• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Colin Mathers, koordinator divisi kematian dan penyakit di WHO,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Colin Mathers, koordinator divisi kematian dan penyakit di WHO,"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesatnya perkembangan tekhnologi informasi pada era sekarang ini, menyebabkan perbaikan kuwalitas hidup manusia diseluruh dunia. Colin Mathers, koordinator divisi kematian dan penyakit di WHO, menyatakan bahwa angka harapan hidup global telah meningkat dari 64 tahun pada tahun 1990 menjadi 70 tahun pada tahun 2011 (Sativa, 2013). Jadi peningkatan rata-rata angka harapan hidup manusia adalah 8 jam perhari dalam 20 tahun belakangan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh kementerian kesehatan Republik Indonesia, angka harapan hidup masyarakat Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, Eka Viora, mengatakan pada tahun 2014 umur harapan hidup masyarakat Indonesia rata-rata akan mencapai 72 tahun. Padahal pada tahun 2004, umur harapan hidup masyarakat Indonesia hanya pada kisaran 66,2 tahun(Sufa, 2013).

Angka harapan hidup ini salah satunya dipengaruhi oleh kesehatan masyarakat. Jika kesehatan masyarakat terus membaik maka angka harapan hidup akan terus meningkat. Untuk meningkatkan kesehatan salah satu caranya yaitu dengan rutin berolahraga. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, olahraga adalah gerak badan untuk menyehatkan dan menguatkan tubuh. Salah satu olahrga yang paling digemari di dunia ialah futsal. Terbukti futsal dimainkan oleh lebih dari satu juta pemain yang

(2)

terdaftar di seluruh dunia dan futsal juga merupakan olahraga yang berkembang di banyak negara.

Futsal hampir sama dengan sepak bola, hanya saja dalam permainan futsal dimainkan oleh lima pemain dalam satu tim dan ada sedikit perbedaan dalam peraturan pertandingan. Namun terlepas dari semua itu, cara bermain dan kemampuan yang harus dimiliki pemain futsal hampir sama dengan sepak bola. Ini dikarenakn sejarah permainan futsal memang berasal dari permainan sepak bola.

Menurut sejarah,futsal dipopulerkan di Montevideo, Uruguay pada tahun 1930, oleh Juan Carlos Ceriani. Kata futsal berasal dari bahasa spanyol yaitu futbol dan sala, yang mana futbol berarti sepak bola, sala berarti ruangan. Jadi, futsal merupakan sepak bola dalam ruangan. Sepak bola memang dimainkan dalam ruangan dimana ukuran lapangannya hampir 4 kali lebih kecil dari ukuran lapangan sepak bola. Lapangan yang biasanya keras dan licin membuat futsal menjadi lebih beresiko untuk terjadinya cidera. Pergerakan bola yang lincah dan waktu yang relatif singkat (hanya 15 menit/babak) membuat para pemain dituntun untuk lihai dan cepat dalam mengolah bola.

Dikarenakan olahraga futsal ini memiliki gerakan yang komplit dan menuntut mobilitas yang tinggi, maka dalam olah raga ini sering sekali terjadi cidera. Survey terbaru dari Belanda menyatakan bahwa futsal merupakan 10 diantara olahraga yang paling berkontribusi bagi jumlah cedera olahraga dan memiliki insiden cidera tertinggi per 10.000 jam partisipasi olahraga. Tingkat cedera adalah sekitar 2,7 kali lebih tinggi

(3)

daripada sepak bola. Tubuh bagian bawah adalah yang paling dominan terjadi cidera dan regio yang paling banyak terjadi cidera yaitu pada regio lutut. Berdasarkan data yang diperoleh oleh Junge dan Dvorak (2010), pada FIFA Futsal World Cups 2000–2008 terjadi total 26 kali cidera pada regio lutut. Sehingga perhatian terhadap kemampuan dan kesiapan lutut pada saat akan melakukan olahraga futsal tersebut sangatlah penting.

Lutut merupakan salah satu persendian sinovial terbesar pada tubuh manusia. Sendi lutut merupakan sendi yang sangat kompleks, dimana terdapat segudang keterikatan ligamen, bersama dengan berbagai otot yang memperkuat sendi, memberikan pemahaman tentang kompleksitas sendi tersebut (Levangie dan Norkin, 2005). Sendi lutut bekerja bersama sendi hip dan sendi ankle untuk menopang berat badan. Pada saat kita melakukan aktifitas, sendi lutut menerima tekanan lebih besar dari berat badan. Sehingga dengan demikian wajar bila sendi lutut dilengkapi dengan banyak struktur yang menopangnya.

