Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
T-6
MODEL REDUKSI UNTUK SISTEM MIMO
Farikhin1, Y.D. Sumanto1, dan Siti Khabibah2
1,2
Program Studi Matematika Jurusan Matematika FSM Undip
ABSTRAK
Model reduksi berdasarkan subruang Krylov biasa disebut pemadanan momen. Dalam paper ini, dikaji mengenai teknik mereduksi system dinamik linear untuk sistem MIMO menggunakan algorima Arnoldi-blok yang dimodifikasi. Modifikasi dilakuan dengan cara menyisipkan dekomposisi QR termodifikasi. Bagian akhir paper ini, diberikan keterhandalan algoritma yang diusulkan melalui pembahasan contoh model reduksi.
Kata Kunci: Arnoldi-blok, MIMO, dan pemadanan momen
1. PENDAHULUAN
Sistem dinamik linear didefinisikan sebagai sistem persamaan diferensial dan sistem persamaan linear yang dituliskan sebagai berikut
𝐄d𝐱(t)
dt = 𝐀𝐱 t + 𝐁𝐮(t) 𝐲 t = 𝐂𝐱(t)
(1.1)
dengan syarat awal 𝐱 0 = 𝜃. Matriks-matriks 𝐀, 𝐄 ∈ R𝑛×𝑛, 𝐁 ∈ R𝑛×𝑝, dan 𝐂 ∈ R𝑞×𝑛 adalah matriks sistem dinamik (1.1). Sistem (1.1) disebut sistem multi input multi output (MIMO) jika 𝑝, 𝑞 > 1. Untuk 𝑝 = 𝑞 = 1, sistem (1.1) disebut sistem single input single output (SISO). Bilangan 𝒏 disebut order sistem (1.1). Untuk selanjutnya, notasi 𝐀, 𝐁, 𝐂, 𝐄 digunakan untuk menyatakan sistem (1.1). Fungsi transfer untuk sistem (1.1) dinyatakan dengan
𝐺 𝑠 = 𝐂 𝑠𝐄 − 𝐀 −1𝐁 atau
𝐺 𝑠 = 𝐌𝑘 𝑠0− 𝑠 𝑘
∞
𝑘=0 dengan 𝑠0 bilangan kompleks dan
𝐌𝑘= 𝐂 𝑠0𝐄 − 𝐀 −1𝐄 𝑘 𝑠0𝐄 − 𝐀 −1𝐁 (1.2) untuk 𝑘 = 0,1,2,3, …. Jika 𝐺 𝑠 diekspansikan di sekitar 𝑠 → ∞, maka
𝐌𝑘 = 𝐌𝑘,∞= 𝐂 𝐄−1𝐀 𝑘−1𝐄−1𝐁 (1.3) untuk = 0,1,2,3, … . Matriks 𝐌𝑘 dinamakan momen ke-k sistem (1) di titik 𝑠 = 𝑠0, sedangkan 𝐌𝑘,∞ dinamakan momen ke-k pada parameter Markov. Titik 𝑠 = 𝑠0 disebut titik interpolasi.
Sistem dinamik (1.1) banyak digunakan sebagai model matematika untuk permasalahan di bidang rekayasa IC, prediksi cuaca, pengendalian kualitas udara, sistem molukuler, sistem akuistik, bifurkasi reaktor kimia, dan pendinginan dalam industri baja (Antoulas, 2005).
Model reduksi adalah suatu model yang menghampiri sistem (1.1) dengan persamaan 𝐀 , 𝐁 , 𝐂 , 𝐄 yang berorder 𝒓 < 𝑛 sedemikian hingga sifat-sifat penting yang berlaku dalam sistem (1.1), juga akan berlaku dalam 𝐀 , 𝐁 , 𝐂 , 𝐄 . Pemadanan momen adalah model reduksi berdasarkan subruang Krylov. Pemadanan momen dapat dijelaskan sebagai berikut. Sistem 𝐀, 𝐁, 𝐂, 𝐄 dihampiri oleh sistem 𝐀 , 𝐁 , 𝐂 , 𝐄 menggunakan pemadanan momen di titik interpolasi 𝑠 = 𝑠0 jika 𝐌𝑘 = 𝐌𝑘 dengan 𝐌𝑘 = 𝐂 𝑠0𝐄 − 𝐀 −1 𝐄 𝑘 𝑠0𝐄 − 𝐀 −1
𝐁 dan 𝑘 = 0,1,2,3, … , 𝑝. Untuk pemadanan momen di parameter Markov didefinisikan serupa (Antoulas, 2005).
