Sulawesi Selatan Ja w a T engah Jambi Sumater a Bar at Kalimantan Selatan DKI J akarta Kalimantan T imur Sulawesi Bar at Sulawesi Utar a Riau Bali Nusa T enggar a Bar at Sumater a Utar a Banten Sumater a Selatan Bangka Belitung Papua Bar at Gorontalo Papua Persentase Sumber: Bappenas (2011)

2. Piechart atau diagram bundar: dipakai untuk memperlihatkan komposisi menurut ciri-ciri kelompok dalam masyarakat. Seluruh komponen digambar ini harus berjumlah 100 persen.

Gambar 2. Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Penduduk Laki-Laki Indonesia Berusia 10 Tahun Ke Atas, Tahun 2011

3.40 20.12 29.93 18.49 22.12 4.21 1.73 Tdk/blm pernah s ekolah Tdk Tamat S D S D/MI S MP /MTS S MA /MA /S MK D1/D2/D3 D4/S 1/S 2/S 3

Sumber: Diolah dari Hasil Susenas 2011

Gambar 3. Tingkat Pendidikan yg Ditamatkan Penduduk Perempuan Indonesia Berusia 10 th Ke Atas, Tahun 2011

8.09 20.55 29 96 17.93 17.57 3.58 2.33 Tdk/blm pernah s ekolah Tdk Tamat S D S D/MI S MP /MTS S MA /MA /S MK D1/D2/D3 D4/S 1/S 2/S 3

Sumber: Diolah dari Hasil Susenas 2011

3. Grafi k (Gambar 3) adalah suatu garis lurus yang mengubungkan puncak yang menggambarkan tinggi suatu nilai indikator satu kelompok masyarakat, misalnya, pada suatu waktu tertentu. Kalau grafi k dibuat untuk beberapa kelompok masyarakat, misalnya, laki-laki dan perempuan, maka trend atau kecenderungan nilai indikator untuk laki-laki dan perempuan dapat dibandingkan.

Gambar 4. Persentase Penduduk Laki-laki Indonesia Berusia 10 Tahun Ke Atas menurut Pendidikan dan Status Ekonomi (Q1/Miskin dan Q5/Kaya), Tahun 2011

38.83 27.73 23.73 15.23 6.88 2.19 1.27 5.98 10.73 12.19 18.87 35.65 57.87 69.52 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 T dk/ blm per nah s ekol ah T dk T am at S D S D/M I S M P/M T S S M A/MA /SMK D1/D 2/D3 D4/S 1/S 2 /S3 Q1 Q5

(21)

Gambar 5. Persentase Penduduk Perempuan Indonesia Berusia 10 Tahun Ke Atas menurut Pendidikan dan Status Ekonomi (Q1/Miskin dan Q5/Kaya),

Tahun 2011 33.88 25.78 22.86 15.04 6.47 1.85 1.01 7.31 11.49 13.83 21.15 37.46 59.77 68.60 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 dk/b lm pe rnah seko lah T dk T amat SD S D/M I S MP/ MT S S MA/ MA/S MK D1/D 2/D3 D4/S 1/S 2 /S3 Q1 Q5

Sumber: Diolah dari Hasil Susenas 2011

4. Peta tematik menyajikan nilai range indikator dalam gambar peta dengan gradasi warna yang berbeda. Biasanya, suatu bagian wilayah yang digambarkan dengan warna yang makin muda, maka makin kecil nilai indikator di wilayah yang bersangkutan (Gambar 4)

Gambar 6. Persebaran Rasio Angka Melek Huruf Remaja (Usia 15-24 Tahun) menurut Provinsi, Tahun 2009

Sumber: Bappenas (2011)

Radar: merupakan gambar yang mempunyai kemampuan untuk menyajikan banyak indikator kinerja kegiatan dari satu wilayah tertentu dalam satu gambar. Dalam gambar ini sekaligus dapat menggambarkan status capaian kinerja per kegiatan (Gambar 7).

Gambar 7. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Berbagai Kelompok Umur dan Angka Melek Aksara (AMH) menurut Jenis Kelamin di Perdesaan Provinsi

Sulawesi Utara, Tahun 2011

0 20 40 60 80 100 APS 4-6 th APS 7-12 th APS 13-15 th APS 16-18 th AMH 15 th + Perempuan Laki-laki

(22)

Paling sedikit ada sebuah kata pengantar buku profi l gender pada tingkat provinsi atau kabupaten/kota yang ditandatangani oleh kepala dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota

B. Pendahuluan

Bab ini merupakan Bab I buku profi l yang akan diikuti dengan BAB II, BAB III, dan seterusnya berdasarkan urutan abjad. Isi bab ini adalah:

1. Kebijakan nasional tentang pendidikan untuk laki-laki dan perempuan dalam RPJMN

2. Dasar hukum

a. Kesepakatan internasional yang ditandatangani Indonesia tentang pentingnya pendidikan laki-laki dan perempuan, seperti Education For