Sendi lutut merupakan pertemuan dari distal tulang femur dengan tibia yang disebut sendi tibiofemoral, distal tulang femur dengan tulang patela disebut sendi Patelofemoral, serta hubungan antara proksimaltulang tibia dengan proksimal tulang fibula dinamakan sendi Tibiofibular. Sendi utama pada lutut adalah sendi Tibiofemoral, sehingga Lavingie dan Norkin (2005), menjelaskan sendi tibiofemoral dengan menyamakannya dengan kata sendi lutut. Dalam melakukan gerakannya sendi lutut dilengkapi oleh jaringan lunak yang berada disekitarnya seperti kapsul sendi, ligamen dan otot.

(4)

Kapsul sendi merupakan salah satu bagian terpenting bagi sendi untuk menjaga integritas dan fungsi normalnya. Kapsul sendi bagian anterior tersusun atas tendon otot quadrisep pada superior dan tendon patela pada inferior. Bagian anteromedial dan anterolateral kapsul, sering diidentifikasikan sebagai medial dan lateral patela retinacula atau bersama sebagai retinakulum ekstensor. Kapsul sendi juga diperkuat oleh ligamen kapsul medial, lateral dan posterior. Kapsul sendi bekerja dan bekerja sama dengan ligamen untuk menghasilkan tahanan mekanik sebagai salah satu pembentuk stabilitas dan mobilitas sendi.

Sendi lutut terdiri dari beberapa ligamen yaitu Ligament Colateral Lateral (LCL), Ligament Colateral Medial (MCL), Ligament Crusiatum Anterior (ACL), Ligament Crusiatum Posterior (PCL). ligament bersama dengan kapsul sendi berperan sebagai stabilisator statis dan dinamis. Dikarenakan begitu vitalnya fungsi dari ligament tersebut, maka sedikit cidera yang terjadi pada ligament akan sangat merugikan.

Selain beberapa elemen diatas, satu lagi yang menjadi elemen penting bagi sendi lutut ialah otot. Otot merupakan sumber dari gerakan pada tubuh manusia. Otot adalah Sebuah jaringan yang terdiri dari serat yang mampu berkontraksi untuk mempengaruhi gerakan tubuh. Setiap gerakan yang dilakukan oleh manusia merupakan hasil dari kontraksi otot yang dikendalikan oleh sistem syaraf. Dikarenakan gerakan utama sendi lutut adalah fleksi dan ekstensi, maka Lavingie dan Norkin (2005) mengelompkkan otot pada sendi lutut menjadi kelompok otot fleksor dan ekstensor.

(5)

Kelompok otot fleksor ialah kelompok otot yang berkontraksi ketika lutut melakukan gerakan fleksi atau menekuk. Otot-otot seperti popliteus, grasilis, sartorius, gastroknemius dan Hamstring (Semitendonosus, semimembranosus dan Bicep femoris) bekerja aktif dalam melakukan gerakan tersebut secara bersama. Sedangkan kelompok otot ekstensor terdapat otot vastus lateralis, vastus medialis, vastus intermedius dan rectus femoris yang biasa disebut quadrisep.

Seluruh elemen yang menyokong sendi lutut tersebut akan bekerja sama untuk menciptakan mobilitas dan stabilitas pada sendi lutut. Stabilitas merupakan keadaan yang tetap tidak berubah, bahkan bila ada kekuatan yang secara normal dapat merubah keadaan atau kondisi (Myers et al, 2006). Sehingga stabilitas sendi lutut ialah kemampuan sendi lutut untuk mempertahankan posisi normalnya. Sedangkan stabilitas fungsional menurut Sofi Tagesson (2008) adalah kemampuan sendi untuk tetap stabil selama melakukan aktivitas. Sehingga dengan stabilitas sendi lutut yang baik maka kemungkinan lutut untuk bergerak kearah abnormal akan berkurang, sehingga itu akan mampu mengurangi resiko cidera pada pemain futsal.