Beberapa peneliti mengusulkan pemadanan momen untuk sistem (1.1) MIMO melalui generalisasi pemadanan momen untuk sistem SISO. Salimbahrami et. al. mengusulkan pemadanan momen pada parameter Markov untuk sistem MIMO menggunakan algoritma Arnoldi-blok yang dimodifikasi. Setiap vektor kolom dalam matriks 𝐁 diortogonalisasi, kemudian vektor berikutnya diortogonalkan dengan kumpulan vektor ortogonal yang sudah ada (Salimbahrami et. al., 2005). Dengan perkataan lain, algoritma Arnoldi-blok yang termodifikasi tersebut adalah algoritma Arnoldi dengan inputnya multi vektor. Modifikasi algoritma Arnoldi-blok dapat dilakukan melalui penggunaan hasilkali Kronecker. Dengan hasilkali Kronecker ini, dapat dibentuk basis untuk subruang Krylov-blok. Selanjutnya, dapat dibuat model reduksi untuk sistem MIMO menggunakan modifikasi algoritma Arnoldi-blok tersebut (Chia-chi Chu et. al., 2008; Heyouni et. al., 2008).
Dalam makalah ini, penulis mengusulkan algoritma untuk membuat model reduksi di parameter Markov menggunakan algoritma Arnoldi-blok termodifikasi. Algoritma Arnoldi-blok baku disisipkan dekomposisi QR yang dapat mendeteksi vektor-vektor yang tak bebas linear secara numerik.
Untuk penulisan notasi dalam makalah ini dijabarkan sebagai berikut. Matriks dan vector ditulis dengan cetak tebal seperti 𝐅 dan 𝐠. Notasi ℝ𝑛×𝑟 menyatakan himpunan matriks real berorde 𝑛 × 𝑟. Selanjutnya, notasi 𝐈 dan 𝐀𝑇 berturut-turut menyatakan matriks identitas dan
transpose matriks 𝐀. Seperti dalam penulisan notasi standar pada aljabar linear, 𝑟𝑎𝑛𝑘 𝐆
menyatakan rank dari matriks 𝐆.
Sistematika penulisan makalah ini dijelaskan sebagai berikut. Di Bagian 2, dibahas subruang Krylov dan subruang Krylov-blok serta beberapa algoritma yang dapat digunakan untuk membentuk basis kedua subruang tersebut. Selanjutnya, dibahas secara ringkas beberapa teorema yang menyangkut pemadanan momen seperti yang ditulis dalam Bagian 3 dan mengusulkan algoritma pemadanan momen untuk sistem MIMO. Kemudian diberikan beberapa contoh penyusunan model reduksi untuk sistem MIMO seperti yang ditulis dalam Bagian 4. Semua komputasi dalam makalah ini menggunakan software Matlab. Kesimpulan makalah ini ditulis dalam Bagian 5.
2. SUBRUANG KRYLOV
2.1. Algoritma Arnoldi dan Dekomposisi QR
Di dalam bagian ini, diberikan definisi subruang Krylov dan algoritma Arnoldi untuk mencari basis subruang tersebut. Selanjutnya, dibahas dekomposisi QR menggunakan algoritma Gram-Schmidt termodifikasi.
Diberikan matriks persegi 𝐅 ∈ ℝ𝑛×𝑛 dan vektor 𝐠 ∈ ℝ𝑛. Subruang Krylov didefinisikan sebagai berikut
dengan 𝑟 bilangan asli. Jika 𝐳 ∈ 𝐾𝑟 𝐅, 𝐠 maka terdapat polinomial berderajat 𝑟, katakan 𝑝𝑟, sehingga 𝐳 = 𝑝𝑟 𝐅 𝐠 . Dimensi subruang Krylov 𝐾𝑟 𝐅, 𝐠 kurang dari atau sama dengan 𝑟.