All (EFA) dan Millenium Development Goals (MDGs).

b. Penjelasan tentang Inpres No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) yang berkaitan dengan instruksi presiden kepada seluruh pimpinan di pusat maupun di daerah untuk mengarusutamakan gender dalam proses pengambilan keputusan.

c. Permendagri 15/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG di Daerah

d. Permendiknas No 84 tahun 2008: Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan

e. Penjelasan tentang Permen PP dan PA Tentang Penyelenggaraan Data Gender dan Anak

C. Dukungan Daerah terhadap Pelaksanaan PUG

Uraikan tentang dukungan terhadap pelaksanaan PUG di daerah, meliputi: 1. Komitmen: merupakan wujud dukungan pemerintah daerah secara moral

maupun material yang mengikat terhadap pelaksanaan PUG di daerah, 2. Kebijakan: merupakan kebijakan pemerintah daerah yang secara eksplisit

mendukung pelaksanaan PUG di daerah,

3. Kelembagaan: merupakan bentuk kelembagaan pokja PUG yang berkaitan dengan status, hak dan kewajibannya

4. Peran serta masyarakat: merupakan dukungan kelompok masyarakat, seperti PSW/PSG, tokoh agama (Toga), tokoh masyarakat (Toma), Tokoh adat (Todat) , dan pemangku kepentingan atau stakeholders pendidikan lainnya.

5. Sumber daya: merupakan sumber dana dan sdm baik yang berasal dari internal maupun eksternal SKPD yang digunakan untuk menjalankan kegiatan PUG bidang pendidikan di daerah,

6. Data dan informasi: merupakan kekayaan yang tidak terhingga untuk dapat membuka wawasan tentang adanya kesenjangan gender di bidang pendidikan,

7. Alat analisis: merupakan pemanfaatan metode analisis untuk kegiatan perencanaan penganggaran dan reformulasi kebijakan di bidang pendidikan. Indikator diperlukan untuk memantau perkembangan proses pelaksanaan PUG. Penjelasan kualitatif tentang pelaksanaan PUG di daerah ini merupakan informasi berharga dalm buku profi l gender.

D. Pembangunan Pendidikan Daerah Berwawasan Gender

Berikan penjelasan tentang kebijakan daerah tentang pendidikan untuk laki-laki dan perempuan dalam RPJMD Provinsi/ Kabupaten/Kota. Sajikan di sini program PUG Provinsi/Kabupaten/ Kota yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Beri keterangan tentang keberhasilan dan hambatan yang dialami dalam menjalankan

BAB VI

Pendidikan

Daerah

Isi Buku

Profi l

Gender

Bidang

(23)

program tersebut. Jelaskan tentang program tahun 2012 dan kemungkinan keberhasilannya. Jabarkan pula Rencana Aksi Daerah (RAD) untuk pencapaian EFA

Goal 1 sampai 6 dan MDGs bidang pendidikan yang terkait dengan Goal 1 dan

Goal 2

E. Perluasan dan Pemerataan Pendidikan

Dalam bab ini perlu disajikan data kuantitatif maupun penjelasan kualitatifnya mengapa ada kesenjangan gender (kalau informasinya tersedia) tentang perluasan dan pemerataan pendidikan. Penjelasan untuk masing-masing jenis/jalur/jenjang pendidikan dalam satu subbab tersendiri.

Uraian meliputi antara lain:

1. Tingkat pendidikan yang dicapai penduduk 2. Melek Aksara

3. APS anak usia sekolah

4. Partisipasi di jenjang pendidikan SD (APS, APM, APK) 5. Partisipasi di jenjang pendidikan SMP (APS, APM, APK) 6. Partisipasi di jenjang pendidikan SM/SMK (APS, APM, APK) 7. Partisipasi di jenjang pendidikan perguruan tinggi

8. Status sekolah

9. Partisipasi sekolah luar biasa 10. Pendidikan luar sekolah

F. Peningkatan Mutu dan Relevansi Pendidikan

Beberapa indikator penting yang perlu ditampilkan antara lain: 1. Angka putus sekolah

2. Angka bertahan 3. Angka kelulusan 4. Angka melanjutkan 5. Angka mengulang 6. Nilai ujian nasional

7. Kurikulum dan pembelajaran 8. Penjurusan dan bea siswa

G. Pengelolaan Pendidikan

Dalam bab ini perlu disajikan data kuantitatif maupun penjelasan kualitatifnya mengapa ada kesenjangan gender (kalau informasinya tersedia) tentang pengelolaan pendidikan. Penjelasan untuk masing-masing hal disajikan dalam satu subbab tersendiri. Uraian meliputi:

1. Pengelolaan pendidikan

2. Jumlah guru / dosen/,kepala sekolah/ rektor

3. SDM di SKPD menurut berbagai ciri, antara lain, jenis kelamin, eselon, golongan, 4.status Stereotipi gender dalam pendidikan

H. Pemanfaatan Indikator dan Analisis Gender

Pemanfaatan indikator pendidikan dan analisis gender diisi dengan menampilkan berbagai indikator pendidikan yang telah/dapat digunakan untuk melengkapi kerangka acuan dalam perencanaan penganggaran. Bab VII ini juga digunakan untuk menyajikan hasil studi yang telah dilakukan, kalau ada, terhadap kebijakan di jenjang/jalur pendidikan sebagai berikut.