Untuk mengurangi resiko cidera tersebut, maka diharus melakukan latihan guna meningkatkan kemampuan otot agar tercipta kestabilan sendi lutut tersebut. Dalam melakukan latihan tersebutharus memperhatikan aspek–aspek yang memenuhi tujuan latihan tersebut. Oleh sebab itu dalam melakukan latihan disarakan agar didampingi oleh pelatih yang berkolaborasi dengan tenaga ahli lainnya. Dalam hal pencegahan cidera,

(6)

rehabilitasi dan peningkatan kemampuan seseorang, peran serta dari seorang Fisioterapis sangat diperlukan.

Fisioterapi sebagai salah satu bagian dari profesi dalam bidang kesehatan yang tugas utamanya yaitu untuk meningkatkan, memelihara dan memulihkan kemampuan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan seperti yang tercantum dalam WCPT 1999 di Yokohama, Jepang. Dan sesuai dengan Permenkes nomor 80 tahun 2013, yang menyatakan bahwa Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi. Tujuan yang ingin dicapai dalam proses fisioterapi yaitu peningkatan kemampuan gerak fungsional agar masyarakat dapat menjalankan aktivitas secara optimal. Oleh karena itu fisioterapi sebagai tenaga kesehatan harus mempunyai kemampuan dan keterampilan guna memaksimalkan potensi gerak yang ada sehubungan dengan peran fisioterapi yaitu mengembangkan (Promotif), mencegah (Preventif), mengobati (kuratif) dan mengembalikan (rehabilitatif) terhadap gerak dan fungsi seseorang. Hal ini menandakan bahwa peran fisioterapi menyeluruh, yang artinya tidak hanya berperan pada orang sakit saja tetapi juga pada orang sehat untuk mengembangkan dan memelihara kemampuan aktifitas ototnya.

(7)

Pada orang sehat, latihan penguatan dapat meningkatkan kinerja otot yang diperlukan untuk mencegah terjadinya cidera. Fisioterapis harus dapat mencegah siklus terjadinya cidera, dengan mendisain program latihan yang dapat mempertahankan stabilitas sendi. Program latihan meliputi reedukasi sistem neuromuskular dan latihan untuk menciptakan keseimbangan antara otot agonis dan antagonis. Terapi latihan sebagai salah satu modalitas fisioterapi, dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot yaitu dengan memberikan latihan penguatan. Dengan memberikan latihan penguatan maka akan terjadi penambahan jumlah sarkomer dan serabut otot, sehingga dengan terbentuknya serabut – serabut otot yang baru maka kekuatan otot dapat meningkat.

Dalam menjaga stabilitas sendi tidak memerlukan kekuatan otot yang besar. Stabilitas sendi tercipta karena ada ko-kontraksi yang baik dari otot-otot sekitar sendi lutut. Sehingga dalam penyusunan program latihan harus memperhatikan kekuatan antara otot agonis dan antagonis agar tercapai peningkatan kestabilan sendi lutut yang diinginkan. Oleh sebab itu dalam latihan untuk meningkatkan kestabilan sendi sering diberikan latihan Closed Chain Exercise.

Closed Chain Exercise (CKC) adalah konsep latihan dimana gerakan pada salah satu segmen menghasilkan gerakan pada segmen yang lain. Manfaat dari CKC yaitu menghasilkan ko-kontraksi dari quadriseps, hamstring; menurunkan gaya geser antara tibia dan fibula, dan meningkatkan kompresi sendi, sehingga dapat meningkatkan stabilitas sendi. Banyak jenis latihan yang termasuk Closed Chain Exercise (CKC).

(8)

Sehingga dalam penelitian ini peneliti bermaksud membandingkan dua latihan yang memiliki tipe Closed Chain Exercise (CKC) yaitu antara latihan Step up dan Latihan Wall squat.

Latihan Step up adalah latihan penguatan yang melibatkan beberapa otot bagian bawah. Latihan ini baik dilakukan karena meniru gerakan yang biasa dilakukan sehari-hari yaitu gerakan menaiki tangga. Dimana latihan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan otot kuadrisepdan diikuti oleh gerakan dari hamstring dan otot–otot lainnya sebagai penstabil. Serta gerakan ini juga melibatkan sendi–sendi lain seperti sendi pinggul dan sendi pergelangan kaki. Tidak hanya itu, gerakan latihan Step up ini juga melibatkan sendi-sendi bagian atas dari tubuh. Dapat dilihat pada saat akan melakukan gerakan step up, bagian atas tubuh akan bereaksi untuk mempertahankan kestabilan tubuh. Sehingga dalam latihan ini gerakan untuk mencapai stabilitas fungsional dapat tercapai dengan sempurna.