Terdapat dua algoritma untuk membentuk basis subruang Krylov, yakni algoritma Lanczos dan algoritma Arnoldi. Algoritma Lanzcos dapat bekerja dengan baik untuk matriks 𝐅 yang bersifat simetris atau Hermitian. Algoritma Arnoldi dapat digunakan untuk matriks 𝐅 yang tak-simetris, seperti ditulis sebagai berikut.
Algoritma 2.1
Input : 𝐅 ∈ ℝ𝑛×𝑛, 𝐠 ∈ ℝ𝑛 dan bilangan asli 𝑟 1. Hitung 𝐯1= 𝐠/ 𝐠 2. Untuk 𝑗 = 1,2, … , 𝑟 − 1, kerjakan 2.1. untuk 𝑘 = 1,2, … , 𝑗, kerjakan 2.1.1. hitung ℎ𝑘,𝑗 = 𝐯𝑘𝑇𝐅𝐯𝑗 2.2. 𝐮𝑗 = 𝐅𝐯𝑗 − 𝑗𝑘=1ℎ𝑘,𝑗𝐯𝑘 2.3. ℎ𝑗 +1,𝑗 = 𝐮𝑗
2.4. Jika ℎ𝑗 +1,𝑗 = 0 maka stop 2.5. 𝐯𝑗 +1= 𝐮𝑗/ℎ𝑗 +1,𝑗
3. Stop.
Algoritma 2.1 biasa disebut algoritma Arnoldi. Algoritma tersebut merupakan modifikasi dari proses ortogonalisasi Gram-Schmidt. Jika Algoritma 2.1 akan berhenti setelah 𝑟 iterasi, diperoleh dua matriks :
matriks 𝐕 = 𝐯1 𝐯2 ⋯ 𝐯𝑟 ∈ ℝ𝑛×𝑟 matriks Hessenberg 𝐇 = ℎ1,1 ℎ1,2 ℎ1,3 ⋯ ℎ𝑟,𝑟−1 ℎ𝑟,𝑟 ℎ2,1 ℎ2,2 ℎ2,3 ⋯ ℎ𝑟,𝑟−1 ℎ𝑟,𝑟 0 ℎ3,2 ℎ3,3 ⋯ ℎ𝑟,𝑟−1 ℎ𝑟,𝑟 0 0 ℎ4,3 ⋯ ℎ𝑟,𝑟−1 ℎ𝑟,𝑟 ⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋱ ⋮ 0 0 0 ⋯ ℎ𝑟,𝑟−1 ℎ𝑟,𝑟 ∈ ℝ𝑟×𝑟
Vektor-vektor kolom matriks 𝐕 merupakan basis ortonormal untuk subruang Krylov. Syarat penggunaan subruang Krylov untuk problema aproksimasi adalah persamaan
𝐅𝐕 = 𝐕𝐇 + ℎ𝑟,𝑟+1𝐯𝑟𝐞𝑟𝑇 (2.1)
dengan 𝐞𝑟𝑇 = (0,0, … ,0,1) ∈ ℝ𝑟, harus dipenuhi (Antoulas, 2005; Heres, 2005).
Dekomposisi QR untuk matriks menyatakan bahwa 𝐆 ∈ ℝ𝑛×𝑟 dapat ditulis 𝐆 = 𝐐𝐑 dengan 𝐐 ∈ ℝ𝑛×𝑟 dan 𝐐𝑇𝐐 = 𝐈, dan 𝐑 ∈ ℝ𝑟×𝑟 matriks segitiga atas. Jika 𝑛 > 𝑟 dan 𝑟𝑎𝑛𝑘 𝐆 = 𝑟, maka dekomposisi QR dapat dilakukan pada matriks 𝐆. Perhatikan kembali langkah 2 pada Algoritma 1.1 di atas. Dekomposisi QR matriks dapat dilakukan dengan Algoritma 1 yang dimodifikasi. Pembahasan lebih lanjut mengenai hal ini dapat dilihat dalam (Mayer, 2001, hal. 311). Algoritma 1.1 yang dimodifikasi untuk mencari dekomposisi QR ditulis seperti berikut.