1. Pendidikan Prasekolah 2. Pendidikan Luar Biasa

3. Pendidikan Dasar dan Menengah 4. Pendidikan Tinggi

(24)

Buku panduan ini merupakan rujukan awal untuk menyusun profi l gender dan dapat diperbaharui terus menerus sesuai dengan dinamika kebijakan, program dan kegiatan yang dipilih. Diharapkan pembaharuan buku panduan ini dapat dilakukan setiap 5 tahun sekali, sesuai dengan dinamika perubahan kebijakan, program dan kegiatan pendidikan.

Buku panduan ini dirasakan belum sempurna dan masih banyak kekurangan di sana-sini yang perlu disempurnakan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan.

Semoga buku ini bermanfaat bagi pusat dan daerah dalam upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.

Badan Pusat Statisitik, (2010). Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2007, Buku 1: Provinsi, Naskah Subdirektorat Analisis Statistik, Badan Pusat Statisitik, Jakarta, Indonesia. KPP dan PA. (2002). Panduan Pelaksanaan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan

Gender dalam Pembangunan Nasional.

___________ (2009). Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Data gender dan Anak.

___________ (2009). Panduan pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan: Pelaksanaan Perencanaan dan Penganggaranyang Responsif Gender (PPRG) di Kementerian dan Lembaga (K/L). KPPPA

___________ (2010) Pedoman Umum Penyusunan Data Terpilah dengan Analisis Gender dalam Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan. KPP, Jakarta.

.Rosalin Lenny N, Soedarti Surbakti, Yulfi ta rahardjo, Elizabeth Carriere, Hartomo Heroe. 2001. Gender Analysis pathway (GAP) Analisis untuk Perencanaan Pembangunan. Bappenas.

Siti Sofi ah dan Ida Kintamani. (2008). Penguatan dan Penyempurnaan Data Sektoral: Sektor Pendidikan. Makalah Disampaikan dalam Rangka Workshop MDGs, di Makasar tg 21-24 Agustus 2008.

Sudiapermana Elih, Sri Haryati Hatmadji, Soedarti Surbakti, Redya Betty Sinaga, Dwi Pudji Riyanto. (2004). Pesan Standar Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan. Kemendiknas. Surbakti, Soedarti. (2007). Upaya Pemantauan dan Evaluasi Program Pelayanan Sosial Ibu dan

Anak melalui Indikator Pembanginan Milenum di Indonesia . MDGs Serie 1. BPS-Unicef

Penutup

BAB VII

Gambar

Gambar Diagram Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway = GAP)
Gambar 4. Persentase Penduduk Laki-laki Indonesia Berusia 10 Tahun  Ke Atas  menurut Pendidikan dan Status Ekonomi (Q1/Miskin dan Q5/Kaya), Tahun 2011
Gambar 5. Persentase Penduduk Perempuan Indonesia Berusia 10 Tahun  Ke  Atas menurut Pendidikan dan Status Ekonomi (Q1/Miskin dan Q5/Kaya),

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan utama dari steganografi adalah untuk menyembunyikan informasi ke dalam media lainnya sehingga tidak memungkinkan pihak ketiga untuk mendeteksi keberadaan pesan yang

Salah satu pemanfaatan pelepah pisang adalah dengan menjadikannya sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas karena pele- getahui jumlah konsentrasi larutan pemasak yang

Pada penelitian ini untuk mengetahui pengaruh tidak langsung pola asuh demokratis terhadap prokratinasi akademik melalui self efficacy MTs Darul Karomah Singosari Malang, dari

Peningkatan sebanyak 30 siswa yang lulus atau 87% dari jumlah keseluruhan siswa menunjukkan terjadinya Kemajuan siswa dalam mengikuti pembelajaran tendangan samping

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu Terdapat pengaruh positif dan signifikan secara parsial atau individu antara variabel tingkat religiusitas (X 1 ) dan persaingan usaha

Kegiatan belajar Indikator penilaian Teknik penilaian Bobot penilaian dan waktu Referen si Sikap Memiliki sikap kritis dan disiplin terhadap konsep dan bentuk phrases

Perdarahan dengan kehamilan muda disertai dengan hasil konsepsi telah mati Perdarahan dengan kehamilan muda disertai dengan hasil konsepsi telah mati hingga 8 minggu lebih,