Latihan Wall squat bentuk latihan penguatan dengan tipe gerakan Close-Kinetic Chain (CKC). Latihan ini menerapkan tipe kontraksi otot isometrik dengan beban berat badan atau juga dapat ditambah dengan beban eksternal seperti barbel dan lainnya. Latihan wall squat menerapkan gerakan seperti melakukan gerakan jongkok. Sehingga dalam latihan ini selain melatih kekuatan otot-otot sendi lutut sebagai target utama, juga akan melatih gerakan dari sendi hip dan ankle secara bersamaan. Sehingga gerakan dengan latihan ini koordinasi pergerakan sendi-sendi ekstremitas bawah akan terjadi. Namun dalam latihan ini, bagian belakang dari tubuh

(9)

yaitu sepenjang ruas tulang-tulang vertebra sampai occipital akan bersandar didinding. Sehingga latihan ini menutup gerakan dari sendi-sendi bagian atas tubuh yang terlibat dalam menstabilkan gerakan pada saat beraktifitas. Yang berarti koordinasi gerakan antara sendi bagian atas tubuh dan bagian bawahnya tidak ikut terlatih. Dan ini akan menyebabkan kestabilan fungsional yang ingin dicapai kurang sempurna.

B. Identifikasi Masalah

Futsal memiliki beberapa karakteristik unik dari kecepatan dan intensitas perebutan penguasaan bola, untuk itu pemain dituntut kecerdasan, pergerakan, dan kecepatannya. Selain itu, mereka perlu tahu bagaimana bertindak dalam daerah lapangan yang berbeda (Baroni, generosi, & Junior, 2008). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Varkiani et al (2013), yang bertujuan untuk mempelajari cedera olahraga pemain futsal dari Iran selama satu tahun kalender Persia pada 21 Maret 2010 sampai 20 Maret 2011 dengan data olahraga federasi Medicine sistem surveilans cedera. Penelititan ini menunjukkan, selama satu tahun, 1145 cedera dengan angka 8,1/1000 atlet yang dilaporkan oleh dokter tim dan kompetisi untuk melakukan pengobatan (Varkianiet al, 2013).

Cidera yang paling banyak terjadi pada pemain futsal yaitu pada anggota gerak bawah tubuh. Menurut data diagnosis cidera pada FIFA Futsal World Cups tahun 2000, 2004 dan 2008 yang di kumpulkan oleh Junge A (2010), diketahui bahwa cidera yang paling banyak terjadi yaitu pada lutut dengan angka 15,8 % dari total seluruh cidera yang terjadi. Oleh

(10)

sebab itu, daerah lutut harus menjadi salah satu yang harus kita jaga dan tingkatkan kemampuan mobilitas dan stabilitanya.

Stabilitas sendi adalah keadaan yang tetap tidak berubah, bahkan bila ada kekuatan yang secara normal dapat mengubah keadaan atau kondisi (Myers et al, 2006). Oleh sebab itu, stabilitas sendi sangat di perlukan bagi pemain futsal untuk menghindari cidera pada sendi tersebut. menurut kisner (2007) stabilitas sendiri adalah kemampuan sistem neuromuskular untuk memerintah otot bekerja sinergis pada bagian tubuh proksimal atau distal saat keadaan diam atau bergerak sehingga menjaga tubuh tetap dalam keadaan seimbang. Itulah sebabnya menjaga stabilitas sendi lutut penting bagi pemain futsal agar tetap seimbang dan terhindar dari cidera saat bermain

Untuk menjaga dan meningkatkan stabilitas sendi tersebut, maka fisioterapi berperan penting dalam memberikan program latihan yang tepat. Ada berbagai macam tekhnik latihan yang dapat dilakukan mulai dari yang ringan sampai yang sulit. Namun pada penelitian ini, penulis memilih menggunakan latihan Step up dan latihan Wall squat.