Algoritma 2.1 (Mayer, 2001)
Input : G = g1 g2 ⋯ gr ∈ ℝn×r Output : Q ∈ ℝn×r dan R ∈ ℝr×r
1.1. 𝐪𝑗 = 𝐠𝑗 1.2. Untuk 𝑖 = 1,2, … , 𝑗 − 1, kerjakan 1.2.1. 𝑟𝑖,𝑗 = 𝐪𝑖𝑇𝐪𝑗 1.2.2. 𝐪𝑗 = 𝐪𝑗 − 𝑟𝑖,𝑗𝐪𝑖 1.3. 𝑟𝑗 ,𝑗 = 𝐪𝑗 1.4. Jika 𝑟𝑗 ,𝑗 = 0, berhenti 1.5. 𝐪𝑗 = 𝐪𝑗/ 𝐪𝑗 2. Stop.
Jika 𝑟𝑎𝑛𝑘 𝐆 < 𝑟, maka matriks 𝐆 disebut matriks rank deficiency. Algoritma 1 tidak dapat digunakan untuk mencari matriks 𝐐 dan 𝐑. Transformasi Householder atau rotasi Givens dapat digunakan membentuk dekomposisi QR untuk matriks rank deficiency (Golub and Van Loan, 1999, hal. 249). Langkah 2.1 dalam Algoritma 2.1 akan menghasilkan vektor
𝐝𝑗 = 𝐪𝑗 − 𝑟𝑖,𝑗𝐪𝑖 𝑗 −1
𝑖=1
untuk 𝑗 = 2,3, … , 𝑟. Jika 𝐝𝑗 cukup kecil dibandingkan dengan 𝐪𝑗 , secara numerik vektor 𝐪𝑗 merupakan kombinasi linear dari vektor-vektor 𝐪1, 𝐪2, … , 𝐪𝑗 −1. Oleh karena itu, vektor 𝐪𝑗 harus dikeluarkan dari keanggotaan basis subruang Krylov atau direortogonalisasi terhadap 𝐪1, 𝐪2, … , 𝐪𝑗 −1. Dalam implementasi komputasinya,
𝐝𝑗 ≤ 1 10 𝐪𝑗
menjadi syarat agar vektor 𝐪𝑗 direortogonalisasi terhadap 𝐪1, 𝐪2, … , 𝐪𝑗 −1 (Gander, 1980). Secara umum, penentuan nilai 𝑐 > 0 yang memenuhi
𝐝𝑗 ≪ 𝑐 𝐪𝑗
bergantung pada software komputasi yang digunakan.
Berdasarkan ide dalam (Gander, 1980), penulis mengusulkan dekomposisi QR sedemikian hingga jika 𝐝𝑗 ≤
1
10 𝐪𝑗 maka vektor 𝐪𝑗 dikeluarkan dari keanggotaan basis subruang Krylov. Selanjutnya, dekomposisi QR yang dihasilkan disebut dekomposisi QRpresisi. Adapun algoritma yang dihasilkan ditulis seperti berikut.
Algoritma 2.2 (Dekomposisi QRpresisi) Input : 𝐆 = 𝐠1 𝐠2 ⋯ 𝐠𝐫 ∈ ℝ𝑛×𝑟 Output : 𝐐 dan 𝐑 1. Untuk 𝑗 = 1,2, … , 𝑟, kerjakan 1.1. 𝐪𝑗 = 𝐠𝑗 1.2. 𝐝𝑗 = 𝐠𝑗 1.3. Untuk 𝑖 = 1,2, … , 𝑗 − 1, kerjakan 1.3.1. 𝑟𝑖,𝑗 = 𝐪𝑖𝑇𝐪𝑗 1.3.2. 𝐪𝑗 = 𝐪𝑗 − 𝑟𝑖,𝑗𝐪𝑖 1.4. 𝑟𝑗 ,𝑗 = 𝐪𝑗 1.5. Jika 𝑟𝑗 ,𝑗 = 0, berhenti
1.6. Jika 𝐝𝑗 ≤101 𝐪𝑗 , keluarkan 𝐪𝑗 dari keanggotaan ruang kolom 𝐐 1.7. 𝐪𝑗 = 𝐪𝑗/ 𝐪𝑗 .
2.2. Subruang Krylov-Blok
Subruang Krylov-blok merupakan bentuk pengitlakan subruang Krylov. Untuk membentuk subruang Krylov 𝐾𝑟 𝐅, 𝐠 , diperlukan matriks dan vektor. Subruang Krylov-blok adalah subruang Krylov dibangun oleh dua matriks,
𝐾𝑟 𝐅, 𝐆 = 𝐾𝑟 𝐅, 𝐠𝑘 𝑚
𝑘=1 dengan 𝐅 ∈ ℝ𝑛×𝑛, 𝐆 = 𝐠1 𝐠
2 ⋯ 𝐠𝑚 ∈ ℝ𝑛×𝑚 dan 𝑚 < 𝑛. Oleh karenanya, dimensi subruang Krylov-blok 𝐾𝑟 𝐅, 𝐆 kurang dari atau sama dengan 𝑚𝑟.
Algoritma 2.3
Input : 𝐅 ∈ 𝑅𝑛×𝑛, 𝐆 ∈ 𝑅𝑛×𝑚 , dan integer 𝑟 Output : 𝐕 ∈ 𝑅𝑛×𝑚𝑟 dan 𝐇 ∈ 𝑅𝑚𝑟 ×𝑚𝑟.
1. Hitung matriks ortogonal 𝐕1 menggunakan dekomposisi QR terhadap matriks 𝐆. Katakan 𝐆 = 𝐕1𝐑. 2. Untuk 𝑗 = 1,2, … , 𝑟, kerjakan 2.1. 𝐙𝑗 = 𝐅𝐕𝑗 2.2. untuk 𝑘 = 1,2, … , 𝑗, kerjakan 2.2.1. 𝐇𝑘,𝑗 = 𝐕𝑘 𝑇𝐙𝑗 2.2.2. 𝐙𝑗 = 𝐙𝑗 − 𝐕𝑘𝐇𝑘,𝑗
2.3. Hitung 𝐕𝑗 +1 dan 𝐇𝑗 +1,𝑗 menggunakan dekomposisi QR terhadap 𝐙𝑗, namakan 𝐙𝑗 = 𝐕𝑗 +1𝐇𝑗 +1,𝑗.
3. Stop.
Algoritma 4 disebut algoritma Arnoldi-blok baku. Modifikasi Algoritma 4 difokuskan pada penyisipan dekomposisi QR untuk matriks rank deficiency. Heres mengusulkan dekomposisi QR untuk matriks rank deficiency dengan cara mengganti langkah 1.6 dalam Algoritma 2.2 oleh 𝐪𝑗 < 𝜀 di mana nilai 𝜀 diketahui sebelumnya. Algoritma yang diusulkan Heres telah teruji dapat mendeteksi vektor-vektor yang tak bebas linear (Heres, 2005). Penulis mengusulkan dekomposisi QR pada Algoritma 2.3 diganti dengan dekomposisi QRpresisi seperti yang ditulis dalam Algoritma 2.2.
3. PEMADANAN MOMEN
Dalam bagian ini, dibahas algoritma mencari sistem tereduksi berdasarkan teorema pemadanan momen seperti yang akan ditulis dalam Teorema 3.1 dan Teorema 3.2. Dua teorema berikut tidak diberikan pembuktiannya. Pembuktian dua teorema tersebut dapat dilihat dalam (Farikhin, 2011).
Pada umumnya, mencari model reduksi untuk sistem (1.1) menggunakan matriks proyeksi. Matriks proyeksi yang dimaksudkan adalah 𝐖, 𝐕 ∈ ℝ𝑛×𝑟 dan 𝐖𝑇𝐕 = 𝐈. Matriks 𝐖 dan 𝐕 dapat dipandang sebagai transformasi proyektif dari ruang ℝ𝑛 ke ruang ℝ𝑟. Kemudian matriks-matriks dari sistem tereduksinya didefinisikan
𝐄 = 𝐖𝑇𝐄𝐕, 𝐀 = 𝐖𝑇𝐀𝐕, 𝐁 = 𝐖𝑇𝐁, dan 𝐂 = 𝐂𝐕 .