Latihan Step up dan latihan Wall squat merupakan latihan yang termasuk Close Kinetic Chain (CKC). Dimana dalam konsep latihan ini menyebabkan ko-kontraksi dari grup otot agonis dan antagonis (karandikar N, et al, 2011). Sehingga sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu stabilitas yang merupakan hasil dari ko-kontraksi yang baik antara grup otot agonis dan antagonis.

(11)

Latihan Step upmerupakan latihan dengan tipe close kinetic chain (CKC), yaitu dengan gerakan melangkah keatas kotak atau meja atau tapakan yang dilakukan berulang-ulang. Dimana pada gerakan ini bukan hanya melibatkan sendi lutut sebagai penggerak utama, namun juga melibatkan sendi-sendi lain separti sendi hip serta sendi pergelangan kaki. Dan pada latihan Wall squat lebih bersifat statis resisten, dimana gerakannya yaitu bergerak jongkok dengan badan bagian belakang bersandar pada dinding. Latihan ini melatih kedua kaki untuk bekerja bersama untuk menopang berat badan. Sehingga kekuatan kedua kaki akan sama. Namun bagian belakang tubuh bersandar ke dinding sehingga mencegah gerakan sendi bagian atas tubuh untuk teraktifasi.

C. Perumusan Masalah

Dari identifikasi masalah tersebut diatas, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah latihanStep up dapat meningkatkan stabilitas fungsional lutut pada pemain futsal?

2. Apakah latihan Wall squat dapat meningkatkan stabilitas fungsional lutut pada pemain futsal?

3. Apakahada perbedaan antara latihan step up dengan latihan wall squat terhadap peningkatan stabilitas fungsional sendi lutut?

(12)

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk membandingkanpengaruh antara latihan Step updengan latihan Wall squatterhadap peningkatan stabilitas fungsionalsendi lutut pada pemain futsal.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaru latihan Step up dalam meningkatkan stabilitas fungsional sendi lutut pada pemain futsal.

b. Untuk mengetahui pengaruh latihan Wall squat dalam meningkatkan stabilitas fungsional sendi lutut pada pemain futsal.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti dan Fisioterapi

a. Untuk menambah pengetahuan mengenai pengaruh pemberian latihan Step up terhadap peningkatan stabilitas fungsional sendi lutut pada pemain futsal.

b. Untuk menambah pengetahuan mengenai pengaruh pemberian latihan Wall squat terhadap peningkatan stabilitas fungsional sendi lutut pada pemain futsal.

2. Bagi Institusi Pendidikan

a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian untuk diteliti lebih dalam sekaligus menjadi referensi tambahan bagi mahasiswa yang membutuhkan pengetahuan lebih

(13)

lanjut mengenai penanganan dan intervensi untuk peningkatan stabilitas fungsional lututpada pemain futsal.

b. Dapat menambah khasanah ilmu kesehatan khususnya di ilmu kebugaran tubuh (fitness) dan dalam dunia pendidikan pada khususnya.

3. Bagi Praktisi Fisioterapi

Sebagai referensi tambahan mengenai penanganan dan intervensi fisioterapi yang digunakan untuk peningkatan stabilitas fungsional sendi lututpada pemain futsa

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini dapat di manfaatkan untuk pengetahuan khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia. Memberikan sumbangan informasi bagi peneliti yang akan

Persaingan antara perusahaan kereta api negara (SS) dengan perusahan kereta api swasta yang diwakili oleh NISM berkembang semakin sengit. Jalur kereta api bagian barat

Strategi reformasi birokrasi di indonesia menurut penulis paling tidak dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain, (a) perbaikan sistem dan struktur dalam bentuk

mengkoordinasikan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,

penggunaan lahan urban di Kecamatan Mijen, Kota Semarang dapat dilihat bahwa karakteris- tik perkembangan kota-kota di Kota Semarang adalah cenderung ke arah luar dari pusat

Gambaran masyarakat Purbalingga yang ingin dicapai pada tahun 2015 melalui pembangunan kesehatan Kabupaten adalah masyarakat yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam

Sampel ini digunakan adalah perusahaan perbankan dalam hal ini peneliti lebih mengkhususkan sampel pada jenis perusahaan homogen yaitu emiten

Menggunakan metode ini penulis juga dapat menggambarkan mengenai penelitian ini yaitu bagaimana media lokal dalam pelestarian budaya sunda1. 1.6.4 Jenis dan