Teorem 3.1. Jika (a) 𝑨, 𝑩, 𝑪, 𝑬 dengan E tak singular, (b) 𝑾 = 𝑽 adalah matriks yang
dihasilkan oleh algoritma Arnoldi blok untuk subruang Krylov blok 𝐾𝑚 𝑬−1𝑨, 𝑬−1𝑩 yang
k k , , ~ M M untuk k1 ,2, ,m.
Teorem 3.2 Jika (a) 𝑨, 𝑩, 𝑪, 𝑬 dengan 𝑬 tak singular, (b) 𝑽 matriks yang dihasilkan oleh
algoritma Arnoldi blok yang tidak berhenti sebelum iterasi ke-
m
dan kolom-kolomnyamerupakan basis untuk subruang Krylov blok 𝐾𝑚 𝑬−1𝑨, 𝑬−1𝑩 (c) 𝑾 matriks yang
dihasilkan oleh algoritma Arnoldi blok yang tidak berhenti sebelum iterasi ke-
m
dankolom-kolomnya merupakan basis untuk subruang Krylov blok 𝐾𝑚 𝑬−𝑇𝑨𝑇, 𝑬−𝑇𝑪𝑇 (d) 𝑨 , 𝑩 , 𝑪 , 𝑬
model reduksi untuk 𝑨, 𝑩, 𝑪, 𝑬 dengan 𝑬 tak singular, maka
k k , , ~ M M untuk k1 ,2, ,2m.
Berdasarkan dua teorema di atas, dibuat algoritma penyusunan model tereduksi untuk sistem (1.1) seperti berikut
Algoritma 3.1
Input : matriks sistem (1.1) yakni 𝑨, 𝑩, 𝑪, r = order sistem tereduksi
Output : 𝑨 , 𝑩 , 𝑪
1. Hitung matriks 𝑽 sebagai output Algoritma 2.3 dengan dekomposisi QR diganti dengan dekomposisi QRpresisi seperti ditulis dalam Algoritma 2.2.
2. Hitung 𝐀 = 𝐕𝑇𝐀𝐕, 𝐁 = 𝐕𝑇𝐁, dan 𝐂 = 𝐂𝐕 .
Algoritma 3.1 digunakan dengan asumsi matriks sistem (1.1) 𝐄 = 𝐈 .
4. ILUSTRASI CONTOH
Dalam bagian ini, contoh diambil dari (Chahlaoui & Van Dooren, 2002). Dalam pembuatan stasiun ruang angkasa internasional dilakukan dalam beberapa tahapan. Model vibrasi dalam pembuatan itu yang diakibatkan oleh getaran pesawat ruang angkasa dimodelkan menggunakan sistem (1.1) dengan 𝐄 = 𝐈, 𝐀 ∈ ℝ270×270¸ 𝐁 ∈ ℝ270×3, dan 𝐂 ∈ ℝ3×270. Sistem ini merupakan sistem MIMO dengan 3 input dan 3 output. Matriks-matriks sistem 𝐀 ∈ ℝ270×270¸ 𝐁 ∈ ℝ270×3, dan 𝐂 ∈ ℝ3×270 merupakan matriks sparse.
Untuk mengukur kinerja sistem tereduksi yang dihasilkan, digunakan ralat aproksimasi sistem (1.1) seperti dituliskan berikut.
Definisi 4.1 (Yan & Lam, 1999). Misalkan 𝐀, 𝐁, 𝐂, 𝐈 dan fungsi transfernya 𝐺, dan model
peringkat terturunnya 𝐀 , 𝐁 , 𝐂 , 𝐈 bersama fungsi pindah G~. Misalkan
A
A
A
~
,
B
B
B
~
, danC
C
C
~
.Ralat aproksimasi
G
oleh G~ ditakrifkan sebagai 𝑡𝑟 𝑪 𝑷𝑪 𝑇 dengan matriks P adalahpenyelesaian persamaan matriks
T T
B
B
A
P
P
A
.Tabel 4.1. Ralat aproksimasi untuk berbagai order sistem tereduksi
𝑚 Order Sistem Tereduksi Ralat Aproksimasi
3 9 1.4899e-004
5 15 1.2338e-004
7 21 9.4186e-005
10 30 7.2239e-005
20 60 2.8491e-005
Tinjau kembali Algoritma 3.1. Matriks 𝐕 ∈ 𝑅𝑛×𝑚𝑟 merupakan output dari Algoritma 3.1. Oleh karenanya, order dari sistem tereduksi adalah 𝑚𝑟. Dalam contoh ini, diketahui bahwa 𝑟 = 3, sehingga untuk 𝑚 = 3,5,7,10,20 berturut-turut akan menghasilkan order sistem tereduksi 9, 15, 21, 30, dan 60. Tabel 4.1 menperlihatkan berbagai nilai ralat aproksimasi untuk berbagai order sistem tereduksi. Sementara itu, order sistem semula adalah 270. Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa sistem berorder 9 mengaproksimasi secara baik sistem vibrasi yang berorder 270. Semua komputasi dalam makalah ini menggunakan software Matlab R2010a.
5. KESIMPULAN
Untuk mendeteksi vektor-vektor yang tak bebas linear dalam basis subruang Krylov dapat menggunakan proses reortogonalisasi dalam algoritma Arnoldi. Selanjutnya, pendeteksian tersebut teruji dalam sistem dinamik linear untuk matriks-matriks sistem yang sparse. Hal ini diperlihatkan dalam Bagian 4, di mana ralat aproksimasi antara sistem semula dan sistem tereduksi dianggap cukup kecil.
UCAPAN TERIMA KASIH
Tulisan ini merupakan bagian dari Penelitian yang didanai oleh Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro dengan no kontrak penelitian 25/UN7.3.8/PL/2012.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Antoulas, A.C. (2005). Approximation of Large-Scale Dynamical Systems. Philadelphia: Society for Industrial and Applied Mathematics (SIAM) Publisher.
[2]. Chia-chi Chu, Ming-Hong Lai, and Wu-shiung Feng, (2008). Model order reductions for
MIMO systems using global Krylov subspace methods. Mathematics and Computer in
simulation, 79, 1153-1164.
[3]. Chahlaoui, Y. and Van Dooren, P.: A collection of benchmark examples for model reduction of linear time invariant dynamical systems, Techincal report (2002)
[4]. Farikhin. (2011). Model reduksi pada parameter Markov, Jurnal Matematika (Undip), 14(2), 110-114.
[5]. Farikhin and Ismail Mohd, Mathematical Approach for Moment Matching. The paper was presented on Monthly Seminar of INSPEM, Universiti Putra Malaysia (UPM), 9 July 2010.
[6]. Gander, W. (1980). Algorithms for The QR-Decomposition. Research Report No 80-02, Eidgenoessische Technische Hochschule, Zuerich.
[7]. Golub, Gene H., and Van Loan, C. (1999). Matrix Computation, Third Edition, Baltimore : John Hopkins University Press.
[8]. Heres, P.J. (2005). Robust and Efficient Krylov Subspace Method for Model Reduction. Doctoral Dissertation, TU Eindhoven , Eindhoven, The Netherland.
[9]. Heyouni, M., Jbilou, K., Messaoudi, A., and Tabaa, K. (2008) Model reduction in large
scale MIMO dynamical system via the block Lanczos method. Computational & Applied
Mathematics, 27(2), 211-236.
[10]. Mayer, Carl D. (2001). Matrix Analysis and Applied Linear Algebra, Philadelphia : SIAM Publisher.
[11]. Salimbahrami, B., Lohmann, B., Bechtold, T., and Korvink, J.G. (2005) A two sided
Arnoldi algorithm with stopping criterion and MIMO selection procedure. Mathematical
and computer modelling of dynamical systems, 11(1), 79-93
[12]. Yan, Wei-yong and Lam, J. (1999). An Approximate Approach to 𝐻2 Optimal Model Reduction, IEEE Trans. On Automatic Control, 44(7), 1341-1358.